You are on page 1of 14

Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Kasar Daun Gambir (Uncaria gambir) Metode Microwave-Assisted Extraction Terhadap Bakteri Patogen

Antibacterial Activity Assay of Crude Extract Gambir Leaf (Uncaria gambir) using Microwave-Assisted Extraction Methods against Bacterial Pathogens
Agi Arinta1*, Joni Kusnadi2 1) Alumni Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Universitas Brawijaya, Malang 2) Staf Pengajar Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Universitas Brawijaya, Malang Penulis Korespondensi : Email arintaagi@gmail.com

ABSTRAK Tanaman gambir (Uncaria gambir) memiliki nilai ekonomi tinggi dan telah banyak digunakan sebagai obat tradisional serta pewarna alami. Kemampuan gambir sebagai tanaman obat disebabkan oleh adanya komponen flavonoid yang memiliki aktivitas antibakteri dimana mampu menghambat pertumbuhan bakteri patogen yang terdapat dalam produk pangan. Microwave Assisted Extraction atau MAE adalah salah satu metode baru dalam proses ekstraksi. Dengan adanya gelombang mikro, akan membantu kerusakan sel sehingga akan memudahkan pengekstraksian senyawa target dari dalam sel. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian perlakuan rasio sampel : pelarut (1:25, 1:35, dan 1:45 b/v) dan lama ekstraksi (2, 4, dan 6 menit) berpengaruh nyata (=0,05) terhadap rendemene ekstrak kasar, total fenol, serta aktivitas antibakteri setiap bakteri uji. Bakteri gram negatif lebih resisten dari pada bakteri gram positif. Kombinasi perlakuan terbaik pada rasio sampel : pelarut (1:35 b/v) dan lama ekstraksi 4 menit dengan karakteristik rendemen 64,71 %, total fenol 5.166,187 ppm, aktifitas antibakteri (diameter hambat) terhadap Escherichia coli 12,43 mm, Salmonella typhimurium 12,68 mm, Staphylococcus aureus 14,00 mm, dan Bacillus cereus 14,43 mm. Kata Kunci : Daun Gambir, Antibakteri, Microwave Assisted Extraction. ABSTRACT Plants gambier (Uncaria gambir) have high economic value and has been widely used as a traditional medicine and natural dyes. Gambier ability as a medicinal plant caused by the flavonoid components that have antibacterial activity which is able to inhibit the growth of pathogenic bacteria present in the food product. Microwave Assisted Extraction or MAE is one of the new methods in the extraction process. With the microwave, so that will help the damaged cells will facilitate the extraction of the target compounds in the cell. The results showed that the implementation of this ratio sample: solvent (1:25, 1:35, and 1:45 w / v) and extraction time (2, 4, and 6 min) significantly ( = 0.05) to rendemene crude extract, total phenols, and antibacterial activity of each bacterial test. Gram-negative bacteria more resistant than gram-positive bacteria. The combination of the best treatments on the ratio of the sample:solvent (1:35 w / v) and long extraction yield 4 minutes to the characteristics of 64.71%, total phenols 5166.187 ppm, antibacterial activity (inhibition diameter) against Escherichia coli 12.43 mm, Salmonella typhimurium 12.68 mm, Staphylococcus aureus 14.00 mm and Bacillus cereus 14.43 mm. Keyword : Gambier Leaf, Antibacteria, Microwave Assisted Extraction

PENDAHULUAN Tanaman gambir (Uncaria gambir) merupakan tanaman perdu dari famili Rubiaceae (kopi-kopian) yang memiliki nilai ekonomi tinggi dan telah banyak digunakan sebagai obat tradisional, diantaranya untuk obat luka bakar, obat diare dan disentri serta obat kumur-kumur pada sakit kerongkongan (Nazir, 2000). Kemampuan gambir sebagai tanaman obat disebabkan oleh adanya komponen flavonoid berupa katekin sekitar 40% (Hayani, 2003 dalam Susanti, 2008). Diketahui bahwa flavonoid dari beberapa tanaman terbukti memiliki aktivitas antibakteri (Lucida dkk., 2007). Tingginya flavonoid pada daun gambir diduga berpotensi sebagai antibakteri yang mampu menghambat pertumbuhan bakteri patogen yang terdapat dalam produk pangan. Dewasa ini, keamanan pangan menjadi hal yang paling diperhatikan dalam suatu produk pangan. Hal tersebut disebabkan karena keamanan suatu bahan pangan yang akan dikonsumsi akan sangat berhubungan dengan kesehatan konsumen. Menurut Isnawati 2010, kandungan flavonoid yang tinggi dalam daun gambir berpotensi sebagai antibakteri. Penelitian terdahulu telah membuktikan bahwa ekstrak daun gambir berfungsi sebagai anti nematoda Bursapeleucus xyphylus dan sebagai antioksidan (Kresnawaty dan Zainuddin, 2009). Menurut Nasrun et al. (1997) gambir dapat menghambat pertumbuhan jamur Phytophthora cinnamomi. Sedangkan menurut Wafa (2010), ekstrak daun gambir memiliki aktivitas antibakteri terhadap E. coli dan S. aureus. Pambayun, dkk. (2007) menyatakan bahwa ekstrak daun gambir memiliki aktifitas pada bakteri gram positif Streptococcus mutans, Staphylococcus aureus, dan Bacillus subtilis. Namun, untuk mendapatkan ekstrak daun gambir dengan rendemen flavonoid yang tinggi, maka harus

