You are on page 1of 42

BAB I PENDAHULUAN Rinosinusitis merupakan penyakit inflamasi yang sering ditemukan dan mungkin akan terus meningkat prevalensinya.

Rinosinusitis menyebabkan beban ekonomi yang tinggi dan penurunan kualitas hidup yang cukup besar, produktifitas menurun demikian juga daya konsentrasi bekerja, gangguan drainase sinus (Becker 2003 Rinosinusitis telah menjadi masalah yang menyebabkan morbiditas dan biaya kesehatan yang cukup tinggi dihampir semua negara, penduduk !merika "erikat kehilangan sekitar 2# juta hari kerja pertahun dan membelanjakan sekitar 200 juta $"% demi obat resep untuk rinosinusitis (Becker, 2003& 'etson dan 'ardon, 200( & Rudack dan "achse, 200) . Rinosinusitis dapat menimbulkan rasa nyeri *ajah, nyeri kepala, gangguan penghidu serta bisa menimbulkan sejumlah komplikasi yang dapat berbahaya sehingga penting bagi dokter umum atau dokter spesialis lain untuk memiliki pengetahuan yang baik mengenai definisi, gejala dan metode diagnosis dari penyakit rinosinusitis ini (Becker 2003& "oetjipto, 200( . Rinosinusitis dianggap merupakan salah satu penyebab gangguan kesehatan tersering di dunia. "ekitar +), atau 3+ juta orang de*asa yang menderita penyakit rinosinusitis per tahun . (!ssish, 200- . Task Force of the Rhinology and Paranasal Sinus Committee pada tahun +../ mengkategorikan rinosinusitis sebagai rinosinusitis akut apabila menderita gejala dengan durasi kurang dari ) minggu, rinosinusitis subakut apabila menderita gejala lebih dari ) minggu sampai kurang dari +2 minggu dan rinosinusitis kronis apabila gejala sama dengan lebih dari +2 minggu. (0ergurson, 200#) !ngka kejadian rinosinusitis di 1ndonesia belum diketahui secara pasti tetapi diperkirakan cukup tinggi karena masih tingginya kejadian infeksi saluran napas akut, yang merupakan salah satu penyebab terjadinya rinosinusitis. 'enurut data 2epkes tahun 2003 penyakit hidung dan sinus berada pada urutan ke32# dari #0 pola penyakit peringkat utama atau sekitar +02.-+/ penderita ra*at jalan di rumah sakit.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 ANATOMI DAN FISIOLOGI HIDUNG 4idung secara garis besar terbagi dari 5 piramid hidung (hidung luar dan rongga hidung dengan vaskularisasi dan persarafannya. "ecara fisologi hidung berfungsi sebagaai jalan nafas, alat pengatur kondisi udara, penyaring udara, indera penciuman, resonansi udara, membantu proses bicara dan reflek nasal 2.1.1 HIDUNG BAGIAN LUAR 4idung bagian luar menonjol pada garis tengah diantara pipi dan bibir atas. "truktur hidung luar dapat dibedakan atas tiga bagian, yaitu 5 a. 6ubah tulang, yaitu bagian paling atas yang tidak dapat digerakkan. b. 6ubah kartilago, bagian di tengah, yaitu bagian yang dapat sedikit digerakkan. c. 7obulus hidung, bagian paling ba*ah, merupakan bagian yang paling mudah digerakkan. ("ofyan, 0. 20++ + 89R'$6!!: 412$:; 7$!R 4idung luar disebut nasal piramid karena bila diproyeksikan dari depan menyerupai piramid triangular. !dapun bagian3bagiannya dari atas ke ba*ah adalah pangkal hidung (bridge , batang hidung (dorsum nasi , puncak hidung (apeks<tip , ala nasi, kolumela, dan lubang hidung (nares anterior<nares eksterna . Bagian atas yang berhubungan dengan dahi disebut root, dan bagian ba*ah berupa sudut bebas disebut apeks atau up, serta bagian yang menghubungkan keduanya disebut dorsum nasi. Bagian lateral dari hidung disebut nasafacial angels, sedangkan bagian yang berhubungan dengan bibir atas disebut naso labial sulcus. 6edua ala dan septum mengapit kedua lubang hidung luar. Bagian hidung yang berhubungan dengan luar disebut nares anterior, dan bagian yang berhubungan dengan belakang disebut nares posterior. $kuran nares posterior lebih besar dari pada nares anterior, yaitu 5 tinggi 2,# cm dan lebar +,2# cm. 4ubungan antara dorsum dengan puncak hidung menentukan bentuk hidung luar, bila bentuk lurus disebut tipe Grecian nose, yang membentuk sudut disebut tipe Roman nose, dan yang melekuk<pesek dinamakan tipe Pug nose. =ariasi dari tipe hidung ini bersifat individual dan familial. "edangkan perbandingan lebar kedua ala dengan panjang hidung, kemudian dikalikan +00 disebut Nasal Indeks Bila > )/ 2

disebut hidung sempit (lephtorhine , biasanya pada ras kulit putih. Bila nasal indek ? 3# disebut Platyrhine, biasanya pada ras kulit hitam dan diantara keduanya disebut !essorrhine "intermediate , yang terdapat pada ras kulit kuning. 8ada kulit hidung dijumpai kelenjar lemak (glandula sebasea dan kelenjar keringat (glandula sudorifera , ke arah tip kulit lebih tebal dan banyak mengandung kelenjar lemak serta lebih erat berhubungan dengan kartulago hidung bila dibandingkan dengan kulit diatasnya. 8ada daerah rhinnion, kulit diatasnya lebih tipis. Beberapa istilah yang berhubungan dengan hidung luar 5 Rhinion adalah ujung ba*ah dari sutura diantara os nasal :asion titik pertemuan sutura frontonasalis "upra tip adalah daerah pada dorsum nasi antara rhinion dan tip. 0iltrum adalah cekungan dangkal hidung dan bibir atas yang memanjang.

Gambar 1 Hidu ! Ba!ia Luar 2 R!:;6! 412$:; B!;1!: 7$!R 6erangka hidung bagian luar dibentuk oleh tulang dan tulang ra*an yang dilapisi kulit, jaringan ikat serta beberapa otot kecil yang berfungsi untuk melebarkan atau menyempitkan lubang hidung. Bagian tulang biasanya sempit dan tebal di bagian atas, tetapi lebih lebar di bagian ba*ahnya. @erdiri dari tulang hidung (as nasalis , prosessus frontalis as maksila dan prosesus nasalis as frontalis.

"edangkan kerangka tulang ra*an terdiri dari beberapa pasang tulang ra*an yang terletak di bagian ba*ah hidung, yaitu sepasang kartilago nasalis lateralis superior, sepadang kartigo nasalis lateralis inferior, beberapa pasang kartilago alar minor dan tepi anterior septalis<kuadrangularis. a. As :asal @ampak sempit dan tebal di bagian atas, dan tipis pada bagian ba*ah. @ulang ini bersatu dibagian tengah. !dapun batas3batasnya sebelah atas berartikulasi dengan prosesus nasalis os frontalis, bagian lateralnya berhubungan dengan prosesus frontalis os maksila kanan dan kiri, bagian ventral berhubungan dengan prosesus nasalis as frontalis, lamina perpendikularis os etmoid dan kartilago septalis. b. 6artilago 7ateralis "uperior @erletak antara os nasal dan apeks sepanjang dorsum nasi, tampak celah diantara kartilago ini dengan septum. 8ada bagian kranial saling berhubungan di garis tengah, demikian dengan septum, sehingga kartilago ini sering disebut kartilago nasoseptal. @ulang ra*an ini berbentuk triangular. !dapun batas3batasnya adalah bagian superior berhubungan dengan os nasal dan prosesus frontalis os maksila, bagian inferior berhubungan dengan permukaan kartilago lateralis inferior yang dipisahkan oleh jaringan fibrosa dan memungkinkan pergerakan alas nasi. 8inggir bebas dari kartilago ini tampak dari kavum nasi bila diangkat dengan retraktor sebagai lumen nasi atau lumen vestibuli disebut juga nasal #al#e atau katup hidung, yang terletak diantara vestibulum dan kavum nasi. c. 6artilago 7ateralis 1nferior<6artilago !laris 'ayor Bentuk dan ukurannya bervariasi pada setiap individu, umumnya berbentuk tapal kuda, dan menjaga agar apertura nasalis tetap terbuka. 6artilago ini terdiri dari crus medial dan crus lateral. Brus medial lebih lemah, terletak pada tepi kaudal septum nasi dan sebagian lagi pada membrane kolumella, sedangkan krus lateral lebih kuat dan lebar dan membentuk rangka ala nasi. 6artilago ini berguna untuk mempertahankan bentuk hidung dari lobulus hidung atau sepertiga ba*ah hidung luar. 'obilitas lobulus hidung penting untuk ekspresi *ajah, gerakan mengendus, dan bersin.

Gambar 2 ra !"a Hidu ! Luar ( #$$#r% A$&a' () Huma A a$(m*+ d. 6artilago "esamoidea @erletak pada sisi lateral antara kartilago lateral superior dan kartilago lateralis inferior. 6artilago ini dapat dijumpai satu atau lebih. 8erlekatan hidung bagian luar pada tulang berbentuk segitiga seperti buah pir disebut apertura piriformis, dengan batas pada laterosuperiornya dibentuk oleh os nasal dan prosesus frontalis os maksila, dasarnya dibentuk oleh prosesus alveolaris, os maksila, dan pada tengahnya terdapat bagian yang menonjol disebut spina nasalis anterior. ("ofyan, 0. 20++ 3 A@A@ 412$:; 8ada umunya otot hidung terdiri dari muskuli konstriktor dan dilatator, dimana menentukan poisi dari ala nasi dan nares anterior. Atot ini terlihat saat bersin, bernafas, marah dan ketakutan. !dapun otot konstriktor yaitu ! nasalis "pars trans#ersa dan pars alaris . ! depresos alae nasi, ! depresor septi nasi "edangkan otot dilatator terdiri dari ! #

procerus yang berhubungan dengan alis mata, ! le#ator labii superior alae nasi dan ! dilatator nasi anterior dan posterior. ) =!"6$7!R1"!"1 412$:; 7$!R !rteri yang memperdarahi hidung luar terutama berasal dari cabang fasialis (!. 'aksilaris eksterna , yang berjalan di atas ala nasi dan memperdarahi daerah hidung dan septum nasi bagian ba*ah. !rteri nasalis dorsalis (cabang !. Aptalmika menembus septum orbitalis di atas palpebra bagian medial lalu berjalan ke ba*ah pada sisi hidung dan beranastomosis dengan cabang nasalis !. 0asialis, pada perjalanannya memberi cabang untuk sakus lakrimalis. 8embuluh darah lainnya adalah cabang kecil dari !. :asalis eksterna (dari !. 9tmoidalis anterior yang terletak pada pertemuan os nasalis dan kartilago nasalis dan memperdarahi kulit sepanjang dorsum nasi sampai ke apeks. "edangkan pembuluh balik dialirkan melalui =. 0asialis anterior dan =. Aptalmika ("ofyan, 0. 20++

