You are on page 1of 13

EPISTEMOLOGI

1. PENGERTIAN EPISTEMOLOGI
Istilah epistemologi berasal dari kata episteme dan logos. Episteme berarti pengetahuan, dan logos berarti teori. Dalam rumusan yang lebih rinci epistemologi merupakan suatu cabang filsafat yang mengkaji secara mendalam dan radikal ttntang asal mula pengetahuan, stuktur, metode, dan validitas pengetahuan. Disamping itu terdapat istilah yang maksudnya sama dengan epistemologi ialah: Gnosiologi Logika material Criteriologi

Dalam rumusan lain disebutkan bahwa epistemologi adalah cabang filsafat yang mempelajari soal tentang watak, batas-batas, dan berlakunya ilmu pengetahuan; demikian rumusan yang diajukan oleh J.A.N Mulder. Maka dapat dipahami bahwa prinsipnya epistemologi adalah bagian filsafat yang membicarakan tentang pengetahuan, sumber pengetahuan, asal mula pengetahuan, batas-batas, sifat metode, dan keahlian pengetahuan. Oleh karena itu sistematika penulisan epistemologi adalah terjadinya pengetahuan, tori kebenaran, metode-metode ilmiah, dan aliran-aliran teori pengetahuan.

2. TERJADINYA PENGETAHUAN
Pandangan yang sederhana dalam memikirkan proses terjadinya pengetahuan yaitu dalamsifatnya baik a priori maupun a porteriori. Pengetahuan a priori adalah pengetahuan yang terjadi tanpa adanya atau melalui pengalaman, baik pengalaman indera maupun pengalaman bathin. Sedangkan a porteriori adalah pengetahuan yang terjadi karena adanya pengalaman.

Di dalam mengetahui memerlukan alat yaitu: pengalam indera (sense experience); nalar (reason); otoritas (authority), intuisi (intuition); wahyu (revelation); dan keyakinan (faith). Alat-alat untuk mengetahui tesebut memiliki peranan baik secara sendiri-sendiri maupun berpasangan tergantung pada paham yang dianutnya. Hal ini dapat dilihat dari: Pengetahuan didapatkan dari pengamatan. Di dalam pengamatan inderawi tidak dapat ditetapkan apa yang subyektif dan apa yang obyektif. Jika kesan-kesan subyektif dianggap sebagai kebenaran, hal itu mengakibatkan adanya gambaran-gambaran yang kacau di dalam imajinasi. Dimulai dengan gambaran-gambaran inderawi kemudian ditingkatkan hingga sampai pada tingkatan yang lebih tinggi, yaitu pengetahuan rasional dan pengetahuan intuitif demikian menurut Baruch Spinoza. Pandangan Thomas Hobbes (1588-1679) pengenalan atau pengetahuan diperoleh karena pengalaman. Pengalaman adalah awal segala pengetahuan. Segala ilmu pengetahuan diturunkan dari pengalaman. Pengamatan inderawi terjadi karena gerak benda-benda di luar kita menyebabkan adanya suatu gerak di dalam indera kita. Sasaran yang diamati adalah sifat-sifat inderawi. Sifat-sifat inderawi tidak member gambaran tantang sebab yang menimbulkan penginderaan. Ingatan, rasa senang dan tidak senang dan segala gejala jiwani, bersandar semata-mata pada asosiasi gambaran-gambaran ini hanya murni bersifat mekanis Sementara itu salah seorang tikoh empiris yang lain berpendapat bahwa segala pengetahuan datang dari pengalaman dan tidak lebih dari itu. Akal (rasio) adalah pasif pada waktu pengetahuan didapatkan. Semula akal serupa dengan secarik kertas yang tanpa tulisan, yang menerima segala sesuatu yang datang dari pengalaman. Locke tidak membedakan antara pengetahuan inderawi dan pengetahuan akali. Satu-satunya sasaran obyek pengetahuan adalah gagasan atau idea-idea, yang timbulnya karena pengalaman lahiriah (sensation) dan karena pengalaman bathiniah (refletion). Kedua macam pengalaman ini jalin menjalin. Pengalaman lahiriah menghasilkan gejala-gejala psikis yang harus ditanggapi oleh pengalaman bathiniah. Obyek-obyek pengalaman lahiriah itu menjadi isi pengalaman, karena dihisabkan oleh pengalaman bathiniah, obyek-obyek itu tampil dalam kesadaran. Di dalam hal ini Locke sama dengan Descrates. Segala sesuatu yang berada di luar kita menimbulkan di dalam diri kita gagasan-gagasan dari pengalaman lahiriah.