menggunakan metode dan perlakuan yang tepat. Pemilihan metode ekstraksi sangat penting dilakukan karena hasil ekstraksi akan mencerminkan tingkat keberhasilan metode tersebut dalam mengeluarkan senyawa fenol dari matriks bahan ke dalam pelarut (Salas et al., 2010). Salah satu metode ekstraksi yaitu MAE (Microwave Assisted Extraction) yang merupakan metode ekstraksi modern dengan bantuan gelombang mikro yang dapat meningkatkan efektifitas dan efisiensi perusakan sel (Mandal et al., 2007). Menurut Langat (2011), dengan metode MAE dapat membantu meningkatkan rendemen ekstrak kasar dalam waktu ekstraksi dan rasio pelarut yang lebih rendah dibanding dengan metode konvensional. Kondisi pengekstrakan dengan MAE yang optimal diharapkan dapat meningkatkan efektifitas dan efisiensi ekstraksi kasar daun gambir. Volume pelarut dan waktu ekstraksi merupakan faktor kristis dalam MAE (Jain et al., 2009). Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian mengenai pengaruh volume pelarut (akuades) dan waktu ekstraksi terhadap efektifitas ekstraksi daun gambir yang diukur melalui pengujian rendemen ekstrak kasar, total fenol, dan aktivitas senyawa antibakteri ekstrak kasar daun gambir pada bakteri patogen ( Staphylococcus aureus ATCC 29213, Bacillus cereus, Escherichia coli ATCC 25922, dan Salmonella typhimurium). Lalu juga perlu dilakukan pengujian Kadar Hambat Minimum (KHM) dan Kadar Bunuh Minimum (KBM). METODE PENELITIAN Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya adalah bubuk daun gambir kering ukuran 60 mesh dan akuades. Daun Gambir diperoleh dari perkebunan gambir Sidikalang, Sumatra Utara. Bahan lainnya antara lain nutrient agar (NA), alkohol 70%,

akuades, spiritus, Staphylococcus aureus ATCC 29213, Escherichia coli ATCC 25922, Salmonella typhimurium dan Bacillus cereus, asam galat standar 1000g/L, akuades, reagen Folin-Ciocalteau, NaCO3 75g/L. Alat Peralat yang digunakan dalam pembuatan penelitian ini meliputi pengering kabinet, wadah plastik, blender (Samsung), ayakan 60 mesh (W.S. Tyler), neraca analitik (Mettle denver AA 200), gelas ukur (Pyrex), spatula kaca, pipet volum (iwaki pyrex), bola hisap (Merienfiel), oven microwave 2450 Mhz. (Metrowealth), gelas beaker Pyrex 50ml, kertas saring halus, corong plastik, jar kaca, plastik, karet, gelas arloji, kompor listrik (Maspion S-300 220V), shakerwaterbath, Erlenmeyer (Pyrex), pipet volume (Pyrex), bola hisap (Merienfiel), tabung reaksi (Pyrex), autoklaf (HL-36 AE Hiramaya, Jepang), cawan petri (Normax), mikropipet non-fixed 1000 l dan 100 l (finnpipette, labsystem), tip, bunsen, korek api, tisu, plastik wrap, laminar air flow, borer 5 mm, kertas label, lemari pendingin (Ruey Shing), inkubator (WTB Binder), jangka sorong (Ticle), spektrofotometer UV-VIS (Unico, uv2100 Spectrophotometer). Pelaksanaan Penelitian Pembuatan Serbuk Daun Gambir Daun Gambir segar dari perkebunan Gambir di Sidikalang, Sumatera Utara dipanen pukul 09.00 WIB. Diterima di Malang keesokan harinya pada pukul 10.00 WIB. Daun segar 1 kg dicuci dan disortasi. Daun Gambir segar dikeringkan dalam pengering kabinet suhu 60 C selama 4 jam hingga berkadar air 5 %. Daun Gambir kering dihancurkan dengan juicer selama 5 menit, lalu diayak 60 mesh.

Pembuatan Stok Kultur Bakteri Persiapkan nutrient agar dan nutrient broth steril, lalu inokulasikan kultur dari agar miring ke 10 mL nutrient broth, diinkubasi di inkubator suhu 370 C selama 24 jam, setelah di inkubasi lalu diinokulasikan ke nutrient agar miring dan dinkubasi selama 24 jam suhu 370 C, kultur siap digunakan. Pembuatan Ekstrak Kasar Daun Gambir (Modifikasi Denian, 2008) Serbuk daun gambir kering ditimbang 1 gram serbuk daun gambir, dilarutkan dalam akuades sesuai perlakuan, diradiasi pada 225 W (power level III) pada gelas Beaker 50 ml transparan Pyrex dengan lama waktu sesuai perlakuan. Jus disaring dengan dengan kertas saring halus, lalu ditempatkan pada botol kaca yang telah dilapisi aluminium foil, kemudian disimpan pada lemari pendingin suhu 4 C. Penentuan Total Fenol Ekstrak Kasar Daun Gambir (Modifikasi Sharma, 2011) Analisis kadar total fenol ekstrak kasar daun Gambir bertepatan saat ekstrak dimasukkan dalam sumuran media nutrient agar (pada cawan pengujian aktivitas antibakteri). Penetuan kadar total fenol ekstrak dilakukan dengan metode FolinCiocalteau (Singleton & Rossi, 1965) yang telah dimodifikasi Sharma (2011). Kurva standar yang digunakan adalah kurva nilai absorbansi asam galat standar terhadap konsentrasi yang bersesuaian. Dilakukan pengenceran dengan akuades (1:9) terhadap sampel pengujian untuk mencapai kepekatan warna sampel yang sesuai dengan kemampuan spektrofotometer. Pembacaan nilai absorbansi dilakukan pada panjang gelombang 765 nm. Hasil pembacaan nilai absorbansi sampel dirata-rata untuk mengurangi variasi akurasi spektrofotometer.

