Professional Documents
Culture Documents
SINDROMA NEFROTIK
KELOMPOK 10
030.08.187
Oktaria Lutfiani
030.08.188
Oriza Sativa
030.08.189
030.08.190
Phoespha mayangsarie
030.08.191
030.08.201
030.08.202
Reza Praditya S
030.08.203
030.08.205
Ricksando Siregar
030.08.206
030.08.208
030.08.209
030.08.250
030.08.310
23 JUNI 2010
BAB I
PENDAHULUAN
Sindrom nefrotik (SN) adalah sekumpulan manifestasi klinis yang ditandai oleh :
Proteinuria masif (lebih dari 3,5 g/1,73 m2 luas permukaan tubuh per hari)
Edema
Hiperlipidemia
Lipiduria
Liperkoagulabilitas
lebih banyak anak laki-laki dibandingkan dengan pada anak-anak perempuan, biasanya antara
usia 2 dan 3 tahun.
Di klinik (75%-80%) kasus SN merupakan SN primer (idiopatik). Pada anak-anak (< 16
tahun) paling sering ditemukan nefropati lesi minimal (75%-85%) dengan umur rata-rata 2,5
tahun, 80% < 6 tahun saat diagnosis dibuat dan laki-laki dua kali lebih banyak daripada
wanita. Pada orang dewasa paling banyak nefropati membranosa (30%-50%), umur rata-rata 3050 tahun dan perbandingan laki-laki dan wanita 2 : 1. Kejadian SN idiopatik 2-3 kasus/100.000
anak/tahun sedangkan pada dewasa 3/1000.000/tahun.
Sindrom nefrotik sekunder pada orang dewasa terbanyak disebabkan oleh diabetes mellitus.
Pada SN primer ada pilihan untuk memberikan terapi empiris atau melakukan biopsi ginjal untuk
mengidentifikasi lesi penyebab sebelum memulai terapi. Selain itu terdapat perbedaan dalam
regimen pengobatan SN dengan respon terapi yang bervariasi dan sering terjadi kekambuhan
setelah terapi dihentikan. Berikut akan dibahas patogenesis/patofisiologi dan penatalaksanaan
SN.
BAB II
PEMBAHASAN
LAPORAN KASUS
Seorang anak perempuan, 8 tahun, dibawa ke poli dengan keluhan sembab dan sedikit
kencing. Bengkak sejak 5 hari dimulai dari mata dan kemudian menyebar ke seluruh tubuh.
Berdasarkan pemeriksaan fisik anak sadar, suhu 38,50C, edem anasarka dan sesak. Dari
pemeriksaan laboratorium didapatkan hasil sebagai berikut :
Urinalisa :
Protein 3+/4+
Cholesterol meningkat
C3 dan C4 normal
Darah :
ANALISIS KASUS
Identitas pasien
Nama : -
Alamat
:-
Umur : 8 tahun
oligouria
demam (febris)
Diagnosis banding :
mengakibatkan
penurunan
tekanan
onkotik
plasma
yang
memungkinkan transudasi cairan ke ruang interstisial sehinnga timbul edema. Selain itu
penurunan vilume plasma intravaskuler mengaktifkan system RAA, terjadi retensi air dan
natrium yang menyebabkan penurunan volume urin (oliguri).
Sindroma Nefrotik
Malnutrisi (kwashiorkor)
Keadaan kurang protein pada penderita kwashiorkor menimbulkan penurunan
tekanan onkotik plasma, ektravasasi cairan ke interstisiel sehingga timbul edema.
Sirosis hepatis
Pada sirosis hepatis parenkim hepar hilang, digantikan oleh stroma atau jaringan
ikat. Akubatnya sintesa protein menurun, terjadi hipoalbuminemia mengakibatkan
penurunan tekanan onkotik plasma, transudasi cairan ke ruang interstisial sehinnga
timbul edema.
