You are on page 1of 25

ASERTIFITAS Makalah Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Manajemen Keperawatan

Penyusun : Castrena Riyani O Firman Pratama Gita Ayu Mayacita Miar Nur Triana Savitri Almira S 2C

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN BANDUNG JURUSAN KEPERAWATAN BANDUNG 2013/2014

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat, Inayah, Taufik dan Hinayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini yang berjudul Asertifitas. Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang membantu menyelesaikan makalah ini. Harapan kami semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, sehingga kami dapat memperbaiki bentuk maupun isi makalah ini sehingga kedepannya dapat lebih baik. Makalah ini kami mengakui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang kami miliki sedang dalam pembelajaran. Oleh kerena itu kami meminta maaf atas kesalahan dalam pembuatan makalah ini juga kami mengharapkan kepada para pembaca untuk memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca dalam pendidikan dalam profesi keperawatan.

Bandung, Oktober 2013

Penulis

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................................................................... i DAFTAR ISI............................................................................................................................................... ii BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................................................. 1 1.1Latar Belakang................................................................................................................................ 1 1.2 Tujuan ........................................................................................................................................... 1 1.2.1Tujuan Umum ......................................................................................................................... 1 1.2.2Tujuan Khusus ......................................................................................................................... 2 BAB II TINJAUAN TEORI ........................................................................................................................... 3 A. Komunikasi Secara Umum .............................................................................................................. 3 1. Pengertian Komunikasi ............................................................................................................... 3 2. Proses Komunikasi ...................................................................................................................... 3 3. Tujuan Komunikasi ...................................................................................................................... 4 4. Jenis-jenis Komunikasi ................................................................................................................ 4 5. Bagaimana Pemimpin Berkomunikasi......................................................................................... 5 6. Komponen Komunikasi ............................................................................................................... 7 7. Model Komunikasi ...................................................................................................................... 8 8. Aplikasi Komunikasi Dalam Asuhan Keperawatan ...................................................................... 8 9. Hambatan Dalam Berkomunikasi.............................................................................................. 10 10. Keterampilan Berkomunikasi .................................................................................................. 10 B. Komunikasi Asertif ........................................................................................................................ 11 1.Pengertian Komunikasi Asertif................................................................................................... 11 2. Cara Agar Asertif ....................................................................................................................... 11 3. Hak Dan Tanggung Jawab Dalam Komunikasi Asertif ............................................................... 12 4. Apakah Sikap Asertif Itu? .......................................................................................................... 12 5. Mengapa Sikap Asertif Di Perlukan? ......................................................................................... 14 6. Perilaku Asertif Pada Perawat................................................................................................... 14 7. Tujuan Dari Pelatihan Sikap Asertif ........................................................................................... 15 8. Unsur-unsur Sikap Asertif ......................................................................................................... 16 9. Penggunaan Yang Tepat Dari Teknik-Teknik Sikap Asertif ....................................................... 19 10. Memantau Sikap Asertif Diri Sendiri ....................................................................................... 20 BAB III PENUTUP ................................................................................................................................... 21 3.1 Kesimpulan............................................................................................................................ 21

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................................. 22 ii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai makhluk sosial, manusia senantiasa ingin berhubungan dengan orang lain. Ia ingin mengetahui lingkungan sekitarnya, bahkan ingin mengetahui apa yang terjadi pada dirinya. Rasa ingin tahu inilah yang memaksa manusia untuk berkomunikasi. Komunikasi merupakan kebutuhan yang sangat fundemental bagi seseorang dalam hidup bermasyarakat karena tanpa komunikasi masyarakat tidak akan terbentuk. Adanya komunikasi disebabkan oleh adanya kebutuhan akan mempertahankan kelangsungan hidup dan kebutuhan untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Perawat, sama seperti manusia lainnya, merupakan organisme kompleks yang memiliki perasan, rasa takut, harapan, dan kebutuhan. Sama seperti manusia lainnya, perawat adalah produk dari susunan genetiknya, lingkungan keluarga, jajaran internal,latar belakang budaya, dan pengalaman sebelumnya. Untuk menjadi perawat yang efektif diperlukan indentifikasi karakteristik yang membuat setiap orang unik termasuk dirinya. Proses pemeriksaan diri memerlukan refleksi yang lebih pribadi dan jujur mengenai efek pengaruh masa lalu dan masa sekarang pada perilaku saat ini. Perawat memiliki peran yang unik dalma asuhan kesehatan, bekerja dengan berbagai penyedia asuhan kesehatan untuk mengkoordinasikan asuhan bagi pasien. Mereka juga bekerja sebagai advokat bagi pasien, mendelegasikan dan mengawasi asuhan orang lain, berkonsultasi dengan penyedia asuhan kesehatan lainnya, dan berkolaborasi dengan dokter. Kadang-kadang komunikasi dapat jadi tantangan akibat intensitas dan ketajaman asuhan pasien. Hubungan yang berhasil dengan rekan kerja bergantung pada keterampilan komunikasi yang baik. Perawat membantu mengembangkan kesadaran diri dan keterampilan komunikasi yang menciptakan lingkungan kerja yang sehat dan mengoptimalkan hasil akhir pasien. Selain komunikasi yang baik perawat juga membutuhkan komunikasi asertif karena dengan komunikasi asertif perawat dapat menyalurkan perasaan dan pikiran secara jujur sehingga terjalin kerja sama yang baik antara semua pemberi asuhan kesehatan.

1.2 Tujuan

1.2.1 Tujuan Umum Untuk memahami konsep komunikasi secara umum dan komunikasi asertif.

1.2.2 Tujuan Khusus 1. Mahasiswa dapat menjelaskan tentang konsep komunikasi umum: pengertian komunikasi, proses komunikasi, tujuan komunikasi, jenis komunikasi, bagaimana pemimpin berkomunikasi, komponen komunikasi, model komunikasi, aplikasi komunikasi dalam asuhan keperawatan, hambatan komunikasi, dan keterampilan berkomunikasi. 2. Mahasiswa dapat menjelaskan tentang konsep komunikasi asertif: pengertian asertif, cara agar asertif, hak dan tanggung jawab asertif, sikap asertif, perlunya sikap asertif, perilaku sikap asertif pada perawat, tujuan pelatihan asertif, unsurunsur sikap asertif, penggunaan yang tepat dari teknik-teknik sikap asertif, memantau sikap asertif pada diri sendiri, dan bersikap asertif terhadap figur atasan dan anak buah.