Gambar ,. -a'"u&ari'a'i Hidu ! # 89R"!R!0!: 412$:; 7$!R 8ersarafan untuk hidung bagian luar untuk kulit dan otot3ototnya meliputi 5 6ulit hidung dari pangkal sampai bridge dan sisi atas hidung diprsarafi oleh cabang nasosiliaris dan frontalis dari n. oftalmika, sebagian cabang3cabang berpusat pada n. supratroklearis dan infra stroklearis. (

6ulit bagian ba*ah dipersarafi oleh ramus3ramus yang berasal cabang infraorbitalis dan n. maksilaris, sedangkan cabang nasalis eksterna dari n.etmoidalis anterior muncul diantara tulang dan kartilago nasalis lateralis yang mempersarafi kulit diatas dorsum nasi menuju ke bagian ba*ah dari puncak hidung. ("ofyan, 0. 20++

Gambar . P#r'ara)a u $u" Hidu ! Luar 2.1.2 HIDUNG BAGIAN DALAM (KA-UM NASI+ "truktur ini membentang dari os internum di sebelah anterior hingga koana di posterior, yang memisahkan rongga hidung dari nasofaring. "ecara vertikal kavum nasi terdapat mulai dari palatum sampai lempeng kribiformis. "eptum nasi merupakan struktur tulang di garis tengah yang membagi rongga hidung (kavum nasi membagi secara anatomi menjadi dua buah fossa nasalis. :ares anterior terbuka kedalam vestibulum nasi. =estibulum nasi adalah daerah diba*ah alae nasi yang batas medialnya septum nasi tidak begitu jelas, sedangkan batas lateral merupakan suatu penonjolan yang memisahkan dan menandai ujung ba*ah kartilago lateral superior disebut lumen nasi atau lumen vestibuli. =estibulum dilapisi kulit yang ditumbuhi rambut halus (#ibrissae dan mengandung kelenjar lemak dan keringat yang terdapat pada bagian kaudalnya. Bagian posterior hidung adalah nares posterior<koana dibentuk oleh lamina horiCon os palatum, bagian dalam oleh os vomer, bagian atas oleh prosesus vaginalis /

dan bagian luat oleh lamina pterigoideus sfenoidalis. 6edua fossa nasalis dilapisi membran luar oleh lamina pterigoideus sfenoidalis. 6edua fossa nasalis dilapisi membran mukosa yang melekat erat pada periostium dan perikondrium. "ebagian besar membran mukosa tersebut banyak mengandung pembuluh darah dan sejumlah kelenjar mukoserous. 9pitel yang melapisi membran mukosa adalah epitel pseudostratified kolumnar bersilia. Rongga hidung dibentuk mempunyai ) buah dinding, yaitu dinding medial, lateral, inferior, dan superior. 2alam hal ini dibahas rongga hidung atas dinding lateral dan dinding medial, beserta perdaragan dan persarafannya. ("ofyan, 0. 20++ + 21:21:; '921!7 "eptum nasi membagi rongga hidung menjadi 2 bagian atas ruang kiri dan kanan. "truktur ini terbentuk dari bagian tulang, bagian kartilago dan sedikit dari bagian membranosa (pada anterior Berdasarkan letak, di bagian anterior oleh kartilago septum, premaksila dan kolumedia membran, bagian posterosuperior oleh lamina perpendikularis os etmoid, bagian posteroinferior oleh os vomer, krista os maksila dan krista os palatum. Bagian @ulang dan 6artilago Bagian tulang adalah lamina perpendikularis on etmoidalis, os vomer, krista nasalis os maksila dan krista nasalis os palatum. 7amina perpendikularis os emoidalis 'embentuk +<3 atas dari septum nasi. @ulang ini melanjuutkan keatas dan membagi kavum nasi menjadi sisi kiri dan kanan. 8ada bagian anterior berhubungan dengan os nasal, di posterior dengan os sphenoid, di posteroinferior dengan os vomer, dan dengan kartilago septal di anteroinferior. As =omer 'embentuk bagian posterior dan inferior septum nasi dan bersatu dengan 2 ala melalui rostrum sfenoid. Berartikulasi dengan korpus os sfenoid dan dengan lamina perpendikularis di atas, sedangkan pada bagian ba*ah berartikulasi dengan krista os maksila dan os palatum. 6rista anasalis os maksila dan krista nasalis os palatina Bagian kartilago terdiri dari kartilago septum (lamina kuardrangularis dan kolumella. 3 kartilago vomeronasal. -

6artilago Duadrilateral (6artilago septum 'embentuk anterior septal angle. 8ada sisi atas berhubungan dengan kartilago

lateral atas. "ecara anatomis artikulasio kartilago ini memungkinkan adanya pergerakan. 2ilapisi serat3serat kolagen dan adanya fasial attachment yang memberikan efek pseudoarthosis. !rtikulasio antara perikondrium dan periostium krista nasalis diperkuat oleh jaringan ikat, sehingga memudahkan pergerakan dan rotasi dan dapat mengurangi bahaya fraktur<tekanan pada dorsum nasi. 6olumella :ama lainnya kolumna atau septum mobil atau septum membran. Bagian ini merupakan ujung bebas dari septum nasi, dan mengandung kartilago dan diperkuat oleh krus medial dari kartilago alaris kiri dan kanan. 6olumella tidak melekat erat pada pinggir ba*ah kartilago septal, sehingga memberikan keuntungan dalam submukosa pada septum deviasi. 6artilago vomeronasal 6artilago ini merupakan kartilago kecil pada kedua sisi kartilago septal sepanjang batas inferior, dimana terdapat organ vomeronasal dari E$acobsonF yang rudimenter. 8ada manusia hanya merupakan kantung pendek sepanjang 23( mm dan ditutupi oleh epitel yang sama dengan epital kavum nasi. a =askularisasi dinding medial

6avum nasi mendapat perdarahan dari !. carotis eksterna dan interna. 2inding peosterosuperior septum mendapat perdarahan dari cabang sfenopalatina !. maksilaris. Bagian anteroinferior septum mendapat persarafan dari !. palatina mayor melalui canalis insisivus. Babang superior labialis dari !. facialis juga memperdarahi daerah anterior, dan !. etmoidalis anterior dan posterior (cabang !. carotis interna memperdarahi bagian superior. "emua pembuluh ini membentuk anyaman di mukosa membentuk pleksus kieselbach dan, terletak di %ittle area pada bagian anterior septum, lokasi ini tempat tersering dari epistaksis. "istim aliran vena bagian posterior melalui vena3vena sfenopalatina dan bagian anterior melalui vena facialis. =ena dari etmoidalis anterior dan posterior dari bagian superior, menuju sistim oftalmikeus superior. 8erlu diperhatikan ada hubungan langsung dengan vena3vena pada permukaan orbital dari lobus frontalis melalui lamina kribiformis, dan via foramen caecum ke sinus sagitalis superior. .

8ersarafan dinding medial

$mumnya sensasi utama septum oleh cabang trigeminal :. trigeminal. :. :asopalatina masuk melalui foramen sfenopatina menyebrang atap hidung ke bagian atas septum, dan turun ke depan dan ba*ah ke kanalis insisivus, dan mempersarafi palatum durum. Bagian posteroinferior dipersarafi dari cabang nervus canalis ptergoideus, dan posteroinferior dari cabang anterior :. palatina mayor. 8ada anterosuperior dari septum dari :. nasosiliar cabang dari :. etmoidalis anterior, sedangkan anteroinferior septum menerima dari :. alveolaris anterosuperior. ("ofyan, 0. 20++ + 2 21:21:; 1:09R1AR 412$:; 2inding inferior merupakan dasar rongga hidung dan prosesus horiContal os palatum. 3 21:21:; "$89R1AR 412$:; 2inding superior atau atap hidung sangat sempit dan dibentuk lamina kribiformis, yang memisahkan rongga tengkorak dari rongga hidung. @erdiri dari kartilago lateralis superior dan inferior, os nasalis, prosesus nasalis os maksila, korpus os sfenoid, dan korpus os etmoid. ) 21:21:; 7!@9R!7 412$:; "truktur dinding lateral lebih komplek.l dindingnya sebagian berbatasan dengan sinus paranasal dan terdapat tiga buah penonjolan yaitu konka superior, konka media dan konka inferior. 8ada (0, kasus dijumpai adanya konka suprema yang terletak di atas konka superior. 2iantara konka dengan dinding lateralnya terdapat celah yang disebut meatus. 8enamaan meatus ini sesuai dengan letak dari konkanya.

+0

Gambar /. Di di ! &a$#ra& Hidu ! a Rangka dinding lateral hidung "truktur kerangka yang membentuk dinding lateral dibentuk oleh permukaan dalam os maksila, os lakrimalis, konka superior dan konka media bagian dari os etmoid, konka inferior yang merupakan tulang tersendiri, lamina perpendikularis os palatum dan lamina pterigoideus medial. 8enonjolan pada bagian anterior konka media adalah agger nasi yang dibentuk oleh sel3sel agger nasi yaitu sel3sel etmoid paling anterior. 8enonjolan lain berada di sebelah anferior agger nasi dan anterior dari prosesus uncinatus disebut tulang nasolakrimalis, yang dibentuk oleh duktus nasolakrimalis yang berjalan dari sakus lakrimalis menuju muaranya di meatus inferios. ;ambaran histologi dari dinding lateral, sebagian besar dilapisi epitel kolumnar bersilia meskipun ada variasi di daerah bagian atas berupa epitel offaktorius yang menyebar dari lempeng kribiformis. ;ambaran metaplasia skuamosa sering ditemukan pada dinding lateral yang aliran udaranya besar seperti konka inferior dan ditemukan pada dinding lateral yang aliran udaranya besar seperti konka inferior dan anterior. ++

Bagian mukosa 6onka superior dan meatus superior

Berasal dari massa lateralis dari os etmoid, dengan ukuran panjang G H dari konka lainnya (G 2,# cm . 7etaknya diba*ah lamina kribiformis os etmoid, anterior terhadap sinus sfenoidalis. 8ada bagian pasterosuperior konka ini bagian fossa nasal yang disebut resesus sfenoetmoidalis, sebagai suatu lekukan kecil tempat muara ostium sinus sfenoid pada dinding posterior resesus. 6onka ini dilapisi sel olfaktorius yang mengandung sel sensoris nervus olfaktorius, dan dilapisi membran mukosa yang tipis dan kurang vaskularisasi. 'eatus superior merupakan muara dari drainase sinus etmodalis bagian posterior dengan satu atau lebih muara dalam berbagai ukuran. 6onka media dan meatus media

6onka media termasuk bagian dari os etmoid dan melindungi meatus media sebagai tempat muara beberapa sinus. "edikit di ba*ah ujung dari konka, terdapat resesus frontalis sebagai muara duktus nasofrontalis dari sinus frontalis, dan ostium dari beberapa seletmoidalis anterior. "edikit ke depan diatas perletakan konka media (kira3kira pertengahan dorsum nasi dengan ujung konka media terdapat ager nasi yang merupakan surgical landmark batas anterior sinus etmoidalis anterior. 'eatus media memanjang dimulai dari resus frontalis, lalu ke ba*ah dan belakang membentuk bagian yang berhubungan dengan ramus desenden, suatu struktur oleh bula etmoid, prosesus uncinatus, dan hiatus semilunaris, serta berfungsi pada sistim drainase sinus. 6onka inferior dan meatus inferior

