You are on page 1of 29

A.

Definisi Neri Nyeri adalah sensasi subjektif, rasa yang tidak nyaman biasanya berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual atau potensial (Corwin J.E. ). Ketika suatu jaringan mengalami cedera, atau kerusakan mengakibatkan dilepasnya bahan bahan yang dapat menstimulus reseptor nyeri seperti serotonin, histamin, ion kalium, bradikinin, prostaglandin, dan substansi P yang akan mengakibatkan respon nyeri(Kozier dkk). Nyeri juga dapat disebabkan stimulus mekanik seperti pembengkakan jaringan yang menekan pada reseptor nyeri.(Taylor C. dkk) Ganong, (1998), mengemukakan proses penghantaran transmisi nyeri yang disalurkan ke susunan syaraf pusat oleh 2 (dua) sistem serat (serabut) antara lain: 1. Serabut A delta (A) Bermielin dengan garis tengah 2 5 (m yang menghantar dengan kecepatan 12 30 m/detik yang disebutjuga nyeri cepat (test pain) dan dirasakan dalam waktu kurang dari satu detik, serta memiliki lokalisasi yang dijelas dirasakan sepertiditusuk, tajam berada dekat permukaan kulit. 2. Serabut C, merupakan serabut yang tidak bermielin dengan garis tengah 0,4 1,2 m/detik disebut juga nyeri lambat di rasakan selama 1 (satu) detik atau lebih, bersifat nyeri tumpul, berdenyut atau terbakar. Transmisi nyeri dibawah oleh serabut A delta maupun serabut C diteruskan ke korda spinalis, serabut serabut syaraf aferen masukkedalam spinal lewat dorsal root dan sinap dorsal horn yang terdiri dari lapisan (laminae) yang saling berkaitan II dan III membentuk daerah substansia gelatinosa (SG). Substansi P sebagai nurotransmitter utama dari impuls nyeri dilepas oleh sinaps darisubstansia gelatinosa. Impuls impuls nyeri menyebrang sum sum tulang belakang diteruskan ke jalur spinalis asendens yangutama adalah spinothalamic traet (STT) atau spinothalamus dan spinoroticuler traet (SRT) yang menunjukkan sistem diskriminatifdan membawa informasi mengenai sital dan lokasi dari stimulus ke talamus kemudian kemudian diteruskan ke korteks untukdiinterprestasikan, sedangkan impuls yangg melewati SRT, diteruskan ke batang otak mengaktifkan respon outonomik dari limbik(motivational affektive) effective yang dimotivasi (Long). Pada tahun 1979, International Association for the Study of Pain mendefinisikan nyeri sebagai : Suatu pengalaman sensori dan emosiyang tidak menyenangkan, yang berkaitan dengan kerusakan jaringan yang nyata atau yang berpotensi untuk menimbulkankerusakan jaringan. Rasa nyeri selalu merupakan sesuatu yang bersifat subjektif. Setiap individu mempelajari nyeri melaluipengalaman yang berhubungan langsung dengan luka (injury), yang terjadi pada masa awal kehidupannya. Secara klinis,

nyeri adalahapapun yang diungkapkan oleh pasien mengonai sesuatu yang dirasakannya sebagai suatu hal yang tidak menyenangkan / sangatmengganggu (Dharmady & Triyanto). Defenisi keperawatan menyatakan bahwa nyeri adalah, apapun yang menyakitkan tubuh yang dikatakan individu yangmengalaminya, yang ada kapanpun individu mengatakannya. Nyeri dianggap nyata meskipun tidak ada penyebab fisik atau sumberyang dapat diidentiftkasi. Meskipun beberapa sensasi nyeri dihubungkan dengan status mental atau status psikologis, pasien secaranyata merasakan sensasi nyeri dalam banyak hal dan tidak hanya membayangkannya saja. Kebanyakan sensasi nyeri adalah akibatdari stimulasi fisik dan mental atau stimuli emosional. Oleh karena itu, mengkaji nyeri individu mencakup pengumpulan informasitentang penyebab fisik dan juga faktor mental atau emosional yang mempengaruhi persepsi individu tentang nyeri. Intervensikeperawatan diarahkan pada kedua komponen tersebut (Smeltzer & Bare). Beberapa pasien tidak dapat atau tidak akan melaporkan secara verbal bahwa mereka mengalami nyeri. Oleh karena itu, perawat juga bertanggung jawab terhadap pengamatan perilaku nonverbal yang dapat terjadi bersama dengan nyeri (Smeltzer & Bare, 2002) B.Fisiologi Nyeri Diantara terjadinya stimulus yang menimbulkan kerusakan jaringan hingga timbulnya pengalaman subyektif mengenai nyeri,terdapat rangkaian peristiwa elektrik dan kimiawi yang kompleks, yaitu transduksi, transrmisi, modulasi dan persepsi. Transduksi adalah proses dimana stimulus noksius diubah menjadi aktivitas elektrik pada ujung saraf sensorik (reseptor) terkait. Prosesberikutnya, yaitu transmisi, dalam proses ini terlibat tiga komponen saraf yaitu saraf sensorik perifer yang meneruskan impuls kemedulla spinalis, kemudian jaringan saraf yang meneruskan impuls yang menuju ke atas (ascendens), dari medulla spinalis ke batangotak dan thalamus. Yang terakhir hubungan timbal balik antara thalamus dan cortex. Proses ketiga adalah modulasi yaitu aktivitassaraf yang bertujuan mengontrol transmisi nyeri. Suatu jaras tertentu telah diternukan di sistem saran pusat yang secara selektifmenghambat transmisi nyeri di medulla spinalis. Jaras ini diaktifkan oleh stress atau obat analgetika seperti morfin (Dewanto).Proses terakhir adalah persepsi, Proses impuls nyeri yang ditransmisikan hingga menimbulkan perasaan subyektif dari nyeri samasekali belum jelas. bahkan struktur otak yang menimbulkan persepsi tersebut juga tidak jelas. Sangat disayangkan karena nyeri secaramendasar merupakan pengalaman subyektif sehingga tidak terhindarkan keterbatasan untuk memahaminya (Dewanto).Nyeri diawali sebagai pesan yang diterima oleh saraf-saraf perifer. Zat kimia (substansi P,

bradikinin, prostaglandin) dilepaskan,kemudian menstimulasi saraf perifer, membantu mengantarkan pesan nyeri dari daerah yang terluka ke otak. Sinyal nyeri dari daerahyang terluka berjalan sebagai impuls elektrokimia di sepanjang nervus ke bagian dorsal spinal cord (daerah pada spinal yangmenerima sinyal dari seluruh tubuh). Pesan kemudian dihantarkan ke thalamus, pusat sensoris di otak di mana sensasi seperti panas,dingin, nyeri, dan sentuhan pertama kali dipersepsikan. Pesan lalu dihantarkan ke cortex, di mana intensitas dan lokasi nyeridipersepsikan. Penyembuhan nyeri dimulai sebagai tanda dari otak kemudian turun ke spinal cord. Di bagian dorsal, zat kimia sepertiendorphin dilepaskan untuk mcngurangi nyeri di dacrah yang terluka (Taylor & Le Mone). Di dalam spinal cord, ada gerbang yang dapat terbuka atau tertutup. Saat gerbang terbuka, impuls nyeri lewat dan dikirim ke otak.Gerbang juga bisa ditutup. Stimulasi saraf sensoris dengan menggaruk secara perlahan di dekat daerah nyeri dapat menutup gerbangsehingga rnencegah transmisi impuls nyeri. Impuls dari pusat juga dapat menutup gerbang, misalnya perasaan sernbuh dapatmengurangi dampak atau beratnya nyeri yang dirasakan (Patricia & Walker). Kozier, dkk. (1995) mengatakan bahwa nyeri akan menyebabkan respon tubuh meliputi aspek pisiologis dan psikologis, merangsangrespon otonom (simpatis dan parasimpatis respon simpatis akibat nyeri seperti peningkatan tekanan darah, peningkatan denyut nadi,peningkatan pernapasan, meningkatkan tegangan otot, dilatasi pupil, wajah pucat, diaphoresis, sedangkan respon parasimpatisseperti nyeri dalam, berat , berakibat tekanan darah turun nadi turun, mual dan muntah, kelemahan, kelelahan, dan pucat (Black M.J, dkk) Pada nyeri yang parah dan serangan yang mendadak merupakan ancaman yang mempengaruhi manusia sebagai sistem terbukauntuk beradaptasi dari stressor yang mengancam dan menganggap keseimbangan. Hipotalamus merespon terhadap stimulus nyeridari reseptor perifer atau korteks cerebral melalui sistem hipotalamus pituitary dan adrenal dengan mekanisme medula adrenalhipofise untuk menekan fungsi yang tidak penting bagi kehidupan sehingga menyebabkan hilangnya situasi menegangkan danmekanisme kortek adrenal hopfise untuk mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit dan menyediakan energi kondisiemergency untuk mempercepat penyembuhan (Long C.B.). Apabila mekanisme ini tidak berhasil mengatasi Stressor (nyeri) dapatmenimbulkan respon stress seperti turunnya sistem imun pada peradangan dan menghambat penyembuhan dan kalau makin parahdapat terjadi syok ataupun perilaku yang meladaptif (Corwin, J.E.)

