You are on page 1of 21

MAKALAH DISOLUSI TABLET LEPAS LAMBAT

Oleh : Melina Anggraeni M3511036

D3 FARMASI UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2013

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Dalam dunia kefarmasian para apoteker dan pakar-pakar kimia senantiasa merancang sediaan obat supaya mampu menrancang terobosan baru dalam menciptakan suati produk yang berkualitas, baik dari segi kestabilan obat maupun efek yang ditimbulkan. Sudah sepantasnya. Sebagai seorang farmasis kita harus selalu menggali informasi terkini mengenai teknologi obat dari berbagai segi. Disini yang paling ditekankan yaitu pada preformulasi. Preformulasi merupakan metode perancangan suatu riset dalam rangka menyusun konsep baru yang nantinya harusmampu menghasilkan suatu maha karya yang bernilai. Dibutuhkan kearifan dan kecerdasan yang mumpuni dalam menyusun preformulasi suatu sediaan. Terutama dalam mengenal monografi,spesifikasi mencakup sifat-sifat suatu zat dan reaksi yang mungkin terjadi apabila bercampur dengan zat lain saat dikombinasikan. Diantara semua sifat dan reaksi yang penting untuk kita ketahui bersama yang paling kami soroti disini yaitu mengenai Disolusi suatu zat. Dimana ini meerupakan suatu tahapan yang yang sangat berperan penting dalam menentukan hasil suatu efek obat dalam tubuh Manusia. Laju disolusi atau kecepatan melarut obat-obat yang relatif tidak larut dalam air telah lama menjadi masalah pada industri farmasi. Obatobat tersebut umumnya mengalami proses disolusi yang lambat demikian pula laju absorpsinya. Dalam hal ini partikel obat terlarut akan diabsorpsi pada laju rendah atau bahkan tidak diabsorpsi seluruhnya. Dengan demikian absorpsi obat tersebut menjadi tidak sempurna

1.2 1. 2. 3. 4. 5.

Rumusan masalah Apa yang disebut dengan Disolusi? Apa saja yang dapat mempengaruhi kecepatan disolusi? Bagaimana metode penentuan kecepatan disolusi? Bagaiman perhitungan dalam menentukan kecepatan disolusi? Bagaimana aplikasi pengaruh disolusi zat terhadap tablet?

I.3 Tujuan Makalah

Sesuai dengan rumusan makalah di atas makalah ini disusun untuk mengetahui a) b) c) d) e) Apa yang disebut dengan disolusi? Apa saja yang dapat mempengaruhi kecepatan disolusi? Bagaimana metode penentuan kecepatan disolusi? Bagaiman perhitungan dalam menentukan kecepatan disolusi? Bagaimana aplikasi pengaruh disolusi zat terhadap tablet?

I.4. Kegunaan Makalah

Makalah ini disusun dapat memberikan manfaat. baik secara teoritis maupun secara praktis. Dimaksudkan juga untuk pengembangan konsep penelitian khususnya bagi dunia kefarmasiaan.

I.5. Prosedur Makalah Makalah ini disusun dengan pendekatan kuantitatif . Metode yang digunakan adalah metode deskriptif. Melalui metode ini penulis akan menguraikan secara jelas permasalahan dan komprehensif. Data dikumpulkan dengan teknik studi pustaka artinya penulis mengambil data melalui membaca literatur, kemudian data tersebut diolah menjadi sebuah makalah.

BAB II PEMBAHASAN 2.1 Tinjauan Teori 2.1.1 Definisi Disolusi didefinisikan sebagai suatu proses melarutnya zat kimia atau senyawa obat dari sediaan padat ke dalam suatu medium tertentu. Uji disolusi berguna untuk mengertahui seberapa banyak obat yang melarut dalam medium asam atau basa (lambung dan usus halus) (Ansel, 1989). Laju disolusi suatu obat adalah kecepatan perubahan dari bentuk padat menjadi terlarut dalam medianya setiap waktu tertentu. Jadi disolusi menggambarkan
4

kecepatan obat larut dalam media disolusi. Kecepatan disolusi adalah suatu ukuran yang menyatakan banyaknya suatu zat terlarut dalam pelarut tertentu setiap satuan waktu. Suatu hubungan yang umum menggambarkan proses disolusi zat padat telah dikembangkan oleh Noyes dan Whitney dalam bentuk persamaan berikut (Astuti,2008) :
dM DS = ( Cs C ) dt h

dM.dt-1 D S Cs C H

: : : : : :

kecepatan disolusi koefisien difusi luas permukaan zat kelarutan zat padat konsentrasi zat dalam larutan pada waktu tebal lapisan difusi