6onka inferior merupakan tulang tersendiri dan berukuran paling besar dan dominan pada dinding lateral hidung. 6onka ini dilapisi membran mukosa yang tebal dan mengandung pleksus venosus yang melekat erat pada periostium dan perikodrium. 7etaknya memanjang dan meluas dari corpus os maksila ke simpel etmoidalis pada lamina perpendikularis os etmoid, sampai berakhir di inferior terhadap konka media pada os palatina kira3kira + cm anterior orificium tuba auditiva. 8ada bagian sentral melengkung sehingga meatus pada tempat tersebut paling lebar dan tinggi, sedangkan di bagian anterior dan posteriornya menyempit. Bagian konka cembung ke arah septum. @ulang konka ini mempunyai bentuk berlubang3lubang seolah3olah bersel, sehingga penampakan konka menjadi kasar. +2

"truktur penting dari meatus inferior adalah muara (ostium duktus naso lakrimalis. 7etak ostium biasanya +<3 bagian anterior dinding lateral meatus inferior, namun dapat terjadi letak yang lebih tinggi, atau lebih ba*ah melekat pada bada batas meatus, atau lebih ba*ah lagi. 'uara duktus ini juga bervariasi, dari bentuk oval sempit sampai bulat besar, bentuknya seperti formasi papilla, membentuk fossa yang dangkal, atau lekukan yang dalam, dan pada beberapa keadaan dapat terjadi duplikasi. Astium letak tinggi cenderung lebih besar, sedangkan letak rendah kebanyakan sempit dengan duktus nasolakrimalis yang berjalan secara oblik melalui membran mukosa dan biasanya dilindungi oleh lipatan membran mukosa yang disebut plika lakrimalis atau katup dari I&assnerJ "el agger nasi

"el agger nasi membentuk batas anterior resesus frontalis, berada tepat pada potongan koronal yang sama dengan duktus nasolakrimalis. "el yang membesar dapat meluas ke sinus frontalis menyebabkan penyempitan resesus frontalis. "el agger nasi dapat pula terdorong ke atas dan kedalam dasar sinus frontalis menyebabkan sumbatan drainase sinus frontalis. Resesus 0rontalis

7etak resesus frontalis dengan batas anterior yaitu dinding depan agger nasi dan meluas ke belakang berbatasan dengan a. etmmoidalis anterior atau perlekatan bula etmmoid pada dasar otak, batas lateral dibatasi oleh lamina papirasea dan bagian medial oleh konka media. 8erlekatan atas dari prosesus uncinatus menentukan pola drainase sinus frontal. $mumnya perlekatan atas prosesus unsinatus adalah lamina papirasea sehingga infundibulum bagian atas buntu dan berakhir pada lamina papirasea, sebagai resesus terminalis. 8ada keadaan ini resesus frontalis berdrainase ke dalam rongga antara unsinatus dan konka media. 8rosesus $ncinatus

Berbentuk bumerang, merupakan tulang tipis yang melengkung di posterior tulang lakrimal dan di sebelah ba*ah pada ujung superior konkainferior, berjalan sejajar dengan lengkung permukaan anterior bula ethmoid. "isi belakang prosesus unsinatus merupakan sisi yang bebas. 6e arah atas dapat melekat pada lamina pipirasea, atap sinus etmoid, atau konka media. 8ada tempat bersatunya prosesus uncinatus dengan lamina papiracea, infundibulum os etmoid berjalan diatasnya +3

sampai Eblind pounchF yang disebut resesus terminalis. Bula 9tmoid

'erupakan sel etmoid yang paling utama, dapat diidentifikasi di belakang prosesus uncinatus. $kurannya bervariasi dan dapat berpneumatisasi pada (03/0# kasus. 6e arah atas, ia dapat melekat pada dasar otak tepat di depan arteri etmoid anterior, sedangkan di sebelah inferior dan posterior bersatu dengan lamina basalis. 4iatus "emilunaris

@erdapat celah dua dimensi diantara sisi belakang unsinarus dan aspek anterior bula etmoid, disebut hiatus semilunaris anterior dan celah antara aspek posterior bula etmoid dan lamina basalis hiatus semilunaris posterior. 4iatus semilunaris anterior membuka ke lateral ke dalam ruangan tiga dimensi yang disebut infundibulum yang berbatasan dengan prosesus unsinatus di sebalah depan, bula etmmoid di sebelah posterior dan lamina papirasea di lateral. 1nfundibulum 9tmoid

Bagian ini terlihat jelas dengan mengangkat prosesus unsinatus. 1nfundibulum dapat meluas ke anterior dan superior menuju resesus frontal, namun umumnya infundibulum menjadi resesus yang buntu karena unsinatus melekat pada laminapapirasea di bagian superior. Resesus ini disebut resesus terminalis. 8ada keadaan tersebut, sinus frontalis tidak berdrainase ke infundibulum tetapi berdrainase ke medial prosesus unsinatus dan lateral konka media. ("ofyan, 0. 20++ c =askularisasi dinding lateral hidung

8erdarahan dinding lateral hidung berasal dari beberapa sumber yang merupakan canamg dari !. karotis interna dan !. karotis eksterna. Babang nasalis posterior dari !. sfenopalatina berjalan bersama saraf melalui foramen sfenopalatina dan memperdarahi konka. !rteri etmoidalis anterior merupakan cabang dari ! optalmika, berada di atap sinus etmoid dan membentuk batas posterior dari resesus frontalis, memperdarahi sepertiga bagian anterior dinding lateral hidung. !rteri berada di bidang koronal yang sama dengan dinding anterior bula etmoid dan beranastomosis dengan arteri sfenopalatina. "esudah meninggalkan orbita melalui foramen etmoid anterior, arteri ini berjalan di antara sel etmoid dan masuk ke olfactory groo#e untuk kemudian masuk ke dalam celah sempit di sisi krista galli dan kembali melalui lamina kribosa untuk +)

masuk ke rongga hidung. !rteri 9tmoidalis posterior berjalandi antara atap sinus sfenoid dan sinus etmoid posterior. d 1nervasi 2inding 7ateral 4idung :ervus trigeminus cabang oftalmika (:=.+

"araf ini disebut juga saraf nasosiliaris, memberikan cabang ke mukosa hidung, termasuk dinding lateral hidung. Babang dari nervus ini yang mempersarafi dinding lateral hidung adalah 5 :. etmoidalis anterior dan :. etmoidalis posterior :ervus trigeminus cabang maksilaris (:=.2

"araf ini menerima sensasi dari sebagian besar fossa nasalis dan hidung. "etelah melalui foramen sfenopalatina, saraf ini akan bersalingan di gangglion sfenopalatina untuk kemudian mempersarafi dinding lateral hidung, septum nasi, palatum dan nasofaring. :ervus Alfaktorius (: +

'embran mukosa olfaktorius mengandung sel3sel yang berasal dari serabut saraf olfaktorius yang dilapisi neuroepitelium. Bagian basal sel ini tipis dan berjalan ke atas untuk membentuk pleksus, serabut saraf tidak bermielin yang mangandung lebih kurang 20 erabut saraf. "erabut saraf ini menembus lamina kribiformis dan menuju ke bulbus olfaktorius pada setiap sisi simpel galli. "egera setelah lahir, serabut saraf ini berkurang + , per tahun. e "istim 7imfatik

"istim limfatik hidung amat kaya dimana terdapat jaringan pembuluh anterior dan posterior. Karingan limfatik anterior adalah kecil dan bermuara di sepanjang pembuluh faialis yang menuju leher. Karingan ini hampir mengurus seluruh bagian hidung anterior3vestibulum dan daerah prekonka. Karingan limfatik posterior mengurus mayoritas anatomi hidung, menggabungkan ketiga saluran utama daerah hidung belakang saluran superior, media dan inferior. 6elompok superior berasal dari konka media dan superior dan bagian hidung yang berkaitan, berjalan diatas tuba eustachius dan bermuara pada kelenjar retrofaringea. 6elompok media, berjalan diba*ah tuba eustachius, mengurus konka inferior, meatus inferior, dan sebagian dasar hidung, dan menuju rantai kelenjar limfe +#

jugularis. 6elompok inferior berasal dari seprum dan sebagian dasar hidung, berjalan menuju kelenjar limfe sepanjang pembuluh jugularis interna. ("ofyan, 0. 20++ 2.2. ANATOMI SINUS PARANASAL "inus atau lebih dikenal dengan sinus paranasal merupakan rongga di dalam tulang kepala yang terbentuk dari hasil pneumatisasi tulang3tulang kepala.
('angunkusumo 9, "oetjipto 2, 200. "inus paranasal terdiri dari empat pasang sinus

yaitu sinus maksila, sinus frontal, sinus etmoid, dan sinus sfenoid kanan dan kiri.
("hah !, et al, 200- "inus paranasal berfungsi sebagai pengatur kondisi udara,

penahan suhu, membantu keseimbangan kepala, membantu resonansi suara, peredam perubahan tekanan udara, dan membantu produksi mukus untuk memberssihkan rongga hidung.( 'angunkusumo 9, "oetjipto 2, 200. "ecara embriologik sinus paranasal berasal dari invaginasi mukosa rongga hidung dan perkembangannya dimulai pada fetus usia 33) bulan, kecuali sinus sfenoid dan sinus frontal. "emua rongga sinus dilapisi oleh mukosa yang merupakan lanjutan dari mukosa hidung, berisi udara dan semua sinus mempunyai muara (ostium di dalam rongga hidung. ('angunkusumo 9, "oetjipto 2, 200. "ecara klinis sinus paranasal dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok anterior dan posterior. 6elompok anterior terdiri dari sinus frontal, sinus maksila, dan sel anterior sinus etmoid. 6elompok posterior terdiri dari sel3sel posterior sinus etmoid dan sinus sfenoid. .(Ballenger KK, +..) Berikut adalah gambar anatomi sinus paranasal.

