You are on page 1of 48

PRESENTASI KASUS

BISITOPENIA e.c LEUKEMIA

Disusun Oleh:

Oki Yonatan Oentiono FK UPH (07120070074)

Tutor: dr. D.F. Amirani, Sp. A

Dipresentasikan pada Kamis, 27 September 2012

Moderator:

dr. Ida Mardiati, Sp. A

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK RUMAH SAKIT PUSAT ANGKATAN DARAT GATOT SOEBROTO JAKARTA 2012

DAFTAR ISI

BAB I STATUS PASIEN ................................................................................................................................ 2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA.................................................................................................................... 25 BAB III ANALISA KASUS ............................................................................................................................ 43 DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................................... 47

BAB I

STATUS PASIEN
I. IDENTITAS PASIEN Nama Tanggal Lahir Umur Jenis kelamin Alamat : An. L A : 31 Juli 2009 : 3 tahun 7 hari : Laki-laki : Asrama YONPOMAD Jonggol, Bogor. Agama Tgl masuk RS No. CM : Katolik : 26 Juli 2012 : 39-65-66

Identitas Orang Tua Umur Anak ke Pekerjaan Pangkat Agama Pendidikan Keguguran Lahir mati Konsanguinitas

Ayah 34 tahun 1 TNI-AD KOPDA Katolik

Ibu 33 tahun 1 Ibu rumah tangga Katolik

Tamat SMA Tamat D3 Akuntansi -

Hubungan dengan orang tua: Anak kandung. Pasien merupakan anak ke 2 dari 2 bersaudara

II. ANAMNESIS Alloanamnesis dilakukan pada tanggal 7Agustus 2012 dengan ayah dan ibu pasien. Keluhan utama Keluhan tambahan : Pucat pada muka dan bibir. : Nafsu makan berkurang.

Riwayat penyakit sekarang Anak laki-laki berusia 3 tahun dengan keluhan pucat pada muka dan bibir disertai nafsu makan yang mendadak berkurang 2 hari sebelum masuk RS. Pasien demam mendadak 2 minggu sebelum masuk RS, demam tidak tinggi, namun terus menerus tiap hari, demam tetap sepanjang hari, tidak mengigil, tidak mual, tidak muntah, kesadaran tidak menurun, tidak meracau, tidak mengigau, tidak kejang dan tidak sesak nafas. Dari hari pertama pasien sudah diberi ibuprofen 3 x 1 sendok takar sampai 3 hari pasien tidak ada perubahan, lalu dibawa ke klinik terdekat. Di klinik teresbut pasien mendapat obat puyer 3 x 1 bungkus sehari dan sirup ferroglobin 3 x satu sendok teh. Selain obat klinik pasien juga makan 1 kapsul ekstrak cacing tanah berwarna hitam pekat setiap hari. Setelah 3 hari mengkonsumsi obat klinik dan kapsul tersebut, demam pasien sempat turun selama 2 hari, namun hari berikutnya pasien demam lagi. Kemudian keesokaanya pasien dibawa ke RS Ridwan di Jakarta. Dari RS diberikan puyer 3 x 1 bungkus, preparat besi dan vitamin masing-masing 3 x 1 satu sendok teh. Setelah mengkonsumsi obat dari RS selama 2 hari tetap tidak ada perubahan, bahkan hari ketiga pasien menjadi pucat dan susah makan lalu keesokannya pasien dibawa ke RSPAD. Selama mengkonsumsi kapsul ekstrak cacing tanah yaitu dari hari keempat demam sampai masuk RSPAD, buang air besar pasien menjadi kehitaman dengan konsistensi lunak satu kali tiap hari, setiap buang air besar sebanyak setengah gelas aqua. Sebelumnya pasien buang air besar teratur satu kali tiap hari warna kuning kecoklatan sebanyak setengah gelas aqua. Buang air kecil 5-6 x per hari tiap kali kira-kira sepertiga gelas aqua dengan warna kuning jernih. Sebelum sakit nafsu makan pasien baik, makan nasi 7 hari seminggu 3 kali setengah piring sehari, daging dan ikan 1-2 hari seminggu 3 potong sehari, sayur 1 hari seminggu 3 sendok sayur sehari, telur 7 hari seminggu 2-3
3

butir per hari dan susu 7 hari seminggu 3-4 gelas sehari tiap gelas 4 sendok takar. Pasien pernah dicubit pipinya oleh ayahnya 1 minggu sebelum masuk RS dan meninggalkan bekas memar yang belum hilang. Pasien tidak batuk, pilek, gangguan buang air kecil, nyeri kepala, mimisan, gusi berdarah, nyeri menelan, penurunan berat badan drastis, bintikbintik/bercak-bercak merah atau biru atau ungu pada kulit, muntah/batuk darah. Pasien tidak mengeluhkan gatal di bokong pada malam hari. Tidak tampak cacing keluar dari bokong saat buang air besar. Tidak pernah pergi ke daerah endemis malaria.

Riwayat penyakit dahulu Sebelumnya tidak pernah mengalami gejala seperti ini. Riwayat penyakit kronis, seperti tb paru, keganasan, disangkal.Riwayat perdarahan karena trauma dan operasi juga disangkal.Riwayat alergi disangkal. Riwayat transfusi darah sebelumnya disangkal. Riwayat sakit kuning disangkal.

Riwayat penyakit keluarga Tidak ada dalam keluarga yang menderita gejala yang sama seperti pasien. Riwayat keganasan dalam keluarga disangkal.

Riwayat lingkungan tempat tinggal Pasien tinggal di rumah dengan orang tua dan tidak bersebelahan atau berdekatan dengan bengkel, pabrik kimia, cat, asbes atau dekat pembuangan limbah pabrik. Rumah memiliki penerangan cukup, air bersih tersedia, ventilasi cukup, selokan ada tidak tersumbat, lingkungan bersih.

Riwayat kehamilan P2A0 Penyakit selama kehamilan: Tidak ada

Riwayat persalinan Status anak Tempat kelahiran : Anak kandung : Rumah Bersalin
4

Ditolong oleh Cara persalinan Masa gestasi Trauma

: Bidan : Spontan : Cukup bulan (9 bulan) : Tidak Ada

Keadaan Saat Lahir Nilai APGAR Berat badan lahir Panjang badan lahir Berat badan pulang Lingkar kepala Warna kulit Menangis Gerakan Kejang Sianosis Ikterus Kelainan bawaan Kesan : Tidak tahu : 2900 gram : 49 cm : Tidak tahu : Tidak diukur : Merah : Langsung menangis : Aktif : Tidak ada : Tidak ada : Tidak ada : Tidak ada : Bayi tunggal, neonatus cukup bulan, sesuai masa kehamilan, lahir spontan, langsung menangis.

Riwayat perkembangan fisik Pertumbuhan gigi pertama Tengkurap Duduk Berdiri Jalan sendiri Berbicara Membaca dan menulis : 8 bulan : 5 bulan : 8 bulan : 1 tahun : 1 tahun 2 bulan : 1 tahun : belum

Gangguan perkembangan mental/emosi : Tidak ada Kesan: Riwayat perkembangan fisik anak seusai dengan usia

Riwayat imunisasi Vaksin BCG DPT/DT Polio Campak Hepatitis B X X X X X X X X X X X X X X -

Kesimpulan: Imunisasi lengkap sesuai dengan umur. Imunisasi selain 5 vaksin tersebut tidak dilakukan karena ibu pasien tidak ada biaya.

Riwayat makan
Usia ASI/PASI takaran 0-2 bulan 2-4 bulan 4-6 bulan 6-8 bulan ASI > 8 x/hari ASI > 8 x/hari ASI > 8 x/hari ASI > 8 x/hari Pisangbuah/hari Pisang buah per hari Biskuit 3 buah per hari 8-10 bulan ASI > 8 x/hari Susu formula 3x (4 sendok takar, 120 cc 10-12 bulan ASI > 8 x/hari Susu formula 3x (4 sendok takar, 120 cc Pisang buah per hari Biskuit 3 buah per hari Pisang buah per hari Biskuit 3 buah per hari 3x /hari @ mangkuk 3x/hari piring @ 3x /hari @ mangkuk 3x/hari piring @ 3x /hari @ mangkuk Buah/biskuit Bubur Nasi tim

Batas 1 tahun pasien minum susu formula minimal 3x/hari, bubur 3x/hari, biscuit dan buah.
Jenis Makanan Nasi Sayuran Frekuensi 7 hari/minggu, 3 kali/hari, @ 1 gelas aqua 3 hari/minggu, 2 kali/hari, @ 1 sendok sayur

Daging Telur Ikan Tahu/tempe Susu

1 hari/minggu, 3 kali/hari, @ 1 potong 7 hari/minggu, 2-3x/hari, @ 1 butir 1-2 hari/minggu, 3 x/hari, @ 1 potong 1 hari/minggu, 1 x/hari @ 1 potong 7 hari/minggu, 3-4x/hari @(4 sendok takar)

