You are on page 1of 35

Sumbatan Jalan Napas SGD 10_KGD

STEP 1 1. Pemeriksaan AVPU : Digunakan utk menilaikesadaran Alert : sadar Verbal : tdk sadar Pain : nyeri Unresponsive 2. Pulse oxymetri Saturasi O2 dimonitoring melalui oksimetri nadi dijari tangan atau kaki nilai nrmal : >95%, penting bagi pasien yg mengalami penurunan kesadaran. 3. Fraktur impressi Terjadi akibat benturan dg tenaga berat yg langsung mengenai tulang kepala dan menyebabkan penekanan dan laserasi pd duramater dan jaringan otak (os frontal) 4. Definitive airway Alat bantu pernafasan sebuah pipa yg masuk dr rongga mulut kemudian di gembungkan > diperkaya dg O2. dilakukan ketika GCS < 8 indikasi lain terdapat gerakan motorik, dilakukan ketika penatalaksanaan alat bantu nafas lain sudah tdk bisa. 5. Triple airway maneuver Teknik membebaskan jalan nafas dg gerakan maneuver head tilt, chin lift, jaw thrust kombinasi itu disbt triple airway maneuver. 6. Oropharyngeal airway Teknik lanjutan dr TAM airway oral dimasukan kedlm mulut dbalik lidah utk menekan lidah menyisipkan airway ke belakang. Airway yg lidah jatuh ke belakang dg ditandai suara ngorok.

7. Primary survey Utk menilai keadaan penderita dg prioritas tx berdasarkan jenis lukanya dan mekanisme trauma. Ada macam PS : airway, breathing, circulation, defibrillation. Utk mengidentifikasi yg mengancam kehidupan. Sebelumnya airway, breathing, circulation, defibrillation ada general status mental untuk menentukan tempat, wkt, org. Exposure menanggalkan baju dr pasien utk melihat ada tdk cidera pd tubuh atau tulang blkang. 8. Oksigen rebreathing mask Pemberian O2 dg menggunakan masker yg daliri O2 dg posisi menutupi hdung dan mulut. Yg di anjurkan alirannya 8-10 l/mnt memerlukan knsentrasi O2 yg lebih tinggi. STEP 2 1. Primery suevei pd kasusu sumbatan nafas 2. Macam etiologi pd ggg airway 3. Cara Px kesadaran dg AVPU dan GCS 4. Patofisiologi akibat sumbatan jalan nafas 5. Cara pengelolaan jalan nafas dasar dan lanjut 6. Indikasi penggunaan pulse oxymetri dan intepretasinya 7. Macam derajat hipoksia 8. Prinsip Tx O2 9. Komplikasi akibat sumbatan jalan nafas 10. Mgp pd pasien rongga mulutnya mengeluarkan byk darah? 11. Mgp pasien mengeluarkan suara sprt org mengorok dan berkumur? 12. Apa maksna dari pulse oxymetri tampak SpO2 92%, RR : 30X/mnt, GCS E2M4V2? 13. Mgp pasien stlah di beri tindakan olh dokter kondisinya semakin memburuk, tidak sadarkan diri, masih terdengar suara sprt berkumur dg saturasi mjd 89%? 14. Kapan doktr harus memutuskan utk pemasangan tindakan definitive airway? 15. Kenapa dokter curiga ada fraktur impresi os frontal dan Px nya apa saja? 16. Apa saja tanda dari adanya sumbatan jalan nafas? 17. Setelah di lakukan Px premery survey apa lg yg akan dilakukan?

18. Bagaimana kita bias mengetahui adanya sumbatan jalan nafas total atau tidak? 19. Ada berapa macam derajat dari sumbatan jalan nafas? STEP 3 1. Primery suevei pd kasusu sumbatan nafas? PS menilai dari prioritas surveinya. Penilaian dg cara ABCDE. Airway mengontrol jalan nafas dg cara control dari servical spine, tdk blh extensi ataupun digerakkan, bias diberi mobilisasi manual. Breathing & ventilasi pernafasan, pertukaran O2 dan CO2 baik berarti fx paru normal. Circulation control dari sirkulaasi dan perdarahannya. Disability tingkt kesadarannya. Exposure control lingkungan.

SS Anamnesis Pf Menilai korban : Sadar/tdk Pertolongan kedaerah sekitar Memperbaiki posisi korban Lakukan airway ada sumbatan triple airway maneuver Breathing tdk bernafas menilainy dg cuping hidung Circulation dinilai denyut jantung Disability dan exposure 2. Macam etiologi pd gangg airway Pernafasan atas Dimulai dr 2 lubang hidung posterior akan bertemu dg faring melewati epiglottis melewati pita suara dan msuk ke laring laring di kelilingi sm 3 kartilago akhir dari pernafasan atas. Pernafasan bawah diteruskanmelalui trakea dan berakhir di paru2.

Penyebabnya ada sumbatan pd lidah tonus otot berkurang lidah jth kebelakang menutupi faring bias any pd pasien tdk sadar sumbatan epiglottis inspirasi paksa yg berlebuhan shg epiglots tertarik menyubat jalan nafas benda asing kerusakan jaringan trauma benda tumpul, edem faring dan trakhea, akibat luka bakar, penyakit infeksi saluran pernafasan akibat rx alergi yg mengakibatkan perdangan dan menyebabkan edem sal.nafas

3. Cara Px kesadaran dg AVPU dan GCS? AVPU Alert : sadar dilihat Verbal : tdk sadar dipanggil korbannya tdk blh sampai menyentuh korban Pain : nyeri menekan bagian putih dikuku, sternum, supra orbita Unresponsive tdk ada respond r rangsangan nyeri GCS Eye Buka mata scr spontan 4 Buka mata bila diajak cara bicara 3 Buka mata bila dirangsang nyeri 2 Tdk buka mata dg rangsanga apapun 1 Movement Bias melakukan sesuai perintah 6 Getaran utk menyingkirkan rangsangan 5 Ada flexi cpt bersma dg abduksi bahu 4 Flexi ringan dg aduksi bahu 3 Extensi lengan berserta aduksi endorotasi bahu, pronasi lengan 2 Sprt pd desebrasi rigitdity 1 Verbal Sadar orientasi wktu, tempat dan org 5 Dpt diajak bicara jawbny kacau 4 Tdk dpt diajak bicara 3 Mengeluarkan kata-kata merintih 2 Tdk bersuara sm sekali 1

Nilai normal 15 E4V5M6 E1V1M1 terendah 3 Komposmentis 14-15 Apatis 12-13 Somnolen 10-11 Delirium 7-9 Soporo koma 4-6 Koma 3

4. Patofisiologi akibat sumbatan jalan nafas? Obstruksi jalan nafas hipoksi kadar O2 krg kompensasi meningkatkan freq nafas lbh cept, emningkatkan freq nadi Berlangsung > 3-4 mnt kelelahan otot nafas tjd penumpukan CO2 gas CO2 tinggi menekan jalan nafas enyebabkan henti nafas. 5. Cara pengelolaan jalan nafas dasar dan lanjut? Jalan nafas dasar Jalan nafas lanjt memberikan sirkulasi spontan dan stabilitas crdiofaskler dg diberikan obat2. Drugs : mengembalikan srkulasi spontan dag stabilitas crdi vaskulr Elktocrdiografi : melihat ada fibrilasi ventrikel,asistol/kompleks ventrikel yg agonal Fibrillation treatment : dilakukan DCshock dilakukan berkali2 pasienhrs sudh bs memberi respon 2-3X. Bantuan jangka panjang tindakan paska resusitasi hrs dilakukan pertolongan sampai pasien sadar kembali. Gaugi : mengevaluasi dan mengobati penyebabnya srta menilaikmbali apakah psie itu dpt dislmtkan dan a push itu hrs dilanjtkan Human mentation : tndakan resusitasi lnj dr otak dan system saraf utk mncegah tjd kelainan neurologi yg menetap. Intensive care : perwtan jangka pjg berupa usaha mmpertahankan homeostatsis ektra cranial dan intracranial agar fx pernafasan cadio, ginjal, hati dan metabolic jd nrmal.