Diare kronik
Pada diare kronik terjadi ekskresi protein yang berlebihan, timbul hipoalbuminemia yang
berakibat penurunan tekanan onkotik plasma, transudasi cairan ke ruang interstisial
sehinnga timbul edema.
Diagnosis Kerja :
Berdasarkan klinis ditemukan pada pasien ini oedema anasarka yang dimulai dari mata,
oliguria, sesak, dan demam. Berdasarkan hal tersebut kelompok kami menentukan diagnosis
kerja pada pasien ini yaitu sindroma nefrotik. Selain itu pasien ini baru berusia 8 tahun, dimana
prevalensi anak-anak yang menderita sindroma nefrotik cukup tinggi.
Pemeriksaan Penunjang :
Untuk memperkuat diagnosis kerja, diperlukan pemeriksaan penunjang sebagai berikut :
Pemeriksaan Lab :
o Urinalisa pada pasien ini ditemukan proteinuria 3+/4+, microhematuria (22%),
protein/cretinin ratio >2
o Darah lengkap pada pasien ini ditemukan peningkatan kadar ureum&kreatinin
(32%), hipoalbuminemia (<2,5 g/dl), peningkatan kolesterol, dan C3 serta C4
yang normal.
LVT SGOT/SGPT
Ro toraks untuk melihat adanya efusi pleura, dengan foto PA dan lateral.
RFT GFR
7
Pada pasien
11,2gr/dl
36vol%
0/2/0/65/30/4
7000uL
4,5juta
280.000uL
Normal
60mm/jam
260mg/dl
Nilai normal
10-16gr/dl
33-38vol%
Urin Lengkap
Protein
BJ
pH
Warna
Bilirubin
Urobilin
Glukosa
Keton
Nitrit
Pada pasien
+4
1040
6,5
Keruh
+
-
Nilai normal
Tidak ada
1003-1030
4,5-8,5
Jernih
+
-
5000-10000uL
150.000-400.000
83-177
0-8mm/jam
<200mg/dl
Mikroskopik Urin
Eritrosit
Leukosit
Kristal
Silinder
Epitel
Nilai pasien
2-4
1-3
-
Nilai normal
0-1
0-3
-
Fungsi ginjal
Ureum
Kreatinin
Nilai pasien
38 mg/dl
1,2mg/dl
Nilai normal
20-40mg/dl
0,5-15mg/dl
Fungsi hati
Albumin
Globulin
Nilai pasien
1,5
3,4
Nilai normal
3,8-5
2,3-3,2
Diagnosis Pasti :
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, & pemeriksaan laboratorium yang didapatkan,
kelompok kami merancang diagnosis pasti dari pasien ini adalah Sindroma Nefrotik.
Pada anamnesis didapatkan pasien menderita oligouri. Oedema anasarca yang merupakan ciri
khas dari Sindroma Nefrotik juga didapatkan pada pemeriksaan fisik. Hasil laboratorium yang
juga mendukung diagnosis ini adalah adanya :
Protenuria massif +4
Hiperkolesterolemia
Albuminuria
A/G ratio yang terbalik
Penatalaksanaan :
Terapi yang diberikan pada pasien ini yaitu :
1. Rawat inap di Rumah Sakit
2. Non medikamentosa:
o Dietika
o Edukatif
Edukasi keluarga tentang masalah psikososial yang sedang & akan dialami
oleh pasien
3. Medikamentosa
o Kortikosteroid : Prednison
Dosis 30 mg setiap hari selama 4 minggu, bila terjadi remisi pengobatan
dilanjutkan dengan prednisone 20 mg pagi hari selang sehari (alternating dose ).
Sebelum pemberian kortikosteroid sebaiknya pasien menjalani tuberculin test,
karena prevalensi TB di Indonesia masih tinggi dan pemberian KS akan
menurunkan system imun hingga dapat memperparah penderita TB.
o Obat penurun lemak golongan statin : simvastatin , vastatin, dll
Obat-obat tsb dapat meunurunkan kolesterol LDL, trigliserid dan meningkatkan
kolesterol HDL. Sebaiknya obat golongan statin ini diberikan sebelum terapi
kortikosteroid
o Suportif
Diuretik disertai diet rendah garam, dan tirah baring dapat membantu edema.