Kesan: kuantitas dan kualitas gizi cukup

Riwayat penyakit yang pernah diderita Penyakit Diare Otitis Radang paru Tuberkulosis Kejang Ginjal Jantung Darah Difteri Asma Penyakit kuning Batuk berulang Usia Penyakit Morbili Parotitis Demam berdarah Demam tifoid Cacingan Alergi Pertusis Varicella Biduran Kecelakaan Operasi Lain-lain Usia -

Riwayat Keluarga P2A0 No. 1. 2. Umur 5 thn 3 thn Jenis Kelamin Laki-laki Laki-laki Hidup X X Lahir Mati Abortus Mati Keterangan Kesehatan Sehat Pasien TK B Belum sekolah Pendidikan

PEMERIKSAAN FISIK Pemeriksaan Umum Keadaan umum Kesadaran Tanda vital 1. Tekanan darah 2. Nadi 3. Suhu 4. Pernapasan Data antropometri 1. Berat badan 2. Tinggi badan 3. LLA 4. Lingkar kepala 5. Lingkar dada 6. Status gizi : 13 kg : 94 cm : 5 cm : 48,5 cm : 51 cm : : 100/60 mmHg : 100 x / menit, isi kuat, teratur, dan equal. : 36,4oC, axilla : Spontan, 24 x / menit, tipe abdominotorakal : Tampak sakit ringan : Compos mentis

Interpretasi status gizi berdasarkan WHO BB/U (Z-scores) TB/U (Z-scores) BB/TB BMI/U Lingkar kepala/U Umur/TB BB Ideal/TB Kesan Pemeriksaan Fisik Status mental Wajah : Tenang : Normal, Tidak ada facies Cooley, cholerika dan risus sardonicus : 0 SD : Antara 0 sampai -2 SD : Antara 0 sampai -1 SD : Antara 0 sampai -1 SD : Antara 0 sampai -1 SD : 2 tahun 9 bulan : 13,5 kg : Pertumbuhan sesuai dengan usia pasien

Kepala

: Normosefal, tidak ada benjolan, rambut hitam terdistribusi merata, tidak mudah dicabut, tidak mudah patah, ubun-ubun sudah menutup, frontal bossing, ubun-ubun besar sudah menutup

Mata

: Palpebra tidak edema, tidak cekung. Kedudukan bola mata dan alis simetris. Konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik , kornea jernih, pupil bulat isokor dengan diameter < 3 mm, lensa tidak keruh, refleks cahaya langsung +/+, refleks cahaya tidak langsung +/+.

Telinga

: Bentuk normal, liang telinga lapang, tidak terdapat serumen dan perdarahan pada kedua telinga.

Hidung

: Bentuk tidak ada kelainan, tidak ada sekret, tidak ada darah, konka inferior tidak edema.

Tenggorok Mulut

: Tonsil T1-T1tidak hiperemis, faring tidak hiperemis : Bentuk normal, mukosa bibir kering dan pucat, tidak sianosis, tidak hiperemis, gigi geligi tidak ada caries, gusi tidak berdarah.

Leher

: Tidak ada kelainan bentuk leher, pergerakan leher bebas, kelenjar getah bening anterior bilateral teraba ukuran +/- 1,5 cm, mobile, panas(-), nyeri tekan(+), konsistensi kenyal, permukaan rata. Trakea di tengah. Tidak ada petekie,

Dada Paru-paru 1. Inspeksi

: Bentuk normochest.

: Simetris dalam keadaan statis dan dinamis. Tidak

terlihat retraksi sela iga. 2. Palpasi : Tidak teraba massa, nyeri tekan (-), vokal fremitus sama kanan dan kiri. 3. Perkusi : Sonor di seluruh lapang paru.
9

4. Auskultasi

: Suara nafas vesikuler, tidak terdengar rhonchi, tidak

terdengar wheezing. Jantung 1. Inspeksi 2. Palpasi : Tidak tampak pulsasi iktus kordis. : Iktus kordis teraba di ICS IV linea midclavicularis

sinistra, thrill (-). 3. Perkusi 4. Auskultasi : Tidak dilakukan. : Bunyi jantung I-II murni reguler, tidak terdengar

murmur, tidak terdengar gallop. Perut 1. Inspeksi: cembung 2. Palpasi: Supel, Teraba pembesaran hati 2 cm dibawah arcus costa, 1 cm di bawah processus xyphoideus, permukaan rata, tepi tumpul, konsistensi kenyal. Teraba pembesaran lien (Scuffner II) permukaan rata, konsistensi kenyal, nyeri tekan (-), ballotemen ginjal (-/-). Turgor kulit baik 3. Perkusi: Timpani pada seluruh kuadran perut 4. Auskultasi: Bising usus (+) Normal. Ekstremitas : Ekstremitas superior dan inferior, dekstra dan sinistra tidak tampak deformitas, tidak ada edema, akral hangat, gerakan aktif, normotonus, tidak sianosis, tidak ada jari tabuh, refleks fisiologis (+) normal. Kulit KGB : Warna kulit kehitaman, capillary refill < 2 detik. : Teraba perbesaran kelenjar getah bening kelenjar getah bening di daerah submandibula dan leher anterior bilateral ukuran +/- 1,5 cm, mobile, panas(-), nyeri tekan(+), konsistensi kenyal, permukaan rata. Kelenjar tiroid tidak teraba.. Tidak teraba kelenjar getah bening di preaurikular, retroaurikular, oksipital, supraklavikula, aksila sampai daerah inguinal.
10

Status Perkembangan Pubertas Genitalia eksterna : Rambut pubis (-), Tidak ditemukan kelainan pada uretra, penis, skrotum dan testis. Anus: lubang anus(+), fistula(-).

Refleks : Refleks Fisiologis : Refleks biseps Refleks triseps Refleks Patologis : Refleks babinski : -/ Refleks Chaddoks: -/ Laseque Rangsang Meningeal : Kaku kuduk Brudzinsky I,II,II,IV ::Kernig :: -/Refleks Oppenheim Refleks Gordon : -/: -/: +/+ : +/+ Refleks patella Refleks Achilles : +/+ : +/+

11

III. PEMERIKSAAN PENUNJANG Pemeriksaan Laboratorium

Lab Hemoglobin Hematokrit Eritrosit Leukosit Basofil Eosinofil Neutrofil batang Neutrofil segmen Limfosit Monosit Trombosit MCV MCH MCHC RDW Gol. Darah Besi(Fe) TIBC

26/07/2012 (06:40:17) 1.3 5 0.5 7800 0 1 1 6 92 2 5000 90 27 28 18.9 O+ 244 269

Nilai Rujukan 12 16 g/dL 37 47 % 4.3 6.0 jt/uL 4800 10800/uL 0-1 1-3 2-4 50-70 20-40 2-6 150000 400000/uL 80 96 fl 27 32 pg 32 36 g/dL 11.5-14.5%

50-120 ug/dl 274-475 ug/dl

12

Retikulosit Bilirubin total SGOT SGPT Albumin Globulin Ureum Kreatinin Asam urat Natrium Kalium Klorida

0,7 0.39 53 25 3.6 2.8 52 0.7 12.8 139 4.4 106

2-28% <1.5 mg/dl <35 U/L < 40 U/L 3.5-5 g/dl 2.5-3.5 g/dl 20-50 mg/dl 0.5-1.5 mg/dl 2.6-6 mg/dl 135-145 mmol/L 3.5-4.5 mmol/L 94-111 mmol/L

Pemeriksaan tinja (27/8/2012) Tinja : Makroskopik : darah, lendir, sel darah merah, sel darah putih, amoeba, telur cacing(-) Benzidine test (-)

IV. RESUME Seorang anak laki-laki 3 tahun datang ke RSPAD Gatot Soebroto dengan keluhan pucat pada muka dan bibir disertai nafsu makan yang mendadak berkurang 2 hari sebelum masuk rumah sakit.Pasien demam mendadak 2 minggu sebelum masuk RS, demam tidak tinggi, terus menerus tiap hari, demam tetap sepanjang hari, tidak mengigil, tidak mual, tidak muntah, kesadaran tidak menurun, tidak meracau, tidak mengigau, tidak kejang dan tidak sesak nafas. Sebelum sakit nutrisi pasien cukup. Buang air kecil normal. Pasien pernah dicubit pipinya oleh ayahnya 1 minggu sebelum masuk RS dan meninggalkan bekas memar yang belum hilang. Pasien tidak batuk, pilek, gangguan buang air kecil, nyeri kepala, mimisan, gusi berdarah, nyeri menelan, penurunan berat badan drastis, bintikbintik/bercak-bercak merah atau biru atau ungu pada kulit, muntah/batuk darah.