6. Indikasi penggunaan pulse oxymetri dan intepretasinya? Intepretasi : 95-100% batas nrmal 90 - <95 hipoksi ringan smpai sedang 85-<90 hipoksi sdg smpai berat < 85 hipoksi berat mengancam jiwa 7. Macam derajat hipoksia? 8. Prinsip Tx O2? 9. Komplikasi akibat sumbatan jalan nafas? Ada 2 arah : o Komplikasi sumbatan sebagian hipoksia, edem otak, dan kerusakan organ paru (120mnt), apnue sekunder, kerusakan otak 60-90 mnt. o Komplikasi total asfiksi dan henti jantung (tdk <3mnt). 10. Mgp pd pasien rongga mulutnya mengeluarkan byk darah? 11. Mgp pasien mengeluarkan suara sprt org mengorok dan berkumur? 12. Apa maksna dari pulse oxymetri tampak SpO2 92%, RR : 30X/mnt, GCS E2M4V2? 13. Mgp pasien stlah di beri tindakan olh dokter kondisinya semakin memburuk, tidak sadarkan diri, masih terdengar suara sprt berkumur dg saturasi mjd 89%? 14. Kapan doktr harus memutuskan utk pemasangan tindakan definitive airway? 15. Kenapa dokter curiga ada fraktur impresi os frontal dan Px nya apa saja? 16. Apa saja tanda dari adanya sumbatan jalan nafas? 17. Setelah di lakukan Px premery survey apa lg yg akan dilakukan? 18. Bagaimana kita bias mengetahui adanya sumbatan jalan nafas total atau tidak? 19. Ada berapa macam derajat dari sumbatan jalan nafas?

STEP 7 1. Primery suevei pd kasusu sumbatan nafas?

a)

http://www.primarytraumacare.org/wpcontent/uploads/2011/09/PTC_INDO.pdf Primary survey dilakukan melalui beberapa tahapan, antara lain (Gilbert., DSouza., & Pletz, 2009) : General Impressions Memeriksa kondisi yang mengancam nyawa secara umum. Menentukan keluhan utama atau mekanisme cedera Menentukan status mental dan orientasi (waktu, tempat, orang)

Sebelum melakukan tahapan A(airway), harus terlebih dahulu dilakukan prosedur awal pada korban / pasien, yaitu : 1. Memastikan keamanan lingkungan bagi penolong. Untuk memastikan korban dalam keadaan sadar atau tidak, penolong harus melakukan upaya agar dapat memastikan kesadaran korban / pasien, dapat dengan cara menyentuh atau menggoyangkan bahu korban / pasien dengan lembut dan mantap untuk mencegah pergerakan yang berlebihan, sambil memanggil namanya atau Pak !!! / Bu !!! / Mas !!! / Mbak !!! 3. Meminta pertolongan Jika ternyata korban / pasien tidak memberikan respon terhadap panggilan, segera minta bantuan dengan cara berteriak Tolong !!! untuk mengaktifkan sistem pelayanan medis yang lebih lanjut. 4. Memperbaiki posisi korban / pasien Untuk melakukan tindakan BHD yang efektif, korban / pasien harus dalam posisi terlentang dan berada pada permukaan yang rata dan keras. Jika korban ditemukan dalam posisi miring atau tengkurap, ubahlah posisi korban ke posisi terlentang. Ingat ! penolong harus membalikkan korban sebagai satu kesatuan antara kepala, leher dan bahu digerakkan secara bersama-sama. Jika posisi sudah terlentang, korban harus dipertahankan pada posisi horisontal dengan alas tidur yang keras dan kedua tangan diletakkan di samping tubuh. 5. Mengatur posisi penolong Segera berlutut sejajar dengan bahu korban agar saat memberikan bantuan napas dan sirkulasi, penolong tidak perlu mengubah posisi atau menggerakan lutut. 2. Memastikan kesadaran dari korban / pasien.

2. Macam etiologi pd gangg airway? Obstruksi saluran nafas akut bisa disebabkan oleh karena fungsional atau mekanis

Penyebab obstruksi oleh karena gangguan Penyebab obstruksi oleh karena mekanis fungsional Defresi system syaraf pusat Aspirasi benda asing Trauma kepala, kecelakaan Perdarahan dan hematom :pasca serebrovaskuler, gagalnya system operasi , terapi antikoagulan kardiorepiratory, syok , hipoksia, Trauma: luka bakar overdosis obat, ensepalopati oleh Neoplasma: karsinoma laring , faring karena proses metabolic dan trakheobronkial , poliposis pita Abnormalitas neuromuscular dan suara system saraf tepi Congenital: vascular rings ,laryngeal Recurrent laryngeal nerve palsy(pasca webs , laryngoecele operasi , inflamasi atau infiltrasi Lain-lain tumor),obstructive sleep apnoeae, spasme laring, miastenia gravis, guillain bare polyneuritis, spasme pita suara oleh karena hipokalsemi Anatomi jalan nafas dibagi menjadi dua bagian yaitu a. jalan nafas bagian atas dimulai dari dua lubang yaitu rongga hidung dan berlanjut ke posterior yang akanbertemu di faring, kemudian melewati epiglotis kemudian melewati pita suara dan masuk ke laring. Laring dikelilingi oleh kartilago tiroid, kartilago krikoid, dan kelenjar tiroid.Jalan nafas bagian atas berakhir disini.selanjutnya adalah b. jalan nafas bagian bawah yang diteruskan melalui trachea dan berakhir di paruparu. sumbatan jalan nafas dapat terjadi di sepanjang jalan nafas ini. NB : sumbatan jalan nafas atas : merupakan kegawatdaruraratan yang mengancam jiwa. Banyak sebab yang dapat menyebabkan sumbatan jalan nafas sebagian ataupun total, seperti : Sumbatan pada lidah Akibat berkurangnya tonus otot penahan lidah, lidah jatuh ke belakang dan menutupi faring. Hal ini dijumpai pada pasien tidak sadar, intoksikasi alokohol ataupun obat lain Sumbatan kareana epiglotis Akibat inspirasi paksa berlebihan sehingga epiglotis tertarik menyumbat jalan nafas Benda asing Kerusakan jaringan Akibat luka tusuk ataupun benturan benda tumpul dan pembengkakan (edema) faring dan trakea akibat trauma ataupun luka bakar

Penyakit Infeksi saluran pernafasan clan reaksi alergi mengakibatkan peradangan dan edema saluran nafas Management airway dan info.keshatan. 3. Cara Px kesadaran dg AVPU dan GCS?

a. GCS i. 3 - 8 berat ii. 9 - 12 sedang iii. 13 15 ringan 1) Skor 14-15 : compos mentis

2) 3) 4) 5)

Skor 12-13 Skor 11-12 Skor 8-10 Skor < 5

: apatis : somnolent : stupor : koma

Buku Ajar Ilmu Bedah, Wim de Jong PEMERIKSAAN AVPU A awakeness V respons to verbal P response to pain U unresponsiveness