Dalam teori disolusi atau perpindahan massa, diasumsikan bahwa selama proses disolusi berlangsung pada permukaan padatan terbentuk suatu lapisan difusi air atau lapisan tipis cairan yang stagnan dengan ketebalan h. Bila konsentrasi zat terlarut di dalam larutan (C) jauh lebih kecil daripada kelarutan zat tersebut (Cs) sehingga dapat diabaikan, maka harga (Cs-C) dianggap sama dengan Cs. Jadi, persamaan kecepatan disolusi dapat disederhanakan menjadi
dM DSCs = dt h

Dari persamaan tersebut di atas tampak beberapa 2.1.2 Faktor yang dapat mempengaruhi kecepatan disolusi suatu zat, yaitu: 1. Suhu Meningginya suhu umumnya memperbesar kelarutan (Cs) suatu zat yang bersifat endotermik serta memperbesar harga koefisien difusi zat. Menurut Einstein, koefisien difusi dapat dinyatakan melalui persamaan berikut (Astuti,2008) : D = 6r Keterangan :
5
kT

D r : k : : T : 2. Viskositas

koefisien difusi

jari-jari molekul konstanta Boltzman viskosita pelarut suhu

Turunnya viskositas pelarut akan memperbesar kecepatan disolusi suatu zat sesuai dengan persamaan Einstein. Meningginya suhu juga menurunkan viskositas dan memperbesar kecepatan disolusi (Astuti,2008). 3. pH Pelarut pH pelarut sangat berpengaruh terhadap kelarutan zat-zat yang bersifat asam atau basa lemah. Untuk asam lemah
dc Ka = K .C .Cs 1+ dt H+

Jika (H+) kecil atau pH besar maka kelarutan zat akan meningkat. Dengan demikian, kecepatan disolusi zat juga meningkat. Untuk basa lemah
dc H+ = K .C.Cs 1 + dt ( Ka )

Jika (H+) besar atau pH kecil maka kelarutan zat akan meningkat. Dengan demikian, kecepatan disolusi juga meningkat (Astuti,2008). 4. Pengadukan Kecepatan pengadukan akan mempengaruhi tebal lapisan difusi (h). jika pengadukan berlangsung cepat, maka tebal lapisan difusi akan cepat berkurang (Astuti,2008). 5. Ukuran Partikel Jika partikel zat berukuran kecil maka luas permukaan efektif menjadi besar sehingga kecepatan disolusi meningkat (Astuti,2008). 6. Polimorfisme
6

Kelarutan suatu zat dipengaruhi pula oleh adanya polimorfisme. Struktur internal zat yang berlainan dapat memberikan tingkat kelarutan yang berbeda juga. Kristal meta stabil umumnya lebih mudah larut daripada bentuk stabilnya, sehingga kecepatan disolusinya besar (Astuti,2008). 7. Sifat Permukaan Zat Pada umumnya zat-zat yang digunakan sebagai bahan obat bersifat hidrofob. Dengan adanya surfaktan di dalam pelarut, tegangan permukaan antar partikel zat dengan pelarut akan menurun sehingga zat mudah terbasahi dan kecepatan disolusinya bertambah (Astuti,2008). 2.1.3 Laju disolusi obat secara in vitro dipengaruhi beberapa faktor Berikut dapat kita ketahui 1. Sifat fisika kimia obat. Sifat fisika kimia obat berpengaruh besar terhadap kinetika disolusi. Luas permukaan efektif dapat diperbesar dengan memperkecil ukuran partikel. Laju disolusi akan diperbesar karena kelarutan terjadi pada permukaan solut. Kelarutan obat dalam air juga mempengaruhi laju disolusi. Obat berbentuk garam, pada umumnya lebih mudah larut dari pada obat berbentuk asam maupun basa bebas. Obat dapat membentuk suatu polimorfi yaitu terdapatnya beberapa kinetika pelarutan yang berbeda meskipun memiliki struktur kimia yang identik. Obat bentuk kristal secara umum lebih keras, kaku dan secara termodinamik lebih stabil daripada bentuk amorf, kondisi ini menyebabkan obat bentuk amorf lebih mudah terdisolusi daripada bentuk kristal. 2. Faktor alat dan kondisi lingkungan. Adanya perbedaan alat yang digunakan dalam uji disolusi akan menyebabkan perbedaan kecepatan pelarutan obat. Kecepatan pengadukan akan mempengaruhi kecepatan pelarutan obat, semakin cepat pengadukan maka gerakan medium akan semakin cepat sehingga dapat menaikkan kecepatan pelarutan. Selain itu temperatur, viskositas dan komposisi dari medium, serta pengambilan sampel juga dapat mempengaruhi kecepatan pelarutan obat. 3. Faktor formulasi.
7