13

Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum

pasien tampak

sakit ringan, kesadaran composmentis. Pada tanda-tanda vital didapatkan tekanan darah 100/60 mmHg, frekuensi nadi 100x/menit, suhu 36.4oC, pernapasan 24x/menit. Pada pemeriksaan abdomen terlihat perut yang cembung dan terdapat hepatosplenomegali. Pada pemeriksaan KGB didapatkan pembesaran KGB leher anterior dan submandibula. Pada pemeriksaan laboratorium hematologi pada tanggal 26Juli 2012

didapatkan bisitopenia dengan nilai leukosit normal,

V. DIAGNOSIS KERJA Bisitopenia e.c. Leukemia akut e.c. suspek Acute Lymphoblastic Leukemia

VI. DIAGNOSIS BANDING Acute Myeloblastic Leukemia Malaria Aplastic Anemia Idiopatik Thrombocytopenic Purpura Infeksi Mononukleosis

VII.

PENATALAKSANAAN a. Rencana pemeriksaan i. Aspirasi sumsum tulang ii. Sediaan apus darah tepi iii. X-ray thorax iv. Echocardiografi v. Kultur urin dan darah vi. Analisa tinja

b. Asuhan nutrisi Makan biasa 1350 kcal/hari Karbohidrat Protein Lemak : 675 kcal : 472.5 kcal : 202.5 kcal
14

c. Asuhan medikamentosa 02 2L/menit via nasal kanul IVFD D5 1/4Saline 1150cc/24H Transfusi Packed Red Cell (PRC) 560 cc serial dengan target Hb 12 g/dL 20 cc 60 cc 100 cc 120 cc 130 cc 130 cc Thrombosit 2 unit i.v. 3 hari berturut-turut FFP 130 cc 3 i.v. hari berturut-turut Nistatin 3 x 300.000 IU PO Colistin 3 x 300.000 IU PO Kotrimoksazol 2 x 40 mg PO Curcuma 3 x 1 tablet PO Allopurinol 2 x 50 mg PO Dexamethasone 4-4-3 tablet PO
12 jam 12 jam 12 jam 24 jam 24 jam

d. Asuhan keperawatan Orang tua pasien diedukasi diharapkan menjaga kesehatan pasien agar tidak sering sakit dan lelah.Selain itu diharapkan juga menjaga pasien agar tidak jatuh atau terbentur.

Monitoring Laboratorium hematologi (Hb, Ht, Leukosit, Eritrosit, Trombosit, MCV, MCH, MCHC) setiap hari. Pemeriksaan CSF setiap 1 bulan sekali Tanda-tanda vital (TD, Nadi, Pernafasan, Suhu) Tanda-tanda perdarahan (mimisan, gusi berdarah, melena, muntah darah)

15

VIII. PROGNOSIS a. Ad vitam b. Ad functionam c. Ad sanationam : dubia : dubia : dubia

16

FOLLOW UP
8 Agsustus 2012 S Pasien tidak ada demam, batuk pilek, gangguan buang air besar dan buang air kecil. Nafsu makan minum baik. Mimisan, gusi berdarah disangkal. Ada bintik-bintik merah di wajah, kaki dan tangan. 9 Agustus 2012 Pasien tidak ada demam, batuk pilek, gangguan buang air besar dan buang air kecil. Nafsu makan minum baik. Mimisan, gusi berdarah disangkal. Ada bintik-bintik merah di wajah, kaki dan tangan jumlah tetap 10 Agustus 2012 Pasien tidak ada demam, batuk pilek, gangguan buang air besar dan buang air kecil. Nafsu makan minum baik. Mimisan, gusi berdarah disangkal. Ada bintik-bintik merah di wajah, kaki dan tangan berkurang 11 Agustus 2012 Pasien tidak ada demam, batuk pilek, gangguan buang air besar dan buang air kecil. Nafsu makan minum baik. Mimisan, gusi berdarah disangkal. Ada bintik-bintik merah di wajah, kaki dan tangan bertambah. O KU: tampak sakit ringan KS:composmentis TTV: TD: 100/60 mmHg N: 120 x/menit. S: 36.5 oC. RR: 24 x/menit. Kepala: normocephal, petekie di dahi dan pipi(+) Mata: konjungtiva tidak anemis, KU: tampak sakit ringan KS:composmentis TTV: TD: 100/70 mmHg N: 100 x/menit. S: 36 oC. RR: 22 x/menit. Kepala: normocephal, petekie di dahi dan pipi(+) Mata: konjungtiva tidak anemis, sklera KU: tampak sakit ringan KS:composmentis TTV: TD: 90/60 mmHg N: 110 x/menit. S: 36.4 oC. RR: 24 x/menit. Kepala: normocephal, petekie di dahi dan pipi(+) Mata: konjungtiva tidak anemis, sklera KU: tampak sakit ringan KS:composmentis TTV: TD: 100/70 mmHg N: 110 x/menit. S: 36.8 oC. RR: 22 x/menit. Kepala: normocephal, petekie di dahi dan pipi(+) Mata: konjungtiva tidak anemis,

17

sklera tidak ikterik Mulut: bibir tidak pucat, mukosa lembab. Thorax: pergerakan dada simetris, tidak ada retraksi iga, vokal fremitus kanan = kiri Cor: Bunyi jantung I-II murni reguler, tidak ditemukan murmur, tidak ditemukan gallop. Pulmo : suara nafas vesikuler, tidak ditemukan rhonkhi, tidak ditemukan wheezing. Abdomen : cembung, supel, bising usus (+) normal, teraba pembesaran hati 3 cm di bawah arcus costae, 1 cm bawah processus xyphoideus, dan lien teraba

tidak ikterik Mulut: bibir tidak pucat, mukosa lembab. Thorax: pergerakan dada simetris, tidak ada retraksi iga, vokal fremitus kanan = kiri Cor: Bunyi jantung I-II murni reguler, tidak ditemukan murmur, tidak ditemukan gallop. Pulmo : suara nafas vesikuler, tidak ditemukan rhonkhi, tidak ditemukan wheezing. Abdomen : cembung, supel, bising usus (+) normal, teraba pembesaran hati 3 cm di bawah arcus costae, 1 cm bawah processus xyphoideus, dan lien teraba scuffnerr II, ginjal tidak teraba,

tidak ikterik Mulut: bibir tidak pucat, mukosa lembab. Thorax: pergerakan dada simetris, tidak ada retraksi iga, vokal fremitus kanan = kiri Cor: Bunyi jantung I-II murni reguler, tidak ditemukan murmur, tidak ditemukan gallop. Pulmo : suara nafas vesikuler, tidak ditemukan rhonkhi, tidak ditemukan wheezing. Abdomen : cembung, supel, bising usus (+) normal, teraba pembesaran hati 3 cm di bawah arcus costae, 1 cm bawah processus xyphoideus, dan lien teraba scuffnerr II, ginjal tidak teraba,

sklera tidak ikterik Mulut: bibir tidak pucat, mukosa lembab. Thorax: pergerakan dada simetris, tidak ada retraksi iga, vokal fremitus kanan = kiri Cor: Bunyi jantung I-II murni reguler, tidak ditemukan murmur, tidak ditemukan gallop. Pulmo : suara nafas vesikuler, tidak ditemukan rhonkhi, tidak ditemukan wheezing. Abdomen : cembung, supel, bising usus (+) normal, teraba pembesaran hati 3 cm di bawah arcus costae, 1 cm bawah processus xyphoideus, dan lien teraba
18

scuffnerr II, ginjal tidak teraba, ballotemen (-).

ballotemen (-). Ekstremitas:warna kulit kehitaman,

ballotemen (-). Ekstremitas:warna kulit kehitaman, akral hangat, tidak ditemukan adanya edema di kedua ekstremitas superior

scuffnerr II, ginjal tidak teraba, ballotemen (-). Ekstremitas:warna kulit kehitaman, akral hangat, tidak ditemukan adanya

Ekstremitas:warna akral hangat, tidak kulit kehitaman, akral hangat, tidak ditemukan adanya edema di kedua ekstremitas superior dan kedua ekstremitas inferior, dekstra dan sinistra, capillary refill < 2. Petekie di kaki dan tangan(+) A Acute Lymphoblastic Leukimia, fase induksi - Diet makan biasa 1490 kalori -Susu F100 5x150 cc -Sari buah 1x -Allopurinol 2x50 mg PO -BRM 1x1 tab PO -Contrimoxazole 2x50 mg PO -Cohistin 200000 IU 3x1 tab PO -Nistatin 200000 Acute Lymphoblastic Leukimia, fase induksi - Diet makan biasa 1490 kalori ditemukan adanya edema di kedua ekstremitas superior dan kedua ekstremitas inferior, dekstra dan sinistra, capillary refill < 2. Petekie di kaki dan tangan(+)< 2

dan kedua ekstremitas edema di kedua inferior, dekstra dan sinistra, capillary refill < 2. Petekie di kaki dan tangan(+) ekstremitas superior dan kedua ekstremitas inferior, dekstra dan sinistra, capillary refill < 2. Petekie di kaki dan tangan(+)

