You are on page 1of 69

LAPORAN TUTORIAL SKENARIO A BLOK 7

Disusun oleh: KELOMPOK B4 Tutor: Sri Nita, S.Si, M.Si

Almira Nur Amalia Aulia Ulfah Desi Mareta Alfina Dwi Indah Lestari Ezi Septyandra Indah Permata Sari Puji Lestari Ressy Felisa Raini Retrisia Rachmadina Umi Salamah Siti Farahhiyah D. M. Yeni Intan Cahyati

04011181320102 04011181320100 04011181320040 04011281320036 04011181320032 04011181320046 04011181320062 04011181320038 04011281320034 04011181320110 04011281320046 04011181320112

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA 2014

KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan laporan tutorial yang berjudul Laporan Tutorial Skenario A Blok 7 sebagai tugas kompetensi kelompok. Kami menyadari bahwa laporan tutorial ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna perbaikan di masa mendatang. Dalam penyelesaian laporan tutorial ini, kami banyak mendapat bantuan, bimbingan dan saran. Pada kesempatan ini, kami ingin menyampaikan syukur, hormat, dan terimakasih kepada :

1. Allah SWT, yang telah merahmati kami dengan kelancaran diskusi tutorial, 2. Ibu Sri Nita, S.Si, M.Si selaku tutor kelompok 4 3. Teman-teman sejawat FK Unsri, terutama kelas PSPD B 2013 Semoga Allah SWT memberikan balasan pahala atas segala amal yang diberikan kepada semua orang yang telah mendukung kami dan semoga laporan tutorial ini bermanfaat bagi kita dan perkembangan ilmu pengetahuan. Semoga kita selalu dalam lindungan Allah SWT.

Palembang, 21 Maret 2014

Kelompok 4

ii

Laporan Skenario A Blok 7 2014 Kelompok B4

DAFTAR ISI

Kata Pengantar.. Daftar Isi Kegiatan Diskusi... Skenario. I. Klarifikasi Isitlah.

2 3 4 5 6 7 8 23 24 25 68 67

II. Identifikasi Masalah. III. Analisis Masalah.. IV. Kerangka Konsep V. Keterbatasan Masalah.. VI. Sintesis Masalah.. Kesimpulan Daftar Pustaka...

Laporan Skenario A Blok 7 2014 Kelompok B4

KEGIATAN DISKUSI
Tutor Moderator Sekretaris 1 Sekretaris 2 Presentan Pelaksanaan : Sri Nita, S.Si, M.Si : Siti Farahhiyah D. M. : Ressy Felisa Raini : Ezi Septyandra : Desi Mareta Alfina : 17 dan 19 Maret 2014 07.30-10.30 WIB Peraturan selama tutorial :

Diperbolehkan untuk minum Meminta izin kepada moderator untuk meninggalkan ruangan di tengah tutorial Alat komunikasi mode silent Pada saat ingin berbicara terlebih dahulu mengacungkan tangan, lalu setelah diberi izin moderator baru bicara Saling menghargai dan tidak saling menggurui

Laporan Skenario A Blok 7 2014 Kelompok B4

SKENARIO
Nona, seorang mahasiswi berusia 19 tahun, dibawa oleh temannya ke RS dalam keadaan pingsan setelah turun dari bus. Menurut cerita temannya, mereka baru saja menyelesaikan ujian semester akhir dan bermaksud pulang. Tanpa makan siang sebelumnya, mereka berlari mengejar bis yang di dalamnya sudah berdesak-desakkan. Setelah 1 jam perjalanan, mereka turun dari bis, dan Nona tampak lemas, kelihatan bingung dan tidak tahu berada dimana, berjalan terhuyung-huyung dan akhirnya terjatuh. Menurut temannya, Nona menderita diabetes mellitus sejak kecil dan rutin mendapat injeksi obat insulin 1 kali sehari. Tadi pagi, Nona telah mendapat injeksi insulin. Hasil pemeriksaan fisik di RS: kesadaran delirium, pupil melebar, pucat dan berkeringat dingin. Pemeriksaan laboratorium: kadar gula 58mg%, urine tidak mengandung gula dan acetone. Pasien diberi terapi insulin infus gukosa 10% dan memberikan respons baik.

Laporan Skenario A Blok 7 2014 Kelompok B4

I.

Klarifikasi Istilah
Pingsan Lemas Terhuyung-huyung Diabetes mellitus : tidak sadar; tidak ingat : mudah dilenturkan (tidak kaku) sehingga mudah meniru segala gerakan : bergoyang-goyang ke kiri dan ke kanan seperti orang mabuk : suatu sindrom kronik gangguan metabolisme karbohidrat, protein, dan lemak akibat ketidakcukupan sekresi insulin atau resistensi insulin pada jaringan yang dituju Injeksi insulin : insulin injection, insulin kerja singkat dengan masa mula kerja sekitar 1 jam dan masa kerja 6-8 jam, terdiri dari Kristal insulin sapi atau babi yang larut dalam cairan jernih. Disebut juga regular i) Kesadaran delirium : gangguan mental yang berlangsung sngkat, biasanya mencerminkan keadaan keracunan, yang biasanya ditandai

oleh ilusi, halusinasi, delusi, kegirangan, kegelisahan, gangguan memori dan inkoheren Pucat Keringat dingin Acetone : putih pudar (tt air muka); keadaan warna muka menjadi lebih putih alamiah (kurangnya aliran darah,dsb) : peluh yang menyebabkan rasa dingin pada tubuh (karena masuk angin) : cairan yang mudah terbakar, tidak berwarna, mudah menguap, merupakan suatu pelarut dan antiseptic serta salah satu badan keton yang dihasilkan pada ketoasidosis Kadar gula darah : tingkat glukosa (suatu gula monosakarida; salah satu karbohidrat terpenting yang digunakan sebagai sumber tenaga utama dalam tubuh) di dalam darah. Infus glukosa : memasukkan obat berupa cairan glukosa tanpa tekanan istimewa melalui pembuluh darah atau rongga badan

Laporan Skenario A Blok 7 2014 Kelompok B4

II. Identifikasi Masalah


1. Nona, seorang mahasiswa 19 tahun, dibawa oleh temannya ke RS dalam keadaan pingsan setelah turun dari bus (chief problem) 2. Mereka baru saja menyelesaikan ujian semester akhir dan bermaksud pulang. Tanpa makan siang sebelumnya, mereka berlari mengejar bis yang di dalamnya sudah berdesak-desakan 3. Setelah 1 jam perjalanan mereka turun dari bis, dan Nona tamk lemas, kelihatan bingung dan tidak tahu berada dimana, berjalan terhuyung-huyung dan akhirnya terjatuh. 4. Menurut temannya, Nona menderi Diabetes mellitus sejak kecil dan rutin mendapat injeksi obat insulin 1 kali sehari. Tadi pagi, Nona telah mendapat injeksi insulin. (main problem) 5. Hasil pemersaan fisik di RS:kesadaran delirium, pupil melebar, pucat dan berkeringat dingin 6. Pemeriksaan laboratorium: kadar gula darah 58mg%, urine tidak mengandung gula dan acetone. Pasien diberi terapi infus glukosa 10% dan memberikan respons baik

Laporan Skenario A Blok 7 2014 Kelompok B4

III. Analisis Masalah


1. Nona, seorang mahasiswa 19 tahun, dibawa oleh temannya ke RS dalam keadaan pingsan setelah turun dari bus (chief problem) a. Bagaimana mekanisme pingsan dalam kasus ini? Pingsan, yang dalam bahasa medis disebut dengan syncope diartikan sebagai kehilangan kesadaran dan tonus postural episodik serta ketidakmampuan untuk berdiri akibat berkurangnya aliran darah ke otak. -Berhubungan dengan keadaan Nona sebelumnya yaitu berdiri atau berjalan. Pada kondisi ini, adanya pooling vena pada esktremitas bawah menyebabkan berkurangnya pengisian ventrikel kiri.Sebagai kompensasi, saraf simpatis teraktivasi dan menyebabkan peningkatan denyut jantung dan menjaga curah jantung agar tetap normal. Namun, kontraksi cepat dan tiba-tiba dari ventrikel kiri yang tidak terisi penuh dapat mengaktifkan mekanoreseptor, sehingga akhirnya menyebabkan refleks bradikardi dan vasodilatasi periferal (fenomena paradoks).Syncope neurogenikini juga dapat terjadi pada orang yang berdiri atau bahkan berbaring, namun sering terjadi pada orang yang berdiri dalam jangka waktu yang lama, terutama dalam ruangan yang panas, ramai serta tubuhnya mengalami dehidrasi. Gejala presyncope berupa nausea, pandangan kabur, diaphoresis, kelemahan tergeneralisasi, dan merasa akan hilang kesadarannya. Pasien kemudian kehilangan kesadaran dan akhirnya jatuh. -Berhubungan dengan hypoglycemic shock. Nona sebagai penderita diabetes melitus dengan tidak menerima asupan gizi sehingga mengalami kondisi hipoglikemia yang selanjutnya menurunkan aliran glukosa dalam darah ke otak (shock) dan menyebabkan kehilangan kesadaran (sinkop). Mekanisme respon hipoglikemia, pada awalnya, tubuh secara otomatis memberikan respon terhadap rendahnya kadar gula darah dengan melepaskan epinefrin (adrenalin) dari kelenjar adrenal dan beberapa ujung saraf. Epinefrin akan merangsang pelepasan gula dari cadangan tubuh tetapi juga menyebabkan gejala yang menyerupai serangan kecemasan (berkeringat, kegelisahan, gemetaran, pingsan, jantung berdebar-debar dan kadang rasa lapar).

b. Apa dampak pingsan dalam kasus ini? Jika tidak ditangani : Jika orang itu tidak beganti posisi maka ia dapat mati karena efek trauma suspensi. Trauma suspensi adalah efek yang terjadi ketika tubuh manusia dibiarkan tegak tanpa ada gerakan untuk suatu periode waktu. Jika orang itu diikat ke objek yang tegak
8 Laporan Skenario A Blok 7 2014 Kelompok B4

dalam waktu tertentu, mereka umumnya akan mengalami pingsan, jika seseorang pingsan tetapi tetap dibiarkan tegak, salah satu risiko kematian adalah otak orang tersebut tidak dapat menerima oksigen yang diperlukan. Apabila tidak segera ditolong akan terjadi kerusakan otak dan akhirnya kematian. Kadar gula darah yang terlalu rendah menyebabkan sel-sel otak tidak mendapat pasokan energi sehingga tidak berfungsi bahkan dapat mengalami kerusakan. Apabila serangan hipoglikemik terjadi berulang atau dalam waktu lama dapat menyebabkan kerusakan otak permanen (irreversible) atau bahkan terjadi kematian. Menurut sebuah studi, seseorang yang mengalami episode pingsan memiliki resiko kematian akibat serangan jantung 1,3 kali lipat dari yang tidak pernah pingsan. Jika ditangani: pasien akan segera sadar dan keadaannya bisa berangsur-angsur pulih.

c. Bagaimana cara mengangani orang pingsan? Pada kasus ini, pasien mengalami hypoglycemic shock. Cara mengatasinya sebaiknya diberikan suntikan glucagon. Glukagon adalah hormon yang membantu menaikkan kadar gula dalam darah dengan cepat. Orang-orang disekitar kita sebaiknya mengetahui cara menggunakan suntikan glukagon tersebut bila diperlukan atau setidaknya menelepon dokter. Dokter dapat juga meresepkan suntikan glukagon untuk digunakan bila diperlukan.

2. Mereka baru saja menyelesaikan ujian semester akhir dan bermaksud pulang. Tanpa makan siang sebelumnya, mereka berlari mengejar bis yang di dalamnya sudah berdesak-desakan. a. Apa hubungan aktivitas ujian semester akhir (stress) dan tidak makan siang dengan keadaan pingsan pada kasus ini? Jika tubuh Nona bertemu dengan stressor, maka akan mengaktifkan respon saraf dan hormon untuk melaksanakan tindakan-tindakan pertahanan untuk mengatasi keadaan darurat. Dengan cara ini, selama stres, hipotalamus mengintegrasikan berbagai respon baik dari sistem saraf simpatis maupun sistem endokrin. Pada saat keadaan stress, Hormon epinefrin disintesis pada kelenjar adrenal bagian medulla oleh sel-sel kromafin. Hormon epinefrin mempengaruhi otak akan membuat kemampuan berpikir dan ingatan meningkat, paru-paru menyerap oksigen lebih banyak, glukogen diubah menjadi glukosa yang bersama-sama dengan oksigen merupakan sumber energi. Detak jantung dan tekanan darah juga meningkat sehingga metabolisme meningkat. Selain itu, Sistem saraf simpatis dan epinephrine yang dikeluarkan menyebabkan hambatan pada insulin dan merangsang Glukagon. Perubahan-perubahan hormonal ini
9 Laporan Skenario A Blok 7 2014 Kelompok B4

bekerja sama untuk meningkatkan kadar glukosa dan asam lemak darah. Epinephrine dan Glukagon, yang kadarnya meningkat selama stres, meningkatkan glycogenolysis dan (bersama kortisol) glukoneogenesis di hati menyebabkan peningkatan kadar glukosa darah. Jadi, saat stress kadar gula darah dalam tubuh Nona meningkat karena adanya hormon epinephrine dan glukagon. Akan tetapi, saat Nona tidak makan siang, tidak ada sumber gula (glukosa) yang masuk ke dalam tubuh. Ditambah lagi, setelah itu, Nona melakukan aktivitas fisik yaitu berlari mengejar bis yang tentu saja membutuhkan energi yang didapatkan dari glukosa. Hal ini dapat menyebabkan menurunnya kadar gula dalam darah yang jika tidak ditangani dalam waktu singkat akan menyebabkan hipoglikemia shock dan salah satu manifestasi kliniknya ialah pingsan.

b. Apa hubungan aktivitas berlari mengejar bis yang didalamnya sudah berdesakkan dengan keadaan pingsan pada kasus ini? Nona tidak makan siang, tidak ada sumber gula (glukosa) yang masuk ke dalam tubuh. Sedangkan ia melakukan aktivitas fisik yaitu berlari mengejar bis yang tentu saja membutuhkan energi yang lebih, sehingga tidak seimbang antara kebutuhan ATP dengan proses pembentukannya atau pemecahan glukagon (glikogenolisis). Hal ini dapat menyebabkan menurunnya kadar gula dalam darah yang jika tidak ditangani dalam waktu singkat akan menyebabkan hipoglikemia shock dan salah satu manifestasi kliniknya ialah pingsan.

3. Setelah 1 jam perjalanan mereka turun dari bis, dan Nona tampak lemas, kelihatan bingung dan tidak tahu berada dimana, berjalan terhuyung-huyung dan akhirnya terjatuh. a. Apa penyebab gejala yang dialami pada kasus ini? Ciri khas pengiriman glukosa ke neuron adalah bahwa transpornya ke dalam neuron melalui membran sel tidak bergantung pada insulin, meskipun insulin dibutuhkan untuk pengangkutan glukosa ke dalam sejumlah besar sel tubuh lainnya. Oleh karena itu, pada pasien yang menderita diabetes berat dengan sekresi insulin yang mencapai nol, glukosa masih berdifusi dengan mudah ke dalam neuron yang sangat bermanfaat untuk mencegah hilangnya fungsi mental pada pasien diabetes. Akan tetapi, bila pasien diabetes diberi insulin secara berlebihan, konsentrasi glukosa darah dapat menjadi sangat rendah, karena kelebihan insulin menyebabkan hampir seluruh glukosa dalam darah ditranspor secara cepat ke dalam sejumlah besar sel selain saraf yang sensitif-insulin ke seluruh tubuh, khususnya ke dalam sel otot dan sel hati. Bila hal ini terjadi, glukosa yang tersisa dalam
10 Laporan Skenario A Blok 7 2014 Kelompok B4

darah tidak cukup untuk menyuplai neuron dengan baik, dan fungsi mental kemudian menjadi sangat terganggu, kadang kadang sampai menyebabkan koma dan bahkan lebih sering menimbulkan ketidakseimbangan mental dan gangguan psikotik semua gangguan tersebut disebabkan oleh terapi yang berlebihan dengan insulin. Sistem saraf pusat normalnya memperoleh seluruh sumber energi terutama dari metabolisme karbohidrat, dan pemakaian glukosa ini tidak memerlukan insulin. Akan tetapi, bila tingginya kadar insulin menyebabkan kadar glukosa darah turun sampai rendah sekali, metabolisme dalam sistem saraf pusat akan menjadi sangat tertekan. Akibatnya, pada pasien tumor penghasil insulin atau pasien diabetes yang menggunakan terlalu banyak insulin, akhirnya dapat menderita suatu sindrom yang disebut syok insulin yang terjadi sebagai berikut. Sewaktu kadar glukosa darah turun mencapai kisaran 50 sampai 70 mg/100 ml, sistem saraf pusat biasanya menjadi mudah dirangsang, karena hipoglikemia pada kisaran tersebut akan mensensitisasi timbulnya aktivitas saraf. Kadangkala dapat terjadi berbagai macam halusinasi, namun pasien lebih sering hanya mengalami kecemasan yang berlebihan, rasa gemetar di seluruh tubuh, dan banyak berkeringat. Bila kadar glukosa turun hingga 20 sampai 50 mg/100ml, dapat timbul kejang klinik dan hilangnya kesadaran. Bila kadar glukosa turun lebih rendah lagi, kejang akan berhenti, dan terjadilah koma.

b. Apa interpretasi dari gejala-gejala lemas, kelihatan bingung dan tidak tahu berada dimana, berjalan terhuyung-huyung dan akhirnya terjatuh? Gejala lemas, kelihatan bingung dan tidak tahu berada dimana, berjalan terhuyunghuyung dan akhirnya terjatuh menunjukkan telah turunnya pasokan gula darah ke otak yang mengganggu keseimbangan maupun koordinasi gerakan. Kondisi ini menunjukkan hipoglikemia ringan yang diabaikan pasien telah meningkat menjadi hipoglikemia sedang. Berikut merupakan klasifikasi hipoglikemia. Hipoglikemi Ringan (glukosa darah 50-60 mg/dL) Terjadi jika kadar glukosa darah menurun, sistem saraf simpatik akan terangsang. Pelimpahan adrenalin ke dalam darah menyebabkan gejala seperti tremor, takikardi, palpitasi, kegelisahan dan rasa lapar. Hipoglikemi Sedang (glukosa darah <50 mg/dL) Penurunan kadar glukosa dapat menyebabkan sel- sel otak tidak memperoleh bahan bakar untuk bekerja dengan baik. Tanda- tanda gangguan fungsi pada sistem saraf pusat mencakup ketidakmampuan berkonsentrasi, sakit kepala, vertigo, konfusi,

11

Laporan Skenario A Blok 7 2014 Kelompok B4

penurunan daya ingat, bicara pelo, gerakan tidak terkoordinasi, penglihatan ganda dan perasaan ingin pingsan. Hipoglikemi Berat (glukosa darah <35 mg /dL) Terjadi gangguan pada sistem saraf pusat sehingga pasien memerlukan pertolongan orang lain untuk mengatasi hipoglikeminya. Gejalanya mencakup disorientasi, serangan kejang, sulit dibangunkan bahkan kehilangan kesadaran.