Pembuatan Kurva Pertumbuhan (Modifikasi Dewi, 2010) Kultur murni E. coli Salmonella typhimurium, S. aureus dan B. cereus ditumbuhan dalam media NB steril, lalu diinkubasi pada suhu 37 0C selama 24 jam. Sebanyak 2,5 ml kultur umur 24 jam diambil dan dimasukan ke dalam erlenmeyer 100 ml berisi 97,5 ml media NB steril. Lalu diinkubasi pada shakerwaterbath pada suhu 37 0C dengan kecepatan 125 rpm. Setiap interval waktunya dilakukan pengukuran nilai absorbansi menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 630 nm dan penghitungan jumlah sel menggunakan metode hitungan cawan. Uji Aktivitas Anti Bakteri (Modifikasi Mulyati, 2009) Dilakukan analisis aktivitas antibakteri ekstrak kasar daun Gambir terhadap E. coli dan Salmonella typhimurium (Gram negatif) serta S. aureus dan B. cereus (Gram positif) untuk mengetahui efektifitas ekstrak kasar daun gambir hasil MAE. Metode yang digunakan untuk pengujian aktivitas antibakteri adalah metode well diffusion. Kedua bakteri yang telah disiapkan diinokulasi dalam media Nutrient Agar (NA). pada jumlah bakteri 107 cfu/ml dengan cara pour plate. Setelah mengeras, dibuat empat sumuran berdiameter 5 mm di tiap cawan. berisi satu sumur berisi akuades (kontrol negatif) dan tiga sumur berisi ekstrak hasil perlakuan. Ekstrak kasar hasil ekstraksi dimasukkan ke dalam masing-masing sumur tersebut sebanyak 50 l. Setelah itu cawan petri diinkubasi pada suhu 37 0 C. Aktivitas antibakteri ditunjukkan dengan adanya zona bening di sekitar sumuran. Pengamatan dilakukan per 60 menit selama 420 menit inkubasi. Hasil pengujian dirata-rata untuk mengurangi variasi jumlah bakteri yang tumbuh di tiap cawan.

Analisis Rendemen Ekstrak Kasar Daun Gambir (Yuwono dan Susanto, 1998) Dilakukan analisis rendemen terhadap hasil ekstraksi kasar daun Gambir metode MAE didasarkan pada perbandingan massa ekstrak kasar daun gambir yang dihasilkan terhadap massa sampel ditambah massa pelarut yang digunakan (b/b). Pengukuran dilakukan secara duplet. Hasil pengukuran dirata-rata untuk mengurangi variasi akurasi neraca. Analisis Kadar Hambat Minimum (KHM) dan Kadar Bunuh Minimum (KBM) (Modifikasi Dewi, 2010) Kadar Hambat Minimum (KHM) dan Kadar Bunuh Minimum (KBM) ditentukan dengan metode dilusi/pengenceran ekstrak kasar daun gambir perlakuan terbaik. Terdapat 10 seri konsentrasi yang digunakan. Seri konsentrasi ekstrak kasar dibuat dengan mengencerkan ekstrak dalam akuades steril sesuai perlakuan. Media yang digunakan yaitu NB steril. Penentuan KHM dilakukan pada setiap bakteri uji menggunakan ekstrak kasar daun gambir perlakuan terbaik. Setiap tabung reaksi di isi menggunakan media NB steril sebanyak 9 ml lalu di tambah 0,5 ml kultur bakteri uji dan 0,5 ml ekstrak kasar daun gambir dengan konsentrasi sesuai perlakuan. Diambil 3 ml secara aseptis untuk dibaca absorbansinya menggunakan spektrofoto-meter. Lalu diinkubasi dalam inkubator suhun 37 0C selama 24 jam. Setelah diinkubasi, larutan di vortex terlebih dahulu sebelum diukur nilai absorbansinya kembali. KHM ditentukan pada tabung yang tidak mengalami kekeruhan yang diketahui dengan melihat nilai absorbansi setelah inkubasi kurang dari 0. Sedangkan KBM ditentukan dengan menumbuhkan kultur pada tabung positif KHM secara pour plate pada media NA steril. Lalu diinkubasi selama 24 jam dalam inkubator suhu 37 0C. KBM ditentukan

jika setelah inkubasi tidak didapati koloni bakteri yang tumbuh pada cawan petri. HASIL DAN PEMBAHASAN Rendemen Gambir Ekstrak Kasar Daun

Dalam penelitian ini, rendemen ekstrak kasar diperoleh nilai rendemen ekstrak kasar daun gambir menggunakan MAE antara 43,07 % hingga 79.34 %.
100.00 Rendemen (%) 80.00 60.00 40.00 20.00 0.00 1:25 (P1) 1:35 (P2) 1:45 (P3) Rasio Sampel:Pelarut 2 Menit 4 Menit 6 Menit

kemungkinan terjadinya penguapan pelarut semakin kecil pula. Pada perlakuan waktu juga memberikan pengaruh pada jumlah rendemen ekstrak kasar daun gambir. Hasil pengujian menunjukan bahwa semakin singkat waktu ekstraksi yang diberikan akan memberikan nilai rendemen ekstrak kasar semakin tinggi. Menurut Steed et al. (2008) dalam Setiawan (2012) menyatakan bahwa efek pemanasan radiasi gelombang mikro meningkat sejalan dengan fungsi waktu. Sehingga semakin lama waktu ekstraksi yang diberikan, maka jumlah energi panas yang diberikan semakin tinggi dimana menyebabkan kenaikan suhu larutan ekstrak akan semakin tinggi. Total Fenol Sampai saat ini belum terdapat penelitian yang menunjukan pengaruh radiasi gelombang mikro terhadap perubahan kimia dari senyawasenyawa fenol dari daun gambir. Namun yang diketahui mengenai pengaruh panas/kalor terhadap senyawa aktif dalam berbagai jenis rempah-rempah. Steed et al. (2008) dalam Setiawan (2012) menyatakan bahwa efek pemanasan radiasi gelombang mikro meningkat sejalan dengan fungsi waktu. Sehingga, semakin lama waktu radiasi yang diberikan maka akan kalor yang diradiasikan pada bahan semakin banyak pula. Hal tersebut menyebabkan kenaikan suhu bahan juga semakin meningkat.

