You are on page 1of 28

ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU NIFAS TERHADAP NY.

X UMUR X TAHUN P1A0


POST PARTUM HARI KE 3 DENGAN BENDUNGAN ASI DI BPS CATUR ENI
TEMPEL SLEMAN YOGYAKARTA TAHUN 2013
BAB I
PENDAHULUAN
I. Latar Belakang
Masalah kesehatan pada ibu pasca persalinan menimbulkan dampak yang dapat meluas
keberbagai aspek kehidupan dan menjadi salah satu parameter kemajuan bangsa dalam
penyelenggaraan pelayanan kesehatan kepada masyarakat yang menyangkut dengan angka
kematian ibu (AKI) dan angka kematian bayi (AKB). Menurut WHO 81% AKI akibat
komplikasi selama hamil dan bersalin, dan 25% selama masa post partum.
Millenium Development Goals (MDGS) adalah hasil kesepakatan 189 negara termasuk
Indonesia yang mulai dijalankan pada September tahun 2000. Adapun program pemerintah
dalam rangka percepatan penurunan AKI guna mencapai target MDGs tahun 2015, telah
dirumuskan skenario percepatan penurunan AKI yaitu, target MDGs akan tercapai apabila
50% kematian ibu per provinsi dapat dicegah/dikurangi.
AKI di Indonesia masih termasuk yang tinggi dibandingkan negara-negara di Asia misalnya
Thailand dengan AKI 130/100.000 Kelahiran Hidup (KH). Data SDKI tahun 2007 mencatat
AKI di Indonesia mencapai 228 per 100.000 KH. Walaupun angka ini dipandang mengalami
perbaikan dibanding tahun tahun sebelumnya, Target MDGs5 yaitu menurunkan AKI
menjadi 102/100.000 KH pada tahun 2015 masih memerlukan upaya khusus dan kerja keras
dari seluruh pihak baik Pemerintah, sektor swasta maupun masyarakat. AKI yang tinggi
menunjukkan rawannya derajat kesehatan ibu ( Profil DinKes Provinsi DIY tahun 2012).
Masa nifas ini perupakan masa yang cukup penting bagi tenaga kesehatan untuk selalu
melakukan pemantauan karena pelaksanan yang kurang maksimal dapat menyebabkan ibu
mengalami berbagai masalah, bahkan dapat berlanjut pada komplikasi masa nifas,
sepertisepsis puerperalis. Jika ditinjau dari penyebab kematian para ibu, infeksi merupakan
penyebab kematian terbanyak nomor dua setelah perdarahan sehingga sangat tepat jika para
tenaga kesehatan memberikan perhatian yang tinggi pada masa ini. Adanya permasalahan
pada ibu akan berimbas juga kepada kesejahteraan bayi yang dilahirkan karena bayi tersebut
tidak akan mendapatkan perawatan maksimal dari ibunya. Dengan demikian, angka
morbiditas dan mortalitas bayi pun akan meningkat (Sulistyawati, 2009; h.1)

Masa nifas (puerperium) dimulai setelah plasenta lahir dan berakhir ketika ala-alat
kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas berlangsung selama kira-kira
6 minggu (Ambarwati dan Wulandari, 2009; h.1)
Infeksi kala nifas adalah infeksi peradangan pada semua alat genitalia pada masa nifas oleh
sebab apapun dengan ketentuan meningkatnya suhu badan melebihi 38oC tanpa menghitung
hari pertama dan berturut-turut selama dua hari (Manuaba, 2010; h.313)
Macam-macam infeksi masa nifas diantaranya yaitu endometritis, parametritis, peritonitis,
infeksi saluran kemih, bendungan Asi, mastitis, abses payudara. Mastitis merupakan
peradangan payudara yang dapat disertai atau tidak disertai infeksi. Mastitis adalah infeksi
pada payudara yang terjadi pada 1-2% wanita yang menyusui. Mastitis umumnya terjadi pada
minggu 1-5 setelah melahirkan terutama pada primipara. Mastitis juga ditandai dengan nyeri
pada payudara, kemerahan area payudara yang membengkak, demam, menggigil, dan
penderita merasa lemah dan tidak nafsu makan. Mastitis biasanya disebabkan oleh infeksi
Staphylococus aureus dan sumbatan susu yang berlanjut / bendungan ASI (Rukiyah dan
Yulianti, 2010; h.350)

Bendungan air susu dapat terjadi pada hari ke- 2 atau ke-3 ketika payudara telah
memproduksi air susu. Bendungan disebabkan oleh pengeluaran air susu yang tidak lancar,
karena bayi tidak cukup untuk menyusui, produksi meningkat, terlambat menyusukan,
hubungan dengan bayi (bounding) kurang baik, dan dapat pula karena adanya pembantasan
waktu menyusui (Prawirohardjo, 2011;hal 652). Salah satu penyebab bendungan ASI yaitu
putting susu yang terbenam.
Dampak bendungan ASI yaitu statis pada pembuluh limfe akan mengakibatkan tekanan
intraduktal yang akan mempengaruhi berbagai segmen pada payudara, sehingga tekanan
seluruh payudara meningkat, akibatnya payudara sering terasa penuh, tegang, dan nyeri
(WHO), walaupun tidak disertai dengan demam. Terlihat kalang payudara lebih lebar
sehingga sukar dihisap oleh bayi. Bendungan ASI yang tidak disusukan secara adekuat
akhinya terjadi mastitis(http://yuniochyrosiati.blogspot.com)
Penelitian terjadinya bendungan ASI di Indonesia terbanyak adalah pada ibu-ibu pekerja,
sebanyak 16% dari ibu yang menyusui (Depkes RI, 2006). Adanyakesibukan keluarga dan
pekerjaan menurunkan tingkat perawatan dan perhatian ibu dalam melakukan perawatan

payudara sehingga akan cenderung mengakibatkan terjadinya peningkatan angka kejadian


bendungan ASI (http://stikeskusumahusada.ac.id) .
II. Rumusan Masalah
Bagaimanakah Asuhan Kebidanan ibu nifas terhadap Ny.X umur X tahun P1A0 postpartum
hari ke 3 dengan bendungan ASI di BPS Catur Eni Tempel Sleman Yogyakarta tahun
2013?
III. Tujuan penelitian
A. Tujuan Umum
Dapat memberikan asuhan kebidanan Ibu nifas dengan bendungan ASI terutama pada Ny.X
umur X tahun P1A0 post partum hari ke-3.
B. Tujuan Khusus
1.

Diharapkan penulis dapat melakukan pengkajian ibu nifas pada Ny.X umur X tahun
P1A0 post partum hari ke 3 dengan bendungan ASI di BPS Catur Eni Tempel Sleman
tahun 2013.

2.

Diharapkan penulis dapat menentukan interpretasi data pada ibu nifas terhadap Ny.X
umur X tahun P1A0 post paartum hari ke 3 dengan bendungan ASI di BPS Catur Eni
Tempel Sleman tahun 2013.

3.

Diharapkan penulis dapat menentukan disgnose potensial pada ibu nifas terhadap Ny.X
umur X tahun P1A0 post partum hari ke 3 dengan bendungan ASI di BPS Catur Eni
Tempel Sleman tahun 2013.

4.

Diharapkan

penulis

dapat

melakukan

tindakan

segera/kolaborasi pada

ibu

nifas terhadap Ny.X umur X tahun P1A0 post partum hari ke 3 dengan bendungan ASI di
BPS Catur Eni Tempel Sleman tahun 2013.
5.

Diharapkan penulis dapat merencanakan tindakan pada ibu nifas terhadap Ny.X umur X
tahun P1A0 post partum hari ke 3 dengan bendungan ASI di BPS Catur Eni Tempel
Sleman tahun 2013.

6.

Diharapkan penulis dapat melaksanakan asuhan kebidananpada ibu nifas terhadap Ny.X
umur X tahun P1A0 post partum hari ke 3 dengan bendungan ASI di BPS Catur Eni
Tempel Sleman tahun 2013.

7.

Diharapkan

penulis

dapat

melakukan

evaluasi

asuhan

kebidananpada

ibu

nifas terhadap Ny.X umur X tahun P1A0 post partum hari ke 3 dengan bendungan ASI di
BPS Catur Eni Tempel Sleman tahun 2013.

IV.

Ruang lingkup
A. Sasaran
Objek yang diambil dalam Karya Tulis Ilmiah ini ialah satu orang ibu nifas yaitu
Ny.X umur X tahun P1A0 Post Partum hari ke 3 dengan bendungan ASI Catur Eni
Tempel Sleman.
B. Tempat
Penelitian ini dilakukan di BPS Catur Eni Tempel Sleman
C. Waktu
Pelaksanaan asuhan kebidanan dalam Karya Tulis Ilmiah dilaksanakan dari tanggal
20-25 Desember 2013.

V.
A.

Manfaat Penelitian
Bagi institusi pendidikan
Dapat menambah wawasan dan iptek khususnya bagi mahasiswa kebidanan dalam
menerapkan cara mengatasi masalah pada payudara ibu nifas, serta dapat digunakan
sebagai bahan bacaan di perpustakaan dan bahan untuk penelitian selanjutnya.

B.

Bagi lahan praktek


Dapat dijadikan sebagai masukan dan gambaran informasi untuk meningkatkan
manajemen asuhan kebidanan yang diterapkan terhadap klien dalam mengatasi masalah
pada payudara ibu nifas serta memberikan perawatan payudara yang baik dan benar.

