You are on page 1of 15

Laporan Praktikum

OLEH, NAMA STAMBUK KELOMPOK ASISTEN : WILDAN HASYIM AMIN : A 241 10 041 : I (SATU) : HARIAWAN

LABORATORIUM FISIKA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS TADULAKO, 2013

PERCOBAAN 1 KECEPATAN CAHAYA

I. TUJUAN 1. Mampu mempraktekan pengukuran kecepatan cahaya menggunakan metode Foucault. 2. Menghitung besarnya kecepatan cahaya.

II. ALAT DAN BAHAN 1. He-Ne Laser 2. Lensa Cembung 48 mm 3. Lensa Cembung 127 mm 4. Perangkat cermin Putar berkecepatan tinggi 5. Cermin tetap 6. Microskop Pengukur 7. Bangku Optik 1 meter 8. Sekrup bangku optik 9. Dudukan lensa 10. Alignment Jigs 11. Laser Adapter kit 12. Bangku laser 13. Mistar 100 cm 14. Polarisator

III. DASAR TEORI Kelajuan cahaya (kelajuan cahaya dalam ruang vakum; kecepatan cahaya) adalah sebuah konstanta fisika yang disimbolkan dengan huruf c, singkatan dari celeritas (yang dirujuk dari dari bahasa Latin) yang berarti "kecepatan". Konstanta ini sangat penting dalam fisika dan bernilai 299.792.458 meter per detik. Nilai ini merupakan nilai eksak disebabkan oleh panjang meter didefinisikan berdasarkan konstanta kelajuan cahaya. Kelajuan ini merupakan kelajuan maksimum yang dapat dilajui oleh segala bentuk energi, materi, dan informasi dalam alam semesta. Kelajuan ini merupakan kelajuan segala partikel tak bermassa dan medan fisika, termasuk radiasi elektromagnetik dalam vakum. Kelajuan ini pula menurut teori modern adalah kelajuan gravitasi (kelajuan dari gelombang gravitasi). Partikelpartikel maupun gelombang-gelombang ini bergerak pada kelajuan c tanpa tergantung pada sumber gerak maupun kerangka acuan inersial pengamat. Dalam teori relativitas, c saling berkaitan dengan ruang dan waktu. Konstanta ini muncul pula pada persamaan fisika kesetaraan massa-energi E = mc2. Kelajuan cahaya yang merambat melalui bahan-bahan transparan seperti gelas ataupun udara lebih lambat dari c. Rasio antara c dengan kecepatan v(kecepatan rambat cahaya dalam suatu materi) disebut sebagai indeks refraksi n material tersebut (n = c / v). Sebagai contohnya, indeks refraksi gelas umumnya berkisar sekitar 1,5, berarti bahwa cahaya dalam gelas bergerak pada kelajuan c / 1,5 200.000 km/s; indeks refraksi udara untuk cahaya tampak adalah sekitar 1,0003, sehingga kelajuan cahaya dalam udara adalah sekitar 90 km/s lebih lambat daripada c. Dalam banyak hal, cahaya dapat dianggap bergerak secara langsung dan instan, namun untuk jarak yang sangat jauh, batas kelajuan cahaya akan memberikan dampak pada pengamatan yang terpantau. Dalam berkomunikasi dengan wahana antariks, diperlukan waktu berkisar dari beberapa menit sampai beberapa jam agar pesan yang dikirim oleh wahana tersebut diterima oleh Bumi. Cahaya bintang yang kita lihat di angkasa berasal dari cahaya bintang yang dipancarkan bertahun-tahun lalu. Hal ini mengijinkan kita untuk