4. Menurut temannya, Nona menderitadiabetes mellitus sejak kecil dan rutin mendapat injeksi obat insulin 1 kali sehari. Tadi pagi, Nona telah mendapat injeksi insulin. a. Apa etiologi diabetes mellitus? Diabetes mellitus disebabkan oleh kurang adekuatnya kerja insulin. Karena insulin adalah satu-satunya hormon yang dapat menurunkan kadar glukosa darah maka salah satu gambaran menonjol pada diabetes melitus adalah peningkatan kadar glukosa darah (hiperglikemia). Diabetes mellitus tipe I adalah penyakit autoimun yang ditentukan secara genetic dengan gejala-gejala yang pada akhirnya menuju proses bertahap perusakan imunologik sel-sel yang memproduksi insulin. Individu yang peka secara genetic tampaknya memberikan respon terhadap kejadian-kejadian pemicu yang diduga berupa infeksi virus, dengan memproduksi autoantibody terhadap sel-sel beta pulau langerhans pancreas, yang mengakibatkan berkurangnya sekresi insulin yang dirangsang oleh glukosa. Manifestasi klinis diabetes mellitus terjadi jikalebih dari 90% sel-sel beta menjadi rusak. Kejadian pemicu yang menentukan proses autoimun pada ndividu yang peka secra genetik dapat berupa infeksi virus coxsackie B4 atau gondongan atau virus lain. Diabetes mellitus tipe II. Pada pasien dengan DM tipe II terdapat kelianan dalam pengikatan insulin dengan reseptor. Kelainan ini dapat disebabkan oleh berkurangnya jumlah tempat reseptor pada membrane sel yang selnya responsive terhadap insulin atau akibat ketidak normalan reseptor insulin dengan system transport glukosa. Akibatnya, terjadi penggabungan abnormal antara kompleks reseptor insulin dengan system transport glukosa yang akan menggangu kerja insulin. Pada akhirnya, terjadi kegagalan sel beta dengan menurunnya jumlah insulin yang beredar dan tidak lagi memadai untuk mempertahankan euglikemia. Tidak terdapat bukti adanya destruksi sel beta pancreas yang diperantarai oleh autoimun. Obesitas seringkali berkaitan dengan DM tipe ini.

12

Laporan Skenario A Blok 7 2014 Kelompok B4

b. Bagaimana kontrol hormonal homeostasis glukosa terkait dengan diabetes mellitus? Kadar glukosa yang rendah, yaitu hipoglikemia dicegah dengan pelepasan glukosa dari simpanan glikogen hati yang besar melalui jalur glikogenolisis dan sintesis glukosa dari laktat, gliserol, dan asam amino di hati melalui jalur glukonoegenesis dan melalui pelepasan asam lemak dari simpanan jaringan adiposa apabila pasokan glukosa tidak mencukupi. Kadar glukosa darah yang tinggi yaitu hiperglikemia dicegah oleh perubahan glukosa menjadi glikogen dan perubahan glukosa menjadi triasilgliserol di jaringan adiposa. Keseimbangan antarjaringan dalam menggunakan dan menyimpan glukosa selama puasa dan makan terutama dilakukan melalui kerja hormon homeostasis metabolik yaitu insulin dan glucagon Akan tetapi, pada penderita diabetes mellitus, kadar insulin sangat sedikit bahkan tidak diproduksi. Akibatnya glukosa dalam darah tetap tinggi bahkan akan terus meningkat jika tidak ditanggulangi secara cepat dan tepat. Selain itu, tubuh akan menjadi lemas, kekurangan energi, karena glukosa tidak dapat diubah menjadi energi oleh insulin. Tubuh juga memproduksi hormon lain seperti glukagon, epinephrine, kortisol, dan lain-lain yang kerjanya berlawanan dengan insulin. Hormon-hormon ini memacu organ hati (pusat penyimpanan dan pengelolahan glukosa) untuk memproduksi gula sehingga dapat semakin meningkatkan kadar gula darah.

c. Apa faktor resiko penyakit diabetes mellitus? Faktor-faktor risiko terjadinya Diabetes mellitus terdiri atas : a. Faktor risiko mayor : 1) Riwayat keluarga DM. Pada anggota keluarga dekat pasien diabetes tipe 2 (dan pada kembar non identik), risiko menderita penyakit ini 5 hingga 10 kali lebih besar daripada subjek (dengan usia dan berat yang sama) yang tidak memiliki riwayat penyakit dalam keluarganya. Tidak seperti diabetes tipe 1, penyakit ini tidak berkaitan dengan gen HLA. Penelitian epidemiologi menunjukkan bahwa diabetes tipe 2 tampaknya terjadi akibat sejumlah defek genetif, masing-masing memberi kontribusi pada risiko dan masing-masing juga dipengaruhi oleh lingkungan. 2) Obesitas. 3) Kurang aktivitas fisik. 4) Ras/Etnik. 5) Sebelumnya teridentifikasi sebagai IFG. 6) Hipertensi. 7) Tidak terkontrol kolesterol dan HDL.
13 Laporan Skenario A Blok 7 2014 Kelompok B4

8) Riwayat DM pada Kehamilan. 9) Sindroma polikistik ovarium.

b. Faktor risiko lainnya : 1) Faktor nutrisi. 2) Konsumsi alkohol. 3) Kebiasaan mendengkur. 4) Faktor stress. 5) Kebiasaan merokok. 6) Jenis kelamin. 7) Lama tidur. 8) Intake zat besi. 9) Konsumsi kopi dan kafein. 10) Paritas. 11) Intake zat besi 12) Usia. Umumnya manusia mengalami penurunan fisiologis yang secara dramatis menurun dengan cepat pada usia setelah 40 tahun. Penurunan ini yang akan beresiko pada penurunan fungsi endokrin pankreas untuk memproduksi insulin.

d. Apa hormon yang terkait dengan gangguan homeostatis pada diabetes mellitus? Hormon yang terkait dengan gangguan homeostatis pada DM adalah hormon insulin. Karena kita tahu bahwa DM adalah penyakit dimana tingginya kadar glukosa dalam sel sesorang, hormon insulin inilah yang mempunyi tugas untukmenstimulasi pemasukkan glukosa ke dalam sel yang digunakan sebagai sumber energi dan membantu penyimpanan glikogen di dalam sel otot dan hati.

e. Bagaimana patofisiologi diabetes mellitus? Diabetes mellitus (DM) didefenisikan sebagai suatu penyakit atau gangguan metabolisme yang ditandai dengan tingginya kadar gula darah disertai dengan gangguan metabolisme karbohidrat, lipid dan protein sebagai akibat insufisiensi fungsi insulin. Insufisiensi insulin dapat disebabkan oleh gangguan atau defenisi produksi insulin oleh sel-sel beta Langerhans kelenjar pankreas atau disebabkan kurang responsifnya sel-sel tubuh terhadap insulin (Ditjen Bina Farmasi & ALKES, 2005). Diabetes melitus merupakan penyakit yang disebabkan oleh adanya kekurangan insulin secara relatif maupun absolut. Defisiensi insulin dapat terjadi melalui 3 jalan, yaitu :
14 Laporan Skenario A Blok 7 2014 Kelompok B4

Rusaknya sel-sel pankreas karena pengaruh dari luar (virus, zat kimia tertentu, dll). Desensitasi atau penurunan reseptor glukosa pada kelenjar pankreas. Desensitasi/kerusakan reseptor insulin (down regulation) di jaringan perifer .

Aktivitas insulin yang rendah akan menyebabkan ; 1) Penurunan penyerapan glukosa oleh sel-sel, disertai peningkatan pengeluaran glukosa oleh hati melalui proses glukoneogenesis dan glikogenolisis. Karena sebagian besar sel tubuh tidak dapat menggunakan glukosa tanpa bantuan insulin, timbul keadaan ironis, yakni terjadi kelebihan glukosa ekstrasel sementara terjadi defisiensi glukosa intrasel - kelaparan di lumbung padi. 2) Kadar glukosa yang meninggi ke tingkat dimana jumlah glukosa yang difiltrasi melebihi kapasitas sel-sel tubulus melakukan reabsorpsi akan menyebabkan glukosa muncul pada urin, keadaan ini dinamakan glukosuria. 3) Glukosa pada urin menimbulkan efek osmotik yang menarik H2O bersamanya. Keadaan ini menimbulkan diuresis osmotik yang ditandai oleh poliuria (sering berkemih). 4) Cairan yang keluar dari tubuh secara berlebihan akan menyebabkan dehidrasi, yang pada gilirannya dapat menyebabkan kegagalan sirkulasi perifer karena volume darah turun mencolok. Kegagalan sirkulasi, apabila tidak diperbaiki dapat menyebabkan kematian karena penurunan aliran darah ke otak atau menimbulkan gagal ginjal sekunder akibat tekanan filtrasi yang tidak adekuat. 5) Selain itu, sel-sel kehilangan air karena tubuh mengalami dehidrasi akibat perpindahan osmotik air dari dalam sel ke cairan ekstrasel yang hipertonik. Akibatnya timbul polidipsia (rasa haus berlebihan) sebagai mekanisme kompensasi untuk mengatasi dehidrasi. 6) Defisiensi glukosa intrasel menyebabkan sel kelaparan akibatnya nafsu makan (appetite) meningkat sehingga timbul polifagia (pemasukan makanan yang berlebihan). 7) Efek defisiensi insulin pada metabolisme lemak menyebabkan penurunan sintesis trigliserida dan peningkatan lipolisis. Hal ini akan menyebabkan mobilisasi besarbesaran asam lemak dari simpanan trigliserida. Peningkatan asam lemak dalam darah sebagian besar digunakan oleh sel sebagai sumber energi alternatif karena glukosa tidak dapat masuk ke dalam sel. 8) Efek insulin pada metabolisme protein menyebabkan pergeseran netto kearah katabolisme protein. Penguraian protein-protein otot menyebabkan otot rangka lisut dan melemah sehingga terjadi penurunan berat badan.
15 Laporan Skenario A Blok 7 2014 Kelompok B4

f. Bagaimana mekanisme kerja injeksi insulin untuk penderita diabetes mellitus? Pemberian insulin kepada penderita diabetes hanya bisa dilakukan dengan cara suntikan, jika diberikan melalui oral insulin akan rusak didalam lambung. Setelah disuntikan, insulin akan diserap kedalam aliran darah dan dibawa ke seluruh tubuh. Disini insulin akan bekerja menormalkan kadar gula darah (blood glucose) dan merubah glucose menjadi energi. Efek metabolik terapi insulin Menurunkan kadar gula darah puasa dan post puasa. Supresi produksi glukosa oleh hati. Stimulasi utilisasi glukosa perifer. Oksidasi glukosa / penyimpanan di otot. Perbaiki komposisi lipoprotein abnormal. Mengurangi glucose toxicity. Perbaiki kemampuan sekresi endogen. Mengurangi Glicosilated end product.

Bila kadar glukosa darah tinggi, sebaiknya disuntikkan di daerah perut dimana penyerapan akan lebih cepat. Namun bila kondisi kadar glukosa pada darah rendah, hindarilah penyuntikkan pada daerah perut.Secara urutan, area proses penyerapan paling cepat adalah dari perut, lengan atas dan paha. Insulin akan lebih cepat diserap apabila daerah suntikkan digerak-gerakkan. Penyuntikkan insulin pada satu daerah yang sama dapat mengurangi variasi penyerapan.Penyuntikkan insulin selalu di daerah yang sama
16 Laporan Skenario A Blok 7 2014 Kelompok B4

dapat merangsang terjadinya perlemakan dan menyebabkan gangguan penyerapan insulin. Daerah suntikkan sebaiknya berjarak 1inchi (+ 2,5cm) dari daerah

sebelumnya.Lakukanlah rotasi di dalam satu daerah selama satu minggu, lalu baru pindah ke daerah yang lain.Dosis pemberian insulin tergantung pada kadar gula darah, yaitu :

Gula darah < 60 mg % = 0 unit Gula darah < 200 mg % = 5 8 unit Gula darah 200 250 mg% = 10 12 unit Gula darah 250 - 300 mg% = 15 16 unit Gula darah 300 350 mg% = 20 unit Gula darah > 350 mg% = 20 24 unit

g. Bagaiman keterkaitan injeksi insulin yang didapat dengan keadaan pingsan pada kasus ini? Injeksi insulin dapat menurunkan kadar gula darah dalam tubuh. Hal ini diperparah dengan tidak adanya asupan makanan ke tubuh Nona karena dia tidak makan siang dan melakukan aktivitas fisik yang membuat kadar gula darahnya semakin turun yang jika tidak ditangani secara cepat dan tepat dapat menimbulkan hipoglikemia shock dimana salah satu bentuk manifestasi kliniknya yaitu pingsan.

5. Hasil pemeriksaan fisik di RS: kesadaran delirium, pupil melebar, pucat dan berkeringat dingin a. Bagaimana mekanisme kesadaran delirium? Tingkat kesadaran adalah ukuran dari kesadaran dan respon seseorang terhadap rangsangan dari lingkungan, tingkat kesadarankesadaran dibedakan menjadi: Compos Mentis (conscious), yaitu kesadaran normal, sadar sepenuhnya, dapat menjawab semua pertanyaan tentang keadaan sekelilingnya. Apatis, yaitu keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan dengan sekitarnya, sikapnya acuh tak acuh. Delirium, yaitu gelisah, disorientasi (orang, tempat, waktu), memberontak, berteriakteriak, berhalusinasi, kadang berhayal. Somnolen (Obtundasi, Letargi), yaitu kesadaran menurun, respon psikomotor yang lambat, mudah tertidur, namun kesadaran dapat pulih bila dirangsang (mudah dibangunkan) tetapi jatuh tertidur lagi, mampu memberi jawaban verbal. Stupor (soporo koma), yaitu keadaan seperti tertidur lelap, tetapi ada respon terhadap nyeri.
17 Laporan Skenario A Blok 7 2014 Kelompok B4

Coma (comatose), yaitu tidak bisa dibangunkan, tidak ada respon terhadap rangsangan apapun (tidak ada respon kornea maupun reflek muntah, mungkin juga tidak ada respon pupil terhadap cahaya). Neurotransmiter utama yang berperan terhadap timbulnya delirium adalah asetilkolin dan daerah neuroanatomis utama adalah formasio retikularis. Beberapa penelitian telah diatas menyebabkan

melaporkan bahwa berbagai faktor yang menginduksi delirium

penurunan aktivitas asetilkolin di otak Mekanisme patofisiolagi lain khususnya berkenaan dengan putus zat/alkohol adalah hiperaktivitas lokus sereleus dan neuron

nonadrenergiknya.

Neuotransmiter lain yang juga berperan adalah serotonin dan

glutamat.Beberapa penyebab delirium seperti hipoglikemia, intoxikasi, infeksi, faktor trogenik, toxisitas obat, gangguan keseimbangan elektrolit.

b. Bagaiman mekanisme pupil melebar? Hipoglikemia akibat kehabisan simpanan glikogen Lesi hemisfer bilateral dapat menyebabkan koma pada salah satu dari dua jalur Paling sering, lesi hemisfer serebral yang menyeluruh, bilateral atau perubahan susunan metabolik seperti yang terjadi pada ensefalitis, hiperammonemia, hipoglikemia, epilepsi umum, penelanan obat, iskemia otak global, dan kerusakan traumatik luas yang mempengaruhi kesadaran dalam bentuk bertingkat dan Lesi besar pada satu atau kedua hemisfer dapat menekan batang otak bagian atas dan RAS (reticular activating system) diensefalik yang menyebabkan koma tidak langsung. Derajat penurunan kewaspadaan dihubungkan dengan sifat akut timbulnya disfungsi kortikal atau kompresi RAS. Konsep herniasi transtentorial dengan kompresi medula oblongata progresif digunakan untuk menjelaskan tanda neurologik pada koma yang disebabkan oleh lesi massa supratentorial. Herniasi menunjukkan pergesaran jaringan otak oleh massa, melalui struktur yang kurang bergerak seperti dura, dan ke dalam ruang yang normal tidak terisi. Herniasi yang biasa tampak pada pemeriksaan pascamorterm adalah transfasial (pergeseran girus cingulata di bawah falx pada garis tengah anterior), transtentorial (lobus temporal medial terdorong ke dalam lubang tentorial), dan foraminal (tonsil serebral didorong ke dalam foramen magnum). Herniasi transtentorial uncus, atau impaksi girus unkus ke dalam bagian anterior lubang tentorial, diduga menyebabkan kompresi saraf ketiga dengan dilatasi pupil.

18

Laporan Skenario A Blok 7 2014 Kelompok B4

Reaksi pupil terhadap cahaya: refleks batang otak pada pemeriksaan koma, otak bagian tengah dan saraf ketiga. Fungsi poetin dengan spontanitas dan refleks gerakan mata dan respons korneal, dan fungsi medula oleh respon respiratorik dan faringeal. Hubungan RAS batang otak dan area talamik dan kortikal dicapai oleh neurotransmitter - pengaruh asetilkolin dan amin biogenik pada kesadaran. Kesadaran klinis: Serabut kolinergenik menghubungkan otak bagian tengah dengan area lainnya dari batang otak bagan atas, talamus, korteks (serotonin, norepinefrin -> tidur bangun).

c. Bagaimana mekanisme pucat? Hipoglikemia menyebabkan hormon kontraregulator insulin mengalami peningkatan, peningkatan catecholamine yakni epinephrin yang diproduksi oleh medula adrenal ke sirkulasi dan norepinefrin dari ujung saraf simpatis postganglionik kedalam jaringan target. katekolamin akan berikatan dengan reseptor 1yang beradadi otot polos pembuluh darah perifer dalam konsentrasi yang tinggi menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah perifer bisa mengakibatkan kulit kepucatan atau biru, peningkatan heart rate, dilatasi pupil, dan inhibisi dari traktus GI.

d. Bagaimana mekanisme berkeringat dingin? Hipoglikemia menyebabkan hormon kontraregulator insulin mengalami peningkatan, salah satunya adalah peningkatan asetilkolin yang diproduksi oleh serabutsaraf simpatis kolinergik postganglionik. Saraf ini mempersarafi kelenjar keringat yangada di bagian dermis, sehingga peningkatan asetilkolin akan diikuti dengan peningkatan produksi keringat oleh kelenjar keringat.Glukosa merupakan sumber utama energi dan panas tubuh. Glukosa di dalam seldipecah secara oksidasi dengan menggunakan molekul oksigen menjadi karbondioksida(CO2), air (H2O), energi (H2O), dan panas. Respirasi sel Keringat dingin :C6H12O6+ 6O2 6CO2 + 6H2O + 36ATP + panas : aliran darah terfokus pada daerah vital sehingga vasokonstriksi pada perifer Berkeringat dingin :Kurang glukosa dalam darah aktivasi saraf simpatis hipotalamus posterior Epineprin : Terjadinya keringat dingin karena tidak ada kalor yang dihasilkan tapi epineprin tetap bekerja sehingga keluar keringat dingin.