Locke membedakan antara gagasan-gagasan yang tunggal (simple ideas) dan gagasan majemuk (complex ideas). Gagasan tunggal mendatangi kita langsung dari pengalaman, tanpa pengolahan logis apa pun, akan tetapi gagasan majemuk timbul dari percampuran atau penggabungan gagasan tunggal. Jika beberapa gagasan secara teratur bersama-sama menampilkan diri, kita menggapi gagasan itu sebagai termasuk suatu hal yang sama, yang berdiri sendiri, yang disebut substansi. Selain daripada substansi gagasan majemuk juga dapat meliputi pengertian tentang keafaan atau modi dan tentang hubungan-hubungan. Pada abad ke-18 muncul zaman baru yang disebut abad atau jaman pencerahan (aufklarung). Muncul tokoh Georgy Berkeley (1685-1753) yang pada prinsipnya meneruskan pemikiran Locke, akan tetapi pemikiran Berkeley lebih tajam dari pada Locke. Hal ini dapat dilihat dalam kesimpulan-kesimpulannya. Pangkal pikiran Berkeley terdapat pada pandangannya di bidang teori pengenalan. Menurut dia segala pengetahuan kita bersandar pada pengamatan. Pengamatan adalah identik dengan gagasan yang diamati. Pengamatan bukan terjadi karena hubungan antara subyek yang nmengamati dan obyek yang diamati, melainkan karena hubungan antara pengamatan antara indera yang satu dengan pengamatan indera yang lain. Jika orang mengamati sesuatu padanya ada gambaran tentang sesuatu. Gambaran itu tidak mencerminkan sesuatu di luar pengamatan. Di luar pengamatan tiada benda yang konkret. Yang ada hanya pengamatan yang konkret, yang ada adalah hal diamati itu. berada berarti diamati. Realitas hal-hal yang diamati terletak hanya di dalam hal ini, bahwa hal-hal itu diamati. hanya pengamatanlah yang ada (esse est percipi). Lalu apakah obyek yang dikenal? Obyek itu ialah gagasan atau idea-idea yang disebabkan karena pengamatan indera yang langsung dan yang disebabkan pengamatan bathiniah, ditambahkan ingatan dan fantasia atau khayalan, dengan penggabungabpenggabungan bagian-bagian gambaran yang diamati. Dikatakan, bahwa sifat pengamatan adalah konkret, artinya; isi yang diamati adalah sesuatu yang benar-benar dapat diamati. Isi itu bukan pengertian-pengertian umum yang abstrak, yang timbul karena rangkuman dari ketentuan-ketentuan yang bersifat individual. Hanya gagasan-gagasan yang konkret;lah yang dapat dipakai untuk memikirkan gagasan-