BAB II TINJAUAN TEORI A. Komunikasi Secara Umum 1. Pengertian Komunikasi S. Suarli dan Yanyan Bahtiar, 2007 mendefinisikan komunikasi sebagai suatu pertukaran pikiran, perasaan, pendapat dan pemberian nasehat yang terjadi antara dua orang atau lebih yang bekerjasama. Elaine L. La Monica, 1998 komunikasi adalah pemindahan informasi, dan pengertian komunikasi menjadi jembatan penghubung diantara individual. Lisa Kennedy, 2009 komunikasi adalah berbagai informasi, antarindividu. Sebagai proses dinamis, komunikasi merupakan proses resiprokal (timbal-balik), mempengaruhi setiap orang di dalam hubungan tersebut Jadi, komunikasi adalah sebagai suatu pertukaran pikiran, perasaan, pendapat, pemberian nasehat dan pemindahan informasi, dan pengertian komunikasi menjadi jembatan penghubung diantara individu yang terjadi antara dua orang atau lebih yang bekerjasama sebagai proses dinamis dan proses resiprokal (timbal-balik) yang mempengaruhi setiap orang di dalam hubungan tersebut. 2. Proses Komunikasi Pengirim pesan mempunyai sebuah ide dan ingin mengkomunikasikan ide tersebut kepada orang lain. Davis, 1981 dikutip dalam Elaine L. La Monica, 1998 menyatakan dengan tegas bahwa pengirim pesan harus berfikir sebelum mengirim berita, tahap ini sangat penting. Setelah pengirim mempunyai ide yang jelas di dalam pikirannya, kemudian dipilih bahasa yang sesuai dengan ide yang akan disampaikan. Selain itu perlu juga ditentukan bahasa tubuh yang akan digunakan. Kepemimpinan dan manajemen melibatkan strategi yang sadar dan dapat dikenali untuk semua perilaku. Pilihlah bahasa yang mempunyai kemungkinan paling tinggi untuk dapat mengirimkan pesan secara akurat. Setelah ide diterjemahkan ke dalam bahasa yang dipilih, maka pesan t ersebut akan ditransmisikan oleh pengirim melalui saluran verbal dan/atau nonverbal yang sudah dipilih. Penerima pesan, yang harus masuk kedalam saluran si pengirim, akan menerima pesan dan menerjemahkannya kembali dari sebuah bahasa ke sebuah ide. Kemudian penerima berita akan bertindak sebagai respon terhadap pesan yang disampaikan. Pesan tersebut dapat disimpan atau diabaikan, penerima berita bisa mengkomunikasikan ide lain kepada pengirim, atau hanya melakukan tugas sebagai respons terhadap pesan. Apapun yang dilakukan oleh si penerima sebagai respons terhadap pesan pengirim, disebut sebagai umpan balik, yaitu sebuah pesan yang dikirim kembali ke si pengirim. Penerima pesan, kemudian berperan sebagai pengirim berita dan proses komunikasi dimulai lagi. Lingkaran seperti ini akan terus berlanjut sampai komunikasi berakhir.

3. Tujuan Komunikasi Tujuan umum dari kepemimpinan dan manajemen adalah memotivasi sistem untuk mencapai tujuan. Komunikasi ked an dengan orang lain alah jembatan (media transmisi) dimana seorang manajer dan sumber daya manusia di dalam sistemnya saling berhubungan. Seorang manajer harus mampu berkomunikasi secara efektif untuk dapat memenuhi perannya dengan baik. Tujuan penggunaan dari proses komunikasi menurut Hewitt, 1981 dikutip dalam Elaine L. La Monica, 1998: 1. Untuk mempelajari atau menjabarkan sesuatu 2. Untuk mempengaruhi perilaku seseorang 3. Untuk mengungkapkan perasaan 4. Untuk menjelaskan perilaku sendiri atau perilaku orang lain 5. Untuk berhubungan dengan orang lain 6. Untuk menyelesaikan sebuah masalah 7. Untuk mencapai sebuah tujuan 8. Untuk menurunkan ketegangan atau menyelesaikan konflik 9. Untuk menstimulasi minat pada diri sendiri atau orang lain. 4. Jenis-jenis Komunikasi Ada dua jenis komunikasi, yaitu verbal dan nonverbal. Setiap jenis dapat dipecah lebih lanjut menjadi komunikasi satu arah dan dua arah. Semua hal yang ditulis atau diucapkan termasuk dalam komunikasi verbal. Interaksi verbal antara/di antara pimpinan dan bawahan, rekan sejawat perawat dan pasien, perawat dan anggota tim kesehatan lainnya dan sebagainya, membentuk dasar bagi komunikasi verbal. Nota tertulis, pengumuman di papan tulis, dll juga termausk komunikasi verbal. James, 1932 dikutip dalam Elaine L. La Monica, 1998 mengatakan bahwa posisi tubuh yang dimiringkan ke depan mengkomunikasikan sikap positif terhadap lawan bicara, sedangkan menyandarkan tubuh ke belakang mengkomunikasikan sikap negatif. Komunikasi satu arah memiliki arti bahwa pesan dikirimkan dari pengirim berita menuju ke penerima berita, tidak ada umpan balik dalam proses ini. Sedangkan komunikasi dua arah menggunakan umpan balik. Johnson, 1981 dikutip dalam Elaine L. La Monica, 1998 menyatakan bahwa komunikasi satu arah terjadi ketika pengirim berita tidak dapat mengerti bagaimana si penerima menerjemahkan pesan yang telah dikirim. Komunikasi dua arah terjadi terjadi ketika pengirim berita menerima umpan balik atau validasi.

5. Bagaimana Pemimpin Berkomunikasi Pimpinan berkomunikasi dalam beberapa cara berikut : menyampaikan, menjual, berperan serta mendelegasikan, mendengar, memberikan dan menerima umpan balik

Gambar dikutip dari Elaine L. Monica, 1998 a. Menyampaikan, Menjual, Berperan Serta dan Mendelegasikan Hersey dan Blanchard, 1977 dikutip dalam Elaine L. La Monica, 1998 menggunakan teori kepemimpinan situasional untuk menggolongkan dan menjelaskan kata kerja aktif dari tiap bentuk perilaku pemimpin: Struktur tinggi dan pertimbangan rendah (LBI) Disetarakan dengan menyampaikan (telling) karena gaya ini dicirikan dengan adanya komunikasi satu arah dimana pemimpin menerapkan peran-peran yang dimainkan oleh bawahannya dan memerintahan kepada mereka apa, bagaimana, bilamana dan dimana bwahan harus melaksanakan berbagai jenis tugas. Struktur tinggi dan pertimbangan tinggi (LB2) Disetarakan dengan menjual (selling) karena dalam gaya ini sebagian besar dari arahan masih dinuat oleh pimpinan. Pimpinan tersebut mencoba melalui komunikasi dua arah dan dukungan sosioekonomi untuk mendapatkan dampak psikologis dari bawahannya untuk membeli (membuat) sesuatu keputusan yang harus dibuat
5