Berdasarkan hasil analisa pada gambar di atas menunjukkan bahwa semakin banyak pelarut yang digunakan akan meningkatkan rendemen ekstrak yang dihasilkan. Hal tersebut dikarenakan adanya pelarut yang masih terperangkap dalam fase padat saat proses filtrasi. Hal tersebut didukung oleh Susanti (2008) yang menyatakan bahwa sebagian besar komponen daun adalah karbohidrat termasuk serat selulosa dan protein. Namun, akan terjadi perbedaan saat dilakukan penghitungan, karena pembandingnya berbeda-beda tiap perlakuannya. Semakin banyak pelarut yang digunakan akan menghasilkan rendemen ekstrak semakin tinggi. Pada penelitian ini, energi yang diberikan pada tiap perlakuan sama yaitu 225 watt. Efek suhu pada sampel akan dipengaruhi oleh massa larutan yang diekstrak. Semakin banyak massa larutan, maka kenaikan suhunya semakin kecil dengan energi panas yang sama. Jika dalam larutan kenaikan suhunya lebih kecil, maka

6000 Total Fenol (ppm) 5000 4000 3000 2000 1000 0 1:25 (P1) 1:35 (P2) 1:45 (P3) Rasio Bahan:Pelarut

Peningkatan suhu akan membantu proses ekstraksi. Suhu yang meningkat akan mempermudah rusaknya dinding sel bahan serta meningkatkan kelarutan senyawa yang terekstrak pada pelarut. Diduga dengan lama waktu tersebut masih belum bisa merusak dinding sel bahan dengan optimal. Hidayati (2009) menyatakan bahwa senyawa fenol terdegradasi pada suhu 98 0C. Pada waktu 4 menit diperoleh hasil tertinggi dikarenakan pada waktu tersebut didapatkan nilai total fenol tertinggi. Hal tersebut menunjukan bahwa sel-sel daun gambir dapat dirusak oleh gelombang mikro yang diradiasikan dan pelarut akuades yang diberikan dapat mengekstrak dengan baik serta kemungkinan adanya kerusakan senyawa fenol secara termal lebih kecil. Selain itu, aktivitas enzim polifenoloksidase pada ekstrak dihambat oleh radiasi gelombang mikro. Hernandez (1999) melaporkan bahwa 15 detik radiasi gelombang mikro dan suhu 60C dapat menghambat aktivitas enzim tersebut dalam beberapa jenis rempah. Inaktifasi enzim tersebut dapat menghindarkan hidrolisis senyawa fenol aktif ekstrak. Pada perlakuan rasio bahan:pelarut 1:25 rata-rata memiliki nilai total fenol lebih rendah dari pada perlakuan lainnya. Hal tersebut mengindikasikan bahwa pada perlakuan tersebut jumlah pelarut yang diberikan kurang. Hal tersebut

menyebabkan kontak antara pelarut dengan partikel bahan lebih sedikit, sehingga jumlah senyawa yang terekstrak oleh pelarut lebih sedikit pula. Selain itu, perubahan suhu pada perlakuan rasio bahan:pelarut 1:25 6 Menitlebih tinggi daripada perlakuan lainnya. 4 MenitHal tersebut disebabkan massa larutan terekstrak berbanding terbalik dengan 2 Menit peningkatan suhu akibat energi radiasi gelombang mikro (Setiawan, 2012). Susanto, 1999 dalam Setyawan, 2012 menyatakan bahwa perbandingan bahan:pelarut berpengaruh terhadap efisiensi ekstraksi dan mutu ekstrak yang dihasilkan. Semakin besar perbandingan bahan dengan pelarut maka proses pelarutan semakin baik karena kontak antara partikel dalam bahan pelarut semakin sering, namun jumlah pelarut yang berlebihan tidak akan mengekstrak lebih banyak. Terdapat penelitian tentang total fenol daun gambir hasil ekstraksi menggunakan metode maserasi yang dilakukan Susanti (2008). Perbandingan total fenol ekstrak kasar daun gambir pelarut akuades metode MAE perlakuan terbaik (Rasio bahan:pelarut 1:35 dan lama ekstraksi 4 menit) dengan ekstraksi menggunakan metode maserasi disajikan pada Tabel berikut: MAE (P2T2)** Maserasi * 0,224 0,217 Keterangan : * Suhu Pengeringan 90 0 C (Susanti, 2008) ** Suhu Pengeringan 60 0C Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa metode MAE lebih efektif dalam mengekstrak senyawa fenolik daripada metode maserasi dengan pelarut akuades. Menurut Salas et al., (2010) teknik MAE memiliki beberapa kelebihan, yaitu lebih cepat, tingkat ekstraksi yang lebih tinggi, lebih murah, dan mencegah dekomposisi senyawa target. Penggunaan energi gelombang mikro untuk ekstraksi zat aktif dari bahan tanaman menghasilkan pemanasan lebih cepat,

karena setiap molekul terkena medan gelombang mikro secara langsung, sehingga total fenol yang dihasilkan lebih tinggi (Calinescu and Lavric, 2012). Aktivitas Antibakteri Secara umum, pada perlakuan bahan:pelarut 1:25 nilai diameter daya hambat yang kecil, hal ini menunjukan bahwa dengan rasio pelarut tersebutmasih belum bisa mengekstrak senyawa antibakteri dengan optimal dari bahan. Hal tersebut dikarenakan kontak yang terjadi antara pelarut dengan bahan lebih kecil dibanding perlakuan lain. Namun pada perlakuan rasio bahan:pelarut 1:45 terjadi penurunan aktivitas antibakteri. Hal tersebut dikarenakan konsentrasi senyawa antibakteri yang terekstrak lebih sedikit dibanding perlakuan rasio bahan:pelarut 1:35. Susanto (1999) dalam Setyawan (2012) menyatakan bahwa semakin besar perbandingan bahan dengan pelarut maka proses pelarutan semakin baik karena kontak antara partikel dalam bahan pelarut semakin sering, namun jumlah pelarut yang berlebihan tidak akan mengekstrak lebih banyak. Pelczar (1988) mengemukakan bahwa semakin tinggi konsentrasi suatu zat antimikroba semakin tinggi aktivitas antimikrobanya, artinya banyak bakteri akan terbunuh lebih cepat bila konsentrasi zat tersebut lebih tinggi Sedangkan pada perlakuan lama ekstraksi, secara umum pada keempat bakteri memiliki rerata perlakuan lama waktu ekstraksi 4 menit lebih besar dari pada 6 menit dan lebih besar pula dari 2 menit. Pada perlakuan lama waktu ekstraksi 2 menit menunjukan hasil terkecil menghasilkan diameter daya hambatnya. Hal tersebut kemungkinan dikarenakan senyawa antibakteri belum terekstrak dengan optimal serta adanya kerusakan senyawa fenol dari bahan karena panas. Menurut Steed et al. (2008) dalam Setiawan