4. Patofisiologi akibat sumbatan jalan nafas? - Adanya sumbatan jalan nafas kesulitan bernafas pasien akan berusaha untuk bernafas sehingga ada kelelahan dari otot pernafasan yang akan menyebabkan penumpukan sisa pembakaran O2 ( Co2 ). CO2 yang tinggi akan mempengaruhi ssp yang nantinya akan menekan pusat nafas sehingga hentu nafas. - Bisa juga karena terhentinya aliran darah ke otak dari jantung yang menagalami dekompensasi oksigen akibat gagal nafas iskemik pada otak sehingga ada penurunan kesadaran. IPD FK UI 5. Cara pengelolaan jalan nafas dasar dan lanjut?
A. Secondary Assessment Survey sekunder merupakan pemeriksaan secara lengkap yang dilakukan secara head to toe, dari depan hingga belakang. Secondary survey hanya dilakukan setelah kondisi pasien mulai stabil, dalam artian tidak mengalami syok atau tanda-tanda syok telah mulai membaik. 1. Anamnesis Pemeriksaan data subyektif didapatkan dari anamnesis riwayat pasien yang merupakan bagian penting dari pengkajian pasien. Riwayat pasien meliputi keluhan utama, riwayat masalah kesehatan sekarang, riwayat medis, riwayat keluarga, sosial, dan sistem. (Emergency Nursing Association, 2007). Pengkajian riwayat pasien secara optimal harus diperoleh langsung dari pasien, jika berkaitan dengan bahasa, budaya, usia, dan cacat atau kondisi pasien yang terganggu, konsultasikan dengan anggota keluarga, orang terdekat, atau orang yang pertama kali melihat kejadian. Anamnesis yang dilakukan harus lengkap

karena akan memberikan gambaran mengenai cedera yang mungkin diderita. Beberapa contoh: a. Tabrakan frontal seorang pengemudi mobil tanpa sabuk pengaman: cedera wajah, maksilo-fasial, servikal. Toraks, abdomen dan tungkai bawah. b. Jatuh dari pohon setinggi 6 meter perdarahan intra-kranial, fraktur servikal atau vertebra lain, fraktur ekstremitas. c. Terbakar dalam ruangan tertutup: cedera inhalasi, keracunan CO. Anamnesis juga harus meliputi riwayat AMPLE yang bisa didapat dari pasien dan keluarga (Emergency Nursing Association, 2007): A : Alergi (adakah alergi pada pasien, seperti obat-obatan, plester, makanan) M : Medikasi/obat-obatan (obat-obatan yang diminum seperti sedang menjalani pengobatan hipertensi, kencing manis, jantung, dosis, atau penyalahgunaan obat P : Pertinent medical history (riwayat medis pasien seperti penyakit yang pernah diderita, obatnya apa, berapa dosisnya, penggunaan obat-obatan herbal) L : Last meal (obat atau makanan yang baru saja dikonsumsi, dikonsumsi berapa jam sebelum kejadian, selain itu juga periode menstruasi termasuk dalam komponen ini) E : Events, hal-hal yang bersangkutan dengan sebab cedera (kejadian yang menyebabkan adanya keluhan utama) Ada beberapa cara lain untuk mengkaji riwayat pasien yang disesuaikan dengan kondisi pasien. Pada pasien dengan kecenderungan konsumsi alkohol, dapat digunakan beberapa pertanyaan di bawah ini (Emergency Nursing Association, 2007): C. have you ever felt should Cut down your drinking? A. have people Annoyed you by criticizing your drinking? G. have you ever felt bad or Guilty about your drinking? E. have you ever had a drink first think in the morning to steady your nerver or get rid of a hangover (Eye-opener) Jawaban Ya pada beberapa kategori konsumsi alkohol. Pada kasus kekerasan dalam rumah tangga akronim HITS dapat digunakan dalam proses pengkajian. Beberapa pertanyaan yang diajukan antara lain : dalam setahun terakhir ini seberapa sering pasanganmu (Emergency Nursing Association, 2007): Hurt you physically? Insulted or talked down to you? sangat berhubungan dengan masalah

Threathened you with physical harm? Screamed or cursed you?

Akronim PQRST ini digunakan untuk mengkaji keluhan nyeri pada pasien yang meliputi : Provokes/palliates : apa yang menyebabkan nyeri? Apa yang membuat nyerinya lebih baik? apa yang menyebabkan nyerinya lebih buruk? apa yang anda lakukan saat nyeri? apakah rasa nyeri itu membuat anda terbangun saat tidur? Quality : bisakah anda menggambarkan rasa nyerinya?apakah seperti diiris, tajam, ditekan, ditusuk tusuk, rasa terbakar, kram, kolik, diremas? (biarkan pasien mengatakan dengan kata-katanya sendiri. Radiates: apakah nyerinya menyebar? Menyebar kemana? Apakah nyeri terlokalisasi di satu titik atau bergerak? Severity : seberapa parah nyerinya? Dari rentang skala 0-10 dengan 0 tidak ada nyeri dan 10 adalah nyeri hebat Time : kapan nyeri itu timbul?, apakah onsetnya cepat atau lambat? Berapa lama nyeri itu timbul? Apakah terus menerus atau hilang timbul?apakah pernah merasakan nyeri ini sebelumnya?apakah nyerinya sama dengan nyeri sebelumnya atau berbeda? Setelah dilakukan anamnesis, maka langkah berikutnya adalah pemeriksaan tandatanda vital. Tanda tanda vital meliputi suhu, nadi, frekuensi nafas, saturasi oksigen, tekanan darah, berat badan, dan skala nyeri.

Berikut ini adalah ringkasan tanda-tanda vital untuk pasien dewasa menurut Emergency Nurses Association,(2007).
Komponen Suhu 36,5-37,5 Nilai normal Keterangan Dapat di ukur melalui oral, aksila, dan rectal. Untuk mengukur suhu inti menggunakan kateter arteri pulmonal, kateter urin, esophageal probe, atau monitor tekanan intracranial dengan pengukur suhu. Suhu dipengaruhi oleh aktivitas, pengaruh lingkungan, kondisi penyakit, infeksi dan injury. Dalam pemeriksaan nadi perlu dievaluais irama jantung, frekuensi, kualitas dan kesamaan. Evaluasi dari repirasi meliputi

Nadi

60-100x/menit

Respirasi

12-20x/menit

Saturasi oksigen

>95%

Tekanan darah

120/80mmHg

Berat badan

frekuensi, auskultasi suara nafas, dan inspeksi dari usaha bernafas. Tada dari peningkatan usah abernafas adalah adanya pernafasan cuping hidung, retraksi interkostal, tidak mampu mengucapkan 1 kalimat penuh. Saturasi oksigen di monitor melalui oksimetri nadi, dan hal ini penting bagi pasien dengan gangguan respirasi, penurunan kesadaran, penyakit serius dan tanda vital yang abnormal. Pengukurna dapat dilakukan di jari tangan atau kaki. Tekana darah mewakili dari gambaran kontraktilitas jantung, frekuensi jantung, volume sirkulasi, dan tahanan vaskuler perifer. Tekanan sistolik menunjukkan cardiac output, seberapa besar dan seberapa kuat darah itu dipompakan. Tekanan diastolic menunjukkan fungsi tahanan vaskuler perifer. Berat badan penting diketahui di UGD karena berhubungan dengan keakuratan dosis atau ukuran. Misalnya dalam pemberian antikoagulan, vasopressor, dan medikasi lain yang tergantung dengan berat badan.

2. Pemeriksaan fisik a. Kulit kepala Seluruh kulit kepala diperiksa. Sering terjadi pada penderita yang datang dengan cedera ringan, tiba-tiba ada darah di lantai yang berasal dari bagian belakang kepala penderita. Lakukan inspeksi dan palpasi seluruh kepala dan wajah untuk adanya pigmentasi, laserasi, massa, kontusio, fraktur dan luka termal, ruam, perdarahan, nyeri tekan serta adanya sakit kepala (Delp & Manning. 2004). b. Wajah Ingat prinsip look-listen-feel. Inspeksi adanya kesimterisan kanan dan kiri. Apabila terdapat cedera di sekitar mata jangan lalai memeriksa mata, karena

pembengkakan di mata akan menyebabkan pemeriksaan mata selanjutnya menjadi sulit. Re evaluasi tingkat kesadaran dengan skor GCS. 1) Mata : periksa kornea ada cedera atau tidak, ukuran pupil apakah isokor atau anisokor serta bagaimana reflex cahayanya, apakah pupil mengalami miosis atau midriasis, adanya ikterus,

ketajaman mata (macies visus dan acies campus), apakah konjungtivanya anemis atau adanya kemerahan, rasa nyeri, gatal-gatal, ptosis, exophthalmos, subconjunctival perdarahan, serta diplopia 2) Hidung :periksa adanya perdarahan, perasaan nyeri, penyumbatan penciuman, apabila ada deformitas (pembengkokan) lakukan palpasi akan kemungkinan krepitasi dari suatu fraktur. 3) Telinga :periksa adanya nyeri, tinitus, pembengkakan, penurunan atau hilangnya pendengaran, periksa dengan senter mengenai keutuhan membrane timpani atau adanya hemotimpanum 4) Rahang atas 5) Rahang bawah : periksa stabilitas rahang atas : periksa akan adanya fraktur