C.

Bagi ibu nifas, keluarga, dan masyarakat


Dapat memberikan informasi pada ibu nifas, keluarga dan masyarakat dalam mengetahui
dan melakukan perawatan pada payudara yang baik dan benar sehingga ibu tidak
mengalami masalah dengan payudara.

D.

Bagi penulis
Dapat memberikan asuhan kebidanan pada ibu nifas tentang cara mengatasi masalah
payudara dan cara perawatan payudara yang baik dan benar baik pada ibu primipara
maupun multipara.

BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Masa Nifas
1.
Pengertian
Masa nifas (puerperium) dimulai setelah placenta lahir dan berakhir ketika alat-alat
kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas berlangsung selama kirakira 6 minggu (Ambarwati dan Wulandari, 2009; h.1).
Masa nifas (puerperium) adalah masa yang dimulai setelah plasenta keluar dan
berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan semula (sebelum hamil).
Masa nifas berlangsung selama kira-kira 6 minggu (Sulistyawati, 2009; h.1).
Masa nifas (puerpurium) adalah masa atau waktu sejak bayi lahir dilahirkan dan
plasenta keluar lepas dari rahim, sampai 6 minggu berikutnya, disertai dengan pulihnya
kembali organ-organ yang berkaitan dengan kandungan (Suherni dkk, 2009; h.1).
2.

Tujuan masa nifas adalah :


a.
Meningkatkan kesejahteraan fisik psikologi bagi ibu dan bayi dengan di berikan
asuhan, ibu akan mendapatkan fasilitas dan dukungan dalam upaya untuk menyesuaikan
peran barunya sebagai ibu (pada kasus ibu dengan kelahiran anak pertama).
b.
Pencegahan diagnose dini dan pengobatan komplikasi pada ibu dengan di berikan
asuhan pada ibu nifas kemungkinan munculnya permasalahan dan komplikasi akan lebih
cepat terdeteksi sehingga penanganannya pun dapat lebih maksimal.
c.
Merujuk ibu ke asuhan tenaga ahli bilamana perlu
d. Mendukung dan memperkuat keyakinan ibu serta memungkinkan ibu untuk mampu
melaksanakan perannya dalam situasi keluarga dan budaya yang khusus.
e.
Imunisasi ibu terhadap tetanus
f. Mendorong pelaksanaan metode yang sehat tentang pemberian makan anak,serta
peningkatan pengembangan hubungan yang baik antara ibu dan anak
(Sulistyawati, 2009; h.2)

3.

Tahapan masa nifas


a.
Puerpurium dini yaitu masa pemulihan dimana ibu telah diperkenankan untuk berjalan
jalan dan berdiri
b.
Puerpurium intermedial yaitu masa pemulihan menyeluruh alat alat genetalia yang
lamanya 6-8 minggu
c.
Remote poerpurium yaitu waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat terutama bila
hamil atau bersalin yang mengalami komplikasi (Ai Yeyeh, et.all, 2009).
Tahapan yang terjadi pada masa nifas menurut Saleha ( 2009; h.5) adalah sebagai berikut :
a.
Immediate postpartum
Masa segera setelah plasenta lahir sampai dengan 24 jam. pada masa nifas ini sering
terdapat banyak masalah, misalnya perdarahan karena atonia uteri. Oleh karna itu bidan

b.

c.

4.

dengan teratur harus melakukan pemeriksaan kontraksi uterus pengeluaran lokea tekanan
darah dan suhu.
Periode early postpartum (24 jam -1 minggu)
Pada fase ini bidan memastikan involusi uteri dalam keadaan normal, tidak ada
perdarahan lokia tidak berbau busuk tidak demam ibu cukup mendapatkan makanan dan
cairan serta ibu dapat menyusui dengan baik.
Periode late postpartum ( 1 minggu- 5 minggu )
Pada periode ini bidan tetap melakukan perawatan dan pemeriksaan sehari-hari serta
konseling KB.

Kebijakan Program Nasional Masa Nifas


a.
Kunjungan ke-1 (6-8 jam setelah persalinan)
Mencegah terjadinya perdarahan masa nifas karena atonia uteri, Mendeteksi dan
merawat penyebab lain perdarahan; rujuk bila perdarahan berlanjut,pemberian asi awal,
menjaga bayi tetap hangat.
b.
Kunjungan Ke-2 (6 Hari pasca persalinan)
Memastikan involusi berjalan dengan baik uterus berkontraksi, TFU dibawah umblikus,
dan lochea tidak berbau, Menilai adanya tanda-tanda demam, Memastikan ibu
mendapatkan cukup makanan, memastikan ibu menyusui dengan benar, memberikan
konseling tentang perawatan bayi agar tetap sehat.
c.
Kunjungan ke-3 (2 Minggu setelah persalinan)
Sama seperti enam hari setelah persalinan
d.
Kunjungan ke-4 (6 Minggu setelah persalinan)
Menanyakan penyulit yang dialami oleh ibu, Memberikan konseling untuk KB secara
dini
Tabel 2.1
kebijakan program nasional masa nifas
Kunjungan
Waktu
Tujuan
1
6-8 jam
Mencegah perdarahan masa
setelah
nifas karena atonia uteri
persalinan
Mendeteksi dan merawat penyebab
lain perdarahan, rujuk bila perdarahan
berlanjut.
Memberikan konseling pada ibu
atau
salah satu anggota keluarga
mengena
bagaimana cara mencegah
perdarahan
masa nifas karena atonia uteri.
Pemberian ASI awal.
Melakukan hubungan antara ibu
dengan bayi yang baru lahir.
Menjaga bayi agar tetap sehat
dengan cara mencegah hypotermi.

Jika petugas kesehatan menolong


persalinan, ia harus tinggal dengan ibu
dan bayi baru lahir untuk 2 jam
pertama setelah kelahiran, atau sampai
ibu dan bayi dalam keadaan stabil
2

6 hari setelah Memastikan involusi uterus


persalinan berjalan normal : uterus
berkontraksi, fundus di bawah
umbilicus, tidak ada perdarahan
abnormal, tidak ada bau.
Menilai adanya tanda-tanda
demam, infeksi atau perdarahan
abnormal.
Memastikan ibu mendapatkan
cukup makan, cairan dan istirahat.
Memastikan ibu menyusui
dengan baik dan tak memperhatikan
tanda-tanda penyulit.
Memberikan konseling pada ibu
mengenai asuhan pada bayi, tali
pusat, menjaga bayi tetap hangat,
dan merawat bayi sehari-hari.
3
2 minggu
Sama seperti di atas.
setelah
persalinan
4
6 minggu
Menanyakan pada ibu tentang
setelah
kesulitan-kesulitan yang ia atau
persalinan bayinya alami.
Memberikan konseling untuk KB
secara dini.
Sumber: Sulistyawati, 2009; h.6
5.
a.

Proses Laktasi dan Menyusui


Anatomi Dan Fisiologi Payudara
Secara vertikal payudara terletak diantara kosta II dan IV, secara horizontal mulai dari
pinggir sternum sampai linea aksilaris medialis (Ai Yeyeh, 2011).Payudara adalah kelenjar
yang terletak dibawah kulit, di atas otot dada. Fungsi dari payudara adalah memproduksi susu
untuk nutrisi bayi. Manusia memiliki sepasang kelenjar payudara yang beratnya kurang lebih
200 gram, saat hamil 600 gram dan saat menyusui 800 gram. Payudara disebut pula glandula
mamalia yang ada baik pada wanita maupun pria. Pada pria secara normal tidak berkembang
kecuali jika dirangsang oleh hormon. Pada wanita tetap berkembang setiap pubertas
sedangkan selama hamil terutama berkembang pada saat menyusui
(Dewi dan sunarsih, 2011; h.7).
Gambar 2 .1 Anatomi dan Fisiologi Payudara

1)
a)

b)
c)
2)

3)

b.

c.

Pada payudara terdapat tiga bagian utama, yaitu :


Korpus
Korpus adalah badan dari payudara yang terdiri dari :
Alveolus, yaitu unit terkecil yang memproduksi susu. Bagian dari alveolus adalah sel
Aciner, jaringan lemak, sel plasma, sel otot polos dan pembuluh darah. Lobulus, yaitu
kumpulan dari alveolus. Lobus, yaitu beberapa lobulus yang berkumpul menjadi 15-20 lobus
pada tiap payudara.
Duktus, ASI disalurkan dari alveolus ke dalam saluran kecil.
Duktus laktiferus kemudian beberapa duktus bergabung membentuk saluran yang lebih
besar.
Areola
Areola (kalang payudara) adalah bagian payudara yang mengelilingi putting yang berwarna
kegelapan yang disebabkan ileh penipisan dan penimbunan pigmen pada kulitnya.Sinus
Laktiferus, yaitu saluran di bawah areola yang besar melebar, akhirnya memusat ke dalam
puting dan bermuara ke luar. Di dalam dinding alveolus maupun saluran-saluran terdapat otot
polos yang bila berkontraksi dapat memompa ASI keluar.
Papilla
Papilla atau putting susu terletak setinggi interkosta IV, tetapi berhubungan adanya variasi
bentuk dan ukuran payudara maka letaknyapun akan bervariasi pula. Pada tempat ini terdapat
lubang-lubang kecil yang merupakan muara dari duktus laktiferus, ujung-ujung serat otot
polos yang tersususn secara sirkuler sehingga bila ada kontraksi maka duktus laktiferus akan
memadat dan menyebabkan putting susu ereksi, sedangkan serat-serat otot yang longitudinal
akan menarik kembali putting susu tersebut. Bentuk puting ada empat, yaitu bentuk yang
normal, pendek/ datar, panjang dan terbenam
(Retna dan Wulandari, 2009; h.29-30).
Proses laktasi dan menyusui
Proses ini dikenal juga dengan istilah inisiasi menyusu dini, dimana ASI baru akan keluar
setelah ari-ari atau plasenta lepas, hormon plasenta mengandung hormon penghambat yaitu
prolaktin yang menghambat proses pembentukan ASI. Setelah plasenta lepas hormon
plasenta tersebut tidak diproduksi lagi sehingga air susu keluar. Umumnya air susu keluar 2-3
hari setelah melahirkan(Saleha, 2009; h.11).