Berbagai macam bahan tambahan yang digunakan pada sediaan obat dapat mempengaruhi kinetika pelarutan obat dengan mempengaruhi tegangan muka antara medium tempat obat melarut dengan bahan obat, ataupun bereaksi secara langsung dengan bahan obat. Penggunaan bahan tambahan yang bersifat hidrofob seperti magnesium stearat, dapat menaikkan tegangan antar muka obat dengan medium disolusi. Beberapa bahan tambahan lain dapat membentuk kompleks dengan bahan obat, misalnya kalsium karbonat dan kalsium sulfat yang membentuk kompleks tidak larut dengan tetrasiklin. Hal ini menyebabkan jumlah obat terdisolusi menjadi lebih sedikit dan berpengaruh pula terhadap jumlah obat yang diabsorpsi. 2.1.4 Penentuan kecepatan disolusi suatu zat dapat dilakukan melalui metode : 1. Metode Suspensi Serbuk zat padat ditambahkan ke dalam pelarut tanpa pengontrolan eksak terhadap luas permukaan partikelnya. Sampel diambil pada waktu-waktu tertentu dan jumlah zat yang larut ditentukan dengan cara yang sesuai. 2. Metode Permukaan Konstan Zat ditempatkan dalam suatu wadah yang diketahui luasnya sehingga variable perbedaan luas permukaan efektif dapat diabaikan. Umumnya zat diubah menjadi tablet terlebih dahulu, kemudian ditentukan seperti pada metode suspensi. Penentuan dengan metode suspensi dapat dilakukan dengan menggunakan alat uji disolusi tipe dayung seperti yang tercantum pada USP. Sedangkan untuk metode permukaan tetap, dapat digunakan alat seperti diusulkan oleh Simonelli dkk sebagai berikut.

Gambar Alat disolusi (Martin, 2008) Dalam bidang farmasi, penentuan kecepatan disolusi suatu zat perlu dilakukan karena kecepatan disolusi merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi absorbsi obat di dalam tubuh. Penentuan kecepatan disolusi suatu zat aktif dapat dilakukan pada beberapa tahap pembuatan suatu sediaan obat, antara lain: 1. Tahap Pra Formulasi Pada tahap ini penentuan kecepatan disolusi dilakukan terhadap bahan baku obat dengan tujuan untuk memilih sumber bahan baku dan memperoleh informasi tentang bahan baku tersebut. 2. Tahap Formulasi Pada tahap ini penentuan kecepatan disolusi dilakukan untuk memilih formula sediaan yang terbaik. 3. Tahap Produksi Pada tahap ini kecepatan disolusi dilakukan untuk mengendalikan kualitas sediaan obat yang diproduksi. Kadar obat dalam darah pada sediaan peroral dipengaruhi oleh proses absorpsi dan kadar obat dalam darah ini menentukan efek sistemiknya. Obat dalam bentuk sediaan padat mengalami berbagai tahap pelepasan dari bentuk sediaan sebelum diabsorpsi. Tahapan tersebut meliputi disintegrasi, deagregasi dan disolusi. Kecepatan obat mencapai sistem sirkulasi dalam proses disintegrasi, disolusi dan absorpsi,