gagasan konkret lainnya. Apa yang berada secara umum hanya berada sebagai nama saja. Tiada pengertian umum, seperti umpamanya substansi, benda, ilmiah, dllnya (nominalisme). Pada abad ke-19 mucul tokoh-tokoh filsafat yang memiliki pandangan tersendiri mengenai pengetahuan. Dalam hal ini Vichte menjelaskan bahwa filsafat sebagai ajaran tentang ilmu pengetahuan dibedakan antara: a) Ajaran tentang ilmu pengetahuan yang teoritis, dan b) Ajaran tentang ilmu pengetahuan yang praktis Di dalam bagian yang tepritis dibicarakan hal metafisika dan ajaran tentang pengenalan, sedang didalam bagian yang praktis dibicarakan hal etika. Didalam ajarannya tentang ilmu pengetahuan yang teoritis Vichte menentang pendapat Kant, Vichte tidak mau memisahkan rasio teoritis dari pada rasio praktis. Jika benar, bahwa rasio adalah satu dalam segala perbuatannya, harus mungkin menurunkan kategori yang bermacam-macam itu dari satu sumber saja, bukan dari sumber, seperti yang dilakukan Kant (rasio murni dan rasio praktis). Vichte termasuk salah seorang tokoh idealism Jerman di samping Schelling dan Hegel. Dalam hal ini schelling menjelaskan manusia memiliki kecakapan untuk berpikir, untuk menyelidiki alam, serta mendapatkan pengetahuan tentang alam itu. Alam tidak lain adalah roh yang tampak, sedang roh adalah alam yang tak tampak. Alam adalah suatu system dinamis dan penuh tujuan yang dipersatukan yang berkembang naik ke atas hingga sampai ke puncak, dimana ia kembali kepada dirinya sendiri dalam roh manusia dan melalui roh manusia itu. Pandangan Schelling tentang alam yang demikian itu dikokohkan dengan suatu teori Yang Mutlak. Pada abad ke-19 muncul aliran positiviatasme yang tokoh utamanya adalah Auguste Comte (1798-1857). Menurut Comte pengaturan ilmu pengetahuan harus disesuaikan dengan pembagian kawasan fenomena yang dikaji ilmu yang bersangkutan. Lebih lanjut dibahas kedudukan ilmu pasti dan psikologi. Menurut Comte ilmu pasti adalah dasar segala filsafat. Ilmu pasti memiliki dalil yang bersifat umum, yang paling sederhana dan paling abstrak. Oleh karena itu juga ilmu yang paling bebas.

Psikologi tidak diberi tempat dalam system Comte. Hal ini disebabkan karena, menurut dia, manusia tidak dapat menyelidiki dirinya sendiri.

3. TEORI KEBENARAN DAN PANDANGAN FILSUF


Pada umumnya ada beberapa teori kebenaran yaitu: Teori kebenaran saling berhubungan (cocherence theory of truth), yang mendapat bahwa suatu proposisi itu benar apabila hal tersebut mempunyai hubungan dengan ide-ide dari proposisi yang telah ada atau benar. Pembuktian teori kebenaran teori koherensi dapat melalui fakta sejarah dan logika. Pembuktian logik. Teori kebenaran saling berkesucian (correspondence theory of truth), memiliki pandangan bahwa suatu proposisi itu bernilai benar apabila proposisi itu saling berkesucian dengan kenyataan atau realitas. Kebenaran demikian dapat dibuktikan secara langsung pada dunia kenyataan. Teori inheres (inherent theory of truth), disebut pula teori progmatis yang memandang bahwa suatu proposisi memiliki nilai kebenaran apabila memiliki akibat atau konsekuensi yang bermanfaat, maksudnya ialah hal tersebut dapat dipergunakan. Mencari kebenaran telah lama diupayakan oleh para filsuf. Menurut Plato kebenaran yang utama adalah yang di luar dunia ini. Maksudnya alah suatu kesempurnaan tidak dapat dicapai di dunia ini. Berbeda halnya dengan Aurelius Augustinus (354-430) yang menegaskan bahwa pikiran dapat mencapai kebenaran dan kepastian. Dengan berfikir orang dapat sampai pada pertimbangan-pertimbangan yang bersifat abadi. Jika ada pertimbanganpertimbangan yang bersifat abadi, yang tidak terbatas, tidak berubah tentu yang ada kenyataaan yang kekal abadi, yang perlu mutlak yang tidak berubah yang mengatasi segala yang pertama apabila merupakan proposisi sejarah. Dan pembuktian yang kedua apabila merupakan pernyataan-pernyataan yang bersifat