Anatomi fisiologi payudara


Payudara adalah kelenjar yang terletak dibawah kulit, diatas otot dada. Fungsi dari payudara
adalah memproduksi susu untuk nutrisi bayi. Manusia mempunyai sepasang kelenjar
payudara, yang beratnya kurang lebih 200 gram,saat hamil 600 gram, dan saat menyusui 800
gram. Payudara disebut juga glandula mamae. Pada pria secara normal tidak berkembang
kecuali jika dirangsang oleh hormon.Pada wanita tetap berkembang setiap pubertas
sedangkan selama hamil terutama berkembang pada saat menyusui.
1)
Letak
Setiap payudara terletak pada sternum dan meluas setinggi kosta kedua dan keenam.
Payudara ini juga terletak pada supercialis dinding rongga dada yang dirangsang oleh
ligamentum suspensorium

2)

Bentuk
Masing-masing payudara terbentuk tonjolan setengah bola dan mempunyai ekor dari jaringan
yang meluas kearah ketiak.
3)
Ukuran
Ukuran payudara berbeda setiap individu, juga tergantung pada stadium perkembangan dan
umur. Tidak jarang salah satu payudara ukurannya agak lebih besar dari pada yang lainnya.
d.

Struktur payudara
Gambar 2.2 Struktur Payudara

1)
a)

Struktur makrokospik dari payudara


Cauda aksilaris
Jaringan yang meluas kearah aksila
b)
Aerola
Daerah lingkaran yang mengalami hiperpigmentasi. Aerola pada masing-masing payudara
memiliki garis tengah kira-kira 2,5 cm letaknya mengelilingi puting dan berwarna gelap
selama hamil warna akan menjadi gelap dan warna ini akan menetap untuk selanjutnya.
Kelenjar lemak ini akan menghasilkan suatu bahan dan dapat melicinkan kalang payudara
selama menyusui pada kalang ini terdapat duktus lakteferus yaitu saluran yang membesar dan
melebar akirnya memsat kedalam puting dan bermuara ke luar.
c)
Papila mamae
Papila mamae terletak setinggi kosta keempat. Pada tempat ini terdapat lubang-lubang kecil
yang merupakan muara dari duktus lakteferus, ujung-ujung serat saraf, pembuluh darah,
pembuluh getah bening serat-serat otot polos yang tersusun secara sirkuler sehinnga bila ada
kontraksi duktus lakteferus akan memadat dan akan menyebabkan puting susu ereksi,
sedangkan serat-serat otot yang longitudinal akan menarik kembali puting susu tersebut.
Bentuk puting ada 4 macam yaitu bentuk yang normal, pendek, panjang dan terbenam
(Dewi dan sunarsih, 2011; h.7)
2)

Struktur mikrokopis dari payudara


Payudara tersusun atas jaringan kelenjar, tetapi juga mengandung jumlah jaringan lemak dan
ditutupi oleh kulit, jaringan kelenjar ini dibagi menjadi kira-kira 15-20 lobus yang dipisahkan
secara sempurna satu sama lain oleh lembaran-lembaran jaringan fibrosa. Setiap lobus
merupakan satu unit fungsional yang berisi dan tersusun atas bangunan-bangunan sebagai
berikut:
a. Alveoli
Merupakan unit terkecil yang memproduksi susu. Bagian dari alveolus adalah sel aciner,
jaringan lemak sel plasma, sel otot polos, dan pembuluh darah. Payudara terdiri atas 15-25
lobus masing-masing lobus terdiri atas 20-40 lobulus. Masing-masing lobulus terdiri atas 10
100 alveoli dan masing-masing dihubungkan dengan saluran air susu, kemudian beberapa
duktus bergabung membentuk saluran yang lebih besar (Duktus Laktiferus)
b.
Duktus laktiferus
Saluran sentral yang merupakan muara dari beberapa tubulus lakteferus
c.
Ampula

Bagian dari duktus laktiferus yang melebar merupakan tempat penyimpan air susu. Ampula
terletak dibawah aerola.
d.
Tubulus
Jaringan yang meluas dari ampula sampai ke papila mamae
(Dewi dan Sunarsih, 2011; h.9)
e.
1)

2)

3)
4)

5)

Hormon Yang Terlibat Dalam Proses Pembentukan ASI


Progesteron
Mempengaruhi pertumbuhan dan ukuran alveoli kadar progesteron dan estrogen menurun
saat setelah melahirkan. Hal ini menstimulasikan produksi ASI secara besar-besaran.
Estrogen
Menstimulasikan sistem saluran ASI untuk membesar. Kadar estrogen dalam tubuh menurun
saat melahirkan dan tetap rendah untuk beberapa bulan selama menyusui.
Prolaktin
Berperan dalam membesarnya alveoli pada masa kehamilan.
Oksitosin
Mengencangkan otot halus dalam rahim pada saat melahirkan dan setelahnya, seperti halnya
juga dalam orgasme. Setelah melahirkan, oksitosin juga mengencangkan otot halus disekitar
alveoli untuk memeras asi menuju saluran susu.
Human placental lactogen
Sejak bulan kedua kehamilan, plasenta mengeluarkan banyak HPL yang berperan dalam
pertumbuhan payudara, puting, dan aerola sebelum melahirkan. Pada bulan ke lima dan bulan
keenam kehamilan, dan payudara siap untuk memproduksi ASI (Saleha, 2009; h.13)

f. Proses Produksi ASI


Pengeluaran ASI merupakan suatu interaksi yang sangat kompleks antara rangsangan
mekanik, saraf, dan macam-macam hormon.
Pengaturan hormon yang terdapat dalam pengeluaran ASI ada 3 yaitu:
1)
Produksi air susu ibu (Prolaktin)
2)
Pengeluaran air susu ibu (Oksitosin)
3)
Pemeliharan air susu ibu
Tetapi pada seorang ibu yang hamil dikenal dua reflek yang masing-masing berperan dalam
pembentukan dan pengeluaran air susu ibu, yaitu:
1.

Reflek prolaktin
Reflek ini sangat memegang peranan penting dalam proses pembuatan kolostrum, dimana
hormon ini merangsang sel-sel alveoli yang berfungsi untuk membuat air susu kadar
prolaktin ibu yang akan menyusui akan normal kembali tiga bulan setelah melahirkan. Pada
ibu yang menyusui akan meningkat dalam keadaan-keadaan seperti:
a.
Stres Atau Pengaruh Psikis
b.
Anastesi
c.
Operasi
d.
Rangsangan puting susu
2. Reflek let down

a.
b.
c.
d.

a.

b.

c.

3.

1)

2)

Rangsangan ini berasal dari hisapan bayi yang dilanjutkan ke hipofisis posterior
(neorohipofisis) yang kemudian dikeluarkan oleh oksitosin.
Faktor-faktor yang meningkatkan reflek let down
Melihat Bayi
Mendengarkan suaranya
Mencium bayinya
Memikirkan untuk menyusui bayinya
Beberapa reflex yang mungkin bayi baru lahir untuk memperoleh ASI adalah sebagai berikut.
Refleks Rooting
Refleks ini memungkinkan bayi baru lahir untuk menemukan puting susu apabila ia
diletakkan di payudara.
Refleks Menghisap
Yaitu saat bayi mengisi mulutnya dengan puting susu atau pengganti puting susu sampai ke
langit keras dan punggung lidah. Refleks ini melibatkan rahang, lidah dan pipi.
Refleks Menelan
Yaitu gerakan pipi dan gusi dalam menekan areola, sehingga refleks ini merangsang
pembentukan rahang bayi. (Saleha, 2009; h.15-17)
Pemeliharaan pengeluaran air susu
Hubungan yang utuh antara hipotalamus dan hipofisis akan mengatur kadar prolaktin dan
oksitosin dalam darah. Bila susu tidak dikeluarkan akan mengakibatkan berkurangnya
sirkulasi darah kapiler yang menyebabkan terlambatnya proses menyusui dan berkurangnya
rangsangan menyusui oleh bayi misalnya kekuatan isapan yang kurang, frekuensi isapan yang
kurang serta singkatnya waktu menyusui. Hal ini berarti pelepasan prolaktin yang cukup
diperlukan untuk mempertahankan pengeluaran air susu mulai sejak minggu pertama
kelahiran (Dewi dan Sunarsih, 2011; h.13).
g.
Proses Pembentukan Laktogen
Proses pembentukan laktogen melalui tahapan-tahapan berikut:
Laktogenesis I
Pada fase terakhir kehamilan, payudara wanita memasuki fase laktogenesis. Saat ini
payudara memproduksi kolostrum, yaitu berupa cairan kental kekuningan. Pada saat
itu, tingkat progesteron tinggi mencegah produksi ASI yang sebenarnya. Namun, hal ini
bukan merupakan masalah medis. Apabila ibu hamil mengeluarkan (bocor) kolostrum
sebelum bayi lahir, hal ini bukan merupakan indikasi sedikit atau banyaknya produksi ASI
sebenarnya nanti.
Laktogenesis II
Saat melahirkan, keluarnya plasenta menyebabkan turunnya tingkat hormon progesteron,
esterogen dan HPL secara tiba-tiba, namun hormon prolaktin tetap tinggi. Hal ini
menyebabkan produksi ASI besar-besaran yang dikenal dengan fase laktogenesis II. Apabila
payudara
dirangsang, jumlah prolaktin
dalam
darah
meningkat dan
mencapai
puncaknya dalam periode 45 menit, kemudian kembali ke level sebelum rangsangan tiga jam
kemudian. Keluarnya hormon prolaktin menstimulasi sel di dalam alveoli untuk
memproduksi ASI, dan hormon ini juga keluar dalam ASI itu sendiri. Penelitian
mengindikasikan bahwa jumlah prolaktin dalam susu lebih tinggi apabila produksi ASI lebih