(Furosemid oral 1-2 mg/kg/4jam) dapat berikan dan bila resisten dapat diberi
kombinasi dengan tiazid,metalzon,asetolamid.
o Metolazon 0,24-0,4 mg/kg/24jam dalam 2 dosis
o Human albumin 25% 0,25 gr/kgBB/12jam
11
Komplikasi :
Komplikasi yang mungkin terjadi pada pasien ini, yaitu :
Malnutrisi
Toksik obat
Infeksi
Relaps
Hipovolemia
Gangguan pertumbuhan &
perkembangan
Prognosis
Berdasarkan keadaan pasien, gejala klinis, dan pengobatan yang adekuat, jika pasien
ini
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian
Sindrom nefrotik adalah penyakit dengan gejala edema, proteinuria, hipoalbuminemia
dan hiperkolesterolemia. Kadang-kadang terdapat hematuria, hipertensi dan penurunan
fungsi ginjal ( Ngastiyah, 1997).
Penyakit ini terjadi tiba-tiba, terutama pada anak-anak. Biasanya berupa oliguria dengan urin
berwarna gelap, atau urin yang kental akibat proteinuria berat ( Mansjoer Arif, dkk. 1999).
12
Nephrotic Syndrome merupakan kumpulan gejala yang disebabkan oleh adanya injury
glomerular yang terjadi pada anak dengan karakteristik : proteinuria,
hypoproteinuria,
B. Epidemiologi
Pada anak-anak (< 16 tahun) paling sering ditemukan nefropati lesi minimal
(75%-85%) dengan umur rata-rata 2,5 tahun, 80% < 6 tahun saat diagnosis dibuat dan
laki-laki dua kali lebih banyak daripada wanita. Pada orang dewasa paling banyak
nefropati membranosa (30%-50%), umur rata-rata 30-50 tahun dan perbandingan lakilaki dan wanita 2 : 1. Kejadian SN idiopatik 2-3 kasus/100.000 anak/tahun sedangkan
pada dewasa 3/1000.000/tahun.
C. Etiologi
Penyebab sindrom nefrotik yang pasti belum diketahui, akhir-akhir ini dianggap sebagai
suatu penyakit autoimun, yaitu suatu reaksi antigen antibodi. Umumnya etiologi dibagi
menjadi :
1. Sindrom nefrotik primer
Sindrom nefrotik ini secara primer terjadi akibat kelainan pada glomerulus itu sendiri
tanpa ada penyebab lain. Golongan ini paling sering dijumpai pada anak-anak. Termasuk
dalam sindroma nefrotik perimer adalah sindrom nefrotik congenital, yaitu salah satu
jenis sindrom nefrotik yang ditemukan sejak anak itu lahir atau usia di bawah 1 tahun.
13
Diturunkan sebagai resesif autosomal atau karena reaksi maternofetal dan biasanya
resisten terhadap semua pengobatan. Prognosis buruk dan biasanya pasien meninggal
dalam bulan-bulan pertama kehidupannya. Sindrom nefrotik primer yang banyak
menyerang anak biasanya berupa sindrom nefrotik tipe kelainan minimal.
2.
Bahan kimia seperti trimetadion, paradion, penisilamin, garam emas, air raksa.
Penyakit
sel
sabit,
hiperprolinemia,
nefritis
membranoproliferatif
hipokomplementemik.
