You are on page 1of 24

LAPORAN PRAKTIKUM HIGIENE PERUSAHAAN III SEMESTER III KOMPETENSI DASAR II

Pengukuran Kebisingan di Tempat Kerja

Kelompok3 (Kelas B)
1. Arvin Afriansyah 2. AldhilaLiantika M 3. Endaryani 4. Indah Pusputaningrum 5. Ira Pracinasari 6. Novia Andrisiyani 7. Rizky Finaldia P 8. Wachid Nur Mualim (R.0012010) (R.0012004) (R.0012030) (R.0012046) (R.0012048) (R.0012066) (R.0012084) (R.0012100)

PROGRAM D 3 HIPERKES DAN KESELAMATAN KERJA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2013

PENGESAHAN

LaporanPraktikumHigiene Perusahaan III Semester III KompetensiDasar IIdenganJudul : Pengukuran Sinar Ultraviolet di Tempat Kerja

Wachid Nur Mualim , NIM : R0012100, Tahun : 2013

Telahdisahkanpadatanggal :

PadaHariSenintanggal20 September 2013

PembimbingPraktikum,

Praktikan

Soraya Noor Fadhila, A.Md

Wachid Nur Mualim R.0012100

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL. HALAMAN PENGESAHAAN.. DAFTAR ISI.. BAB I PENDAHULUAN A. LatarBelakang B. Tujuan C. Manfaat BAB II LANDASAN TEORI.. A. Tinjauan Pustaka.. B. Perundang-undangan BAB III HASIL .. BAB IV PEMBAHASAN BAB V SIMPULAN DAN SARAN. A. B. Kesimpulan.. Saran..

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Seiring dengan perkembangan teknologi yang semakin pesat, banyak sekali didapati hasil samping dari kemajuan tersebut. Salah satunya adalah masalah kebisingan. Tinggi rendahnya produktivitas suatu perusahaan tergantung pada SDM sebagai aset utama, lingkungan, dan alat produksi/mesin. Di

perusahaan/tempat kerja bising dapat disebabkan oleh mesin/alat, sedangkan di perkotaan bising disebabkan oleh kendaraan bermotor. Kebisingan adalah suara yang tidak dikehendaki oleh manusia dan merupakan faktor lingkungan yang dapat berpengaruh negatif terhadap kesehatan. Berdasarkan Surat Keputusan (SK) Menteri Negara LingkunganHidup No. Kep.Men-48/MEN.LH/11/1996, kebisingan adalah bunyi yang tidak diinginkan dari suatu usaha atau kegiatan dalam tingkat dan waktu tertentu yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan manusia dan kenyamanan lingkungan. Kebisingan dirasakan pada tingkat individu mengalami kebisingan sebagai masalah yang menyebabkan masalah pendengaran, mengganggu fungsi kognitif dan mengurangi kesejahteraan, kebisingan menjadi masalah kesehatan masyarakat. Kebisingan merupakan isu kesehatan masyarakat yang relevan pada masyarakat umum dan administrasi di tingkat local, nasional, dan internasional. Paparan kebisingan secara signifikan berdampak pada kesehatan, baik fisiologis maupun psikologis. Pada tahun 1993, WHO mengakui efek kesehatan penduduk yang berasal dari kebisingan, antara lain gangguan pola tidur (insomnia), kardiovaskuler, sistem pernafasan, psikologis, fisiologis, dan pendengaran. Kebisingan juga berpengaruh negatif dalam komunikasi, produktifitas, dan prilaku sosial. Penelitian di Amerika Serikat dan New Zealand menyatakan bahwa kebisingan dapat menurunkan kualitas hidup seseorang.

Survey yang dilakukan di India menyatakan bahwa sebagian besar masyarakat yang terpapar oleh kebisingan merasakan dampak pada kesejahteraan dan kesehatan mereka. Meskipun demikian, efek psikologis dari kebisingan biasanya tidak terlihat dengan baik dan sering diabaikan. Dewasa ini, berbagai aktivitas/kegiatan masyarakat baik yang disadari ataupun tidak disadari dapat menimbulkan sumber kebisingan dengan tingkat intensitas yang berbeda. Seiring dengan perkembangan zaman atau di era