ditentukan oleh tahap yang paling lambat dari rangkaian di atas yang disebut dengan rate limiting step . Efektivitas dari suatu tablet dalam melepas obatnya untuk absorpsi sistemik agaknya bergantung pada laju disintegrasi dari bentuk sediaan dan deagregasi dari granul-granul tersebut. Tetapi yang biasanya lebih penting adalah laju disolusi dari obat padat tersebut. Seringkali disolusi merupakan tahapan yang membatasi atau tahap yang mengontrol laju bioabsorpsi obat-obat yang mempunyai kelarutan rendah, karena tahapan ini seringkali merupakan tahapan yang paling lambat dari berbagai tahapan yang ada dalam penglepasan obat dari bentuk sediaannya dan perjalanannya ke dalam sirkulasi sistemik (Martin,2008). Supaya partikel padat terdisolusi maka molekul solut pertama-tama harus memisahkan diri dari permukaan padat, kemudian bergerak menjauhi permukaan memasuki pelarut. Tergantung pada kedua proses ini dan bagaimana cara proses transpor berlangsung maka perilaku disolusi dapat digambarkan secara fisika. Dari segi kecepatan disolusi yang terlibat dalam zat murni, ada tiga dasar model fisika yang umum, yaitu: a. Model lapisan difusi (diffusion layer model). Model ini pertama kali diusulkan oleh Nerst dan Brunner. Pada permukaan padat terdapat satu lapis tipis cairan dengan ketebalan , merupakan komponen kecepatan negatif dengan arah yang berlawanan dengan permukaan padat. Reaksi pada permukaan padat-cair berlangsung cepat. Begitu model solut melewati antar muka liquid film bulk film, pencampuran secara cepat akan terjadi dan gradien konsentrasi akan hilang. Karena itu kecepatan disolusi ditentukan oleh difusi gerakan Brown dari molekul dalam liguid film. b. Model barrier antar muka (interfacial barrier model). Model ini menggambarkan reaksi yang terjadi pada permukaan padat dan dalam hal ini terjadi difusi sepanjang lapisan tipis cairan. Sebagai hasilnya, tidak dianggap adanya kesetimbangan padatan-larutan, dan hal ini harus dijadikan pegangan dalam membahas model ini. Proses pada antar muka padat-cair sekarang

10

menjadi pembatas kecepatan ditinjau dari proses transpor. Transpor yang relatif cepat terjadi secara difusi melewati lapisan tipis statis (stagnant). c. Model Dankwert (Dankwert model). Model ini beranggapan bahwa transpor solut menjauhi permukaan padat terjadi melalui cara paket makroskopik pelarut mencapai antar muka padat-cair karena terjadi pusaran difusi secara acak.

Tahap- tahap disintegrasi deagregasi dan disolusi ketika obat meningggalkan suati tablet atau matrik granular 2.1.5 Uji Disolusi Tablet Lepas lambat Uji ini digunakan untuk menentukan kesesuaian dengan persyaratan disolusi yang tertera dalam masing-masing monografi untuk sediaan tablet dan kapsul, kecuali pada etiket dinyatakan bahwa tablet harus dikunyah. Persyaratan disolusi tidak berlaku untuk kapsul gelatin lunak kecuali bila dinyatakan dalam masing-masing monografi. Bila pada etiket dinyatakan bahwa sediaan bersalut enterik, sedangkan dalam masing-masing monografi uji disolusi atau uji waktu hancur tidak secara khusus dinyatakan untuk sediaan bersalut enterik, maka digunakan cara pengujian untuk sediaan lepas lambat seperti yang tertera pada uji pelepasan obat (961), kecuali dinyatakan lain dalam masing-masing monografi. (FI IV).
11

