You are on page 1of 20

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Prevalensi wanita yang didiagnosa diabetes meningkat sepanjang tahunnya. Peningkatan ini umumnya karena peningkatan DM tipe 2 yang umumnya ditemukan pada orang gemuk yang sering disebut diabesity. Dengan meningkatnya prevalensi DM tipe 2 secara umum dan khususnya lagi pada orang usia muda mengakibatkan kejadian DM dalam kehamilan meningkat. Diabetes Melitus (DM) merupakan salah satu penyulit medik yang sering terjadi selama kehamilan. Angka kejadian 3-5% dari semua kehamilan. Wanita dapat dipisahkan menjadi mereka yang diketahui mengidap diabetes sebelum hamil-pregestasional atau over (nyata) dan mereka yang didiagnosa sewaktu hamil-gestasional. DM yang tidak terkontrol selama kehamilan mengakibatkan peningkatan risiko keguguran pada trimester pertama, kelainan bawaan khususnya, kelaina jantung dan kelainan susunan saraf pusat, peningkatan kematian janin, persalinan prematur, preeklampsia, ketoasidosis , polihidramniom, makrosomia, trauma persalinan khususnya kerusakan nervus brakhialis, terlambatnya pematangan paru, respiratory distress syndrome, ikterus, hipoglikemia, hipokalsemia, peningkatan kematian perinatal. Risiko jangka panjang meliputi obesitas, DM tipe 2 dan rendahnya IQ. Pemaparan di dalam rahim karena hiperglikemia maternal mengakibatkan terjadinya hiperinsulinemia pada janin, yang mengakibatkan peningkatan sel lemak janin yang akan mengakibatkan obesitas dan resistensi insulin pada masa anak-anak.

B. Tujuan Untuk mengetahui klasifikasi diabetes mellitus, cara menegakkan diagnosa, tata laksana, serta cara persalinan sehingga diharapkan dapat menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat diabetes mellitus.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Diabetes Melitus 1. Definisi Diabetes melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya (Purnamasari, 2009) Diabetes melitus (DM) merupakan sekumpulan gangguan metabolik yang menyebabkan hyperglikemia (Harrison, 2009). Diabetes melitus adalah gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis termasuk heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi karbohidrat (Price and Wilson, 2005). 2. Etiologi Etiologi diabetes melitus bermacam-macam. Meskipun berbagai lesi dengan jenis yang berbeda akhirnya akan mengarah pada insufisiensi insulin, tetapi determinan genetik biasanya memegang peranan penting pada mayoritas penderita dm (Price and Wilson, 2005). Faktor risiko terjadinya DM yaitu kegemukan, inactivity, merokok, obat-obatan, riwayat keluarga DM, dan faktor risiko penyakit kardiovaskuler (Harrison, 2009). 3. Klasifikasi Menurut American Diabetes Association (ADA), 2011 DM dibagi menjadi empat tipe, yaitu: 1. DM tipe 1 Terjadi karena rusaknya sel pankreas, sering menyebabkan defisiensi insulin. 2. DM tipe 2 Gangguan sekresi insulin sehingga menyebabkan resistensi insulin 3. Diabetes Gestasional Intoleransi glukosa yang terjadi saat kehamilan. 4. Diabetes tipe spesifik Jenis diabetes akibat penyebab lain, misalnya, genetik cacat pada fungsi sel, cacat genetik pada insulin, penyakit eksokrin pankreas (seperti cystic fibrosis),

dan drug or kimia induced (seperti di pengobatan HIV / AIDS atau setelah organ transplantasi). Klasifikasi di bawah ini telah disahkan oleh WHO dan telah dipakai diseluruh dunia (Price and Wilson, 2005) : 1. Diabetes melitus a. Tipe 1 1) Autoimun 2) Idiopatik b. Tipe 2 2. Diabetes melitus kehamilan (GDM) 3. Tipe spesifik lain a. Cacat genetik fungsi sel beta (MODY) b. Cacat genetik kerja insulin, syndrome reistensi insulin berat. c. Endokrinopati, syndrome Cushing, Akromegali. d. Penyakit Eksorin Pankreas 4. Gangguan toloeransi glukosa (IGT) 5. Gangguan glukosa puasa (IFG) 4. Manifestasi Klinis Manifestasi klinis diabetes melitus dikaitkan dengan konsekuen metabolik defisiensi insulin. Pasien-pasien dengan defisiensi insulin tidak dapat