Acute Lymphoblastic Leukimia, fase induksi - Diet makan biasa 1490 kalori

Acute Lymphoblastic Leukimia, fase induksi - Diet makan biasa 1490 kalori

-Susu F100 5x150 cc -Susu F100 5x150 cc -Susu F100 5x150 -Sari buah 1x -Allopurinol 2x50 mg PO -BRM 1x1 tab PO -Contrimoxazole 2x50 mg PO -Cohistin 200000 IU 3x1 tab PO -Nistatin 200000 IU 3x1 tab PO -Sari buah 1x -Allopurinol 2x50 mg PO -BRM 1x1 tab PO -Contrimoxazole 2x50 mg PO -Cohistin 200000 IU 3x1 tab PO -Nistatin 200000 IU 3x1 tab PO cc -Sari buah 1x -Allopurinol 2x50 mg PO -BRM 1x1 tab PO -Contrimoxazole 2x50 mg PO -Cohistin 200000 IU 3x1 tab PO -Nistatin 200000
19

IU 3x1 tab PO -Dexamethasone 22-2 tab PO -Transfusi TC 2 unit

-Prednisone 2-2-2 tab PO -Transfusi TC 2 unit -Mtx it 12 mg -Dexa 1 mg it

-Prednisone 2-2-2 tab PO -Transfusi TC stop

IU 3x1 tab PO -Prednisone 2-2-2 tab PO -Transfusi TC 2 unit

o Pemeriksaan aspirasi sumsum tulang diambil tanggal 1/8/2012 o Diambil dari hips o Pembacaan Persediaan sumsum tulang cukup tebal, partikel cukup, selularitas normoseluler, penyebaran merata, tampak gambaran monoton sel-sel abnormal dengan sitoplasma sempit, kromatin padat anak inti jelas(limfoblas) o Kesimpulan Gambaran sumsum tulang sesuai dengan ALL-L1

o Foto thorax tanggal 2/8/2012

o Kesan : Bronchopneumonia, masih mungkin suatu proses spesifik

20

o Kultur darah tanggal 2/8/2012 o Hasil : tidak tampak kuman atau pertumbuhan o Kultur urin tanggal 2/8/2012 o Jumlah kuman >100.000/mL o Mikroskopik : Coccus gram positif

o Hasil biakan : Staphylococcus epidermidis o Echocardiografi tanggal 7/8/2012

o Funsi LV baik EF 65%, fungsi RV baik o Tidak tampak kelainan intrakardial, fungsi diastole dan sistol normal

21

22

23

24

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
A. ANEMIA Anemia merupakan keadaan berkurangnya kadar hemoglobin darah.Anemia berdasarkan umur (WHO): Tabel. 1 Klasifikasi anemia berdasarkan umur Usia 6 bulan < 5 tahun > 5 tahun 14 tahun Dewasa laki-laki Dewasa perempuan (tidak hamil) Dewasa perempuan (hamil) Hemoglobin (g/dL) < 11 < 12 < 13 < 12 < 11

Tabel. 2 Klasifikasi anemia berdasarkan morfologi Anemia Klasifikasi mikrositik-hipokrom MCV MCH Etiologi < 80 fl < 27 pg Defisiensi besi Thalassemia Penyakit kronik Keracunan timbal Sideroblastik normositik-normokrom 80 95 fl > 26 pg Anemia pascaperdarahan Penyakit ginjal Defisiensi campuran Kegagalan sumsum tulang (pasca kemoterapi, infiltrasi oleh karsinoma, dll) Megaloblastik : Defisiensi vitamin B 12 atau asam folat Non-megaloblastik : Alkohol, penyakit hati, mielodisplasia, anemia aplastik, dll > 95 fl Anemia Anemia makrositik

25

Klasifikasi anemia menurut etiologi: 1. Anemia Aplastik Anemia yang disertai oleh pansitopenia pada darah tepi yang disebabkan oleh kelainan primer pada sumsum tulang dalam bentuk aplasia atau hipoplasia tanpa adanya infiltrasi atau supresi sumsum tulang. Etiologi: Primer Kelainan kongenital: Fanconi Idiopatik

Sekunder Akibat radiasi sinar rontgen/radioaktif Akibat bahan kimia seperti benzena, insektisida Akibat obat seperti obat sitostatika Akibat infeksi hepatitis virus/virus lain

Diagnosis: Anamnesis - Keluhan pucat, timbul bentuk perdarahan kulit seperti peteki dan ekimosis, perdarahan mukosa seperti epitaksis, perdarahan gusi, hematemesis/melena serta tanda-tanda infeksi berupa febris, ulserasi mulut atau tenggorokan. Pemeriksaan Fisik - Tanda-tanda anemia, tidak ada hepatomegali, splenomegali atau pembesaran kelenjar getah bening. Pemeriksaan Penunjang - Anemia normokromik normositer disertai retikulositopenia - Trombositopenia - Sumsum tulang: hipoplasia sampai aplasia - Besi serum normal atau meningkat, TIBC normal

2. Anemia Defisiensi a. Defisiensi Fe Anemia yang timbul akibat kurangnya besi yang diperlukan untuk sintesis hemoglobin. Untuk mempertahankan keseimbangan Fe yang positif
26

selama masa anak diperlukan 0.8-1.5 mg Fe yang harus diabsorbsi setiap hari dari makanan. Banyakknya Fe yang diabsorbsi dari makanan sekira 10% setiap hari, sehingga untuk nutrisi yang optimal diperlukan diet yang mengandung Fe sebanyak 8-10 mg Fe perhari. Etiologi:
Kebutuhan yang meningkat: petumbuhan dan menstruasi

Kurangnya besi yang diserap: masukan besi dari makanan yang tidak adekuat dan malabsorpsi besi. Perdarahan Transfusi feto-maternal Hemoglobinuria : biasanya pada anak yang memakai katup jantung buatan. Iatrogenic blood loss. Idiopathic pulmonary hemosiderosis. Latihan yang berlebihan.

Diagnosis: Anamnesis Keluhan pucat, badan lemah, lesu, cepat lelah, mata berkunangkunang. Pemeriksaan Fisik Tanda-tanda anemia, koilonikia, atrofi papil lidah, stomatitis angularis. Pemeriksaan Laboratorium Anemia hipokromik mikrositer Besi serum menurun TIBC meningkat Saturasi transferin menurun Feritin serum menurun Pengecatan sumsum tulang menunjukkan cadangan besi negatif

27

Lab MCV Fe Serum TIBC Saturasi transferin FEP Feritin Serum

ADB

Talasemia minor N N N N N

Anemia peny. kronis N, N,

b. Defisiensi B12 dan Asam Folat (Anemia Megaloblastik) Anemia megaloblastik yang ditandai dengan adanya peningkatan ukuran sel darah merah yang disebabkan oleh abnormalitas hematopoesis dengan karakteristik dismaturisasi nukleus dan sitoplasma sel mieloid dan eritroid sebagai akibat gangguan sintesis DNA. Etiologi : a. Defisiensi asam folat b. Defisiensi vitamin B12 Diagnosis : Anamnesis : pasien mengeluh pucat, mudah lelah, anoreksia Pemeriksaan fisik : Lemon yellow skin, glositis dengan lidah berwarna merah seperti daging (buffy tongue), ditemukan stomatitis angularis, purpura, neuropati, hepar dan limpa tidak membesar. Pemeriksaan Laboratorium : Defisiensi asam folat : didapatkan anemia makrositik ( MCV > 100fL), anisositosis, dan poikilositosis, retikulositopenia, dan sel darah merah beriniti dengan morfologi megaloblastik. Kadar asam folat yang menurun, kadar besi dan vitamin B12 serum normal. Defisiensi vitamin B12 : gambaran hematologis identik dengan defisiensi asam folat, kadar vitamin B12 <100 pg/ml, adar asam folat dan besi normal.

28

3. Anemia Hemolitik Definisi: Anemia yang disebabkan oleh proses kerusakan sel eritrosit yang lebih awal. Umur eritrosit normal rata-rata 110-120 hari, setiap hari terjadi kerusakan sel eritrosit 1% dari jumlah eritrosit yang ada dan diikuti oleh pembentukan sumsum tulang. Bila tingkat kerusakan lebih cepat dari kapasitas sumsum tulang untuk memproduksi sel eritrosit maka akan menimbulkan anemia. Selama terjadi proses hemolisis, umur eritrosit

lebih pendek, diikuti oleh aktivitas meningkat dari sumsum tulang ditandai dengan meningkatnya jumlah sel retikulosit tanpa disertai adanya perdarahan yang nyata. Etiologi: Gangguan Intrakorpuskuler (herediter) Gangguan Ekstrakorpuskuler (didapat) Diagnosis: Anamnesis Keluhan pucat, mudah lelah, malaise, demam, dan perubahan warna urin.
Pemeriksaan Fisik

Tanda-tanda anemia, ikterus, hepatosplenomegali. Pemeriksaan Penunjang Anemia hipokromik mikrositer Penurunan kadar Hb, Hematokrit atau hitung eritrosit Retikulositosis Tes Coombs: DAT (+) adanya antibody permukaan/komplemen permukaan sel RBC. Tanda-tanda hemolisis: hemoglobinemia, peningkatan

urobilinogen urin dan sterkobilinogen.