C.Klasifikasi Nyeri Menurut Long C.B (1996) mengklasifikasi nyeri berdasarkan jenisnya, meliputi : 1. Nyeri akut, nyeri yang berlangsung tidak melebihi enam bulan, serangan mendadak dari sebab yang sudah diketahui dan daerahnyeri biasanya sudah diketahui, nyeri akut ditandai dengan ketegangan otot, cemas yang keduanya akan meningkatkan persepsi nyeri. 2. Nyeri kronis, nyeri yang berlangsung enam bulan atau lebih, sumber nyeri tidak diketahui dan tidak bisa ditentukan lokasinya.Sifat nyeri hilang dan timbul pada periode tertentu nyeri menetap. Corwin J.E (1997) mengklasifikasikan nyeri berdasarkan sumbernya meliputi : 1. Nyeri kulit, adalah nyeri yang dirasakan dikulit atau jaringan subkutis, misalnya nyeri ketika tertusuk jarum atau lutut lecet,lokalisasi nyeri jelas disuatu dermatum. 2. Nyeri somatik adalah nyeri dalam yang berasal dari tulang dan sendi, tendon, otot rangka, pembuluh darah dan tekanan syaraf dalam, sifat nyeri lambat 3. Nyeri Viseral, adalah nyeri dirongga abdomen atau torak terlokalisasi jelas disuatu titik tapi bisa dirujuk kebagian-bagian tubuh lain dan biasanya parah. 4. Nyeri Psikogenik, adalah nyeri yang timbul dari pikiran pasien tanpa diketahui adanya temuan pada fisik (Long, 1989 ; 229).(5) Nyeri Phantom limb pain, adalah nyeri yang dirasakan oleh individu pada salah satu ekstremitas yang telah diamputasi (Long,1996 ; 229). D.Nyeri Pasca Bedah Pembedahan merupakan suatu kekerasan atau trauma bagi penderita. Anestesi maupun tindakan pembedahan menyebabkankelainan yang dapat menimbulkan berbagai keluhan dan gejala. Keluhan dan gejala yang sering dikemukakan adalah nyeri, demam,takikardia, sesak nafas, mual, muntah dan memburuknya keadaan umum (Syamsuhidajat). Para dokter dalam pengalamannya sering kali terkejut akan beratnya nyeri yang dialami oleh pasien setelah pembedahan. Kendatipun tersedia obat-obat yang efektif, namun nyeri pasca bedah tidak dapat diatasi dengan baik. Sekitar 50% pasien tetap mengalaminyeri (Walsh). Menurut Benedetti (1990), nyeri yang hebat menstimulasi reaksi stress yang secara merugikan mempengaruhi sistem jantung danimun. Ketika impuls nyeri ditransmisikan, tegangan otot meningkat, seperti halnya pada vasokonstriksi lokal. Iskemia pada tempatyang sakit rnenyebabkan stimulasi lebih jauh dari reseptor nyeri. Bila impuls yang

menyakitkan ini menjalar secara sentral, aktivitassimpatis diperberat, yang meningkatkan kebutuhan miokardium dan konsumsi oksigen. Penelitian telah menunjukkan bahwainsufisiensi kardiovaskular terjadi tiga kali lebih sering dan insiden infeksi lima kali lebih besar pada individu dcngan kontrol nyeriyang buruk (Smeltzcr & Bare). Pada luka operasi, analgetik sebaiknya diberikan dengan rencana sesuai dengan letak dan sifat luka, bukan diberikan kalau perlu. Dosis yang diberikan pun bergantung pada reaksi penderita (Sjamsuhidajat). Peredaan nyeri komplit pada daerah dari insisi bedah dapat tidak terjadi selama beberapa minggu, tergantung pada letak dan sifatpembedahan. Namun demikian, perubahan posisi pasien, penggunaan distraksi, pemasangan washcloths dingin pada wajah, danpemijatan punggung dengan losion yang menyegarkan dapat sangat membantu dalam menghilangkan ketidaknyamanan temporerdan meningkatkan medikasi lebih efektif ketika diberikan (Smeltzer & Bare). E.Bedah Laparatomi Bedah laparatomi merupakan tindakan operasi pada daerah abdomen (Spencer), Menurut Sjamsuhidayat dan Jong (1997), bedahlaparatomi merupakan teknik sayatan yang dilakukan pada daerah abdomen yang dapat dilakukan pada bedah digestif dankandungan. Adapun tindakan bedah digestif yang sering dilakukan dengan teknik sayatan arah laparatomi yaitu: herniotorni,gasterektomi, kolesistoduodenostomi, hepateroktomi, splenorafi/splenotomi, apendektomi, kolostomi, hemoroidektomi danfistulotomi atau fistulektomi. Tindakan bedah kandungan yang sering dilakukan dengan teknik sayatan arah laparatorni adalah berbagai jenis operasi uterus,operasi pada tuba fallopi dan operasi ovarium (Prawirohardjo), yaitu: histerektomi baik itu histerektoini total, histerektomi sub total,histerektomi radikal, eksenterasi pelvic dan salpingo -coforektomi bilateral. Selain tindakan bedah dengan teknik sayatan laparatomi pada bedah digestif dan kandungan, teknik ini juga sering dilakukan pada pembedahan organ lain, menurut Spencer (1994) antara lain ginjal dan kandung kemih Ada 4 (empat) cara, yaitu : a.Midline incision 2,5 cm), panjang (12,5 cm).b.Paramedian,yaitu ;sedikit ketepi dari garis tengah( c.Transverse upper abdomen incision, yaitu ; insisi di bagian atas, misalnya pembedahan colesistotomy dan splenektomy. 4 cm di atas anterior spinal iliaka, misalnya; pada operasi appendictomy. (Sjamsuhidajat R, Jong WD)d.Transverse lower abdomen

incision, 1. a.Trauma b.Peritonitis c.Perdarahan d.Sumbatan e.Masa 2. a.Ventilasi b.Gangguan c.Gangguan d.Gangguan 3.Post pasien-pasien pembedahan b.Tujuan (1)Mengurangi (2)Mempercepat

yaitu; abdomen

insisi (tumpul saluran

melintang atau tajam)

di /

bagian Ruptur

bawah Indikasi Hepar. Blooding)

pencernaan.(Internal halus R, tidak : nyaman hipertensi, cairan dan aritmia dan dan Jong usus WD, (Sjamsuhidajat

pada pada abdomen

usus

besar. 1997) Komplikasi adekuat jantung. elektrolit. kecelakaan Laparatomi

paru kardiovaskuler keseimbangan rasa

a.Perawatan post Laparatomi adalah bentuk pelayanan perawatan yang diberikan kepada yang perut. perawatan komplikasi fungsi pasien semaksimal konsep pasien post Laparatomi (Himawan, S, telah (Long post akibat mungkin seperti diri menjalani B.C, operasi 1996) Laparatomi pembedahan. penyembuhan. sebelum operasi. pasien. pulang. 1996)

(3)Mengembalikan (4)Mempertahankan (5)Mempersiapkan c.Komplikasi (1)Tromboplebitis.

Tromboplebitis postoperasi biasanya timbul 7 - 14 hari setelah operasi. Bahaya besar tromboplebitis dan yang ambulatif. (2)Infeksi. Infeksi luka sering muncul pada 36 - 46 jam setelah operasi. Organisme yang paling sering menimbulkan infeksi adalah stapilokokus dipakai klien sebelum timbul bila darah tersebut lepas otak. mencoba dari dinding pembuluh darah vena dan ikut aliran darah sebagai emboli ke paru-paru, hati, Pencegahan tromboplebitis yaitu latihan kaki post operasi, ambulatif dini dan kaos kaki TED

aurens,

organisme;

gram

positif. aseptik luka

Stapilokokus

mengakibatkan dan atau

pernanahan. antiseptik. eviserasi.