Pertimbangan tinggi dan stuktur rendah (LB3) disetarakan dengan peran serta (parsitipatif) karena pada gaya ini pimpinan dan bawahan bersama-sama membuat keputusan melalui komunikasi dua arah dan lebih di fasilitasi oleh pimpinan apabila bawahan mempunyai kemampuan dan pengetahuan untuk menyelesaikan tugas. Pertimbangan rendah dan stuktur rendah (LB4) disetarakan dengan pendelegasian karena pada gaya ini bawahan diberi kesempatan untuk memainkan kemampuan mereka memalui pendelegasian dan pengarahan umum dengan catatan bawahan memiliki kemampuan yang tinggi serta kesewasaan. Mendengarkan atau memberi atau menerima umpan balik digambarkan dengan sebuah lingkaran yang melingkari semua gaya perilaku pemimpin. Seorang manager berkomunikasi kepada dan dengan bawahannya dalam konteks tinkah laku pemimpin yang memiliki kemungkinan tertinggi untuk memotifasi bawahannya untuk menyelesaikan tugasnya. Seorang manager juga harus mampu mendengar umpan balik baik verbal maupun non verbal yang diberikan oleh bawahan dalam berespon terhadap kesan yang diberikan oleh pimpinan melalui salah satu gaya tingkah laku pimpinan. Kemudian pemimpin menerima umpan balik dan mengirimkan pesan-pesan yang lain kepada bawahannya. Proses ini terus bergulir sampai komunikasi berhenti, sampai tidak ada lagi kesan yang dikirimkan. b. Mendengar Mendengar membutuhkan kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan orang lain, lingkungan dan mengartikan pesan yang terkatakan dan tidak terkatan (La Monica, 1979). Davis, 1981 dikutip dalam Elaine L. La Monica, 1998 menyatakan bahwa mendengar (hear) menggunakan telinga, tetapi mendengarkan (listen) adalah proses pemikiran. Mendengarkan adalah kemampuan menerima pesan yang sebenarnya yang dimaksud oleh si pengirim,sejauh kemampuan manusiawi. Jika pesan diterima secara akurat, maka dapat dihasilkan keputusan yang lebih baik, karena input informasinya jelas. Waktu juga dapat di hemat jika orang mendengarkan, karena lebih banyak hal (kualitatif maupun kuantitatif ) yang dipelajari untuk suatu waktu tertentu. Lebih jauh Davis menekankan bahwa kemampuan mendengarkan dengan baik mencerminkan kemampuan seseorang dalam bersopan-santun dan merupakan sebentuk pembentukan perilaku yang memungkinkan orang lain memberi tanggapan dengan mendengarkan dengan lebih efektif. c. Memberi dan Menerima Umpan Balik Wang dan Hawkins, 1980 dikutip dalam Elaine L. La Monica, 1998 menyatakan bahwa komunikasi yang efektif membutuhkan umpan balik. Tujuan umpan balik adlah meningkatkan pengertian bersama tentang perilaku, perasaan, dan motivasi; memfasilitasi pengembangan hubungan yang saling percaya dan yang terbuka di antara manusia; dan memberikan informasi tentang efek perilaku seseorang kepada orang lain (La Monica, 1979). Umpan balik juga mempunyai makna proses pengaturan kegiatan yang akan datang yang didasarkan pada informasi tentang penampilan sebelumnya (Haynes, Massie,Wallace, 1975, h.260 dikutip dalam Elaine L. La Monica, 1998). Umpan balik dapat berupa verbal dan/atau nonverbal.
6

Umpan balik dapat diberikan dan diterima melalui berbagai cara informal. Umpan balik terjadi ketika penerima pesan mengirimkan pesan balik ke pengirim pesan yang mengisyaratkan bahwa pesan yang disampaikan telah diterimanya. Secara umum dapat dikatakan bahwa umpan balik diberikan secara konstan. Secara lebih spesifik, umpan balik harus dipancing oleh manajer sehingga informasi yang merupakan dasar dari keputusan dapat dikumpulkan seakurat mungkin. Napier dan Gershenfeld, 1973 dikutip dalam Elaine L. La Monica, 1998 mempercayai bahwa umpan balik merupakan komunikasi yang lebih tinggi, yang mana membuat aktifitas ini lebih beresiko bagi bawahan. Memberi dan menerima umpan balik dapat memperburuk keadaan dengan meningkatnya resiko dan sikaf mempertahankan diri, jika syarat-syarat dalam melakukan umpan balik tidak dipenuh. Seorang manajer dapat menguragi faktor resiko, meminimalkan sikaf defensif dan memaksimalkan penerimaan. Hal ini akan dicapai bila umpan baliknya bermanfaan, memberi dan menerima umpa balik adalh sebuah keterampilan tertentu. Laborturium pelatihan nasional untuk ilmu perilaku terapan menyatakan ciri-ciri dari umpan balik yang baik: 1. Lebih bersifat deskriftif daripada evaluatif 2. Lebih spesifik daripada umum 3. Perlu diperhitungkan kebutuhan akan umpan balik dari si penerima dan pengirim umpan balik 4. Secara langsung ditujukan pada perilaku yang mana penerima dapat melakukan sesuatu terhadapnya 5. Bersifat permohonan daripada pemaksaan 6. Waktunya diperhitungkan dengan tepat 7. Harus diperiksa untuk menjamin adanya komunikasi yang jelas 6. Komponen Komunikasi Terdapat enam komponen komunikasi : 1. Komunikator, orang yang menyampaikan atau mengirim pesan 2. Komunikan, orang yang menerima pesan 3. Pesan, sesuatu yang disampaikan oleh pengirim kepada seseorang yang dituju (penerima) dengan maksud dan tujuan tertentu. Pesan yang dapat disampaikan dapat berupa verbal, tertulis maupun nonverbal 4. Lingkungan, tempat dimana komunikasi dilaksanakan. Lingkungan ini dapat berupa lingkungan internal maupun lingkungan eksternal. Lingkungan internal meliputi nilai-nilai, kepercayaan, temperamen dan tingkat stress pengirim pesan dan penerima pesan. Sedangkan lingkungan eksternal meliputi keadaan cuaca, suhu, faktor kekuasaan dan waktu 5. Media pesan, alat atau sarana perantara yang digunakan oleh pengirim pesan dengan tujuan agar pesan bisa sampai kepada penerima. Misalnya pendengaran, penglihatan, sentuhan, media cetak maupun media elektronik 6. Tingkat pesan, tingkat pentingnya pesan, yang dapat berbentuk informasi, kata atau simbol lain.

7. Model Komunikasi Model komunikasi diantaranya adalah sebagai berikut: 1. Komunikasi tertulis, adalah bagian yang terpenting dalam organisasi. Dalam mencapai kebutuhan individu/staff, setiap organisasi telah mengembangkan metode penulisan dalam mengomunikasikan pelaksanaan dan pengelolaan, misalnya publikasi perusahaan, surat-menyurat ke staff, pembayaran dan jurnal. Manajer harus terlibat dalam komunikasi tertulis, khususnya kepada staffnya. 2. Komunikasi secara langsung/verbal, tujuannya adalah assertiveness. Perilaku asertif adalah suatu cara komunikasi yang memberikan kesempatan bagi individu ntuk mengekspresikan perasaannya secara langsung, jujur dan dengan cara yang sesuai tanpa menyinggung perasaan lawan bicara. 3. Komunikasi nonverbal, komunikasi dengan menggunakan ekspresi wajah, gerakan tubuh dan sikap tubuh atau body language. Menurut Arnold dan Boggs, 1989 dikutip dalam S. Suarli dan Yayan Bahtiar, 2007, komunikasi nonverbal melipti komponen emosi terhadap pesan yang diterima atau disampaikan. 4. Komunikasi via telepon, manajer sangat tergantung pada komunikasi dengan menggunakan telepon atau handphone. Dengan kemudahan sarana komunikasi tersebut, memungkinkan manajer untuk merespons setiap perkembangan dan masalah dalam organisasi. Oleh sebab itu untuk menjaga citra organisasi, manajer dan semua staff harus sopan dan menghargai lawan bicara setiap berbicara melalui telepon. Jika ada orang lain yang sedang menunggu untuk berbicara dan menggunakan pesawat telepon bersama, maka waktu yang digunakan harus singkat dan berbicara seperlunya saja untuk menghindari kesan negative. 8. Aplikasi Komunikasi Dalam Asuhan Keperawatan Kegiatan keperawatan memerlukan komunikasi meliputi timbang terima, interview atau anamnesis, komunikasi melalui komputer, komunikasi rahasia klien, komunikasi melalui sentuhan, komunikasi dalam pendokumentasian, komunikasi antara perawat dengan profesi lainnya, dan komunikasi antara perawat dengan pasien. 1. Komunikasi saat timbang terima Pada saat komunikasi tembang terima, diperlukan suatu komunikasi yang jelas tentang kebtuhan klien terhadap apa yang sudah dan belum diintervensi serta respon pasien yang terjadi. Perawat melakukan timbang terima dengan menyampaikan kondisi pasien secara akurat didekat pasien. 2. Interview/anamnesa Merupakan kegiatan yang selalu dilakukan oleh perawat terhadap pasien pada saat pelaksanaan asuhan keperawatan (proses keperawatan). Interview adalah suatu komunikasi dengan tujuan tertentu untuk memperoleh data tentang keadaan klien. Hal tersebut diperlukan untuk mengetahui masalah yang dihadapi pasien dan menentukan tindakan yang tepat. Oleh karena interview bersifat terencana, maka data yang didapatkan harus akurat dan tanpa bias.