Alat 1 alat terdiri dari sebuah wadah tertutup yang terbuat dari kaca atau bahan transparan lain yang inert, suatu motor, suatu batang logam yang digerakkan oleh motor dan keranjang berbentuk silinder. Wadah tercelup sebagian di dalam suatu tangas air yang sesuai berukuran sedemikian sehingga dapat mempertahankan suhu dalam wadah pada 370 0,50 selama pengujian berlangsung dan menjaga agar gerakan air dalam tangas air halus dan tetap. Bagian dari alat, termasuk lingkungan tempat alat diletakkan tidak dapat memberikan gerakan, goncangan atau getaran signifikan yang melebihi gerakan akibat perputaran alat pengaduk. Penggunaan alat yang memungkinkan pengamatan contoh dan pengadukan selama pengujian berlangsung. Lebih dianjurkan wadah disolusi berbentuk silinder dengan dasar setengah bola, tinggi 160 mm hingga 175 mm, diameter dalam 98 mm hingga 106 mm dan kapasitas nominal 1000 ml. Pada bagian atas wadah ujungnya melebar, untuk mencegah penguapan dapat digunakan suatu penutup yang pas. Batang logam berada pada posisi sedemikian sehingga sumbunya tidak lebih dari 2 mm pada tiap titik dari sumbu vertical wadah, berputar dengan halus dan tanpa goyangan yang berarti. Suatu alat pengatur kecepatan digunakan sehingga memungkinkan untuk memilih kecepatan putaran yang dikehendaki dan mempertahankan kecepatan seperti yang tertera dalam masing-masing monografi dalam batas lebih kurang 4%. (FI IV). Komponen batang logam dan keranjang yang merupakan bagian dari pengaduk terbuat dari baja tahan karat tipe 316 atau yang sejenis sesuai dengan spesifikasi pada Gambar 1. Kecuali dinyatakan lain dalam masing-masing monografi, digunakan kasa 40 mesh. Dapat juga digunakan keranjang berlapis emas setebal 0,0001 inci (2,5 m). Sediaan dimasukkan ke dalam keranjang yang kering pada tiap awal pengujian. Jarak antara dasar bagian dalam wadah dan keranjang adalah 25 mm 2 mm selama pengujian berlangsung (FI IV, 1085). Alat 2 Sama seperti alat 1, bedanya pada alat ini digunakan dayung yang terdiri dari daun dan batang sebagai pengaduk. Batang berada dalam posisi sedemikian sehingga sumbunya tidak lebih dari 2 mm pada setiap titik halus dari sumbu vertical wadah dan berputar dengan halus, tanpa goyangan yang berarti. Daun melewati diameter batang sehingga dasar daun dan batang rata. Dayung memenuhi
12

spesifikasi pada Gambar 2. Jarak 25 mm 2 mm antara daun dan bagian dalam dasar wadah dipertahankan selama pengujian berlangsung. Daun dan batang logam yang merupakan satu kesatuan dapat disalut dengan suatu penyalut inert yang sesuai. Sediaan dibiarkan tenggelam di dasar sebelum dayung mulai berputar. Sepotong kecil bahan ynag tidak bereaksi seperti gulungan kawat berbentuk spiral dapat digunakan untuk mencegah mengapungnya sediaan. Uji kesesuaian alat Lakukan pengujian masing-masing alat menggunakan 1 tablet Kalibrator Disolusi FI jenis disintegrasi dan 1 tablet Kalibrator Disolusi FI jenis bukan disintegrasi sesuai dengan kondisi percobaan yang tertera. Alat dianggap sesuai bila hasil yang diperolehkan seperti yang tertera dalam sertifikat dari kalibator yang bersangkutan. Media disolusi Gunakan pelarut seperti yang tertera dalam masing-masing monografi. Bila Media disolusi adalah suatu larutan dapar, atur pH larutan sedemikian hingga berada dalam batas 0,05 satuan pH yang tertera pada masingmasing monografi. Waktu Bila dalam spesifikasi hanya terdapat satu waktu, pemgujian dapat diakhiri dalam waktu yang lebih singkat bila persyaratan jumlah minimum yang terlarut telah dipenuhi. Bila dinyatakan dua waktu atau lebih, cuplikan dapat diambil hanya pada waktu yang ditentuksn dengan toleransi 2%. Prosedur untuk kapsul, tablet tidak bersalut tablet bersalut bukan enteric Masukkan sejumlah volume media disolusi seperti yang tertera dalam masing-masing monografi ke dalam wadah, pasang alat, biarkan media disolusi hingga suhu 3700,50, dan angkat thermometer. Masukkan 1 tablet atau 1 kapsul ke dalam alat, hilangkan gelembung udara dari permukaan sediaan yang diuji dansegera jalankan alat pad laju kecepatan masing-masing monografi. Dalam interval waktu yang ditetapkan atau pada tiap waktu yang dinyatakan, ambil cuplikan pada bagiab pertengahan antara permukaan media disolusi dan bagian atas dari keranjang berputar atau daun dari alat gayung, tidak kurang 1 cm dari dinding wadah. Lakukan penetapan seperti yang tertera dalam masing-masing monografi. Lanjutkan pengujian terhadap bentuk sediaaan tambahan.
13