mengkaji dan mempelajari sejarah alam semesta dengan melihat benda-benda yang sangat jauh. Kelajuan cahaya yang terbatas juga membatasi kecepatan maksimum komputer, oleh karena informasi harus dikirim dari satu chip ke chip lainnya dalam komputer. Beragam ilmuwan sepanjang sejarah telah mencoba untuk mengukur laju cahaya. 1. Pada tahun 1629, Isaac Beeckman melakukan pengamatan sinar flash yang dipantulkan oleh cermin dari jarak 1 mil (1,6 kilometer). 2. Pada tahun 1638, Galileo Galilei berusaha untuk mengukur laju cahaya dari waktu tunda antara sebuah cahaya lentera dengan persepsi dari jarak cukup jauh. 3. Pada tahun 1667, percobaan Galileo Galilei diteliti oleh Accademia del Cimento of Florence, dengan rentang 1 mil, tetapi tidak terdapat waktu tunda yang dapat diamati. Berdasarkan perhitungan modern, waktu tunda pada percobaan itu seharusnya adalah 11 mikrodetik. Dan Galileo Galilei mengatakan bahwa pengamatan itu tidak menunjukkan bahwa cahaya mempunyai kecepatan yang tidak terhingga, tetapi hanya menunjukkan bahwa cahaya mempunyai laju yang sangat tinggi. 4. Pada tahun 1676, sebuah percobaan awal untuk mengukur laju cahaya dilakukan oleh Ole Christensen Rmer, seorang ahli fisika Denmark dan anggota grup astronomi dari French Royal Academy of Sciences. Dengan menggunakan teleskop, Ole Christensen Rmer mengamati gerakan planet Jupiter dan salah satu bulan satelitnya, bernama Io. Dengan menghitung pergeseran periode orbit Io, Rmer memperkirakan jarak tempuh cahaya pada diameter orbit bumi sekitar 22 menit. Jika pada saat itu Rmer mengetahui angka diameter orbit bumi, perhitungan laju cahaya yang dibuatnya akan mendapatkan angka 227106 meter/detik. Dengan data Rmer ini, Christiaan Huygens mendapatkan estimasi kecepatan cahaya pada sekitar 220106 meter/detik. 5. Penemuan awal penemuan grup ini diumumkan oleh Giovanni Domenico Cassini pada tahun 1675, periode Io, bulan satelit planet Jupiter dengan

orbit terpendek, nampak lebih pendek pada saat Bumi bergerak mendekati Jupiter daripada pada saat menjauhinya. Rmer mengatakan hal ini terjadi karena cahaya bergerak pada kecepatan yang konstan. 6. Pada bulan September 1676, berdasarkan asumsi ini, Rmer

memperkirakan bahwa pada tanggal 9 November 1676, Io akan muncul dari bayang-bayang Jupiter 10 menit lebih lambat daripada kalkulasi berdasarkan rata-rata kecepatannya yang diamati pada bulan Agustus 1676.[8] Setelah perkiraan Rmer terbukti, dia diundang oleh French Academy of Sciences untuk menjelaskan metode yang digunakan untuk hal tersebut. Diagram di samping adalah replika diagram yang digunakan Rmer dalam penjelasan tersebut. 7. Pada tahun 1704, Isaac Newton juga menyatakan bahwa cahaya bergerak pada laju konstan. Dalam bukunya berjudul Opticks, Newton menyatakan besaran laju cahaya senilai 16,6 x diamater Bumi per detik (210.000 kilometer/detik). 8. Pada tahun 1725, James Bradley mengatakan, cahaya bintang yang tiba di Bumi akan nampak seakan-akan berasal dari sudut yang kecil, dan dapat dikalkulasi dengan membandingkan kecepatan Bumi pada orbitnya dengan kecepatan cahaya. Kalkulasi laju cahaya oleh Bradley adalah sekitar 298.000 kilometer/detik (186.000 mil/detik). Teori Bradley dikenal sebagai stellar aberration. Sinar cahaya yang datang bintang 1 membutuhkan waktu untuk mencapai bumi, dan pada saat sinar tersebut tiba, bumi telah bergeser pada orbitnya, sehingga seolah-olah kita melihat sinar cahaya tersebut datang dari bintang di lokasi 2. 9. Pada tahun 1849, pengukuran laju cahaya, yang lebih akurat, dilakukan di Eropa oleh Hippolyte Fizeau. Fizeau menggunakan roda sprocket yang berputar untuk meneruskan cahaya dari sumbernya ke sebuah cermin yang diletakkan sejauh beberapa kilometer. Pada kecepatan rotasi tertentu, cahaya sumber akan melalui sebuah kisi, menempuh jarak menuju cermin, memantul kembali dan tiba pada kisi berikutnya. Dengan mengetahui jarak