Untuk menghindari infeksi luka yang paling penting adalah perawatan luka dengan memperhatikan (3)Dehisensi organ pembedahan, abdomen d.Proses (1)Fase berkembang serabut-serabut (2)Fase sempurna tumbuh (3)Fase dan otot dapat digunakan kembali. (4)Fase Fase terakhir. Penyembuhan untuk intake makanan anti obat-obat akan tinggi menyusut protein radang Fungsi latihan otot-otot bokong, mobilisasi Latihan dan dan seperti e.Intervensi (1)Meningkatkan (2)Menghindari (3)Pencegahan f.Pengembalian efektf, menggerakkan meningkatkan keempat mengkerut. penyembuhan vitamin c. steroid. infeksi. fisik. dini. alih dalam dengan 1 kuat minggu. dan Jaringan menjadi bening digunakan penyembuh sebagai dalam ketegangan sebagai penyembuhan akibat luka

Dehisensi luka merupakan terbukanya tepi-tepi luka. Eviserasi luka adalah keluarnya organmelalui yang dari berat batuk (Long insisi. pada dan B.C, Faktor dinding muntah. 1996) pertama dimana kerangka. kedua baru kemerahan. ketiga penyebab dehisensi atau eviserasi adalah infeksi luka, kesalahan menutup waktu

Berlangsung sampai hari ke 3. Batang lekosit banyak yang rusak / rapuh. Sel-sel darah baru

Dari hari ke 3 sampai hari ke 14. Pengisian oleh kolagen, seluruh pinggiran sel epitel timbul

Sekitar 2 sampai 10 minggu. Kolagen terus-menerus ditimbun, timbul jaringan-jaringan baru

Pengembalian fungsi fisik dilakukan segera setelah operasi dengan latihan napas dan batuk Latihan-latihan fisik : Latihan napas dalam, latihan batuk, menggerakan otot-otot kaki,

baring dan turun dari tempat tidur. Semuanya dilakukan hari ke 2 post operasi. F.Faktor-faktor yang Mempengaruhi Respon Nyeri Saat seseorang mengalami nyeri, banyak faktor yang dapat mempengaruhi nyeri yang dirasakan dan cara mereka bereaksiterhadapnya. Faktor-faktor ini dapat meningkatkan atau menurunkan persepsi nyeri pasien, toleransi terhadap nyeri danmempengaruhi reaksi terhadap nyeri (Le Mone & Burke). Reaksi fisik seseorang terhadap nyeri meliputi perubahan neurologis yang spesifik dan sering dapat diperkirakan. Kenyataannya,setiap orang mempunyai jaras nyeri yang sama, atau dengan kata lain setiap orang menerima stimulus nyeri pada intensitas yangsama. Reaksi pasien terhadap nyeri dibentuk oleh berbagai faktor yang saling berinteraksi mencakup umur, sosial budaya, statusemosional, pengalaman nyeri masa lalu, sumber dan anti dari nyeri dan dasar pengetahuan pasien. Ketika sesuatu menjelaskanseseorang sangat sensitif terhadap nyeri, sesuatu ini merujuk kepada toleransi nyeri seseorang dimana seseorang dapat menahannyeri sebelum memperlihatkan reaksinya. Kemampuan untuk mentoleransi nyeri dapat rnenurun dengan pengulangan episode nyeri,kelemahan, marah, cemas dan gangguan tidur. Toleransi nyeri dapat ditingkatkan dengan obat-obatan, alkohol, hipnotis, kehangatan,distraksi dan praktek spiritual (Le Mone & Burke). Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi reaksi nyeri tersebut antara lain: 1.Pengalaman Nyeri Masa Lalu Lebih berpengalarnan individu dengan nyeri yang dialami, makin takut individu tersebut terhadap peristiwa menyakitkanyang akan diakibatkan oleh nyeri tersebut. Individu ini mungkin akan lebih sedikit mentoleransi nyeri; akibatnya, ia inginnyerinya segera reda dan sebelum nyeri tersebut menjadi lebih parah Reaksi ini hampir pasti terjadi jika individu tersebutmencrima peredaan nyeri yang tidak adekuat di masa lalu. Individu dengan pengalaman nyeri berulang dapat mengetahuiketakutan Peningkatan nyeri dan pengobatannva tidak adekuat (Smeltzer &Bare).Beberapa pasien yang tidak pernah mengalami nyeri hebat, tidak menyadari seberapa hebatnya nyeri yang akan dirasakannanti. Umumnya, orang yang sering mengalami nyeri dalam hidupnya, cenderung mengantisipasi terjadinya nyeri yanglebih hebat (Taylor & Le Mone) 2.Kecemasan Toleransi nyeri, titik di mana nyeri tidak dapat ditoleransi lagi, beragam diantara individu. Toleransi nyeri menurun akibatkeletihan, kecemasan, ketakutan akan kematian, marah, ketidakberdayaan, isolasi sosial, perubahan dalarn identitas peran,

Kehilangan kemandirian dan pengalarnan masa lalu (Smeltzer & Bare).Kecemasan hampir selalu ada ketika nyeri diantisipasi atau dialami secara langsung. Ia cenderung meningkatkanintensitas nyeri yang dialami. Ancaman dari sesuatu yang tidak diketahui lebih mengganggu dan menghasilkan kecemasandaripada ancaman dari sesuatu yang telah dipersiapkan. Studi telah mengindikasikan bahwa pasien yang diberipendidikan pra operasi tentang hasil yang akan dirasakan pasca operasi tidak mencrima banyak obat-obatan untuk nyeridibandingkan orang yang mengalami prosedur operasi yang sama tetapi tidak diberi pendidikan pra operasi. Nyerimenjadi lebih buruk ketika kecemasan, ketegangan dan kelemahan muncul (Taylor & Le Mone).Umumnya diyakini bahwa kecemasan akan meningkatkan nyeri, mungkin tidak seluruhnya benar dalam semua keadaan.Namun, kecemasan yang relevan atau berhubungan dengan nyeri dapat meningkatkan persepsi pasien terhadap nyeri(Smeltzer & Bare). Ditinjau dari aspek fisiologis, kecemasan yang berhubungan dengan nyeri dapat meningkatkan persepsi pasien terhadapnyeri. Secara klinik, kecemasan pasien menyebabkan menurunnya kadar serotonin. Serotonin merupakanneurotransmitter yang memiliki andil dalam memodulasi nyeri pada susunan saraf pusat. Hal inilah yang mengakibatkanpeningkatan sensasi nyeri (Le Mone & Burke). Jadi, sistem analgetika ini dapat memblok sinyal nyeri pada tempat masuknya ke medulla spinalis (Guyton).Serotoninmerupakan salah satu neurotransmitter yang diproduksi oleh nucleus rafe magnus dan lokus seruleus. Ia berperan dalamsistem analgetik otak. Serotonin menyebabkan neuron-neuron lokal medulla spinalis mensekresi enkefalin. Enkefalindianggap dapat menimbulkan hambatan presinaptik dan postsinaptik pada serabut-serabut nyeri tipe C dan ASelain itu keberadaan endorfin dan enkefalin juga membantu menjelaskan bagaimana orang yang berbeda merasakantingkat nyeri yang berbeda dari stimuli yang sama. Kadar endorfin beragam di antara individu, seperti halnya faktor-faktor seperti kecemasan yang mempengaruhi kadar endorfin. Individu dengan endorfin yang banyak akan lebih sedikitmerasakan nyeri. Sama halnya aktivitas fisik yang berat diduga dapat meningkatkan pembentukan endorfin dalarn sistemkontrol desendens (Smeltzer & B,re,) 3Umur Umur dalam kamus besar bahasa Indonesia adalah waktu hidup atau ada sejak dilahirkan (Poerwadarminta). MenurutRamadhan (2001), umur adalah usia individu yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai saat berulang tahun.Umumnya lansia menganggap nyeri sebagai komponen alamiah dari proses penuaan dan dapat diabaikan atau tidakditangani oleh petugas kesehatan. Di lain pihak, normalnya kondisi nycri hebat pada dewasa muda dapat

dirasakansebagai keluhan ringan pada dewasa tua. Orang dewasa tua mengalami perubahan neurofisiologi dan mungkin mengalamipenurunan persepsi sensori stimulus serta peningkatan ambang nyeri. Selain itu, proses penyakit kronis yang lebih umumterjadi pada dewasa tua seperti penyakit gangguan, kardiovaskuler atau diabetes mellitus dapat mengganggu transmisiimpuls saraf normal (Le Mone & Burke) Menurut Giuffre, dkk. (1991), cara lansia bereaksi terhadap nyeri dapat berbeda dengan cara bereaksi orang yang lebihmuda. Karena individu lansia mempunyai metabolisme yang lebih lambat dan rasio lemak tubuh terhadap massa ototlebih besar dibanding individu berusia lebih muda, oleh karenanya analgesik dosis kecil mungkin cukup untukmenghilangkan nyeri pada lansia. Persepsi nyeri pada lansia mungkin berkurang sebagai akibat dari perubahan patologisberkaitan dengan beberapa penyakita (misalnya diabetes), akan tetapi pada individu lansia yang sehat persepsi nyerimungkin tidak berubah (Smeltzer & Bare). Diperkirakan lebih dari 85% dewasa tua mempunyai sedikitnya satu masalah kesehatan kronis yang dapat menyebabkannyeri. Lansia cenderung mengabaikan lama sebelum melaporkannya atau mencari perawatan kesehatan karena sebagiandari mereka menganggap nyeri menjadi bagian dari penuaan normal. Sebagian lansia lainnya tidak mencari perawatankesehatan karena mereka takut nyeri tersebut menandakan penyakit yang serius. Penilaian tentang nyeri dan ketepatanpengobatan harus didasarkan pada laporan nyeri pasien dan pereda ketimbang didasarkan pada usia (Smeltzer & Bare).