6) Mulut dan faring : inspeksi pada bagian mucosa terhadap tekstur, warna, kelembaban, dan adanya lesi; amati lidah tekstur, warna, kelembaban, lesi, apakah tosil meradang, pegang dan tekan daerah pipi kemudian rasakan apa ada massa/ pembengkakkan dan nyeri, inspeksi amati tumor,

adanya tonsil

meradang atau tidak (tonsillitis/amandel). Palpasi adanya respon nyeri c. Vertebra servikalis dan leher Pada saat memeriksa leher, periksa adanya deformitas tulang atau krepitasi, edema, ruam, lesi, dan massa , kaji adanya keluhan disfagia (kesulitan menelan) dan suara serak harus diperhatikan, cedera tumpul atau tajam, deviasi trakea, dan pemakaian otot tambahan. Palpasi akan adanya nyeri, deformitas, pembekakan, emfisema subkutan, deviasi trakea, kekakuan pada leher dan simetris pulsasi. Tetap jaga imobilisasi segaris dan proteksi servikal. Jaga airway, pernafasan, dan oksigenasi. Kontrol perdarahan, cegah kerusakan otak sekunder..

d. Toraks Inspeksi : Inspeksi dinding dada bagian depan, samping dan belakang untuk adanya trauma tumpul/tajam,luka, lecet, memar, ruam , ekimosiss, bekas luka, frekuensi dan kedalaman pernafsan, kesimetrisan expansi dinding dada, penggunaan otot pernafasan tambahan dan ekspansi

toraks bilateral, apakah terpasang pace maker, frekuensi dan irama denyut jantung, (lombardo, 2005) Palpasi : seluruh dinding dada untuk adanya trauma tajam/tumpul, emfisema subkutan, nyeri tekan dan krepitasi. Perkusi Auskultasi : untuk mengetahui kemungkinan hipersonor dan keredupan : suara nafas tambahan (apakah ada ronki, wheezing, rales) dan bunyi

jantung (murmur, gallop, friction rub) e. Abdomen Cedera intra-abdomen kadang-kadang luput terdiagnosis, misalnya pada keadaan cedera kepala dengan penurunan kesadaran, fraktur vertebra dengan kelumpuhan (penderita tidak sadar akan nyeri perutnya dan gejala defans otot dan nyeri tekan/lepas tidak ada). Inspeksi abdomen bagian depan dan belakang, untuk adanya trauma tajam, tumpul dan adanya perdarahan internal, adakah distensi abdomen, asites, luka, lecet, memar, ruam, massa, denyutan, benda tertusuk, ecchymosis, bekas luka , dan stoma. Auskultasi bising usus, perkusi abdomen, untuk mendapatkan, nyeri lepas (ringan). Palpasi abdomen untuk mengetahui adakah kekakuan atau nyeri tekan, hepatomegali,splenomegali,defans muskuler,, nyeri lepas yang jelas atau uterus yang hamil. Bila ragu akan adanya perdarahan intra abdominal, dapat dilakukan pemeriksaan DPL (Diagnostic peritoneal lavage, ataupun USG (Ultra Sonography). Pada perforasi organ berlumen misalnya usus halus gejala mungkin tidak akan nampak dengan segera karena itu memerlukan re-evaluasi berulang kali. Pengelolaannya dengan transfer penderita ke ruang operasi bila diperlukan (Tim YAGD 118, 2010).

f.

Pelvis (perineum/rectum/vagina) Cedera pada pelvis yang berat akan nampak pada pemeriksaan fisik (pelvis menjadi stabil), pada cedera berat ini kemungkinan penderita akan masuk dalam keadaan syok, yang harus segera diatasi. Bila ada indikasi pasang PASG/ gurita untuk mengontrol perdarahan dari fraktur pelvis (Tim YAGD 118, 2010). Pelvis dan perineum diperiksa akan adanya luka, laserasi , ruam, lesi, edema, atau kontusio, hematoma, dan perdarahan uretra. Colok dubur harus dilakukan sebelum memasang kateter uretra. Harus diteliti akan kemungkinan adanya darah dari lumen rectum, prostat letak tinggi, adanya fraktur pelvis, utuh tidaknya rectum dan tonus musculo sfinkter ani. Pada wanita, pemeriksaan colok vagina dapat menentukan adanya

darah dalam vagina atau laserasi, jika terdapat perdarahan vagina dicatat, karakter dan jumlah kehilangan darah harus dilaporkan (pada tampon yang penuh memegang 20 sampai 30 mL darah). Juga harus dilakuakn tes kehamilan pada semua wanita usia subur. Permasalahan yang ada adalah ketika terjadi kerusakan uretra pada wanita, walaupun jarang dapat terjadi pada fraktur pelvis dan straddle injury. Bila terjadi, kelainan ini sulit dikenali, jika pasien hamil, denyut jantung janin (pertama kali mendengar dengan Doppler ultrasonografi pada sekitar 10 sampai 12 kehamilan minggu) yang dinilai untuk frekuensi, lokasi, dan tempat. Pasien dengan keluhan kemih harus ditanya tentang rasa sakit atau terbakar dengan buang air kecil, frekuensi, hematuria, kencing berkurang, Sebuah sampel urin harus diperoleh untuk

analisis.(Diklat RSUP Dr. M.Djamil, 2006). g. Ektremitas Pemeriksaan dilakukan dengan look-feel-move. Pada saat inspeksi, jangan lupa untuk memriksa adanya luka dekat daerah fraktur (fraktur terbuak), pada saat pelapasi jangan lupa untuk memeriksa denyut nadi distal dari fraktur pada saat menggerakan, jangan dipaksakan bila jelas fraktur. Sindroma kompartemen (tekanan intra

kompartemen dalam ekstremitas meninggi sehingga membahayakan aliran darah), mungkin luput terdiagnosis pada penderita dengan penurunan kesadaran atau kelumpuhan (Tim YAGD 118, 2010). Inspeksi pula adanya kemerahan, edema, ruam, lesi, gerakan, dan sensasi harus diperhatikan, paralisis, atropi/hipertropi otot,

kontraktur, sedangkan pada jari-jari periksa adanya clubbing finger serta catat adanya nyeri tekan, dan hitung berapa detik kapiler refill (pada pasien hypoxia lambat s/d 5-15 detik. Penilaian pulsasi dapat menetukan adanya gangguan vaskular. Perlukaan berat pada ekstremitas dapat terjadi tanpa disertai fraktur.kerusakn ligament dapat menyebabakan sendi menjadi tidak stabil, keruskan otot-tendonakan mengganggu pergerakan. Gangguan sensasi dan/atau hilangnya kemampuan kontraksi otot dapat disebabkan oleh syaraf perifer atau iskemia. Adanya fraktur torako lumbal dapat dikenal pada pemeriksaan fisik dan riwayat trauma. Perlukaan bagian lain mungkin menghilangkan gejala fraktur torako lumbal, dan dalam keadaan ini hanya dapat didiagnosa dengan foto rongent. Pemeriksaan muskuloskletal tidak lengkap bila belum dilakukan pemeriksaan punggung penderita. Permasalahan yang muncul adalah

1) Perdarahan dari fraktur pelvis dapat berat dan sulit dikontrol, sehingga terjadi syok yang dpat berakibat fatal 2) Fraktur pada tangan dan kaki sering tidak dikenal apa lagi penderita dalam keadaan tidak sada. Apabila kemudian kesadaran pulih kembali barulah kelainan ini dikenali. 3) Kerusakan jaringan lunak sekitar sendi seringkali baru dikenal setelah penderita mulai sadar kembali (Diklat RSUP Dr. M.Djamil, 2006). h. Bagian punggung Memeriksa punggung dilakukan dilakukan dengan log roll, memiringkan penderita dengan tetap menjaga kesegarisan tubuh). Pada saat ini dapat dilakukan pemeriksaan punggung (Tim YAGD 118, 2010). Periksa`adanya perdarahan, lecet, pada

luka, hematoma, ecchymosis, ruam, lesi, dan edema serta nyeri, begitu pula kolumna vertebra periksa adanya deformitas.

i.