19

Laporan Skenario A Blok 7 2014 Kelompok B4

e. Bagaimana interpretasi pemeriksaan fisik pada kasus ini? Interpretasi Normal Kesadaran Compos mentis Pada Kasus Delirium Keterangan Penyebab dari malnutrisi atau hipoglikemia Pupil Terang: kontriksi Gelap: dilatasi Hampir selalu Penyebab, ciculasi catecholamine dilatasi yang memiliki efek hampir sama dengan stimulasi saraf simpatis Pucat Negatif Positif Penyebab, ciculasi catecholamine yang memiliki efek hampir sama dengan stimulasi saraf simpatis Keringat dingin Negatif Positif Penyebab (-) kalor /hipoglikemia, epinephrin work --> keringat dingin

6. Pemeriksaan laboratorium: kadar gula darah 58mg%, urine tidak mengandung gula dan acetone. Pasien diberi terapi infus glukosa 10% dan memberikan respons baik. a. Bagaimana interpretasi pemeriksaan laboratorium kadar gula darah 58mg% dan urin pada kasus ini? Kadar Gula darah Glukosa plasma puasa (FPG*) <70 mg/dL 70 mg/dL -110 mg/dL >110 mg/dL 126 mg/dL 110 mg/dL - <126 mg/dL 200 mg/dL 140 mg/dL- <200 mg/dL <140 mg/dL Glukosa plasma 2 jam setelah OGTT** Hipoglikemia Normal Hiperglikemia Diabetes mellitus Gangguan glukosa puasa (IFG) *Fasting Plasma Glucose: Kadar gula darah saat tidak menerima asupan kalori selama paling sedikit 8 jam. **Oral Glucose Tolerate Test: Tes untuk menilai buangan glukosa dengan pemberian 75 gr glukosa secara oral Hasil pemeriksaan gula darah Nona : 58 mg%
20 Laporan Skenario A Blok 7 2014 Kelompok B4

Kriteria

Interpretasi Kadar gula darah 58 mg% merujuk pada kadar glukosa puasa. Kadar FPG Noni kurang dari 70 mg/dL yang berarti Noni mengalami Hipoglikemia. Hasil pemeriksaan kadar gula darah Noni sangat bertentangan dengan fakta bahwa Noni menderita Diabetes mellitus, dapat diasumsikan Noni mendapatkan kelebihan dosis insulin atau penggunaan glukosa yang terlampau banyak yang tidak diiringi dengan asupan makanan yang cukup sehingga kadar gula darahnya turun drastis.

Pemeriksaan Urin BadanKetonterdiri dari:beta hidroksi butyric acid, acctoacctic acid, danacctone. Terdapatketon bodies pada urine terjadipada keadaan: o Diabetes Mellitus yang takterkontrol o Kelaparan o Dehidrasidanmuntah o Kerjakeras o Udara yang dingin. Apabila metabolism karbohidrat terganggu, maka terjadi pembakaran protein dan lemak sebagai penggantinya. Atom karbon (C) dari protein dan lemak inilah yang akan berubah menjadi keton bodies dan dikeluarkan melalui urine. Dalam keadaan normal urine mengandung 100-200 mg/24 jam bahan reduktor. Termasuk dalam bahan reduktor adalah: o Glukosa, Galaktosa, Fruktosa, Laktosa. o Ascorbicacid, Kreatinin, o Obatobatan : Salisilat, Amidophylin, Chloralhidrat, Paraldhedit

Glikosuri (adanya glukosa di dalam urine) dapat terjadi bila: o Jumlah glukosa yang difiltrasi glomerlus > reabsorbsi tubalus o Reabsorbsi tubulus menurun

Bila terjadi kerusakan glomerulus,maka reabsorbsi tubulus akan ditingkatkan sehingga terjadi glikosuri.Glikosuri dapat terjadi pada keadaan: -Diabetes mellitus -Allimentaryglikkosuri (banyakmakan gula) -Renal glikosuri (banyak makan gula) -Nephrotik syndrome.
21 Laporan Skenario A Blok 7 2014 Kelompok B4

-Trauma padasusunansyarafpusat (SSP) -Pemberian glukosa secara iv Untuk mendeteksi adanya glukosa dalam urine dipakai test FEHLING.

b. Apa hubungan homeostasis glukosa dengan penyakit diabetes melitus? Diabetes mellitus merupakan penyakit yang timbul akibat terganggunya homeostasis glukosa dalam tubuh yang menyebabkan Hiperglikemia. Komponen Homeostasis glukosa yang terganggu pada penderita Diabetes mellitus adalah hormon insulin yang berperan dalam menurunkan kadar glukosa darah. Pada Diabetes mellitus tipe 1, sel-sel beta langerhans mengalami destruksi akibat autoimun yang menyebabkan produksi insulin rendah dan mungkin tidak ada, sehingga kadar gula darah terus meningkat seiiring dengan banyaknya makanan yang dimakan. Pada Diabetes mellitus tipe 2, reseptor insulin pada membrane sel sedikit sedangkan glukosa tidak dapat masuk ke dalam sel tanpa bantuan GLUT 4 (pengangkut glukosa yang berespon terhadap insulin) yang akan keluar apabila insulin berikatan dengan reseptor pada membrane plasma sel. Jumlah reseptor yang sedikit membuat kerja insulin menurun karna hanya sebagian kecil insulin yang dapat berikatan dan membuat kadar gula darah meningkat.

c. Mengapa ketika pasien diberi terapi infus glukosa 10% dapat memberikan respon baik? Terapi infus glukosa diberikan melalui intravena lalu berjalan ke pembuluh darah dan menuju ke jaringan. Apabila setelah pemberian terapi infus pasien memberikan respon baik maka itu menandakan bahwa keadaan umum pasien mulai kembali normal.

22

Laporan Skenario A Blok 7 2014 Kelompok B4

IV.

Kerangka Konsep

Nona 19 tahun Berdiri di bus dan berdesakdesakkan

Stress karena Ujian

Penderita DM 1

Hormon Epinefrin, Noreepinefrin, Katekolamin, menjadi Tinggi

Injeksi Insulin

Pooling Vena ekstremitas Bawah

Kadar Glukosa Rendah Kebutuhan Otak pada Glukosa Tinggi

Aliran Darah ke atas terganggu

Hipoglikemia Berat

Glukosa terhambat ke otak Pingsan

Tidak Makan Siang

Deurilium, Pupil melebar dan Keringat Dingin

23

Laporan Skenario A Blok 7 2014 Kelompok B4

V.

Keterbatasan Masalah
Pokok bahasan
Kontrol hormonal pada metabolisme Fungsi dan aksi insulin dan hormone opposing insulin Fungsi insulin -

What I know
Hormon terkait pada metabolisme

What I dont know


-

What I have to prove


Mekanisme kontrol hormonal pada metabolisme Fisiologi fungsi dan aksi insulin & opposing hormone insulin Mekanisme, keterkaitan

How I will learn

Homeostasis glukosa

Pengertian

homeostasis glukosa dengan gejala yang timbul

Pengaruh stress atau aktivitas simpatis terhadap homeostasis pada keadaan normal dan penderita DM Mekanisme stress Mekanisme pada keadaan normal dan penderita DM

Textbook
Patofisiologi insufisiensi insulin Pengertian Patofisiologi, keterkaitan patofisiologi dengan DM

Internet Jurnal

Mekanisme Hypoglycemic shock dampak Pengertian, jenis hypeglycemic shock Dasar fisologi terapi hypoglycemic shock Pengertian Penanganan hypoglycemic shock Jenis tes kadar glukosa dan urin Dasar-dasar mekanisme terapi hypoglycemic shock Interpretasi kadar glukosa dan urin normal pada kasus Keterkaitan dengan Diabetes mellitus Pengertian, jenis Tata laksana, pengobatan homeostasis glukosa, keterkaitan dengan hypoglycemic shock Gejala klinis hypoglycemic shock, dampak

Kadar glukosa normal dan urin normal

24

Laporan Skenario A Blok 7 2014 Kelompok B4

VI.

Sintesis Masalah

1. Kontrol hormonal pada metabolisme


A. INSULIN

Insulin adalah hormone alami yang dikeluarkan oleh pankreas. Insulin dibutuhkan oleh sel tubuh untuk mengubah dan menggunakan glukosa darah (gula darah), dari glukosa, sel membuat energy yang dibutuhkan untuk menjalankan fungsinya. Pasien diabetes mellitus (kencing manis) tidak memiliki kemampuan untukmengambil dan menggunakan gula darah, sehingga kadar gula darah meningkat. Pada diabetes tipe I, pancreas tidak dapat memporduksiinsulin. Sehingga pemberian insulin diperlukan. Pada diabetes tipe 2, pasien memproduksi insulin, tetapi sel tubuh tidak meerespon insulin dengan normal. Namun demikian, insulin juga digunakan pada diabetes tipe 2 untuk mengatasi resistensi sel terhadap insulin. Dengan peningkatan pengambilan glukosa oleh sel dan menurunnya kadar gula darah, akan mencegah dan mengurangi komplikasi lebih lanjut dari diabetes, seperti kerusakan pembuluh darah, mata, ginjal, dan saraf. Insulin diberikan dengan cara disuntikan di bawah kulit (subkutan). Jaringan subkutan perut adalah yang terbaik karena penyerapan insulin lebih konsisten disbanding tempat lainnya. Terdapat banyak bentuk insulin. Insulin dikasifikasikan berdasarkan dari berapa cepat insulin mulai bekerja dan berapa lama insulin bekerja.

Tipe insulin terdiri dari : 1. Aksi cepat (rapid acting) 2. Aksi pendek short acting) 3. Aksi menengah (intermediate acting) 4. Aksi lama (long-acting) 5. Campuran (Pre-mixed)

Pemilihan tipe insulin tergantung pada beberapa factor, yaitu : 1. Respon tubuh individu terhadap insulin (berapa lama menyerap insulin ke dalam tubuh dan tetap aktif di dalam tubuh sangat bervariasi dari setiap individu) 2. Pilihan gaya hidup seperti : jenis makanan, berapa banyak konsumsi alcohol, berapa sering berolah raga, yang semuanya mempengaruhi tubuh untuk merespon insulin.
25 Laporan Skenario A Blok 7 2014 Kelompok B4

3. Berapa banyak suntikan per hari yang ingin dilakukan. 4. Berapa sering melakukan pengecekan kadar gula darah. 5. Usia 6. Target pengaturan gula darah.

Pada table didiskripsikan berbagai insulin dan cara kerjanya dalam tubuh. Sebagai keterangan, insulin injeksi dengan data; onset (lamanya waktu yang dibutuhkan untuk insulin mencapai darah dan mulai menurunkan kadar gula darah, peak (periode waktu dimana insulin paling efektif menurunkan gula darah) dan duration (berapa lama insulin terus menurunkan kadar gula darah). Ketiga factor ini mungkin bervariasi, tergantung respon tubuh seseorang. Kolom terakhir menjelaskan bagaimana hubungan jenis insulin dengan waktu makan. Tabel 1. macam-macam Insulin dan cara Kerja dalam tubuh (sumber : www.medicinenet.com)

Jenis insulin Rapid Acting Onset Peak Duration

Waktu

Aturan pengaturan gula darah

15-30 menit 30-90 menit 1-5 Jam

Digunakan bersamaan makan. Jenis ini digunakan bersamaan dengan jenis insulin longer-acting.

Short Acting Onset Peak Duration -1 jam 2-5 Jam 2-8 jam Digunakan untuk mencukupi insulin setelah makan 3060 menit.

Intermediate-Acting Onset Peak Duration 1-2 jam 3-12 jam 18-24 jam Digunakan untuk mencukupi insulin selama setengah hari atau sepanjang malam. Jenis ini biasa dikombinasi dengan jenis rapid-acting atau short-acting.

26

Laporan Skenario A Blok 7 2014 Kelompok B4

Long-Acting Onset Peak Duration -3 jam 6-20 jam 20-36 jam Digunakan untuk mencukupi insulin seharian. Jenis ini biasa dikombinasi dengan jenis rapid-acting atau shortacting.

Pre-Mixed* Onset Peak Duration 10-30 menit -12 jam

Produk ini biasanya digunakan dua kali sehari sebelum makan. Premixed insulin adalah kombinasi dengan proporsi yang spesifik insulin intermediate-acting dan

14-24 jam lebih insulin short-acting insulin di satu botol atau insulin pen.

Jangka waktu antara memakai insulin dan makan mungkin bervariasi tergantung pada jenis insulin yang digunakan. Pada table di atas, data onset adalah informasi yang berguna kapan insulin bekerja di dalam tubuh bersamaan dengan waktu makan. Penentuan aktu ini membantu mencegah kadar gula darah terlalu rendah.

E. Manfaat Insulin bagi penderita Diabetes

Masih terdapatnya beberapa kendala penggunaan insulin sering menyebabkan keterlambatan kendali glukosa darah yang baik bagi pasien Diabetes mellitus. Menurut Gklinis (2004), Pasien DM Tipe 2 (DMT2) yang memiliki control glukosa darah yang tidak baik dengan penggunaan obat antidiabetik oral perlu dipertimbangkan untuk penambahan insulin sebagai terapi kombinasi dengan obat oral atau insulin tunggal. Insulin yang diberikan lebih dini dan dan lebih agresif menunjukkan hasil klinis yang lebih baik terutama berkaitan dengan masalah glukotoksisitas. Hal tersebut diperlihatkan oleh perbaikan fungsi sel beta pancreas. Insulin juga memiliki efek lain yang menguntungkan dalam kaitannya dengan komplikasi DM. Terapi insulin dapat mencegah kerusakan endotel, menekan proses inflamasi, mengurangi kejadian apoptosis, dan memperbaiki profil lipid. Dengan demikian, secara ringkas dapat dikatakan bahwa luaran klinis pasien yang diberikan terapi insulin akan lebih baik. Insulin, terutama insulin analog, merupakan jenis yang baik karena memiliki profil sekresi yang sangat mendekati pola sekresi insulin normal atau fisiologis.
Laporan Skenario A Blok 7 2014 Kelompok B4

27

Pada awalnya, terapi insulin hanya ditujukan bagi pasien diabetes mellitus tipe 1 (DMT1), namun demikian pada kenyataannya, insulin lebih banyak digunakan oleh pasien DMT2 karena prevalensi DMT2 jauh lebih banyak dibandingkan DMT1. Terapi insulin pada DMT2 dapat dimulai antara lain untuk pasien dengan kegagalan terapi oral, kendali kadar glukosa darah yang buruk (A1c > 7,5 % atau kadar glukosa darah puasa > 250 mg/dl), riwayat pankreatektomi atau disfungsi pancreas, riwayat fluktuasi kadar glukosa darah yang lebar, riwayat ketoasidodis, riwayat penggunaan insulin lebih dari 5 tahun dan penyandang DM lebih dari 10 tahun.

Pada pasien DMT1, pemberian insulin yang dianjurkan adalah injeksi harian multiple dengan tujuan mencapai kendali kadar gluksa darah yang baik. Selain itu, pemberian dapat juga dilakukan dengan menggunakan pompa insulin (continous subcutaneous insulin infusion, CSII). Ada beberapa cara untuk memulai dan menyesuaikan dosis terapi insulin untuk pasien DMT2.

Salah satu cara yang paling mutakhir dan dapat dipakai sebagai acuan adalah hasil Konsensus PERKENI 2006 dan Konsensus ADA-EASD tahun 2006. Sebagai pegangan, jika kadar glukosa darah tidak terkontrol dengan baik, Hb (A1C>7,5%) dalam jangka waktu 3 bulan dengan 2 obat oral, maka sudah ada indikasi untuk memulai terapi kombinasi obat antidiabetik oral dan insulin. Pada keadaan tertentu dimana kendali glikemik amat buruk dan disertai kondisi katabolisme, seperti kadar glukosa darah puasa > 250mg/dl, kadar glukosa darah acak menetap > 300mg/dl, Hb A1C > 10 %, atau ditemukan ketonuria, maka terapi insulin dapat mulai diberikan bersamaan dengan intervensi pola hidup. Selain itu, terapi insulin juga dapat langsung diberikan pada pasien DM yang memiliki gejala nyata (poliuri, polifagia pan penurunan berat badan). Kondisi-kondisi tersebut sering ditemukan pada pasien DMT1 atau DMT2dengan defisiensi insulin yang berat. Apabila gejala hilang, obat antidiabetik oral dapat ditambahkan dan penggunaan insulin dapat dihentikan. Seperti telah diketahui, pada pasien DM terjadi gangguan sekresi insulin basal dan prandial untuk mempertahankan kadar glukosa darah dalam batas normal baik pada keadaan puasa maupun setelah makan. Dengan demikan bahwa hakikat pengobatan DM adalah menurunkan kadar glukosa darah baik puasa maupun setelah makan. Dalam rangka mencapai sasaran pengobatan yang baik, maka diperlukan insulin dengan karakteristik menyerupai orang sehat, yaitu kadar insulin yang yang sesuai dengan kebutuhan basal dan prandial. Pemberian insulin basal, selain insulin prandial, merupakan salah satu strategi pengobatan untuk memperbaiki kadar glukosa darah puasa atau sebelum makan. Oleh
28 Laporan Skenario A Blok 7 2014 Kelompok B4

karena glukosa darah setelah makan merupakan keadaan yang dipengaruhi oleh kadar glukosa darah puasa, maka diharapkan dengan menurunkan kadar glukosa darah basal, kadar glukosa darah setelah makan juga ikut turun. Cara pemberian insulin basal dapat dilakukan dengan pemberian insulin kerja cepat drip intravena (hanya dilakukan pada pasien rawat inap), atau dengan pemberian insulin kerja panjang secara subkutan. Idealnya, sesuai dengan keadaan fisiologis tubuh, terapi insulin diberikan sekali untuk kebutuhan basal dan tiga kali dengan insulin prandial untuk kebutuhan setelah makan. Namun demikian, terapi insulin yang diberikan dapat bervariasi sesuai dengan kenyamanan penderita selama terapi insulin mendekati kebutuhan fisiologis. Walaupun banyak cara yang dapat dianjurkan, namun prinsip dasarnya adalah sama ; yaitu insulin prandial dikombinasikan dengan insulin basal dalam usaha untuk menirukan sekresi insulin fisiologis.

B. GLUKAGON Glukagon berfungsi untuk mempertahankan ketersediaan bahan bakar apabila tidak tersedia glukosa makanan dengan merangsang pelepasan glukosa dari glikogen hati. Glukagon merangsang glukoneogenesis dari laktat, gliserol, dan asam amino, dan, bersama dengan penurunan insulin, glukagon memobilisasi asam lemak dari triasilgliserol adiposa sebagai sumber bahan bakar alternatif. Bekerja terutama di hati dan jaringan adiposa dan hormon ini tidak memiliki pengaruh terhadap metabolisme otot rangka (Cranmer H. et al., 2009). Pelepasan glukagon dikontrol terutama melalui supresi oleh glukosa dan insulin. Kadar terendah glukagon terjadi setelah makan makanan tinggi karbohidrat. Karena semua efek glukagon dilawan oleh insulin, perangsangan pelepasan insulin yang disertai tekanan sekresi glukagon oleh makanan tinggi karbohidrat, lemak, dan protein yang terintegrasi (Cranmer H. et al., 2009). Glukagon disintesis oleh sel pada pankreas endokrin yang terdiri dari kelompok mikroskopis kelenjar kecil, atau pulau Langerhans, tersebar di seluruh pankreas eksokrin. Hormon tertentu merangsang glukagon seperti katekolamin, kortisol, dan hormon saluran cerna tertentu (Aswani V., 2010).