globalisasi tekhnologi dibidang industri semakin canggih dan berkembang, hal ini diakibatkan oleh karena kebutuhan masyarakat yang semakin meningkat. Manusia membutuhkan industry untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Namun kebanyakan aktifitas dalam suatu industri terutama proses produksi, dapat menimbulkan kebisingan yang dapat mengganggu masyarakat pekerja yang biasa terpapar dengan sumber kebisingan secara khusus sekitarnya secara umum. Kebisingan merupakan sebuah bentuk energy yang bila tidak disalurkan pada tempatnya akan berdampak serius bagi kesehatan manusia dan lingkungan. upaya pengawasan dan pengendalian kebisingan menjadi faktor yang maupun masyarakat

menentukan kualifikasi suatu perusahaan dalam menangani masalah lingkungan yang muncul. Kebisingan merupakan salah satu aspek lingkungan yang perlu diperhatikan. Karena termasuk polusi yang mengganggu dan bersumber pada suara / bunyi. Oleh karena itu bila bising tidak dapat dicegah atau dihilangkan, maka yang dapat dilakukan yaitu mereduksi dengan melakukan pengendalian melalui berbagai macam cara

B. Tujuan 1. Agar dapat mengetahui cara menggunakan alat Sound Level Meter yang bertujuan mengukur tingkat kebisingan suatu tempat 2. Agar dapat mengetahui kegunaan dari alat Sound Level Meter 3. Agar dapat melakukan pengukuran dan menghitung tingkat kebisingan lingkungan dan tempat kerja
4. Untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat intensitas kebisingan. 5. Untuk pengukuran intensitas kebisingan suatu ruangan. 6. Untuk menambah pengetahuan dan ketrampilan tentang keselamatan. 7. kerja khususnya yang berkaitan dengan kebisingan. 8. Untuk menganalisis sumber-sumber kebisingan. 9. Dapat menganalisis cara mengendalian kebisingan. 10. Menganalisa data intensitas kebisingan di suatu lingkungan kerja. 11. Mengetahui alat pelindung diri yang tepat untuk menanggulangi kebisingan. 12. Mengetahui cara penggunaan alat Sound level meter.

C. Manfaat
1. Bagi Praktikan

a. Dapat mengenal dan mengetahui sumber-sumber kebisingan yang ada di


lingkungan sekitar.

b. Dapat mengukur intensitas kebisingan yang ditimbulkan oleh sumber-sumber


kebisingan.

c. Dapat mengetahui cara pengendalian kebisingan. d. Dapat mengetahui NAB di lingkungan praktikum. e. Dapat memperoleh data kebisingan dari suatu sumber bunyi. f. Dapat mengetahui alat pelindung diri yang tepat untuk menanggulangi
kebisingan.

g. Dapat mengetahui langkah-langkah pengendalian kebisingan. h. Dapat mengetahui efek-efek yang ditimbulkan dari kebisingan.
2. Bagi Program Diploma III Hiperkes dan Keselamatan Kerja a. Dapat mengambil langkah pengendalian awal sebagai cara mengendalikan kebisingan yang melampaui NAB yang telah ditetapkan sehingga tercipta lingkungan yang kondusif untuk kegiatan belajar. b. Dapat mengetahui sumber-sumber kebisingan dalam lingkungan DIII Hiperkes dan KK dengan cermat dan tepat. c. Dapat menambah referensi maupun data-data dari hasil praktikum sebagai suatu tolak ukur baik serta dapat dilaksanakan oleh seluruh tenaga kerja yang bersangkutan. d. Dapat mengajarkan kepada praktikan cara pengukuran intensitas

kebisingan yang benar. e. Dapat meminimalisir tingkat kebisingan yang ada di lingkungan sekitar. f. Dapat mengajarkan kepada praktikan usaha penanggulangan

kebisingan. g. Dapat mengendalikan kebisingan yang ada di lingkungan. h. Dapat mengajarkan kepada praktikan alat pelindung diri yang tepat untuk menanggulangi kebisingan. i. Dapat mempersiapkan praktikan sebagai ahli K3.

BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Definisi kebisingan Bunyi atau suara didengar sebagai rangsangan pada sel syaraf pendengar dalam telinga oleh gelombang longitudinal yang ditimbulkan getaran dari sumber bunyi atau suara dan gelombang tersebut merambat melalui media udara atau perangkat lainnya, dan manakala bunyi atau suara tersebut tidak dikehendaki oleh karena mengganggu atau timbul diluar kemauan orang yang bersangkutan, maka bunyi-bunyian atau suara demikian dinyatakan sebagai kebisingan. Jadi kebisingan adalah bunyi atau suara yang keberadaannya tidak dikehendaki. Dalam rangka perlindungan kesehatan tenaga kerja kebisingan diartikan sebagai semua suara/bunyi yang tidak dikehendaki yang bersumber dari alat-alat proses produksi atau alat-alat kerja yang pada tingkat tertentu dapat menimbulkan gangguan pendengaran (Sumamur 2009). Sumamur (1996) menyatakan bahwa bunyi adalah rangsanganrangsangan pada telinga oleh getaran-getaran melalui media elastis, dan jika tidak dikehendaki maka dinyatakan sebagai kebisingan. Menurut Bruel dan Kjaer (1984) bunyi didefinisikan sebagai setiap perubahan tekanan yang bisa ditangkap oleh telinga manusia. Bising didefinisikan sebagai bunyi yang tidak diinginkan, tidak disukai, dan mengganggu. Menurut Chadwick, bising secara objektif terdiri dari getaran bunyi kompleks dari berbagai frekuensi dan amplitudo, baik yang getarannya bersifat periodik maupun non periodik (Bashiruddin 2002). Berdasarkan keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 48 tahun 1996, definisi bising adalah bunyi yang tidak diinginkan dari usaha atau kegiatan dalam

tingkat atau waktu tertentu yang dapat mengganggu kenyamanan lingkungan dan dapat berimplikasi terhadap kesehatan manusia (Netrita 2008). 2. Klasifikasi Kebisingan Di tempat kerja, kebisingan diklasifikasikan ke dalam 2 jenis golongan besar (Tambunan 2005) : 1. Kebisingan Tetap dipisahkan lagi menjadi 2 jenis yaitu : a. Kebisingan dengan frekuensi terputus Kebisingan ini berupa nada-nada murni pada frekuensi yang beragam. Contohnya : suara mesin, kipas b. Broad Band Noise Kebisingan dengan frekuensi terputus dan broad band noise samasama digolongkan sebagai kebisingan tetap (steady noise). Perbedaannya adalah broad band noise terjadi pada frekuensi yang lebih bervariasi. 2. Kebisingan tidak tetap dibagi lagi menjadi 3 jenis, yaitu : a. Kebisingan fluktuatif Kebisingan yang selalu berubah-ubah selama rentang waktu tertentu. b. Intermitten noise Sesuai dengan terjemahannya, intermitten noise adalah kebisingan yang terputus-putus dan besarnya dapat berubah-ubah. Contohnya : kebisingan lalu lintas. c. Impulsive noise Kebisingan impulsif dihasikan oleh suara-suara berintensitas tinggi dalam waktu relatif singkat. Contohnya : suara ledakan senjata api Menurut Yanri seperti yang dikutip oleh Srisantyorini (2002), berpengaruh kebisingan terhadap tenaga kerja khususnya pengaruh terhadap manusia dapat dibagi menjadi 3 yaitu :

1. Bising yang mengganggu Merupakan bising yang mempunyai intensitas tidak terlalu keras 2. Bising yang menutupi Merupakan bising yang menutupi pendengaran yang jelas, secara tidak langsung bunyi ini akan membahayakan kesehatan dan keselamatan tenaga kerja karena teriakan atau isyarat tanda bahaya tenggelam dalam bising dari sumber lain. 3. Bising yang merusak Merupakan bunyi yang intensitasnya melampaui nilai ambang batas. Bunyi jenis ini akan merusak atau menurunkan fungsi pendengaran.

3. Sumber kebisingan Peningkatan mekanisme akan mengakibatkan meningkatnya tingkat kebisingan. Pembangunan yang banyak memakai peralatan modern di suatu industri atau perusahaan untuk meningkatkan produktifitas memberikan dampak terhadap tenaga kerja oleh karena bunyi yang dihasilkan mesin dalam proses tersebut akan berdampak negatif terhadap tenaga kerja. Salah satu dampak yang dihasilkan oleh mesin produksi terhadap tenaga kerja adalah menimbulkan bising di tempat kerja sehingga mengganggu kenyamanan dalam bekerja. Ketulian atau berkurangnya pendengaran juga disebabkan oleh kebisingan dimana tenaga kerja berada. 4. Pengaruh kebisingan terhadap kesehatan kerja Bising menyebabkan berbagai gangguan pada tenaga kerja seperti : 1. Gangguan fisiologis Pada umumnya bising bernada tinggi sangat menggganggu apalagi bila terputus-putus atau yang datangnya tiba-tiba. Gangguan ini dapat berupa peningkatan tekanan darah, peningkatan nadi, kostriksi pembuluh darah