Bila cangkang kapsul mengganggu penetapan, keluarkan isi tidak kurang dari 6 kapsul sesempurna mungkin, larutkan cangkang kapsul dalam sejumlah volume media disolusi seperti yang dinyatakan. Lakukan penetapan seperti yang tertera dalam masing-masing monografi. Buat koreksi seperlunya. Factor koreksi lebih besar 25% dari kadar pada etiket tidak dapat diterima. Interpretasi Kecuali dinyatakan lain dalam masing-masing monografi, persyaratan dipenuhi bila jumlah zat aktif yang terlarut dari sediaan yang diuji sesuai dengan table penerimaan. Lanjutkan pengujian samapai tiga tahap kecuali bila hasil pengujian memenuhi tahap S1 atau S2. Harga Q adalah jumlah zat aktif yang terlarut seperti yang tertera dalam masing-masing monografi, dinyatakan dalam persentase kadar pada etiket, angka 5% dan 15% dalam table adalah persentase kadar pada etiket, dengan demikian mempunyai arti yang sama dengan Q. Tahap Jumlah yang diuji Kriteria Penerimaan S1 6 Tiap unit sediaan tidak kurang dari Q + 5% S2 6 Rata-rata dari 12 unit (S1 + S2) adalah sama dengan atau lebih besar dari niali Q dan tidak satu unit S3 12 sediaan yang lebih kecil dari Q-15% Rata-rata dari 24 unit (S1 + S2 +S3) adalah sama dengan atau lebih besar dari Q, tidak lebih dari 2 unit sediaan yang lebih kecil dari Q-15% dan tidak satu unit pun yang lebih kecil dari Q-25% Uji kehancuran yang tercantum dalam seluruh farmakope merupakan criteria kualitas penting untuk peroralia (Tablet, Dragee, Granulat, Kapsul), meskipun informasinya bagi ketersediaan hayati sangat terbatas. Kehancuran total menjadi persyaratan yang baik bagi pelepasan, meskipun bahan penolong dapat memblokir bahan obat sehingga pelepasannya dari produk yang telah hancur sangat dihambat. Oleh karena kecepatan melarut zat aktif seringkali menjadi tahap penentu kecepatan untuk proses resorpsi, maka uji pelarutan (dissolution-test) memberikan informasi yang lebih akurat. Hal itu dapat dilakukan menggunakan alat uji kehancuran otomatik
14

yang umum, dimana pengamatan tidak ditujukan kepada kehancuran bentukan kecil, melainkan pada jumlah bahan obat dalam interval waktu tertentu, yang melarut dalam cairan uji (cairan pencernaan buatan) dari seluruh atau pecahan sediaan obat, yang dideteksi secara analitik. Hubungan antara bahan obat terlarut (%) terhadap waktu dilukiskan dalam bentuk grafik kurva pelarutan. Penentuan kecepatan pelarutan pada preparat depo (lama percobaan 8 jam, cairan pencernaan 37C) dan khususnya pada jenis tablet, dimana kehancuran tablet tidak terjadi (tablet perancah), menjadi alternatif tertinggi. Dapat dibedakan antara kecepatan pelarutan sejati (intrinsic dissolution rate), yang mengacu kepada bahan obat (murni), dimana proses melarutnya diikuti pada kondisi yang tertentu, dengan kecepatan pelarutan nyata (apparent dissolution rate), yang dikarakterisasikan sebagai pelepasan efektif bahan obat dari sediaannya pada kondisi cara yang konvensional. Jumlah model pelarutan yang sampai saat ini disarankan sudah cukup banyak. Pada uraian berikut disampaikan varian yang ada dan sangat bermanfaat bagi keseluruhan proses dan problematik besaran yang berpengaruh terhadap kinetika pelarutan. Sesuai dengan komposisi percobaan, pada seluruh model-pelarutan, -pelepasan dan resorpsi, dapat dibedakan dua kelompok menurut kondisi melarutnya. Kondisi-non-sink terjadi, jika konsentrasi bahan obat di dalam volume distribusi sesuai dengan pelarutannya dan akan menaik sampai harga maksimalnya. Dalam hal ini umumnya sejumlah prosentual tertentu dari jumlah bahan obat total digunakan masuk ke dalam larutan pada satuan waktu tertentu (misalnya 60% dalam 30 menit). Kondisi semacam ini terjadi jika selama proses melarutnya bahan obat atau sediaan tetap kontak dengan keseluruhan bahan pelarut dan tidak terjadi pertukaran cairan secara nyata (sistem tertutup). Sebaliknya Kondisi-sink akan terjadi jika konsentrasi bahan obat dalam volume distribusi, meskipun proses pelarutan terus berlangsung, tetap dipertahankan pada tingkat yang rendah, analog dengan proses pada resorpsi, dimana zat aktif berpindah ke dalam volume distribusi organisme dan dari sini akan menghilang
15