2. Fungsi dan aksi insulin dan hormone opposing insulin


TERAPI INSULIN PADA DIABETES Diabetes melitus adalah suatu penyakit gangguan kesehatan di mana kadar gula dalam darah seseorang menjadi tinggi karena gula dalam darah tidak dapat digunakan oleh tubuh.
29 Laporan Skenario A Blok 7 2014 Kelompok B4

Diabetes Mellitus dikenal juga dengan sebutan penyakit gula darah atau kencing manis yang mempunyai jumlah penderita yang cukup banyak di Indonesia juga di seluruh dunia. Pada orang yang sehat karbohidrat dalam makanan yang dimakan akan diubah menjadi glokosa yang akan didistribusikan ke seluruh sel tubuh untuk dijadikan energi dengan bantuan insulin. Pada orang yang menderita kencing manis, glukosa sulit masuk ke dalam sel karena sedikit atau tidak adanya zat insulin dalam tubuh. Akibatnya kadar glukosa dalam darah menjadi tinggi yang nantinya dapat memberikan efek samping yang bersifat negatif atau merugikan. Kadar gula yang tinggi akan dibuang melalui air seni. Dengan demikian air seni penderita kencing manis akan mengandung gula sehingga sering dilebung atau dikerubuti semut. Selanjutnya orang tersebut akan kekurangan energi / tenaga, mudah lelah, lemas, mudah haus dan lapar, sering kesemutan, sering buang air kecil, gatal-gatal, dan sebagainya. Kandungan atau kadar gula penderita diabetes saat puasa adalah lebih dari 126 mg/dl dan saat tidak puasa atau normal lebih dari 200 mg/dl. Pada orang normal kadar gulanya berkisar 60120 mg/dl. Penyakit yang akan ditimbulkan oleh penyakit gula darah ini adalah gangguan penglihatan mata, katarak, penyakit jantung, sakit ginjal, impotensi seksual, luka sulit sembuh dan membusuk / gangren, infeksi paru-paru, gangguan pembuluh darah, stroke dan sebagainya. Tidak jarang bagi penderita yang parah bisa amputasi anggota tubuh karena pembusukan. Oleh sebab itu sangat dianjurkan melakukan perawatan yang serius bagi penderita serta melaksanakan / menjalani gaya hidup yang sehat dan baik bagi yang masih sehat maupun yang sudah sakit. Terdapat dua tipe diabetes mellitus, DM tipe 1 adalah di mana tubuh kekurangan hormon insulin atau istilahnya Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM) dan DM tipe 2 di mana hormon insulin dalam tubuh tidak dapat berfungsi dengan semestinya atau istilahnya Non-Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM). Diabetes bukan 100% penyakit turunan. Diabetes melistus bisa disebakan riwayat keturunan maupun disebabkan oleh gaya hidup yang buruk. Setiap orang bisa terkena penyakit kencing manis baik tua maupun muda. Resiko terkena diabetes dapat dikurangi dengan mengatur pola makan yang sehat, rajin olahraga, tidur yang cukup, menghindari rokok mirasantika dan lain sebagainya. Bagi anda yang sudah terkena diabetes sebaiknya berolahraga setiap pagi, makan makanan yang bergizi rendah karbohidrat dan lemak namun tinggi protein, vitamin dan mineral. Perbanyak makan sayuran dan makanan berserat tinggi lainnya. Rajin-rajin memeriksakan kandungan gula darah anda dan menginjeksi insulin ke

30

Laporan Skenario A Blok 7 2014 Kelompok B4

dalam tubuh dan minum obat jika diperlukan sesuai petunjuk dokter secara teratur. Dengan begitu anda dapat menghindar dari resiko efek yang lebih parah.

1. Pengertian Insulin Insulin merupakan sejenis hormon peptida yang dihasilkan oleh sel beta dari Langerhans pankreas. Sel beta adalah sejenis sel yang terdapat dalam kelompok sel yang digelar membentuk pepulau (islet of) Langerhans dalam pankreas (Indah: 2004, Wilcox:2005).

Insulin memiliki struktur dipeptide yang tersusun atas dua rantai asam amino yang dihubungkan oleh jembatan disulfide. Jembatan tersebut menghubungkan struktur helix terminal N-C dari rantai asam amino yang satu (A) dengan struktur sentral helix rantai asam amino lainnya (B). Insulin memiliki 51 asam amino dengan berat molekul 5802. Rantai A memiliki 21 asam amino dan selebihnya dimiliki oleh rantai B (Wilcox, 2005). Fungsi utama insulin ialah pengawalan keseimbangan tahap glukosa dalam darah dan bertindak meningkatkan pengambilan glukosa oleh sel badan. Kegagalan badan untuk menghasilkan insulin akan menyebabkan glukosa tidak dapat masuk ke dalam dan digunakan oleh sel-sel tubuh. Peningkatan glukosa dalam darah akan menyebabkan penyakit kencing manis yang dikenal sebagai diabetes melitus (Indah, 2004). Insulin menstimulasi pemasukan asam amino kedalam sel dan kemudian meningkatkan sintesa protein. Insulin meningkatkan penyimpanan lemak dan mencegah penggunaan lemak sebagai bahan energi. Insulin menstimulasi pemasukan glukosa ke dalam sel untuk digunakan sebagai sumber energi dan membantu penyimpanan glikogen di dalam sel otot dan hati. Insulin endogen adalah insulin yang dihasilkan oleh pankreas, sedang insulin eksogen adalah insulin yang disuntikan dan merupakan produk farmasi.

31

Laporan Skenario A Blok 7 2014 Kelompok B4

Indikasi terapi dengan insulin :

Semua penyandang DM tipe I memerlukan insulin eksogen karena produksi insulin oleh sel beta tidak ada atau hampir tidak ada.

Penyandang DM tipe II tertentu mungkin membutuhkan insulin bila terapi jenis lain tidak dapat mengendalikan kadar glukosa darah.

Keadaan stress berat, seperti pada infeksi berat, tindakan pembedahan, infark miokard akut atau stroke.

DM gestasional dan penyandang DM yang hamil membutuhkan insulin bila diet saja tidak dapat mengendalikan kadar glukosa darah.

Ketoasidosis diabetik. Hiperglikemik hiperosmolar non ketotik. Penyandang DM yang mendapat nutrisi parenteral atau yang memerlukan suplemen tinggi kalori, untuk memenuhi kebutuhan energi yang meningkat, secara bertahap akan memerlukan insulin eksogen untuk mempertahankan kadar glukosa darah mendekati normal selama periode resistensi insulin atau ketika terjadi peningkatan kebutuhan insulin.

Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat. Kontra indikasi atau alergi terhadap obat hipoglikemi oral.

2. Aksi Insulin Insulin mempunyai fungsi penting pada berbagai proses metabolisme dalam tubuh terutama metabolisme karbohidrat. Hormon ini sangat krusial perannya dalam proses utilisasi glukosa oleh hampir seluruh jaringan tubuh, terutama pada otot, lemak, dan hepar.

Pada jaringan perifer seperti jaringan otot dan lemak, insulin berikatan dengan sejenis reseptor (insulin receptor substrate = IRS) yang terdapat pada membran sel tersebut. Ikatan antara insulin dan reseptor akan menghasilkan semacam sinyal yang berguna bagi proses regulasi atau metabolisme glukosa didalam sel otot dan lemak, meskipun mekanisme kerja yang sesungguhnya belum begitu jelas. Setelah berikatan, transduksi sinyal berperan dalam meningkatkan kuantitas GLUT-4 (glucose transporter4) dan selanjutnya juga pada mendorong penempatannya pada membran sel. Proses sintesis dan translokasi GLUT-4 inilah yang bekerja memasukkan glukosa dari ekstra ke intrasel untuk selanjutnya mengalami metabolism (Gb. 3).

32

Laporan Skenario A Blok 7 2014 Kelompok B4

Untuk mendapatkan proses metabolisme glukosa normal, selain diperlukan mekanisme serta dinamika sekresi yang normal, dibutuhkan pula aksi insulin yang berlangsung normal. Rendahnya sensitivitas atau tingginya resistensi jaringan tubuh terhadap insulin merupakan salah satu faktor etiologi terjadinya diabetes, khususnya diabetes tipe 2. Baik atau buruknya regulasi glukosa darah tidak hanya berkaitan dengan metabolisme glukosa di jaringan perifer, tapi juga di jaringan hepar dimana GLUT-2 berfungsi sebagai kendaraan pengangkut glukosa melewati membrana sel kedalam sel. Dalam hal inilah jaringan hepar ikut berperan dalam mengatur homeostasis glukosa tubuh. Peninggian kadar glukosa darah puasa, lebih ditentukan oleh peningkatan produksi glukosa secara endogen yang berasal dari proses glukoneogenesis dan glikogenolisis di jaringan hepar. Kedua proses ini berlangsung secara normal pada orang sehat karena dikontrol oleh hormon insulin. Manakala jaringan ( hepar ) resisten terhadap insulin, maka efek inhibisi hormon tersebut terhadap mekanisme produksi glukosa endogen secara berlebihan menjadi tidak lagi optimal. Semakin tinggi tingkat resistensi insulin, semakin rendah kemampuan inhibisinya terhadap proses glikogenolisis dan

glukoneogenesis, dan semakin tinggi tingkat produksi glukosa dari hepar.

3. Reseptor insulin Reseptor adalah molekul pengenal spesifik dari sel tempat hormon berikatan sebelum memulai efek biologisnya. Reseptor dapat ditemukan pada permukaan (membran

plasma) ataupun intraseluler. Interaksi hormon dengan reseptor permukaan sel akan memberikan sinyal pembentukan senyawa. Reseptor insulin berupa heterotetramer (22) yang mana terikat lewat ikatan disulfida yang multipel (Indah, 2004). Djoko, dkk (2010) menambahkan bahwa reseptor insulin merupakan reseptor tirosin kinase. Reseptor insulin memediasi aktivitasnya dengan memfosforilasi tirosin pada protein di dalam sel. Protein substrat yang difosforilasi oleh reseptor insulin termasuk protein yang disebut IRS-1 atau Insulin Receptor Substrate 1. Terfosforilasinya ikatan IRS-1 akan meningkatkan afinitas molekul transporter glukosa di membran luar jaringan yang responsif terhadap insulin seperti sel otot dan jaringan lemak, sehingga meningkatkan masuknya glukosa ke dalam sel. Reseptor insulin dikode oleh gen yang disebut gen IRS 1. Gen IRS 1 ini terletak pada kromosom 2q3536.1 yang terdiri 2 ekson yang mengandung 64.538 basa. Kodon 927 terletak pada ekson 1. Molekul protein IRS 1 terdiri atas 1.242 residu asam amino dengan berat molekul 131.592 kDa. Fungsi gen tersebut adalah menyandi sintesis protein IRS 1
33 Laporan Skenario A Blok 7 2014 Kelompok B4

yang diekspresikan secara luas pada jaringan yang peka insulin, yaitu otot skelet, hepar, jaringan adiposa, dan sel beta pankreas (Djoko, dkk:2010).

4. Biosintesis Insulin Sintesis insulin dimulai dalam bentuk preproinsulin (precursor hormon insulin) pada retikulum endoplasma kasar oleh sel beta. Dengan bantuan enzim peptidase, preproinsulin mengalami pemecahan sehingga terbentuk proinsulin, yang kemudian dihimpun dalam gelembung-gelembung (secretory vesicles) dalam sel tersebut. Di sini, dengan bantuan enzim peptidase, proinsulin diurai menjadi insulin dan peptida-C (Cpeptide) yang keduanya sudah siap untuk disekresikan secara bersamaan melalui membran sel (Manaf:2006).

5. Sekresi insulin Sekresi insulin adalah proses yang membutuhkan energi dan melibatkan sistem mikrotubulus mikrofilamen dalam sel pulau Langerhans. Sejumlah perantara (mediator) terlibat dalam proses pelepasan insulin. Insulin disekresikan dalam sel normal sebagai reaksi terhadap stimulus glukosa dengan mode bifasik dengan lonjakan dini (fase awal) yang diikuti dengan peningkatan sekresi insulin secara progresif (fase kedua) sepanjang ada stimulus hiperglikemik. Setelah adanya rangsangan oleh molekul glukosa. Tahap pertama sekresi insulin adalah proses glukosa (masuk ke dalam sel) melewati membran sel. Glukosa masuk ke dalam sel secara difusi dengan bantuan GLUT-2 glucose transporter. Glucose transporter adalah senyawa asam amino yang terdapat di dalam berbagai sel yang berperan dalam proses metabolisme glukosa yang berfungsi sebagai kendaraan pengangkut glukosa masuk dari luar kedalam sel jaringan tubuh. Kemudian intraseluler glukosa dimetabolisme (glikolisis dan fosforilasi) membentuk ATP. Molekul ATP yang terbentuk, dibutuhkan untuk tahap selanjutnya yakni proses mengaktifkan penutupan K channel pada membran sel. Pembentukan ATP yang telah berlangsung akan mengakibatkan terjadinya peningkatan rasio ATP/ADP dan kadar glukosa intraseluler yang tinggi menyebabkan depolarisasi membran sel serta menginduksi penutupan KATP channel pada permukaan sel. Kemudian diikuti oleh tahap pembukaan Cell-surface voltage dependent Calsium channels (Ca channel). Keadaan inilah yang memungkinkan masuknya ion Ca ke dalam sel sehingga menyebabkan peningkatan kadar ion Ca intrasel dan memicu exocytosis insulin. Selanjutnya molekul insulin masuk ke dalam sirkulasi darah terikat dengan
34 Laporan Skenario A Blok 7 2014 Kelompok B4

reseptor. Ikatan insulin dan reseptornya membutuhkan GLUT-4 glucose transporter untuk dapat masuk ke dalam sel otot danjaringan lemak, serta uptake glukosa dengan efisien, yang akhirnya menurunkan kadar glukosa dalam plasma (Manaf:2006). Berikut beberapa faktor yang memengaruhi sekresi insulin. a. Glukosa Peningkatan konsentrasi glukosa dalam plasma merupakan faktor fisiologik paling penting yang mengatur sekresi insulin. Konsentrasi ambang bagi sekresi tersebut adalah kadar glukosa puasa plasma (80-100 mg/dl) dan respon maksimal diperoleh pada kadar glukosa yang berkisar dari 300 hingga 500 mg/dl. Dua buah mekanisme yang berbeda pernah dikemukakan untuk menjelaskan bagaimana glukosa mengatur sekresi insulin. Salah satu hipotesis mengatakan bahwa pengikatan glukosa dengan reseptor yang kemungkinan terletak pada membran sel akan mengaktifkan mekanisme pelepasan. Hipotesis kedua mengemukakan bahwa metabolit intrasel atau kecepatan aliran metabolit lewat suatu lintasan seperti jalan pintas pentosa fosfat, siklus asam sitrat atau pun lintasan glikolisis turut terlibat. Ada bukti lewat eksperimen yang mendukung kedua posisi. b. Faktor hormonal Sejumlah hormon mempengaruhi pelepasan insulin. Preparat agonis adrenergik, khususnya epinefrin menghambat pelepasan insulin, bahkan setelah proses pelepasan ini dirangsang oleh glukosa. Preparat agonis adrenergik

merangsang pelepasan insulin, yang mungkin dengan cara meningkatkan cAMP intrasel. Pajanan yang terus menerus dengan hormon pertumbuhan, kortisol, laktogen plasenta, estrogen dan progestin dalam jumlah yang berlebihan juga akan meningkatkan sekresi insulin. Karena itu, sekresi insulin meningkat jelas selama trimester terakhir kehamilan.

35

Laporan Skenario A Blok 7 2014 Kelompok B4

c.

Preparat farmakologi Banyak obat merangsang sekresi insulin, tetapi senyawa sulfonilurea digunakan paling sering untuk pengobatan pada manusia.

6. Mekanisme Kerja Insulin Insulin berperan penting dalam pengendalian metabolisme. Insulin yang disekresikan oleh sel pankreas akan langsung diinfusikan ke dalam hati melalui vena portal, yang kemudian akan didistribusikan ke seluruh tubuh melalui peredaran darah. Efek kerja insulin yaitu membantu transpor glukosa dari darah ke dalam sel. Akibatnya, glukosa darah akan meningkat dan kebutuhan energi sel tubuh akan terpenuhi. Warta Medika (2008) memaparkan bahwa saat dan setelah makan, karbohidrat yang kita konsumsi akan segera dipecah menjadi gula dan masuk aliran darah dalam bentuk glukosa. Glukosa adalah senyawa siap pakai untuk menghasilkan energi. Ketika keadaan normal, tingginya kadar glukosa setelah makan akan direspon oleh kelenjar pankreas dengan memproduksi hormon insulin. Adanya insulin, glukosa akan segera masuk ke dalam sel Selain itu, dengan bantuan insulin, kadar glukosa yang lebih dari kebutuhan akan disimpan di dalam hati (liver) dalam bentuk glikogen. Jika kadar glukosa darah turun, misalnya saat puasa atau di antara dua waktu makan, glikogen akan dipecah kembali menjadi glukosa untuk memenuhi kebutuhan energi. Di samping itu, insulin juga memiliki pengaruh terhadap metabolisme, baik metabolisme karbohidrat, lipid, maupun protein, serta mineral. Insulin akan

meningkatkan lipolisis, serta meningkatkan transpor asam amino masuk ke dalam sel. insulin juga berperan dalam modulasi transkripsi, sintesis DNA, dan replikasi.