mempertahankan kadar glukosa setelah makan karbohidrat. Jika hiperglikemi berat dan melebihi ambang ginjal untuk zat ini maka timbul glikosuria. Glikosuria ini akan mengakibatkan diuresis osmotik yang meningkatkan pengeluaran urine (poliuria) dan timbul rasa haus (polidipsia). Karena glukosa hilang bersama urine maka pasien mengalami keseimbangan kalori negatif dan berat badan yang berkurang, rasa lapar yang semakin besar (polifagia) mungkin akan timbul sebelum kehilangan kalori. Pasien akan mengeluh lelah dan mengantuk (Price and Wilson, 2005). DM sering kali menimbulkan gejala seperti poliuri, polidipsia, kehilangan berat badan, lelah, pandangan kabur, dan luka sukar sembuh (Harrison, 2009). Gejala khas DM terdiri dari poliuria, polidipsia, polifagia, dan berat badan menurun tanpa sebab yang jelas, sedangkan gejala tidak khas DM diantaranya lemas, kesemutan, luka yang sulit sembuh, gatal, mata kabur, disfungsi ereksi, dan pruritus vulva (Purnamasari, 2009).
3

5. Diagnosis Diagnosis DM harus didasarkan atas pemeriksaan glukosa darah. Dalam menentukan diagnosis DM harus diperhatikan asal bahan darah yang diambil dan cara pemeriksaan yang dipakai. Untuk diagnosis, pemeriksaan yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa dengan cara enzimatik dengan bahan darah plasma vena, namun dapat juga dipakai bahan darah kapiler (Purnamasari, 2009). Cara pelaksanaan TTGO (WHO 1994) : Tiga hari sebelum pemeriksaan tetap makan seperti kebiasaan sehari-hari (dengan karbohidrat yang cukup) dan tetap melakukan kegiatan jasmani seperti biasa. Berpuasa paling sedikit 8 jam (mulai malam hari) sebelum pemeriksaan, minum air putih tanpa gula diperbolehkan. Diperiksa konsentrasi glukosa darah puasa. Diberikan glukosa 75 gram (orang dewasa) atau 1,75 gram/KgBB (anak-anak), dilarutkan dalam air 250 mL dan diminum dalam waktu 5 menit. Berpuasa kembali sampai pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan darah 2 jam setelah minum larutan glukosa selesai. Diperiksa glukosa darah 2 jam sesudah beban glukosa Selama proses pemeriksaan subjek yang diperiksa tetap istirahat dan tidak merokok (Purnamasari, 2009). Hasil pemeriksaan glukosa darah 2 jam pasca pembebanan dibagi menjadi 3 yaitu: < 140 mg/dL 200 mg/dL : normal : toleransi glukosa terganggu

140 - <200 mg/dL

: diabetes

Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI) membagi alur diagnosis DM menjadi dua bagian besar berdasarkan ada tidaknya gejala khas DM. Gejala khas DM terdiri dari poliuria, polidipsia, polifagia, dan berat badan menurun tanpa sebab yang jelas, sedangkan gejala tidak khas DM diantaranya lemas, kesemutan, luka yang sulit sembuh, gatal, mata kabur, disfungsi ereksi, dan pruritus vulva. Apabila ditemukan gejala khas DM, pemeriksaan glukosa darah abnormal satu kali saja cukup untuk menegakkan diagnosis, namun apabila tidak ditemukan gejala khas DM maka diperlukan dua kali pemeriksaan glukosa darah abnormal (Purnamasari, 2009).
4

6. Komplikasi Komplikasi DM, yaitu: Koma diabetik Neuropati Retinopati Nefropati Proteinuri Ulkus/gangren PJK (penyakit jantung koroner ) TB paru

(Mubin, 2007) 7. Penatalaksanaan Penatalaksanaan DM didasarkan pada rencana diet, latihan fisik dan pengaturan makanan, agen-agen hipoglikemik oral, terapi insulin, pengawasan glukosa di rumah, dan pengetahuan tentang diabetes dan perawatan diri. Pasien DM tipe 1 terdapat defisiensi insulin dan selalu membutuhkan terapi insulin. Pasien DM tipe 2 terdapat resistensi insulin relatif dan dapat ditangani tanpa insulin (Price and Wilson, 2005).