3. Komunikasi melalui komputer Komputer merupakan suat alat komunikasi yang cepat dan akurat pada manajemen keperawatan saat ini. Penulisan data-data klien dalam komputer akan mempermudah perawat lain dalam mengidentifikasi masalah pasien dan memberikan intervensi yang akurat. Melalui komputer, informasi-informasi terbaru dapat cepat didapatkan dengan cara mengakses informasi dari internet. 4. Komunikasi tentang kerahasiaan Pasien yang masuk dalam sistem pelayanan kesehatan, menyerahkan rahasia dan memiliki rasa percaya kepada institusi. Perawat sering dihadapkan pada suatu dilemma dalam menyimpan rahasia pasien. Di satu sisi perawat membutuhkan inforasi dengan menghubungkan apa yang dikatakan klien dengan orang lain, namun di sisi lain harus memegang janji untuk tidak menyampaikan informasi tersebut kepada siapapun. 5. Komunikasi melalui sentuhan Komunikasi melalui sentuhan pada pasien merupakan metode dalam mendekatkan hubungan antara pasien dengan perawat. Sentuhan yang diberikan oleh perawat juga dapat berperan sebagai terapi bagi pasien, khususnya pasien dengan depresi, kecemasan dan kebmbangan dalam mengambi suatu keputusan. Teapi yang perlu dicatat dalam sentuhan adalah perbadaan jenis kelamin antara perawat dan pasien. Dalam situasi ini perlu adanya suatu persetujuan. 6. Dokumentasi sebagai alat komunikasi Dokumentasi adalah salah satu alat yang sering digunakan dalam komunikasi keperawatan. Hal ini digunakan untuk memvalidasi asuhan keperawatan, sarana komunikasi antar tim kesehatan, dan merupakan dokumen pasien dalam pemberian asuhan keperawatan. Keterampilan komunikasi yang efektif memungkinkan perawat untuk mengkomunikasikan kepada tenaga kesehatan lainnya dan menjelaskan apa yang sudah, sedang, dan akan dikerjakan oleh perawat. Manfaat komunikasi dalam pendokumentasian adalah: a. Dapat digunakan kembali untuk keperluan yang bermanfaat b. Mengkomunikasikan kepada tenaga perawat dan tenaga kesehatan lainnya tentang apa yang sudah dan yang akan dilakukan kepada pasien c. Bermanfaat untuk pendataan pasien yang akurat karena berbagai informasi mengenai pasien telah dicatat 7. Komunikai perawat dan tim kesehatan lainnya Komunikasi yang baik akan meningkatkan hubungan professional antara perawat dan tim kesehatan lainnya, seperti dokter, ahli gizi dan fisiotherapy. Selain itu komunikasi yang baik juga bermanfaat bagi pengembangan model keperawatan professional karena hal tersebut merupakan sarana peningkatan komunikasi. Komunikasi yang dimaksudnkan disini adalah adanya suatu kejelasan mengenai pemberian informasi dari masing-masing individu sesuai dengan kedudukannya.

9. Hambatan Dalam Berkomunikasi Hambatan-hambatan yang dapat terjadi dalam berkomunikasi antara perawat dengan klien dapat teratasi apabila perawat mengetahui beberapa ucapan yang perlu dihindari dalam kondisi seperti di bawah ini: 1. Memberi nasihat atau memberi tahu cara pemecahan masalah keperawatan yang menunjukkan seakan-akan klien klien tidak mampu melakukannya sendiri. Contoh: Mengapa Anda tidak melakukan Bila saya adalah Anda maka saya akan Akan lebih baik jika Anda 2. Berupaya untuk menenteramkan hati, di mana perawat memberikan informasi tidak berdasarkan fakta tetapi lebih bertujuan untuk memberikan perasaan senang. Contoh: Tidak perlu cemas, tidak apa-apa kok Jangan bersedih, semua orang dapat mengalami 3. Mengalihkan pembicaraan mengenai hal-hal yang mengancam kepada hal-hal yang kurang mengancam. Hal ini dapat terjadi karena perawat tidak bersedia atau tidak siap untuk mendengarkan ungkapan perasaan menyakitkan yang dialami klien. Contoh: Kita bicara soal ini lain kali saja. 4. Membuat penilaian terhadap perilaku klien berdasarkan sistem nilai yang dianut oleh perawat. Contoh: Anda salah, Anda malas untuk berobat. 5. Menunjukkan perilaku yang berfokus pada diri perawat. Contoh: Dapatkah Anda ulangi, saya tidak mendengar. 6. Memberikan pengarahan atau petunjuk yang harus diikuti dengan mengabaikan kemampuan klien, dan menganggap klien tidak mampu untuk mengatasi masalahnya. Contoh: Bukan begitu caranya, mestinya Anda melakukan 7. Mengajukan pertanyaan yang berlebihan tanpa memperhatikan perasaan klien. 8. Memberikan komentar klise atau stereotype, yaitu member komentar dengan katakata secara spontan tanpa tujuan yang jelas. Contoh: Hati-hati kalau tidak teratur makan! Disuntik ya, tidak sakit kok! 10. Keterampilan Berkomunikasi Komunikasi merupakan alat atau sarana yang digunakan dalam menjalin hubungan. Teknik berkomunikasi yang digunakan secara tepat dapat menciptakan hubungan teraupetik, dan apabila tidak tepat akan menimbulkan masalah bagi klien dan perawat. Dalam teknik berkomunikasi ini, ada tiga keterampilan yang diperlukan untuk membina hubungan terapeutik antara perawat dan klien. 1. Kehadiran atau keberadaan perawat Kehadiran berarti kebersamaan fisik dan psikologis dalam berkomunikasi dengan klien.hal itu antara lain mencangkup mendengarkan dan mengamati, serta memberikan perhatian terhadap ucapan dan perilaku klien.epenampialn fisik alah