perifer terutama pada tangan dan kaki, serta dapat menyebabkan pucat dan gangguan sensoris. 2. Gangguan psikologis Gangguan psikologis dapat berupa rasa tidak aman, kurang konsentrasi, susah tidur, cepat marah. Bila kebisingan diterima dalam waktu yang lama dapat menyebabkan penyakit psikosomatik, berupa gastritis, stress, kelelahan, dan lain-lain. 3. Gangguan komunikasi Gangguan komunikasi biasanya disebabkan masking effect (bunyi yang menutupi pendengaran yang jelas) atau gangguan kejelasan suara. Komunikasi pembicaraan harus dilakukan dengan cara berteriak. Gangguan ini bisa menyebabkan terganggunya pekerjaan, sampai pada kemungkinan terjadinya kesalahan karena tidak mendengar isyarat atau tanda bahaya; gangguan komunikasi ini secara tidak langsung membahayakan keselamatan kerja. 4. Gangguan keseimbangan Bising yang sangat tinggi dapat menyebabkan kesan berjalan di ruang angkasa atau melayang, yang dapat menimbulkan gangguan fisiologis berupa kepala pusing. 5. Efek pada pendengaran Efek pada pendengaran adalah gangguan paling serius karena dapat menyebabkan ketulian. Ketulian bersifat progresif. Pada awalnya bersifat sementara dan akan segera pulih kembali bila mendengar dari sumber bising namun bila terus-menerus bekerja di tempat bising, daya dengar akan menghilang secara menetap dan tidak akan pulih kembali.

5. Baku tingkat kebisingan


Baku tingkat kebisingan adalah batas maksimal tingkat kebisingan yang diperbolehkan dibuang ke lingkungan dari usaha atau kegiatan sehingga tidak menimbulkan gangguan kesehatan manusia dan kenyamanan lingkungan (KepMenLH No.48 Tahun 1996). Dan kebisingan yang dapat diterima oleh tanaga kerja tanpa mengakibatkan penyakit atau gangguan kesehatan dalam pekerjaan sehari-hari untuk waktu tidak melebihi 8 jam sehari atau 40 jam seminggu yaitu 85 dB(A) (KepMenNaker No.51 Tahun 1999, KepMenKes No.1405 Tahun 2002). Pada lampiran 2 KepMenNaker No.51 Tahun 1999. NAB dapat dilihat pada tabel dibawah ini : Waktu pemajanan per hari 8 4 2 1 30 15 7.5 3.75 1.88 0.94 28.12 14.06 7.03 3.52 1.76 0.88 0.44 Detik Menit Jam Intensitas kebisingan dB(A) 85 88 91 94 97 100 103 106 109 112 115 118 121 124 127 130 133 Bersambung

Sambungan 0.22 0.11 136 139

Tidak boleh terpajan lebih dari 140 dB(A) walaupun sesaat

Agar kebisingan tidak mengganggu kesehatan atau membahayakan perlu diambil tindakan seperti penggunaan peredam pada sumber bising, penyekatan, pemindahan, pemeliharaan, penanaman pohon, pembuatan bukit buatan ataupun pengaturan tata letak ruang dan penggunaan alat pelindung diri sehingga kebisingan tidak mengganggu kesehatan atau membahayakan. Adapun tujuan pemakaian alat pelidung diri adalah untuk mengantisipasi pengaruh kebisingan di tempat kerja, yaitu :

1. Kerusakan pada indera pendengaran. 2. Gangguan komunikasi sehingga timbul salah pengertian. 3. Mengganggu pelaksanaan pekerjaan. 4. Pengaruh faal,seperti gangguan psikomotor dan efek syaraf otonom. 5. Efek psikologis pada pekerja yaitu perasaan yang tidak nyaman dalam bekerja. 6. Penurunan produksi akibat penurunan kinerja tenaga kerja.