cermin, jumlah kisi, kecepatan putar roda, Fizeau mendapatkan kalkulasi laju cahaya pada 313106 meter/detik. 10. Pada tahun 1862, Lon Foucault bereksperimen dengan penggunaan cermin rotasi dan mendapatkan angka 298106 meter/detik. 11. Albert Abraham Michelson melakukan percobaan-percobaan dari tahun 1877 hingga tahun 1926 untuk menyempurnakan metode yang digunakan Foucault dengan penggunaan cermin rotasi untuk mengukur waktu yang dibutuhkan cahaya pada 2 x jarak tempuh antara Gunung Wilson dan Gunung San Antonio, di California. Hasil pengukuran menunjukkan 299.796.000 meter/detik. Beliau wafat lima tahun kemudian pada tahun 1931. 12. Pada tahun 1946, saat pengembangan cavity resonance wavemeter untuk penggunaan pada radar, Louis Essen dan A. C. Gordon-Smith menggunakan gelombang mikro dan teori elektromagnetik untuk menghitung laju cahaya. Angka yang didapat adalah 299.7923 kilometer/detik. 13. Pada tahun 1950, Essen mengulangi pengukuran tersebut dan

mendapatkan angka 299.792.51 kilometer/detik, yang menjadi acuan bagi 12th General Assembly of the Radio-Scientific Union pada tahun 1957. Angka yang paling akurat ditemukan di Cambridge pada pengukuran melalui kondensat Bose-Einstein dengan elemen Rubidium. Tim pertama dipimpin oleh Dr. Lene Vestergaard Hau dari Harvard University and the Rowland Institute for Science. Tim yang kedua dipimpin oleh Dr. Ronald L. Walsworth, dan, Dr. Mikhail D. Lukin dari the Harvard-Smithsonian Center for Astrophysics. Notasi laju cahaya (c) mempunyai makna "konstan" atau tetap yang digunakan sebagai notasi laju cahaya dalam ruang hampa udara, namun terdapat juga penggunaan notasi c untuk laju cahaya dalam medium material sedangkan c0 untuk kecepatan cahaya dalam ruang hampa udara. Notasi subskrip ini dimaklumkan karena dalam literatur SI sebagai bentuk standar

notasi pada suatu konstanta, ada juga berbentuk seperti: konstanta magnetik 0, konstanta elektrik e0, impedansi ruang kamar Z0. Menurut Albert Einstein dalam teori relativitas, c adalah konstanta penting yang menghubungkan ruang dan waktu dalam satu kesatuan struktur dimensi ruang waktu. Di dalamnya, c mendefinisikan konversi antara materi dan energi E=mc2, dan batas tercepat waktu tempuh materi dan energi tersebut.c juga merupakan kecepatan tempuh semua radiasi elektromagnetik dalam ruang kamar dan diduga juga merupakan kecepatan gelombang gravitasi. Dalam teori ini, sering digunakan satuan natural units di mana c=1, sehingga notasi c tidak lagi digunakan.