+(

Gambar 0. A a$(mi 'i u' 1ara a'a& 2.2.1 SINUS FRONTAL Bentuk dan ukuran sinus frontal sangat bervariasi, dan seringkali juga sangat berbeda bentuk dan ukurannya dari sinus pasangannya. $kuran rata3rata sinus frontal yaitu tinggi 3 cm, lebar 232,# cm, dalam +,#32 cm dan isi rata3rata (3/ ml. 2inding depan sinus frontal hampir selalu diploik, terutama pada bagian luar atau sudut infero3 lateral dan pada sulkus superior tempat pertemuan dinding anterior dan posterior. (Ballanger, 2002 . "inus frontal biasanya bersekat3sekat dan tepi sinus berlekuk3 lekuk. !pabila pada foto rontgen tidak ditemukan adanya gambaran septum atau lekuk3lekuk dinding sinus, maka hal tersebut menunjukkan adanya infeksi sinus. "inus frontal berdrainase melalui ostiumnya yang terletak di resesus frontal, yang berhubungan dengan infundibulum etmoid. ("oetjipto, 200/ . 2inding anterior dan dasar sinus frontal merupakan tulang yang mempunyai sumsum, dimana osteomielitis dapat berkembang. 2asar dari sinus frontales merupakan atap orbita. 2inding posterior sinus frontal membentuk batas anterior dari fossa kranial, sehingga infeksi pada sinus dapat berpindah ke fossa kranial bagian anterior dan orbita. ('aDbool, 200+ 2.2.2 SINUS ETMOID "inus etmoid pada orang de*asa berbentuk seperti piramid dengan dasarnya pada bagian posterior. $kurannya dari anterior ke posterior adalah )3# cm, tinggi 2,) cm dan lebarnya 0,# cm di anterior sedangkan di bagian posterior +,# cm. ("oetjipto, 200/ . "inus etmoid berongga3rongga yang terdiri dari sel3sel seperti sarang ta*on, terdapat di dalam massa bagian lateral os etmoid dan terletak di antara konka media dan dinding medial orbita.("oetjipto, 200/ . @ulang3tulang etmoid mempunyai bidang horiContal dan bidang vertikal yang saling tegak lurus. Bagian superior bidang vertical disebut krista gali dan bagian inferiornya disebut lamina perpendikularis os etmoid. Bidang horiContalnya terdiri dari bagian medial, yang tipis dan berlubang3lubang disebut lamina kribrosa dan bagian lateral yang lebih tebal dan merupakan atap3atap sel3sel etmoid.( Ballanger, 2002 Kumlah sel3sel tersebut bervariasi. Berdasarkan letaknya, sinus etmoid dibagi menjadi sinus etmoid anterior yang bermuara di meatus medius, sel etmoid media +/

yang bermuara ke meatus medius di atas bulla etmoid dan sinus etmoid posterior yang bermuara di meatus superior. ('aDbool, 200+ . "el3sel sinus etmoid anterior biasanya kecil3kecil dan banyak. 7etaknya di depan lempeng3lempeng yang menghubungkan bagian posterior konka media dengan dinding lateral (lamina basalis , sedangkan sel3 sel sinus etmoid posterior biasanya lebih besar dan lebih sedikit jumlahnya dan terletak di bagian posterior dari lamina basal. ("oetjipto, 200/ 2i bagian terdepan sinus etmoid anterior terdapat resesus frontal yang berupa bagian yang sempit yang berhubungan dengan dengan sinus frontal. "el etmoid yang terbesar disebut bula etmoid. @erdapat satu penyempitan di daerah etmoid anterior yang disebut dengan infundibulum, tempat bermuaranya ostium sinus maksila. 8embengkakan atau peradangan di resesus frontal dapat menyebabkan sinusitis frontal dan pembengkakan di infundibulum dapat menyebabkan sinusitis maksila. ("oetjipto, 200/ !tap sinus etmoid yang disebut fovea etmoidalis berbatasan dengan lamina fibrosa. 2inding lateral sinus adalah lamina papirasea yang sangat tipis dan membatasi sinus etmoid dari rongga orbita. 2i bagian belakang sinus etmoid posterior berbatasan dengan sinus sfenoid. ('aDbool,200+ 2.2., SINUS MAKSILA 8ada *aktu lahir sinus maksila berupa celah kecil di sebelah medial orbita. 8ada a*alnya dasarnya lebih tinggi daripada dasar rongga hidung, kemudian terus mengalami penurunan, sehingga pada usia delapan tahun menjadi sama tinggi. 8erkembangannya berjalan kearah ba*ah dan amembentuk sempurna setelah erupsi gigi permanen. $kuran rata3rata pada bayi yang baru lahir /3- L )3( mm dan pada usia +# tahun 3+332 L +-320 L +.320 mm dan isinya kira3kira +# ml. (Ballanger, 2002 "inus maksila berbentuk piramid. 2inding anterior sinus ialah permukaan fasial os maksila yang disebut fosa kanina, dinding posteriornya adalah permukaan infra temporal maksila, dinding medialnya ialah dinding lateral rongga hidung, dinding superiornya ialah dasar orbita dan dinding inferiornya ialah prosesus alveolaris dan palatum.("oetjipto, 200/ !ntrum mempunyai hubungan dengan infundibulum di meatus medius melalui lubang kecil yaitu ostium maksila yang terdapat di bagian anterior atas dinding medial sinus.( Ballanger, 2002 Mang perlu diperhatikan dari anatomi sinus maksila adalah (+ dasar sinus maksila berdekatan dengan akar gigi rahang atas, yaitu premolar (8+ +-

dan 82 , 'olar ('+ dan '2 , kadang3kadang gigi taring dan gigi molar '3. Bahkan akar3 akar gigi tersebut dapat menonjol ke dalam sinus, sehingga infeksi gigi geligi dapat naik ke atas dan menyebabkan sinusitis. (2 . "inusitis maksila dapat menimbulkan komplikasi orbita. (3 . Astium sinus maksila terletak lebih tinggi dari dasar sinus, sehingga drenase hanya tergantung dari gerak silia, lagipula drenase juga harus melalui infundibulum yang sempit.("oetjipto, 200/ . 2.2.. SINUS SFENOID "inus sfenoid terletak di os sfenoid, di belakang sinus etmoid posterior. "inus sfenoid dibagi dua oleh sekat yang jarang terletak di tengah disebut septum intersfenoid. ("oetjipto, 200/ . $kuran sinus ini kira3kira pada saat usia + tahun 2,# L 2,# L +,#, pada usia . tahun +# L +2 L +0,# mm. 1si rata3rata sekitar /,# ml (0,0#330 ml . (Ballanger, 2002 . Batas3batasnya ialah sebelah superior terdapat fossa serebri dan kelenjar hipofisa, sebelah inferiornya atap nasofaring, sebelah lateral berbatasan dengan sinus kavernosus dan arteri karotis interna dan di sebelah posteriornya berbatasan dengan fosa serebri posterior di daerah pons. ('aDbool, 200+ . 2., 2.,.1 RINOSINUSITIS DEFINISI Rinosinusitis merupakan inflamasi pada organ hidung dan sinus paranasal, yang karakteristiknya ditandai oleh dua faktor mayor atau kombinasi dari satu faktor mayor dan dua faktor minor. 0aktor mayor termasuk obstruksi nasal, nyeri di daerah *ajah, nasal discharge'purulance'discolored postnasal drainage, hyposmia'anosmia. 0aktor minor ialah nyeri kepala, demam, halitosis, sakit gigi, batuk dan nyeri di telinga<terasa penuh pada telinga (983A",200/ 2.,.2 EPIDEMIOLOGI Rinosinusitis telah menginfeksi sekitar +) , atau 3+ juta orang de*asa per3 tahun (!ssish,200- . Rata3rata orang menderita 23) kali rinosinusitis akut pertahun (0ergurson,200# . 983A"(200/ juga memaparkan berdasarkan penelitian di Belanda pada tahun +..., sekitar -,) , populasi pernah menderita satu episode rinosinusitis akut per tahunnya. Rinosinusitis kronis di !merika pada tahun +../, sekitar +),/ , atau 3+ juta kasus per tahun dan dengan angka kejadian yang terus meningkat dalam +.

kurun *aktu ++ tahun terakhir. (;7AR1!, 200. . 2ata dari R"$2. 2r. 8irngadi 'edan pada tahun 20+0 terdapat 320+ kasus rinosinusitis kronis. 2.,., ETIOLOGI DAN FAKTOR PREDISPOSISI a. =irus =irus yang biasanya menyebabkan rinosinusitis adalah rhinovirus, virus parainfluenCa, respiratory syncitial #irus (R"= dan virus influenCa. @iap3tiap virus mempunyai banyak serotype, yang mana semuanya berpotensi untuk memperparah infeksi tersebut. Rhinovirus merupakan penyebab tersering pada orang de*asa dan memuncak pada musim gugur. R"= dan virus influenCa lebih merusak silia pernafasan pada saat musim dingin dan di a*al musim semi. (0ergurson, 200# b. Bakteri Bakteri patogen yang paling sering menyebabkan rinosinusitis bakteri akut yaitu S pneumoniae dan & influen(ae. 8atogen ini telah menyebabkan rinosinusitis sejak pertama kali dilakukan penelitian dan menjadi organisme penyebab yang paling utama. "edangkan patogen yang sering muncul pada rinosinusitis bakteri kronis adalah S aureus, staphylococcus koagulase negatif, bakteri anaerob dan bakteri gram negatif. (0ergurson, 200# & Bro*n, 200c. Kamur !spergilosis merupakan salah satu jamur yang paling banyak ditemui pada infeksi sinus paranasal dengan ciri khas sekret mukopurulen yang be*arna hijau kecoklatan. 'ukormikosis merupakan infeksi oportunistik yang ganas yang dapat menjadi patogenik pada manusia yang menderita asidosis diabetik dan imunosupresi. 2ijumpai sekret yang ber*arna pekat, gelap, berdarah dan gambaran konka yang ber*ana hitam atau merah bata. 6andida bersama histoplasmosis, koksidiomilosis, sporotrikosis, serokosporamikosis dan blastomikosis jarang yang mengenai hidung. (Boeis, +../ d. !lergi Rinitis merupakan suatu reaksi alergi yang diperantarai oleh imunoglobulin. Reaksi ini melibatkan suatu antibodi, biasanya 1g9, yang mana bagian 0c antibodi melekat pada suatu sel yang mengandung mediator atau prekursornya (sel mast, basofil, eosinofil, makrofag . Bagian 0ab dari antibodi ini berinteraksi dengan alergen spesifik dan akibatnya terjadi aktivasi beberapa enCim membran. 4asil pembelahan enCimatik menyebabkan pelepasan mediator seperti histamin, prostaglandin dan 20