Neurologis Pemeriksaan neurologis yang diteliti meliputi pemeriksaan tingkat kesadaran, ukuran dan reaksi pupil, oemeriksaan motorik dan sendorik. Peubahan dalam status neirologis dapat dikenal dengan pemakaian GCS. Adanya paralisis dapat disebabakan oleh kerusakan kolumna vertebralis atau saraf perifer. Imobilisasi penderita dengan short atau long spine board, kolar servikal, dan alat imobilisasi dilakukan samapai terbukti tidak ada fraktur servikal. Kesalahan yang sering dilakukan adalah untuk melakukan fiksasai terbatas kepada kepala dan leher saja, sehingga penderita masih dapat bergerak dengan leher sebagai sumbu. Jelsalah bahwa seluruh tubuh penderita memerlukan imobilisasi. Bila ada trauma kepala, diperlukan konsultasi neurologis. Harus dipantau tingkat kesadaran penderita, karena merupakan gambaran perlukaan intra cranial. Bila terjadi penurunan kesadaran akibat gangguan neurologis, harus diteliti ulang perfusi oksigenasi, dan ventilasi (ABC). Perlu adanya tindakan bila ada perdarahan epidural subdural atau fraktur kompresi ditentukan ahli bedah syaraf (Diklat RSUP Dr. M.Djamil, 2006). Pada pemeriksaan neurologis, inspeksi adanya kejang, twitching, parese, hemiplegi atau hemiparese (ganggguan pergerakan), distaksia ( kesukaran dalam mengkoordinasi otot), rangsangan meningeal dan kaji pula adanya vertigo dan respon sensori

B. Focused Assessment Focused assessment atau pengakajian terfokus adalah tahap pengkajian pada area keperawatan gawat darurat yang dilakukan setelah primary survey, secondary survey, anamnesis riwayat pasien (pemeriksaan subyektif) dan pemeriksaan obyektif (Head to toe). Di beberapa negara bagian Australia mengembangkan focused assessment ini dalam pelayanan di Emergency Department, tetapi di beberapa Negara seperti USA dan beberapa Negara Eropa tidak menggunakan istilah Focused Assessment tetapi dengan istilah Definitive Assessment (Okeefe et.al, 1998). Focused assessment untuk melengkapi data secondary assessment bisa dilakukan sesuai masalah yang ditemukan atau tempat dimana injury ditemukan. Yang paling banyak dilakukan dalam tahap ini adalah beberapa pemeriksaan penunjang diagnostik atau bahkan dilakukan pemeriksaan ulangan dengan tujuan segera dapat dilakukan tindakan definitif. C. Reassessment Beberapa komponen yang perlu untuk dilakukan pengkajian kembali (reassessment) yang penting untuk melengkapi primary survey pada pasien di gawat darurat adalah :
Komponen Airway Pertimbangan Pastikan bahwa peralatan airway : Oro Pharyngeal Airway, Laryngeal Mask Airway , maupun Endotracheal Tube (salah satu dari peralatan airway) tetap efektif untuk menjamin kelancaran jalan napas. Pertimbangkan penggunaaan peralatan dengan manfaat yang optimal dengan risiko yang minimal. Pastikan oksigenasi sesuai dengan kebutuhan pasien : Pemeriksaan definitive rongga dada dengan rontgen foto thoraks, untuk meyakinkan ada tidaknya masalah seperti Tension pneumothoraks, hematotoraks atau trauma thoraks yang lain yang bisa mengakibatkan oksigenasi tidak adekuat Penggunaan ventilator mekanik Pastikan bahwa dukungan sirkulasi menjamin perfusi jaringan khususnya organ vital tetap terjaga, hemodinamik tetap termonitor serta menjamin tidak terjadi over hidrasi pada saat penanganan resusitasicairan. Pemasangan cateter vena central Pemeriksaan analisa gas darah Balance cairan Pemasangan kateter urin Setelah pemeriksaan GCS pada primary survey, perlu didukung dengan : Pemeriksaan spesifik neurologic yang lain seperti reflex patologis, deficit neurologi, pemeriksaan persepsi sensori dan

Breathing

Circulation

Disability

Exposure

pemeriksaan yang lainnya. CT scan kepala, atau MRI

Konfirmasi hasil data primary survey dengan Rontgen foto pada daerah yang mungkin dicurigai trauma atau fraktur USG abdomen atau pelvis

D. Pemeriksaan Diagnostik Pemeriksaan lanjutan hanya dilakukan setelah ventilasi dan hemodinamika penderita dalam keadaan stabil (Diklat RSUP Dr. M.Djamil, 2006). Dalam melakukan secondary survey, mungkin akan dilakukan pemeriksaan diagnostik yang lebih spesifik seperti : 1) Endoskopi Pemeriksaan penunjang endoskopi bisa dilakukan pada pasien dengan perdarahan dalam. Dengan melakukan pemeriksaan endoskopi kita bisa mngethaui perdarahan yang terjadi organ dalam. Pemeriksaan endoskopi dapat mendeteksi lebih dari 95% pasien dengan hemetemesis, melena atau hematemesis melena dapat ditentukan lokasi perdarahan dan penyebab perdarahannya. Lokasi dan sumber perdarahan yaitu: a. Esofagus b. Gaster :Varises,erosi,ulkus,tumor :Erosi, ulkus, tumor, polip, angio displasia, Dilafeuy, varises gastropati kongestif c. Duodenum :Ulkus, erosi,

Untuk kepentingan klinik biasanya dibedakan perdarahan karena ruptur varises dan perdarahan bukan karena ruptur varises (variceal bleeding dan non variceal bleeding) (Djumhana, 2011). 2) Bronkoskopi Bronkoskopi adalah tindakan yang dilakukan untuk melihat keadaan intra bronkus dengan menggunakan alat bronkoskop. Prosedur diagnostik dengan bronkoskop ini dapat menilai lebih baik pada mukosa saluran napas normal, hiperemis atau lesi infiltrat yang memperlihatkan mukosa yang compang-camping. Teknik ini juga dapat menilai penyempitan atau obstruksi akibat kompresi dari luar atau massa intrabronkial, tumor intra bronkus. Prosedur ini juga dapat menilai ada tidaknya pembesaran kelenjar getah bening, yaitu dengan menilai karina yang terlihat tumpul akibat pembesaran kelenjar getah bening subkarina atau intra bronkus (Parhusip, 2004). 3) CT Scan CT-scan merupakan alat pencitraan yang di pakai pada kasus-kasus emergensi seperti emboli paru, diseksi aorta, akut abdomen, semua jenis trauma dan menentukan tingkatan

dalam stroke. Pada kasus stroke, CT-scan dapat menentukan dan memisahkan antara jaringan otak yang infark dan daerah penumbra. Selain itu, alat ini bagus juga untuk menilai kalsifikasi jaringan. Berdasarkan beberapa studi terakhir, CT-scan dapat mendeteksi lebih dari 90 % kasus stroke iskemik, dan menjadi baku emas dalam diagnosis stroke (Widjaya, 2002). Pemeriksaaan CT. scan juga dapat mendeteksi kelainan-kelainan seerti perdarahan diotak, tumor otak, kelainan-kelainan tulang dan kelainan dirongga dada dan rongga perur dan khususnya kelainan pembuluh darah, jantung (koroner), dan pembuluh darah umumnya (seperti penyempitan darah dan ginjal (ishak, 2012). 4) USG Ultrasonografi (USG) adalah alat diagnostik non invasif menggunakan gelombang suara dengan frekuensi tinggi diatas 20.000 hertz ( >20 kilohertz) untuk menghasilkan

gambaran struktur organ di dalam tubuh.Manusia dapat mendengar gelombang suara 2020.000 hertz .Gelombang suara antara 2,5 sampai dengan 14 kilohertz digunakan untuk diagnostik. Gelombang suara dikirim melalui suatu alat yang disebut transducer atau probe. Obyek didalam tubuh akan memantulkan kembali gelombang suara yang kemudian akan ditangkap oleh suatu sensor, gelombang pantul tersebut akan direkam, dianalisis dan ditayangkan di layar. Daerah yang tercakup tergantung dari rancangan alatnya. Ultrasonografi yang terbaru dapat menayangkan dimensi, empat suatu obyek dengan gambaran tiga

dimensi dan berwarna. USG bisa dilakukan pada abdomen, thorak

(Lyandra, Antariksa, Syaharudin, 2011)