(2012) menyatakan bahwa efek pemanasan radiasi gelombang mikro meningkat sejalan dengan fungsi waktu. Maka dari itu, semakin lama waktu radiasi yang diberikan maka akan kalor yang diradiasikan pada bahan semakin banyak pula. Hal tersebut menyebabkan kenaikan suhu bahan juga semakin meningkat. Peningkatan suhu akan membantu proses ekstraksi. Suhu yang meningkat akan mempermudah rusaknya dinding sel bahan serta meningkatkan kelarutan senyawa yang terekstrak pada pelarut. Jika waktu yang diberikan terlalu lama maka dapat menyebabkan bahan mengalami peningkatan suhu yang lebih besar sehingga memungkinkan terjadi degradasi termal pada senyawa-senyawa antibakteri pada bahan. Oleh karena itu pada perlakuan waktu ekstraksi 6 menit terjadi penurunan diameter daya hambatnya karena senyawa fenol yang terekstrak dari bahan mengalami kerusakan secara termal. Mekanisme senyawa fenol sebagai zat antibakteri adalah dengan cara meracuni protoplasma, merusak dan menembus dinding sel, serta mengendapkan protein sel mikroba. Komponen fenol juga dapat mendenaturasi enzim yang bertanggung jawab terhadap germinasi spora atau berpengaruh terhadap asam amino yang terlibat dalam proses germinasi (Naidu, 2000 dalam Yulianti, 2009). Escherichia coli dan Salmonella typhimurium merupakan bakteri uji gram negatif. Secara morfologi, bakteri gram negatif memiliki dinding sel dengan peptidoglikan yang sedikit sekali dan berada diantara selaput luar dan selaput dalam dinding sel. Dinding sel bakteri gram negatif mengandung fosfolipid, lipopolisakarida, dan lipoprotein. Setelah menerobos dinding sel, senyawa fenol akan menyebabkan kebocoran isi sel dengan cara merusak ikatan-ikatan pada komponen membran sel (seperti protein dan fosfolipida) sehingga meningkatkan permeabilitas

membran. Terjadinya kerusakan pada membran sel mengakibatkan terhambatnya aktivitas dan biosintesis enzim-enzim spesifik yang diperlukan dalam reaksi metabolisme (Naidu, 2000 dalam Yulianti, 2009). Staphylococcus aureus dan Bacilus cereus merupakan gram positif dimana memiliki struktur dinding sel yang lebih sederhana dibandingkan dengan dinding sel bakteri gram negatif sehingga memudahkan senyawa

antibakteri mudah masuk ke dalam sel bakteri. Menurut Dewi (2010) menyatakan bahwa bakteri gram positif memiliki dinding sel dengan lebih banyak peptidoglikan, sedikit lipid dan dinding sel mengandung polisakarida (asam teikoat). Terjadinya kerusakan pada membran sel mengakibatkan terhambatnya aktivitas dan biosintesis enzim-enzim spesifik yang diperlukan dalam reaksi metabolisme (Naidu, 2000 dalam Yulianti, 2009).

Escherichia coli
Diameter Daya Hambat (mm) 14.00 12.00 10.00 8.00 6.00 4.00 2.00 0.00 1:25 (P1) 1:35 (P2)

2 Menit 4 Menit 6 Menit

Salmonella typhimurium
Diameter Daya Hambat (mm) 14.00 12.00 10.00 8.00 6.00 4.00 2.00 0.00

2 Menit (T1) 4 Menit (T2) 6 Menit (T3)

1:45 (P3)