IV. PROSEDUR KERJA 1. Menyiapkan alat dan bahan. 2. Menempatkan Bench Optik pada permukaan yang datar. 3. Menenempatkan bangku laser tepat sejajar dengan bangku Optik dan mehubungkan keduanya dengan sekrup bangku. 4. Menempatkan Laser pada bangku Laser. 5. Meletakkan cermin putar tepat di ujung bangku optik. 6. Menyalakan laser. Catatan : Jangan melihat sinar laser secara langsung, baik sinar langsung dari He-Ne laser, maupun sinar hasil dari pantulan cermin. 7. Mensejajarkan cermin putar dengan laser dengan menggunakan dua buah jig. 8. Meletakkan jig pertama di depan laser dan jig kedua di depan cermin putar. 9. Mengatur sedemikian hingga cahaya dari laser melewati kedua jig tersebut dan tepat mengenai cermin putar, hal ini dapat dilakukan dengan cara mengatur kedukan laser. Ketinggian atau kerendahan laser dapat di atur dengan memutar sekrup pengancing laser. 10. Mengatur kedudukan laser sedemikian hingga cahaya yang di pantulkan oleh cermin putar letaknya sejajar dengan cahaya laser awal. 11. Melepaskan kedua jig dari bangku optik. 12. Meletakkan lensa cembung 48 mm dan lensa cembung 127 mm pada dudukan cermin. 13. Meletakkan kedua dudukan cermin pada bangku optik dengan jarak yang agak berjauhan dengan lensa 48 mm mendekati laser dan lensa 127 mm mendekati cermin putar. 14. Mengatur kedudukan dan posisi kedua cermin sedemikian hingga cahaya yang menembus kedua cermin tepat mengenai lensa putar dan cahaya membentuk titik terterangnya. 15. Meletakkan mikroskop pada bangku optik di antara kedia lensa. 16. Menyalakan cermin putar pada posisi Cw, 626 Rev/sec.

17. Meletakkan cermin tetap di samping bangku optik dengan jarak 2 15 meter dari cermin putar sejajar dengan cahaya hasil pantulan dari cermin putar. 18. Mengatur kudukan cermi putar dengan memutar sekrup yang ada di belakang cermin sedemikan hingga cahaya yang di pantulkan oleh cermin tetap tepat mengenai cermin putar. 19. Mengamati hasil cahaya yang diperoleh pada mikroskop. 20. Mengatur mikroskop sedemikian hingga diperoleh gambar berupa titik paling terang dari cahaya dengan memutar mikrometer sekrup pada mikroskop. 21. Mencatat hasil pengamatan pada tabel hasil pengamatan. 22. Mengulangi langkah 16-21 untuk posisi cermin putar pada Ccw 1014 Rev/sec.

V. HASIL PENGAMATAN

A = Jarak antara L1 ( lensa 1) dengan L2 (lensa 2) = 183 mm = 0,183 m B = Jarak antara L2 (lensa 2) dengan cermin putar (MR) = 800 mm = 0,800 m D = Jarak antara MR (cermin putar) dengan cermin tetap (MF) = 1,72 m Cw = 626 Rev/sec Ccw = 1014 Rev/sec Scw = 12 + (38 x 0,05) mm = 12 + 1,9 = 13,90 mm = 1,39 x 10-2 m Sccw = 12 + (2 x 0,05) mm = 12 + 0,1 = 12,10 mm = 1,21 x 10-2 m