36

Laporan Skenario A Blok 7 2014 Kelompok B4

Berdasarkan lama kerjanya, insulin dibagi menjadi 4 macam, yaitu: 1. Insulin kerja singkat Yang termasuk di sini adalah insulin regular (Crystal Zinc Insulin / CZI ). Saat ini dikenal 2 macam insulin CZI, yaitu dalam bentuk asam dan netral. Preparat yang ada antara lain : Actrapid, Velosulin, Semilente. Insulin jenis ini diberikan 30 menit sebelum makan, mencapai puncak setelah 1 3 Jam dan efeknya dapat bertahan samapai 8 jam. 2. Insulin kerja menengah Yang dipakai saat ini adalah Netral Protamine Hegedorn ( NPH ),Monotard, Insulatard. Jenis ini awal kerjanya adalah 1.5 2.5 jam. Puncaknya tercapai dalam 4 15 jam dan efeknya dapat bertahan sampai dengan 24 jam. 3. Insulin kerja panjang Merupakan campuran dari insulin dan protamine, diabsorsi dengan lambat dari tempat penyuntikan sehingga efek yang dirasakan cukup lam, yaitu sekitar 24 36 jam. Preparat: Protamine Zinc Insulin ( PZI ), Ultratard 4. Insulin infasik (campuran) Merupakan kombinasi insulin jenis singkat dan menengah. Preparatnya: Mixtard 30 / 40. Pemberian insulin secara sliding scale dimaksudkan agar pemberiannya lebih efisien dan tepat karena didasarkan pada kadar gula darah pasien pada waktu itu. Gula darah diperiksa setiap 6 jam sekali. Dosis pemberian insulin tergantung pada kadar gula darah, yaitu :

Gula darah < 60 mg % = 0 unit Gula darah < 200 mg % = 5 8 unit Gula darah 200 250 mg% = 10 12 unit Gula darah 250 - 300 mg% = 15 16 unit Gula darah 300 350 mg% = 20 unit Gula darah > 350 mg% = 20 24 unit

Efek metabolik terapi insulin:



37

Menurunkan kadar gula darah puasa dan post puasa. Supresi produksi glukosa oleh hati. Stimulasi utilisasi glukosa perifer. Oksidasi glukosa / penyimpanan di otot. Perbaiki komposisi lipoprotein abnormal.
Laporan Skenario A Blok 7 2014 Kelompok B4

Mengurangi glucose toxicity. Perbaiki kemampuan sekresi endogen. Mengurangi Glicosilated end product.

Cara pemberian insulin : 1. Insulin kerja singkat :


IV, IM, SC Infus ( AA / Glukosa / elektrolit ) Jangan bersama darah ( mengandung enzim merusak insulin )

2. Insulin kerja menengah / panjang :

Jangan IV karena bahaya emboli. Saat ini juga tersedia insulin campuran (premixed) kerja cepat dan kerja menengah.

Cara penyuntikan insulin : Insulin umumnya diberikan dengan suntikan dibawah kulit (subkutan). Pada keadaan khusus diberikan intramuskular atau intravena secara bolus atau drip. Insulin dapat diberikan tunggal (satu macam insulin kerja cepat, kerja menengah atau kerja panjang) tetapi juga dapat diberikan kombinasi insulin kerja cepat dan kerja menengah, sesuai dengan respons individu terhadap insulin, yang dinilai dari hasil pemeriksaan kadar glukosa darah harian. Lokasi penyuntikan juga harus diperhatikan benar, demikian pula mengenai rotasi tempat suntik. Apabila diperlukan, sejauh sterilitas penyimpanan terjamin, semprit insulin dan jarumnya dapat dipakai lebih dari satu kali oleh pasien yang sama. Harus diperhatikan kesesuaian kosentrasi insulin (U40, U100) dengan semprit yang dipakai. Dianjurkan dipakai konsentrasi yang tetap. Penyerapan paling cepat terjadi di daerah abdomen yang kemudian diikuti oleh daerah lengan, paha bagian atas bokong. Bila disuntikan secara intramuskular dalam maka penyerapan akan terjadi lebih cepat dan masa kerja akan lebih singkat. Kegiatan jasmani yang dilakukan segera setelah penyuntikan akan mempercepat onset kerja dan juga mempersingkat masa kerja. Indikasi pemberiaan insulin pada pasien DM lanjut usia seperti pada non lanjut usia, uyaitu adanya kegagalan terapi ADO, ketoasidosis, koma hiperosmolar, adanya infeksi ( stress ) dll. Dianjurkan memakai insulin kerja menengah yang dicampur dengan kerja insulin kerja cepat, dapat diberikan satu atau dua kali sehari.

38

Laporan Skenario A Blok 7 2014 Kelompok B4

Kesulitan pemberiaan insulin pada pasien lanjut usia ialah karena pasien tidak mau menyuntik sendiri karena persoalnnya pada matanya, tremor, atau keadaan fisik yang terganggu serta adanya demensia. Dalam keadaan seperti ini tentulah sangat diperlukan bantuan dari keluarganya.

Efek samping penggunaan insulin :


Hipoglikemia Lipoatrofi Lipohipertrofi Alergi sistemik atau lokal Resistensi insulin Edema insulin Sepsis

Hipoglikemia merupakan komplikasi yang paling berbahaya dan dapat terjadi bila terdapat ketidaksesuaian antara diet, kegiatan jasmani dan jumlah insulin. Pada 25-75% pasien yang diberikan insulin konvensional dapat terjadi Lipoatrofi yaitu terjadi lekukan di bawah kulit tempat suntikan akibat atrofi jaringan lemak. Hal ini diduga disebabkan oleh reaksi imun dan lebih sering terjadi pada wanita muda terutama terjadi di negara yang memakai insulin tidak begitu murni. Lipohipertrofi yaitu pengumpulan jaringan lemak subkutan di tempat suntikan akibat lipogenik insulin. Lebih banyak ditemukan di negara yang memakai insulin murni. Regresi terjadi bila insulin tidak lagi disuntikkan di tempat tersebut. Reaksi alergi lokal terjadi 10x lebih sering daripada reaksi sistemik terutama pada penggunaan sediaan yang kurang murni. Reaksi lokal berupa eritem dan indurasi di tempat suntikan yang terjadi dalam beberpa menit atau jam dan berlagsung. Selama beberapa hari. Reaksi ini biasanya terjadi beberapa minggu sesudah pengobatan insulin dimulai. Inflamasi lokal atau infeksi mudah terjadi bila pembersihan kulit kurang baik, penggunaan antiseptiK yang menimbulkan sensitisasi atau terjadinya suntikan intrakutan, reaksi ini akan hilang secara spontan. Reaksi umum dapat berupa urtikaria, erupsi kulit, angioudem, gangguan gastrointestinal, gangguan pernapasan dan yang sangat jarang ialah hipotensi dan shock yang diakhiri kematian. Beberapa hormon melawan efek hipoglikemia insulin misalnya hormon pertumbuhan, kortikosteroid, glukokortikoid, tiroid, estrogen
39 Laporan Skenario A Blok 7 2014 Kelompok B4

, progestin, dan glukagon. Adrenalin menghambat sekresi insulin dan merangsang glikogenolisis. Peningkatan hormon-hormon ini perlu diperhitungkan dalam pengobatan insulin. Guanetidin menurunkan gula darah dan dosis insulin perlu disesuaikan bila obat ini ditambahkan / dihilangkan dalam pengobatan. Beberapa antibiotik (misalnya kloramfenikol, tetrasiklin), salisilat dan fenilbutason meningkatkan kadar insulin dalam plasma dan mungkin memperlihatkan efek hipoglikemik. Hipoglikemia cenderung terjadi pada penderita yang mendapat penghambat adrenoseptor , obat ini juga mengaburkan takikardi akibat hipoglikemia. Potensiasi efek hipoglikemik insulin terjadi dengan penghambat MAO, steroid anabolik dan fenfluramin. Menyuntik insulin terus-menerus di satu tempat yang sama bisa memberi dampak negatif. Terutama bagi pasien diabetes melitus tipe 1 yang harus menyuntikkan insulin harus berhati-hati saat menyuntikkan insulin. Seorang pasien laki-laki berusia 55 tahun yang tidak disebutkan namanya ini berasal dari Johannesburg, Afrika Selatan. Ia datang ke dokter beberapa waktu yang lalu dengan kondisi perut membengkak di 2 tempat hingga membentuk belahan besar mirip pantat. Ini gara-gara ia menyuntikkan hormon insulin di tempat yang sama setiap hari selama 30 tahun. Belahan yang menggantung persis di bawah pusar itu merupakan jaringan lemak yang membengkak dan sering dialami oleh para pengidap diabetes

7. Defisiensi Insulin Jika jumlah insulin dalam tubuh seseorang sedikit, sel-sel tubuh akan kekurangan bahan sumber energi sehingga tidak dapat memproduksi energi sebagaimana seharusnya. Berikut beberapa kelainan yang dapat terjadi jika seseorang kekurangan insulin. 1. Kelainan pada pankreas sehingga insulin tidak dapat diproduksi. Keadaan ini disebut penyakit diabetes tipe 1. 2. Pankreas tetap dapat menghasilkan insulin, tetapi jumlahnya tidak memadai, atau jumlah produksi insulin masih normal, tetapi sel tubuh tidak dapat

menggunakannya (resisten). Keadaan terakhir ini disebut diabetes tipe 2 (Warta Medika, 2008). Diabetes tipe 1 maupun tipe 2, sama-sama mengakibatkan meningkatnya kadar glukosa dalam darah. Jika keadaan ini berlangsung lama dan tidak diobati, akan timbul berbagai komplikasi seperti kebutaan, kerusakan saraf, kerusakan ginjal, dan luka yang tidak kunjung sembuh. Penderita diabetes tipe 1 biasanya mutlak membutuhkan insulin.
40 Laporan Skenario A Blok 7 2014 Kelompok B4

Berbeda halnya dengan diabetes tipe 2. Insulin baru diberikan jika obat-obatan antidiabetes sudah tidak mempan lagi (Warta Medika, 2008). Seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, insulin dapat diperoleh dari luar tubuh dan diproduksi secara massal melalui rekayasa genetika. Pada tahun 1978, para ilmuwan dari Genetch dan Duerte California Medical Center berhasil melakukan kloning gen untuk insulin manusia. Dua tahun berikutnya, para peneliti berhasil memasukkan gen manusia, yaitu gen pengkode produksi protein interferon ke dalam bakteri. Tahun 1982, US FDA menyetujui obat pertama hasil rekayasa genetika yaitu insulin yang diproduksi oleh bakteri.

3. HOMEOSTASIS GLUKOSA
Definisi Glukosa Glukosa, suatu gula monosakarida, adalah salah satu karbohidrat terpenting yang digunakan sebagai sumber tenaga utama dalam tubuh. Glukosa merupakan prekursor untuk sintesis semua karbohidrat lain di dalam tubuh seperti glikogen, ribose dan deoxiribose dalam asam nukleat, galaktosa dalam laktosa susu, dalam glikolipid, dan dalam glikoprotein dan proteoglikan (Murray R. K. et al., 2003).

Kadar glukosa darah Kadar glukosa darah adalah istilah yang mengacu kepada tingkat glukosa di dalam darah. Konsentrasi gula darah, atau tingkat glukosa serum, diatur dengan ketat di dalam tubuh. Umumnya tingkat gula darah bertahan pada batas-batas yang sempit sepanjang hari (70150mg/dl). Tingkat ini meningkat setelah makan dan biasanya berada pada level terendah pada pagi hari, sebelum orang makan (Henrikson J. E. et al., 2009). Ada beberapa tipe pemeriksaan glukosa darah. Pemeriksaan gula darah puasa mengukur kadar glukosa darah selepas tidak makan setidaknya 8 jam. Pemeriksaan gula darah postprandial 2 jam mengukur kadar glukosa darah tepat selepas 2 jam makan. Pemeriksaan gula darah ad random mengukur kadar glukosa darah tanpa mengambil kira waktu makan terakhir (Henrikson J. E. et al., 2009).

Pencernaan karbohidrat Setelah makanan dikonsumsi, komponen makanan akan dicerna oleh serangkaian enzim di dalam tubuh. Karbohidrat dicerna oleh -amilase di dalam air liur dan -amilase yang dihasilkan oleh pankreas yang bekerja di usus halus. Disakarida diuraikan menjadi
41 Laporan Skenario A Blok 7 2014 Kelompok B4

monosakarida. Sukrase mengubah sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa,laktase mengubah laktosa menjadi glukosa dan galaktosa. Sel epitel usus akan menyerap monosakarida,glukosa, dan fruktosa bebas dan dilepaskan dalam vena porta hepatika (Champe P. C. et al., 2005).

Metabolisme glukosa Semua sel dengan tiada hentinya mendapat glukosa ; tubuh mempertahankan kadar glukosa dalam darah yang konstan, yaitu sekitar 80-100 mg/dl bagi dewasa dan 80-90 mg/dl bagi anak, walaupun pasokan makanan dan kebutuhan jaringan berubah-ubah sewaktu kita tidur, makan, dan bekerja (Cranmer H. et al.,2009). Proses ini disebut homeostasis glukosa. Kadar glukosa yang rendah, yaitu hipoglikemia dicegah dengan pelepasan glukosa dari simpanan glikogen hati yang besar melalui jalur glikogenolisis dan sintesis glukosa dari laktat, gliserol, dan asam amino di hati melalui jalur glukonoegenesis dan melalui pelepasan asam lemak dari simpanan jaringan adiposa apabila pasokan glukosa tidak mencukupi. Kadar glukosa darah yang tinggi yaitu hiperglikemia dicegah oleh perubahan glukosa menjadi glikogen dan perubahan glukosa menjadi triasilgliserol di jaringan adiposa. Keseimbangan antarjaringan dalam menggunakan dan menyimpan glukosa selama puasa dan makan terutama dilakukan melalui kerja hormon homeostasis metabolik yaitu insulin dan glukagon ( Ferry R. J., 2008).

Metabolisme glukosa di hati Jaringan pertama yang dilewati melalui vena hepatika adalah hati.Di dalam hati, glukosa dioksidasi dalam jalur-jalur yang menghasilkan ATP untuk memenuhi kebutuhan energi segera sel-sel hati dan sisanya diubah menjadi glikogen dan triasilgliserol. Insulin meningkatkan penyerapan dan penggunaan glukosa sebagai bahan bakar, dan

penyimpanannya sebagai glikogen serta triasilgliserol. Simpanan glikogen dalam hati bisa mencapai maksimum sekitar 200-300 g setelah makan makanan yang mengandung karbohidrat.Sewaktu simpanan glikogen mulai penuh, glukosa akan mulai diubah oleh hati menjadi triasilgliserol (Marks D. B. et al., 2000).

Metabolisme glukosa di jaringan lain Glukosa dari usus, yang tidak dimobilisis oleh hati, akan mengalir dalam darah menuju ke jaringan perifer. Glukosa akan dioksidasi menjadi karbon dioksida dan air. Banyak jaringan misalnya otot menyimpan glukosa dalam jumlah kecil dalam bentuk glikogen (Raghavan V. A. et al., 2009).

42

Laporan Skenario A Blok 7 2014 Kelompok B4

Metabolisme glukosa di otak dan jaringan saraf Otak dan jaringan saraf sangat bergantung kepada glukosa untuk memenuhi kebutuhan energi. Jaringan saraf mengoksidasi glukosa menjadi karbon dioksida dan air sehingga dihasilkan ATP. Apabila glukosa turun di ambang di bawah normal, kepala akan merasa pusing dan kepala terasa ringan. Pada keadaan normal, otak dan susunan saraf memerlukan sekitar 150 g glukosa setiap hari (Aswani V., 2010).

Metabolisme glukosa di sel darah merah Sel darah merah hanya dapat menggunakan glukosa sebagai bahan bakar. Ini kerana sel darah merah tidak memiliki mitokondria, tempat berlangsungnya sebagian besar reaksi oksidasi bahan seperti asam lemak dan bahan bakar lain. Sel darah merah memperoleh energi melalui proses glikolisis yaitu pengubahan glukosa menjadi piruvat. Piruvat akan dibebaskan ke dalam darah secara langsung atau diubah menjadi laktat kemudian dilepaskan. Sel darah merah tidak dapat bertahan hidup tanpa glukosa. Tanpa sel darah merah, sebagian besar jaringan tubuh akan menderita kekurangan energi karena jaringan memerlukan oksigen agar dapat sempurna mengubah bahan bakar menjadi CO2 dan H2O (Aswani V., 2010).

Metabolisme glukosa di otot Otot rangka yang sedang bekerja menggunakan glukosa dari darah atau dari simpanan glikogennya sendiri, untuk diubah menjadi laktat melalui glikosis atau menjadi CO2 dan H2O. Setelah makan, glukosa digunakan oleh otot untuk memulihkan simpanan glikogen yang berkurang selama otot bekerja melalui proses yang dirangsang oleh insulin. Otot yang sedang bekerja juga menggunakan bahan bakar lain dari darah, misalnya asam-asam lemak (Raghavan V. A. et al., 2009).

Metabolisme glukosa di jaringan adiposa Insulin merangsang penyaluran glukosa ke dalam sel-sel adiposa. Glukosa dioksidasi menjadi energi oleh adiposit. Selain itu, glukosa digunakan sebagai sumber untuk membentuk gugus gliserol pada triasilgliserol yang disimpan di jaringan adiposa (Bell D. S., 2001).

Glikogen Pembentukan glikogen Sintesis glikogen berawal dengan fosforilasi glukosa menjadi glukosa 6-fosfat oleh heksokinase atau, di hati, glukokinase. Glukosa 6-fosfat diubah menjadi glukosa 1-fosfat oleh fosfoglukomutase, suatu reaksi yang reversibel. Sintesis glikogen memerlukan pembentukan
43 Laporan Skenario A Blok 7 2014 Kelompok B4

ikatan -1,4glikosidat untuk menyatukan residu-residu glikosil dalam suatu rantai yang panjang. Sebagian besar sintesis glikogen berlangsung melalui pemanjangan rantai polisakarida molekul glikogen yang sudah ada di mana ujung pereduksi glikogen melekat ke protein glikogenin (Raghavan V. A. et al., 2009). Ditambahkan residu glukosil dari UDP-glukosa ke ujung nonpereduksi pada rantai oleh glikogen sintase untuk memperpanjang rantai glikogen. Karbon anomerik masing-masing residu glukosil diikatkan ke hidroksil pada karbon 4 residu glukosil terminal melalui ikatan 1,4. Setelah panjang rantai mencapai 11 residu, potongan yang terdiri dari 6-8 residu yang diputuskan oleh amino-4: 6-transferase dan dilekatkan kembali ke sebuah unit glukosil melalui ikatan -1,6 (Marks D. B. et al., 2000). Kedua rantai terus memanjang sampai cukup panjang untuk menghasilkan dua cabang baru. Proses ini berlanjut sehingga dihasilkan molekul yang bercabang lebat. Glikogen sintase melepaskan residu glukosil dalam ikatan 1, 4, merupakan pengatur langkah dalam jalur ini. Sintesis molekul primer glikogen baru juga terjadi. Glikogenin, protein tempat melekatnya glikogen, melakukan glikolisasi diri sendiri ( autoglikolisasi) dengan melepaskan sebuah residu glukosil ke OH pada residu serin. Penambahan glukosil dilanjut sampai rantai glukosil cukup panjang untuk berfungsi sebagai substrat untuk glikogen sintase (Marks D. B. et al., 2000).