B. Perundang-undangan 1) Surat Keputusan Mentri Tenaga Kerja Nomor : KEP-51/MEN/1999 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisik di Tempat Kerja, yang dimaksud dengan NAB adalah standart faktor tempat kerja yang dapat diterima tenaga kerja tanpa mengakibatkan penyakit atau gangguan kesehatan dalam pekerjaan sehari-hari untuk waktu tidak melebihi 8 jam sehari atau 40 jam seminggu

2) Peraturan Pemerintah Tahun 1952 Nomor 1 tentang pengaturan jam kerja, cuti hamil, cuti haid bagi pekerja wanita, peraturan kerja bagi anak-anak, orang muda, wanita, persyaratan tempat kerja, dan lain-lain 3) Undang-undang Nomor 1 tahun 1970 pasal 13 mewajibkan Kepada semua orang yang akan memasuki tempat kerja untuk menaati semua petunjuk keselamatan kerja 4) UU No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja pasal 3 ayat 1 5) Dalam pasal tersebut disebutkan bahwa Setiap tempat kerja harus memenuhi syarat-syarat keselamatan kerja sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Syarat-syarat tersebut di antaranya adalah mencegah dan mengendalikan, timbul dan menyebar luasnya suhu, kelembaban, debu, kotoran, asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca, sinar radiasi, suara, dan getaran 6) Undang-undang No. 14 tahun1969 tentang Ketentuan Pokok Tenaga Kerja (pasal 9) tentang Pokok-Pokok Keselamatan Kerja dan Tenaga Kerja yang mengatur perlindungan tenaga kerja dalam masalah higiene perusahaan, kesehatan, dan keselamatan kerja 7) Permenakertrans No. 01/MEN/1981 tentang Kewajiban Melaporkan Penyakit Akibat Kerja.

BAB III HASIL


A. Gambar Alat, Cara Kerja dan Cara Pengukuran 1. Gambar Alat a. Sound Level Meter Rion Type NA-20/21

Keterangan gambar : 1) Mikrofon 2) Level switch 3) Level windows 4) Function switch 5) Tombol filter call int 6) Sensitivity Adjustment 7) Meterdinamic characteristic switch selector indicating

Keterangan : 1. 2. Mikrophone berfungsi untuk menangkap suara atau bunyi dari luar Level Switch untuk menentukan skala yang ditentukan pada Level Indicating Windows 3. Function Switch a. OFF berfungsi untuk mematikan atau untuk menghentikan pengukuran b. A untuk mengadakan pengukuran c. C untuk menentukan kalibrasi d. F (Flat Characteristic) untuk mengukur suara dengan tekanan tertentu

e. BATT berfungsi untuk mengetahui baterai masih hidup ataukah tidak sehingga dapat diketahui lebih awal 4. 5. Level Indicating Windows untuk menunjukkan skala yang diatur Sensitivity Adjustment untuk memutar jarum petunjuk ke CAL, jika saat kalibrasi jarum tidak menunjuk ke CAL 6. Tombol Filter Call Int berfungsi untuk a. Diputar ke CAL apabila digunakan untuk mengkalibrasikan alat b. Diputar ke INT apabila siap untuk mengadakan suatu pengukuran 7. Meter D inamic Characteristic selector switch untuk menunjukkan jenis kebisingan a. SLOW untuk mengukur jenis kebisingan yang bersifat impulsive b. FAST untuk mengukur jenis kebisingan yang bersifat continue

2. Cara Kerja

a. Sound Level Meter merk Rion Type NA-20/21 1) Pasang baterai 2) Cek voltase a) Putar switch ke BATT. b) Jika jarun tidak menunjuk pada pointer BATT, maka voltase baterai telah habis. 3) Kalibrasi a) Putar switch/in the level indicating window at centre pada 70 dB. b) Pada FILTER-CAL-INT switch ke CALL. Jarum akan menunjuk pada CAL mark, jika tidak maka putar sensitivity adjustment. 4) Pengukuran a) Putar switch ke A. b) Putar FILTER-CAL-INT ke arah INT. c) Putar level switch sesuai dengan tingkat kebisingan yang terukur.

d) Gunakan meter dynamic characteristic selector switch SLOW untuk bising yang impulsive FAST untuk bising yang continue. e) Catat hasil pengukuran f) Hitung rata-rata kebisingan sesaat (Leq) Leq = 10 log 1/N{n1.10L1/10+n2.10L2/10+n3.10L3/10++nn.10Ln/10}dBA N = jumlah kejadian/jumlah data pengukuran n = frekuensi kemunculan Ln
B. Hasil Pengukuran dan Perhitungan 1. Hasil Pengukuran