pikiran manusia kenyataan ini sudah selayaknya bersifat rohani, bukan badani serta menjadi sumber segala hidup dan pikiran. Pada abad ke-17 dari paham rasionalisme yaitu Rene Descorte (1596-1650) menegaskan, yang harus dipandang sebagai yang benar adalah apa yang jelas dan terpilahpilah. Apa yang jelas dan terpilah-pilah itu tidak mungkin didapatkan dari apa yang ada di luar kita. Apa yang kita duga kita lihat dengan mata kita itu hanya dapat kita ketahui sematamata dengan kuasa penilaian kita, yang terdapat di dalam rasio atau akal. Pengetahuan melalui indera adalah kabur. Di dalam hal ini kita sama dengan binatang. Oleh karena itu kita harus meragukan apa yang kita amati dan apa yang kita ketahui sehari-hari. Semuanya itu harus dengan sadar kita pandang sebagai tidak pasti, yaitu: a) Segala sesuatu yang telah kita dapatkan di dalam kesadaran kita sendiri, karena semuantya itu mungkin sekali adalah hasil khayalan kita atau hasil tipuan roh jahat, dan b) Segala sesuatu yang hingga kini telah kita pandang sebagai benar dan pasti, misalnya: pengetahuan yang telah kita dapatkan dari pendidikan dan pengajaran, pengetahuan yang didapatkan melalui penginderaan, pengetahuaan tentang adanya benda-benda dan adanya tubuh kita, pengetahuan tentang Allah, bahkan juga pengetahuaan tentang dali-dalil ilmu hitung dan ilmu pasti yang paling sederhana Pada abad ke-20 muncul paham progmalisme yang salah seorang tokohnya ialah William James (1842-1910) di dalam bukunya The Meaning of Truth mengemukakan, bahwa tiada kebenaran yang mutlak, yang berlaku umum, yang bersifat tetap, yang berdiri sendiri, lepas dari pada akal yang mengenal. Yang ada adalah kebenaran-kebenaran, (artinya dalam bentuk jamak) yaitu apa yang benar dalam pengalaman-pengalaman yang khusus, yang setiap kali dapat diubah oleh pengalaman berikutnya.

4. MASALAH METODE-METODE
Metode berasal dari bahasa Yunani yaitu metodos yang terdiri unsur: meta berarti cara, perjalanan sesudah; dan hovos berarti: cara, perjalanan, arah. Metode merupakan

kajian atau telaah dan penyusunan secara sistematik dari beberapa proses dan asas-asas logis dan percobaan yang sistematis yang menuntun suatu penelitian dan kajian ilmiah. Dalam filsafat sulit sekali untuk membahas metode sebab terdapat beberapa paham atau aliran filsafat yang pada umumnya memiliki metode tersendiri. Beberapa metode filsafat, yaitu: metode kritis, metode intuitif, metode skolastik, merode geometris, metode eksperimentil, metode kritis tramkudental, metode dialektis, dan metode analitika bahasa. Metode-metode tersebut tetap mengikuti hakikat umum sebagaimana terdapat dalam metode ilmiah umum. Ada 2 metode ilmiah, yaitu: metode-metode ilmiah umum dan metode ilmiah khusus.

a) Metode-metode Ilmiah Umum Sistematisasi metode-metode ilmiah kerap mengacaukan metode-metode umum yang berlaku bagi semua ilmu dan bagi segala pengetahuan, dan metode-metode yang hanya berlaku bagi ilmu khusus. Metode-metode umum kerap dikaitkan dengan ilmu pengetahuan tertentu saja. Tetapi sebenarnya dapat disebut sejumlah unsure-unsur dan metode-metode umum yang berlaku bagi jalan pengetahuan manusia pada umumnya, jadi berlaku pula bagi semua ilmu pengetahuan tanpa pengecualian. a. Beberapa unsur umum dalam subyek: Bertanya, bersikap ragu-ragu; pada umumnya sikap kritis; tidak apa-apa diterima begitu saja atau dengan bebas dari penelitian; Penerapan dan pemahaman (resional) Intuisi (konkret) dan abstraksi (konseptual) Refleksi (introspeksi, lebih subyektif), dan observasi, pengamatan, desperimen (ekstrospeksi, lebih obyektif).

b. Beberapa unsur metodis umum: Titik pangkal (aksioma), definisi, pembagian, hipotesis, contoh analogi, perbandingan, pembuktian, verifikasi. c. 2 situasi ilmiah yang berbeda: 1) Metode penelitian (inventif): jalan tertentu untuk lebih mendasari atau untuk memperluaskan pengetahuan ilmiah. 2) Metode pembicaraan (edukatif); jalan tertentu untuk mengajar dan mempelajari teori ilmiah yang sudah terbentuk. d. 2 pendekatan yang fundamental: 1) Metode historis-elektif-eliminatif; dipelajari aliran-aliran dan teori-teori pada bidang tertentu yang muncul sepanjang sejarah, dengan membandingkan dan menganalisisnya mereka disaring, sampai tinggalah teori yang dianggap paling memuaskan 2) Metode sistematis dalam dialog dengan aliran dan teori lain, secara sistematis-metodis dibangaun teori yang meliputi semua segi dan soal pada budang penelitian. e. 2 penelitian yang fundamental: 1. Metode aposteriori (kerap disebut krisis); hal yang menjadi titik tolak itu tergantung adanya dari hal yang dicari: 1.1. Analisis/reduksi struktural Dari keseluruhan kompleks ke bagian yang sederhana. Dari fakta-fakta atau gejala hakikat atau syarat-syarat, ini kerap sama dengan; 1.2. Induksi:

Dari yang singular ke yang universal Dari yang khusus atau menditail ke yang umum

1.3. Regresi: dari akibat kesebab: Entah retrospektif: dari sekarang ke dahulu Entah dari pengelihatan masa depan ke sekarang

2. Metode apriori (kerap disebut spekulatif): hal yang menjadi titik-tolak, menurut adanya mendahului hal yang dicari: 2.1. Sintesa/produksi struktural: Dari bagian yang sederhana ke seluruhan kompleks Dari hakikat atau syarat-syarat ke fakta-fakta atau gejalaini kerap sama dengan: 2.2. Deduksi: Dari yang universal ke yang singular Dari yang umum ke yang khusus atau menditail

2.3. Progresi dari sebab ke akibat: Entah evolutif: dari dahulu ke sekarang; Entah prospektif: dari sekarang: ke masa depan

Segala unsur tersebut dalam nomor 04.2 ini tidak dapat lepas satu sama lain. ,ereka merupakan satu keutuhan yang kait mengait dan saling menentukan sebagai bagian-bagian dalam satu struktur. Dalam rangka mata kuliah ini, metode ilmiah umum tersebut di atas akan diandaikan telah diterangkan daam rangka mata kuliah lain.

b) Metode-metode Ilmiah Khusus Di dalam semua metode ilmiah khusus ini diterapkan semua unsure metode umum yang tersebut nomor 04.2. namun sesuai dengan sifat ilmu tertentu (menurut obyek formal), unsur-unsur itu semua bersama mendapat arti dan sifat lain dan lain. Dan dalam rangka metode ilmiah khusus juga menjadi mungkin unsur-unsur tertentu mendapat tekanan dan kedudukan yang berbeda. Dalam rangka mata kuliah ini tidak akan diuraikan metode-metode ilmiah khusus semua. Pemahaman itu harus dicari sumber lain. Sepanjang sejarah kefilsafatan telah banyak diungkapkan metode filsafat oleh para filsuf. Pada zaman renaissance dari Francis Becon dan pada zaman idealisme Jerman (abad ke-19) dari Ficthe. Menurut Francis Becon hingga kini penemuan yang ada terjadi hanya karena kebetulan saja. Mulai sekarang penemuan harus dilakukan karena tugas dan secara metodis. Agar tugas itu dapat dilaksanakan, diperlukan: a) Bahwa alam diwawancarai b) Bahwa orang bekerja menurut suatu metode yang benar c) Bahwa orang bersikap pasif terhadap bahan-bahan yang disajikan alam, artinya: orang harus menghindarkan diri dari mengemukakan prasangka-prasangka terlebih dahulu. Akhirnya menurut Bacon dengan cara induksi yang benar dan yang berlaku, seperti ia kehendaki, orang harus naik dari pengenalan fakta ke pengenalan hukum-hukunnya, seterusnya naik kebentuk-bentuknya atau unsurunsur tertentu yang bersifat tunggal. Metode induksi ini adalah suatu metode/proses penyisihan atau pelenyapan, dengan semua sifat, yang tidak termasuk sifat yang tunggal ditiadakan. Tujuannya adalah untuk memiliki sebagai sisanya sifat-sifat yang menonjol dalam fakta yang diamati. Dengan metode ini ia berharap dapat menemukan hukum-hukum yang umum, yang dapat naik, dari hukum yang masih rendah tingakatannya menuju ke hukum yang tertinggi.