banyak, yaitu sekitar pukul 02.00 dini hari hingga 06.00 pagi, sedangkan jumlah prolaktin
rendah saat payudara terasa penuh.
3)
Laktogenesis III
Sistem kontrol hormon endokrin mengatur produksi ASI selama kehamilan dan beberapa hari
pertama setelah melahirkan. Ketika produksi ASI mulai stabil, sistem kontrol otokrin
dimulai. Fase ini dinamakan laktogenesis III. Pada tahap ini, apabila ASI banyak
dikeluarkan, payudara akan memproduksi ASI banyak pula. Dengan demikian, produksi ASI
sangat dipengaruhi oleh seberapa sering dan seberapa baik bayi menghisap, juga seberapa sering
payudara dikosongkan. (Saleha, 2009;h.13).
h.
Manfaat Pemberian ASI
1) Bagi bayi
Pemberian ASI dapat membantu bayi memulai kehidupannya dengan baik. Kolostrum, susu
jolong, atau susu pertama mengandung antibody yang kuat untuk mencegah infeksi dan
membuat bayi menjadi kuat. Penting bagi bayi sekali untuk segera minum ASI dalam jam
pertama sesudah lahir, kemudian setidaknya setiap 2-3 jam. ASI mengandung campuran
berbagai bahan makanan yang tepat bagi bayi. ASI mudah dicerna oleh bayi. ASI saja tanpa
tambahan makanan lain- merupakan cara terbaik untuk memberi makan bayi dalam waktu 46 bulan pertama. Sesudah 6 bulan, beberapa bahan makanan lain harus ditambahkan pada
bayi. Pemberian ASI pada umumnya harus disarankan selama setidaknya 1 tahun pertama
kehidupan anak.
2) Bagi Ibu
a) Pemberian ASI membantu ibu untuk memulihkan diri dari proses persalinannya. Pemberian
ASI selama beberapa hari pertama membuat rahim berkontraksi dengan cepat dan
memperlambat perdarahan (hisapan pada putting susu merangsang dikeluarkannya hormon
oksitosin alami akan membantu kontraksi rahim).
b)
Wanita yang menyusui bayinya akan lebih cepat pulih/turun berat badannya dari berat
badan yang bertambah selama hamil.
c) Ibu yang menyusui, yang menstruasinya belum muncul kembali akan kecil kemungkinannya
untuk menjadi hamil (kadar prolaktin yang tinggi akan menekan hormone FSH dan ovulasi).
d) Pemberian ASI adalah cara terbaik bagi ibu untuk mencurahkan kasih sayangnya kepada
buah hatinya.
3) Bagi semua orang
a)
ASI selalu bersih dan bebas hama yang menyebabkan infeksi.
b)
Pemberian ASI tidak memerlukan persiapan khusus.
c)
ASI selalu tersedia dan gratis.
d) Ibu menyusui yang siklus menstruasinya belum pulih kembali akan memperoleh perlindungan
sepenuhnya dari kemungkinan hamil. (Sulistyawati, 2009; h.17).
i.
Cara merawat payudara
Cara merawat payudara dan perawatan tersebut dapat dilakukan oleh ibunya sendiri, dengan
cara sebagai berikut :
a.
Ibu dapat mengatur ulang posisi menyusui jika mengalami kesulitan
b. Ibu mengeringkan payudara setelah menyusui, untuk mencegah lecet atau retak oleskan
sedikit ASI ke puting, keringkan dulu sebelum menggunakan pakaian.

c.

Jika ibu mengalami mastitis/tersumbatnya saluran ASI anjurkan ibu untuk tetap
memberikan ASI
d. Tanda dan gejala bahaya dalam menyusui yaitu di antaranya adalah bintik/garis merah
panas pada payudara, teraba gumpalan/bengkak pada payudara, demam.
j.

Tehnik menyusui yang benar


Gambar 2.3 Tehnik menyusui yang benar

Lakukan teknik menyusui, dengan langkah- langkah sebagai berikut:


Sebelum menyusui, ASI dikeluarkan sedikit kemudian dioleskan pada putting susu dan
areola disekitarnya. Cara ini mempunyai manfaat sebagai desinfektan dan menjaga
kelembaban putting susu.
2)
Bayi diletakan menghadap perut ibu/ payudara
3) Ibu duduk atau berbaring dengan santai, bila duduk lebih baik menggunakan kursi yang
rendah (kaki tidak menggantung) dan punggung ibu bersandar pada sandaran kursi.
4) Bayi dipegang pada belakang bahunya dengan satu lengan, kepala bayi terletak pada
lengkung siku ibu (kepala tidak boleh mengenadah) dan bokong bayi ditahan dengan telapak
tangan ibu.
5)
Satu tangan bayi diletakan dibelakang badan ibu, dan yang satu didepan
6)
Perut bayi menempel perut ibu, kepala bayi menghadap payudara (tidak hanya
membelokkan kepala bayi).
7)
Telinga dan lengan bayi terletak pada satu garis lurus.
Catatan : ibu menatap bayi dengan kasih sayang.
ara dipegang dengan ibu jari diatas dan jari lain menopang
dibawah, jangan menekan putting susu atau areola saja.
9)
Bayi diberi ransangan untuk membuka mulut (rooting reflek) dengan cara:
a) Menyentuh pipi dengan putting susu
b) Menyentuh sisi mulut bayi
10) Setelah bayi membuka mulut, dengan cepat kepala bayi didekatkan ke payudara ibu dengan
putting susu serta areola dimasukan kemulut bayi.
11) Usahakan sebagaian areola dapat masukan kedalam mulut bayi sehingga putting susu ibu
berada dibawah langit- langit dan lidah bayi akan menekan ASI keluar dari tempat
penampung ASI yang terletak dibawah areola.
12) Setelah bayi mulai menghisap payudara tak perlu dipegang atau disanggah lagi.
13) Untuk mengetahui bayi telah menyusui dengan teknik yang benar dan tepat. Dapat dilihat :
a) Bayi tampak tenang
b) Badan bayi menempel dengan perut ibu
c) Mulut bayi membuka dengan lebar
d) Sebagian areola masuk kedalam mulut bayi
e) Bayi Nampak menghisap kuat dengan irama perlahan
f) Putting susu ibu tidak terasa nyeri
g) Telinga dan lengan sejajar terletak pada garis lurus
h) Kepala tidak menengadah
14) Melepaskan isapan bayi
1)

Setelah menyusui pada satu payudara sampai kosong, sebaiknya ganti payudara yang lain.
Cara melepaskan isapan bayi :
a) Jari kelingking ibu dimasukan kemulut bayi melalui sudut mulut.
b) Dagu bayi ditekan kebawah
c) Setelah selesai menyusui, ASI dikeluarkan sedikit kemudian dioleskan pada putting susu
dan areola sekitar. Biarkan kering dengan sendirinya (Maryunani, 2009; h.76-79).
B. Tanda bahaya masa nifas
a. Perdarahan hebat atau peningkatan darah secara tiba-tiba atau pembalut penuh dalam waktu
setengah jam telah mengganti 2 kali pembalut.
b. Pengeluaran cairan vaginal dengan bau busuk
c. Rasa nyeri diperut bagian bawah atau punggung
d. Sakit kepala yang terus-menerus ataau, nyeri epigastrik, atau masalah penglihatan.
e. Pembengkakan pada wajah dan tangan.
f. Demam, muntah, rasa sakit pada waktu pembuangan air seni, atau merasa tidak enak badan.
g. Payudara yang merah, panas, atau sakit
(Rukiyah dkk, 2011; h.154)
1.

Infeksi masa nifas


Infeksi masa nifas adalah infeksi pada traktus genitalia setelah persalinan biasanya dari
endometrium bekas insersi plasenta (Saleha, 2009; h.96)
Infeksi nifas adalah infeksi pada dan melalui traktus genitalis setelah persalinan. Suhu 38 oC
atau lebih yang terjadi antara hari ke 2-10 postpartum dan diukur peroral sedikitnya empat
kali sehari (Yanti dan Dian, 2011; h.100)
Infeksi kala nifas adalah infeksi peradangan pada semua alat genitalia pada masa nifas oleh
sebab apapun dengan ketentuan meningkatnya suhu badan melebihi 38oC tanpa menghitung
hari pertama dan berturut-turut selama dua hari (Manuaba, 2010;h.313)

2.
a.