10

perhatian yang diberikan melalui penampakan tubuh dan kehadiran psikologis. Kehadiran psikologis disini berarti perhatian melalui pikiran dan perasaan. 2. Periku norverbal Beberapa macam perilaku nonverbal dapat memengaruhi hubungan perawat dengan klien. Perilaku nonverbal tersebut adalah sebagai berikut: a. Aktivitas fisik, meliputi gerakan tubuh, ekspresi wajah, sikap atau postur tubuh, kontak mata, dan gerakan mata serta sentuhan. b. Vokalisasi, meliputi bahasa yang digunakan dengan pengaturan tekanan suara atau nada bicara dan kecepatan bicara. c. Jarak antarpembicara, jarak antara perawat dengan klien dalam bina hubungan interpersonal adalah 45-120 cm sehingga memungkinkan kontak mata dan sentuhan. 3. Keterampilan memberi respon Keterampilan ini digunakan oleh perawat untuk menyampaikan pengertian kepada klien, memberikan umpan balik, dan memperjelas pemahaman perawat tentang pembicaraan dan perilaku klien. Untuk dapat memberikan respon yang tepat, diperlukan kemampuan perawat yang mendasari hubungan perawat dengan klien. Kemampuan perawat tersebut meliputi hal-hal sebagai berikut: a. Empati, yaitu merasakan yang dialami klien; b. Kesetiaan, yaitu bersikap terbuka, jujur, dan tulus; c. Kesiapan diri, yaitu peka dan mau menyediakan diri untuk membantu klien; d. Bersikap objektif dan konkret, yaitu berdasarkan pernyataan; e. Menerima klien dengan menghargai, menghormati dan memperhatikannya; f. Bersikap asertif, yaitu dapat mengemukakan ketidaksesuaian pendapat tanpa menyinggung perasaan, menyakiti hati, atau merugikan orang lain.

B. Komunikasi Asertif 1.Pengertian Komunikasi Asertif Komunikasi asertif adalah komunikasi yang menyatakan diri secara langsung, jujur, tepat, dan tidak melanggar hak dan tanggung jawab orang lain. (S. Suarli dan Yanyan Bahtiar 2007) Asertifitas adalah keterampilan yang digunakan untuk secara mengkomunikasikan pikiran dan perasaan. ( Lisa Kennedy Shaldon 2009) efektif

Jadi, asertifitas adalah keterampilan yang digunakan untuk secara efektif mengkomunikasikan pikiran dan perasaan yang menyatakan diri secara langsung, jujur, tepat, dan tidak melanggar hak dan tanggung jawab orang lain. 2. Cara Agar Asertif Ada beberapa cara agar asertif ini berjalan dengan baik, yaitu :

11

1. 2. 3. 4. 5. 6.

Merefleksikan apa yang dikatakan; Mengulangi pernyataan dengan tegas dan terus-menerus; Menunjukan asumsi selengkapnya melalui komunikasi verbal atau nonverbal; Menyatakan kembali dengan bahasa asertif, artinya bukan bahasa agresor; Mengajukan pertanyaan, yang orang lain. (S. Suarli dan Yanyan Bahtiar 2007)

3. Hak Dan Tanggung Jawab Dalam Komunikasi Asertif Hak Tanggung jawab Bicara Mendengar Menerima Memberi Menghadapi masalah Menyelesaikan masalah Memperoleh kenyamanan Mengamankan orang lain Bekerja Berbuat baik Berbuat kesalahan Memperbaiki kesalahan Tertawa Menggembirakan orang lain Berteman Menjadi teman Mengkritik Memberi hadiah Memperoleh imbalan Memberi imbalan atas karya orang lain Menjadi mandiri Menagis Dapat bergantung pada orang lain Dicintai Mengeringkan air mata Mencintai

4. Apakah Sikap Asertif Itu? Tidaklah mengherankan jika banyak orang yang menganggap asertif mempunyai arti yang sama dengan agresif. Menurut rumusan-rumusan yang ada di kamus, mereka di katakan sebagai sinonim. Tetapi para profesional yang mendidik sikaf asertif pada orangorang, memberikan arti yang berbeda pada kedua kata tersebut. Komunikasi pasif adalah sebuah komunkasi dimana kebutuhan, keinginan, hasrat, atau kekhawatiran seseorang tidak di ungkapkan secara ekplisit, biasanya karena pengirim meyakini bahwa penerima pesan menginginkan sesuatu yang lain, atau pengirim secara sadar atau tak sadar merasa bahwa penerima bertanggungjawab untuk memahami atau pembaca pikiran. Komunikasi agresif melibatkan pembebanan kebutuhan, keinginan, hasrat atau kekhawatiran seseorang terhadap orang lain. Dalam komunikasi yang asertif selalu terdapat dua pemeran; dua orang dapat mengungkapkan kebutuhan, keinginan, hasrat, atau kekhawatiran mereka, dan terdapat kesempatan bagi keduanya untuk saling mendengar dan berespon secara tidak defensif. Pesan yang asertif adalah pesan yang terbuka yang membantu atau meningkatkan komunikasi yang efektif, pemahaman, dan/atau kedekatan.

12

Model membedakan perilaku asertif Agresif Isi bicara Menuntut, menyalahkan memberi perintah pada saat tidak tepat, memvonis, memaksakan kehendak Asertif Jujur, terbuka, pujian dan kritik secara tepat, menolak yang tidak tepat, menyatakan secara jelas. Submisif Diawali dengan kata maaf, khawatir, bicara tidak langsung, menempatkan pada posisi rendah, mengeluh dibelakang, tanpa negosiasi.

Kontak mata

Tatapan menekan, melihat kebawah dari ketinggian

Tatapan mata langsung, relaks, berada pada level yang sama bila memungkinkan Relaks, menghadapi orang lain secara langsung dengan jarak yang dapat diterima

Menghindari kontak mata, melihat keatas dari posisi yang lebih rendah

Postur gestur

Tegas menunjukan difensif, secara fisik memposisikan lebih tinggi, menunjukan posisi menang dengan kepalan tangan yang tidak perlu Banyak melakukan interupsi, tidak memberi waktu kepada orang lain

Gugup, tidak menghadapi orang lain secara langsung, menempatkan diri pada posisi lebih rendah.

Penggunaan Waktu

Secara tepat menggunakan waktu untuk menyatakan pandangannya memberi kesempatan pada yang lain untuk menyatakan pendapatnya. Relaks, tenang, terbuka, wajar, menyenangkan