5)

Radiologi Radiologi merupakan salah satu pemeriksaan penunjang yang dilakukan di ruang

gawat darurat. Radiologi merupakan bagian dari spectrum elektromagnetik yang dipancarkan akibat pengeboman anoda wolfram oleh electron-elektron bebas dari suatu katoda. Film polos dihasilkan oleh pergerakan electron-elektron tersebut melintasi pasien dan menampilkan film radiologi. Tulang dapat menyerap sebagian besar radiasi menyebabkan pajanan pada film paling sedikit, sehingga film yang dihasilkan tampak berwarna putih. Udara paling sedikit menyerap radiasi, meyebabakan pejanan pada film maksimal sehingga film nampak berwarna hitam. Diantara kedua keadaan ekstrem ini, penyerapan jaringan sangat berbeda-beda menghasilkan citra dalam skala abu-abu. Radiologi bermanfaat untuk dada, abdoment, sistem tulang: trauma, tulang belakang, sendi penyakit degenerative, metabolic dan metastatik (tumor). Pemeriksaan radiologi

penggunaannya dalam membantu diagnosis meningkat. Sebagian kegiatan seharian di departemen radiologi adalah pemeriksaan foto toraks. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya pemeriksaan ini. Ini karena pemeriksaan ini relatif lebih cepat, lebih murah dan mudah dilakukan berbanding pemeriksaan lain yang lebih canggih dan akurat (Ishak, 2012). 6) MRI (Magnetic Resonance Imaging) Secara umum lebih sensitive dibandingkan CT Scan. MRI juga dapat digunakan pada kompresi spinal. Kelemahan alat ini adalah tidak dapat mendeteksi adanya emboli paru, udara bebas dalam peritoneum dan faktor. Kelemahan lainnya adalah prosedur pemeriksaan yang lebih rumit dan lebih lama, hanya sedikit sekali rumah sakit yang memiliki, harga pemeriksaan yang sangat mahal serta tidak dapat diapaki pada pasien yang memakai alat pacemaker jantung dan alat bantu pendengaran (Widjaya,2002).

FORMAT PENGKAJIAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PADA ORANG DEWASA


IDENTITAS No. Rekam Medis ... ... ... Nama Agama Pekerjaan : : : Diagnosa Medis ... ... ... Jenis Kelamin : L/P Status Perkawinan Sumber informasi Umur : : : Pendidikan Alamat : :

TRIAGE
Keluhan Utama : Mekanisme Cedera :

P1

P2

P3

P4

GENERAL IMPRESSION

PRIMER SURVEY

Orientasi (Tempat, Waktu, dan Orang) : Baik Tidak Baik, ... ... ... Diagnosa Keperawatan: AIRWAY Inefektif airway b/d Jalan Nafas : Paten Tidak Paten Kriteria Hasil : Obstruksi : Lidah Cairan Benda Asing N/A Snoring Gurgling Intervensi : 1. Manajemen Stridor N/A airway;headtilt-chin lift/jaw thrust 2. Pengambilan benda asing dengan forcep 3. 4. Diagnosa Keperawatan:

Suara Nafas : Keluhan Lain: ... ...

BREATHING

1. Inefektif pola nafas b/d 2. Kerusakan pertukaran gas b/d Gerakan dada : Simetris Asimetris Irama Nafas : Cepat Pola Nafas : Teratur Dangkal Normal Tidak Teratur N/A RR : ... ... x/mnt Kriteria Hasil : Intervensi : 1. Pemberian terapi oksigen ltr/mnt, via 2. Bantuan dengan Bag Valve Mask 3. Persiapan ventilator mekanik 4. 5. Diagnosa Keperawatan: 1. Penurunan curah jantung b/d 2. Inefektif perfusi jaringan b/d Tidak teraba Kriteria Hasil : Intervensi : 1. Lakukan CPR dan Defibrilasi 2. Kontrol perdarahan 3. 4.

Retraksi otot dada : Ada N/A Sesak Nafas : Ada Keluhan Lain:

CIRCULATION
Nadi Sianosis CRT : Teraba : Ya Tidak : < 2 detik > 2 detik

Pendarahan : Ya Tidak ada Keluhan Lain: ... ...

DISABILITY

Diagnosa Keperawatan: 1. Inefektif perfusi serebral b/d 2. Intoleransi aktivias b/d 3. Kriteria Hasil : Intervensi : 1. Berikan posisi head up 30 derajat 2. Periksa kesadaran dann GCS tiap 5 menit 3. 4. 5.

Respon

: Alert Verbal Pain Unrespon : CM Delirium Somnolen ... ... Verbal ... Motorik ...

PRIMER SURVEY

Kesadaran ... GCS Pupil

: Eye ...

: Isokor Unisokor Pinpoint Medriasis Ada Tidak Ada

Refleks Cahaya:

Keluhan Lain :

EXPOSURE

Diagnosa Keperawatan: 1. Kerusakan integritas jaringan b/d 2. Kerusakan mobilitas fisik b/d 3. Deformitas : Ya Tidak Contusio : Ya Tidak Abrasi : Ya Tidak Kriteria Hasil : Intervensi :

Penetrasi : Ya Tidak Laserasi : Ya Tidak Edema : Ya Tidak Keluhan Lain:

1. 2. 3. 4.

Perawatan luka Heacting

ANAMNESA

Diagnosa Keperawatan: 1. Regimen terapiutik inefektif b/d 2. Nyeri Akut b/d 3. Kriteria Hasil : Intervensi : 1. 2.

Riwayat Penyakit Saat Ini :

Alergi :

Medikasi :

SECONDARY SURVEY

Riwayat Penyakit Sebelumnya:

Makan Minum Terakhir:

Even/Peristiwa Penyebab:

Tanda Vital : BP :

N:

S:

RR : Diagnosa Keperawatan: 1. 2. Kriteria Hasil : Intervensi : 3. 4.

PEMERIKSAAN FISIK

Kepala dan Leher: Inspeksi ... ... Palpasi ... ... Dada: Inspeksi ... ... Palpasi ... ... Perkusi ... ...

NDARY SURVEY

Auskultasi ... ... Abdomen: Inspeksi ... ... Palpasi ... ...

Perkusi ... ... Auskultasi ... ... Pelvis: Inspeksi ... ... Palpasi ... ... Ektremitas Atas/Bawah: Inspeksi ... ... Palpasi ... ... Punggung : Inspeksi ... ... Palpasi ... ... Neurologis :

PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
RONTGEN CT-SCAN USG EKG ENDOSKOPI Lain-lain, ... ... Hasil :

Diagnosa Keperawatan: 1. 2. Kriteria Hasil : Intervensi : 1. 2.