4. Anemia Pada Penyakit Kronik (Keganasan) Anemia merupakan gejala objektif yang sangat sering djumpai pada penyakit sistemik. Kelainan sistemik yang sering disertai anemia adalah:

29

Penyakit kronik seperti: infeksi kronik (TB paru, bronkiektaksis, kolitis kronik), inflamasi kronik (artritis rematoid, SLE, IBD) dan keganasan (Ca ginjal, hati, kolon, pankreas, ataupun limfoma maligna). o Anamnesis: gejala anemia ringan-sedang, menyertai penyakit yang mendasarinya. o Pemeriksaan Fisik:sesuai dengan penyakit yang mendasarinya. o Pemeriksaan Penunjang: Anemia ringan-sedang, anemia hipokromik mikrositer ringan atau normokromik normositer, besi serum dan TIBC menurun.

Gagal ginjal kronik Penyakit hati kronik Hipotiroidisme

Etiologi: Sesuai dengan penyakit yang mendasarinya

5. Anemia Pasca-Perdarahan Anemia yang timbul akibat kehilangan darah. Etiologi : kehilangan darah akibat kecelakaan, operasi, perdarahan usus, ulkus peptikum, hemoroid, ankilostomiasis. Diagnosis : Anamnesis : pasien mengeluh pucat, ada riwayat kehilangan darah akibat kecelakaan, gangguan saluran cerna seperti perdarahan usus yang dapat menimbulkan feses bercampur dengan darah, hemoroid, penyakit infeksi parasit. Pemeriksaan Fisik : terdapat tanda-tanda anemia, takikardi, pada kehilangan darah yang cepat dan banyak dapat menimbulkan renjatan syok. Pemeriksaan Laboratorium : tidak ada sel abnormal pada darah tepi, jumlah eritrosit berkurang.

30

B. Leukemia
1. DEFINISI DAN KLASIFIKASI

Leukemia adalah sekumpulan penyakit yang ditandai oleh adanya akumulasi leukosit ganas dalam sumsum tulang dan darah. sel-sel abnormal ini menyebabkan timbulnya gejala karena : (a) kegagalan sumsum tulang (yaitu anemia, netropenia, trombositopenia); dan (b) infiltrasi organ (misalnya hati, limpa, kelenjar getah bening, meninges, otak, kulit, atau testis).1 Penggolongan utama leukemia dibagi menjadi empat tipeleukemia akut dan kronik, yang lebih lanjut dibagi menjadi limfoid dan mieloid.1 2. LEUKEMIA AKUT Leukemia akut didefinisikan sebagai penyakit keganasan sel darah yang berasal dari sumsum tulang, ditandai dengan proliferasi sel-sel darah putih, dengan manifestasi sel abnormal dalam sel darah tepi. Leukosit dalam darah berproliferasi secara tidak teratur, tidak terkendali dan fungsinya menjadi tidak normal. Oleh karena fungsi tersebut, fungsifungsi lain dari sel darah normal juga terganggu hingga menimbulkan gejala leukemia.2 Leukemia akut merupakan penyakit yang bersifat agresif, dengan transformasi ganas yang menyebabkan terjadinya akumulasi progenitor hemopoietik sumsum tulang dini, disebut sel blas. Bila tidak diobati, penyakit ini biasanya cepat bersifat fatal, tetapi secara paradoks, lebih mudah diobati dibandingkan leukemia kronik.1 3. EPIDEMIOLOGI LEUKEMIA AKUT Leukemia akut pada anak-anak mencakup 30-40% dari keganasan pada anak, yang dapat terjadi pada semua umur, insidens terbesar terjadi

31

pada usia 2-5 tahun dengan insidens rata-rata4-4,5 kasus/tahun/100.000 anak di bawah umur 15 tahun. Beberapa penelitian melaporkan bahwa proporsi laki-laki lebih besar daripada perempuan, terutama terjadi setelah usia pertama kehidupan. Proporsi tersebut menjadi lebih dominan pada usia 6-15 tahun. Pada keseluruhan kelompok umur, rasio laki-laki-laki dan wanita pada LLA adalah 1,15. Leukemia akut jenis LLA (Leukemia Limfoblastik Akut) terdapat pada 90% kasus, sisanya 10% merupakan Leukemia Mieloblastik Akut.2 4. ETIOLOGI Penyebab leukemia akut masih belum diketahui. Namun faktor risikonya antara lain cacat genetik, paparan paternal/maternal terhadap pestisida dan produk minyak bumi, penggunaan marijuana/alkohol maternal, radiasi tingkat tinggi, paparan bidang elektromagnetik, infeksi virus/bakteri, kondisi perinatal seperti penyakit ginjal pada ibu, penggunaan suplemen oksigen, asfiksia, berat badan lahir > 4500gram, dan hipertensi saat hamil.3 5. KLASIFIKASI LEUKEMIA AKUT Leukemia akut didefinisikan sebagai adanya lebih dari 30% sel blas dalam sumsum tulang pada saat manifestasi klinis. Selanjutnya dibagi lagi menjadi Leukemia Mieloid Akut (AML) dan Leukemia Limfoblastik Akut (ALL) berdasarkan apakah sel blasnya terbukti sebagai mieloblas atau limfoblas. Pada ALL, blas tidak memperlihatkan adanya diferensiasi, sedangkan pada AML, biasanya ditemukan tanda-tanda diferensiasi ke arah granulosit atau monosit pada blas atau progeninya.1 6. LEUKEMIA LIMFOBLASTIK AKUT a. Klasifikasi

32

Klasifikasi dapat dilakukan berdasarkan morfologi, imunofenotipe, dan gambaran sitogenik. Kelompok French-American-British (FAB) mensubklasifikasikan ALL menjadi tiga subtipe : L1, memperlihatkan adanya sel-sel limfoblas kecil yang seragam dengan kromatin homogen, anak inti tidak tampak dan sitoplasma yang sedikit/sempit; L2, terdiri dari sel blas yang berukuran lebih besar, ukurannya bervariasi, dengan sitoplasma yang lebih jelas dan lebih heterogen (kromatin lebih kasar) dengan satu atau lebih anak inti, L3, terdiri dari sel limfoblas besar dengan anak inti yang jelas, homogen dengan kromatin berbercak, sitoplasma sangat basofilik, dan vakuol sitoplasma.1,2,3 b. Diagnosis Leukemia akut dapat terjadi perlahan maupun progresif mulai dari seminggu hingga bulanan. Tidak jarang pasien ditemukan pada pemeriksaan rutin pada anak tanpa gejala, namun dapat pula timbul dengan gejala perdarahan hebat, infeksi, dan gangguan pernapasan. Keluhan utama pasien pada umumnya adalah pucat dan lemah yang berkaitan dengan anemia. Pada penelitian Widiaskara dkk, 2010, keluhan utama yang dirasakan pasien adalah pucat (50%), demam (70,7%), perdarahan (62,2%), dan nyeri tulang (21,9%).2 Gejala klinis dan pemeriksaan darah lengkap dapat dipakai untuk menegakkan diagnosis leukemia. Namun untuk memastikannya harus dilakukan pemeriksaan aspirasi sumsum tulang dan dilengkapi dengan pemeriksaan radiografi dada, cairan serebrospinal, dan beberapa pemeriksaan penunjang lain. Cara ini dapat mendiagnosis sekitar 90% kasus, sedangkan sisanya memerlukan pemeriksaan lebih lanjut, yaitu sitokimia, imunologi, sitogenetika, dan biologi molekuler.3 i. Gambaran Klinis Diagnosis leukemia akut berdasarkan penemuan klinis yang abnormal antara lain pucat, adanya ptekie atau purpura,
33

perdarahan splenomegali,

pada

mukosa,

demam, dan

limfadenopati, fundus.

