Professional Documents
Culture Documents
"Hamba Allah"
Sebuah "Maqam Tanpa Nama"
(tulisan ini merupakan bagian dari risalah “Kun Fa Yakuun: Mengenal Diri
Mengenal Ilahi”)
Kun Fa Yakuun________________________________________________ 1
Atmonadi__________________________________________Risalah Pendek
"Mengenal Diri dan Mengenal Ilahi" sebagai aforisma sufistik yang menjadi kunci
untuk mengenal manusia secara utuh sebagai hamba Allah akhirnya memang
akan berbicara tentang akhlak mulia sebagai suatu atribut ketuhanan yang
dinisbahkan kepada manusia sebagai suatu hidayah dan anugerah. Ketika
manusia tidak menyadari hal ini, maka eksistensinya sebagai citra Tuhan akan
jatuh, sejatuh-jatuhnya yang menyebabkan dirinya memiliki derajat yang sangat
rendah.
Kun Fa Yakuun________________________________________________ 2
Atmonadi__________________________________________Risalah Pendek
Melalui para nabi dan rasul, wali, dan para pewaris ilmunya, syariat dan hakikat
kemudian menjadi instrumen yang terpadu sebagai pembangun akhlak mulia
tersebut. Apa yang nampak dalam akhlak dan perilaku Nabi Muhammad SAW
sebenarnya dengan jelas menunjukkan bahwa manusia harus mengarahkan
dirinya kedalam "penghambaan" (ubudiyah) mutlak kepada Allah. "Tak seorang
pun di langit dan di bumi , kecuali akan datang kepada Tuhan Yang maha
Pemurah selaku seorang hamba (QS 19:93)". Dengan kata lain, menjadi jelas
bahwa semua makhluk hakikatnya adalah hamba Allah yang mengada di alam
semesta sebagai bagian dari Rahmat dan nafas Kasih Sayang Allah SWT
semata (ar-Rahmaan Ar-Rahiim). Sehingga dapat dipahami kenapa dalam setiap
penciptaan, dalam setiap awal perubahan dan tindakan makhluk, semuanya
mesti dimulai dengan Basmalah; dan dalam setiap akhir perubahan dan tindakan
makhluk mesti diakhiri dengan Hamdalah.
Oleh karena kehambaan makhluk ini, maka semua perintah Allah dan larangan-
larangan-Nya wajib dipatuhi, makhluk harus menyelaraskan diri dengan
sunnatullah-Nya serta ridha atas semua ketentuan-Nya, dan makhluk harus
mengikuti contoh kesempurnaan manifestasi Insan Kamil (akhlak Nabi
Muhammad SAW). Inilah yang tidak dipahami Azazil Sang Iblis ketika
membangkang perintah Allah untuk bersujud menghormati Adam; Namun
Ibrahim memahami ini, sehingga ia ridha untuk mengorbankan Ismail sebagai
wujud kepatuhannya sebagai hamba.
Dihadapan Allah,
semua makhluk adalah sekedar wayang
yang mematuhi-Nya setiap saat.
Dihadapan Allah,
semua makhluk adalah hamba-Nya yang fakir,
Kun Fa Yakuun________________________________________________ 3
Atmonadi__________________________________________Risalah Pendek
Menurut Ibnu Arabi, tugas manusia sebagai hamba Allah, dimanapun ia berada,
di zaman apapun, adalah untuk memahami sepenuhnya Kefakiran Radikal si
hamba dari segala sesuatu, terutama dari dirinya sendiri. Tindakan yang
sempurna tentang hal ini kemudian disebut "penghambaan". Menurut Jami,
kefakiran sebagai hamba Allah adalah kefakiran yang menafikan semua afiliasi
amal, status (ahwal), dan peringkat (maqamat) dari dirinya. Seorang sufi yang
menjadi hamba Allah tidak memperhatikan dan menisbahkan lagi status dan
peringkat dirinya pada apapun, bahkan ia sudah tidak memperhatikan dan
mengetahui siapa dirinya. Ia sudah tidak memiliki wujud eksistensi lagi, juga
segala esensi dan atribut diri. Ia terhapus dalam keterhapusan, ia lebur-binasa
dalam keleburan. Sehingga dikatakan oleh Syaikh Abū ‘Abd Allāh Ibn Khafif r.a.,
“Kefakiran adalah kehancuran kepemilikan dan keluar dari hukum-hukum
atribut.” Dengan kata lain, seperti seringkali diungkapkan oleh para sufi,
“Seorang fakir adalah orang yang tidak memiliki dan tidak dimiliki.” Definisi
kefakiran demikian merupakan definisi holistik yang sudah mencakup hakikat
dan ilustrasi tentang “kefakiran radikal” sebagai “penghambaan”. Akan tetapi,
kefakiran radikal sebagai penghambaan bukanlah kefakiran karena pilihannya
sendiri, kefakiran hamba Allah adalah kefakiran yang dipilihkan oleh Allah Yang
Mahabenar untuk dirinya karena motivasi Rahmat dan Kasih Sayang-Nya (ar-
Rahmaan ar-Rahiim).