5.Jenis Kelamin Menurut Oakley (1972) jenis kelarnin (sex) merupakan perbedaan yang telah dikodratkan Tuhan, olch sebab itu, bersifatpermanen. Perbedaan antara laki-laki dan perempuan tidak sekadar bersifat biologis, akan tetapi juga dalam aspek sosialkultural. Perbedaan secara sosial kultural antara laki-laki dan perempuan merupakan dampak dari sebuah proses yangmembentuk berbagai karakter sifat gender. Perbedaan gender antara manusia berjenis kelamin laki-laki dan perempuanterjadi melalui proses yang sangat panjang. Terbentuknya perbedaan-perbedaan gender disebabkan oleh berbagai faktorterutarna pembentukan, sosialisasi, kemudian diperkuat dan dikonstruksi baik secara sosial kultural, melalui ajarankeagamaan maupun negara (Ahyar & Anshari) Karakteristik jenis kelamin dan hubungannya dengan sifat keterpaparan dan tingkat kerentanan memegang peranantersendiri. Berbagai penyakit tertentu ternyata erat hubungannya dengan jenis kelatnin, dengan berbagai sifat tertentu.Penyakit yang hanya

dijumpai pada jenis kelamin tertentu, terutama yang berhubungan erat dengan alat reproduksi atauyang secara genetik berperan dalam perbedaan jenis kelarnin (Noor). Anak-anak yang dibesarkan dalam keluarga yang berbeda dapat belajar dengan cepat untuk mengabaikan nyeri daripadamengeksploitasi nyeri untuk rnemperoeh perhatian dan pelayanan dari anggota keluarga. Anak-anak mungkin belajarbahwa terdapat perbedaan antara laki-laki dan perempuan dalam mengekspresikan nyeri. Anak perempuan boleh pulangke rumah sambil menangis ketika lututnya terluka, sedangkan anak laki-laki diberitahu untuk berani dan tidak menangis.Laki-laki dan perempuan dewasa mungkin berpegang pada pengharapan gender ini sehubungan dengan komunikasi nyeri(Taylor & Le Mone). Dalam banyak budaya, laki-laki merupakan figur yang dominan. Dalam budaya yang menganut paham ini, laki-lakimembuat keputusan untuk anggota keluarga lain seperti halnya untuk dirinya sendiri. Dalam budaya dimana laki-lakimerupakan figur dominan, maka perempuan cenderung untuk pasif. Dalam keluarga Afrika-Amerika pada banyakkeluarga caucasian, perempuan sering menjadi figur yang dominan (Taylor & Le Mone). Pengetahuan tentang anggota keluarga yang dominan sangat penting sebagai bahan pertimbangan untuk rencanakeperawatan. Jika anggota keluarga dominan yang sakit maka kemungkinan anggota keluarga lain akan menjadi cemasdan bingung. Jika anggota keluarga non dominan yang sakit, maka ia akan meminta pertolongan secara verbal (Taylor &Le Mone). Pada tahun 1995, Vallerand meninjau penelitian tentang nyeri pada wanita dan mengusulkan implikasi untuk praktikklinik. Meskipun penelitian tidak menemukan perbedaan antara lakilaki dan perempuan dalam mengekspresikannyerinya, pengobatan ditemukan lebih sedikit pada perempuan. Perempuan lebih suka mengkomunikasikan rasa sakitnya,sedangkan lakilaki menerima analgesik opioid lebih sering sebagai pengobatan untuk nyeri (Taylor & Le Mone) 6.Sosial Budaya Karena norma budaya mempengaruhi sebagian besar sikap, perilaku, dan nilai keseharian kita, wajar jika dikatakanbudaya mempengaruhi reaksi individu terhadap nyeri. Bentuk ekspresi nyeri yang dihindari oleh satu budaya mungkinditunjukkan oleh budaya yang lain (Taylor & Le Mane). Menurut Zatzick dan Dimsdale (1990), budaya dan etniksitas mempunyai pengaruh pada cara seseorang bereaksiterhadap nyeri (bagaimana nyeri diuraikan atau seseorang berperilaku

dalam berespons terhadap nyeri). Namun, budayadan etnik tidak mempengaruhi persepsi nyeri (Smeltzer & Bare). Mengenali nilai-nilai kebudayaan yang dimiliki seseorang dan memahami mengapa nilainilai ini berbeda dari nilai-nilaikebudayaan lainnya membantu kita untuk menghindari mengevaluasi perilaku pasien berdasarkan pada harapan dan nilaibudaya seseorang. Perawat yang mengetahui perbedaan budaya akan mempunyai pemahaman yang lebih besar tentangnyeri pasien dan akan lebih akurat dalam rnengkaji nyeri dan reaksi perilaku terhadap nyeri juga efektif dalarnmenghilangkan nyeri pasien (Smeltzer & Bare). 6.Nilai AgamaPada beberapa agama, individu menganggap nyeri dan penderitaan sebagai cara untuk membersihkan dosa. Pemahaman ini membantu individu menghadapi nyeri dan menjadikan sebagai sumber kekuatan. Pasien dengan kepercayaan inimungkin menolak analgetik dan metode penyembuhan lainnya; karena akan mengurangi persembahan mereka (Taylor &Le Mane). 7.Lingkungan dan Dukungan Orang Terdekat Lingkungan dan kehadiran dukungan keluarga juga dapat mempengaruhi nyeri seseorang. Banyak orang yang merasalingkungan pelayanan kesehatan yang asing, khususnya cahaya, kebisingan, aktivitas yang sama di ruang perawatanintensif, dapat menambah nyeri yang dirasakan. Pada beberapa pasien, kehadiran keluarga yang dicintai atau teman bisa mengurangi rasa nyeri mereka, namun ada juga yang lebih suka menyendiri ketika merasakan nyeri. Beberapa pasien menggunakan nyerinya untuk rnemperoleh perhatian khusus dan pelayanan dari keluarganya (Taylor & Le Mone). G. Prinsip Pengelolaan Nyeri Pascabedah 1. Mencegah atau meminimalkan terjadinya sensitisasi perifer dan sensitisasi sentral 2. Sensitisasi perifer dapat ditekan dengan: anastesi local dan NSAIDs (COX1 atau COX2) 3. Sensitisasi sentral dapat ditekan dengan: Opioid (morfin, petidin, fentanil) dan m agonist (tramadol) 4. Kombinasi keduanya (balans analgesia) : NSAIDs + opioid synergism Tindakan Nonfarmakologis.Banyak pasien dan anggota tim kesehatan cenderung untuk memandang obat sebagai satu-satunya metode untuk menghilangkannyeri. Namun begitu, banyak aktivitas kaperawatan nonfarmakologis yang dapat membantu dalam menghilangkan nyeri. Meskipunasda beberapa lapran anekdot mengenai ketidakefektifan tindakan-tindakan ini, sedikiy diantaranya yang belum dievaluasi melaluipenelitian riset yang sistematik. Metode pereda nyeri nonfarmakologis biasanya mempunyai resiko yang sangat rendah.