leukotrien. 'ediator ini menyebabkan suatu reaksi tipe segera yang timbul , misalnya edema. "elain itu juga akan terjadi reaksi lambat yang selanjutnya cenderung terjadi akibat pelepasan mediator dari sel mast dan demikian pula eosinofil, makrofag dan trombosit. (Boeis, +../ . e. 6elainan struktur dan anatomi hidung 6elainan anatomi hidung dan sinus juga dapat mengganggu fungsi mukosiliar secara lokal. Kika permukaan mukosa yang saling berhadapan menjadi lebih mendekat atau bertemu satu sama lain, maka aktivitas silia akan terhenti. 2eviasi septum, polip, konka bulosa atau kelainan struktur lain di daerah kompleks osteomeatal dan ostium sinus dapat menghalangi transportasi mukosiliar. (983A", 200/ f. 4ormonal 8ada penelitian "obot et al didapati bah*a (+, *anita yang hamil pada trimester pertama menderita nasal congestion :amun patogenesis nya masih belum jelas. (983A",200/ g. 7ingkungan !pabila terpapar oleh lingkungan yang berpolusi, udara dingin dan kering serta kebiasaan merokok yang lama, hal tersebut akan menyebabkan perubahan mukosa dan merusak silia. ('angunkusumo 9, 200/ 2.,.. PATOFISIOLOGI 6esehatan sinus dipengaruhi oleh patensi ostium3ostium sinus dan kelancaran klirens dari mukosiliar didalam kompleks osteo meatal (6A' . 2isamping itu mukus juga mengandung substansi antimikrobial dan Cat3Cat yang berfungsi sebagai pertahanan terhadap kuman yang masuk bersama udara pernafasan. Bila terinfeksi organ3organ yang membentuk 6A' mengalami oedem, sehingga mukosa yang berhadapan akan saling bertemu. 4al ini menyebabkan silia tidak dapat bergerak dan juga menyebabkan tersumbatnya ostium. 4al ini menimbulkan tekanan negatif didalam rongga sinus yang menyebabkan terjadinya transudasi atau penghambatan drainase sinus. 9fek a*al yang ditimbulkan adalah keluarnya cairan serous. Bila tidak sembuh maka sekret yang tertumpuk dalam sinus ini akan menjadi media yang baik untuk tumbuh dan multiplikasi bakteri, dan sekret akan berubah menjadi purulen yang disebut sinusitis akut bakterialis yang membutuhkan terapi antibiotik. Kika terapi inadekuat maka keadaan ini bisa berlanjut, akan terjadi hipoksia 2+

dan bakteri anaerob akan semakin berkembang. !pabila keadaan ini terus berlanjut maka hal ini akan menyebabkan perubahan kronik dari mukosa yaitu hipertrofi, polipoid atau pembentukan polip dan kista. (Basiano,+...& 'angunkusumo 9, 200/& 'eltCer, 20++ 2.,./ KLASIFIKASI "ecara klinis rinosinusitis terbagi atas5 N Rinosinusitis akut N Rinosinusitis kronis 5 durasi terkena rinosinusitis diba*ah ) minggu 5 durasi terkena rinosinusitis sama atau lebih dari +2 minggu N Rinosinusitis subakut 5 durasi terkena rinosinusitis dari ) minggu3+2 minggu. N Rinosinusitis rekuren 5 menderita sama dengan atau lebih dari ) kali menderita episode rinosinusitis, tiap episode lebih kurang durasinya /3+0 hari. (Asguthorpe, 200+& 'eltCer, 20++ Berdasarkan penyebabnya rinosinusitis terbagi atas5 N "inusitis rinogen 5 penyebabnya adalah kelainan atau masalah di hidung. "egala sesuatu yang menyebabkan sumbatan pada hidung dapat menyebabkan sinusitis. N "inusitis dentogen 5 penyebabnya adalah kelainan gigi yang sering menyebabkan sinusitis seperti infeksi pada gigi geraham atas (pre molar dan molar . ('angunkusumo 9, 200/ .

2.,.0

GEJALA KLINIS "etiap gejala3gejala rinosinusitis, keparahan dan durasinya harus

didokumentasi. The )merican )cademy of *tolaryngology+&ead and Neck Surgery (!!A34:" membuat kriteria mayor dan minor untuk mendiagnosa rinosinusitis. Rinosinusitis didiagnosa apabila dijumpai dua atau lebih kriteria mayor atau satu kriteria mayor ditambah dua atau lebih kriteria minor. ;ejala3gejalanya adalah5 + ;ejala 'ayor 5 3 3 3 3 Abstruksi hidung "ekret pada daerah hidung< sekret belakang hidung yang sering disebut 8:2 (8ostnasal drip 6ongesti pada daerah *ajah :yeri <rasa tertekan pada *ajah 22

3 3

6elainan penciuman(4iposmia < anosmia 2emam (hanya pada akut

2 ;ejala 'inor5 3 3 3 3 3 3 3 "akit kepala "akit< rasa penuh pada telinga 4alitosis< nafas berbau "akit gigi Batuk dan iritabilitas 2emam (semua nonakut 7emah ;ejala "ubjektif a. :yeri :yeri yang sesuai dengan daerah sinus yang terkena. 8ada peradangan aktif sinus maksila atau frontal, nyeri biasanya sesuai dengan daerah yang terkena. 8ada sinus yang letaknya lebih dalam seperti sinus etmoid posterior dan sfenoid, nyeri terasa jauh di dalam kepala, tak jelas letaknya atau disebarkan ke perifer kepala di daerah yang tidak ada hubungan dengan lokasi sinus. b. "akit kepala "akit kepala pada penyakit sinus lebih sering unilateral atau lebih terasa di satu sisi atau dimulai sebagai nyeri kepala unilateral dan meluas ke sisi lainnya. "akit kepala yang bersumber di sinus akan meningkat jika membungkukkan badan ke depan dan jika badan tiba3 tiba digerakkan. "akit kepala ini akan menetap saat menutup mata, saat istirahat. "akit kepala akibat penyakit di sinus frontal dinyatakan sebagai nyeri yang tajam, menusuk3nusuk, melalui mata atau nyeri dan rasa berat yang biasanya menetap. c. :yeri pada penekanan :yeri bila disentuh dan nyeri pada penekanan jari mungkin terjadi pada penyakit sinus yang berhubungan dengan permukaaan *ajah seperti sinus frontal, sinus etmoid anterior dan sinus maksila. :yeri tekan pada os frontal apabila ada penekanan di sudut medial rongga orbita. 8ada pemeriksaan sel3sel etmoid anterior, tekanan dilakukan pada sudut medial orbital pada planum orbita os etmoid. 8ada pemeriksaan sinus maksila, harus dilakukan penekanan pada fosa kanina os maksila 23

superior. d. ;angguan 8enciuman 6eluhan yang paling sering adalah kehilangan sensasi penciuman. ;ejala Abjektif a. 8embengkakan dan edema Kika sinus yang berbatasan dengan kulit (frontal, maksila dan etmoid anterior terkena secara akut, dapat terjadi pembengkakan dan edema kulit yang ringan akibat periostitis. 8alpasi dengan jari mendapati sensasi seperti ada penebalan ringan. 8embengkakan ini lebih sering ditemukan di daerah sinus frontal. b. "ekret :asal !danya pus dalam rongga hidung seharusnya sudah menimbulkan kecurigaan adanya peradangan di sinus. 8us di meatus medius biasanya merupakan tanda terkenanya sinus frontal, sinus etmoid anterior atau sinus maksila, karena sinus3sinus ini bermuara ke dalam meatus medius. Kika pus terletak di fisura olfaktorius maka sel3 sel etmoid posterior atau sfenoid yang mungkin terkena, karena sel3sel tersebut berdrainase ke dalam meatus superior di atas konka medius. c. @ransiluminasi @ransiluminasi sinus memberikan informasi objektif atas kondisi sinus maksila dan frontal, tetapi tidak untuk sinus lainnya. 8ada transiluminasi sinus, di dalam kamar gelap, suatu sumber cahaya diletakkan dalam mulut pasien dengan mata pasien terbuka. !pabila refleks pupil merah dan bayangan sinar bulan sabit tidak ada maka kemungkinan sinus maksila terkena. @ransiluminasi pada sinus frontal, cahaya diletakkan di ba*ah dasar sinus frontal pada sudut atas dan dalam orbita, dan kedua sisi dibandingkan, d. Bairan radioopak $ntuk sinus maksila dan sfenoid hal ini mempunyai arti yang besar. 2engan adanya cairan itu, rongga sinus tampak jelas tergambar, sehingga penebalan mukosa dan adanya polip dapat diketahui dan ketidaksamaan ukuran dapat tergambar dengan jelas.(Ballanger ,2002 2.,.2 DIAGNOSA + Rinoskopi anterior Rinoskopi anterior merupakan alat dasar untuk pemeriksaan fisik yang paling 2)

spesifik yang berkaitan dengan keadaan patologis pada daerah sinonasal. Rinoskopi adalah pemeriksaan yang paling tepat untuk mengevaluasi pasien, sebelum atau sesudah pemakaian dekongestan topikal. "ebelum dekongesti, pemeriksa mengevaluasi permukaaan anterior nasal. Biasanya hanya setelah dekongesti, middle turbinate dapat divisualisasi secara jelas. ('eltCer, 200) . 2 9ndoskopi nasal 9ndoskopi nasal tidak hanya memainkan peran yang penting untuk diagnosis rinosinusitis tetapi juga dapat membantu untuk terapi yang tepat. !lasan mengapa banyak dokter menggunakan endoskopi nasal5 N N ;ejala3;ejala pasien saja tidak dapat menjadi patokan untuk mendiagnosis. 9ndoskopi merupakan fasilitas diagnostik yang lebih baik dan dapat mendeteksi kelainan yang tidak ditemukan pada saat anamnesa, pemeriksaan fisik maupun pemeriksaan pencritraan. N N 8erubahan *arna hijau kekuningan tampak pada permukaan nasal 6ultur endoskopik berguna untuk mengetahui organisme yang menyebabkan rinosinusitis. ('eltCer, 200) . 3 8emeriksaan mikrobiologi Biakan yang berasal dari hidung bagian posterior dan nasofaring biasanya lebih akurat dibandingkan dengan biakan yang berasal dari hidung bagian anterior. :amun demikian, pengambilan biakan hidung posterior juga lebih sulit. Biakan bakteri spesifik pada sinusitis dilakukan dengan mengaspirasi pus dari sinus yang terkena. "eringkali dilakukan untuk mencari antibiotik yang sesuai untuk membasmi mikroorganisme untuk penyakit ini. (Bro*n, 200) 0oto polos kavitas nasal dan sinus paranasal Rinosinusitis menunjukkan gambaran berupa 5 N N N 8enebalan mukosa, Apasifikasi sinus ( berkurangnya pneumatisasi ;ambaran air fluid le#el yang khas akibat akumulasi pus yang dapat dilihat pada foto *aters. Bagaimanapun juga, harus diingat bah*a foto polos ini memiliki kekurangan dimana foto polos gagal menunjukkan anatomi sinus yang diperlukan dan gagal menunjukkan peradangan yang meluas. ('eltCer, 200) . # . B@ scan B@ scan adalah pemeriksaan yang dapat memberikan gambaran yang paling 2#