hepatomegali

perdarahan

Pemeriksaan laboratorium menunjukkan anemia, perdarahan, dan infeksi. Lebih dari 50% pasien pasien ditemukan hepatosplenomegali dengan atau tanpa limfadenopati. Infiltrasi ke susunan saraf pusat pada pasien di Norwegia sekitar 3% pada LLA dan 4% pada AML (Acute Myeloblastic Leukemia). Pucat dan lemah berkaitan dengan derajat anemia. Demam pada leukemia dapat timbul akibat proses infeksi maupun proses leukemia sendiri karena ternyata demam berkurang dengan pemberian kemoterapi. Limfadenopati dan hepatosplenomegali timbul karena invasi ekstramedular dari sel leukemia. Invasi lain dapat mengenai susunan syaraf pusat, pembesaran ii. Pemeriksaan Pemeriksaan hematologik memperlihatkan adanya anemia normositik dengan trombositopenia pada sebagian besar kasus. Jumlah leukosit total dapat menurun, normal, atau meningkat hingga 200x109/l atau lebih. Pemeriksaan sediaan apus darah biasanya memperlihatkan adanya sel blas dalam jumlah yang bervariasi. Sumsum tulang hiperselular dengan blas leukemik >30%. Sel-sel blas tersebut dicirikan oleh morfologi, uji imunologik, dan analisis sitogenik. Untuk pemantauan lanjutan, dilakukan analisis penyakit residual minimal dengan pencirian menggunakan analisis PCR, penataan klonal gen V, atau gen TCR pada pasien tersebut. Analisis sitogenik memperlihatkan pola yang berbeda pada bayi, anak, dan dewasa, yang sebagian menjelaskan perbedaan prognosis pada kelompok-kelompok tersebut.1 Pungsi lumbal untuk pemeriksaan cairan serebrospinal harus dilakukan dan dapat menunjukkan bahwa tekanan cairan spinal meningkat dan mengandung sel leukemia.
34

testis,

pembesaran

ginjal,

infiltrasi

gastrointestinal hipertrofi gingiva dan infiltrasi ke periosteum.2

Pemeriksaan biokimia dapat memperlihatkan adanya kadar asam urat serum, laktat dehidrogenase serum yang meningkat, dan lebih jarang, hiperkalsemia. Uji fungsi hati dan ginjal dilakukan sebagai dasar sebelum memulai pengobatan. Pemeriksaan sinar X mungkin memperlihatkan adanya lesi litik tulang dan massa mediastinum yang disebabkan pembesaran timus dan atau kelenjar getah bening mediastinum yang khas untuk ALT-T.1 Diagnosis banding meliputi AML, anemia aplastik (kadang-kadang disertai ALL), infiltrasi sumsum tulang oleh keganasan lain (misalnya rhabdomyosarkoma, neuroblastoma, dan sarkoma ewing), infeksi seperti mononukleosis infeksiosa dan pertusis, artritis rematoid juvenilis, serta purpura trombositopenia imun.1 Gambaran laboratorium pada pasien leukemia bervariasi mulai ringan sampai berat. Pada penelitian Widiaskara dkk, 2010, hemoglobin bervariasi antara 2,3 g/dl sampai 14 g/dl namun semua pasien dengan kadar hemoglobin lebih dari 10 g/dl telah mendapat transfusi sebelumnya. Pasien mulai mengeluh oucat atau lemah, bila kadar hemoglobin kurang dari 8 g/dl. Hepatomegali seringkali terjadi pada pasien dengan hemoglobin < 10 g/dl. Pada penyakit yang timbul lebih perlahan hepatomegali diikuti dengan splenomegali, limfadenopati, dan hiperleukositosis. Kadar leukosit bervariasi antara 10.000 sampai 49.000/mm.1 c. Pengobatan Penanganan leukemia meliputi kuratif dan suportif. Penanganan suportif meliputi pengobatan penyakit lain yang menyertai leukemia dan pengobatan komplikasi antara lain berupa pemberian transfusi darah/trombosit, pemberian antibiotik, pemberian obat untuk meningkatkan granulosit, obat anti jamur, pemberian nutrisi yang baik, dan pendekatan aspek psikososial.3
35

Terapi

kuratif/spesifik

bertujuan

untuk

menyembuhkan

leukemianya berupa kemoterapi yang meliputi induksi remisi, intensifikasi, profilaksis susunan saraf pusat dan rumatan. Saat ini biasa digunakan kombinasi sedikitnya tiga macam obat untuk meningkatkan efek sitotoksik, meningkatkan tingkat remisi, dan menurunkan frekuensi timbulnya resistensi obat. Kombinasi obat berganda ini juga telah terbukti memberi remisi yang lebih panjang pada leukemia akut dibandingkan dengan obat tunggal. Klasifikasi risiko normal atau risiko tinggi, menentukan protokol kemoterapi. Saat ini di Indonesia sudah ada dua protokol pengobatan yang lazim digunakan untuk pasien LLA yaitu protokol Nasional (Jakarta) dan protokol WK-ALL 2000.1,3 Terapi induksi berlangsung 4-6minggu dengan dasar 3-4 obat yang berbeda (deksametason, vinkristinm L-asparaginase dan atau antrasiklin). Kemungkinan hasil yang dapat dicapai remisi komplit, remisi parsial, atau gagal. Intensifikasi merupakan kemoterapi intensif tambahan setelah remisi komplit dan untuk profilaksi leukemia pada susunan saraf pusat. Hasil yang diharapkan adalah tercapainya perpanjangan remisi dan meningkatkan kesembuhan. Pada risiko sedang dan tinggi, induksi diintensifkan guna memperbaiki kualitas remisi. Lebih dari 95% pasien akan mendapat remisi pada fase ini. Terapi SSP yaitu secara langsung diberikan melalui injeksi intratekal dengan obat metotreksat, sering dikombinasi dengan infus berulang metotreksat dosis sedang (500 mg/m2) atau dosis tinggi pusat pengobatan (3-5gr/m2). Di beberapa pasien risiko tinggi dengan umur > 5 tahun mungkin lebih efektif dengan memberikan radiasi cranial (18-24Gy) disamping pemakaian kemoterapi sistemik dosis tinggi.3 Terapi lanjutan rumatan dengan menggunakan obat merkaptopurin tiap hari dan metrotreksat sekali seminggu, secara oral dengan sitostatika lain selama perawatan tahun pertama. Lamanya terapi rumatan ini pada kebanyakan studi adalah 2-2 tahun dan tidak ada keuntungan jika perawatan sampai dengan tiga
36

tahun. Dosis sitostasika secara individual dipantau dengan melihat leukosit dan atau monitor konsentrasi obat selama terapi rumatan.3
Tabel Obat-obat yang digunakan dalam pengobatan leukemia1

Pasien dinyatakan remisi komplit bila tidak ada keluhan dan bebas gejala klinis leukemia, pada aspirasi sumsum tulang didapatkan jumlah sel blas <5% dari sel berinti, hemoglobin >12g/dl tanpa transfusi, jumlah leukosit >3000/ul dengan hitung jenis leukosit normal, jumlah granulosit >2000/ul, jumlah trombosit >100.000/ul, dan pemeriksaan cairan serebrospinal normal.3
37

Dengan terapi intensif modern, remisi akan tercapai pada 98% pasien. 2-3% dari pasien anak akan meninggal dunia dalam CCR (Continous Complete Remission) dan 25-30% akan kambuh. Sebab utama kegagalan terapi adalah kambuhnya penyakit. Relaps sumsum tulang yang terjadi (dalam 18 bulan sesudah diagnosis) memperburuk prognosis (10-20% long-term survival) sementara relap yang terjadi kemudian setelah penghentian terapi mempunyai prognosis lebih baik, khususnya relaps testis dimana long-term survival 50-60%. Terapi relaps harus lebih agresif untuk mengatasi resistensi obat.3 Transplantasi sumsum tulang mungkin memberikan kesempatan untuk sembuh, khususnya bagi anak-anak dengan leukemia sel-T yang setelah relaps mempunyai prognosis yang buruk dengan terapi sitostatika konvensional.3 Secara keseluruhan setelah relaps adalah 20-40% pada seri yang berbeda. Survival meningkat dari 53% pada tahun 1981-1985 dampai dengan saat ini 81% (1992-1995). 3 Kalsium adalah mineral yang penting dalam penyusunan tulang. Keadaan hipokalsemi pada ALL terjadi oleh berbagai sebab, termasuk asupan kalsium yang kurang, malabsorpsi vitamin D, dan penggunaan kortikosteroid yang kontinu akan menyebabkan gangguan penyerapan di intestinal dan kehilangan kalsium melalui ginjal. Berdasarkan penelitian Santoso dkk, 2010, pengukuran bone mineral density menunjukkan penurunan BMD z-score pada anak yang menerima 12 bulan kemoterapi dibandingkan dengan yang menerima kemoterapi enam bulan. Pada penelitiannya, kortikosteroid dan metotreksat yang diketahui memiliki efek samping ke tulang. Walaupun digunakan dalam dosis rendah, namun konsumsi yang kontinu akan mengganggu proses pembentukan tulang. Kortikosteroid akan menghambat 1- hydroxylation yang diperlukan untuk mensintesis 1,25(OH)2D3 di ginjal. Tanpa faktor ini, absorpsi kalsium akan terhambat. Kortikosteroid juga mengurangi produksi osteocalcin, matrix protein utama dan sitokin lokal yang berfungsi menghambat resorpsi tulang. Sedangkan Metotreksat, akan
38