Cara terjadinya infeksi


Tangan pemeriksa atau penolong yang tertutup sarung tangan pada pemeriksaan dalam
atau operasi membawa bakteri yang sudah ada dalam vagina kedalam uterus
b. Droplet infection
c. Dalam rumah sakit selalu banyak kuman-kuman patogen yang berasal dari penderita-penderita
dengan berbagai jenis infeksi
d. Koitus pada akhir kehamilan tidak merupakan sebab infeksi penting, kecuali apabila
mengakibatkan pecahnya ketuban
e. Infeksi intapartum sudah dapat menimbulkan gejala-gejala pada waktu berlangsungnya
persalinan.
(Dewi dan Sunarsih, 2011; h.109-110)
3.
1.

Jenis-jenis infeksi
Endometritis

2.

3.

4.

5.

Pada infeksi dengan kuman yang tidak seberapa patogen, radang terbatas pada endometrium.
Jaringan desidua bersama-sama dengan bekuan darah menjadi nekrosis dan mengeluarkan
getah berbau yang terdiri atas keping-keping nekrosis serta cairan (saleha, 2009;)
Parametritis
Parametritis adalah infeksi jaringan pelvis yang dapat terjadi melalui beberapa cara
penyebaran melalui limfe dari luka serviks yang terinfeksi atau dari endometritis, penyebaran
langsung dari luka-luka pada serviks yang meluas sampai ke dasar ligamentum serta
penyebaran sekunder dari tromboflebitis (Dewi dan Sunarsih, 2011; h.112)
Peritonitis
Infeksi purpuralis melalui saluran getah bening dapat menjalar ke peritoneum hingga terjadi
peritonis atau ke parametrium menyebabkan parametritis (Saleha, 2009; h.98)
Infeksi saluran kemih
Kejadian infeksi saluran pada masa nifas relatif tinggi dan hal ini dihubungkan dengan
hipotonik kandung kemih akibat trauma kandung kemih saat persalinan, pemeriksaan dalam
yang sering, kontaminasi kuman dari perineum atau kateterisasi yang sering (Dewi dan
Sunarsih, 2011; h.114)
Bendungan ASI
Bendungan ASI adalah terjadinya pembengkakan pada payudara karena peningkatan aliran
vena dan limfe sehingga menyebabkan bendungan ASI dan rasa nyeri disertai kenaikan suhu
badan (Rukiyah dan Yulianti, 2010; h.345)
Bendungan air susu dapat terjadi pada hari ke-2 atau ke-3 ketika payudara telah memproduksi
air susu. Bendungan disebabkan oleh pengeluaran air susu yang tidak lancar, karena bayi
tidak cukup sering menyusui, produksi meningkat, terlambat menyusukan, hubungan dengan
bayi yang kurang baik, dan dapat pula terjadi akibat pembatasan waktu menyusui. Menurut
Prawirohardjo (2011; h.652) Bendungan ASI dapat terjadi karena adanya penyempitan
duktus latiferus pada payudara ibu dan dapat terjadi pula bila ibu memiliki kelainan putting
susu.

a. Faktor-faktor penyebab Bendungan ASI, yaitu:


1)
Pengosongan mamae yang tidak sempurna (dalam masa laktasi, terjadi peningkaan
produksi ASI pada ibu yang produksi ASI-nya yang berlebihan)
2)
Faktor hisapan bayi yang tidak aktif (Pada masa laktasi, bila ibu tidak menyusukan
bayinya sesering mungkin atau jika bayi tidak aktif menghisap, maka akan menimbulkan
bendungan ASI)
3)
Faktor posisi menyusui bayi yang tidak benar (Tehnik yang salah dalam menyusui dapat
mengakibatkan putting susu menjadi lecet dan menimbulkan rasa nyeri pada saat bayi
menyusu)
4)
Putting susu terbenam (Putting susu terbenam akan menyulitkan bayi dalam menyusu,
Karena bayi tidak dapat menghisap putting dan areola, bayi tidak mau menyusu dan
akibatnya terjadi bendungan ASI)
5)
Putting susu terlalu panjang (Putting susu yang panjang menimbulkan kesulitan pada saat
bayi menyusu karena bayi tidak dapat menghisap areola dan merangsang sinus laktiferus

untuk mengeluarkan ASI. Akibatnya ASI tertahan dan menimbulkan bendungan


ASI (Rukiyah dan Yulianti, 2010; h.346).
b.

Tanda dan gejala Bendungan ASI, yaitu:


Mamae panas serta keras pada perabaan dan nyeri, putting susu bisa mendatar sehingga bayi
sulit menyusui, pengeluaran susu terkadang terhalang oleh duktuli laktiferi menyempit,
payudara bengkak, keras, panas. Nyeri bila ditekan, warnanya kemerahan, suhu tubuh sampai
380C (Rukiyah dan Yulianti, 2010; h.346).
Tanda gejala menurut Prawirohardjo ( 2010; h.652) yaitu:
pembengkakan payudara bilateral dan secara palpasi secara keras, kadang terasa nyeri serta
seringkali disertai peningkatan suhu badan ibu, tetapi tidak terdapat tanda- tanda kemerahan
dan demam.

c.
1)
2)
3)
4)
5)

Penanganan bendungan ASI


Susukan bayi segera setelah lahir
Susukan bayi tanpa dijadwal
Keluarkan sedikit ASI sebelum menyusui agar payudara lebih lembek
Keluarkan ASI dengan tangan atau pompa bila produksi melebihi kebutuhan ASI
Untuk mengurangi rasa sakit pada payudara berikan kompres dingin dan hangat dengan
handuk secara bergantian kanan dan kiri
6) Untuk memudahkan bayi menghisap atau menangkap puting susu berikan kompres sebelum
menyusui
(Rukiyah dan Yulianti, 2010; h.348).
Penanganan Bendungan ASI menurut Manuaba (2010; h.317)
Mengosongkan ASI dengan masase atau pompa, memberikan estradiol sementara
menghentikan pembuatan ASI, dan pengobatan simtomatis sehingga keluhan berkurang.
Penanganan Bendungan ASI menurut Jannah (2011; h.146)
1)
Menyokong payudara dengan BH dan memberikn analgetik.
2)
Beri stril 3 kali/hari 1 mg selama 2-3 hari (sementara waktu) untuk mengurangi
pembendungan dan memungkinkan air susu dikeluarkan dengan pijatan.
d.
1)
2)
3)
4)
6.

Penatalaksanaan bendungan ASI


Keluarkan ASI secara manual / ASI tetap diberikan pada bayi.
Menyangga payudara dengan BH yang menyokong.
Kompres dengan kantong es (kalau perlu)
Pemberian analgetik atau kodein 60 mg per oral (Suherni, 2009; h.137).
Mastitis
Mastitis merupakan peradangan payudara yang dapat disertai atau tidak disertai infeksi.
Mastitis adalah infeksi pada payudara yang terjadi pada 1-2 % wanita yang menyusui.
Mastitis umumnya terjadi pada minggu 1-5 setelah melahirkan terutama pada primipara.

a.
b.
c.
d.

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

a.
b.
c.

C.

Mastitis juga ditandai dengan nyeri pada payudara, kemerahan area payudara yang
membengkak, demam, menggigil, dan penderita merasa lemah dan tidak nafsu makan.
Mastitis biasanya disebabkan oleh infeksi Staphylococus aureus dan sumbatan susu yang
berlanjut (Rukiyah dan Yulianti, 2010; h.350).
Penyebab terjadinya mastitis adalah sebagai berikut :
Payudara bengkak yang tidak disusui secara adekuat, akhirnya terjadi mastitis
Putting lecet akan memudahkan masuknya kuman dan terjadinya payudara bengkak
Bra yang terlalu ketat mengakibatkan segmental engorgement, jika tidak disusui dengan
adekuat, maka bisa terjadi mastitis
Ibu yang dietnya buruk, kurang istirahat, dan anemia akan mudah terkena infeksi (Saleha,
2009; h.109).
Tanda dan gejala pada mastitis, yaitu:
Rasa panas dingin disertai dengan kenaikan suhu,
penderita merasa lesu,
tidak nafsu makan,
mammae membesar,
nyeri dan pada suatu tempat kulit merah,
membengkak sedikit dan nyeri pada perabaan, serta payudara keras (Rukiyah dan Yulianti,
2010; h.351).
Abses payudara
Abses payudara merupakan kelanjutan/komplikasi dari mastitis. Hal ini disebabkan karena
meluasnya peradangan dalam payudara tersebut. Tanda dan gejala yang dirasakan oleh ibu
dengan abses payudara adalah sebagai berikut.
Ibu tampak lebih parah sakitnya
Payudara lebih merah dan mengkilap
Benjolan lebih lunak karena berisi nanah, sehingga perlu diinsisi untuk mengeluarkan nanah
tersebut (Saleha, 2009; h.109-110).