3. Sindrom nefrotik idiopatik
Tidak diketahui sebabnya atau disebut sindroma nefrotik primer. Berdasarkan
histopatologis yang tampak pada biopsi ginjal dgn pemeriksaan mikroskop biasa dan
mikroskop elektron, Churk dkk membaginya menjadi :
14
a. Kelainan minimal
Pada mikroskop elektron akan tampak foot prosessus sel epitel berpadu. Dengan cara
imunofluoresensi ternyata tidak terdapat IgG pada dinding kapiler glomerulus.
b. Nefropati membranosa
Semua glomerulus menunjukan penebalan dinding kapiler yang tersebar tanpa
proliferasi sel. Prognosis kurang baik.
c. Glomerulonefritis proliferatif
Glomerulonefritis membranoproliferatif
Proliferasi sel mesangial dan penempatan fibrin yang menyerupai membran
basalis di mesangium. Titer globulin beta-IC atau beta-IA rendah. Prognosis
buruk.
lebih dari 3,5 gram/hari menyebabkan hipoalbuminemia, diikuti gambaran klinis sindrom
nefrotik seperti sembab, hiperliproproteinemia dan lipiduria.
Patofisiologi beberapa gejala dari sindrom nefrotik :
Proteinuri
Proteinuria (albuminuria) masif merupakan kelainan dasar SN yang merupakan
penyebab utama terjadinya sindrom nefrotik, namun penyebab terjadinya proteinuria
belum diketahui benar. Salah satu teori yang dapat menjelaskan adalah hilangnya muatan
negatif yang biasanya terdapat di sepanjang endotel kapiler glomerulus dan membran
basal. Hilangnya muatan negatif tersebut menyebabkan albumin yang bermuatan negatif
tertarik keluar menembus sawar kapiler glomerulus.
Proteinuri sebagian besar berasal dari kebocoran glomerulus (proteinuri
glomerular) dan hanya sebagian kecil berasal dari sekresi tubulus (proteinuri tubular).
Perubahan
integritas
membrana
basalis
glomerulus
menyebabkan
peningkatan
Hipoalbuminemi
.
Hipoalbuminemia merupakan akibat utama dari proteinuria yang hebat. Akibat rendahnya
kadar albumin serum menyebabkan turunnya tekanan onkotik plasma dengan sehingga
16
bila sindrom nefrotik ini telah memperlihatkan tanda-tanda aldosteronisme sekunder. Retensi
natrium dan air pada keadaan ini (aldosteronisme) dapat dikeluarkan dari tubuh dengan
pemberian takaran tinggi diuretic yang mengandung antagonis aldosteron.
Hiperlipidemi
Kolesterol serum, very low density lipoprotein (VLDL), low density lipoprotein (LDL),
trigliserida meningkat sedangkan high density lipoprotein (HDL) dapat meningkat, normal
atau menurun. Hal ini disebabkan peningkatan sintesis lipid di hepar dan penurunan
katabolisme di perifer (penurunan pengeluaran lipoprotein, VLDL, kilomikron dan
intermediate density lipoprotein dari darah, dan hilangnya -glikoprotein sebagai perangsang
lipase). Peningkatan sintesis lipoprotein lipid di hati distimulasi oleh penurunan albumin
serum dan penurunan tekanan onkotik.
Lipiduri
Lemak bebas (oval fat bodies) sering ditemukan pada sedimen urin. Sumber lemak ini
berasal dari filtrat lipoprotein melalui membrana basalis glomerulus yang permeabel.
Edema
Menurunnya tekanan osmotik menyebabkan edema generalisata akibat cairan yang berpindah
dari sistem vaskuler kedalam ruang cairan ekstra seluler. Penurunan sirkulasi volume darah
mengaktifkan sistem imun angiotensin, menyebabkan retensi natrium dan edema lebih lanjut.