Pelaksanaan Kelompok Nama Ketua Hari/tanggal Tempat Waktu Objek :3 : Wachid Mualim : Jumat, 4 Oktober 2013 : Pasar Jebres : 10.05-11.20 : Alat pemarut kelapa

a. Data hasil praktikum kebisingan

Kegiatan Titik pertama Memarut kelapa

Jenis Kebisingan Continue

Intensitas 90 dB

Titik kedua

Membelah kelapa

Continue

80 dB

Titik ketiga

Melayani pembeli

Continue

85 dB

b. Perhitungan

BAB IV PEMBAHASAN

Dari praktikum yang telah dilaksanakan dalam mengukur tingkat kebisingan dengan menggunakan alat Sound Level Meter dari mesin pemarut kelapa bahwasanya didapat 3 titik yang mana pekerja lebih dominan dalam melakukan aktifitasnya yaitu pada saat pekerja sedang memarut kelapa, pekerja sedang membelah kelapa, dan pekerja sedang melayani para pembeli. Yang mana pada setiap titik memiliki intensitas yang berbeda-beda yaitu 90 dB, 80 dB, dan 85 dB. Dari hasil tersebut diketahui bahwa semakin jauh jarak antara sumber kebisingan dengan alat ukur Sound Level Meter maka intensitas kebisingan kadang turun kadang juga naik. Jadi tidak sesuai dengan teori karena pada saat melakukan praktikum suara kebisingan tidak hanya dari alat pemarut kelapa saja tetapi juga ada sumber kebisingan dari pihak lain, seharusnya intensitas kebisingan semakin turun sehingga sesuai dengan teori. NAB adalah standart faktor tempat kerja yang dapat diterima tenaga kerja tanpa mengakibatkan penyakit atau gangguan kesehatan dalam pekerjaan seharihari untuk waktu tidak melebihi 8 jam atau 40 jam seminggu. NAB merupakan jalan keluar dari kenyataan bahwa di tempat kerja tidak mungkin tidak adanya bahan kimia sama sekali. NAB digunakan sebagai kadar standart untuk perbandingan, pedoman untuk perencanaan dan desain pengendalian peralatan, substitusi bahanbahan yang kurang beracun, membantu menentukan gangguan-gangguan kesehatan atau penyakit akibat faktor kimiawi. Pengaruh kebisingan akan sangat terasa apabila jenis kebisingannya terputusputus dan sumbernya tidak diketahui. Menurut teori, semakin jauh jarak sumber bunyi tingkat kebisingan seharusnya semakin rendah, akan tetapi yang terjadi sebalikya, hal ini mungkin dikarenakan karena praktikan kurang teliti dalam pembacaan skala, ada sumber bunyi tambahan yang mengakibatkan tingkat kebisingan semakin tinggi, alat praktikum praktikum yang sudah tidak layak pakai, suasana praktikum yang tidak terkondisi, yang seharusnya benar-benar

dalam keadaan yang tenang sehingga yang diukur atau yang ditangkap oleh alat pengukur hanya sumber bising. Ada pun faktor yang mengakibatkan ketidaktepatan pengukuran dalam praktikum karena praktikan kurang memahami cara penggukuran, kurang teliti dalam pembacaan skala, tempat praktikum yang kurang memenuhi syarat untuk praktikum kebisingan, ruangan harus benar-benar sepi. Perlu adanya pengendalian terhadap bising yang melebihi NAB, diantaranya adalah sebagai berikut : 1. Eliminasi sumber kebisingan a. Pada teknik eliminasi ini dapat dilakukan dengan penggunaan tempat kerja baru sehingga biaya pengendalian dapat diminimalkan. b. Pemasangan mesin dan konstruksi bangunan harus dapat meredam kebisingan serendah mungkin. 2. Pengendalian secara teknik a. Memberikan pembatas akustik untuk mengabsorbsi atau memantulkan suara. b. Mengisolasi mesin c. Mengganti bagian-bagian logam yang menimbulkan bising tinggidengan bahan yang sifatnya menyerap suara, misalnya : karpet, fiber glass. d. Pondasi mesin harus baik, dijaga agar baut dan sambungannya tidak ada yang goyang. 3. Pengendalian secara administratif a. Rotasi pekerja b. Pemasangan tanda peringatan atau poster. c. Pengadaan ruang kontrol untuk tenaga kerja. d. Pelatihan dan pendidikan. e. Penggunaan APD 4. Pengendalian kebisingan pada penerima atau pekerja Teknik ini merupakan langkah terakhir apabila seluruh teknik diatas belum memungkinkan untuk dilaksanakan. Jenis pengendalian ini dapat dilakukan dengan cara pemakaian alat pelindung telinga (ear muff atau ear plug).