Tanggal Pengkajian Jam Keterangan : :

TANDA TANGAN PENGKAJI:

NAMA TERANG :

6. Indikasi penggunaan pulse oxymetri dan intepretasinya? Pulse oxymetry Merupakan suatu alat untuk mengukur saturasi oksigen dalam darah secara noninvasif.Alat ini memancarkan cahaya ke jaringan seperti jari, jempol kaki, atau pada anak kecil, seluruh bagian tangan atau kaki.Saturasi oksigen diukur pada pembuluh arteri kecil, oleh sebab itu disebut arterial oxygen saturation (SaO2).Ada yang dapat digunakan berulang kali hingga beberapa bulan, adapula yang hanya sekali pakai. Nilai saturasi oksigen yang normal pada permukaan laut pada anak adalah 95100%; pada anak dengan pneumonia berat, yang ambilan oksigennya terhambat, nilai ini menurun.Oksigen biasanya diberikan dengan saturasi < 90% (diukur dalam udara ruangan).Batas yang berbeda dapat digunakan pada ketinggian permukaan laut yang berbeda, atau jika oksigen menipis. Reaksi yang timbul dari pemberian oksigen dapat diukur dengan menggunakan pulse oxymeter, karena SaO2 akan meningkat jika anak menderita penyakit paru (pada PJB sianotik nilai SaO2 tidak berubah walau oksigen diberikan). Aliran oksigen dapat diatur dengan pulse oxymetry untuk mendapatkan nilai SaO2 > 90% yang stabil, tanpa banyak membuang oksigen. Lama pemberian oksigen Lanjutkan pemberian oksigen hingga anak mampu menjaga nilai SaO2 >90% pada suhu ruangan.Bila anak sudah stabil dan membaik, lepaskan oksigen selama beberapa menit. Jika nilai SaO2 tetap berada di atas 90%, hentikan pemberian oksigen, namun periksa kembali setengah jam kemudian dan setiap 3 jam berikutnya pada hari pertama penghentian pemberian oksigen, untuk memastikan anak benar-benar stabil. Bila pulse oxymetry tidak tersedia, lama waktu pemberian oksigen dapat dipandu melalui tanda klinis yang timbul pada anak (lihat atas), walaupun hal ini tidak begitu dapat diandalkan. http://www.ichrc.org/107-terapipemberian-oksigen 7. Macam derajat hipoksia? Dapat dibagi dalam 4 stadium (Jackson) a. Sesak nafas, stridor inspirator, retraksi suprasternal, keadaan umum masih baik

b. Gejala std I+retraksi epigastrium, penderita mulai gelisah (agitasi) c. Gjl std II+ retraksi supra/infra klavikular, penderita sangat gelisah dan sianotik d. Gjl std III +retraksi interkostal, pdrt berusaha sekuat tenaga menghirup udara, lalu tjd paralisis pusat pernafasan, penderita apatik dan meninggal Kegawatdaruratan Medik, Pedoman Penatalaksanaan Praktis Hipoksia di bagi dalam 4 tipe : (1) hipoksia hipoksik (anoksia anoksik), dimana PO2 darah arteri berkurang, (2) hipoksia anemik, dimana PO2 darah arteri normal tetapi jumlah hemoglobin yang tersedia untuk mengangkut oksigen berkurang, (3) hipoksia stagnant atau iskemik, dimana aliran darah ke jaringan sangat lambat sehingga oksigen yang adekuat tidak di kirim ke jaringan walaupun PO2 konsentrasi hemoglobin normal, (4) hipoksia histotoksik dimana jumlah oksigen yang dikirim ke suatu jaringan adalah adekuat tetapi oleh karene kerja zat yang toksik sel-sel jaringan tidak dapat memakai oksigen yang disediakan. ARTIKEL HIPOKSIA.Macam-macam-Hipoksia Petunjuk adanya hipoksia dan hipoksemia

Blood Gas Artery

PO2

80-100 mmHg (normal) 60-79 mmHg hipoksemi ringan 40-59mmHg hipoksemi sedang <40 mmHg hipoksemi berat

SaO2

95%-97% normal < 90% hipoksemi

pH

7,35-7,45 normal

<7,35 asidemia >7,45 alkaemia PaCo2 35-45 mmHg normal >45 mmHg hipoventilasi <35 mmHg hiperventilasi System respirasi Takipneu, volume tidal turun,, dispneu, retraksi otot nafas, lubang hidung melebar Sakit kepala Kekacauan mental, agitasi Mudah terangsang, cemas, bereringat Mengantuk Kardiovaskuler Mula2 takikardi, kemudian bradikardi jika otot jantung tidak cukup mendapat O2 Peningkatan tekanan darah diikuti dengan penurunan tekanan darah jika tidak segera ditangani Kulit 8. Prinsip Tx O2? Prinsip a. Nasal kanula untuk mengalirkan oksigen dengan aliran ringan atau rendah, biasanya hanya 2-3 L/menit. b. Membutuhkan pernapasan hidung c. Tidak dapat mengalirkan oksigen dengan konsentrasi >40 %. (Suparmi, 2008:67)
Terdapat 3 sistem untuk memberikan oksigen kepada pasien tanpa intubasi. Untuk konsentrasi oksigen rendah, kanula hidung dapat memberikan oksigen antara 24% (1L/menit) sampai 36% (4 5L/menit). Konsentrasi oksigen sedang (40-60%) dicapai dengan pemberian lewat masker oksigen, sedangkan konsentrasi hingga 100% hanya dapat dicapai dengan menggunakan stingkup muka

Saraf pusat

Sianosis sentral perifer

reservoir. Pada kegawatan napas trauma diberikan oksigen 6L/menit dengan sungkup muka. Pada penderita kritis berikan 100% oksigen, meskipun secara umum terapi oksigen memberikan manfaat yang bermakna pada bentuk hipoksik hipoksemia dan anemi hipoksemia. KETRAMPILAN MEDIK PPD UNSOED

9. Komplikasi akibat sumbatan jalan nafas?

Ada 2 arah : o Komplikasi sumbatan sebagian hipoksia, edem otak, dan kerusakan organ paru (120mnt), apnue sekunder, kerusakan otak 60-90 mnt. o Komplikasi total asfiksi dan henti jantung (tdk <3mnt).

10.

Mgp pd pasien rongga mulutnya mengeluarkan byk darah?

Penanganan Penangangan gawat darurat diperlukan bagi korban kecelakaan dengan trauma pada kepala.Menurut dr.Roslan Yusni Hasan, spesialis bedah saraf dari RS. Mayapada Tangerang, daerah leher wajib menjadi perhatian saat mengamankan korban kecelakaan dengan trauma kepala. "Prinsipnya bila korban menderita trauma kepala harus beranggapan ada trauma juga pada lehernya.Sedapat mungkin leher jangan digerakkan," kata Roslan. Daerah leher adalah salah satu jalan nafas. Benturan yang menyebabkan tulang leher luka atau patah akan menyebabkan jalan nafas terganggu sehingga menyebabkan kematian dengan cepat. "Sebelum korban dipindahkan dari area kecelakaan, daerah leher harus diberi pengaman sehingga leher tidak terkulai atau tertekuk ke satu sisi yang bisa menyebabkan patah," katanya. Ditambahkan oleh Pukovisa, jika korban menggunakan helm sebaiknya helm jangan dilepas. Pelepasan helm dikhawatirkan akan menggerakkan leher dan mengakibatkan patah tulang leher. "Bila ingin memberi udara sebaiknya kaca helm dibuka sedikit dan jangan membiarkan orang berkerumun di sekitar korban. Selanjutnya bisa dilakukan pengecekan jantung, paru, dan otak,"

http://health.kompas.com/read/2013/04/26/17433252/Benturan.di.Kepala.Paling.Berbahaya

11. Mgp pasien mengeluarkan suara sprt org mengorok dan berkumur? Suara mendengkur timbul akibat turbulensi aliran udara pada saluran nafas atas akibat sumbatan. Tempat terjadinya sumbatan biasanya di basis lidah atau palatum. Sumbatan terjadi akibat kegagalan otot-otot dilator saluran nafas atas menstabilkan jalan nafas di mana otot-otot faring berelaksasi, lidah dan palatum jatuh ke belakang sehingga terjadi obstruksi. Journal of The Royal Society of Medicine 2003; 96: 343 4. Can Med Assoc J 2007; 176(9): 1299-303.

a. Snoring : suara seperti ngorok, kondisi ini menandakan adanya kebuntuan jalan napas bagian atas oleh benda padat, jika terdengar suara ini maka lakukanlah pengecekan langsung dengan cara cross-finger untuk membuka mulut (menggunakan 2 jari, yaitu ibu jari dan jari telunjuk tangan yang digunakan untuk chin lift tadi, ibu jari mendorong rahang atas ke atas, telunjuk menekan rahang bawah ke bawah). Lihatlah apakah ada benda yang menyangkut di tenggorokan korban (eg: gigi palsu dll). Pindahkan benda tersebut

b. Gargling : suara seperti berkumur, kondisi ini terjadi karena ada kebuntuan yang disebabkan oleh cairan (eg: darah), maka lakukanlah cross-finger(seperti di atas), lalu lakukanlah finger-sweep (sesuai namanya, menggunakan 2 jari yang sudah dibalut dengan kain untuk menyapu rongga mulut dari cairan-cairan).