Dahulu diduga edema disebabkan penurunan tekanan onkotik plasma akibat hipoalbuminemi
dan retensi natrium (teori underfill). Hipovolemi menyebabkan peningkatan renin,
aldosteron, hormon antidiuretik dan katekolamin plasma serta penurunan atrial natriuretic
peptide (ANP). Pemberian infus albumin akan meningkatkan volume plasma, meningkatkan
laju filtrasi glomerulus dan ekskresi fraksional natrium klorida dan air yang menyebabkan
edema berkurang. Peneliti lain mengemukakan teori overfill. Bukti adanya ekspansi volume
adalah hipertensi dan aktivitas renin plasma yang rendah serta peningkatan ANP. Beberapa
penjelasan berusaha menggabungkan kedua teori ini, misalnya disebutkan bahwa
18
pembentukan edema merupakan proses dinamis. Didapatkan bahwa volume plasma menurun
secara bermakna pada saat pembentukan edema dan meningkat selama fase diuresis.
Hipoalbuminemia menyebabkan penurunan tekanan onkotik dari kapiler-kapiler glomeruli,
diikuti langsung oleh difusi cairan kejaringan interstisial, klinis dinamakan sembab.
Penurunan tekanan onkotik mungkin disertai penurunan volume plasma dan hipovolemia.
Hipovolemia menyebabkan retensi natrium dan air.
Proteinuria masih menyebabkan hipoalbuminemia dan penurunan tekanan onkotik dari
kapiler-kapiler glomeruli dan akhirnya terjadi sembab.
Mekanisme sembab dari sindrom nefrotik dapat melalui jalur berikut :
1. Jalur langsung/direk : Penurunan tekanan onkotik dari kapiler glomerulus dapat langsung
menyebabkan difusi cairan ke dalam jaringan interstisial dan dinamakan sembab.
2. Jalur tidak langsung/indirek : Penurunan tekanan onkotik dari kepiler glomerulus dapat
menyebabkan penurunan volume darah yang menimbulkan konsekuensi berikut:
3. Aktivasi system rennin angiotensin aldosteron : Kenaikan plasma rennin dan angiotensin
akan menyebabkan rangsangan kelenjar adrenal untuk sekresi hormone aldosteron.
Kenaikan konsentrasi hormone aldosteron akan mempengaruhi sel-sel tubulus ginjal
untuk mengabsorbsi ion natrium sehingga ekskresi ion natrium menurun.
4. Kenaikan aktivasi saraf simpatetik dan circulating cathecolamines : Kenaikan aktivasi
saraf simpatetik dan konsentrasi katekolamin, menyebabkan tahanan atau resistensi
vaskuler glomerulus meningkat. Kenaikan tahanan vaskuler renal ini dapat diperberat
oleh kenaikan plasma rennin dan angiotensin.
Hiperkoagulabilitas
Keadaan ini disebabkan oleh hilangnya antitrombin (AT) III, protein S, C dan plasminogen
activating factor dalam urin dan meningkatnya faktor V, VII, VIII, X, trombosit, fibrinogen,
19
peningkatan agregasi trombosit, perubahan fungsi sel endotel serta menurunnya faktor
zimogen (faktor IX, XI).
E. Manifestasi Klinik
Gejala utama yang ditemukan adalah :
Proteinuria > 3,5 g/hari pada dewasa atau 0,05 g/kg BB/hari pada anak-anak.
Hipoalbuminemia < 30 g/l.
Edema generalisata. Edema terutama jelas pada kaki, namun dapat ditemukan edema
muka, ascxites dan efusi pleura.
Anorexia
Fatique
Nyeri abdomen
Berat badan meningkat
Hiperlipidemia, umumnya ditemukan hiperkolesterolemia.
Hiperkoagualabilitas, yang akan meningkatkan resiko trombosis vena dan arteri.
F. Komplikasi
Infeksi sekunder (akibat defisiensi respon imun) terutama infeksi kulit yang disebabkan
oleh Streptokokus, Stafilokokus
Tromboembolisme (terutama vena renal) akibat hiperkoagulabilitas
20
G. Pemeriksaan Diagnostik
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
Anamnesis
Keluhan yang sering ditemukan adalah bengkak di ke dua kelopak mata, perut, tungkai, atau
seluruh tubuh dan dapat disertai jumlah urin yang berkurang. Keluhan lain juga dapat
ditemukan seperti urin berwarna kemerahan.