Berdasarkan surat Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 51/MEN/1999, intesitas yang dihasilkan oleh suara peluit tidak melebihi NAB yang telah ditetapkan yaitu tidak lebih dari 85 dB. Jika tenaga kerja bekerja ditempat yang melebihi NAB maka harus menggunakan alat pelindung diri agar terhindar dari penyakit akibat kerja. Apabila pekerja menunjukkan gejala gangguan kesehatan akibat terpapar kebisingan yang melebihi NAB maka segera diambil tindakan agar gejala tersebut dapat dikurangi atau disembuhkan. Lamanya waktu bekerja ditempat yang melebihi NAB harus sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku. Tenaga kerja tidak boleh terkena kebisingan lebih dari 140 dB walaupun sesaat. Cara pengendalian jika suatu perusahaan melebihi NAB yaitu : 1. Menghilangkan sumber bising. 2. Menutup atau mengisolasi sumber bunyi. 3. Memasang peredam suara. 4. Perawatan mesin secara teratur.

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

A.

Simpulan 1. Dari hasil perhitungan di dapatkan intensitas sebesar 89,82 dB lebih besar dari nilai ambang batas (NAB) yang ditetapkan dalam (surat PERMENAKER no.51/ MEN /1999) yaitu 85 dB. 2. Pengendalian kebisingan, dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain : a. Pengurangan kebisingan pada sumbernya b. Redesain alat c. Pemakaian APD yang tepat 3. Tidak adanya penghalang dapat mempengaruhi pengukuran kebisingan karena dapat menambah gelombang suara yang datang ke arah sound meter level sehingga intensitas suara yang terukur lebih tinggi. 4. Getaran dan aktivitas lain pada saat praktikan dapat mempengaruhi pembacaan dalam praktikum karena mengganggu arah datangnya gelombang suara ke arah alat pengukur. 5. Pencegahan terjadinya kebisingan dapat dilakukan dengan cara pengendalian awa, isolasi, redesain alat, menjaga perawatan mesin-mesin produksi dengan baik dan meningkatkan pemeriksaan bagi setiap ndividu yang selalu terpapar kebisingan. 6. Sistem pengendalian terhadap kebisingan yang dapat diterapkan di lingkungan kerja antara lain eliminasi potensi kebisingan, mengurangi kebisingan pada sumbernya, menutup sumber kebisingan, memindahkan pekerja dari sumber kebisingan, mengurangi paparan kebisingan, dan penggunaan APD. 7. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi penilaian kebisingan antara lain pada saat pengukuran dengan menggunakan alat Sound Level Meter di dalam ruangan masih terganggu oleh suara-suara lain, kekurangseriusan dari praktikan, dan Sound Level Meter yang pengukurannya tidak lagi akurat karena sudah usang.

B.

Saran

a. Dalam melakukan pengukuran hendaknya dilakukan sesuai prosedur yang telah ada sehingga praktikum dapat berjalan dengan lancar b. Berlatih dalam menggunakan Sound Level Meter agar tidak salah dalam melakukan pengukuran c. Ketika melakukan pengukuran pratikan tidak boleh bersuara dan dapat menjaga ketenangan d. Pada waktu melakukan pengukuran harus teliti dalam membaca skala desibel agar hasil yang didapat lebih akurat e. Hendaknya setelah pelaksanaan praktikum ini praktikan dapat menerapkan ilmu yang sudah didapat dalam kehidupan sehari-hari f. Mempelajari terlebih dahulu segala materi yang akan dipraktikumkan

DAFTAR PUSTAKA

Sumamur. 2009. Higene Perusahaan dan Kesehatan Kerja. Jakarta : PT. Toko Gunung Agung, pp:1-7.

Baldwin K.M, Winder W.W. Terjung RI. 1973. Glycotic enzyme in defferent types of skeletal musde : adaptasi to exercise. Am J physiol. 255:962-6.

Sumamur. 1998. Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja. Jakarta : PT. Toko Gunung Agung.

Tim Penyusun. 2010. Buku Pedoman Praktikum Semester II. DIII Hiperkes dan KK FK UNS Surakarta.

Kebisingan Serta Pengaruhnya Terhadap Kesehatan Dan Lingkungan. http://HSE-Club-Indonesia.com (4 April 2010). .

You might also like