Rasio bahan : pelarut

1:25 (P1) 1:35 (P2) 1:45 (P3) Rasio bahan : pelarut

S. aureus
Diameter Daya Hambat (mm) 16.00 14.00 12.00 10.00 8.00 6.00 4.00 2.00 0.00

2 Menit (T1) 4 Menit (T2) 6 Menit (T3)

B. cereus
Diameter Daya Hambat (mm) 16.00 14.00 12.00 10.00 8.00 6.00 4.00 2.00 0.00

2 Menit (T1) 4 Menit (T2) 6 Menit (T3)

1:25 (P1) 1:35 (P2) 1:45 (P3) rasio bahan:pelarut

1:25 (P1) 1:35 (P2) 1:45 (P3) Rasio Bahan:Pelarut

Perbandingan Daya Tahan Bakteri Gram Negatif dan Bakteri Gram Positif terhadap Ekstrak Kasar Daun Gambir Perlakuan Rerata diameter hambat (mm)* Rasio Waktu (T) E.coli S. typhimurium S. aureus B.cereus Bahan:Pelarut (P) a a 1:25 2 6,03 6,15 5,92a 7,55a 1:25 4 9,93ab 9,33ab 9,46ab 10,57ab a a ab 1:25 6 7,12 7,52 7,55 7,82a a a ab 1:35 2 7,29 7,40 7,10 7,98a b b b 1:35 4 12,43 12,68 14,00 14,43b 1:35 6 9,45ab 9,30ab 9,32ab 9,57ab a a ab 1:45 2 7,03 7,32 7,83 7,57a ab ab ab 1:45 4 10,22 10,58 10,54 10,73ab 1:45 6 8,27ab 8,35ab 8,42ab 8,28a Keterangan : * Angka yang didampingi huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata (P<0,05) pada tiap bakteri. Berdasarkan tabel di atas, secara umum diameter daya hambat yang dibentuk oleh ekstrak kasar daun gambir dengan metode MAE pada bakteri E. coli lebih kecil dari pada S. typhimurium lebih kecil dari pada S. aureus. Sedangkan pada bakteri B. cereus memiliki diameter daya hambat paling besar. Hal tersebut juga menunjukan bahwa diameter daya hambat yang dibentuk oleh bakteri gram positif lebih besar dari pada bakteri gram negatif. Hal ini sesuai dengan Pambayung dkk. (2007) yang menyatakan bahwa pada pengujian ekstrak gambir memiliki aktivitas antibakteri pada bakteri uji gram positif (Streptococcus mutans, Staphylococcus aureus, dan Bacilus subtilis), sedangkan pada bakteri uji gram negatif (Escherichia coli, Salmonella typhimurium FNCC 0139, dan Shigella flexneri) memiliki diameter daya hambat yang kecil. Menurut Dewi (2010) bakteri gram positif memiliki dinding sel dengan peptidoglikan lebih banyak, sedikit lipid dan dinding sel mengandung polisakarida (asam teikoat). Sedangkan bakteri gram negatif lebih banyak mengandung lipid, sedikit peptidoglikan dan membran luar berupa bilayer yang berfungsi sebagai pertahanan selektif senyawa-senyawa yang keluar atau masuk sel. Perbedaan membran antara kedua bakteri gram positif dan gram negatif tersebut juga mengakibatkan respon yang berbeda terhadap senyawa antibakteri dari ekstrak kasar daun gambir. Menurut Yulianti (2009), senyawa fenol mampu memutuskan ikatan peptidoglikan saat menerobos dinding sel. Ikatan peptidoglikan ini secara mekanis memberi kekuatan pada sel bakteri. Menurut Pelczar (1986) struktur dinding sel bakteri Gram negatif lebih kompleks dibandingkan struktur dinding sel bakteri Gram positif. Bakteri Gram negatif memiliki dinding sel yang terdiri dari 3 lapisan yaitu, lapisan luar, lapisan tengah dan lapisan dalam. Sedangkan bakteri Gram positif hanya mempunyai lapisan tunggal pada dinding selnya. Siswandono (1995) menambahkan struktur dinding sel bakteri Gram negatif yang relatif kompleks tersebut menyebabkan senyawa antibakteri lebih sukar masuk ke dalam sel dan menemukan sasaran untuk bekerja. Corn dan Stumpf (1976) dalam Rahayu (2009) menyatakan bahwa dinding sel bakteri Gram positif akan bermuatan negatif sebagai akibat dari ionisasi gugus fosfat dari asam teikoat pada struktur dinding selnya. Senyawa fenol pada pH rendah akan bermuatan positif, sehingga fenol tidak akan terionisasi. Perbedaan muatan ini

menyebabkan terjadinya tarik menarik antara fenol dengan dinding sel, sehingga fenol secara keseluruhan akan lebih mudah melekat atau melewati dinding sel bakteri Gram positif. Tidak terdapatnya asam teikoat pada bakteri Gram negatif, menyebabkan bakteri golongan ini lebih tahan terhadap ekstrak kasar daun gambir. Pada bakteri uji gram positif, diameter daya hambat Bacilus cereus lebih besar daripada Staphylococcus aureus, sedangkan pada bakteri uji gram negative diameter daya hambat Salmonella typhimurium lebih besar dari pada Escherichia coli. Hal tersebut dapat dikarenakan bakteri Staphylococcus aureus dan

Escherichia coli dapat mensintesis enzim katekin oksigenase yang mampu mendegradasi katekin lebih baik dari pada Bacilus cereus dan Salmonella typhimurium. Hal ini didukung oleh hasil penelitian Deschamps et al., (1980) dalam Arunachalam et al., (2003) yang dapat mengisolasi bakteri pendegradasi katekin dari genus Bacilus, Staphylococcus, dan Klebsiella serta bakteri pendgradasi tannin dari genus Staphylococcus. Penelitian Brezillon et al., (1998) dalam Arunachalam et al., (2003) juga berhasil mengidentifikasi bakteri Escherichia coli dan Enterococcus faecalis dari feses tikus yang dilarutkan pada media cair mengandung katekin.

Perbandingan Aktivitas Antibakteri Ekstrak Kasar Daun Gambir menggunakan MAE dengan Metode Ekstraksi Lain Diameter hambat (mm) Bakteri uji MAE Soxhle Maserasi (P2T2) t Escherichia coli 12,43 9 *** 10 ** * Salmonella 12,68 <5 <5* typhimurium Staphylococcus aureus 14,00 9 *** 7,33 * Bacilus cereus 14,43 -**** 11 ** Keterangan : * pelarut etanol 50% (Pambayun, 2007), ** air panas (Yanti, 1999), *** pelarut etanol (Kresnawaty, 2009), **** belum terdapat penelitian. Berdasarkan pengujian, yang lebih rendah dibanding dengan didapatkan nilai diameter daya hambat metode konvensional. Salas et al., yang dihasilkan oleh ekstrak dengan 2010 menyatakan bahwa dengan perlakuan terbaik (P2T2) pada setiap metode MAE akan mencegah bakteri uji. Sedangkan berdasarkan dekomposisi senyawa target karena studi literatur, didapatkan ukuran daya energi panas yang diberikan lebih hambat bakteri yang bervariasi dengan merata dalam bahan. Kadar Hambat Minimum (KHM) metode ekstraksi berbeda. Mandal et al., (2007) menyatakan Berdasarkan hasil uji KHM bahwa MAE (Microwave Assisted ekstrak kasar daun gambir P2T2 pada Extraction) yang merupakan metode Staphylococcus aureus menunjukan ekstraksi modern dengan bantuan bahwa KHM muncul pada konsentrasi gelombang mikro yang dapat 90 % dan 100 %. Sedangkan pada meningkatkan efektifitas dan efisiensi bakteri uji Bacilus cereus, kadar perusakan sel. Hal ini didukung oleh hambat minimum muncul pada Langat (2011) yang menyatakan bahwa konsentrasi ekstrak 80 %, 90 %, dan dengan metode MAE dapat membantu 100%. Pada bakteri uji gram negative, meningkatkan rendemen ekstrak kasar Escherichia coli mengalami penurunan dalam waktu ekstraksi dan rasio pelarut nilai OD pada perlakuan konsentrasi