Penguraian glikogen Glikogen diuraikan oleh dua enzim, glikogen fosforilase dan enzim pemutus cabang. Enzim glikogen fosforilase mulai bekerja di ujung rantai dan secara berturut-turut memutuskan residu glukosil dengan menambahkan fosfat ke ikatan glikosidat terminal, sehingga terjadi pelepasan glukosa 1-fosfat. Enzim pemutus cabang mengkatalis pengeluaran 4 residu yang terletak paling dekat dengan titik cabang kerana rantai cabang. Enzim pemutus cabang memiliki dua aktivitas katalitik yaitu bekerja sebagai 4:4 transferase dan 1:6 glukosidase. Sebagai 4:4 transferase, mula-mula mengeluarkan sebuah unit yang mengandung 3 residu glukosa, dan menambahkan ke ujung rantai yang lebih panjang melaui ikatan -1,4. Satu residu glukosil yang tersisa di cabang 1,6 dihidrolisis amilo 1,6-glukosidase dari enzim pemutus cabang, yang menghasilkan glukosa bebas. Dengan demikian, terjadi pembebasan satu glukosa dan sekitar 7-9 residu glukosa 1-fosfat untuk setiap titik cabang (Aswani V., 2010). Pengaturan sintesis glikogen di jaringan yang berbeda bersesuaian dengan fungsi glikogen di masing-masing jaringan. Glikogen hati berfungsi terutama sebagai penyokong glukosa darah dalam keadaan puasa atau saat kebutuhan sangat meningkat. Jalur penguraian
44 Laporan Skenario A Blok 7 2014 Kelompok B4

serta sintesis glikogen diatur oleh perubahan rasio insulin/glikogen, kadar glukosa darah, epnefrin sebagai respon terhadap olahraga, hipoglikemia, situasi stres, dan apabila terjadi peningkatan kebutuhan yang segera akan glukosa darah (Aswani V., 2010).

Metabolisme glikogen hati Glikogen hati disintesis apabila makan makanan mengandung karbohidrat saat kadar glukosa meningkat, dan diuraikan saat kadar glukosa darah menurun. Sewaktu makan makanan mengandung karbohidrat, kadar glukosa darah segera meningkat, kadar insulin meningkat, dan kadar glukagon menurun. Ini menghambat penguraian glikogen dan merangsang sintesis glikogen. Simpanan segera glukosa darah sebagai glikogen membantu membawa kadar glukosa darah ke rentang normal bagi anak 80-90 mg/dl dan normal dewasa 80-100mg/dl (Murray R. K. et al., 2003). Setelah senggang waktu tertentu, kadar insulin akan menurun dan kadar glukagon meningkat, glikogen hati dengan cepat diuraikan menjadi glukosa, kemudian dibebaskan ke dalam darah. Sebagian glikogen hati diuraikan beberapa jam setelah makan. Oleh karena itu, simpanan glikogen hati merupakan bentuk simpanan glukosa yang mengalami pembentukan dan penguraian dengan cepat dan responsif terhadap perubahan kadar glukosa darah yang kecil dan cepat (Bell D. S., 2001).

Glikolisis Glikolisis berlaku di hati menghasilkan piruvat untuk berfungsi sebagai prekursor untuk sintesis asam lemak serta sumber ATP. Pengaturan glikolisis berlangsung melalui kerja insulin dan glukagon. Glukokinase adalah enzim hati yang diinduksi oleh insulin yang berfungsi melakukan fosforilasi glukosa. Enzim ini paling aktif selepas makan, saat kadar glukosa di vena porta hepatis tinggi.Glikolisis diaktifkan oleh fruktosa 2,6-bifosfat yang meningkat ketika kadar insulin dalam darah meningkat dan kadar glukagon dalam darah menurun. Fruktosa 2,6-bifosfat dihasilkan dalam jaringan oleh enzim fosfofruktokinase2/fruktose 2,6-bifosfatase yaitu sejenis enzim bifungsional (King M. W., 2010). Setelah makan, rasio insulin/glukagon akan meninggi, enzim mengalami defosforilasi, aktivitas fosfofruktokinase meningkat, enzim ini mensintesis fruktosa 2,6 bifosfat dari fruktosa 6-fosfat dan ATP. Fosfofruktokinase-1 diaktifkan di mana enzim ini berfungsi meningkat kecepatan glikolisis. Pengaktifan fosforuktokinase -1 oleh fruktosa 2,6-bifosfat dan AMP bersifat sinergistik. Glikolisis menghasilkan karbon untuk sintesis asam lemak, juga menghasilkan ATP untuk menjalankan proses tersebut. Sewaktu rasio insulin/glukagon rendah, enzim mengalami fosforilasi oleh protein kinase A meningkatkan aktivitas fosfatase
45 Laporan Skenario A Blok 7 2014 Kelompok B4

dan menghambat aktivitas kinase enzim bifungsional ini, dan fruktosa 2,6 bifosfat diubah kembali menjadi fruktosa 6-fosfat dan turut menghasilkan fosfat inorganik (Pi) (King M. W., 2010). Glikolisis juga diatur oleh kerja insulin dan glukagon di langkah yang dikatalisis oleh piruvat kinase. Setelah makan makanan tinggi karbohidrat, kadar insulin yang tinggi dan kadar glukagon yang rendah menurunkan aktivitas protein kinase A dan merangsang fosfatase yang melakukan defosforilasi terhadap piruvat kinase. Defosforilasi menyebabkan piruvat kinase menjadi lebih aktif. Fungsi utama pengaturan ini adalah menghambat glikolisis selama puasa saat jalur yang sebaliknya, glukoneogenesis, diaktifkan (King M. W., 2010). Piruvat kinase juga diaktifkan oleh fruktosa 1,6-bifosfat. Mekanisme ini disebut feed forward, yaitu, produk langkah terdahulu melakukan feed forward dan mengaktifkan enzim yang mengkatalisis reaksi berikutnya. Inhibitor alosterik ATP dan alanin menurunkan aktivitas piruvat kinase, saat jalur glukoneogenesis diaktifkan (Marks D. B. et al., 2000).

Glukoneogenesis Proses sintesis glukosa dari prekursor bukan karbohidrat, yang terjadi terutama di hati pada keadaan puasa dinamakan glukoneogenesis. Pada keadaan kelaparan yang ekstrim, korteks ginjal juga dapat membentuk glukosa yang akan digunakan oleh medula ginjal dan sebagian glukosa akan masuk ke dalam aliran darah. Diawali dengan piruvat, sebagian besar langkah pada glukoneogenesis adalah hanya kebalikan dari reaksi pada glikolisis dan menggunakan enzim yang sama. Aliran karbon adalah dalam arah yang berlawanan (Murray R. K. et al., 2003). Terdapat tiga urutan reaksi pada glukoneogenesis yang berbeda dengan langkah padanan pada glikolisis. Ketiganya melibatkan perubahan piruvat menjadi fosfoenolpiruvat (PEP) dan reaksi yang mengeluarkan fosfat dari fruktosa 1,6-bifosfat untuk membentuk fruktosa 6-fosfat dan dari glukosa 6-fosfat untuk membentuk glukosa. Selama glukoneogenesis, serangkaian enzim mengkatalis perubahan piruvat menjadi fosfoenolpiruvat. Reaksi yang mengeluarkan fosfat dari fruktosa 1,6 bifosfat dan dari glukosa 6-fosfat masingmasing menggunakan enzim yang berbeda dengan enzim padanan pada glikolisis. Selama glukoneogenesis, fosfat dikeluarkan oleh fosfatase yang membebaskan Pi. Prekursor glukoneogenesis adalah asam amino, laktat, dan gliserol. Reaksi glukoneogenesis menghasilkan ATP (King M. W., 2010).

46

Laporan Skenario A Blok 7 2014 Kelompok B4

Transpor glukosa GLUT 1 berada di sel darah merah, pembuluh mikro otak (sawar darah-otak), ginjal, kolon, dan sel lain. GLUT 1 bersifat dapat membatasi transpor glukosa ke otak. GLUT 2 berada di sel hati, sel pankreas, permukaan basolateral usus halus bersifat kapasitas tinggi, afinitas, Km 15 mM atau lebih tinggi. GLUT 3 berada di neuron, plasenta, dan testis bersifat Km rendah sekitar 1mM. GLUT 4 berada di sel-sel lemak, otot rangka, jantung dan memperantarai ambilan glukosa yang dirangsang oleh insulin. GLUT 5 berada di usus halus, testis, sperma, ginjal, otot rangka, jaringan adiposa, dan otak. GLUT 5 bersifat transporter fruktosa (King M. W., 2010).

Transpor glukosa ke dalam jaringan Sifat protein transpor GLUT berbeda di antara jaringan-jaringan, yang mencerminkan fungsi metabolisme glukosa di masing-masing jaringan. Bentuk iso transporter yang ada memiliki Km yang relatif rendah untuk glukosa dan terdapat dalam konsentrasi yang relatif tinggi di membran sel sehingga konsentrasi glukosa intrasel mencerminkan konsentrasi dalam darah. Variasi kadar glukosa darah di jaringan (0,05-0,10M) tidak mempengaruhi kecepatan fosforilasi glukosa intrasel. Namun, di beberapa jaringan, kecepatan transpor menjadi penentu kecepatan sewaktu kadar glukosa serum rendah atau sewaktu kadar insulin yang rendah memberi sinyal bahawa tidak terdapat glukosa dari makanan (Marks D. B. et al., 2000). Di hati, Km untuk transporter glukosa relatif tinggi apabila dibandingkan dengan jaringan lain, yaitu sekitar 15mM atau lebih. Sifat transporter di hati terkait dengan sifat enzim di hati, glukokinase yang mengubah glukosa menjadi glukosa 6-fosfat. Sifat ini mendorong timbulnya fluks bersih glukosa ke dalam hati sewaktu konsentrasi glukosa darah meningkat setelah makan makanan tinggi karbohidrat dan efluks bersih glukosa keluar dari hati sewaktu konsentrasi glukosa menurun. Di jaringan otot dan adiposa, transpor glukosa sangat dirangsang oleh insulin. Mekanisme yang berperan adalah pengerahan transporter glukosa dari vesikel intrasel ke dalam membran plasma. Di jaringan adiposa, perangsangan transpor glukosa menembus membran plasma oleh insulin menyebabkan peningkatan ketersediaan glukosa untuk sintesis asam lemak dan gliserol melalui jalur glikolitik. Di otot rangka, perangsangan transpor glukosa oleh insulin meningkatkan ketersediaan glikolisis dan sintesis glikogen.(Murray R. K. et al., 2003).

47

Laporan Skenario A Blok 7 2014 Kelompok B4

Transpor glukosa melewati sawar darah-otak dan ke dalam neuron Respon hipoglikemik tercetus apabila terjadi penurunan konsentrasi glukosa darah sampai sekitar 18-54 mg/dl. Respon hipoglikemik terjadi akibat penurunan pasokan glukosa ke otak dan berawal dengan kepala terasa ringan dan pusing dan dapat berkembang menjadi koma. Kecepatan transpor glukosa melintasi sawar darah otak yang lambat pada kadar glukosa yang rendah diperkirakan merupakan penyebab timbulnya respon hipoglikemik. Transpor glukosa dari cairan serebrospinal menembus membran plasma neuron sangat cepat dan bukan merupakan penentu kecepatan pembentukan ATP dari glikolisis (Murray R. K. et al., 2003). Di otak, sel endotel kapiler memiliki taut yang amat erat (tight junction), dan glukosa harus berpindah dari darah ke dalam cairan serebrospinal ekstrasel melalui transporter di membran sel endotel, lalu menembus membran basal. Pengukuran proses keseluruhan transpor glukosa dari darah ke dalam sel neuron memperlihatkan Km sekitar 7-11 mM, dan kecepatan maksimum yang tidak lebih besar daripada kecepatan penggunaan glukosa oleh otak. Dengan demikian, penurunan kadar glukosa di bawah kadar puasa 80-90 mg/dl kemungkinan besar akan mempengaruhi kecepatan metabolisme glukosa yang berarti di otak (Marks D. B. et al.,2000).

Homeostasis metabolik Homeostasis metabolik adalah keseimbangan antara kebutuhan dan ketersediaan. Cara utama diperlukan oleh integrasi antarjaringan agar homeostasis metabolik dapat tercapai yaitu konsentrasi zat gizi atau metabolit dalam darah mempengaruhi kecepatan penggunaan dan penyimpanan zat-zat tersebut dalam jaringan yang berbeda. Diperlukan hormon membawa pesan untuk masing-masing jaringan mengenai status fisiologis tubuh dan pasokan atau kebutuhan gizi. Diperlukan juga sistem saraf pusat menggunakan sinyal saraf untuk mengontrol metabolisme jaringan, secara langsung atau melalui pelepasan hormon (Bell D. S., 2001 Peran khusus glukosa dalam homeostasis metabolik bergantung pada glikolisis untuk memenuhi semua atau sebagian kebutuhan akan energi dan secara terus-menerus memerlukan akses yang tidak terganggu terhadap glukosa atas dasar detik-ke-detik untuk memenuhi tingginya kecepatan penggunaan ATP. Pada orang dewasa diperlukan sekitar 150 g glukosa untuk otak dan sekitar 40 g glukosa untuk jaringan lain. Penurunan bermakna mencetuskan timbulnya gejala hipoglikemik, yang diperkirakan karena proses keseluruhan fluks glukosa melalui sawar darah-otak, ke dalam cairan interstisium, dan kemudian ke dalam sel neuron, telah berlangsung lambat (Marks D. B. et al.,2000).
48 Laporan Skenario A Blok 7 2014 Kelompok B4

Hormon utama pada homeostasis metabolik Hormon homeostasis metabolik berespons terhadap perubahan yang terjadi dalam asupan makanan dan status fisiologis dengan cara sedemikian sehingga ketersediaan bahan bakar dapat disesuaikan. Insulin dan glukagon secara terus-menerus berfluktuasi sebagai respon terhadap pola makan kita sehari-hari maka dianggap sebagai hormon yang utama dalam homeostasis metabolik di samping hormon-hormon tambahan lain seperti epinefrin, norepinefrin, dan kortisol. Homeostasis metabolik juga dipengaruhi oleh kadar metabolit yang beredar dalam darah dan sinyal neuron (Cranmer H. et al., 2009).

Insulin Insulin adalah hormon yang bersifat anabolik yang mendorong penyimpanan glukosa sebagai glikogen di hati dan otot, perubahan glukosa menjadi triasilgliserol di hati dan penyimpanannya di jaringan adiposa, serta penyerapan asam amino dan sintesis protein di otot rangka. Insulin meningkatkan sintesis albumin dan protein darah lainnya oleh hati dan meningkatkan penggunaan glukosa sebagai bahan bakar dengan merangsang transpor glukosa ke dalam otot dan jaringan adiposa. Insulin juga bekerja menghambat mobilisasi bahan bakar. Pelepasan insulin ditentukan terutama oleh kadar glukosa darah, terjadi dalam beberapa menit setelah pankreas terpajan oleh kadar glukosa yang tinggi. Ambang untuk pelepasan insulin adalah sekitar 80 mg/dl. Kadar tertinggi insulin terjadi sekitar 30-45 menit setelah makan makanan tinggi karbohidrat. Kadar insulin kembali ke tingkat basal seiring dengan penurunan kadar glukosa darah, sekitar 120 menit selepas makan ( Insulin disintesis oleh sel pada pankreas endokrin yang terdiri dari kelompok mikroskopis kelenjar kecil, atau pulau Langerhans, tersebar di seluruh pankreas eksokrin. Perangsangan insulin oleh glukosa menyebabkan eksositosis vesikel penyimpanan insulin, suatu proses yang bergantung pada ion K , ATP, dan ion Ca . Fosforilasi glukosa dan metabolisme selanjutnya mencetuskan pelepasan insulin melalui suatu mobilisasi Ca
2+ + 2+

intrasel. Pulau Pankreas dipersarafi oleh sistem autonom, termasuk cabang nervus vagus, yang membantu mengkoordinasi pelepasan insulin dengan tindakan makan (Aswani V., 2010). 2009). Hasil kerja insulin adalah insulin melawan fosforilasi yang dirangsang oleh glukagon, insulin bekerja melalui jenjang fosforilasi yang merangsang fosforilasi beberapa enzim, insulin menginduksi dan menekan sintesis enzim spesifik, insulin bekerja sebagai faktor pertumbuhan dan memiliki efek perangsangan umum terhadap sintesis protein, dan insulin merangsang transpor glukosa dan asam amino ke dalam sel (Aswani V., 2010).
49 Laporan Skenario A Blok 7 2014 Kelompok B4

Glukagon Glukagon berfungsi untuk mempertahankan ketersediaan bahan bakar apabila tidak tersedia glukosa makanan dengan merangsang pelepasan glukosa dari glikogen hati. Glukagon merangsang glukoneogenesis dari laktat, gliserol, dan asam amino, dan, bersama dengan penurunan insulin, glukagon memobilisasi asam lemak dari triasilgliserol adiposa sebagai sumber bahan bakar alternatif. Bekerja terutama di hati dan jaringan adiposa dan hormon ini tidak memiliki pengaruh terhadap metabolisme otot rangka (Cranmer H. et al., 2009). Cranmer H. et al., Pelepasan glukagon dikontrol terutama melalui supresi oleh glukosa dan insulin. Kadar terendah glukagon terjadi setelah makan makanan tinggi karbohidrat. Karena semua efek glukagon dilawan oleh insulin, perangsangan pelepasan insulin yang disertai tekanan sekresi glukagon oleh makanan tinggi karbohidrat, lemak, dan protein yang terintegrasi (Cranmer H. et al., 2009). Glukagon disintesis oleh sel pada pankreas endokrin yang terdiri dari kelompok mikroskopis kelenjar kecil, atau pulau Langerhans, tersebar di seluruh pankreas eksokrin. Hormon tertentu merangsang glukagon seperti katekolamin, kortisol, dan hormon saluran cerna tertentu (Aswani V., 2010 ).

4. Pengaruh stress atau aktivitas simpatis terhadap homeostatis pada keadaan normal dan penderita DM
Peningkatan glukosa dan asam lemak darah melalui penurunan insulin dan peningkatan glukagon. Baik sistem saraf simpatis maupun epinefrin yang disekresikan keduanya menghambat insulin dan merangsang glukagon. Perubahan hormon ini bekerja sama untuk meningkatkan kadar glukosa dan asam lemak darah. Epinefrin dan glukagon, yang kadar dalam darahnya meningkat saat stress, mendorong glikogenolisis hati dan ( bersama kortisol ) glukoneogenesis hati. Namun, insulin yang sekresinya tertekan selama stress, melawan penguraian simpanan glikogen hati. Semua efek ini membantu cmeningkatkan konsentrasi glukosa darah. Rangsangan utama untuk sekresi insulin adalah meningkatnya glukosa darah; sebaliknya, efek primer insulin adalah menurunkan glukosa darah. Jika insulin tidak dengan sengaja dihambat selama respon stress maka hiperglikemia yang diimbulkan oleh stress akan merangsang sekresi insulin yang menurunkan glukosa darah.

50

Laporan Skenario A Blok 7 2014 Kelompok B4

5. Patofisiologi Insufisiensi insulin


Insufisiensi insulin dapat disebabkan oleh gangguan atau defisiensi produksi insulin oleh sel-sel beta Langerhans kelenjar pancreas, atau juga dapat disebabkan oleh kurang responsifnya sel-sel tubuh terhadap insulin. Suatu penyakit atau gangguan metabolism kronis dengan multi etiologi yang ditandai dengan tingginya kadar gula darah disertai gangguan metabolism karbohidrat, lipid dan protein sebagai akibat dari insufisiensi insulin.