melalui proses eliminasi. Kondisi-sink baru dibicarakan jika bahan obat terlarut tidak melampaui 10% konsentrasi jenuhnya. Di dalam model percobaan, kondisi ini dapat dicapai dengan mengambil larutan uji yang ada dan selanjutnya dianalisis, kemudian segera digantikan dengan larutan uji segar volume sama banyak atau sediaan obat selama proses melarut dicuci secara kontinyu menggunakan bahan pelarut murni (sel aliran kontinyu). Model yang bekerja atas prinsip terakhir ini, dinyatakan sebagai system terbuka (R. Voigt, 1995). Prosedur Dan Alat Sejumlah metode eksperimen dan sel difusi telah dilaporkan dalam literatur. Beberapa contoh dari metode percobaan dan sel difusi yang terutama digunakan dalam penelitian farmasi dan transfor biologis akan diperkenalkan disisni. Sel dengan kontruksi yang sederhana, seperti yang telah dilaporkan oleh Agular dan Weiner diduga paling baik untuk pekerjaan difusi. Sel tersebut dibuat dari gelas atau plastik terang, yang mudah untuk dirakit dan dibersihkan, dan memberikan kemudaahan untuk melihat cairan dan pengaduk yang berputar.Alat-alat seperti itu dilengkapi termosfat konvensional dan dilengkapi dengan alat untuk mengumpulkan sampel dan uji secara otomatis. Kompartemen sebelah atas atau koparteman donor diisi dengan larutan obat . larutan reseptor dipompa dari tempat yang lebih rendah. Sampel dikumpulkan dalam suatu lubang didalam alat pengumpul fraksi otomatis, kemudian berturut turut ditentukan kadarnya secara spekketrometri. Pecobaan bisa dilakukan selama berjam-jam pada kondisi yang terkontrol ini. Biber dan Rhodes membuat suatu kontruksi sel difusi tiga kompartemen dari pleksikglas untuk penggunaan baik dengan membran sintesis maupun membran biologis yang diisolasi. Obat tersebut dibiarkan berdifusi dari kedua kompartemen donor sebelah luar kedalam suatu ruang reseptor pusat. Hasilnya dapat direproduksi dan dibandingkan dengan hasil peneelitian yang lain. Sel dengan desain tiga kompartemen menciptakan permukaan membran yang lebih besar dan memperbaiki sensitivitas analitik.

16

Premeasi uap air dan senyawa organik aromatik dari larutan air melalui lapisan (film) plastik bisa diselidiki dalam sel gelas dengan dua ruang serupa dengan desain yang digunakan untuk menyelidiki larutan obat pada umumnya. Nasim melaporkan tentang permeasi senyawa 19 aromatik dari larutan dalam air melalui lapisan (film) polietina. Tabel. Koefisien Difusi dari senyawa-senyawa Berbagai Media Difusan Etanol n-pentanol forfmamid Glisin Natrium sulfat Glukosa Heksana Heksadekan Metanol Metan n-petan Neopetan Volume Parsial ( 40,9 89,5 26 42,9 lauryl 235 116 103 265 25 64 Molar 12,4 8,8 17,2 10,6 6,2 6,8 15,0 7,8 26,1 14,2 1,45 6,9 0,002 Medium atau Batas (dan Teperatur, Air ( ) Air ( Air ( Air ( Air ( Air ( ) ) ) ) ) ) ) ) ) )