Meskipuntindakan tersebut bukan merupakan pengganti untuk obat-obatan, tindakan tersebut mungkin dipelukan atau sesuai untukmempersingkat episode nyeri yang berlangsung hanya beberapa detik atau menit. Dalam hal ini, terutama saat nyeri hebat yangberlangsung berjamjam atau berhari-hari, mengkombinasikan teknik nonfarmakologis dengan o bat-obatan mungkin cara yangpaling efektif untuk menghilangkan nyeri. Stimulasi dan Masase Kutanus. Terori gate control nyeri seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bertujuan menstimulasi serabut-serabut yamg menstransmisikansensasi tidak nyeri memblok atau menurunkan transmisi, impuls nyeri. Beberapa strategi penghilan nyeri nonfarmakologis. Termasukmenggosok kulit dan menggunakan panas dan dingin, adalah berdasarkan mekanisme ini. Masase adalah stimulasi kuteneus tubuh secara umum, sering dipusatkan pada punggung dan bahu. Masase tidak secara spesifikmenstimulasi reseptor yang sama seperti reseptor nyeri tetapi dapat mempunyai dampak melalui sistem control desenden. Masasedapat membuat pasien lebih nyaman karena masase membuat relaksasi otot. Terapi Es dan Panas. Terapi es (dingin) dan panas dapat menjadi strategi pereda nyeri yang efektif pada beberapa keadaan, namun begitu, keefektifannyadan mekanisme kerjanya memerlukan studi lebih lanjut. Diduga bahwa terapi es dan panas bekerja dengan menstimulasi reseptortidak nyeri (non-noniseptor) dalam reseptor yang sama seperti pada cedera. Terapi es dapat memnurunkan prostaglandin, yang memperkuat sensivitas reseptor nyeri dan subkutan lain [ada tempat cederadengan menghambat proses inflamasi. Agar efektif, es harus diletakkan pada tempat cedera segera setelah cedera terjadi. Cohn dkk.(1989) menunjukkan bahwa saat es diletakkan disekitar lutut segara setelah pembedahan dan selama 4 hari pasca operasi, kebutuhananlgesik menurun sekitar 50% Penggunaan panas mempunyai keuntungan meningkatakan aliran darah ke suatu area dan kemungkinan dapat turut menurunkannyeri dengan mempercepat penyembuhan. Namun demikian, menggunaka panas kering dengan lampu pemanas tampak tidakseefektif penggunaan es (Nam & Park, 1991). Baik terapi panas kering dan lembab kemungkinan memberi analgesia tetapi penelitiantambahan diperlukan untuk memehami mekanisme kerjanya dan indikasi penggunaannya yang sesuai. Baik terapi es maupun panasharus digunakan dengan hati-hati dan dipantau dengan cermat untuk menghindari cedera kulit. Stimulasi Saraf Elektris Transkutan

Stimulasi saraf transkutan (TENS) menggunakan unit yang dijalankan oleh baterai dengan elektroda yang dipasang pada kulit untukmenghasilkan sensasi kesemutan , menggetar atau menegung pada area nyeri. TENS telah digunakan baik pada nyeri akaut dankronik. TENS diduga dapat menurunkan nyeri dengan menstimulasi reseptor tidak nyeri (non-nosiseptor) dalam area yang samaseperti pada serabut yang menstrasmisikan nyeri. Mekanisme ini sesuai dengan teori nyeri gate control. Reseptor tidak nyeri didugamemblok transmisi sinyal nyeri ke otak pada jaras asendens saraf pusat. Mekanisme ini akan menguraikan keefekitan stimulasi kutansaat digunakan pada araea yang asama seperti pada cedera. Sebagai contoh, saat TENS digunakan apda pasien pasca operatif elektroda diletekkan disekitar luka bedah. Penjelasan lain untuk keefektifan TENS adalah efek placebo (pasien mengharapkannya agar efektif) dan pembentukan endorphin, yamhjuga memblok transmisi nyeri. Riset telah menuinjukkan bahwa pasien yang telah menerima pengobatan TENS (placebo) yang nyat atau pura-pura selain perawatanstandar, akan melaporkan jumlah pereda nyerimyang sama lebih bnesar efeknya daripada pereda nyeri yang diperoleh denganpengobatan standar saj (Conn dkk.). Beberapa pasien, terutama pasien dengan nyeri kronis, akan melaporkan penurunan nyerisebanyak 50% dengan menggunakan TENS. Pasien-pasien lainnya tidak merasakan manfaatnya. Pasien mama yang dapat ditolongtidak dapat diprediksai. Bila pasien bener-bener mengalami peredaan nyeri, peredan ini biasanya brawitan cepat terapi engan cepatberkurang saat stimulator dimatikan. Distraksi. Distraksi, yang mencakup memfokuskan perhatian pasien pada sesuatu selai pada nyeri, dapat menjadi stategi yang sangat berhasildan mungkin merupakan mekanisme yang bertnggung jawab pada teknik kognitif efektif lainnya ( Arntz dkk., 1991; Devine dkk.,1990). Sesorang, yang kurang menyadari adanya nyeri atau memberikan sedikit perhatian pada nyeri, akan sedikit terganggu olehnyeri dan lebih toleransi terhadap nyeri. Distraksi diduga dapat menurunkan persepsi nyeri dengan mensyimulasi sistem controldesenden, yang mengakibatkan lebih sedikit stimuli nyeri yang ditransmisikan ke otak. Keefektifan distraksi tergantung padakemampuan pasien untuk menerima dan membangkitkan input sensori selain nyeri. Peredaan nyeri secara umum meningkat dalamhubungan langsung engan parsitipasi aktif individu, banyaknya modalitas sensori yang dipakai dan minat individu dalam stimuli.Karenanya, stimuli penglihatan, pendengaran, dan sentuhan mungkin akan efektif dalam menurunkan nyeri disbanding stimuli satuindera saja.

Distraksi dapat berkisar dari hanya pencegahan monoton sampai menggunakan aktivitas fisik an mental yang sangat kompleks.Kunjungan dari kelarga dan teman-teman sangat efektif dalam meredakan nyeri. Melihat filmlayar lebar dengan surround soundmelalui headphone dapat efektif (berikan yang dapat diterima oleh pasien). Orang lainnya mungkin akan mendapat peredaanpermainan dan aktivitas (mis., catur) yang membutuhkan konsentrasi. Tidak semua pasien mencapai peredaan melalui distraksi,terutama mereka yang dalam nyeri hebat, pasien mungkin tidak dapat berkonsentrasi cukup baik untuk ikut serta dalam aktivitas fisikatau mental yang kompleks Seseorang yang tidak mendapat manfaat dari distraksi harus dipikirkan. Pasien yang menggunakan pompa ADP, selama waktudistraksi efekatif mungkun tidak menggunkan analgesia apapun. Tekinik distraksi biasanya berakhir mendadak (y.i., aktivitasnyaberakhir atau film yang ditonton berakhir) dan pasien dibiarkan dalam kadar opioid subtrapeutik dalam serum. Bila distrksiintermiten digunakan untuk meredakan nyeri, input opioid kadar dasar melelui pompa ADP mungkin diresepkan, sehingga ketikadistraksi berakhir, tidak akan diperlukan untuk melakukan pengejaran kadar dalam serum. Teknik Relaksasi. Relaksasi otot skeletal dipercaya dapat menurunkan nyeri dengan merilekskan ketegangan otot yang menunjang nyeri. Ada banyakbukti yang menunjukkan bahwa relaksasi efektif dalam meredakan nyeri punggung (Tunner dan Jensen, 1993; Altmaier dkk. 1992).Beberapa penelitian, bagaimanapun, telah menunjukkan bahwa relaksasi ecektif dalam menurunkan nyeri pasca operasi (Lorenti,1991; Miller & Perry, 1990). Ini mungkin karena relatif kecilnya otot-otot skeletal dalam nyeri pasca operatif atau kebutuhan pasienuntuk melakukan teknik relaksasi tersebut agar efektif. Teknik tersebut tidak mungkin dipraktekkan jika hanya diajarkan sekali,segera sebelum operasi. Pasien yang sudah mengetahui tentang teknik relaksasi mungkin hanya diingatkan untuk menggunakanteknik tersebut untuk menurunkan atau mencegah menigkatnya nyeri Teknik relaksasi yang sederhana terdiri atas napas abdomen dengan frekuensi lambat, berirama. Pasien dapat memejamkan matanyadan bernapas dengan perlahan dan nyaman. Irama yang konstan dapat diprtahankan dengan menghitung dalam hati dan lambatbersama setiap inhalasi ( hirup, dua, tiga ) dan ekhalasi ( hembusakn, dua, tiga ). Pada saat perawat mengajarkan teknik ini, akansangat membantu bila menghitung dengan keras bersama pasien oada awalanya. Napas yang lambat, berirama juga dapat digunakansebagai teknik distraksi. Teknik relaksasi, juga tindakan pereda nyeri noninvasif lainnya, mungkin memerlukan latihan sebelumpasien menjadi terampil menggunkannya.