Hasil Gambar dari mikroskop pengukur: Titik yang diamati

VI. ANALISA DATA 1. Menghitung Kecepatan Cahaya ( ( )(( ) ) ) ) )

( ( ( (

)(

) ( )(

)( )(

2. Persentase Kesalahan | |

VII. PEMBAHASAN Kecepatan cahaya (kelajuan cahaya atau cepat rambat cahaya pada ruangan vakum) adalah sebuah konstanta fisika yang disimbolkan dengan huruf c yang memiliki nilai 299.792.458 meter per detik atau yang sering digunakan 3 x 108 m/s. Pada tahun 1862, Lon Foucault bereksperimen untuk mengukur besarnya kecepatan cahaya dengan penggunaan cermin rotasi dan mendapatkan angka 298106 meter/detik. Percobaan kali ini dilakukan dengan menggunakan laser sebagai sumber cahaya yang cahayanya kemudian di pantulkan pada cermin yang diputar dengan kecepatan tinggi yang kemudian cahayanya di pantulkan lagi oleh cermin tetap menuju cermin putar yang yang kemudian hasil cahaya dapat di amati oleh sebuah mikroskop. Dengan menggunakan dua putara cermin yang berbeda yaitu searah jarum jam (Cw) dan berlawanan arah jarum jam (Ccw) dapat terlihat nilai hasil pengukuran berkas titik sinar yang terbaca pada mikroskop. Dengan mengetahui nilai variabel posisi berkas sinar, kecepatan sudut putaran cerin, jarak-jarak lensa dan cermin maka kita dapat menghitung nilai dari kecepatan cahaya. Percobaan ini dilakukan untuk mengukur besar nilai kecepatan cahaya dengan menggunakan metode Foucault yaitu dengan cermin berputar. Metode Foucault memiliki prinsip kerja yaitu mengamati besar perubahan posisi titik berkas sinar yang di pantulkan oleh sebuah cermin yang diputar secara cepat. Cahaya yang merambat sangat cepat, tetap akan membutuhkan waktu dalam proses perambatannya. Ketika cermin yang digunakan untuk memantulkan sinar dibuat berputar, maka akan terjadi pergeseran berkas sinar ketika mengenai cermin tersebut. Cahaya awal yang dipantulkan oleh cermin putar yang kemudian di pantulkan kembali oleh cermin tetap menuju cermin putar maka saat cahaya sampai pada cermin putar, cermin sudah bergeser sediki, inilah yang mengakibatkan pergeseran berrkasnya. Dengan memutar cermin putar secara cepat pada 2 arah yang berbeda yaitu searah dengan jarum jam

dan berlawanan jarum jam maka akan terlihat jelas perubahan posisi berkas sinar pantulannya. Dari hasil pengamatan yang diperoleh dari praktikum ini dan setelah melakukan perhitungan, nilai kecepatan cahaya yang kami dapatkan adalah 0,04917 x 108 m/s dengan persentase kesalahan yaitu 98%. Nilai yang kami peroleh masih sangatlah berbeda dengan literatur yang ada yaitu 2,978 x 108 m/s, dapat dilihat dari niali persentase kesalahan yang sangat lah besar. Hasil ini menunjukan bahwa masih banyak kesalahan yang kami lakukan dalam praktikum diantaranya adalah jarak cermin tetap dari cermin putar yang seharusnya 2-15 m, kami hanya menggunakan jarak 1,7 m, lensa pertama (L1) yang seharusnya menggunakan lensa cembung 252 mm, kami menggunakan lensa cembung 127 mm dan terakhir yang seharusnya menggunakan polarisator, dalam percobaan ini kami tidak menggunakannya.

VIII. KESIMPULAN 1. Mengukur kecepatan cahaya dapat dilakukan dengan menggunakan metode Foucault yaitu metode pengukuran kecepatan cahaya dengan menggunakan cermin yang di putar. 2. Persamaan yang digunakan untuk menghitung besar kecepata cahaya adalah : ( ( )(( ) )

3. Nilai besar kecepatan cahaya yang kami peroleh dari percobaan ini adalah : 0,04917 x 108 m/s. 4. Besar persentase kesalahan pada percobaan ini adalah 98%.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim.2012.http://books.google.co.id/books.(di akses pada 30 Desember 2012) Anonim.2012.http://id.wikipedia.org/wiki/Laju_cahaya.(di akses 30 Desember 2012) Anonim.2012.http://sudarmonorasyid.blogspot.com/2011/04/kecepatan-cahaya. html.(di akses pada 30 Desember 2012) Anonim.2012.http://www.pasco.com/prodCatalog/OS/OS-9261_speed-of-lightapparatus/index.cfm/userresourcesTab.(diakses pada 30 Desember 2012) Kanginan, Mathen.2007.Fisika untuk SMA Kelas XII.Jakarta:Erlangga

You might also like