6. Hipoglikemia shock
1. Definisi Hipoglikemia Hipoglikemia merupakan salah satu komplikasi akut yang dialami oleh penderita diabetes mellitus. Hipoglikemia disebut juga sebagai penurunan kadar gula darah yang merupakan keadaan dimana kadar glukosa darah berada di bawah normal, yang dapat terjadi karena ketidak seimbangan antara makanan yang dimakan, aktivitas fisik dan obat-obatan yang digunakan. Sindrom hipoglikemia ditandai dengan gejala klinis antara lain penderita merasa pusing, lemas, gemetar, pandangan menjadi kabur dan gelap, berkeringat dingin, detak jantung meningkat dan terkadang sampai hilang kesadaran (syok hipoglikemia) (Nabyl, 2009). Hipoglikemia adalah suatu keadaan dimana kadar gula darah (glukosa) dalam tubuh secara abnormal rendah. Walaupun kadar glukosa plasma puasa pada orang normal jarang melampaui 99 mg/dL, tetapi kadar <108 mg/dL masih dianggap normal. Kadar glukosa plasma kira kira 10 % lebih tinggi dibandingkan dengan kadar glukosa darah keseluruhan (whole blood) karena eritrosit mengandung kadar glukosa yang relatif lebih rendah. Kadar glukosa arteri lebih tinggi dibandingkan dengan vena, sedangkan kadar glukosa darah kapiler di antara kadar arteri dan vena. Hipoglikemia dapat menyebabkan penderita mendadak pingsan dan harus segera dibawa ke rumah sakit untuk mendapatkan suntikan serta infus glukosa. Jika dibiarkan terlalu lama, penderita akan kejang kejang dan kesadaran menurun. Apabila terlambat mendapatkan pertolongan dapat mengakibatkan kematian. Hipoglikemia lebih berbahaya dibandingkan kelebihan kadar gula darah (hiperglikemia) karena kadar gula darah yang terlalu rendah selama lebih dari enam jam dapat menyebabkan kerusakan tak terpulihkan (irreversible) pada jaringan otak dan saraf. Tidak jarang hal ini menyebabkan kemunduran kemampuan otak.
51 Laporan Skenario A Blok 7 2014 Kelompok B4

2. Penyebab Hipoglikemia Hipoglikemia spontan yang patologis mungkin terjadi pada tumor yang mensekresi insulin atau insulin- like growth factor (IGF). Dalam hal ini diagnosis hipoglikemia terjadi bila kadar glukosa <50mg/dL atau bahkan <40 mg/dL. Walaupun demikian berbagai studi fisiologis menunjukkan bahwa gangguan fungsi otak sudah dapat terjadi pada kadar glukosa darah 55 mg/Dl. Lebih lanjut diketahui bahwa kadar glukosa darah 55 mg/dL yang terjadi berulang kali dapat merusak mekanisme proteksi endogen terhadap hipoglikemia yang lebih berat. Keadaan ini terjadi akibat pemberian insulin atau preparat oral yang berlebihan, konsimsi makanan yang terlalu sedikit, atau karena aktivitas fisik berat. Gula darah kadarnya dipertahankan dalam rentang yaitu setelah makan 6,5 7,2 mmol/L. Hipoglikemia didefinisikan seperti berikut. ringan, jika kadar gula darahnya (40 60 mg/dL) sedang, jika kadar gula darahnya (20 40 mg/dL) berat, jika kadar gula darahnya (< 20 mg/dL) Faktor-faktor penyebab hipoglikemia adalah: o Pelepasan insulin yang berlebihan oleh pankreas sehingga menurunkan kadar gula darah secara cepat o Dosis insulin terlalu tinggi yang diberikan kepada penderita diabetes untuk menurunkan kadar gula darahnya. o Kelainan pada kelenjar hipofisa atau kelenjar adrenal. o Kelainan pada penyimpanan karbohidrat atau pembentukan glukosa di hati.

3. Gejala Hipoglikemia Gejala hipoglikemia memang tidak mudah dikenali karena hampir sama dengan gejala penyakit lain, seperti diabetes dan kekurangan darah (anemia). Gejala - gejala hipoglikemia antara lain gelisah, gemetar, banyak berkeringat, lapar, pucat, sering menguap karena merasa ngantuk, lemas, sakit kepala, jantung berdebar - debar, rasa kesemutan pada lidah, jari - jari tangan dan bibir, penglihatan kabur atau ganda serta tidak dapat berkonsentrasi. Pemeriksaan fisik khusus yang dilakukan untuk mengenali adanya hipoglikemia antara lain : pucat, tekanan darah, frekuensi denyut jantung, dan penurunan kesadaran. Gejala dan tanda klinis : Stadium parasimpatik : lapar,mual,tekanan darah turun. Stadium gangguan otak ringan : lemah lesu ,sulit bicara, kesulitan menghitung sementara. Stadium simpatik : keringat dingin pada muka ,bibir atau tangan gemetar. Stadium gangguan otak berat : tidak sadar,dengan atau tanpa kejang.
52 Laporan Skenario A Blok 7 2014 Kelompok B4

4. Mekanisme Patofisiologi Hipoglikemia Hipoglikemia merupakan keadaan dimana kadar gula dalam darah itu dibawah normal. Hal ini diakibatkan pelepasan berlebihan insulin oleh pancreas serta kelainan pembentukan glukosa di hati. Jadi, hipoglikemia ini berkaitan dengan mekanisme glikogenesis pada tubuh. Tahap glikogenesis yaitu pembentukan glikogen dari glukosa. Tahap pertama yaitu alfaD-glukosa dengan ATP melalui enzim glukokinase dan heksokinase, akan menghasilkan glukosa 6 fosfat dan ADP. Tahap kedua glukosa 6 fosfat ini melalui proses dengan enzim fosfoglukomutase akan menjadi glukosa 1 fosfat. Tahap ketiga glukosa 1 fosfat dan UTP (Uridin Tri Pospat) akan menghasilkan UTP-glukosa dan piroposfat (Ppi). Tahap empat UDP glukosa dan glikogen primer akan menghasilkan glikogen tidak bercabang. Tahap lima enzim glikogen sintetase membentuk ikatan alfa 1,4 glikosidik (rantai lurus) dari glikogen. Tahap terakhir enzim pencabang (branching enzyme) akan membentuk ikatan alfa 1,6 (rantai cabang) dari glikogen. Glikogenesis merupakan pembentukan glikogen dari glukosa yang dikonversi. Glikogen bisa menjadi sumber energi dan sangat erat kaitannya dengan kondisi fisik dan emosional. Insulin glikogen disintesis melalui stimulus defosforilas dari sintesis glikogen. Terjadinya hipoglikemia adalah ketika pembentukan glukosa atau glikogen yang (glikogenesis) tanpa disertai dengan proses glikogenolisis yang merombak glukosa. Akibatknya, insulin terus terpacu untuk bertambah stimulusnya sehingga mengakibatkan penderita hipoglikemia mengalami gula darah rendah. Hipoglikemia terjadi karena gula sangat cepat diserap sehingga merangsang pembentukan insulin yang berlebihan. Kadar insulin yang tinggi menyebabkan penurunan kadar gula darah yang cepat.

5. Faktor Resiko Secara garis besar, etiologi hipoglikemia dibagi menjadi dua bagian besar, yaitu: kelainan yang menyebabkan pemakaian glukosa berlebihan dan produksi glukosa kurang. Kelainan yang menyebabkan pemakaian glukosa berlebihan : a. Hiperinsulinisme (bayi dari ibu penderita diabetes, hipoglikemia hiperinsulinisme menetap pada bayi, tumor yang memproduksi insulin dan child abuse). Hiperinsulinisme menyebabkan pemakaian glukosa yang berlebihan terutama akibat rangsang ambilan glukosa oleh otot. Pada bayi, hiperinsulinemia dapat terjadi karena defek genetik yang menyebabkan aktivasi reseptor sulfonilurea akibat sekresi insulin yang menetap. Kelainan ini diketahui sebagai hipoglikemia hiperinsulin endogen menetap pada bayi yang sebelumnya disebut sebagai nesidioblastosis. Bayi dari ibu penderita diabetes, juga mempunyai kadar insulin yang tinggi setelah lahir karena
53 Laporan Skenario A Blok 7 2014 Kelompok B4

tingginya paparan glukosa in utero akibat jeleknya kontrol glukosa selama kehamilan, hal ini yang menyebabkan hiperinsulinemia pada bayi. Pada anak, hiperinsulinemia jarang, penyebabnya tumor yang memproduksi insulin. Penggunaan insulin eksogen atau pemberian obat yang menyebabkan hipoglikemia kadang dapat terjadi karena kecelakaan atau salah penggunaan, sehingga hal ini pada anak harus dipertimbangkan. b. Defek pada pelepasan glukosa (defek siklus Krebs, defek respiratory chain). Kelainan ini sangat jarang, mengganggu pembentukan ATP dari oksidasi glukosa, disini kadar laktat sangat tinggi. c. Defek pada produksi energi alternatif (defisiensi Carnitine acyl transferase, defisiensi HMG CoA, defisiensi rantai panjang dan sedang acyl-coenzym A dehydrogenase, defisiensi rantai pendek acyl-coenzyme A dehydrogenase).

Kelainan ini mengganggu penggunaan lemak sebagai energi, sehingga tubuh sangat tergantung hanya pada glukosa. Ini akan menyebabkan masalah bila puasa dalam jangka lama yang seringkali berhubungan dengan penyakit gastrointestinal. d. Sepsis atau penyakit dengan hipermetabolik, termasuk hipertiroidisme .

Kelainan yang menyebabkan kurangnya produksi glukosa: a. Simpanan glukosa tidak adekuat (prematur, bayi SGA, malnutrisi, hipoglikemia ketotik). Kelainan ini sering sebagai penyebab hipoglikemia, disamping hipoglikemia akibat pemberian insulin pada diabetes. Hal ini dapat dibedakan dengan melihat keadaan klinis dan adanya hipoglikemia ketotik, biasanya terjadi pada anak yang kurus, usia antara 18 bulan sampai 6 tahun, biasanya terjadi akibat masukan makanan yang terganggu karena bermacam sebab. . Penelitian terakhir mekanisme yang mendasari hipoglikemia ketotik adalah gagalnya glukoneogenesis. b. Kelainan pada produksi glukosa hepar, antara lain: defisiensi Glukose-6- phosphatase (glycogen storage disease tipe 1), defisiensi debrancher (glycogen storage disease tipe 3), defisiensi phosphatase hepar (glycogen storage disease tipe 6, defisiensi glycogen synthase, defisiensi fructose 1,6 diphosphatase, defisiensi phospho-enol pyruvate, defisiensi pyruvate carboxylase, gaslactosemia, intoleransi friktose herediter, penyakit maple urine syrup). c. Kelainan ini menurunkan produksi glukosa melalui berbagai defek, termasuk blokade pada pelepasan dan sintesis glukosa, atau blokade atau menghambat gluikoneogenesis.

54

Laporan Skenario A Blok 7 2014 Kelompok B4

Anak yang menderita penyakit ini akan dapat beradaptasi terhadap hipoglikemia, karena penyakitnya bersifat kronik. d. Kelainan hormonal (panhypopituitarisme, defisiensi hormon pertumbuhan, defisiensi kortisol dapat primer atau sekunder). Hal ini karena hormon pertumbuhan dan kortisol berperan penting pada pembentukan energi alternatif dan merangsang produksi glukosa. Kelainan ini mudah diobati namun yang sangat penting adalah diagnosis dini. e. Toksin dan penyakit lain. (etanol, salisilat, propanolol, malaria). f. Etanol menghambat glukoneogenesis melalui hepar sehingga dapat menyebabkan hipoglikemia. Hal ini khususnya pada pasien dengan diabetes yang diobati insulin yang tidak dapat mengurangi sekresi insulin sebagai respon bila terjadi hipoglikemia. Intoksikasi salisilat dapat menyebabkan hipo ataupun hiperglikemia. Hipoglikemia karena bertambahnya sekresi insulin dan hambatan pada glukoneogenesis

Berikut adalah kondisi-kondisi dengan peninggian risiko hipoglikemia. Kondisi maternal DM atau test toleransi glukosa abnormal Preeklampsia dan hipertensi esensial Pengobatan ibu dengan penyekat beta Riwayat bayi makrosomia Penyalahgunaan obat Terapi dengan tokolitik beta-agonis Terapi dengan obat hipoglikemi oral Pemberian glukosa IV pada periode antepartum lanjut dan intrapartum

Kondisi Neonatus Bayi prematus Keterbatasan pertumbuhan intrauterin Hipoksemia-iskemia perinatal Infeksi bakteri Hipotermia Polisitemia-hiperviskositas Penyakit hemolitik rhesus Pemberian insulin iatrogenik Malformasi jantung bawaan
55 Laporan Skenario A Blok 7 2014 Kelompok B4

Hiperinsulinemia persisten Kelainan endokrin Cacat metabolisme bawaan Poor feeding, terutama jika sebelumnya tidak ada masalah

Gejala Hypoglicemic : Pusing Mual Tubuh gemetar Lapar Sakit kepala Jantung berdegup kencang Wajah pucat Berkeringat dingin Lesu Cemas

7. DASAR FISIOLOGI TERAPI HIPOGLICEMIC SHOCK


Hipoglicemic shock merupakan salah satu bentuk dari insulin shock, yaitu shock yang terjadi akibat perubahan kadar insulin menjadi tidak normal. Salah satu penatalaksanaan dari hipogliemic shock adalah dengan injeksi insulin

Pemakaian Insulin Insulin dihasilkan oleh kalenjar pankreas pada tubuh kita, hormon insulin yang diproduksi oleh tubuh kita dikenal juga sebagai sebutan insulin endogen. Namun, ketika kalenjar pankreas mengalami gangguan sekresi guna memproduksi hormon insulin, disaat inilah tubuh membutuhkan hormon insulin dari luar tubuh, dapat berupa obat buatan manusia atau dikenal juga sebagai sebutan insulin eksogen. Keadaan Memerlukan Insulin Eksogen Semua diabetes tipe 1 memerlukan insulin eksogen karena produksi insulin oleh sel beta pada kalenjar pankreas tidak ada ataupun hampir tidak ada. Diabetes tipe 2 mungkin membutuhkan insulin eksogen apabila terapi jenis lain tidak dapat mengendalikan kadar glukosa darah.
56 Laporan Skenario A Blok 7 2014 Kelompok B4

Keadaan stress berat, seperti pada infeksi berat, tindakan pembedahan, infark miokard akut atau stroke. DM gestasional dan penyandang DM yang hamil membutuhkan insulin bila diet saja tidak dapat mengendalikan kadar glukosa darah. Ketoasidosis diabetik. Hiperglikemik hiperosmolar non ketotik. Penyandang DM yang mendapat nutrisi parenteral atau yang memerlukan suplemen tinggi kalori, untuk memenuhi kebutuhan energi yang meningkat, secara bertahap akan memerlukan insulin eksogen untuk mempertahankan kadar glukosa darah mendekati normal selama periode resistensi insulin atau ketika terjadi peningkatan kebutuhan insulin. Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat. Kontra indikasi atau alergi terhadap obat hipoglikemi oral. Bagaimana insulin berfungsi Pemberian insulin kepada penderita diabetes hanya bisa dilakukan dengan cara suntikan, jika diberikan melalui oral insulin akan rusak didalam lambung. Setelah disuntikan, insulin akan diserap kedalam aliran darah dan dibawa ke seluruh tubuh. Disini insulin akan bekerja menormalkan kadar gula darah (blood glucose) dan merubah glucose menjadi energi.

Efek metabolik terapi insulin Menurunkan kadar gula darah puasa dan post puasa. Supresi produksi glukosa oleh hati. Stimulasi utilisasi glukosa perifer. Oksidasi glukosa / penyimpanan di otot. Perbaiki komposisi lipoprotein abnormal. Mengurangi glucose toxicity. Perbaiki kemampuan sekresi endogen. Mengurangi Glicosilated end product. Tipe - Jenis Insulin Insulin dapat dibedakan atas dasar: 1. Waktu kerja insulin (onset), yaitu waktu mulai timbulnya efek insulin sejak disuntikan. 2. Puncak kerja insulin, yaitu waktu tercapainya puncak kerja insulin. 3. Lama kerja insulin (durasi), yaitu waktu dari timbulnya efek insulin sampai hilangnya efek insulin. 1. Insulin Eksogen kerja cepat.
57 Laporan Skenario A Blok 7 2014 Kelompok B4

Bentuknya berupa larutan jernih, mempunyai onset cepat dan durasi pendek. Yang termasuk di sini adalah insulin regular (Crystal Zinc Insulin / CZI ). Saat ini dikenal 2 macam insulin CZI, yaitu dalam bentuk asam dan netral. Preparat yang ada antara lain : Actrapid, Velosulin, Semilente. Insulin jenis ini diberikan 30 menit sebelum makan, mencapai puncak setelah 1 3 macam dan efeknya dapat bertahan samapai 8 jam.

2.Insulin Eksogen kerja sedang.

3. Insulin Eksogen campur antara kerja cepat & kerja sedang (Insulin premix) Yaitu insulin yang mengandung insulin kerja cepat dan insulin kerja sedang. Insulin ini mempunyai onset cepat dan durasi sedang (24 jam). Preparatnya: Mixtard 30 / 40

58

Laporan Skenario A Blok 7 2014 Kelompok B4

4. Insulin Eksogen kerja panjang (lebih dari 24 jam). Merupakan campuran dari insulin dan protamine, diabsorsi dengan lambat dari tempat penyuntikan sehingga efek yang dirasakan cukup lam, yaitu sekitar 24 36 jam. Preparat: Protamine Zinc Insulin ( PZI ), Ultratard

Cara pemberian insulin Insulin kerja singkat : IV, IM, SC Infus ( AA / Glukosa / elektrolit ) Jangan bersama darah ( mengandung enzim merusak insulin ) Insulin kerja menengah / panjang : Jangan IV karena bahaya emboli. Pemberian insulin secara sliding scale dimaksudkan agar pemberiannya lebih efisien dan tepat karena didasarkan pada kadar gula darah pasien pada waktu itu. Gula darah diperiksa setiap 6 jam sekali. Dosis pemberian insulin tergantung pada kadar gula darah, yaitu : Gula darah < 60 mg % = 0 unit < 200 mg % = 5 8 unit 200 250 mg% = 10 12 unit 250 - 300 mg% = 15 16 unit 300 350 mg% = 20 unit > 350 mg% = 20 24 unit

59

Laporan Skenario A Blok 7 2014 Kelompok B4

Perlu diperhatikan daerah mana saja yang dapat dijadikan tempat menyuntikkan insulin. Bila kadar glukosa darah tinggi, sebaiknya disuntikkan di daerah perut dimana penyerapan akan lebih cepat. Namun bila kondisi kadar glukosa pada darah rendah, hindarilah penyuntikkan pada daerah perut. Secara urutan, area proses penyerapan paling cepat adalah dari perut, lengan atas dan paha. Insulin akan lebih cepat diserap apabila daerah suntikkan digerak-gerakkan. Penyuntikkan insulin pada satu daerah yang sama dapat mengurangi variasi penyerapan. Penyuntikkan insulin selalu di daerah yang sama dapat merangsang terjadinya perlemakan dan menyebabkan gangguan penyerapan insulin. Daerah suntikkan sebaiknya berjarak 1inchi (+ 2,5cm) dari daerah sebelumnya. Lakukanlah rotasi di dalam satu daerah selama satu minggu, lalu baru pindah ke daerah yang lain.