Hampir semua orang dengan nyeri kronis mendapatkan manfaat dari metode-metode relaksasi. Periode relaksasi yang teratur dapat membantu untuk melawan keletihan dan ketegagan otot yang terjadi dengan nyeri kronis dan yang meningkatkan nyeri. Imajinasi Terbimbing. Imajinasi terbimbing adalah menggunakan imajinasi seseorang dalam suatu cara yang dirancang secara khusus untuk mencapai efekpositf tertentu. Sebagai contoh, imajinasi terbimbing untuk relaksasi dan meredakan nyeri dapat terdiri atas menggabungkan suatunapas berirama lambat denfgan suatu bayangan mental relaksiasi dan kenyamanan. Dengan mata terpejam, individu diinstruksikanuntuk membayangkan bahwa setiap napas yang diekhalasi secara lambat ketegangan otot dan ketidak nyaman dikeluarkan,menyebakan tubuh yang rileks dan nyaman. Setip kali menghirup napas, pasien harus membayangkan energi penyembuh dialairkanke bagian yang tidak nyaman. Setiap kali napas di hembuskan, pasien diinstruksikan untuk membayangkan bahwa udara yangdihembuskan membawa pergi nyeri dan ketegangan. Jika imajinasi terpadu diharapkan agar efektif, doibutuhkan waktu yang banyak untuk menjelaskan tekniknya dan waktu untukpasien mempraktekkannya. Biasanya, pasien diminta untuk mempraktikkan imajinasi terbimbing selama sekitar 5 menit, tiga kalisehari. Bebrapa hari praktik mungkin dierlukan sebelum intensitas nyeri dikurangi. Banyak pasien mulai mengalami efek rileks dariimajinasi terbimbing saat pertama kali meraka mencobanya. Nyeri mereda dapat berlanjut selam berjam-jan setelah imajinasidigunakan. Pasien harus diinformasikan bahwa imajinasi terbimbing hanya dapat berfungsi pada beberapa orang. Imajinasiterbimbing harus digunakan hanya sebagai tambahan dari bentuk pengobatan yang telah terbukti, sampai riset telah menunjukkanapakah dan bilakah tekinik ini efektif Hipnosis. Hipnosis efktif dalam meredakan nyeri atau menurunkan jumlah analgesik yang dibutuhkan pada nyeri akut dan kronis. Teknik inimungkin membantu dalam memberikan peredaan pada nyeri terutama dalam situasi sulit ( mis., lika bakar ). Mekanisme bagaimanakerjanya hipnosis tidak jelas tetapi tidak tampak diperantari oleh sistem endorfin. (Moret dkk.,1991). Keefektifan hipnosis tergantungpada kemudahan hipnotik individu. Pada beberapa kasus hipnosis dapat efekatif pada pengobatan pertama; keefektifannya meningkatdengan tambahan sel hipnotik berkutnya. (Lewis,1992). Bagaimanapun pada beberapa kasus tekinik inimtidak akan bekerja. Padakebenyakan situasi hipnosis harus dicetuskan oleh orng yang terlatih secara khusus ( seringkali seoramg psikolog atau perawatdengan pelatihan yang dikhususkan untuk hipnosis) dan dapat efektif selain pengunaan analgesik standar.

Metoda Bedah-Neuro dari Penatalaksanaan Nyeri. Beberapa pendekatan bedah neuro tersedia dan telah digunakan secara berhasil bagi pasien yang nyerinya tidak dapat dihilangkan atau dikontrol secara memuaskan dengan medikasi dan pendekatan nonbedah lainnya. (Smeltzer & Bare). Sumber: 1.Black, M.J, Ester M & Jacobs. (1997). Medikal Surgical Nursing; Clinical Management For Continvity of Care. WB Saunder Company.Tokyo 2.Corwin,E.J.(1997).Buku Saku Patofisiologi.Penerbit Buku Kedokteran EGC.Jakarta. 3.ERB, Kozier, Blais & Wilkinson (1995) Fundamental Of Nursing ; Consepts, Process, And Practice II, Addison Wesley Publishing Company. 4.Gabriel, F.J. (199 Fisika Kedokteran. Penerbit Buku Kedokteran. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. 5.Gibson, John (1992). Diagnosa Gejala Penyakit Untuk Perawat. Penerbit Yayasan Essentia Media Yogyakarta. 6.Howe, L.G & F.I.H Whitehead. (1992). Lokal Anaesthesia In Dentistry. Alih Bahasa Lilian Yuwono. Penerbit Hipokrates. Jakarta 7.Junaidi,P(Et.Al).1997.Kapita Selekta Kedokteran. Penerbit Media Aesculapius FKUI. Jakarta 8.Lee,M.Jenifer(1990). Segi Praktis Fisioterapi. Binarupa Aksara.jakarta 9 9.Long, C.B. (1996). Medikal Surgical Nursing. Alih Bahasa Oleh Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan. Bandung 1 10.Soeparman & Sarwono W (1999). Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Penerbit Balai Penerbit FKUI. Jakarta11.Taylor, C, Carol L & Pricilla.L. (1997). Fundamental Of Nursing ; The Art and Science of Nursing. Lippicott Philadelphia

http://www.scribd.com/doc/14330024/NYERI nyeri pasca operasi

1 Votes PENDAHULUAN Setelah menjalani suatu bentuk operasi, seorang ahli anestesi masih mempunyai tanggung jawab terhadap perawatan pasien pada saat pemulihan yaitu dapat dilakukan dengan cara monitoring pasien atau dengan kata lain dilakukan observasi. Tujuan dari observasi ini adalah deteksi sedini mungkin dari penyimpangan-penyimpangan fisiologis sehingga dapat dilakukan tindakan pengobatan sedini mungkin sehingga morbiditas dan mortalitas dapat ditekan serendah mungkin. Observasi utama dilakukan dengan mengukur nadi, tekanan darah dan frekuensi pernafasan secara teratur dan perhatikan bila ada keadaan abnormal dan perdarahan yang berlanjut. Jam pertama setelah anestesi merupakan saat yang paling berbahaya bagi pasien. Refleks perlindungan jalan nafas masih tertekan, walaupun pasien tampak sudah bangun, dan efek sisa obat yang diberikan dapat mendepresi pernafasan. Ini dapat menyebabkan kematian karena hipoksia. Selain itu juga perlu dibuat pencatatan teknik yang digunakan dan setiap komplikasi yang terjadi. Hal tersebut dapat berguna bagi pasien di masa mendatang. BAB II PEMBAHASAN NYERI PASCA BEDAH Nyeri bukanlah akibat sisa pembedahan yang tak dapat dihindari tetapi ini merupakan komplikasi bermakna pada sebagian besar pasien. Definisi dari nyeri itu sendiri adalah pengalaman sensorik dan motorik yang tidak menyenangkan, yang berhubungan dengan jaringan yang rusak, cenderung rusak atau segala sesuatu yang menunjukkan kerusakan. Penanggulangan nyeri pasca bedah yang efektif merupakan salah satu hal yang penting dan menjadi problema bagi ahli anestesi. Hal tersebut dikarenakan berbagai hal sebagai berikut:

Nyeri pasca bedah sangat bersifat individual, tindakan yang sama pada pasien yang kurang lebih sama keadaan umumnya tidak selalu mengakibatkan nyeri pasca bedah yang

sama. Pengalaman penderita terhadap derajat atau intensitas nyeri pasca bedah sangat bervariasi.

Banyak penderita yang kurang mendapat terapi yang adekuat untuk mengatasi nyeri pasca bedah.

Bebas nyeri dapat mengurangi komplikasi pasca bedah. Timbulnya nyeri, derajat maupun lamanya pengelaman nyeri dari penderita setelah operasi yang berlainan tidak dapat diketahui dengan pasti.

Dari penyelidikan-2 yang dilakukan ternyata timbulnya (incidence) intensitas, dan lamanya nyeri pasca bedah sangat bervariasi dari satu penderita ke penderita yang lain, dari rumah sakit yang berbeda apalagi dari negara yang berbeda. Faktor-faktor yang sangat mempengaruhi kualitas, intensitas dan lamanya nyeri pasca bedah dapat disebutkan sebagai berikut :

Lokasi operasi, jenis operasi dan lamanya operasi serta berapa besar kerusakan ringan akibat operasi tersebut. Persiapan operasi baik psychologik, fisik dan pharmakologik dari penderita oleh anggota / team pembedahan atau dengan kata lain disebut pelaksanaan perioperatif dan premedikasi.

Adanya komplikasi yang erat hubungannya dengan pembedahan. Pengelolaaan anestasi baik sebelum, selama, sesudah pembedahan. Kwalitas dari perawatan pasca bedah. Suku, ras, warna kulit, karakter dan sosiokultural penderita Jenis kelamin, perempuan lebih cepat merasakan nyeri Umur, ambang rangsang orang tua lebih tinggi. Kepribadian, pasien neurotik lebih merasakan nyeri bila dibandingkan dengan pasien dengan kepribadian normal

Pengalaman pembedahan sebelumnya, bila pembedahan di tempat yang sama rasa nyeri tidak sehebat nyeri pembedahan sebelumnya.

Motivasi pasien, pembedahan paliatif tumor ganas lebih nyeri dari pembedahan tumor jinak walaupun luas yang diangkat sama besar.

Fisiologik, psychologik dari penderita.