Putting susu datar atau terbenam


Putting yang kurang menguntungkan seperti ini sebenarnya tidak selalu menjadi masalah.
Secara umum, ibu tetap masih dapat menyusui bayinya dan upaya selama antenatal
umumnya. Kurang berguna, misalnya dengan memanipulasi Hoffman, menarik-narik putting,
atau pun penggunaan breast shield dan breast shell.Tindakan yang paling efisien untuk
memperbaiki keadaan ini adalah isapan langsung yang kuat. Oleh karena itu, sebaiknya tidak
dilakukan apa-apa, tunggu saja sampai bayi lahir. Segara setelah pasca-lahir lakukan
tindakan-tindakan berikut:
Skin-to-skin kontak dan biarkan bayi mengisap sedini mungkin.
1) Biarkan bayi mencari putting kemudian mengisapnya. Bila perlu dicoba berbagai posisi
untuk mendapatkan keadan yang paling menguntungkan. Rangsang putting agar dapat
keluar sebelum bayi mengambil -nya.
2) Apabila putting benar-benar tidak bisa muncul, dapat ditarik dengan pompa putting susu
(nipple puller), atau yang paling sederhana dengan sedotan spuit yang dipakai terbalik.

3) Jika tetap mengalami kesulitan, usahakan agar bayi tetap disusui dengan sedkit penekanan
pada areolla mammae dengan jari sehngga terbentuk dot ketika memasukan putting susu
kedalam mulut bayi.
4) Bila terlalu penuh ASI, dapat diperas terlebih dahulu dan diberikan dengan sendok atau
cangkir, atau teteskan langsung kemulut bayi. Bila perlu lakukan ini hingga 1-2 minggu
(Dewi dan Sunarsih, 2011; h.38-39).
Putting susu datar atau terbenam menurut Maryunani (2009; h.91-92)
Untuk mengetahui apakah putting susu datar/terbenam yaitu dengan cara menjepit areolaa
antara ibu jari telunjuk dibelakang putting susu. Bila putting menonjol berati putting tersebut
normal, namun bil putting tidak menonjol berarti putting susu datar/terbenam.
Cara mengatasinya:
Dengan menggunakan pompa putting. Putting susu yang datar atau terbenam dapat dibantu
agar menonjol dan dapat diisap oleh mulut bayi. Upaya ini dimulai sejak kehamilan 3 dan
biasanya hanya perlu dibantu hingga bayi berusia 5-7 hari. Putting juga bisa ditarik keluar
secara teratur hingga putiing akan sedikit menonjol dan dapat diisapkan kemulut bayi, putting
akan lebih menonjol lagi.
Putting susu datar atau terbenam menurut Ambarwati dan Wulandari (2009; h.44)
1. Tehnik atau gerakan hoffman yang dikerjakan 2x sehari
2. Dibantu dengan jarum suntik yang dipotong ujungnya atau dengan pompa ASI.
Putting susu datar atau terbenam menurut Jannah (2011; h.50)
Untuk mengetahui apakah putting susu datar/terbenam, dengan cara menjepitareola antara
ibu jari dan jari telunjuk dibelakang putting susu.
Cara mengatasinya bisa mempergunakan pompa putting. Putting juga bisa ditarik keluar
secara teratur hingga putting akan sedikit menonjol dan dapat diisap kemulut bayi sehingga
putting akan menonjol lagi.
Kelainan putting payudara
Putting payudara yang retraksi (tidak menonjol keluar dengan baik) akan menyebabkan
kesukaran meneteki. Bila tidak terlalu berat dapat dibantu dengan pompa payudara atau air
susu dikeluarkan dengan pijatan tangan/masase. Pada kasus demikian dianjurkan pda akhir
kehamilan atau sebelum menyusui untuk menarik putting keluar dengan menggunakan jari
atau penarik putting (Prawirohardjo, 2011; h.654).
D. Tehnik pengeluaran ASI
1. Cuci tangan, lakukan masase ringan dengan telapak tangan dari pangkal kerah areolla
2. Menekan areolla dengan ibu jari pada sekitar areolla bagian atas dan jari telunjuk pada sisi
areolla yang lain
3. Tekan areolla dengan ibu jari dan jari telunjuk (memeras). Jangan menekan pada putting
karena dapat menyebabkan lecet dan nyeri
4. Jika ASI tidak juga keluar, jangan berhenti karena ASI akan keluar setelah beberapa kali
peras

5.
6.
II.

Tampung ASI yang keluar dengan cangkir


Lakukan sesuai kebutuhan/sampai ibu merasa nyaman (Suherni dkk, 2009; h.157)
Tinjauan Teori Asuhan Kebidanan
Menurut varney (2003), proses penyelesaian masalah merupakan salah satu upaya yang dapat
digunakan dalam manajemen kebidanan. Varney berpendapat bahwa dalam melakukan
manajemen kebidanan, bidan harus memiliki kemampuan berfikir secara kritis untuk
menegakkan diagnosis atau masalah potensial kebidanan. Selain itu, diperlukan pula
kemampuan kolaborasi atau kerjasama. Hal ini dapat digunakan sebagai dasar dalam
perencanaan kebidanan selanjutnya.

Langkah-langkah asuhan kebidanan menurut varney (2003), yaitu sebagai berikut :


A. Pengumpulan data dasar (Pengkajian)
Mengumpulkan semua data dasar yang di butuhkan untuk mengevaluasi keadaan klien.
Untuk memperoleh data dilakukan dengan cara:
1. Anamnesa
Anamnesa dilakukan untuk mendapatkan data anamnesa terdiri dari beberapa kelompok
penting sebagai berikut
a. Data Subjektif
Identitas pasien
1)
Nama
Nama jelas dan lengkap, bila perlu nama panggilan sehari-hari agar tidak keliru dalam
memberikan penanganan
2)
Umur
Di catat dalam tahun untuk mengetahui adanya resiko seperti kurang dari 20 tahun, alat- alat
reproduksi belum matang, mental psikisnya belum siap. Sedangkan umur lebih dari 35 tahun
rentan sekali untuk terjadi perdarahan dalam masa nifas
3)
Agama
Untuk mengetahui keyakinan pasien tersebut untuk membimbing atau mengarahkan pasien
dalam berdoa
4)
Suku
Berpengaruh pada adat istiadat atau kebiasaan sehari-hari
5)
Pendidikan
Berpengaruh dalam tindakan kebidanan dan untuk mengetahui sejauh mana tingkat
intelektualnya, sehingga bidan dapat memberikan konseling sesuai dengan pendidikannya
6)
Pekerjaan
Gunanya untuk mengetahui dan mengukur tingkat social ekonominya,karena ini juga
mempengaruhi dalam gizi pasien tersebut
7)
Alamat
Di tanyakan untuk mempermudah kunjungan rumah bila di perlukan (Ambarwati dan
Wulandari, 2009; h.131-132).
2.

Keluhan Utama
Untuk mengetahui masalah yang dihadapi yang berkaitan dengan masa nifas, misalnya pasien
merasa mules, sakit pada jalan lahir karena adanya jahitan pada perineum (Ambarwati dan
Wulandari, 2009 h;132).

Menurut Prawirohardjo (2010; h.652) Keluhan yang dirasakan pada pasien dengan
bendungan ASI dengan ditandainya pembengkakan payudara bilateral dan secara keras,
kadang terasa nyeri serta sering kali disertai peningkatan suhu badan ibu, tetapi tidak terdapat
tanda-tanda kemerahan dan demam.
3.
a.

b.

c.

4.
a.
1)

2)

3)
4)

5.

a.

Riwayat Kesehatan
Sekarang
Data-data ini di perlukan untuk mengetahui kemungkinan adanya penyakit yang di derita
pada saat ini yang ada hubungannya dengan masa nifas dan bayinya
Yang Lalu
Data yang di perlukan untuk mengetahui kemungkinan adanya riwayat atau penyakit akut,
kronis seperti: Jantung, Diabetes Militus, Hipertensi, Asma yang dapat mempengaruhi pada
masa nifas ini
Keluarga
Data ini di perlukan untuk mengetahui kemungkinan adanya pengaruh penyakit keluarga
terhadap gangguan kesehatan pasien dan bayinya, yaitu bila ada penyakit keluarga yang
menyertainya (Ambarwati dan Wulandari, 2009; h.133).
Riwayat obstetri
Riwayat haid
Mempunyai gambaran tentang keadaan dasar dari organ reproduksinya
Menarche
Usia pertama kali mengalami menstruasi. Untuk wanita Indonesia pada usia sekitar 12- 16
tahun
Siklus
Jarak antara menstruasi yang di alami dengan menstruasi berikutnya dalam hitungan hari,
biasanya sekitar 23-32 hari.
Volume
Data ini menjelaskan seberapa banyak darah menstruasi yang di keluarkan
Keluhan
Beberapa wanita menyampaikan keluhan yang di rasakan ketika mengalami menstruasi
misalnya sakit yang sangat, pening sampai pingsan, atau jumlah darah yang banyak
(Sulistyawati,2010; h.112).
Riwayat kehamilan sekarang
Standar asuhan kunjungan Antenatal yaitu 4 kali selama masa kehamilan, pelayanan standar
asuhan kehamilan meliputi 7 T yaitu : timbang berat badan. Ukur tekanan darah, pemeriksaan
fundus uteri, imunisasi TT, pemberian tablet Fe, melakukan tes PMS dan temu wicara. Dan
selama kehamilan wanita hamil berhak memperoleh informasi dan pendidikan berhubungan
dengan kehamilannya (Sulistyawati, 2009 ;h.4-5).
Riwayat KB