Ragu2, meninggalkan kesempatan. banyak

Ekspresi

Marah, Tegang berang

Gugup, rasa bersalah, tanpa ekspresi sama sekali

13

5. Mengapa Sikap Asertif Di Perlukan? Pesan-pesan agresif dan pasif keduanya adalah merugikan, kadng-kadang hanya merugikan percakapan tetapi seringkali juga merugikan relasi. Komunikasi pasif mebiarkan pengiriman atau penerimaan pesan dengan pikiran-pikiran atau perasaan yang masih memerlukan ungkapan, ini sering menimbulkan kebencian atau keyakinan bahwa seseorang telah salah mengerti atau bahwa apa yang di katakan tak ada akibatnya terhadap orang lain. Meskipun ada bukti kebencian, tetapi sumbernya tidak jelas. Pesaing pasif adalah informasi yang tidak lengkap, sehingga tidak membantu orang lain untuk mengerti kebutuhan, keinginan, hasrat, kekhawatiran, atau membatasi pemahaman kepada si pengirim. Agenda tersembunyi di balik pesan pasif sering merupakan ketidakmauan untuk bertanggungjawab terhadap masalah yang ditangani, keinginan untuk diasuh, berbagai harapan yang tidak realistik, atau ketidakmauan untuk menerima akibat atas tindakannya. Perilaku agresif mempunyai efek merugikan yang langsung dan jelas terlihat pada korbanya, sehingga kadang-kadang tidak teramati oleh si agresor. Prilaku agresif cenderung menimbulkan reaksi melawan atau melarikan diri; orang memberikan respons dengan agresi yang sama atau lebih besar, atau menarik diri. Agresor seharusnya peka terhadap kenyataan bahwa ia sedikitnya bertanggungjawab reaksi yang terjadi; tetapi kepekaan itu jarang ada pada saat agresi tersebut. Kepasifan yang lama, sering menjurus ke ledakan agresi jika terjadi rangsangan yang tepat- atau seperti pepatah jerami yang mematahkan punggung unta. Pada saat tersebut, tidak lagi ada waktu untuk diskusi dan mediasi. Pernyataan saya telah muak, dan saya berhenti, dapat menunjukan telah menumpuknya kebencian yang diakibatkan dari kepasifan. Jelas bahwa tidak terdapat banyak kesempatan untuk tawar-menawar karena orang yang membuat pernyataan ini sudah bangkit dan pergi. Perilaku asertif diperlukan, sedikitnya jika dilihat dari dua sudut pandang: (1) ini menunjukan komunikasi yang terbuka, dewasa, dan langsung, yang memungkinkan orang lain untuk melihat dan mengetahui perasaan seseorang, serta meningkatkan harga diri (Percell, 1977 dikutip dalam Elaine L. La Monica, 1998) dan (2) merupakan cara yang tidak terlalu mahal untuk menciptakan hubungan antar-pribadi yang efektif daripada perilaku pasif atau agresif. 6. Perilaku Asertif Pada Perawat Kebutuhan untuk pelatihan sikap asertif bagi para perawat telah banyak dicatat, baik melalui praktek keperawatan di lapangan maupun secara tertulis di literatur (Clark, 1978, 1979; Marriner, 1979; Pardue, 1980 dikutip dalam Elaine L. La Monica, 1998). Tetapi, ungkapan akan kebutuhan ini selama ini terbatas untuk kepala dan manajer perawat. Terdapat alasan untuk meyakini bahwa staf perawat, terutama pada permulaan karir mereka, dapat memperoleh keuntungan dari latihan sikaf asertif, khususnya karena kebanyakan perawat adalah wanita, yang seringkali merupakan korban dari semua akibat sosialisasi peran seksual, yang dilaksanakan untuk menghambat perilaku asertif (Jakubowski-Spector, 1973).

14

Karakteristik pekerjaan keperawatan sedang berubah, sehingga tercipta tuntutan untuk tanggung jawab dan wewenang yang lebih besar pada semua tingkat profesi keperawatan. Kebutuhan ini merupakan konsep peran dan konsep diri profesional dari para praktisi keperawatan. Super, 1957 dikutip dalam Elaine L. La Monica, 1998 mengatakan bahwa pemilihan karir adalah sebuah cara untuk implementasi konsep diri seseorang. Karenanya , keterlibatan dengan pekerjaan yang memungkinkan ungkapan diri dan yang sesuai dengan nilai-nilai pribadi dapat menjadi sebuah fungsi dan gaya kepribadian, selai juga merupakan sumber dan kesempatan. Meskipun terdapat banyak alasan untuk memilih keperawatan sebagai karir, tetapi motif utama seseorang adalah kesempatan untuk mnolong orang lain. Di masa dulu, perawat menerima saja tuntutan untuk kepatuhan yang tidak dapat dipertanyakan, bertahannya posisi seseorang di dalam hirarki, dan ketergantungan bawahan pada atasan. Akar sejarah keperawatan telah minimbulkan pandangan yang meluas tentang perawat sebagai tangan kanan dokter, lebih bersifat pelaku daripada pemikir, dan lebih bersifat reaktor daripada inisiator (Keller, 1973 dikutip dalam Elaine L. La Monica, 1998). Melanjutkan paragraf sebelumnya, terdapat beberapa alasan mengapa pelatihan sikap asertif menarik minat para perawat: (1) para perawat yang lebih menyukai sikap reaktif mungkin perlu lebih mengenal dan mahir dalam keterampilan dan bahasa yang lebih aktif berpartisipasi dalam pekerjaan mereka. (2) mereka yang mendukung peran perawat yang profesional dan primer mungkin akan menemukan bahwa pelatihan sikaf asertif akan berguna untuk memungkinkan perkembangan sikap-sikap perilaku keperawatan yang bertanggung jawab, serta keterampilan komunikasi yang efektif, dan (3) para profesional keperawatan yang peduli pada pandangan masyarakat terhadap keperawatan mungkin dapat menemukan cara untuk mengkomunikasikan sikap-sikap dan harapan-harapan mereka dengan lebih jelas. 7. Tujuan Dari Pelatihan Sikap Asertif Wheeler, 1977 dikutip dalam Elaine L. La Monica, 1998 menunjuk bahwa tujuan dari pelatihan sikap asertif adalah untuk mengajar orang tentang bagaimana menggunakan hak mereka, untuk membantu mereka dalam mengembangkan berbagai perilaku, dan untuk membantu mereka untuk bertindak menurut minat terbaik mereka sendiri. Karena pelatihan sikap asertif ini adalah metoda perilaku (bukan metoda yang berorientasi pada pemahaman), maka tujuannya lebih bersifat induktif daripada deduktif. Terdapat tiga tingkatan dimana sikaf asertif ini terjadi: teknik, pola respon, dan pola hidup. Penguatan terhadap sikap asertif ini akan terjadi sementara seseorang belajar dan berlatih teknikteknik asertif. Membuat permintaan, mengatakan tidak, menerima pujian, dan mengungkapkan kekhawatiran akan menjadi lebih mudah, sehingga orang akan lebih menghargai dirinya dan interaksi akan meningkat. Dan pada gilirannya, hal-hal ini dapat menjuruskan ke pola respon asertif, dimana sikap asertif menjadi lebih terasa wajar dan ditandai oleh ungkapan-ungkapan verbal dan non verbal yang terbuka. Pada tingkat kognitif yang paling rumit, seseorang dapat mengembangkan pola hidup asertif, yang meliputi kesadaran intra dan interpersonal. Bila pelatihan sikap asertif dilakukan pada
15

tingkat ini, hasil akhirnya sangat mirip dengan tujuan dari banyak bentuk psiko-terapi manusia: yaitu kemudahan dalam hubungan interpersonal; keselarasan pikiran, perasaan, dan perilaku; dan kemauan menerima tanggung jawab atas tindakan seseorang serta untuk menerima akibat dari tindakan tersebut. Shoemaker dan Satterfield, 1977 dikutip dalam Elaine L. La Monica, 1998 telah membuat sebuah model dari proses induktif ini. Tingkat 3 Pola hidup asertif Tingkat 2 Pola respon asertif