Maka,
ketika penyingkapan menjadi penyaksian,
ketika kefakiran dirinya menjadi kehambaan,
Kun Fa Yakuun________________________________________________ 4
Atmonadi__________________________________________Risalah Pendek
Kun Fa Yakuun________________________________________________ 5
Atmonadi__________________________________________Risalah Pendek
Ketika seorang berada dalam “Maqam Tanpa Nama”, maka si hamba Allah tidak
berada dibawah belenggu perbudakan oleh sesama makhluk ataupun
diperbudak oleh perubahan kehidupan duniawi maupun ukhrawi; ia diabsahkan
dengan tersingkirnya segala macam pembedaan dalam hatinya, sehingga segala
gejala duniawi sama di hadapannya. Ia akan menunggalkan diri kepada Allah
Yang Maha Esa semata. Dan menyaksikan dengan ar-Rububiyah-Nya, ia berada
di pintu surga yang semerbak wanginya tercium di dunia. Tidak ada sesuatupun
yang memperbudaknya, baik perkara duniawi yang bersifat sementara,
pencarian kepuasan hawa nafsu, keinginan, kepemilikan, permintaan, niat,
kebutuhan ataupun ambisi. Al-Husain bin Mansyur lebih lanjut berkomentar,
Hamba Allah yang sempurna ini adalah hamba yang telah minum karunia Allah
dari nur Tauhid-Nya; Bertambah kesadarannya. Ia tidak menampakkan sesuatu
selain Allah. Menjadi eratlah kehadirannya di hadapan Allah. Meskipun demikian,
perjumpaannya dengan Allah tidak menghalangi penglihatannya kepada sesama
makhluk, dan penglihatannya kepada makhluk tidak menghalangi pertemuannya
dengan Allah. Dirinya tidak fana di dalam Zat Allah, sehingga tidak terhalang ia
berhubungan dengan makhluk Allah. Demikian juga perasaannya bersama
makhluk Allah tidak mengahalangi fananya ke dalam Zat Allah. Diberikan setiap
bagiannya, dan memenuhi yang mempunyai hak akan hak-haknya.
Kun Fa Yakuun________________________________________________ 6
Atmonadi__________________________________________Risalah Pendek
Hamba Allah yang dekat dengan Allah dan dekat dengan makhluk tidak akan
lupa kepada makhluk ketika berhadapan dengan Khaliq dan tidak menjadi lalai
apabila berada di tengah makhluk. Inilah manusia yang paling istimewa dan
khusus. Hamba Allah seperti ini tidak melupakan sesama hamba-Nya, ketika
sedang asyik masyuk dengan-Nya, dalam ibadahnya, dalam amalnya, dalam
tafakkur-nya dan ibadah lain yang memerlukan konsentrasi. Akan tetapi ia pun
tetap dalam keadaan tafakkur dan tawadu’ ketika berada di tengah-tengah
sesama hamba Allah. Ia tetap ikut mengurus kepentingan manusia akan tetapi ia
tidak larut sehingga lalai kepada Allah dan kewajiban-kewajibannya.
Nabi Muhammad SAW sebagai hamba Allah merupakan suatu teladan manusia,
merupakan contoh nyata dari gambaran Insan Kamil yaitu manusia di “Maqam
Tanpa Nama ”.
Kun Fa Yakuun________________________________________________ 7
Atmonadi__________________________________________Risalah Pendek
Dalam kehambaan, hakikat dirinya adalah lemah bahkan tiada. Semua amalnya
tidak lebih dari sekedar kewajiban kehambaannya kepada-Nya. Sehingga ia pun
semestinya tidak bergantung kepada amal-amalnya, namun menyadari bahwa
semua amalnya itu tidaklah seberapa jika dibandingkan dengan hidayah dan
anugerah Allah kepada-Nya. Jadi, jangan merasa sombong karena ber-KTP
Islam, jangan merasa sombong karena sudah berbaju koko, jangan berasa
sombong karena sudah berjilbab, jangan merasa sombong karena sudah shalat,
jangan merasa sombong karena sudah berhaji, jangan merasa sombong karena
bertasawuf, dan jangan merasa sombong karena merasa sudah beramal lainnya.
Tanpa kehambaan diri dihadapan Allah, maka semua amal tidak seberapa
dibandingkan dengan hidayah dan anugerah Allah yang dilimpahkan setiap saat
sebagai suatu rahmat dan cinta, mulai dari manusia dilahirkan sampai azal tiba.
Oleh sebab itu, harus dipahami bahwa dimensi syariat harus ditopang oleh
hakikat dimana dengan hakikat setiap segmen terkecil dari waktu si hamba mesti
disertai dengan kesadaran untuk selalu mengingat Allah semata (dzikir).
Kun Fa Yakuun________________________________________________ 8
Atmonadi__________________________________________Risalah Pendek
(sebagai manusia yang berjasad dan hidup hasil dari penciptaan). Justru,
mereka sendirilah yang nyata diantara semua makhluk yang ada, karena mereka
mengetahui dirinya sendiri dan yang lainnya untuk apa dia diciptakan. Dia sudah
melampaui “Man Arofa Nafsahu, Faqod Arofa Robbahu”, dia nyata sekali
sebagai dia yang melihat “Allah dengan Allah”. Dia yang nyata dengan ubudiyah-
nya menyaksikan “Laa ilaaha illa Allaah, Muhammadurrasulullah”.
Kun Fa Yakuun________________________________________________ 9
Atmonadi__________________________________________Risalah Pendek
Kun Fa Yakuun________________________________________________ 10