baik akan adanya kelainan pada mukosa dan variasi antominya tulang yang relevan untuk mendiagnosis sinusitis kronis maupun akut. Oalaupun demikian, harus diingat bah*a B@ scan menggunakan dosis radiasi yang sangat besar yang berbahaya bagi mata.('eltCer, 200) . ( 'R1 Oalaupun 'R1 tidak dapat menunjukkan anatomi tulang sinus paranasal seperti B@ scan, namun 'R1 dapat menunjukkan kelainan pada mukosa dengan baik. ('eltCer,200) 2.,.3 TERAPI + Rinosinusitis !kut 2iberikan terapi medikamentosa berupa antibiotik empirik (2L2) jam . !ntibiotik yang diberikan lini 1 yakni golongan penisilin atau cotrimoLaCol dan terapi tambahan yakni obat dekongestan oral G topikal, mukolitik untuk memperlancar drainase dan analgetik untuk menghilangkan rasa nyeri. 8ada pasien atopi, diberikan antihistamin atau kortikosteroid topikal. Kika ada perbaikan maka pemberian antibiotik diteruskan sampai mencukupi +03+) hari. Kika tidak ada perbaikan maka diberikan terapi antibiotik lini 11 selama / hari yakni amoksisilin klavulanat<ampisilin sulbaktam, cephalosporin generasi 11, makrolid dan terapi tambahan. Kika ada perbaikan antibiotic diteruskan sampai mencukupi +03+) hari. Kika tidak ada perbaikan maka dilakukan rontgen3polos atau B@ scan dan atau endoskopi nasal. Bila dari pemeriksaan tersebut ditemukan kelainan maka dilakukan terapi sinusitis kronik. !pabila tidak ada kelainan maka dilakukan evaluasi diagnosis yakni evaluasi komprehensif alergi dan kultur dari fungsi sinus. ('cBort, 200# & 9830",200/ 2 Rinosinusitis "ubakut @erapinya mula3mula diberikan medikamentosa, bila perlu dibantu dengan tindakan, yaitu diatermi atau pencucian sinus. Abat3obat yang diberikan berupa antibiotika berspektrum luas atau yang sesuai dengan resistensi kuman selama +0 P +) hari. Kuga diberikan obat3obat simptomatis berupa dekongestan. "elain itu dapat pula diberikan analgetika, anti histamin dan mukolitik. @indakan dapat berupa diatermi dengan sinar gelombang pendek (,ltra Short -a#e .iathermy sebanyak # P ( kali pada daerah yang sakit untuk memperbaiki vaskularisasi sinus. 6alau belum membaik, maka dilakukan pencucian sinus. 8ada sinusitis maksilaris dapat dilakukan 2(

pungsi irigasi. 8ada sinusitis ethmoid, frontal atau sphenoid yang letak muaranya diba*ah, dapat dilakukan tindakan pencucian sinus cara 8roetC. (9830",200/ 3 Rinosinusitis 6ronis Kika ditemukan faktor predisposisinya, maka dilakukan tata laksana yang sesuai dan diberi terapi tambahan. Kika ada perbaikan maka pemberian antibiotik mencukupi +03+) hari. Kika faktor predisposisi tidak ditemukan maka terapi sesuai pada episode akut lini 11 G terapi tambahan. "ambil menunggu ada atau tidaknya perbaikan, diberikan antibiotik alternative / hari atau buat kultur. Kika ada perbaikan teruskan antibiotik mencukupi +03+) hari, jika tidak ada perbaikan evaluasi kembali dengan pemeriksaan naso3endoskopi, sinuskopi (jika irigasi # L tidak membaik . Kika ada obstruksi kompleks osteomeatal maka dilakukan tindakan bedah yaitu B"90 atau bedah konvensional. Kika tidak ada obstruksi maka evaluasi diagnosis. 8ada sinusitis maksila dilakukan pungsi dan irigasi sinus, sedang sinusitis ethmoid, frontal atau sfenoid dilakukan tindakan pencucian 8roetC. ('angunkusumo,200/ & 9830",200/ 2.,.4 KOMPLIKASI +. 6elainan pada orbita @erutama disebabkan oleh sinusitis ethmoidalis karena letaknya yang berdekatan dengan mata. 6omplikasi dapat melalui 2 jalur 5 a 2irek<langsung 5 melalui dehisensi kongenital ataupun adanya erosi pada tulang barier terutama lamina papirasea. b Retrograde tromboplebitis 5 melalui anyaman pembuluh darah yang berhubungan langsung antara *ajah, rongga hidung, sinus dan orbita. "inusitis ethmoidalis merupakan penyebab komplikasi pada orbita yang tersering. 8embengkakan orbita dapat merupakan manifestasi ethmoidalis akut, namun sinus frontalis dan sinus maksilaris juga terletak di dekat orbita dan dapat menimbulkan infeksi isi orbita. @erdapat lima tahapan 5 N 8eradangan atau analgetik reaksi edema yang ringan. @erjadi pada isi orbita akibat infeksi sinus ethmoidalis didekatnya. 6eadaan ini terutama ditemukan pada anak, karena lamina papirasea yang memisahkan orbita dan sinus ethmoidalis sering kali merekah pada kelompok umur ini. 2/

N N N

"elulitis orbita, edema bersifat difus dan bakteri telah secara aktif menginvasi isi orbita namun pus belum terbentuk. !bses subperiosteal, pus terkumpul diantara periorbita dan dinding tulang orbita menyebabkan proptosis dan kemosis. !bses orbita, pus telah menembus periosteum dan bercampur dengan isi orbita. @ahap ini disertai dengan gejala sisa neuritis optik dan kebutaan unilateral yang lebih serius. 6eterbatasan gerak otot ekstraokular mata yang tersering dan kemosis konjungtiva merupakan tanda khas abses orbita, juga proptosis yang makin bertambah.

@rombosis sinus kavernosus, merupakan akibat penyebaran bakteri melalui saluran vena kedalam sinus kavernosus, kemudian terbentuk suatu tromboflebitis septik. (Basiano, +... & 9830",200/ 2. 6elainan intrakranial a. 'eningitis akut, "alah satu komplikasi sinusitis yang terberat adalah meningitis akut, infeksi

dari sinus paranasalis dapat menyebar sepanjang saluran vena atau langsung dari sinus yang berdekatan, seperti le*at dinding posterior sinus frontalis atau melalui lamina kribriformis di dekat sistem sel udara ethmoidalis. b. !bses dura, 6umpulan pus diantara dura dan tabula interna kranium, sering kali mengikuti sinusitis frontalis. 8roses ini timbul lambat, sehingga pasien hanya mengeluh nyeri kepala dan sebelum pus yang terkumpul mampu menimbulkan tekanan intra kranial. !bses subdural adalah kumpulan pus diantara duramater dan arachnoid atau permukaan otak. ;ejala yang timbul sama dengan abses dura, yaitu nyeri kepala yang membandel dan demam tinggi dengan tanda3tanda rangsangan meningen. ;ejala utama tidak timbul sebelum tekanan intrakranial meningkat atau sebelum abses memecah kedalam ruang subarachnoid. c. !bses otak, "etelah sistem vena dalam mukoperiosteum sinus terinfeksi, maka dapat terjadi perluasan metastatik secara hematogen ke dalam otak. :amun, abses otak biasanya terjadi melalui tromboflebitis yang meluas secara langsung. 2engan demikian, lokasi abses yang laCim adalah pada ujung vena yang pecah, meluas menembus dura dan arachnoid hingga ke perbatasan antara substansia alba dan grisea 2-

korteks seebri. 3. 6elainan pada tulang 8enyebab tersering osteomielitis dan abses subperiosteal pada tulang frontalis adalah infeksi sinus frontalis. :yeri tekan dahi setempat sangat berat. ;ejala sistemik berupa malaise, demam, dan menggigil. 8embengkakan diatas alis mata juga laCim terjadi dan bertambah hebat bila terbentuk abses subperiosteal, dalam hal mana terbentuk edema supraorbita dan mata menjadi tertutup. @imbul fluktuasi dan tulang menjadi sangat nyeri tekan. Radiogram dapat memperlihatkan erosi batas3batas tulang dan hilangnya septa intrasinus dalam sinus yang keruh. (983A",200/ ). 'ukokel dan piokel 'ukokel adalah suatu kista yang mengandung mukus yang timbul dalam sinus, 6ista ini paling sering ditemukan pada sinus maksilaris, sering disebut sebagai kista retensi mukus dan biasanya tidak berbahaya. 2alam sinus frontalis, ethmoidalis dan sfenoidalis, kista ini dapat membesar dan melalui atrofi tekanan mengikis struktur sekitarnya. 6ista ini dapat bermanifestasi sebagai pembengkakan pada dahi atau fenestra nasalis dan dapat menggeser mata ke lateral. 2alam sinus sfenoidalis, kista dapat menimbulkan diplopia dan gangguan penglihatan dengan menekan saraf didekatnya. 8iokel adalah mukokel terinfeksi, gejala piokel hampir sama dengan mukokel meskipun lebih akut dan lebih berat. 8rinsip terapi adalah eksplorasi sinus secara bedah untuk mengangkat semua mukosa yang terinfeksi dan memastikan drainase yang baik atau obliterasi sinus. (0ergurson, 200#

2.

BAB III PEN5AJIAN KASUS I. ANAMNESIS Id# $i$a' :ama Kenis 6elamin $mur !lamat 8ekerjaan :omor R' 5 :y. 4 5 8erempuan 5 ). tahun 5 Bakau Besar 7aut, 'empa*ah36abupaten 8ontianak 5 1bu Rumah @angga 53

@anggal 'asuk R" 5 2+ 'aret 20+2 30

!namnesis dilakukan pada tanggal 2+ 'aret 20+2 pukul +0.+0 O1B K#&u6a U$ama 4idung kanan terasa bau dan panas Ri7a*a$ P# *a"i$ S#"ara ! 8asien datang ke R" dengan keluhan hidung kanan yang terasa bau dan panas disertai sakit kepala yang cukup hebat. "akit kepala yang dirasakan terutama dari sisi temporal lalu menjalar ke seluruh kepala, sakit kepala memberat bila menunduk 8asien juga merasakan seperti ada cairan yang mengalir dari hidung bagian belakang sampai ke tenggorokan. 6eluhan ini dirasakan sejak + minggu yang lalu. 2ari anamnesis didapatkan informasi bah*a pasien juga menderita sakit gigi. 2ua hari setelah gejala sakit gigi timbul , pasien segera pergi ke puskesmas untuk mencabut gigi yang sakit tersebut, yaitu gigi geraham kanan atas, dan geraham kiri ba*ah. 8asien juga sering ingusan dimana sekret yang keluar dari hidung pasien ber*arna kekuningan, terkadang hijau dan kental. "elain itu, pasien juga mengeluhkan hidung tersumbat dan tidak enak badan. 8asien tidak merasakan gatal pada hidungnya. 2an tidak mengeluhkan adanya gangguan penciuman. Ri*ayat demam , bersin, dan batuk disangkal. Rasa nyeri di daerah muka dan perdarahan dari hidung juga disangkal. Ri7a*a$ P# *a"i$ Da6u&u 2ua tahun yang lalu pasien pernah mengalami keluhan serupa pada hidung kiri. 8asien memiliki ri*ayat penyakit kencing manis Ri*ayat trauma hidung dan pemakaian obat semprot hidung sebelumnya disangkal. Ri*ayat bersin dan batuk yang berulang3ulang disangkal. Ri*ayat alergi disangkal (urtikaria, asma, dll Ri*ayat penyakit tekanan darah tinggi disangkal. Ri7a*a$ P# *a"i$ K#&uar!a 2i keluarga tidak ada yang mengalami keluhan serupa. II. PEMERIKSAAN FISIK 3+

2ilakukan pada tanggal 2+ 'aret 20+2 pukul +0.+0 O1B 6eadaan umum @anda P tanda vital @ekanan darah 0rekuensi nadi 0rekuensi napas "uhu S$a$u' L("a&i' T#&i !a 1nspeksi, 8alpasi 5 T#&i !a "a a !urikula 8reaurikula Retroaurikula 8alpasi 9dema (3 , hiperemis hiperemis T#&i !a "iri (3 , 9dema (3 , hiperemis hiperemis (3 , (3 , 5 Baik 5 5 +30<-0 mm4g 5 +00 kali < menit 5 20 kali < menit 5 3/,# oB

massa (3 . 9dema (3 ,

massa (3 . (3 , 9dema (3 ,

massa (3 , fistula (3 , abses (3 . massa (3 , fistula (3 , abses (3 . 9dema (3 , hiperemis (3 , 9dema (3 , hiperemis (3 , massa (3 , fistula (3 , abses (3 . massa (3 , fistula (3 , abses (3 . :yeri pergerakan aurikula (3 , :yeri pergerakan aurikula (3 , nyeri tekan tragus (3 . nyeri tekan tragus (3 .