Tingkat 1 Teknik-teknik Sikap asertif

8. Unsur-unsur Sikap Asertif Secara garis besar, sikap asertif dapat terbagi menjadi dua unsur: verbal dan nonverbal. Untuk dikategorikan sebagai asertif, sebuah komunikasi harus mengandung kedua unsur ini. Mungkin saja seseorang mengatakan semua kata-kata yang benar, misalnya, Saya ingin anda mengembalikan baju yang anda pinjam, tetapi ia mengatakannya dengan cara yang agresif (tangan di pinggang, mata membelalak, suara tinggi) atau cara yang pasif (suara kecil, mata sedih, nada memohon) sehingga penerima pesan merasa tersinggung atau tidak nyaman. Agar sebuah pesan benar-benar asertif, kata-kata dan irama dibalik kata-kata harus berjalan bersama. Unsur Nonverbal Serber, 1977 dikutip dalam Elaine L. La Monica, 1998 menyebutkan bahwa unsur non-verbal dari perilaku adalah: Kekerasan suara Kelancaran mengatakan kata-kata Kontak mata Ungkapan wajah Ungkapan tubuh, dan Jarak dengan orang kepada siapa seseorang berinteraksi

16

Kekerasan suara. Berteriak atau berbisik bukanlah sikap asertif. Nada suara tidak tergantung pda isi pesan yang dikirim. Nada yang asertif harus keras dan tegas sehingga terdengar dengan jelas; tetapi tidak boleh terlalu keras sehingga memekakkan telinga penerima. Kelancaran. Kelancaran mengatakan kata-kata juga tidak tergantung pada isi pesan. Orang yang menggunakan terlalu banyak penghentian atau kata-kata pengisi seperti uh, er, huh, anda tahu, seperti, dan sebagainya, cenderung dilihat sebagai orang yang rag, sedangkan orang yang bicara terlalu cepat sering dialami oleh orang lain sebagai orang yang terlalu membebani. Yang asertif adalah kecepatan bicara yang sedang dan tidak terputus-putus. Kontak mata. Tidaklah mungkin untuk menjadi asertif bila tidak melihat kepada penerima yang diharapkan. Tanpa kontak mata, tidaklah terdapat cara untukmengukur sebuah respon, dan penerima pesan dipaksa untuk masuk kepada pemberi pesan supaya memberikan umpan balik komunikasi. Tentu saja, membelalak atau menatap tajam adalah hal yang intrusif. Kontak mata asertif berarti bahwa seseorang mampu memandang wajah penerima secara (hampir) terus-menerus tetapi tanpa intensitas tertentu yang membuat penerima merasa ditantang. Ungkapan wajah. Orang yang terkekeh-kekeh saat marah atau mengerutkan dahi saat mengatakan sayang, akan mengkhianati isi dari kata-kata mereka. Bila merah, janganlah tersenyum; bila menunjukan penghargaan, tersenyumlah. Meskipun ungkapan wajah sulit untuk diukur atau digambarkan, kebanyakan orangtelah tersosialisasi untuk mampu memilih ungkapan wajah yang cocok untuk arti kata-kata mereka. Bila seseorang tidak mampu untuk menyelaraskan kata-kata dengan irama, seringkali hal ini merupakan tanda dari rasa tidak nyaman atau kecemasan; karena keselarasan dan kecemasan merupakan reaksi-reaksi eksklusif yang saling menguntungkan, maka menjadi selaras dapat membantu mengurangi kecemasan. Ungkapan tubuh. Seperti ungkapan wajah, cara seseorang berdiri, duduk, atau bergerak sebenarnya menyampaikan sekumpulan sikap yang kompleks. Seseorang yang duduk membungkuk dapat dilihat sebagai marah, tidak berminat, atau ketakutan. Tangan menyilang dapat memberikan pesan bahwa seseorang berhati-hati, bersiaga, atau tidak menerima. Tangan di pinggang dapat menunjukkan perlawanan, perilaku merendahkan, sedangkan postur yang kaku seperti kayu dapat menunjukan ketakutan. Orang yang asertif dalam ungkapn tubuhnya akan tampak santai tetapi tidak membungkuk, berdiri tegak tanpa menjadi kaku, dan menggunakan tangan serta bahu untuk menekanakan pembicaraan mereka tanpa menjadi terlalu memaksa atau kasar. Jarak. Seberapa jauh seseorang berdiri dari orang lain ketika berinteraksi akan berbeda-beda dalam setiap kebudayaan dan setiap orang. Istilah gelembung telah diterapkan untuk batas tidak kasat mata yang digunakan oleh seseorang untuk melindungi dirinya dari intrusi orang lain (Sommer, 1969 dikutip dalam Elaine L. La Monica, 1998). Di Eropa selatan misalnya, orang akan melihat betapa dekat jarak berdiri orang-orang
17

Eropa ini ketika mereka sedang terlibat dalam pembicaraan. Sedangkan akan wajar bagi orang Amerika untuk bergerak menjauh agar mereka merasa lebih nyaman-dengan kata lain untuk melindungi gelembung mereka. Meskipun contoh yang baru diberikan lebih bersifat perbedaan budaya daripada pola interpersonal, tetapi mungkin saja orang Amerika akan melihat teman baru Eropanya sebagai orang yang agresif atau intrusif. Lawan dari kedekatan ini adalah jarak yang terlalu jauh. Suatu dialog interpersonal yang berarti biasanya tidak terjadi pada jarak lima kaki. Orang yang asertif dalam jarak mereka dari orang lain, akan berdiri cukup dekat sehingga tidak banyak yang dapat lewat di antara mereka dan penerima mereka (misalnya, tubuh orang lain) tetapi tidak terlalu dekat sehingga memecahkan gelembung mereka. Unsur Verbal Apa yang dikatakan sama pentingnya dengan bagaimana cara seseorang mengatakannya. Misalnya, kemungkinannya kecil bahwa seseorang yang membuat pernyataan atau permintaan yang tidak jelas akan mendapat respon yang sesuai. Si pendengar belum tentu tidak responsif, tetapi pesannya terlalu samar untuk mendapatkan respon yang jelas. Cooley dan Hollandsworth, 1977 dikutip dalam Elaine L. La Monica, 1998 telah menyebutkan tiga unsur verbal dari pernyataan yang asertif : 1. 2. 3. Mengatakan tidak atau menyatakan sikap; Meminta bantuan atau mempertahankan hak, dan Mengungkapkan perasaan.

Kerangka dasar yang mereka gunakan untuk mengajar unsur verbal dari sikap asertif digambarkan pada tabel 12-2. Tabel 12-2 Unsur verbal pernyataan yang asertif Mengatakan tidak atau menyatakan sikap 1. Posisi: Pernyataan, biasanya pro atau kontra, tentang sikap seseorang tentang sebuah isu atau respon seseorang terhadap sebuah permintaan atau tuntutan 2. Alasan: Pernyataan diajukan untuk menjelaskan atau membenarkan posisi, permintaan, atau perasaan seseorang. 3. Pemahaman: Pernyataan mengenali dan menerima posisi, permintaan, atau perasaan orang lain Meminta bantuan atau mempertahankan hak 4. Masalah: Pernyataan menggambarkan suatu situasi yang tidak memuaskan yang perlu dirubah 5. Permintaan: Pernyataan meminta sesuatu yang diperlukan untuk mengatasi masalah 6. Penjelasan: Pernyataan dirancang untuk menghasilkan informasi tambahan atau spesifik tentang masalah yang terlibat Ungkapan perasaan. 7. Ungkapan pribadi: Pernyataan mengkomunikasikan emosi, perasaan, atau ungkapan yang cocok lainnya, seperti ucapan terima kasih, kasih sayang, atau kekaguman