Untuk mengurangi rasa sakit pada waktu penyuntikkan dapat ditempuh usaha-usaha sebagai berikut Menyuntik dengan suhu kamar Pastikan bahwa dalam alat suntik tidak terdapat gelembung udara Tunggulah sampai alkohol kering sebelum menyuntik Usahakanlah agar otot daerah yang akan disuntik tidak tegang Tusuklah kulit dengan cepat Jangan merubah arah suntikkan selama penyuntikkan atau mencabut suntikan Jangan menggunakan jarum yang sudah tampak tumpul

60

Laporan Skenario A Blok 7 2014 Kelompok B4

Penyimpanan Insulin Eksogen Bila belum dipakai : Sebaiknya disimpan 2-8 derajat celcius (jangan sampai beku), di dalam gelap (seperti di lemari pendingin, namun hindari freezer. Bila sedang dipakai : Suhu ruang 25-30 derajat celcius cukup untuk menyimpan selama beberapa minggu, tetapi janganlah terkena sinar matahari. Sinar matahari secara langsung dapat mempengaruhi percepatan kehilangan aktifitas biologik sampai 100 kai dari biasanya. Suntikkan dalam bentuk pena dan insulin dalam suntikkan tidak perlu disimpan di lemari pendingin diantara 2 waktu pemberian suntikkan. Bila tidak tersedia lemari pendingin, simpanlah insulin eksogen di tempat yang teduh dan gelap.

8. Kadar Glukosa Normal & urin normal


KARAKTERISTIK URIN NORMAL Berikut ini karakteristik dari urin yang normal

61

Laporan Skenario A Blok 7 2014 Kelompok B4

Urine juga dapat mengandung senyawa lain yang merupakan indikasi suatu gangguan.

9. DIABETES MELITUS A.1. Definisi Diabetes mellitus merupakan kelompok penyakit metabolik yang ditandai dengan hiperglikemia yang disebabkan karena gangguan sekresi insulin, gangguan kerja insulin atau keduanya. Penyakit metabolik ini berlangsung kronik dan dapat mengakibatkan kerusakan jangka panjang, kemunduran fungsi organ-organ tubuh yaitu kerusakan mata, ginjal, saraf, jantung, dan pembuluh darah.

A.2. Klasifikasi Menurut WHO diabetes mellitus diklasifikasikan sebagai berikut : (1) Diabetes mellitus tipe 1, meliputi autoimun dan idiopatik, (2) Diabetes mellitus tipe 2, (3) Diabetes kehamilan (GestasionalDiabetes Mellitus / GDM), (4) Diabetes mellitus tipe lain, meliputi
62 Laporan Skenario A Blok 7 2014 Kelompok B4

defek genetik fungsi sel beta, defek genetik kerja insulin, penyakit

eksokrin pankreas

(pankreatitis, neoplasma, fibrosis kistik), endokrinopati (akromegali, sindroma cushing), karena obat / zat kimia, infeksi (rubella congenital, CMV), sindroma genetik lain (sindrom down, sindrom klinefelter, Sindrom Turner).

A.3. Faktor Risiko Faktor risiko diabetes mellitus umumnya di bagi menjadi 2 golongan besar yaitu : 1. Faktor yang tidak dapat dimodifikasi a. Umur Manusia mengalami penurunan fisiologis setelah umur 40 tahun. Diabetes mellitus sering muncul setelah manusia memasuki umur rawan tersebut. Semakin bertambahnya umur, maka risiko menderita diabetes mellitus akan meningkat terutama umur 45 tahun (kelompok risiko tinggi). b. Jenis kelamin Distribusi penderita diabetes mellitus menurut jenis kelamin sangat bervariasi. Di Amerika Serikat penderita diabetes mellitus lebih banyak terjadi pada perempuan daripada laki laki. Namun, mekanisme yang menghubungkan jenis kelamin dengan kejadian diabetes mellitus belum jelas. c. Bangsa dan etnik Berdasarkan penelitian terakhir di 10 negara menunjukkan bahwa bangsa Asia lebih berisiko terserang diabetes mellitus dibandingkan bangsa Barat. Hasil dari penelitian tersebut mengatakan bahwa secara keseluruhan bangsa Asia kurang berolahraga dibandingkan bangsabangsa di benua Barat. Selain itu, kelompok etnik tertentu juga berpengaruh terutama Cina, India, dan Melayu lebih berisiko terkena diabetes mellitus. d. Faktor keturunan Diabetes mellitus cenderung diturunkan, bukan ditularkan. Adanya riwayat diabetes mellitus dalam keluarga terutama orang tua dan saudara kandung memiliki risiko lebih besar terkena penyakit ini dibandingkan dengan anggota keluarga yang tidak menderita diabetes. Ahli menyebutkan bahwa diabetes mellitus merupakan penyakit yang terpaut kromosom seks atau kelamin. Umumnya laki-laki menjadi penderita sesungguhnya, sedangkan perempuan sebagai pihak yang membawa gen untuk diwariskan kepada anak-anaknya.1,2,8 e. Riwayat menderita diabetes gestasional. Diabetes gestasional dapat terjadi sekitar 2-5 % pada ibu hamil. Biasanya diabetes akan hilang setelah anak lahir. Namun, dapat pula terjadi diabetes di kemudian hari. Ibu hamil yang menderita diabetes akan melahirkan bayi besar dengan berat badan lebih dari 4000
63 Laporan Skenario A Blok 7 2014 Kelompok B4

gram. Apabila hal ini terjadi, maka kemungkinan besar si ibu akan mengidap diabetes tipe 2 kelak. f. Riwayat melahirkan bayi dengan berat badan lahir lebih dari 4000 gram.8 2. Faktor yang dapat dimodifikasi a. Obesitas Berdasarkan beberapa teori menyebutkan bahwa obesitas merupakan faktor predisposisi terjadinya resistensi insulin. Semakin banyak jaringan lemak pada tubuh, maka tubuh semakin resisten terhadap kerja insulin, terutama bila lemak tubuh atau kelebihan berat badan terkumpul didaerah sentral atau perut (central obesity). Lemak dapat memblokir kerja insulin sehingga glukosa tidak dapat diangkut kedalam sel dan menumpuk dalam pembuluh darah, sehingga terjadi peningkatan kadar glukosa darah. Obesitas merupakan faktor risiko terjadinya diabetes mellitus tipe 2 dimana sekitar 80-90% penderita mengalami obesitas. b. Aktifitas fisik yang kurang Berdasarkan penelitian bahwa aktifitas fisik yang dilakukan secara teratur dapat menambah sensitifitas insulin. Prevalensi diabetes mellitus mencapai 2-4 kali lipat terjadi pada individu yang kurang aktif dibandingkan dengan individu yang aktif. Semakin kurang aktifitas fisik, maka semakin mudah seseorang terkena diabetes. Olahraga atau aktifitas fisik dapat membantu mengontrol berat badan. Glukosa dalam darah akan dibakar menjadi energi, sehingga sel-sel tubuh menjadi lebih sensitif terhadap insulin. Selain itu, aktifitas fisik yang teratur juga dapat melancarkan peredaran darah, dan menurunkan faktor risiko terjadinya diabetes mellitus. c. Hipertensi Hipertensi merupakan suatu keadaan dimana tekanan darah sistole 140 mmHg atau tekanan darah diastole 90 mmHg. Hipertensi dapat menimbulkan berbagai penyakit yaitu stroke, penyakit jantung koroner, gangguan fungsi ginjal, gangguan penglihatan. Namun, hipertensi juga dapat menimbulkan resistensi insulin dan merupakan salah satu faktor risiko terjadinya diabetes mellitus. Akan tetapi, mekanisme yang menghubungkan hipertensi dengan resistensi insulin masih belum jelas, meskipun sudah jelas bahwa resistensi insulin merupakan penyebab utama peningkatan kadar glukosa darah. d. Stres Kondisi stres kronik cenderung membuat seseorang mencari makanan yang manismanis dan berlemak tinggi untuk meningkatkan kadar serotonin pada otak. Serotonin

64

Laporan Skenario A Blok 7 2014 Kelompok B4

mempunyai efek penenang sementara untuk meredakan stresnya. Tetapi efek mengkonsumsi makanan yang manismanis dan berlemak tinggi terlalu banyak berbahaya bagi mereka yang berisiko terkena diabetes mellitus. e. Pola makan Pola makan yang salah dapat mengakibatkan kurang gizi atau kelebihan berat badan. Kedua hal tersebut dapat meningkatkan risiko terkena diabetes. Kurang gizi (malnutrisi) dapat menganggu fungsi pankreas dan mengakibatkan gangguan sekresi insulin. Sedangkan kelebihan berat badan dapat mengakibatkan gangguan kerja insulin. f. Penyakit pada pankreas : pankreatitis, neoplasma, fibrosis kistik. g. Alkohol Alkohol dapat menyebabkan terjadinya inflamasi kronis pada pankreas yang dikenal dengan istilah pankreatitis. Penyakit tersebut dapat menimbulkan gangguan produksi insulin dan akhirnya dapat menyebabkan diabetes mellitus.

A.4. Gambaran Klinis Gejala pada penderita diabetes mellitus disebut juga dengan istilah 3 P, yaitu Polifagia (banyak makan), Polidipsia (banyak minum), dan Poliuria (banyak kencing). Bila keadaan ini tidak cepat diobati, dalam jangka waktu yang panjang gejala yang dirasakan bukan 3 P lagi, melainkan 2 P saja (Polidipsia dan Poliuria) dan beberapa keluhan lain seperti nafsu makan mulai berkurang, penurunan berat badan, cepat lelah, badan lemah, kesemutan, gatal, mata kabur, disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada wanita. Di samping gejala diatas, ada juga gejala yang sering tampak setelah terjadi komplikasi kronis antara lain : kesemutan, kulit terasa panas (neuropati), kram, mata kabur, infeksi jamur pada alat reproduksi wanita, kemampuan seksual menurun bahkan impotensi, luka lama sembuh, pada ibu hamil sering mengalami keguguran atau kematian janin dalam kandungan, atau melahirkan dengan berat badan lahir bayi lebih dari 4000 gram.

A.5. Diagnosis Diagnosis diabetes mellitus ditegakkan berdasarkan gejal klasik yaitu Polifagia, Polidipsia, Poliuria, penurunan berat badan yang tidak jelas sebabnya, dan hasil pemeriksaan darah yang menunjukkan hiperglikemia positif. Diagnosis diabetes mellitus dapat ditegakkan melalui tiga cara, yaitu : 1. Apabila ditemukan keluhan klasik dan pada pemeriksaan kadar glukosa darah sewaktu 200 mg/dL sudah cukup untuk mendiagnosis penyakit diabetes mellitus. Glukosa darah sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat tanpa memperhatikan waktu makan terakhir.
65 Laporan Skenario A Blok 7 2014 Kelompok B4

2. Apabila ditemukan keluhan klasik dan pada pemeriksaan glukosa darah puasa 126 mg/dL. Yang dimaksud puasa pada pemeriksaan ini adalah pasien tidak mendapat kalori tambahan paling sedikit 8 jam. 3. Dengan memeriksa test toleransi glukosa oral (TTGO). Pemeriksaan ini dilakukan dengan memberikan beban glukosa yang setara dengan 75 gr glukosa anhidrus yang dilarutkan dalam air. kemudian setelah 2 jam diperiksa kadar glukosa darah pasca pembebanan didapatkan hasil 200 mg/dL. Pemeriksaan TTGO lebih sensitif dan lebih spesifik bila dibandingkan dengan pemeriksaan glukosa darah puasa. Namun pemeriksaan ini lebih sulit dilakukan, sehingga dalam praktek jarang dilakukan. Tabel 2.1 Kriteria Diagnostik Diabetes Mellitus Sumber : Gustaviani, R. Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes mellitus.

A.6. Komplikasi 1. Komplikasi akut a. Ketoasidosis diabetikum Ketoasidosis diabetikum ditandai dengan hiperglikemia, asidosis dan ketosis. Glukosuria dan ketonuria dapat mengakibatkan diuresis osmotik, sehingga mengakibatkan Pasien mengalami dehidrasi dan kehilangan elektrolit. Pasien Kriteria diagnostik kadar glukosa darah (mg/dl) Kadar glukosa darah Bukan DM Belum pasti DM Diabetes mellitus Puasa < 110 110-125 126 Sewaktu < 110 110-199 200 2 jam PP < 140 140-199 200 dapat menjadi hipotensi dan mengalami syok bahkan mengalami koma dan meninggal.2,3 b. Koma hiperosmolar non ketotik Koma hiperosmolar non ketotik sering terjadi pada penderita diabetes mellitus tipe 2. Komplikasi ini ditandai dengan hiperglikemia tanpa disertai ketosis. Gejala khasnya adalah dehidrasi berat, hiperglikemia berat, pernafasan cepat dan dalam (kussmaul). c. Hipoglikemia Hipoglikemia ditandai dengan munculnya rasa lapar, pusing, banyak keringat, gemetar, berdebar-debar, gelisah, dan kesadaran menurun sampai koma. 2. Komplikasi kronik Komplikasi kronik diabetes mellitus terdiri dari komplikasi makrovaskular dan komplikasi mikrovaskular. Komplikasi makrovaskular, meliputi penyakit jantung koroner,

66

Laporan Skenario A Blok 7 2014 Kelompok B4

pembuluh darah kaki (gangren), stroke, dan hipertensi. Sedangkan komplikasi mikrovaskular, meliputi retinopati, neuropati, dan nefropati. 3. Impotensi Kadar glukosa darah tinggi dalam jangka waktu yang panjang dapat menyebabkan terjadinya kerusakan lapisan endotel arteri. Kerusakan sel-sel endotel akan mencetuskan reaksi imunitas dan inflamasi sehingga terjadi penimbunan endapan lemak, trombosit, makrofag, neutrofil, dan monosit di seluruh kedalaman tunika intima (lapisan endotel) dan akhirnya ke tunika media (lapisan otot polos). Hal tersebut menyebabkan terjadinya aterosklerosis (pengerasan arteri). Bila terjadi aterosklerosis pada arteri-arteri penis, aliran darah ke penis akan berkurang dan terjadi penurunan kemampuan arteri-arteri penis untuk berdilatasi sewaktu perangsangan seksual. Sehingga dapat menyebabkan terjadinya ketidakmampuan pria untuk mencapai atau mempertahankan ereksi (impotensi). 4. Rentan terjadi infeksi Penderita diabetes mellitus rentan terjadi infeksi, antara lain : (a) Infeksi saluran kemih, (b) Pneumonia, (c) Ulkus diabetik, (d) Infeksi kulit (abses), (e) Infeksi pada rongga mulut, (f) Infeksi pada telinga.

VII.

Kesimpulan
Nona 19 tahun, menderita Diabetes Melitus tipe 1 sejak kecil dan mengalami hypoglycemic shock akibat dari kurangnya asupan glukosa, aktivitas fisik, dan stress.

67

Laporan Skenario A Blok 7 2014 Kelompok B4

DAFTAR PUSTAKA

Auer,

N.

2009.

Progress

Review:

Hypoglicemic

Brain

Damage,

(online),

http://stroke.ahajournals.org/content/17/4/699 diakses pada 17 April 2014. Davidson. 2002. My Favorite Protein: Insulin, (online), diakses dari

http://www.bio.davidson.edu pada tanggal 18 Maret 2013. Direktorat Kesehatan Jiwa, Direktorat Jenderal Pelayan Medis, Departemen Kesehatan RI. Pedoman Penggolongan dan Diagnosa Gangguan Jiwa di Indonesia III, Jakarta, 1993 : 69 72 dan 96. Djoko, dkk. 2010. Protein Reseptor Tirosin Kinase (Insulin Reseptor Substrate 1 (IRS 1)), diakses dari http://id.shvoong.com pada tanggal 18 Maret 2014. Guyton A.C. and J.E. Hall 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Jakarta: EGC. Hafiz, Soewoto. 2009. Hormon-hormon yang Berperan dalam Proses Metabolisme. Dep. Biokimia dan Biologi Molekuler F.K.U.Il Indah, Mutiara. 2004. Mekanisme Kerja Hormon. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatra Utara, diakses dari http://www.usu.ac.id pada tanggal 18 Maret 2014. Ismail HC : Sindrom Mental Organik, (online) http//:www.Sindromamental organik.com. diakses pada 17 Maret 2014 Jasaputra, Diana Krisanti. 2011. Complementary Therapy of Diabetes Mellitus. Bandung: Jurnal Medika Planta. Kaplan HI, Sadock BJ, Grebb JA: Sinopsis Psikiatri (Edisi Bahasa Indonesia), Edisi VII, Jilid I, Binarupa Aksara, Jakarta, 1997: 505-514. Kaplan HI, Sadock BJ: Ilmu Kedokteran Jiwa Darurat (Edisi Bahasa Indonesia), Edisi I, Widia Medika, Jakarta, 1998: 210-215. Lehninger, A.L. 1982. Dasar Dasar Biokimia. Erlangga. Jakarta. Manaf, Asman. 2006. Insulin: Mekanisme Sekresi dan Aspek Metabolisme. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Hal 1890, diakses dari http://www.scribd.com pada tanggal 15 Juli 2013. Prabawati, R. K. 2012. Mekanisme seluler dan Molekuler Resistensi Insulin. Program Pascasarjana Biomedik Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya Malang. Maramis WF: Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa, Airlangga University Press, Surabaya, 1994: 181-182. Mansjoer A, Triyanti K, dkk : Kapita Selekta Kedokteran, Edisi III, Jilid 1, Media Aesculapius FKUI, Jakarta, 2001 : 189 191.
68 Laporan Skenario A Blok 7 2014 Kelompok B4

Maslim R: Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas dari PPDGJ III, Jakarta, 2001: 27-28. Maslim R: Panduan Praktis Penggunaan Klinis Obat Psikotropik, Edisi III, Jakarta, 2001: 1046 Price, S & Wilson, L, 2002. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 6. EGC, Jakarta Subekti, Imam. 2009. Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu Edisi ke-2, Apa Itu Diabetes?: Patofisiologi, Gejala, dan Tanda.Jakarta: EGC. Sherwood, Laurelee. 2011. Fisologi Manusia. Edisi 6. Jakarta: EGC hal 774-804 Warta Medika. 2008. Peran Hormon Insulin, (online), diakses dari

http://www.wartamedika.com pada tanggal 31 Mei 2010. Wilcox, Gisela. 2005. Insulin and Insulin Resistance. Clin Biochem Rev. 2005 May: 26(2): 19-39.

69

Laporan Skenario A Blok 7 2014 Kelompok B4

You might also like