Atoskopi 5 T#&i !a "a a '!9 'embran timpani 9dema (3 , hiperemis T#&i !a "iri (3 , 9dema (3 , hiperemis (3 ,

serumen (G , furunkel (3 . serumen (G , furunkel (3 . 1ntak, ber*arna putih, refleks 1ntak, ber*arna putih, refleks cahaya (G . cahaya (G .

0ungsional (@es 8endengaran < ;arpu @ala 5 T#' Rinne Oeber "ch*abach T#&i !a "a a 8ositif @idak ada lateralisasi "ama dengan pemeriksa T#&i !a "iri 8ositif. "ama dengan pemeriksa

Hidu ! da Si u' Para a'a& 32

1nspeksi, 8alpasi 5 3 2eviasi tulang hidung (3 , bengkak daerah hidung dan sinus paranasal (3 3 6repitasi tulang hidung (3 , nyeri tekan hidung dan sinus paranasal (3 Rinoskopi !nterior 5 Ri ('"(1i a $#ri(r 'ukosa hidung 8a9um a'i d#:$ra 8a9um a'i 'i i'$ra mukus purulen, 9dema (G , 4iperemis (3 , 9dema (G , 4iperemis (3 , sekret (G mukus purulen, sekret (G

massa (3 , atrofi (3 . massa (3 , atrofi (3 . "eptum 2eviasi (G , dislokasi (3 . 2eviasi (G , dislokasi (3 . 6onka inferior dan 4ipertrofi (G . tampak licin 4ipertrofi (G . tampak licin media dan basah, hiperemis (3 'eatus inferior dan "ekret (G , polip (3 . media Rinoskopi 8osterior 5 tidak dilakukan pemeriksaan dan basah, hiperemis (3 "ekret (G , polip (3 .

Mu&u$ ; T# !!(r("a 1nspeksi, 8alpasi 5 3 'ukosa 3 @onsil 3 8embesaran kelenjar limfe 5 hiperemis (3 , edema (3 5 @+3@+ 5 (3

7aringoskopi 1ndirek 5 tidak dilakukan pemeriksaan III. PEMERIKSAAN PENUNJANG 5ANG DIUSULKAN 8emeriksaan radiologi 5 foto polos sinus paranasalis, ct3scan sinus @ransiluminasi !pusan hidung 5 3 8emeriksaan mikroorganisme 3 $ji resistensi kuman

33

F($( P(&(' P('i'i <a$#r'

I-. RESUME 8asien datang ke R" dengan keluhan hidung kanan terasa bau dan panas sejak + minggu yang lalu, disertai sakit kepala yang cukup hebat. "ekret<ingus yang keluar kental dan ber*arna kekuningan, terkadang hijau. "elain itu, pasien juga mengeluhkan hidung tersumbat. 8asien juga merasakan seperti ada cairan yang mengalir dari hidung bagian belakang sampai ke tenggorokan.. Beberapa hari yang lalu pasien menderita sakit gigi, dan telah menjalani tindakan ekstraksi gigi tersebut. 8ada pemeriksaan rinoskopi anterior didapatkan deviasi pada septum nasi ke arah cavum nasi sinistra, pada cavum nasi deLtra3sinistra edema mukosa dan terdapat konka inferior hipertrofi,tampak licin dan basah& serta terdapat sekret kental pada meatus media dan inferior. -. DIAGNOSIS 2iagnosis kerja 5 Rhinosinusitis dentogen akut deLtra 3)

2iagnosis banding 5 Rhinitis atrofi deLtra, common cold. -I. TATALAKSANA N( M#di"am# $('a = 3 'enjaga kebersihan gigi dan mulut. 3 9kstraksi gigi penyebab (gigi yang terinfeksi 3 'engontrol gula darah dengan pola makan yang baik dan rutin meminum obat sesuai anjuran dokter M#di"am# $('a = 3 'encuci hidung dengan :aBl fisiologis 2 L sehari. 3 !ntibiotik 5 9ritromisin 2#0 mg ) L + tablet<hari atau !moksisilin #00 mg 3L + tablet<hari. 3 2ekongestan "istemik 8seudoefedrin (0 mg 3 L + tablet per hari 3 'ukolitik 3 !nalgetik -II. PROGNOSIS !d vitam !d functionam !d sanactionam 5 bonam 5 bonam 5 dubia ad bonam 5!cetylcystein 200 mg 3 L + tablet per hari 58aracetamol #00 mg 3 L + tablet per hari.

BAB IPEMBAHASAN

3#

8asien datang dengan keluhan hidung terasa bau dan panas. 2ari anamnesis didapatkan bah*a keluhan ini terjadi sejak + minggu yang lalu, dimana keluhan disertai sakit kepala yang cukup berat. "ekret<1ngus yang keluar kental dan ber*arna kekuningan, terkadang hijau. 8asien juga mengeluh hidung tersumbat dan merasakan seperti ada cairan yang mengalir dari hidung bagian belakang sampai ke tenggorokan. Beberapa hari yang lalu pasien menderita sakit gigi, dan telah menjalani tindakan ekstraksi gigi tersebut. 2ari pemeriksaan fisik @4@ yaitu rinoskopi anterior didapatkan deviasi pada septum nasi ke arah cavum nasi sinistra, pada cavum nasi deLtra3sinistra terdapat konka inferior hipertrofi,tampak licin dan basah& serta terdapat sekret kental pada meatus media dan inferior. Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, ditegakkan diagnosis rhinosinusitis dentogen akut deLtra dengan diagnosis banding rhinitis atrofi dan common cold. Rhinosinusitis ditegakkan sebagai diagnosis kerja berdasarkan anamnesis didapatkan bah*a keluhan pasien sesuai dengan gejala3gejala penyakit ini. Rhinosinusitis didiagnosa apabila dijumpai dua atau lebih kriteria mayor atau satu kriteria mayor ditambah dua atau lebih kriteria minor. ;ejala yang ditemukan pada pasien yaitu, gejala mayor 5 hidung tersumbat dan merasakan seperti ada cairan yang mengalir dari hidung bagian belakang sampai ke tenggorokan (post nasal drip & gejala minor 5 sakit kepala, nafas berbau (halitosis<foeter eL nasi , sakit gigi, dan lemah<malaise. 2iagnosis rhinosinusitis dentogen juga didukung oleh adanya ri*ayat sakit gigi dan ri*ayat ekstraksi gigi pasien. Rinosinusitis dentogen dapat terjadi melalui dua cara, yaitu infeksi gigi yang kronis dapat menimbulkan jaringan granulasi di dalam mukosa sinus maksila, penyebaran secara langsung, hematogen atau limfogen dari granuloma apikal atau kantung periodontal gigi ke sinus maksila. 2ari pemeriksaan fisik yang mendukung diagnosis adalah ditemukannya tanda3tanda rhinosinusitis yaitu adanya edema pada mukosa hidung dan terdapat konka inferior hipertrofi,tampak licin dan basah pada cavum nasi deLtra dan sinistra,& serta terdapat sekret kental pada meatus media dan inferior. Rhinitis atrofi diambil sebagai diagnosis banding karena pada rhinitis atrofi terdapat keluhan yang hampir sama dengan kasus ini, seperti hidung yang bau, sakit kepala, dsb. 8ada rhinitis atrofi terdapat sekret kental dan krusta yang ber*arna hijau 3(

di cavum nasi. "elain itu, rhinitis atrofi biasa terjadi pada perempuan usia pubertas, dimana hal ini dikaikan dengan adanya efek hormonal. 2ari pemeriksaan rhinoskopi anterior juga didapatkan perbedaan, dimana pada rhinitis atrofi terdapat kesan lapang dari cavum nasi, karena adanya atrofi dari konka dan mukosa. 4al ini bertolak belakang dengan keadaan dari pasien, dimana didapatkan hipertrofi konka dan edema mukosa, sehingga diagnosis rhinitis atrofi dapat disingkirkan. Bommom cold diambil sebagai diagnosis banding karena pada common cold terdapat beberapa keadaan yang dapat menyerupai keadaan pasien, dimana terdapat sakit kepala, malaise, hidung tersumbat, dsb. @etapi penderita common cold tidak menunjukkan adanya hidung yang bau, ataupun gejala post nasal drip. ;ejala demam, bersin, batuk, dan pilek biasanya lebih dominan pada pasien ini. Kadi, common cold bisa disingkirkan. $ntuk lebih meyakinkan diagnosis, dapat dilakukan beberapa pemeriksaan penunjang yaitu 5 foto rontgen sinus paranasalis, pemeriksaan darah rutin, transiluminasi, dan apusan hidung (untuk pemeriksaan mikroorganisme dan uji resistensi kuman . @ransiluminasi adalah pemeriksaan termudah, meskipun kebenarannya diragukan (tidak akurat . 8emeriksaan ini terutama berguna untuk evaluasi penyembuhan, dan pada *anita hamil, untuk menghindari bahaya radiasi. 8emeriksaan foto rontgen yang dapat digunakan untuk diagnosis sinusitis antara lain posisi *aters, posisi cald*ell, 8! (posteroanterior , dan lateral. 2apat pula digunakan pemeriksaan yang lebih mutakhir seperti ct3scan sinus. 8ada pasien ini telah dilakukan pemeriksaan foto polos sinus paranasal dengan posisi *aters. 2imana didapatkan hasil positif sinusitis maksilaris dan ethmoidalis kanan. 4al ini terlihat dengan adanya gambaran perselubungan atau penebalan mukosa dan gambaran air fluid le#el. 2idapatkan pula gambaran hipertrofi konka inferior pada kedua hidung. 8asien ini perlu diberikan terapi non medikamentosa berupa menjaga kebersihan gigi dan mulut, ekstraksi gigi penyebab<gigi yang terinfeksi (bila masih ada , dan mengontrol gula darah. 'enjaga kebersihan gigi dan mulut dapat dilakukan dengan berbagai cara salah satunya dengan menggosok gigi yang teratur, terutama setelah makan dan sebelum tidur. 4igiene yang baik dapat mencegah berulangnya<rekurensi penyakit ini. 9kstraksi gigi dilakukan bila dicurigai masih terdapat gigi terinfeksi yang belum diangkat pada proses ekstraksi sebelumnya. 4al ini didasarkan pertimbangan yang matang oleh seorang dokter gigi. 8asien juga 3/