Untuk mengetahui apakah pasien pernah ikut KB dengan kontrasepsi jenis apa,berapa lama,
adakah keluhan selama menggunakan kontrasepsi serta rencana KB setelah masa nifas ini dan
beralih ke kontrasepsi apa (Ambarwati dan Wulandari, 2009; h.134).
b.
1)

2)

3)

4)

5)

Pola kebutuhan Sehari-hari


Nutrisi
Ibu nifas membutuhkan nutrisi dan cairan untuk pemulihan kondisi kesehatan setelah
melahirkan, cadangan tenaga serta memenuhi produksi air susu. Ibu nifas membutuhkan
tambahan makanan kurang lebih 500 kalori tiap hari (Yanti dan Sundawati, 2011; h.79).
Selama menyusui ibu membutuhkan tambahan protein diatas normal sebesar 20 gram/hari.
Peningkatan kebutuhan ini ditujukan bukan hanya untuk transformasi menjadi protein susu,
tetapi juga sintesis hormon yang memproduksi (prolaktin), serta yang mengeluarkan ASI, dan
sumber protein paling banyak didapatkan pada protein hewani (Sulistyawati, 2009; h.98)
Eliminasi
Ibu di harapkan dapat BAB sekitar 3-4 hari setelah persalinan (Yanti dan Sundawati, 2011;
h.83) miksi normal apabila dapat BAK spontan setiap 3-4 jam (Yanti dan Sundawati, 2011;
h.83).
Istirahat
Kebutuhan istirahat bagi ibu menyusui minimal 8 jam sehari, yang dapat dipenuhi melalui
istirahat malam, dan siang (Sulistiyawati, 2009; h.103).
Personal Hygine
kebersihan diri berguna untuk mengurangi infeksi dan meningkatkan perasaan nyaman.
Kebersihan diri meliputi kebersihan tubuh, pakaian, tempat tidur maupun lingkungan (Yanti
dan Sundawati, 2011; h.84).
Aktivitas
Menggambarkan pola aktivitas pasien sehari- hari. Pada pola ini perlu di kaji pengaruh
aktivitas terhadap kesehatannya. Mobilisasi dini dapat mempercepat proses pengembalian
alat- alat reproduksi (Ambarwati dan Wulandari, 2009 h.137).

b. Data Objektif
Data ini di kumpukan guna melengkapi data untuk menegakkan diagnosis. Bidan melakukan
pengkajian data objektif melalui pemeriksaan inspeksi, palpasi,auskultasi, perkusi dan
pemeriksaan penunjang yang di lakukan secara berurutan (Sulityawati, 2010; h.226).
1) Pemeriksaan Umum
Pemeriksaan yang dilakukan kepada pasien sebagai berikut:
a) Keadaan umum
Data ini dapat dengan mengamati keadaan pasien secara keseluruhan, hasil pengamatan yang
di laporkan kriterianya baik atau lemah (Sulistyawati, 2010; h.226).
b) Kesadaran
Untuk mendapatkan gambaran tentang ke sadaran pasien, kita dapat melakukan pengkajian
derajat kesadaran pasien dari keadaan composmentis sampai dengan koma (Sulistyawati,
2010; h.226).
c) Tanda-tanda vital
1)
Tekanan darah

Pada beberapa kasus di temukan keadaan hipertensi post partum, tetapi keadaan ini akan
menghilang dengan sendirinya apabila tidak ada penyakit-penyakit lain yang menyertainya
dalam 2 bulan pengobatan (Ambarwati dan Wulandari, 2009; h.139).
Tekanan darah normal manusia adalah sistolik antara 90-120 Mmhg dan sistolik 60-80
Mmhg. Pasca melahirkan pada kasus normal, tekanan darah biasanya tidak berubah.
Peubahan tekanan darah menjadi lebih rendah pasca melahirkan dapat diakibatkan oleh
perdarahan. Sedangkan tekanan darah tinggi pada post partum merupakan tanda terjadinya
pre eklamsia post partum.
(http://masalahkebidanan.blogspot.com/2012/11/tanda-tanda-vital-pada-ibu-nifas.html)
2)

Nadi
Berkisar antara 60- 80x/menit denyut nadi di atas 100x/menit pada masa nifas adalah
mengindikasikan adanya suatu infeksi, hal ini salah satunya bisa di akibatkan oleh proses
persalinan sulit atau karena kehilangan darah yang berlebih (Ambarwati dan Wulandari,
2009; h.138).
3)
Pernafasan
Pernafasan harus berada dalam rentang yang normal, yaitu sekitar 20-30 x/menit (Ambarwati
dan Wulandari, 2009; h.139).
4)
Suhu
Suhu tubuh ibu inpartu tidak lebih dari 37,2oC. Pasca melahirkan, suhu tubuh dapat naik
kurang lebih 0,5oC dari keadaan normal. Kenaikan suhu badan ini akibat dari kerja keras
sewaktu melahirkan, kehilangan cairan maupun kelelahan (Yanti dan Sundawati, 2011; h.67)
Bendungan ASI adalah terjadinya pembengkakan pada payudara karena peningkatan aliran
vena dan limfe sehingga menyebabkan bendungan ASI dan rasa nyeri disertai kenaikan suhu
badan (Aiyeyeh, 2010 h:345).
Tanda gejala bendungan ASI, yaitu:
Mamae panas serta keras pada perabaan dan nyeri, putting susu bisa mendatar sehingga bayi
sulit menyusui, pengeluaran susu terkadang terhalang oleh duktuli laktiferi menyempit,
payudara bengkak, keras, panas. Nyeri bila ditekan, warnanya kemerahan, suhu tubuh sampai
380c(Rukiyah dan yulianti, 2010; h.346).
Tanda gejala menurut (Prawirohardjo, 2010; h.652)
pembengkakan payudara bilateral dan secara palpasi secara keras, kadang terasa nyeri serta
seringkali disertai peningkatan suhu badan ibu, tetapi tidak terdapat tanda- tanda kemerahan
dan demam
2) Pemeriksaan fisik
a) Kepala
Organ tubuh yang perlu dikaji karena pada kepala terdapat organ-organ yang sangat penting.
Pengkajian di awali dengan inspeksi lalu palpasi.
b) Muka
Pada daerah muka dilihat kesimetrisan muka, apakah kulitnya normal, pucat.
Ketidaksimetrisan muka menunjukkan adanya gangguan pada saraf ke tujuh (Nervus Fasialis)
c) Mata

d)

e)
f)
g)

h)
i)

j)

untuk mengetahui bentuk dan fungsi mata, teknik yang di gunakan inspeksi dan palpasi
Telinga
Untuk mengetahui keadaan telinga luar, saluran telinga, gendang telinga/membrane timpani,
dan pendengaran. teknik yang digunakan adalah inspeksi dan palpasi
Hidung
Dikaji untuk mengetahui keadaan bentuk dan fungsi hidung, bagian dalam, lalu sinus- sinus
Mulut
Untuk mengetahui bentuk dan kelainan pada mulut
Leher
Untuk mengetahui bentuk leher, serta organ- organ lain yang berkaitan. Teknik yang di
gunakan adalah inspeksi dan palpasi
Dada
Mengkaji kesehatan pernafasan (Tambunan, 2011; h.66-86).
Payudara
Hormon estrogen dan progestron yang meningkat pada kehamilan membantu maturasi
alveoli, kadar estrogen dan progestron akan menurun pada saat hari kedua atau ketiga pasca
persalinan. Sehingga terjadi sekresi ASI (Yanti dan sundawati, 2009; h.7).
Perut
Selama masa kehamilan kulit abdomen, kulit abdomen akan melebar,melonggar dan
mengendur selama berbulan-bulan (Yanti dan sudawati, 2009; h.62).
Tabel 2.2 Tabel involusi uterus
Diameter
Berat Uterus bekas
Keadaan
Involusi TFU
(gr)
melekat
Serviks
Plasenta
Bayi
Setinggi Pusat
1000
Lahir
Uri
2 Jari di bawah
750
12,5
Lembek
Lahir
Pusat
Satu
Pertengahan pusat- 500
7,5
Beberapa hari
minggu sympisis
setelah post
partum dapat
Dua
Tak teraba di atas 350
3-4
di lalui 2 jari
minggu sympisis
akhir minggu
Enam Bertabah Kecil
50-60
1-2
pertama dapat
minggu
di masuki 1
Delapan Sebesar normal 30
jari
minggu
(Saleha, 2009; h.55)

k) Anogenital
Selama proses persalinan vulva dan vagina mengalami penekanan serta meregang, setelah
beberapa hari persalinan kedua organ ini kembali dalam keadaan kendor. Rugae timbul
kembali pada minggu ketiga.
Proses involusi uterus biasanya disertai dengan adanya rasa nyeri yang disebut after pain
yaitu perasaan mulas-mulas yang diakibatkan oleh kontraksi rahim, biasanya berlangsung

selama 2-4 hari pasca persalinan. Proses kontraksi juga mempengaruhi pengeluaran secret
yang berasal dari kavum uteri dan vagina dalam masa nifas yang disebut dengan Lochea,
(Yanti dan Sundawati, 2009; h.5).