Bacon menolak syllogisme sebab syllogisme tidaak mengajarkan kebenarankebenaran yang baru. Syllogisme hanya bernilai jika dilihat dari segi pengajaran. Metode empiris oleh Bacon dipandang sebagai menunjukkan bagaimana caranya menyusun data-data yang telah diamati, yang memang diperlukan sekali bagi ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan harus dialaskan kepada penyusuna data-data.Demikian Bacon menekankan sekali, bahwa ilmu pengetahuan hanya dapat diusahakan dengan pengamatan, percoban, dan penyusunan fakta-fakta. Berbeda hal dengan metode yang dikemukakan oleh Fichte, ia mengemukakan metode deduktif. Dengan melalui metode deduktif Fichte mencoba menurunkan dari ego atau aku, adanya benda-benda. Dengan secara dialektis (yaitu berpikir dengan menggunakan tese, antitese, dan sintese) ia mencoba menjelaskan adanya benda-benda. Ia mengemukakan 3 dalil: 1) Ego atau aku meng-ia-kan dirinya sendiri, atau ego meneguhkan bahwa ia ada. Inilah tesenya. Akan tetapi perbuatan peneguhan adanya diri sendiri ini baru mungkin jika ego juga membedakan diri dari yang bukan Ego atau obyek atau benda, yang membatasi ego tadi. 2) Ego meneguhkan adanya yang bukan Ego. Inilah anti tesenya. Oleh karena Ego sekarang benar-benar tidak lagi tunggal ( karena ada Ego yang dapat dibagi-bagi dan bukan Ego yang dapat dibagi-bagi), maka 3) Ego di dalam kesadarannya beerhadapan muka dengan suatu dunia Demikianlah pengenalan yang konkret mengandung didalamnya Ego atau Aku dan dunia, yang keduanya saling membatasi. Dengan demikian terbukti bahwa setiap paham kefilsafatan maupun filsuf memiliki metode kefilsafatan tersendiri yang khas.

5. PAHAM-PAHAM PENGETAHUAN DAN PENGENALAN


Pada garis besarnya ada beberapa paham pengetahuan, antara lain: Empirisme mengatakan bahwa pengetahuan manusia berasal dari pengalamannya dari dunia luar yang ditangkap panca inderanya.

Idealisme pengetahuan itu adalah kejadian dalam jiea manusia, sedangkan kenyataan yang diketahui manusia terletak diluar. Kritisisme berpendapat bahwa pengetahuan itubeerasal dari luar maupun dari jiwa manusia itu sendiri. Rasionalisme sumber pengetahuan manusia itu ialah pikiran, rasio dan jiwa manusia. Realisme ditegaskan bahwa pengetahuan manusia merupakan gambar yang baik dan tepat dari pada kebenaran, dan dalam pengetahuan yang baik tergambar kebenaran sebagaimana sesungguhnya ada.

6. PANDANGAN FILUSUF TENTANG PENGENALAN


Aristoteles Ada dua macam pengenalan yaitu: pengenalan rasional dapat mengenal hakekat sesuatu, pengenalan inderawi memberikan pengetahuan tentang bentuk benda. Plato Ada dua jenis pengenalan. Disatu pihak ada pengenalan idea-idea. Itulah pengenalan dalam arti yang sebenarnya. Dilain pihak ada pengenalan tentang benda-benda jasmani. Pengenalan ini mempunyai juga sfat-sifat yang sama seperti obyeknya: tidak tetap, selalu berubah. Pengenalan jenis kedua ini tidak bernilai banyak karena tidak menghasilkan kepastian. Epikuros (341-271) SM Pengenalan dapat diperoleh melalui pengantar. Sesuatu yang benar adalah sesuatu yang diamati oleh indera pada suatu saat. Elis (360-270) SM

Pengamatan member pengetahuan yang bersifat relative. Thomas Aquinas Kemampuan memikir dan mengenal terdiri dari akal dan kehendak. Akal memiliki kemampuan yag lebih tinggi dan lebih mulia serta lebih penting dari kehendak sebab kebenaran lebih tinggi dari kebaikan. Yohanes Duna Scotus (1266-1308) Pengalaman-pengalaman yang diperoleh melalui pengamatan dengan indera adalah penting. Ia member tekanan kepada empiri. Ia adalah seorang empiris. Rene Descortes (1596-1650) Menguraikan tentang pengamatan dengan gambling bahwa pengamatan inderawi tidak member keterangan kepada kita tentang hakikat tentang sifat-sifat dunia di luar kita. Pengamatan inderawi hanya member nilai praktis.

You might also like