Pemeriksaan fisis
Pada pemeriksaan fisik sindrom nefrotik dapat ditemukan edema di kedua kelopak mata,
tungkai, atau adanya asites dan edema skrotum/labia. Kadang-kadang ditemukan hipertensi
Pemeriksaan penunjang
Pada urinalisis ditemukan proteinuria masif (3+ sampai 4+), dapat disertai hematuria. Pada
pemeriksaan darah didapatkan hipoalbuminemia (< 2,5 g/dl), hiperkolesterolemia, dan laju
endap darah yang meningkat, rasio albumin/globulin terbalik. Kadar ureum dan kreatinin
umumnya normal kecuali ada penurunan fungsi ginjal. Bila terjadi hematuria mikroskopik
(>20 eritrosit/LPB) dicurigai adanya lesi glomerular (mis. Sclerosis glomerulus fokal). Dapat
juga dilakukan biopsi ginjal.
H. Penatalaksanaan Terapeutik
21
b. Remisi parsial
c. Resisten
I. Prognosis
Prognosis umumnya baik, kecuali pada keadaan-keadaan sebagai berikut :
22
Menderita untuk pertamakalinya pada umur di bawah 2 tahun atau di atas 6 tahun.
Jenis kelamin laki-laki.
Disertai oleh hipertensi.
Disertai hematuria
Termasuk jenis sindrom nefrotik sekunder
Gambaran histopatologik bukan kelainan minimal
Pengobatan yang terlambat, diberikan setelah 6 bulan dari timbulnyaa gambaran
klinis
Pada umumnya sebagian besar (+ 80%) sindrom nefrotik primer memberi respons yang
baik terhadap pengobatan awal dengan steroid, tetapi kira-kira 50% di antaranya akan
relapse berulang dan sekitar 10% tidak memberi respons lagi dengan pengobatan steroid
J. Pathways
23
Bawaan
Sekunder
Idiopatik
Sindrom Nefrotik
Gangguan pembentukan
glomerulus
Fokal Segmental
Kurang informasi
MK : Kurang pengetahuan
tentang penyakit
Hpoalbuminemia
Asites
Edema anasarka
Menkan isi perut
Menekan diafragma
Gangguan imobilisasi
Mual muntah
MK : Gangguan cairan
dan elektrolit
Hipoksia jaringan
Daya tahan tubuh turun
Kondisi lemah
MK : Gangguan tumbuh
kembang
MK : Resiko infeksi
DAFTAR PUSTAKA
24
1. Mansjoer, Arif, dkk. 1999. Kapita Selekta Kedokteran, edisi ketiga, Jilid 1. Media
Aesculapius.
2. Sukandar E, Sulaeman R. Sindroma nefrotik. Dalam : Soeparman, Soekaton U, Waspadji
S et al (eds). Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Jakarta : Balai Penerbit FKUI; 1990. p. 282305.
3. Price, Sylvia Anderson & Wilson, Lorraine McCarty, Patofisiologi Konsep Klinis
Proses-proses Penyakit, Buku II, Edisi IV (terjemahan), Penerbit EGC, Jakarta, 1994.
Hal: 832-833.
4. Robbins, Stanley L & Kumar, Vinay, Buku Ajar Patologi II, Edisi IV (terjemahan),
Penerbit EGC, Jakarta, 1995. Hal: 189-194.
5. Soeparman, Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II, Balai Penerbit FKUI, Jakarta 1990. Hal: 282304
6. Stein, Jay H, Panduan Klinik Ilmu Penyakit Dalam (terjemahan), Penerbit EGC, Jakarta,
1994. Hal: 171-174
7. Nephrotic Syndrome, available from: http://www.kidney.org/general/news/nephrotic.cfm
8. Nephrotic Syndrome, available from:
http://www.merck.com/pubs/mmanual/section17/chapter224/224c.htm
25