1)

2)
3)

4)

Lokhea di bedakan menjadi 4 jenis berdasarkan warna dan wakru keluarnya:


Lochea rubra berawana merah karena berisi darah segar dan sisa sisa selaput ketuban, selsel desidua,vernik caseossa,lanugo,mekonium selama 2 hari pasca persalinan (Saleha, 2009;
h.58)
Lochea sanguilenta berwarna merah kuning berisi darah dan lender yang eluar pada hari ke3 sampai hari ke-7 pasca persalinan.
Lochea serosa adalah lokia berikutnya. Di mulai dengan versi yang lebih pucat dari lokia
rubra. Cairan tidak berdarah lagi pada hari ke-7 sampai hari ke-14 pasca persalinan berisi
cairan serum jaringan desidua , leukosit, dan eritrosit.
Lochea Alba adalah lokia yang terakhir. Di mulai dari hari ke-14 kemudian makin lama
makin sedikit hingga sama sekali berhenti sampai satu atau dua minggu berikutnya (Saleha,
2009; h.56).

B. Identifikasi Diagnosa, Masalah, dan Kebutuhan


Pada langkah ke-dua dilakukan identifikasi terhadap diagnosis atau masalah berdasarkan
interpretasi yang benar atas data-data yang telah dikumpulkan. Data dasar tersebut kemudian
diinterpretasikan sehingga dapat dirumuskan masalah dan diagnosayang spesifik. Baik
rumusan diagnosis maupun rumusan masalah keduanya harus ditangani, meskipun masalah
tidak bisa dikatakan sebagai diagnosis tetapi harus mendapatkan penanganan (Suryani, 2008;
h. 99)
1. Diagnosa Kebidanan
Pada langkah ini dilakukan identifikasi terhadap diagnose, masalah dan kebutuhan
berdasarkan interpretasi yang benar atas data-data yang telah dikumpulkan (Yanti dan
Sundawati, 2011; h.112).
Langkah awal dari perumusan diagnose atau masalah adalah pengolahan data dan analisis
dengan menghubungkan data satu dengan data yang lainnya (Sulistyawati, 2009; h.177).
2. Masalah
Permasalahan yang muncul berdasarkan pernyataan pasien (Ambarwati dan Wulandari, 2009;
h.141).
C. Antisipasi Masalah Potensial
Pada langkah ke tiga ini mengidentifikasi masalah potensial berdasarkan diagnosa atau
masalah yang sudah di identifikasi. Langkah ini membutuhkan antisipasi bila memungkinkan
di lakukan pencegahan (Suryani, 2008; h.99).
D. Tindakan Segera
Langkah ini memerlukan kesinambungan dari manajemen kebidanan. Identifikasi dan
menetapkan perlunya tindakan segera oleh bidan atau dokter dan atau untuk dikonsultasikan

atau ditangani bersama dengan anggota tim kesehatan lain sesuai dengan kondisi pasien
(Ambarwati dan Wulandari, 2009; h.143).
E. Perencanaan
Langkah-langkah ini di tentukan oleh sebelumnya yang merupakan lanjutan dari masalah atau
diagnose yang telah di identifikasi atau antisipasi. Rencana asuhan yang menyeluruh tidak
hanya meliputi apa yang sudah dilihat dari kondisi pasien atau dari masalah yang berkaitan,
tetapi juga dengan kerangka pedoman antisipasi bagi wanita tersebut yaitu apa yang akan
terjadi berikutnya (Ambarwati dan Wulandari, 2009; h.143).
1.
Pantau keadaan umum ibu
2.
Mencegah masa nifas karena atonia uteri
3.
Lakukan perawatan payudara
4.
Siapkan alat-alat yang di gunakan untuk perawatan pada payudara
5.
Menilai adanya tanda-tanda demam, infeksi, atau perdarahan abnormal
6.
Memastikan ibu mendapat istirahat yang cukup
7.
Memastikan ibu mendapat makanan yang bergizi
8.
Memastika ibu dapat mobilisasi dengan baik
9.
Memastikan ibu menjaga personal hygiene dan tidak memperlihatkan tanda-tanda
penyulit.
10. Beritahu kunjungan ulang
F. Pelaksanaan
Tahap ini merupakan tahap pelaksanaan dari semua rencana sebelumnya, baik tehadap
masalah pasien ataupun diagnosis yang di tegakkan (Ambarwati dan Wulandari, 2009;
h.145).
G. Evaluasi
Evaluasi dilakukan secara siklus dan dengan mengkaji ulang aspek asuhan yang tidak efektif
untuk mengetahui factor mana yang menguntungkan atau menghambat keberhasilan yang
diberikan. Pada langkah terakhir, dilakukan evaluasi keefektifan asuhan yang sudah diberikan
(Soepardan, 2008; h. 96 - 102)

III.

Landasan Hukum Kewenangan Bidan


Berdasarkan
Peraturan
Menteri
Kesehatan
(Permenkes)
Nomor
1464/Menkes/Per/X/2010 tentang Izin dan Penyelenggaran Praktik Bidan,
kewenangan yang dimiliki bidan meliputi:
A.
Kewenangan normal:
1.
Pelayanan kesehatan ibu
2.
Pelayanan kesehatan anak
3.
Pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga berencana
B.
Kewenangan dalam menjalankan program Pemerintah
C.
Kewenangan bidan yang menjalankan praktik di daerah yang tidak memiliki dokter

1.
a.
b.
c.
d.
e.
f.
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
2.
a.
b.
c.
d.
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
3.

Kewenangan normal adalah kewenangan yang dimiliki oleh seluruh bidan. Kewenangan ini
meliputi:
Pelayanan kesehatan ibu
Ruang lingkup:
Pelayanan konseling pada masa pra hamil
Pelayanan antenatal pada kehamilan normal
Pelayanan persalinan normal
Pelayanan ibu nifas normal
Pelayanan ibu menyusui
Pelayanan konseling pada masa antara dua kehamilan
Kewenangan:
Penjahitan luka jalan lahir tingkat I dan II
Penanganan kegawat-daruratan, dilanjutkan dengan perujukan
Pemberian tablet Fe pada ibu hamil
Pemberian vitamin A dosis tinggi pada ibu nifas Fasilitasi/bimbingan inisiasi menyusu dini
(IMD) dan promosi air susu ibu (ASI) eksklusif
Pemberian uterotonika pada manajemen aktif kala tiga dan postpartum
Penyuluhan dan konseling
Bimbingan pada kelompok ibu hamil
Pemberian surat keterangan kematian
Pemberian surat keterangan cuti bersalin
Pelayanan kesehatan anak
Ruang lingkup
Pelayanan bayi baru lahir
Pelayanan bayi
Pelayanan anak balita
Pelayanan anak pra sekolah
Kewenangan
Melakukan asuhan bayi baru lahir normal termasuk resusitasi, pencegahan hipotermi, inisiasi
menyusu dini (IMD), injeksi vitamin K 1
perawatan bayi baru lahir pada masa neonatal (0-28 hari), dan perawatan tali pusat
Penanganan hipotermi pada bayi baru lahir dan segera merujuk
Penanganan kegawatdaruratan, dilanjutkan dengan perujukan
Pemberian imunisasi rutin sesuai program Pemerintah
Pemantauan tumbuh kembang bayi, anak balita dan anak pra sekolah
Pemberian konseling dan penyuluhan
Pemberian surat keterangan kelahiran
Pemberian surat keterangan kematian

Pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga berencana


Kewenangan
a. Memberikan penyuluhan dan konseling kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga
berencana

b.

a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.

Memberikan alat kontrasepsi oral dan kondom


Selain kewenangan normal sebagaimana tersebut di atas, khusus bagi bidan yang
menjalankan program Pemerintah mendapat kewenangan tambahan untuk melakukan
pelayanan kesehatan yang meliputi:
Pemberian alat kontrasepsi suntikan, alat kontrasepsi dalam rahim, dan memberikan
pelayanan alat kontrasepsi bawah kulit
Asuhan antenatal terintegrasi dengan intervensi khusus penyakit kronis tertentu (dilakukan
di bawah supervisi dokter)
Penanganan bayi dan anak balita sakit sesuai pedoman yang ditetapkan
Melakukan pembinaan peran serta masyarakat di bidang kesehatan ibu dan anak, anak usia
sekolah dan remaja, dan penyehatan lingkungan
Pemantauan tumbuh kembang bayi, anak balita, anak pra sekolah dan anak sekolah
Melaksanakan pelayanan kebidanan komunitas
Melaksanakan deteksi dini, merujuk dan memberikan penyuluhan terhadap Infeksi Menular
Seksual (IMS) termasuk pemberian kondom, dan penyakit lainnya
Pencegahan penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya (NAPZA)
melalui informasi dan edukasi
Pelayanan kesehatan lain yang merupakan program Pemerintah
Khusus untuk pelayanan alat kontrasepsi bawah kulit, asuhan antenatal terintegrasi,
penanganan bayi dan anak balita sakit, dan pelaksanaan deteksi dini, merujuk, dan
memberikan penyuluhan terhadap Infeksi Menular Seksual (IMS) dan penyakit lainnya, serta
pencegahan penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya (NAPZA),
hanya dapat dilakukan oleh bidan yang telah mendapat pelatihan untuk pelayanan tersebut
Selain itu, khusus di daerah (kecamatan atau kelurahan/desa) yang belum ada dokter, bidan
juga diberikan kewenangan sementara untuk memberikan pelayanan kesehatan di luar
kewenangan normal, dengan syarat telah ditetapkan oleh Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota. Kewenangan bidan untuk memberikan pelayanan kesehatan di luar
kewenangan normal tersebut berakhir dan tidak berlaku lagi jika di daerah tersebut sudah
terdapat tenaga dokter (www.KesehatanIbu.Depkes,go.id).

You might also like