menghambat prekursor sel mesenkim primitif yang berperan dalam proses mineralisasi. Akumulasi polyglutamat MTX di sel akan meningkatkan toksisitas terhadap tulang. Namun pada beberapa referensi, bahwa beban mekanik tulang dan jaringan lemak sebagai mekanisme yang mendasari dari pengurangan BMD. Seseorang dengan BMI (Body Mass Index) rendah memiliki jaringan lemak yang kurang, menyebabkan sintesis substansi biologik tidak adekuat dan menyebabkan gangguan metabolisme mineral tulang. Sebaliknya Niimaeki dkk di Finlandia, dalam Sari, 2010, mendapatkan bahwa indeks massa tubuh yang tinggi merupakan faktor risiko untuk terjadinya osteonekrosis dan berdasarkan Permatasari,2009, memiliki relaps bone marrow lebih tinggi pada pasien LLA anak. Sedangkan menurut Hijiya, dalam Sari, 2010, mendapatkan tidak ada perbedaan terjadinya toksisitas akibat kemoterapi pada pasien obesitas dan non obesitas yang bermakna secara statistik. Menurut Sari dkk, 2010, obesitas meningkatkan risiko untuk menderita kanker, meningkatkan stres oksidatif melalui proses inflamasi dan meningkatnya kerusakan oksidatif pada DNA. Penelitian Barb dkk yang dikutip Sari, menghubungkan peran adiponektin dengan kanker. Adiponektin yaitu suatu protein yang disekresikan oleh adiposit dan berperan penting dalam pengaturan sensitivitas insulin dan inflamasi, dengan kanker. Berkurangnya adiponektin berhubungan erat dengan peningkatan jenis kanker tertentu. Namun belum terbukti adanya keterkaitan yang bermakna antara penurunan kadar protein ini dengan peningkatan leukimia pada anak. Sari dkk menyimpulkan, obesitas mempengaruhi terapi pada LLA, dengan demikian juga mempengaruhi outcome pada LLA anak.4,5,6 Berdasarkan penelitian Kamima dkk, 2009, menyatakan bahwa stres oksidatif terjadi sebelum kemoterapi karena radikal bebas yang dilepaskan sel kanker dan tetap berlangsung saat pemberian kemoterapi. Stres oksidatif pada LLA risiko tinggi lebih berat dibandingkan dengan tinggi LLA dan risiko vitamin rendah. Kadar MDA rendah
39

(malondialdehid)

antioksidan

mempermudah terjadi efek samping kemoterapi. Perlu penelitian lebih lanjut untuk mengetahui kadar vitamin antioksidan normal pada anak Indonesia dan dipikirkan pemberian asupan makanan yang mengandung vitamin antioksidan serta suplementasi vitamin antioksidan pada protokol kemoterapi untuk menurunkan efek samping kemoterapi.7 d. Prognosis Faktor prognostik LLA sebagai berikut : i. Jumlah leukosit awal, yaitu saat diagnosis ditegakkan, mungkin merupakan faktor prognosis yang bermakna tinggi. Ditemukan adanya hubungan linier antara jumlah leukosit awal dan perjalanan pasien LLA pada anak, yaitu bahwa pasien dengan jumlah leukosit > 50.000 ul mempunyai prognosis yang buruk.3 ii. Ditemukan pula adanya hubungan antara umur pasien saat diagnosis dan hasil pengobatan. Menurut Widiaskara dkk, 2010 dan Permatasari dkk 2009, pada pasien umur 2-5 tahun survival rate dua kali lebih besar dibandingkan pasien berumur kurang dari dua tahun atau lebih dari 10 tahun. Menurut Permono, 2005, pasien dengan umur dibawah 18 bulan atau diatas 10 tahun mempunyai prognosis lebih buruk dibandingkan dengan pasien berumur diantara itu. Khusus pasien dibawah umur satu tahun atau bayi terutama dibawah enam bulan mempunyai prognosis paling buruk. Hal ini dikatakan karena mereka mempunyai kelainan biomolekuler tertentu. Leukemia bayi berhubungan dengan gene re-arrangement pada kromosom 11q23 seperti t (4;11) atau t (11;19) dan jumlah leukosit yang tinggi.2,3,7 iii. Fenotip imunologis (immunophenotype) dari limfoblas saat diagnosis juga mempunyai nilai prognostik. Leukemia sel-B (L3 pada klasifikasi FAB) dengan antibodi kappa dan
40

lambda pada permukaan blas diketahui mempunyai prognostik yang buruk. Dengan adanya protokol spesifik untuk sel-B, prognosisnya semakin membaik. Sel-T leukemia juga mempnyai prognosis yang jelek, dan diperlakukan sebagai resiko tinggi. Dengan terapi intensif, sel-T leukemia murni tanpa faktor prognostik buruk yang lain, mempunyai prognosis yang sama dengan leukemia sel pre-B. LLA sel-T diatasi dengan protokol risiko tinggi.3 iv. Jenis kelamin. Dari berbagai penelitian, sebagai besar menyimpulkan bahwa anak perempuan mempunyai prognosis yang lebih baik dari anak laki. Hal ini dikatakan karena timbulnya relaps testis dan kejadian leukemia sel-T yang tinggi, hiperleukositosis dan organomegali serta massa mediastinum pada anak laki-laki. Penyebab pastinya belum diketahui, tetapi diketahui pula ada perbedaan metabolisme merkaptopurin dan metotreksat. Namun menurut Permatasari dkk, 2009, tidak ada perbedaan tingkat survival dilihat dari jenis kelamin pada kelompok yang diteliti.1,3,6 v. Respons terhadap terapi dapat diukur dari jumlah sel blas di darah tepi sesudah satu minggu terapi prednisone dimulai. Adanya sel sisa sel blas pada sumsum tulang pada induksi hari ke tujuh atau 14 menunjukkan prognosis buruk.3 vi. Kelainan jumlah kromosom juga mempengaruhi prognosis. LLA hiperploid (>50 kromosom) yang biasa ditemukan pada 25% kasus mempunyai prognosis yang baik. LLA hipoploid (3-5%) memiliki prognosis intermediate seperti t(1;19). Translokasi t(9;22) pada 5% anak atau t(4;11) pada bayi berhubungan dengan prognosis buruk.1,3 Menurut Hoffbrand, 2005, bila pengobatan gagal, maka biasanya terjadi kematian karena penyakit bersifat resisten atau akibat infeksi atau komplikasi lain selama pengobatan. Permatasari, 2009,
41

mengatakan bahwa luaran dari LLA yang buruk masih terus diobservasi. Banyak faktor yang mempengaruhi luaran terapi pada anak dengan LLA diantaranya usia saat didiagnosis, jenis kelamin, dan status nutrisi. Sedangkan menurut Widiaskara,2010, Pasien LLA dengan risiko tinggi mempunyai angka kematian tiga kali lebih tinggi daripada risiko standar, dengan penyebab tersering adalah infeksi, sebesar 76%.1,2,6

42

BAB III ANALISA KASUS


Pasien Anak L.A, laki-laki, berusia tiga tahun tujuh hari, didiagnosis leukemia akut, berdasarkan pemeriksaan klinis dan pemeriksaan laboratorium, yang dilakukan di RSPAD pada Juli 2012. Dari anamnesis didapatkan pada dua 2 minggu yang lalu, pasien mengalami demam terus-menerus, pemberian obat panas dan vitamin tidak memberikan perubahan, pasien juga mengeluhkan wajah pucat. Pemeriksaan fisik ditemukan organomegali dan pembesaran KGB. Demam yang timbul pada leukemia dapat timbul akibat proses infeksi atau proses leukemia itu sendiri, karena ternyata demam menghilang setelah diberikan kemoterapi. Pada proses infeksi meskipun sel-sel darah putih bertambah banyak, namun sel-sel tersebut tidak matang dan tidak dapat berfungsi sempurna, sehingga pasien tetap rentan terhadap infeksi. Gejala yang sering pada leukemia adalah pucat, demam, perdarahan dan nyeri tulang. Gejala klinis leukemia akut dapat terjadi progresif karena infiltrasi sel-sel darah putih di sumsum tulang belakang yang menghambat pembentukan sel-sel lain yaitu trombosit dan sel darah merah, maka klinis didapatkan pucat, anorexia dan lemas karena anemia, serta perdarahan karena trombosit rendah atau sekunder karena infiltrasi sel-sel leukemia ke hati. Pada pasien ini didapatkan pucat dan bukti perdarahan yaitu memar pada pipi yang lama tidak menghilang yang sesuai dengan gejala dan tanda leukemia. Selain itu gejala juga bisa muncul akibat infiltrasi sel-sel leukemia ke berbagai organ seperti hati, limpa, KGB, tulang serta sistem saraf pusat. Pada pasien ini didapatkan pembesaran hati, liver dan KGB yang sesuai dengan patofisiologi leukemia. Keganasan dan pembesaran organ yang terjadi menyebabkan pasien kehilangan nafsu makan minum. Keluhan pasien pada umumnya pucat dan lemah yang disebabkan oleh anemia. Dari pemeriksaan lab didapatkan anemia dan trombositopenia dengan nilai leukosit yang normal. Anemia dan trmobsitopenia disebabkan karena desakan pada sumsum tulang akibat proliferasi sel-sel darah putih yang abnormal. Nilai leukosit