Proses Dengkur Suara mendengkur timbul akibat turbulensi aliran udara pada saluran nafas atas akibat sumbatan. Tempat terjadinya sumbatan biasanya di basis lidah atau palatum.

Sumbatan terjadi akibat kegagalan otot-otot dilator saluran nafas atas menstabilkan jalan nafas pada waktu tidur di mana otot-otot faring berelaksasi, lidah, dan palatum jatuh ke belakang sehingga terjadi obstruksi. OSA ditandai dengan kolaps berulang dari saluran nafas atas, baik komplet maupun parsial, selama tidur. Akibatnya, aliran udara pernafasan berkurang (hipopnea) atau terhenti (apnea), sehingga terjadi desaturasi oksigen (hipoksemia) dan penderita berkali-kali terjaga (arousal).

Mendengkur terjadi akibat pergerakan udara dari mulut atau hidung menuju paru-paru membuat jaringan tenggorokan bergetar saat tertidur. Otot-otot pada bagian belakang atap mulut, lidah dan tenggorokan akan menjadi lebih lemas pada keadaan tidur. Jika otot berada dalam keadaan lemas yang berlebihan, maka otot akan menghadang saluran napas. Saat pernapasan terjadi, langit-langit lunak dan uvula akan bergetar dan menyentuh bagian belakang tenggorokan. Getaran tersebut dapat mempersempit saluran pernapasan. Semakin sempit saluran napas, maka aliran udara menjadi lebih besar dan meningkatkan getaran jaringan. Inilah yang menyebabkan terjadinya suara keras saat mendengkur. FAKTOR YG MENYEBABKAN SNORING Mendengkur atau dalam bahasa awam dikatakan mengorok (dalam bahasa medis diistilahkan OSA ; Obstructive Sleep Apnea), Hal tersebut disebabkan karena adanya hambatan / sumbatan aliran udarapada saat kita bernafas. Banyak faktor yang menyebabkannya, mulai dari daerah rongga hidung, rongga tenggorokkan, rongga mulut dan rongga kerongkongan / pernafasan.

1. Hambatan pada rongga hidung bisa disebabkan pembengkakan tulang hidung (konka), tulang hidung yang bengkok dan adanya polip hidung.

2. Sumbatan pada rongga tenggorokkan dan mulut dapat disebabkan adanya pembesaran amandel (adenoid dan tonsil), adanya kelainan pada langitlangit mulut (palatum dan uvula), penebalan dinding belakang tenggorokkan. 3. Hambatan pada rongga kerongkongan / pernafasan dapat disebabkan adanya kelainan pada anak lidah (epiglottis) dan adanya penyempitan di saluran nafas (trakea), kelebihan berat badan (obesitas) dapat juga menyempitkan saluran nafas bagian atas. Prasenohadi. Manajemen Jalan Napas; Pulmonologi Intervensi dan Gawat Darurat Napas. FK UI, Jakarta, 2010. 12. Apa maksna dari pulse oxymetri tampak SpO2 92%, RR : 30X/mnt, GCS E2M4V2? RR
Kelelahan otot-otot respirasi /kelemahan otot-otot respirasi timbul bila otot-otot inspirasi terutama diafragma tidak mampu membangkitkan tekanan yang diperlukan untuk mempertahankan ventilasi yang sudah cukup memadai. Tanda-tanda awal kelelahan otot-otot inspirasi seringkali mendahului penurunan yang cukup berarti pada ventilasi alveolar yang berakibat kenaikan PaCO2. Tahap awal berupa pernapasan yang dangkal dan cepat yang diikuti oleh aktivitas otot-otot inspirasi yang tidak terkoordinsiberupa alterans respirasi (pernapasan dada dan perut bergantian), dan gerakan abdominal paradoxal (gerakan dinding perut ke dalam pada saat inspirasi) dapat menunjukan asidosis respirasi yang sedang mengancam dan henti napas. Berkurangnya oksigen di dalam tubuh kita akan memberikan suatu keadaan yang disebut hipoksia. Hipoksia ini dikenal dengan istilah sesak napas. Frekuensi napas pada keadaan sesak napas lebih cepat daripada keadaan normal. Oleh karena itu, bila sesak napas ini berlangsung lama maka akan memberikan kelelahan pada otot-otot pernapasan. Kelelahan otot-otot napas akan mengakibatkan terjadinya penumpukan sisa-sisa pembakaran berupa gas CO2. Gas CO2 yang tinggi ini akan mempengaruhi susunan saraf pusat dengan menekan pusat napas yang ada di sana. Keadaan ini dikenal dengan istilah henti napas. Otot jantung juga membutuhkan oksigen untuk berkontraksi agar darah dapat dipompa keluar dari jantung ke seluruh tubuh. Dengan berhentinya napas maka oksigen tidak ada sama sekali di dalam tubuh sehingga jantung tidak dapat berkontraksi dan akibatnya terjadi keadaan yang disebut henti jantung.

Basic Trauma Life Support & Basic Cardiac Life Support

Berdasarkan nilai PaO2 dan SaO2, hipoksemia dibedakan menjadi : (pulse oximetry) Ringan : (PaO2 60-79 mmHg dan SaO2 90-94%) Sedang : (PaO2 40-60 mmHg dan SaO2 75-89%) Berat : (PaO2 < 40 mmHg dan SaO2 <75%) Hipoksemia dapat disebabkan oleh gangguan ventilasi-perfusi, hipoventilasi, pirau, gangguan difusi dan berada di tempat yang tinggi. http://www.klikparu.com/2013/02/terapioksigen4826.html 13. Kenapa dokter curiga ada fraktur impresi os frontal dan Px nya apa saja? Akibatnya terjadi fraktur impresi os frontal? Jaringan dibawahnya yg rusak bisa juga sampai jaringan duramater. Apabila terjadi penggumpulan darah di frontal TIK meningkat. 14. Bagaimana kita bisa mengetahui adanya sumbatan jalan nafas total atau tidak? Sumbatan total 15. Aliran udara di mulut, hidung tidak dapat didengar/dirasakan. Pada gerakan nafas spontan terlihat retraksi supra klavikuladan sela iga serta tidak ada pengembangan dada pada inspirasi Adanya kesulitasn inflasi parudalam usaha memberikan ventilasi buatan Sumbatan parsial Terdengar suara nafas tambahan gargling, snoring, Growing dan whizing. Ada retraksi dada Ada berapa macam derajat dari sumbatan jalan nafas? Dapat dibagi dalam 4 stadium (Jackson) a. Sesak nafas, stridor inspirator, retraksi suprasternal, keadaan umum masih baik b. Gejala std I+retraksi epigastrium, penderita mulai gelisah (agitasi) c. Gjl std II+ retraksi supra/infra klavikular, penderita sangat gelisah dan sianotik

d. Gjl std III +retraksi interkostal, pdrt berusaha sekuat tenaga menghirup udara, lalu tjd paralisis pusat pernafasan, penderita apatik dan meninggal Kegawatdaruratan Medik, Pedoman Penatalaksanaan Praktis

You might also like