ekstrak 100 % saja. Sedangkan pada bakteri uji Salmonella typhimurium mengalami penurunan nilai OD setelah inkubasi pada perlakuan penambahan konsentrasi ekstrak 90 % dan 100 %. Bakteri Escherichia coli menunjukan resistensi paling tinggi dari pada bakteri uji lainnya. Hal tersebut ditunjukan oleh hasil pengujian KHM positif pada konsentrasi ekstrak 100 %. Hal ini sesuai dengan hasil pengujian aktivitas antibakteri metode difusi agar yang menunjukan bahwa secara umum Escherichia coli memiliki diameter daya hambat paling kecil dibanding bakteri uji lainnya. Sedangkan pada bakteri uji Bacilus cereus menunjukan penurunan nilai OD pada perlakuan dengan konsentrasi ekstrak kasar daun gambir metode MAE sebesar 80 %, 90 %, dan 100 % sudah dapat menghambat pertumbuhannya. Hal tersebut sesuai dengan hasil analisa antibakteri yang dilakukan yang menunjukan bahwa pada bakteri uji Bacilus cereus memiliki diameter daya hambat paling besar dibanding bakteri lain. Namun, pada bakteri Staphylococcus aureus dan Salmonella typhimurium kadar minimum ekstrak daun gambir metode MAE terhadap senyawa antibakteri ekstrak kasar daun gambir metode MAE pada konsentrasi 90 %. Tetapi, jika membandingkan pada selisih nilai OD setelah inkubasi menunjukkan bahwa Salmonella typhimurium memiliki selisih nilai OD lebih besar disbanding pada bakteri uji Staphylococcus aureus. Hal ini sesuai dengan hasil pengujian aktivitas antibakteri metode difusi sumuran yang menunjukkan bahwa bakteri gram negatif memiliki diameter daya hambat lebih kecil daripada bakteri gram positif. Kadar Bunuh Minimum (KBM) Hasil pengujian KBM menunjukkan bahwa terdapat pertumbuhan pada seluruh bakteri uji yang digunakan. Hal tersebut menunjukan bahwa sifat antibakteri dari ekstrak kasar daun gambir tidak dapat

membunuh seluruh bakteri uji. Setelah dilakukan penumbuhan pada media NA baru, didapatkan koloni dengan jumlah >3 x 106 CFU/ml. Menurut Mulyati (2009) senyawa antibakteri tertentu aktivitasnya dapat meningkat dari bakteriostatik menjadi bakterisida bila kadar senyawa antibakterinya ditingkatkan. Dapat disimpulkan bahwa senyawa fenol pada ekstrak daun gambir perlakuan terbaik tidak bersifat bakteriosida (membunuh) namun bakteriostatik (menghambat). Kesimpulan Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan rasio bahan:pelarut 1:35 dengan lama waktu ekstraksi 4 menit merupakan perlakuan terbaik dengan karakteristik sebagai berikut, yaitu : rendemen 64,71 %, total fenol 5.166,187 ppm, aktivitas antibakteri (diameter hambat) terhadap Escherichia coli ATCC 25922 12,43 mm, Salmonella typhimurium 12,68 mm, Staphylococcus aureus ATCC 29213 14,00 mm, dan Bacilus cereus 14,43 mm. Kadar Hambat Minimal (KHM) dari ekstrak kasar daun gambir hasil perlakuan terbaik (P2T2) untuk Bacilus cereus adalah 80%, Staphylococcus aureus ATCC 29213 90%, Escherichia coli ATCC 25922 100%, dan Salmonella typhimurium 90%. Sedangkan Kadar Bunuh Minimal (KBM) belum dapat diketahui. Secara umum, bakteri gram negatif lebih resisten daripada bakteri gram positif terhadap ekstrak kasar daun gambir. Daftar Pustaka Arunachalam, M., Raj, M.M, and Mohan, N, M. 2003. Biodegradation of Catechin. Proc. Indian natn Sci Acad. B69 No. 4 : 353-370. Brezillon, C., Rabot, S., Philippe, C., Durao, J., Cheze, C., and Vercauteren, J. 1998 Metabolism of Catechin and Epicatechin by

The Human Colonic Microflora. Proc. 2nd International Electronic Conference on Synthetic Organic Chemistry, Sept.1-30, Switzerland. Calinescu, I., Ciuculescu, C., Popescu, M., Bajenaru, S., and Epure, G. 2001. Microwaves Assisted Extraction of Active Principles from Vegetal Material. Romanian International Conference on Chemistry and Chemical Engineering, 12: 1-6. Calinescu, I., Ani, A., and Lavric, P. 2012. Microwave Extraction of Active Principles From Medicinal Plants. U.P.B. Sci. Bull., Series B, Vol. 74: 129-142. Denian, A., M., Hadad., dan Wahyuni, S. 2008. Karakteristik Pohon Induk Gambir (Uncaria gambir (hunter) Roxb.) di Sentra Produksi Sumatra Barat dan Riau. Bul. Littro. Vol. XIX No. 1: 18 38. Deschamps, A. M., Mohudeau G, Cont M and Lebeault J M. 1980. Bacteria Degrading Tannic Acid and Related Compounds. J. Ferment. Technol. 58 93-97. Dewi, F.K. 2010. Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Buah Mengkudu (Morinda citrifolia, Linnaeus) terhadap Bakteri Pembusuk Daging Segar. Skripsi. Universitas Sebelas Maret. Surakarta. Haniah, M. 2008. Isolasi Jamur Endofit dari Daun Sirih (Piper Betle L.) sebagai Antimikroba terhadap Escherichia coli, Staphylococcus aureus dan Candida albicans. Fakultas Sains dan Teknologi.Universitas Islam Negeri Malang. Malang. Hernandez, D. S. (1999). Enzyme Inactivation Analyses for Industrial Blanching Application Employing 2450 MHz Monomode Microwaves Cavities. Journal of Microwave Power and Electromagnetic Energy , 34 (4), 240-252.