18

Mengatakan tidak. Pernyataan asertif dapat berupa inisiasi atau reaksi. Terdapat caracara untuk mengatakan tidak secara asertif sebagai respon terhadap permintaan orang lain atau kebutuhan orang lain. Banyak orang merasa disudutkan ketika diminta untuk melakukan sesuatu yang tidak ingin mereka lakukan. Meskipun demikian, setiap orang akan pernah merasa ingin atau perlu untuk menolak kebaikan atau permintaan: bila mengatakan tidak menimbulkan rasa tidak nyaman, maka seseorang dapat secara tidak menjadi agresif atau terlalu membenarkan penolakan. Sebuah aspek penting dari mengatakan tidak secara asertif adalah bahwa penolakan dipahami dan dipercaya. Mengatakan terlalu banyak akan membuat seseorang tidak meyakinka, dan mengatakan terlalu sedikit dapat tampak sebagai penolakan. Mengatakan tidak secara asertif berarti seseorang dapat menolak sebuah permintaan dan memberi alasan dari penolakannya sambil menunjukkan bahwa orang lain tersebut telah didengarkan. Menunjukkan sikap. Unsur dari asertif ini bisa merupakan inisiasi atau respon terhadap suatu situasi. Untuk kunci pada area ini adalah kejelasan dari posisi seseorang, penghargaan diri dengan mana posisi tersebut dinyatakan, dan pemahaman tentang posisi orang lain. Meminta pertolongan. Orang mempunyai hak untuk mendapatkan segala yang dimintanya, tetapi perlu ada ijin untuk memintanya. Bila seseorang merasa sulit untuk meminta pertolongan, hal ini kadang-kadang berarti ia takut ditolak dan bukan sekedar suasananya yang sulit atau mungkin berarti bahwa seseorang akan merasa bersalah dan wajib untuk meminta. Ketika meminta pertolonga, bersikaf asertif berarti menyatakan masalah dengan jelas dan membuat permintaan yang khusus. Seberapa lama orang harus bertahan dengan permintaannya adalah masalah penilaian; permintaan harus berakhir dengan persetujuan atau dengan pemahaman mengapa tidak dapat atau tidak boleh disetujui. Jangan mengakhiri permintaan sebelum titik ini dicapai. Mengajukan hak. Tiap manusia memiliki hak untuk berbicara. Unsur kunci dari pengajuan hak hampir sama dengan unsur kunci dari permintaan pertolongan; menyatakan masalah, membuat permintaan khusus untuk perbaikan atau perubahan, dan bertahan sampai seseorang telah mengkomunikasikan sebuah hal dengan efektif Ungkapan perasaan. Meskipun perasaan sering muncul dan tampak dari perilaku nonverbal, orang mungkin tidak mengetahui perasaan orang lain kecuali jika perasaan itu diungkapkan melalui kata-kata. Sebagian sikap dari menjadi asertif adalah mengungkapkan emosi, seperti marah dan kasih sayang. 9. Penggunaan Yang Tepat Dari Teknik-Teknik Sikap Asertif Seperti telah dibahas sebelumnya, hanya sedikit orang yang tidak asertif (pasif) atau agresif. Kebanyakan orang bervariasi dalam sikaf asertifnya dari situasi ke situasi, dan derajat keintiman yang dibagikan kepada orang lain juga berpengaruh pada variasi ini. Salah satu perbedaan yang lebih umum dari sikap asertif di dalam diri seseorang, dan bukan di antara beberapa pribadi, adalah pada bagaimana pemimpin berespon terhadap bukan rekan kerjanya, yaitu mereka yang lebih berkuasa terhadap mereka yang kurang
19

berkuasa. Di tempat kerja, hal ini sering diperparah jika atasannya adalah laki-laki dan anak buahnya adalah perempuan. Jika ditambah unsur perbedaan latar belakang pendidikan, maka akan dapat dimengerti bagaimana sikap asertif dapat menjadi membingungkan dan sulit. 10. Memantau Sikap Asertif Diri Sendiri Ada dua mekanisme memberi umpan balik tentang sikap asertif: mekanisme umpan balik internal dan eksternal. Mekanisme Umpan Balik Internal Tidak asertif dapat dirasakan dalam tubuh dan biasanya dialami sebagai ketegangan di lambung, dada, tenggorok, bahu, dan/atau leher. Mungkin ada keinginan untuk menyerang kembali, tetapi dengan kadar yang setara anda tahu bahwa tindakan itu terlalu berisiko. Marah agresif sering dirasakan sebagai amukan internal dengan harapan untuk lebih berkuasa terhadap sasaran agresi. Mekanisme Umpan Balik Eksternal Penerima pesan yag tidak asertif atau agresif akan memberikan umpan balik kepada pengirim. Pengirim yang bertindak seperti korban cenderung akan diserang atau diabaikan. Tetapi, korban dari agresi mungkin berespon dengan menarik diri dan bertahan dengan pasif; kadang-kadang responnya adalah menyerang kembali. Tidak ada orang yang selalu asertif sepanjnag waktu. Bila seseorang merasa kehilangan kontak dengan orang lain melalui agresi, orang tersebut harus mengatakan sesuatu seperti; Saya kira saya mengabaikan perasaan anda-saya minta maaf. Dapatkah kita bicara tentang apa yang baru saja terjadi?. Sebaliknya, bila peninjauan kembali membuat seseorang menyadari sikap tidak asertif dalam suatu situasi, tidak ada hukum yang mengatakan bahwa respon yang asertif tidak dapat dilakukan di waktu berikutnya.

20

BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan Komunikasi adalah sebagai suatu pertukaran pikiran, perasaan, pendapat, pemberian nasehat dan pemindahan informasi, dan pengertian komunikasi menjadi jembatan penghubung diantara individu yang terjadi antara dua orang atau lebih yang bekerjasama sebagai proses dinamis dan proses resiprokal (timbal-balik) yang mempengaruhi setiap orang di dalam hubungan tersebut. Ada dua jenis komunikasi, yaitu verbal dan nonverbal. Setiap jenis dapat dipecah lebih lanjut menjadi komunikasi satu arah dan dua arah. Komunikasi satu arah memiliki arti bahwa pesan dikirimkan dari pengirim berita menuju ke penerima berita, tidak ada umpan balik dalam proses ini. Sedangkan komunikasi dua arah menggunakan umpan balik. Asertifitas adalah keterampilan yang digunakan untuk secara efektif mengkomunikasikan pikiran dan perasaan yang menyatakan diri secara langsung, jujur, tepat, dan tidak melanggar hak dan tanggung jawab orang lain. Tidaklah mengherankan jika banyak orang yang menganggap asertif mempunyai arti yang sama dengan agresif. Menurut rumusan-rumusan yang ada di kamus, mereka di katakan sebagai sinonim. Tetapi para profesional yang mendidik sikaf asertif pada orangorang, memberikan arti yang berbeda pada kedua kata tersebut. Ada dua mekanisme memberi umpan balik tentang sikap asertif: mekanisme umpan balik internal dan eksternal.

21

DAFTAR PUSTAKA

Bahtiar, Yanyan dan S. Suarli. (2007). Manajemen Keperawatan.. Jakarta: Erlangga. Sheldon, Lisa Kennedy. (2009). Komunikasi untuk Keperawatan. Jakarta : Erlangga Monica, Elaine L. la. (1998). Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan. Jakarta : EGC

22

You might also like