Kloroform ( Kloroform ( Kloroform ( Kloroform ( Karet Alami (

Asam asetat dimer 22,4

Karet Silikon (50 Etiselulosa (50

Peresapan gas dan uap biasanya ditentukan dengan menggunakan satu timbangan mikro yang trdapat didalm benjana vakum dan temperatur dapat dikontro, serta mempunyai ketelitian 2X g. Gas atau uap dengan tekanan terkontrol

dimasukan kedalam ruang gelas yang mengandung lapisan polimer atau lapisan biologis dengan dimensi yang tealh diketahui, gantungkan pada satu tangan dari
17

timbangan tersebut. Laju pendekatan samapi kesetimbangan resapan memudahkan perhitungan kofisien difusi untuk gas dan uap. Dalam menyelidiki absorbsi melalui kulit, yang biasanya diperoleh dengan cara autopsi, digunakan kulit manusia atau hewan. Scheuplein menerangkan suatu sel untuk percobaan penetrasi kulit, dibuat dari pireks dan terdiri dari dua belahan. Ruang donor dan reseptor dipisahkan oleh sampel kulit yang ditunjang pada piring berlubang-lubang dan disekrup kencang ditempatnya. Cairan dalam reseptor diaduk dengan batang magnet atau telfon. Sampel diambil secara priodik dan diuji dengan cara yang sesuai. Untuk senyawa seperti steroida, penetrasinya lambat . Wurster mengembangakan suatu sel permeabilitas untuk menyelidiki difusi melalui lapisan kornea (lapisan kornea daimbil dari manusia), dari berbagai zat yang berpeamesi termasuk gas, cairan dan gel. Selama percobaan difusi alat tersebut dijaga pada temperatur konstan dan pelahan-lahan diaduk pada daerah sekitar membran. Sampel diambil dari ruang reseptor pada waktu-waktu tertentu dan dianalisis zat yang berpermeasi melalui membran tersebut. Kinetika dan keseimbangan absobsi cairan dan zat telarut ke dalam plastik, kulit bahan kimia serta material biologis lainya, bisa ditentukan dengan cara sederhana dengan menetapkan bagian dari film (lapisan) pada wadah dari cairan murniatau larutan yang bertemperatur konstan. Bagian-bagian tersebut diperoleh kembali pada waktu yang berbeda-beda, kelebihan cairan dihilangkan dengan tissu penyerap, dan sampel dari lapisan tersebut ditimbang hati-hati dalam suatu botol timbang yang telah ditara. Teknik menghitug radioaktif juga dapat digunakan dengan metode ini untuk menganalisis obat yang masih dalam larutan dan jumlah yang terserap kedalam lapisan, dihitung dari selisihnya. Koefisien partisi ditentukan dengan mudah dengan jalan menyetimbangkan obat tersebut antara dua pelarut yang tidak tercampur dalam suatu bejana yang cocock pada temperatur konstan dan jika mungkin mengambil sampel dari kedua fase untuk dianalisis.
18

BAB III PENUTUP 2.1 Kesimpulan


19

1. 2. 3.

Lepasnya suatu obat dari sistem pemberian meliputi disolusi dan difusi. Pelepasan suatu obat dipengaruhi oleh laju disolusi. Faktor yang dapat mempengaruhi laju disolusi yaitu Suhu ,Viskositas, pH pelarut, Pengadukan, Ukuran partikel, Polimorfisme, Sifat permukaan zat.

2.2 1. 2.

Saran Dalam menentukan preformulasi hendaklah memperhatikan disolusi suatu zat. Senantiasa melakukan penelitian lebih lanjut mengenai disolusi sehingga dengan penemuan reset terbaru itu bisa bermanfaat bagi para penyusun preformulasi sediaan obat.

DAFTAR PUSTAKA
20

Anonim, 1995.Farmakope Indonesia. Edisi IV. Jakarta. Depertemen Kesehatan Republik Indonesia Ansel , Howard c. 1989. Pengantar Sediaan Farmasi edisi ke empat. Jakarta : UI Press Martin, Alfred dkk. 2008. Dasar-dasar Farmasi Fisik Dalam Ilmu Farmasetika. Jakarta : UI PRESS Sulistia G. dkk. Farmakologi dari Terapi Edisi IV Farmakologi. Jakarta : UI Press Voight. R. 1995. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. Diterjemahkan oleh Soendari Noerono.Yogyakarta : Gadjah Mada University Press

21

You might also like