43

pada penderita leukemia bisa rendah, normal atau tinggi karena jumlah sel darah putih yang beredar memang banyak tapi sebagian besar tidak matang. Untuk menegakkan diagnosis pasti leukemia adalah pemeriksaan sumsum tulang, melalui Bone Marrow Puncture (BMP), pemeriksaan ini juga dapat menyingkirkan diagnosis banding lain seperti malaria, infeksi mononukelosis, aplastik anemia dan idiopatik trombositopenia. Sumsum tulang normal mempunyai sel blas <5%. Dikatakan leukemia bila sel blas>25%. Dikatakan LLA bila pada pemeriksaan BMP sel blasnya adalah limfoblas, tidak memperlihatkan adanya diferensiasi. Sedangkan dikatakan LMA, bila pada pemeriksaan BMP sel blasnya adalah mieloblas, dan ditemukan tanda-tanda diferensiasi ke arah granulosis atau monosit atau progenitasnya. Foto thorax untuk melihat adanya massa di anterior mediastinum karena adanya limfadenopati dan menekan vena cava superior. Pengobatan pada leukemia adalah meliputi kuratif dan suportif. Terapi kuratif bertujuan untuk menyembuhkan leukeminya dengan kemoterapi yang meliputi fase induksi, intensifikasi, profilaskis dan rumatan. Saat ini digunakan kombinasi sedikitnya tiga macam obat untuk meningkatkan efek sitotoksik, meningkatkan tingkat remisi, dan menurunkan frekuensi resistensi obat.3 Di Indonesia sudah ada dua protokol pengobatan yang lazim digunakan untuk LLA, yaitu protokol nasional (Jakarta) dan protokol WK-ALL 2000.1,3 Terapi suportif meliputi pengobatan penyakit lain yang menyertai leukemia, pengobatan komplikasi. Pasien ini datang dengan pucat maka untuk memperbaiki sirkulasi diberikan O2 dan infuse D5 1/4S. Lalu diberikan juga terapi suprotif berupa pemberian transfusi darah(PRC), trombosit(TC) dan FFP, pemberian antibiotika, pemberian obat untuk meningkatkan granulosit, obat anti jamur, pemberian nutrisi dan pendekatan psikososial.3 Pasien ini diberikan antijamur Nistatin 3 x 300.000 IU, anbiotik untuk mencegah infeksi saluran cerna Colistin 3 x 300.000 IU, antibiotik untk mencegah ISK dan ISPA Kotrimoksazol 2 x 40 mg, Allopurinol 2 x 50 mg, Curcuma 3 x 1 tablet, dan Dexamethasone 4-4-3 tablet. Untuk nutrisi diberikan makan biasa 3x sehari total 1350 kcal. Ini didapat berdasarkan RDA calori dari umur berdasarkan tinggi badan dan berat badan ideal berdasarkan tinggi badan. 1350 kalori dengan proporsi 50% dari karbohidrat 675kkal, 35% dari protein 472,5 kkal, 15% dari lemak 202,5 kkal. Untuk cairan dipilih D5 1/4S karena pasien tidak nafsu makan dan minum, lalu untuk jumlah cairan didapat dari 1000+ (3 x 50 cc)= 1150 cc/24jam.
44

Volume PRC yang ditransfusi didapat dari 4 x 12 x 13= 624 cc. Dengan cara berseri pemberian 12 jam pertama 1 x 1,3 x 13= 20 cc, 12 jam berikutnya 3 cc/kgBB, 12 jam berikutnya 5 cc/kgBB, 12 jam berikutnya 7 cc/kgBB, 24 jam berikuntya 10 cc/kgBB, selanjutnya tiap 24 jam 10 cc/kgBB. Bila ada gallop diberikan furosemide 1 mg/kgBB (13 mg). Transfusi FFP sebanyak 10 cc/kgBB./hari selama 3 hari. Sedangkan transfusi trmobosit concentrate sebanyak BB(13)/13 x 2= 2 unit selama 3 hari. Untuk obat seperti Colistin dapat diberikan 3 x 1-2 tablet (250.000 I.U.) sehari, sedangkan Nystatin 3-4 x 1 mL(100.000 I.U.). Untuk contrimoxazole 6-8 mg/kgBB dalam 2 dosis. Dexamethasone dosisnya sesuai protocol leukemia di Indonesia. Yang perlu diwaspadai pada pengobatan/pemberian kemoterapi adalah efek samping obat, antara lain : Methotrexate Vincristine Dexametason Daunorubicin 6-Mercaptopurine : Ulkus mulut, toksisitas usus, hepatotoxic, supresi sumsum tulang. : Neurotoxic, anorexia, konstipasi : Ulkus peptik, obesitas, diabetes, osteoporosis, psikosis, hipertensi. : Cardiotoxic, rambut rontok, supresi sumsum tulang, hepatotoxic. : Hepatotoxic, stomatitis

Luaran yang buruk pada LLA masih terus diobservasi, berbagai faktor mempengaruhi luaran terapi pada anak, diantaranya usia saat didiagnosis, jenis kelamin, dan status nutrisi. Pasien didiagnosis Leukemia akut dengan suspek LLA pada usia 3 tahun. Pada pasien umur 2-5 tahun survival rate dua kali lebih besar dibandingkan pasien berumur kurang dari dua tahun atau lebih dari 10 tahun. Pasien dengan umur dibawah 18 bulan atau diatas 10 tahun mempunyai prognosis lebih buruk dibandingkan dengan pasien berumur diantara itu. Jenis kelamin pasien lakilaki mempunyai prognosis kurang baik dibandingkan anak perempuan. Hal ini dikatakan karena timbulnya relaps testis dan kejadian leukemia sel-T yang tinggi, hiperleukositosis dan organomegali serta massa mediastinum pada anak laki-laki. Sedangkan status gizi pasien baik sehingga dapat tingkat relaps yang lebih rendah pada bone marrow dibandingkan dengan yang status gizinya kurang atau
45

lebih(obesitas). Pasien LLA dengan risiko tinggi mempunyai angka kematian tiga kali lebih tinggi daripada risiko standar, dengan penyebab tersering adalah infeksi, sebesar 76%. Maka pada pasien ini prognosisnya adalah dubia. Monitoring lain yang dilakukan pada pasien ini adalah : Terhadap kejadian infiltrasi sel-sel leukemia ke SSP, dengan memeriksakan cairan serebrospinal saat pemberian MTX. Fungsi hati dengan memeriksakan SGPT, SGOT dan bilirubin. Fungsi ginjal dengan memeriksakan : ureum, kreatinin. Kadar asam urat. Lesi litik pada tulang, masa di mediastinum (pembesaran thymus atau kelenjar getah bening mediastinum). Tanda-tanda toksisitas obat terhadap jantung dengan pemeriksaan foto thorax dan echocardiografi.

46

DAFTAR PUSTAKA
1. Permono HB, Sutaryo, Ugrasena IDG, Windiastuti E, Abdulsalam M. Buku Ajar Hematologi-Onkologi Anak. Cetakan ke-3. Jakarta: Badan penerbit IDAI. 2010. 2. Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HB, Stanton BF. Nelson Textbook of Pediatrics. 18th ed. Philadephia: Saunders; 2007. 3. Sills RH. Practical Algorithm in Pediatrics Hematology and Oncology. Switzerland: Karger; 2003. 4. Hoffbrand AV, Petit JE, Moss PAH. Kapita Selekta Hematologi Edisi 4. 2005. Penerbit Buku Kedokteran EGC : Jakarta. Hlm.150-160. 5. Widiaskara, Permono B, Ugrasena IDG, Ratwita M. Luaran Pengobatan Fase Induksi Pasien Leukemia Limfoblastik Akut pada anak di Rumah Sakit Umum dr.Soetomo Surabaya. Sari Pediatri, vol.12, no.2, Agustus 2010, Jakarta. Hlm. 128-134. 6. Permono B, Ugrasena IDG. Leukemia Akut dalam Buku Ajar HematologiOnkologi Anak. Permono HB, Sutaryo, Ugrasena IDG, Windiastuti E, dkk (editor). 2006. Ikatan Dokter Anak Indonesia : Jakarta. Hlm. 236-247. 7. Santoso MC, Windiastuti E, Tumbelaka AR. The proportion of bone mineral density in children with high risk acute lymphoblastic leukemia after 6 and 12-month chemoterapy maintenance phase. Paediatricia Indonesiana, Vol.50, No.6, November 2010, Jakarta. Hlm. 365-370. 8. Sari TT, Windiastuti E, Cempako GR, Devaera Y. Prognosis Leukemia Limfoblastik Akut pada anak Obes. Sari pediatri, vol.12, no.1, Juni 2010, Jakarta. Hlm. 58-62. 9. Permatasari E, Windiastuti E, Satari HI. Survival and prognostic factors of childhood acute lymphoblastic leukemia. Paediatricia Indonesiana, Vol.49, No.6, November 2009, Jakarta. Hlm. 365-371.
Kamima K, Gatot D, Hadinegoro SRS. Profil antioksidan dan oksidan pasien anak dengan leukemia limfoblastik akut pada kemoterapi fase induksi (studi pendahuluan). Sari Pediatri, Vol.11, No.4, Desember 2009, Jakarta. Hlm. 282-288.

47

You might also like