Dari segi pembedahan, lokasi nyeri pasca bedah yang paling sering terjadi dan sifat nyerinya paling hebat (severe) adalah sebagai berikut :

Operasi daerah Thocaro abdominal Operasi ginjal Operasi Columna vertebralis (spine) Operasi Sendi besar Operasi tulang panjang (large Bone) di extrimitas

Penderita setelah selesai mengalami bedah thorax, abdomen maupun operasi ginjal, bila penderita batuk, tarik nafas dalam atau gerakan tunuh yang berlebihan akan timbul nyeri yang hebat. Macam luka pembedahan (incision) juga sangat berperan dalam timbulnya nyeri pasca bedah, pada luka operasi atau insisi subcostal (Choiecystectomy) kurang menimbulkan rasa nyeri pasca bedahnya dibandingkan luka operasi midline, pada insisi abdomen arah transversal akan terjadi kerusakan syaraf intercostalis minimal. Pada pembedahan yang letaknya di permukaan (superficial), daearah kepala, leher, extrimitas, dinding thorax dan dinding abdomen rasa nyerinya sangat bervariasi, :

Nyeri hebat (severe) 5 15 % Nyeri yang sedang (moderate) 30 50 % dari penderita. Nyeri yang ringan atau tanpa nyeri : 50%, dimana penderita tidak memerlukan narkotik.

Terdapat pengecualian pada operasi tandur kulit (Skin graft) yang luas dan radical mastectomy, nyeri pasca bedahnya termasuk kategori nyeri yang hebat (severe).

Dari segi penderita, timbulnya dan beratnya rasa nyeri pasca bedah juga sangat dipengaruhi fisik, psikis atau emosi, karakter individu dan sosial kultural maupun pengalaman masa lalu terhadap rasa nyeri. Derajat kecemasan penderita pra bedah dan pasca bedah juga mempunyai peranan penting. Misalnya, takut mati, takut kehilangan kesadaran, takut akan terjadinya penyulit dari anestesi dan pembedahan, rasa takut akan rasa nyeri yang hebat setelah pembedahan selesai. Penderita yang masuk rumah sakit (mrs) akan timbul reaksi cemas/strees. Dan keadaan ini membentuk pra kondisi nyeri pasca bedah. Keadaan tersebut digolongkan hospital Stress. Pada golongan penderita dengan Hospitel Strees tinggi cenderung mengalami nyeri lebih hebat daripada golongan Hospitel Strees rendah. Faktor -faktor Hospital Stress : a. Rasa tidak bersahabat disekelilingnya. b. Pemisahan dengan keluarga, orang tua, suami/istri. c. Informasi yang kurang atau tidak jelas. d. Pengalaman masa lalu tentang penanggulan nyeri yang tidak adekwat. Faktor lain yang berperan dalam nyeri pasca bedah adalah pengelolaan baik sebelum, sedang dan sesudah pembedahan dan tehnik anestesi yang dilakukan pada penderita. Pengelolaan profilaksis yaitu pengelolaan penderita pada persiapan pembedahan dan perawatan pasca bedah yang baik. Dari segi anestesi trauma pemasangan pipa endotracheal (intubasi), nyeri otot akibat pemberian succinyi cholin. Dari segi bedah, keterampilan dari ahli bedah, jenis pembedahan (Ekstenip) juga sangat berperan. Mekanisme terjadinya nyeri pasca bedah dapat dijelaskan sebagai berikut. Pada dasarnya mirip dengan timbulnya luka atau suatu penyakit, yang mengakibatkan kerusakan jaringan lokal dengan disertai keluarnya bahan-bahan yang merangsang rasa nyeri (algogenik subtance) seperti; kalium dan ion Hydrogen, asam laktat, serotonin, bradylinin, prostaglandin. Inflamasi perifer menghasilkan prostaglandin dan berbagai sitokin yang menginduksi COX-2 setempat (local). Selanjutnya akan mensensitisasi nocicieptor perifer yang ditandai dengan timbulnya asa nyeri. Sebagian sitokin melalui aliran darah sampai ke sistem syaraf pusat meningkatkan kadar interleukin-1 yang pada gilirannya menginduksi COX-2 di dalam neuron otak.

Bagaimanapun, sekali enzim COX-2 dipicu berbagai aksi muncul di perifer dan susunan syaraf pusat. Perubahan asam arakidonat menjadi prostaglandin dengan bantuan enzim cyclooxygenase (COX) dapat dihambat dengan pemberian AINS (anti-inflamasi non-steroid) yang juga dikenal sebagai COX-inhibitor. Pembentukan prostaglandin dapat ditingkatkan oleh bradikinin dan interleukin-1. Di perifer, prostaglandin dapat merangsang reseptor EPI yang meningkatkan sensasi nyeri dan reseptor EP4 yang menurunkan sensasi nyeri. Namun prostaglandin yang dibentuk melalui aktivasi COX-2 berperan dalam percepatan transmisi nyeri di syaraf perifer dan di otak, terutama dalam peran sentralnya memodulasi nyeri hiperalgesia dan alodinia. Oleh karena kejadian nyeri inflamasi bukan hanya berkaitan dengan peningkatan produki prostaglandin oleh aktivasi COX-2, AINS yang ideal hendaklah lebih nyata menghambat aktivitas COX-2 dan juga mampu menghambat aktivitas mediator-mediator inflamasi lainnya seperti bradikinin, histamin dan interleukin, serta mampu merembes ke cairan serebrospinal. Timbulnya spasme pada otot-otot tubuh dengan akibat turunnya compliance atau kelenturan dinding Thorax. Keadaan tersebut merupakan lingkaran setan, (nyeri-spasme otot-nyeri). Stimulasi neuron syaraf sympatik mengakibatkan meningkatnya frekwensi jantung dan stroke volume, sehingga kerja jantung (heart work) dan komsumsi oksigen dari jantung bertambah. Terjadi pengeluaran hormon-hormon katabalik, Cathecolamine, Cortisol, ACTH, ADH, Glocagon dan Aldosteron serta penurunan hormon anabolik Insulin dan Testosteron. Cortical merangsang nyeri yang diteruskan sampai ke cortex cerbri akan dikenal atau persepsi berupa rasa nyeri dan manifestasinya dapat berupa suatu reaksi kecemasan dan rasa takut. Komplikasi akibat nyeri pasca bedah juga harus diperhatikan oleh ahli anestesi. Komplikasi tersebut bermacam-macam. Pasca bedah stroke-abdomen ataupun operasi ginjal akan terjadi gangguan radio ventilasi-perfusi di paru-2 (V/O ratio), apabila penderita pasca bedahnya disertai atau mengalami distensi dari abdomen atau dipasang bandage yang ketat (gurita) maka akan terjadi gangguan nafas yang berat. Rasa nyeri yang bertambah hebat bila penderita batuk, tarik nafas dalam dan adanya bronchospasme berakibat penderita takut akan mengeluarkan dahak ataupun bernafas dalam, akibatnya akan terjadi penurunan kapasitas paru (VC), FRC, dan timbulnya Hypoksemia.

Penurunan VC 40% dari pra bedah, dimulai saat 1-4 jam pasca bedah yang dipertahankan s/d 12-24 jam, selanjutnya meningkat pelan-pelan mencapai 60-70% dari kondisi Pra bedah setelah hari ke-7, selanjutnya kembali ke normal setelah beberapa minggu. FRC menurun 70% dari pra bedah setelah 24 jam pasca bedah, dan tetap rendah dalam beberapa hari, lalu pelen-pelan kembali ke normal dalam waktu 10 hari. Terjadinya pengeluaran hormon-hormon katabalik, Cathecolamine, Cortisol, ACTH, ADH, Glocagon dan Aldosteron serta penurunan hormon anabolik Insulin dan Testosteron juga merupakan komplikasi dari pasca bedah. Hal tersebut dapat menyebabkan kadar gula darah naik, tekanan darah naik, kebutuhan oksigen naik. Tehnik anestesi baik general anestesi maupun regional anestesi, sangat berbeda dari segi pemberian obat-obatan analgetik pasca bedah pada general anestesi 5% pasien bedah tidak memerlukan analgesik. Kadang pada regional anestesi lebih disenangi pemakaian obat lokal anestesi yang kerjanya lama (long action ). Tehnik anestesi gabung general anestesi dan regional anestesi terbukti berhasil mengurangi kebutuhan akan narkotik pasca bedahnya. Pengelolaan nyeri pasca bedah dapat dilakukan sebagai berikut : 1. Profilaktik Incidance, derajat dan lamanya nyeri pasca bedah dapat dikurangi dengan persiapan operasi dengan baik, dan perawatan pasca bedah optimal. 2. Terapi Aktif Penanggulangan nyeri pasca bedah dapat dikurangi partial atau total (tanpa nyeri) dengan cara-cara berbagai berikut : a. Obat-2 sistemik analgesik dan ajuvant b. Analgesik regional (Intra spinsi opiat) c. Analgesik regional dengan obat lokal anestesi. d. Analgesik dengan rangsangan litrik (transcutancus electrical nerve

stimulation = TENS), atau dengan electroacupuncture. e. Analgesik psykologik dengan Hypnosis dan Sugesti. Obat Analgesik Sistemik & Adjuvan