diberikan edukasi untuk dapat mengontrol gula darahnya, karena penyakit diabetes mellitus dapat menjadi salah satu predisposis untuk terjadinya penyakit ini dimana berhubungan dengan kerentanan untuk terinfeksi oleh mikroorganisme. @erapi medikamentosa yang diberikan pada pasien ini adalah mencuci hidung dengan :aBl fisiologis 2 L sehari, antibiotik berupa eritromisin 2#0 mg ) L +tablet<hari atau !moksisilin #00 mg 3L + tablet<hari, dekongestan sistemik berupa pseudoefedrin (0 mg 3 L + tablet per hari, mukolitik berupa acetylcystein 200 mg 3 L + tablet per hari, dan analgetik berupa paracetamol #00 mg 3 L + tablet per hari. 7arutan :aBl fisiologis dihirup ke dalam rongga hidung dan dikeluarkan lagi dengan dihembuskan kuat3kuat atau dikeluarkan melalui mulut bila larutan masuk ke dalam nasofaring. 4al ini dilakukan 2 kali sehari. !dapun fungsi dari irigasi nasal (pencucian hidung ialah membersihkan rongga hidung dari sekret, membantu drainase sinus dan menghilangkan bau busuk 8emberian antibiotik pada rhinosinusitis hampir selalu empirik karena kultur nasal tidak dapat diandalkan dan aspirasi sinus maksila merupakan kontraindikasi. !ntibiotik lini pertama yang dapat diberikan yakni golongan penisilin atau cotrimoLaCol, diberikan selama 2L2) jam terlebih dahulu. Kika ada perbaikan maka pemberian antibiotik diteruskan sampai mencukupi +03+) hari. Kika tidak ada perbaikan maka diberikan terapi antibiotik lini 11 selama / hari yakni amoksisilin klavulanat<ampisilin sulbaktam, cephalosporin generasi 11, makrolid Kika ada perbaikan antibiotic diteruskan sampai mencukupi +03+) hari. Kika tidak ada perbaikan maka dilakukan rontgen3polos atau B@ scan dan atau endoskopi nasal. Bila dari pemeriksaan tersebut ditemukan kelainan maka dilakukan terapi sinusitis kronik. !pabila tidak ada kelainan maka dilakukan evaluasi diagnosis yakni evaluasi komprehensif alergi dan kultur dari fungsi sinus. 8emberian dekongestan bertujuan untuk memperlancar drainase sinus. 2apat diberikan sistemik maupun topikal. 6husus yang topikal harus dibatasi selama # hari untuk menghindari terjadinya rhinitis medikamentosa. 2ekongestan sistemik yang diberikan pada pasien ini adalah pseudoefedrin. 8seudoefedrin bekerja dengan cara menstimulasi secara langsung reseptor !lpha + adrenergik yang terdapat pada pembuluh darah mukosa saluran pernafasan bagian atas yang menyebabkan terjadinya vasokonstriksi. 8seudoefedrin juga menstimulasi reseptor beta adrenergik yang menyebabkan relaksasi bronkus dan peningkatan kontraksi dan laju jantung, sehingga penggunaan pseudoefedrin tidak dibenarkan pada penderita dengan ri*ayat hipertensi 3-

atau penyakit jantung. 8seudoefedrin merupakan stereoisomer dari efedrin yang kurang kuat dibanding efedrin dalam menimbulkan takikardi, peningkatan tekanan darah atau stimulasi ""8. 0enilpropanolamin mirip dengan pseudoefedrin. 9fek farmakodinamik 88! menyerupai efedrin dan potensinya hampir sama dengan efedrin kecuali dalam hal perangsangan ""8. 8emberian mukolitik bertujuan untuk mengecerkan sekret, meningkatkan kerja silia dan merangsang pemecahan fibrin. 'ukolitik yang digunakan pada pasien ini adalah acetylsistein. 8emberian analgetik bertujuan untuk mengatasi nyeri kepala yang dikeluhkan oleh pasien. 2imana pengobatan simptomatis ini sebaiknya digunakan bila perlu. 8emberian antihistamin pada pasien rhinosinusitis akut purulen tidak dianjurkan, karena hal ini dapat menyebabkan sekret menjadi kental dan menghambat drainase sinus. 8enggunaan antihistamin dibenarkan pada sinusitis yang disebabkan oleh alergi

BAB KESIMPULAN

3.

Rinosinusitis merupakan inflamasi pada organ hidung dan sinus paranasal, yang karakteristiknya ditandai oleh dua faktor mayor atau kombinasi dari satu faktor mayor dan dua faktor minor. 0aktor mayor termasuk obstruksi nasal, nyeri di daerah *ajah, nasal discharge<purulance<discolored postnasal drainage, hyposmia<anosmia. 0aktor minor ialah nyeri kepala, demam, halitosis, sakit gigi, batuk dan nyeri di telinga<terasa penuh pada telinga. 8ada pasien ini, masalah yang dialaminya adalah hidung yang terasa bau, panas, hidung tersumbat, dan sakit kepala yang cukup hebat. 2idiagnosis rhinosinusitis dengan diagnosis banding rhinitis atrofi common cold. 8asien perlu mendapatkan terapi non3medikamentosa dan medikamentosa. 8engobatan non3 medikamentosa berupa anjuran untuk menjaga kebersihan gigi Q mulut, dan mengontrol gula darah, serta ekstraksi gigi penyebab. 8engobatan medikamentosa berupa antibiotik, dekongestan, mukolitik, dan analgetik.

DAFTAR PUSTAKA

)0

+. Ballenger, K.K., 2002. !plikasi 6linis !natomi dan 0isiologi 4idung dan "inus 8aranasal. .alam5 "aputra, 7., ed. Penyakit Telinga, &idung, Tenggorok, /epala dan %eher. 9disi +. Kakarta5 Binarupa !ksara, +32#. 2. Ballenger, K.K., 2002. 1nfeksi "inus 8aranasal. .alam5 "aputra, 7., ed. Penyakit Telinga, &idung, Tenggorok, /epala dan %eher. 9disi +. Kakarta5 Binarupa !ksara, +32#. 3. Becker 2;, 2003, Kournal of 7ong3@erm 9ff ects of 'edical 1mplants, 2epartment Atorhinolarnyngology P 4ead and :eck "urgery, $niversity of 8ennsylvania 4ospital. 8hiladelphia, 8ennsylvania =ol.+3. p5+/#P.). ). Blumental, '. :., +../. 6elainan alergi pada pasien @4@. .alam5 !dams, ;.7., ed. 0oeis 0uku )1ar Penyakit T&T. 9disi (. Kakarta5 9;B, +.03+.-. #. Bro*n, B., 200-. Chronic Rhinosinusitis, !ustralian 0amily 8hysician. !vailable from5 http5<<***.racgp.org.au<afp<200-0#<200-0#bro*n.pdf. R!ccessed 2+ 'aret 20+2S. (. Basiano, R.R., and 7asko, 2."., +.... .iagnosis and !anagement of Rhinosinusitis, 4ospital 8hysician. !vailable from5 http5<<***.turner3 *hite.com<pdf<hpTjan..Trhinosinus.pdf. R!ccessed 2+ 'aret 20+2S. /. 0erguson, B. K., and Kohnson, K.@., 200#. 1nfectious Bauses of Rhinosinusitis. In5 Bummings, B, O, et al., eds. Cummings otolaryngology+head 2 neck surgery. 0ourth edition. 8ennsylvania5 @he Burtis Benter, 200#, ++-23++.). -. 0okkens, O. et al., 200/. 9pidemiology and predisposing factors. 3uropean Position paper on Rhinosinusitis and Nasal Polyps 4556., !pril., pp. +03+2. .. 0okkens, O. et al., 200/. 'anagement. 3uropean Position paper on Rhinosinusitis and Nasal Polyps 4556., !pril., pp. )33#+. +0. 4@! 1ndonesia, 200( Functional 3ndoscopic Sinus Surgery di Indonesia. http5<<***.yanmedik.depkes.go.id<buk<indeL.php. . R!ccesed 2+ 'aret 20+2S. ++. 'angunkusumo, 9., dan "oetjipto, 2., 200.. "inusitis. .alam5 "oepardi, 9.!. et al., eds. 0uku )1ar Ilmu /esehatan Telinga &idung Tenggorok /epala 2 %eher. 9disi keenam. Kakarta5 Balai 8enerbit 06$1, +#03+#3. +2. 'aDbool, '., 200+. "inusitis. In5 'aDbool, '., ed. Te7tbook of 3ar, Nose and
Throat .iseases. :inth edition. :e* 2elhi5 Kaypee Brothers 'edical 8ublishers

+3. 'cBort, K.@., 4arrison, =.R., 8eggs, K.0., and @errel, K.9., 200#. )cute Rhinosinusitis in )dult, $niversity 4ealth of 'ichigan. !vailable from5 http5<<***.unifesp.br<dmed<climed<liga<consensos<rinosinusiteaguda200-.82 )+

0 . R!ccessed 2+ 'aret 20+2S. +). 'eltCer, 9. A. et al., 200). Rhinosinusitis5 9stablishing definitions for clinical research and patient care. The $ournal of )llergy and Clinical Immunology , !vailable from5 http5<<***.jacionline.org<article<"00.+3 2.02)-)3)<abstract. R!ccessed 2+ 'aret 20+2S. +#. 'eltCer, 9.A., and 4amilos, 2.7., 20++. Rhinosinusitis .iagnosis and !anagement for the Clinician8 ) Synopsis of Recent Conssensus Guidelines, +(. Asguthorpe, K.2., 200+. )dult Rhinosinusitis8 .iagnosis and !anagement, !merican 0amily 8hysician. !vailable from5 http5<<***.aafp.org<afp<200+<0+0+<p(..html R!ccessed 2+ 'aret 20+2S. +/. Rudack 0, "achse 0, 200), Bhronic Rhinosinusitis P :eed for 0urther BlasificationU. 1nflamation Research. :e* Mork. =ol #3. p5 +++. +-. "hah, !.R. et al., 200-. !cute Q Bhronic "inusitis. In5 7al*ani, !.6., ed. Current .iagnosis 2 Treatment in *tolaryngology 2 Treatment &ead 2 Neck Surgery. +st ed. $"!5 @he 'c;ra* 4ill, 2/332-+. +.. "oetjipto 2, 200(, 0ungtional 9ndoscopic "inus "urgery di 1ndonesia. !vailable 0rom $R75 http<<***.yanmedik3depkes.net 20. "oetjipto, 2., dan 'angunkusumo, 9., 200/. "inus paranasal. .alam5 "oepardi, 9.!. et al., eds. 0uku )1ar Ilmu /esehatan Telinga &idung Tenggorok /epala 2 %eher. 9disi keenam. Kakarta5 Balai 8enerbit 06$1, +)#3 +).. 2+. "ofyan, 0. 20++. !natomi 4idung dan "inus 8aranasal.2epartemen 1lmu 6esehatan @elinga 4idung @tenggorok Bedah 6epala dan 7eher 5 0akultas 6edokteran $"$ (/). ,2-0),

)2

You might also like