Hidayati, N. 2009. Uji Efektivitas Antibakteri Ekstrak Kasar Daun Teh (Camellia sinensis L, V. Assamica) Tua Hasil Ekstraksi Menggunakan Pelarut Akuades dan Etanol. Universitas Islam Negeri Malang. Malang. Isnawati, Ani. 2010. Analisa Kualitatif dan Kuantitatif Senyawa Katekin Dan Kuersetin Pada 3 Mutu Ekstrak Gambir. Pusat Penelitian Dan Pengembangan Biomedis Dan Farmasi Badan Penelitian Dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan RI. Jakarta. Jain, T., Jain, V., Pandey, R., Vyas, A., and Shukla, S. S. 2009. Microwave Assisted Extraction for Phytoconstituents An Overview. Asian Journal Research Chemistry , 1 (2): 1925. Kresnawaty, I., Zainuddin, A. 2009. Aktivitas antioksidan dan antibakteri dari derivat metil ekstrak etanol daun gambir (Uncaria gambir). Jurnal Littri 15(4), Hlm. 145 151. Langat, M. K. 2011. Chemical Constituents of East European Forest Species. In A. f. Standards, Book of Extended Extracts (pp. 77-78). Kenya: Napreca. Lay, W. dan S. Hastowo. 1992. Mikrobiologi. Rajawali. Jakarta. Lucida, H., Amri B., dan Wina A.P. 2007. Formulasi Sediaan Antiseptik Mulut dari Katekin Gambir. Jurnal Sains Tek. Far, 12(1). Mandal, V., Mohan, Y., and Hemalatha, S. 2007. Microwave Assisted Extraction An Innovative and Promising Extraction Tool for Medicinal Plant Research. Pharmacognosy Reviews , 1 (1): 7-18. Mulyati, E.S. 2009. Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etil Asetat Daun Ceremai (Phyllanthus acidus (L.) Skeels) terhadap

Staphylococcus aureus dan Escherichia coli dan Bioautografinya. Skripsi. Universitas Muhammadiyah Surakarta. Surakarta. Nasrun, N., H. Idris, dan H. Syamsu. 1997. Pemanfaatan Daun Gambir sebagai Pestisida Nabati untuk Pengendalian Penyakit Kanker Batang pada Tanaman Kayu Manis. Prosiding Kongres Nasional XIV Perhimpunan Fitopatologi Indonesia, Palembang. Halaman 480-482. Nazir, N. 2000. Gambir Budidaya, Pengolahan dan Prospek Diversifikasinya. Cetakan I. Yayasan Hutanku. Padang. hal 1-14. Pambayun, R., Gardjito, M., Sudarmadji, S., Kuswanto, K. R. 2007. Kandungan Fenol dan Sifat Antibakteri dari Berbagai Jenis Ekstrak Produk Gambir (Uncaria gambir Roxb). Majalah Farmasi Indonesia 18 (3). Pelczar, MJ. and Chan, ECS. 1988. Dasar-Dasar Mikrobiologi Jilid 2. penerjemah Hadioetomo RS, Imas T, Tjitrosomo SS, Angka SL. UI Press. Jakarta. Terjemahan dari Element of Microbiology. Pelczar, MJ. and ECS. Chan, 1998. Dasar- Dasar Mikrobiologi I. penerjemah Hal RS Hadioetomo , Imas T, Tjitrosomo SS, Angka SL. UI Press. Jakarta. Salas, P. G., Aranzazu, M.-S., Antonio, S.-C., and Alberto, F.-G. 2010 Phenolic-CompoundExtraction Systems for Fruit and Vegetable Samples. Molecules, 15: 8813-8826. Setiawan, C. 2012. Aktivitas Antibakteri Ekstrak Kasar Daun Jati Mas (Tectona grandis) Metode Microwave-Assisted Extraction terhadap Escherichia coli dan Staphylococcus aureus (Kajian Waktu Ekstraksi dan Rasio

Pelarut:Bahan). Skripsi. Universitas Brawijaya. Malang. Setyawan, A. D. 2012. Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Kasar Daun Jati (Tectona grandis) Metode Microwave Assisted Extraction Terhadap Escherichia Coli dan Staphylococcus aureus (Kajian Rasio Sampel : Pelarut dan Jumlah Proses Ekstraksi) . Skripsi. Universitas Brawijaya. Malang. Sharma, G. N. (2011). Phytochemical Screening and Estimation of Total Phenolic Content in Aegle marmelos Seeds. International Journal of Pharmaceutical and Clinical Steed, L., Truong, V., Simunovic, J., Sandeep, K., Kumar, P., Cartwright, G., et al. (2008). Continuous Flow MicrowaveAssisted Processing and Aseptic Packaging of PurpleFleshed Sweetpotato Purees. Food Engineering and Physical Properties , 73 (9), 455-462. Susanti, Y, D. 2008. Efek Suhu Pengeringan Terhadap Kandungan Fenolik dan Kandungan Katekin Ekstrak Daun Kering Gambir, Prosiding Seminar Nasional Teknik Pertanian 2008 Yogyakarta. Susanto,W.M. 1999. Teknologi Lemak dan Minyak Makan. FTP UB: Malang. Wafa, Nuri Izzatil. 2011. Uji Aktivitas Antibakteri Fraksi Air Daun Gambir (Uncaria gambir Roxb) dengan Mikrodilusi dan Analisis Komponen Penyusunnya. Skripsi. IPB. Bogor. Yanti, L., Imanuel, E., Supriadi, dan Hairiah, A. 2000. Uji Aktivitas Anti Bakteri dari Ekstrak Gambir (Uncaria gambir Roxb.). Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jambi. Yulianti, O.N., 2009. Kajian Aktivitas Antioksidan dan Antimikroba

Ekstrak Biji, Kulit Buah, Batang, dan Daun Tanaman Jarak Pagar (Jatropha curcas L.). Skripsi S1 Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Yuwono, SS. dan Susanto. 1998. Pengujian Fisik Pangan. Teknologi Hasil Pertanian UB. Malang.

You might also like