Golongan opiat

Obat opiat setelah bergabung dengan reseptor dalam susunan saraf pusat dan bagian lain dari tubuh akan menimbulkan khasiat analgesik, kontraksi otot polos, depresi pernafasan dan lainlain. a. Opioid Intra Muskular Cara ini adalah cara yang paling sering dipakai, walaupun sering berhasil mencapai efek anelgesia yang diinginkan karena pemberian intramuskular (im) absorpsinya tidak sempurna, terutama pada pasien dengan perfusi perifer yang buruk. Karena absorpsi melalui otot relatif lambat, meka harus diperhatikan kapan anelgesia dibutuhkan dan kapan pemberian ulangan harus di suntik b. Opioid Intravena Walaupun pemberiannya kurang menyenangkan bila dibandingkan dengan pemberian 1 M cara ini memiliki sejumlah keunggulan. Pada umumnya diberikan sejumlah dosis tertentu (infus dipercepat) untuk mendapatkan konsentrasi efektif analgesia, kemudian dilanjutkan dengan infus yang lambat dengan alat yang akurat seperti pompa infus c. Pasien Mengontrol Pemberian Analgesia Opioid Saat ini sudah dikembangkan cara/alat agar pasien dapat memberikan sendiri anelgesia opioid yang diinginkan melalui pompa infus yang sudah diatur terlebih dahulu dosisnya, yang aman untuk pasien. d. Opioid Subligual Cara ini makin populer penggunaannya, karena mudah dan menyenangkan. Obat yang paling sering dipakai adalah biprenorfin yang bersifat agonis antagonis sehingga efik samping

depresi nafas sangat jarang dijumpai, keuntungan lain adalah masa kerja yang lama (lebih dari 8 jam). e. Opioid Oral Opioid oral dapat diberikan pada pasien yang dapat menelan. Morfin sulfat dapat memberikan analgesia yang adekuat selama 6-8 jam. Obat opiat yang paling sering dan mudah diperoleh : 1. Morphine Morphine merupakan obat narkotik analgesik yang sampai saat ini tetap dipakai sebagai standard dalam penanggulangan nyeri pasca bedah, karena alasan sebagai berikut : 1.
o o o

Mudah didapat Murah Pemberiannya mudah dan efektif

Cara pemberian dapat :


Intra muskuler, onset lama dicapai, mudah cara pemberiannya. Intra venous, cara ini mempunyai beberapa keuntungan a.l : onset obat cepat, hasilnya cepat terlihat dengan demikian efek emosi penderita akibat dapat dikurangi. Selain itu, kebutuhan individu akan obat mudah dikontrol dengan titrasi. Konsentrasi obat di darah cepat menurun, sehingga perlu pemantauan selama 15-20 menit setelah injeksi untuk menilai hilangnya rasa nyeri dan efek samping obat.

2. Pethidine Untuk mendapatkan analgesik yang efektif, dan mengurangi efek samping dari cara pemberian iv, dosis obat diberikan dalam jumlah yang kecil dan diberikan pelan-pelan Untuk Morphine : 2-3 minggu diencerkan dalam PZ.

Untuk Petidhine : 20-30 minggu diencerkan dalam PZ. Cara memberikan dengan titrasi interfal 15-20 menit, sampai analgesik tercapai, interfal dapat ditingkatkan menjadi 45-60 menit sampai steady state.

Infusi (continuous infusion) Perlu monitoring yang lebih ketat. Bahaya overdosis mudah terjadi. Morphin :

Kecepatan pemberian (rate) 0,1 mg/menit (6 mg/jam)

Pethidine :

Rate 1,0 mg/menit (60 mg/jam). Terjadinya analgesi lebih cepat dicapai dan berlangsung dalam 15 20 jam. Pethidine mempunyai efek lokal anestesi, dengan akibat menghambat atau blok saraf simpatik, sensorik, motorik. Patient Cotrolled Analgesik adalah salah satu cara penggunaan analgesik. Cara ini dimulai pada th 1970 an. Caranya dapat dilakukan oleh penderita dengan alat yang sudah di program sesuai kebutuhan penderita (on demand). Hasilnya sangat memuaskan 88% penderita bebas nyeri, dengan alat ini konsentrasi obat narkotik di plasma hampir mendekati minimal effective analgesic concentration (MEAC). Yang harus diperhatikan pada pemakaian narkotik adalah keadaan sebagai berikut: 1. Penderita sakit berat 2. Manula (Geriatric) 3. Status hidrasi penderita (Hypovolemik) 4. C.O.P.D (cronic obstructive pulmonary disease) 5. Trauma kepala 6. Advance liver disease

Selain pada golongan tersebut terdapat golongan Non Narkotik Analgesia yaitu : NSAIDS (Non steroidal anti inflammatory drugs). Cara kerja obat adalah menghambat bahan-bahan Algogenic. Yang termasuk golongan ini adalah : Golongan Salisilat

Acetyl salicylic acid (Aspirin)

Dosis obat 500-600 mg tiap 4 jam. Dosis maksimal 4000 mg sehari. Efek samping : perdarahan lambung, reaksi hipersentitif.

Acetaminophen (Parasetamol)

Mempunyai khasiat analgesik dan antipiretik seperti asam asetil salisilat, tetapi tidak mempunyai efek antiinflamasi. Tidak mengadakan iritasi mukosa lambung. Dosis 500-1000 mg setiap 4 jam. Dosis max 4000 mg sehari. Antiinflamasi nonsteroid Dibanding dengan asam salisilat khasiat analgesik bervariasi, ada yang sama dan ada yang lebih kuat. Obat golongan antiinflamasi non steroid memberikan efek samping pada darah, gastrointestinal, ginjal dan saraf pusat. 1. Proprionic acid derivat

Ibuprofen : dosis 200-400 mg, setiap 4-6 jam per os. Dosis max 2400 mg sehari (Brufen) Ketiprofen (profenid): Dosis 25 50 mg, setiap 6 8 jam p.o dosis max 300 mg sehari

2. Benzothiazine deriv. : Piroxicain (feldene). Dosis 20 mg setiap 12-24 jam. 3. Pyrazole deciv. o Phenylbutazone. Dosis 100-200 mg setiap 6 jam. o Oxyphenbutazone (Tanderil). Dosis 100-200 mg setiap 6 jam. 4. Fenmates : Mefanamic acid (Ponstan). Dosis 500 mg setiap 6-8 jam

Epidural / Intrathecal Narkotik Tehnik epidural & intrathecal narkotik mulai populer pada akhir-2 ini. Namun cara ini memerlukan keahlian khusus dan harus dipantau dengan ketat, serta dipersiapkan tenaga paramedik yang sudah terdidik, karena ada penyulit depresi nafas yang lambat. Pemakaian narkotik epidural lebih menguntungkan dibanding obat anestesi lokal, karena tidak mempengaruhi sistim somatomotor dan sympatik. Intrathecal narkotik mengurangi refleks-refleks pascabedah, sehingga membantu

hemodinamik penderita tetap stabil. Dosis : 0,5 1 mg Marphine. Analgesi timbul 15 30 menit, dan berakhir 8 24 jam. Epidural narkotik. Dosis : 2 10 mg, Morphine, onset 5 10 menit, lamanya 6 24 jam. Komplikasi :

Pruritus 15 20 % Retensi urinae 15 20 % Nausea 15 25 % Depresi nafas (delayed)

Regional anestesi dengan lokal anastesi Kerugian pemakaian obat lokal anestesi terutama adanya gangguan/ blok pada afferent dan efferent pada segmentasi maupun supra segmental. Keuntungannya menghilangkan nyerinya sangat efektif, dan spasmus otot tidak terjadi. Intercostal block Cara ini efektif untuk nyeri pasca bedah cholecystectomy, thoraco tomy, gatrectomy dan mastectomy. Keuntungannya tidak terjadi hypotensi. TENS (Transcutancus Electrical nerve stimulation)

Dilaporkan bahwa cara ini dapat menghilangkan nyeri pasca bedah laporotomy, thoracotomy maupun laminec tomy. Namun beberapa penelitian mengungkapkan bahwa tens tidak memperbaiki faal paru pasca bedah. Akan tetapi Tens dapat dipakai sebagai cara alternatip untuk mengurangi kebutuhan narkotik. Hipnosis dan sugesti. Dalam upaya menghilangkan rasa nyeri, rasa takut perlu perlu dihilangkan untuk menciptakan kondisi yang optimal bagi pelaksanaan pembedahan. Oleh karena hal tersebut maka hypnosis dan sugesti dapat membantu menghilangkan komplikasi nyeri pasca bedah. Pedoman Pemberian analgetik pasca bedah

Awal, diberikan obat dengan potensi dan dosis yang sangat kuat (2 hari) Selanjutnya diturunkan potensi dan dosisnya By the clock Multimodal multifocal : lewat berbagai jalan masuk. http://ifan050285.wordpress.com/2010/03/02/nyeri-pasca-operasi/

You might also like