B. Kehamilan dengan Diabetes Melitus 1. Definisi Definisi diabetes melitus dalam kehamilan ialah gangguan toleransi glukosa berbagai tingkat yang terjadi (atau pertama kali dideteksi) pada kehamilan. Batas ini tanpa melihat dipakai atau tidaknya insulin atau menyingkirkan kemungkinan adanya gangguan toleransi glukosa yang mendahului kehamilan. Diagnosis diabetes sering dibuat untuk pertama kali dalam kehamilan karena penderita untuk pertama kali datang kepada dokter atau diabetesnya menjadi lebih jelas oleh kehamilan. Diabetes menunjukkan kecendrungan menjadi lebih berat dalam kehamilan dan keperluan akan insulin meningkat. 2. Patofisiologi Jika seorang wanita menjadi hamil maka ia membutuhkan lebih banyak insulin untuk mempertahankan metabolisme karbohidrat yang normal. Jika ia tidak mampu untuk menghasilkan lebih banyak insulin untuk memenuhi tuntutan itu, ia dapat
5

mengalami diabetes yang mengakibatkan perubahan pada metabolisme karbohidrat. Kadar glukosa dalam darah wanita hamil merupakan ukuran kemampuanya untuk memberikan respon terhadap tantangan kehamilan itu. Kadar glukosa darah maternal dicerminkan dalam kadar glukosa janin, karena glukosa melintasi plasenta dengan mudah. Insulin tidak melintasi barier plaenta, sehingga kelebihan produksi insulin oleh ibu atau janin tetap tinggal bersama yang menghasilkan. Akhirnya, glukosuria lebih sering pada wanita wanita hamil dibandingkan wanita yang tidak hamil. Perubahan hormonal yang luas terjadi pada hehamilan dalam usaha mempertahankan keadaan metabolisme ibu yang sejalan dengan bertambahnya usia kehamilan. Hormon-hormon ini mungkin yang bertanggung jawab secara langsung maupun tidak langsung, menginduksi resistensi insulin periver dan mengkontribusi terhadap perubahan sel pancreas. Ovarium, kortek adrenal janin, plasenta, kortek adrenal ibu dan pancreas terlibat dalam timbulnya perubahan-perubahan hormonal ini, yang mempunyai pengaruh terhadap metabolisme karbohidrat. Terutama yang penting adalah peningkatan progresif dari sirkulasi estrogen yang pertama kali dihasilkan oleh ovarium hingga minggu ke 9 dari kehidupan intra uterine dan setelah itu oleh plasenta. Sebagian besar estrogen yang dibentuk oleh plaenta adalah dalam bentuk estriol bebas, yang terkonjugasi dalam hepar menjadi glukoronida dan sulfat yang lebih larut, yang dieskresikan dalam urine. Estrogen tidak mempunyai efek dalam transport glukosa, tetapi meningkatkan peningkatan insulin maksimum ( insulin binding). Progesteron yang dihasilkan korpus luteum sepanjang kehamilan kususnya selama 6 minggu pertama. Trofoblas mensintesis progesterone dan kolesterol ibu dan merupakan penyumbang utama terhadap kadar progesterone plasma yang meningkat secara secara menetap selama kehamilan. Progesterone juga mengurangi kemampuan dari insulin untuk menekan produksi glukosa endogen. Lactogen plasenta manusia (HPL) merupakan hormone plasenta penting lain yang mempengaruhi metabolisme karbohidrat. Kadarnya dalam darah ibu meningkat secara berlahan-lahan sepanjang kehamilan, mencapai puncaknya saat aterm. HPL adalah salah satu dari hormone-hormon utama yang bertanggung jawab menurunkan sensitivitas insulin sejalan dengan bertambahnya usia kehamilan. Kadar HPL meningkat pada keadaan hipoglikemia dan menurun pada keadaan hiperglikemia. Dengan kata lain HPL merupakan antagonis terhadap insulin. HPL menekan transport glukosa maksimum tetapi tidak mengubah pengikatan insulin. Setelah

melahirkan dan pengeluaran plasenta, kadar HPL ibu cepat menghilang, pengaturan hormonal kembali normal. Kortek adrenal terlibat dalam peningkatan kortisol bebas secara progresif selama kehamilan. Pada kehamilan lanjut, konsentrasi kortisol ibu diperkirakan 2,5 kali lebih tinggi dari keadaan tidak hamil. Perubahan pada metabolisme karbohidrat selama kehamilan sebagai akibat dari perubahan hormonal diatas. Pada beberapa uji toleransi glukosa didapatkan keadaan antara lain: hipoglikemia ringan pada saat puasa, hiperglikemia pos prandial dan hiperinsulinemia. Konsentrasi glukosa plasma selama puasa yang menurun mungkin terjadi akibat peningkatan dari kadar plasma insulin. Tetapi hal ini tidak dapat dijelaskan dengan perubahan metabolisme insulin karena waktu paruh insulin selama hamil tidak berubah. Peningkatan kadar plasma insulin pada kehamilan normal berhubungan dengan perubahan respon unik terhadap ingestion glukosa. Sebagai contoh, setelah makan pada wanita hamil didapatkan perpanjangan hiperglikemia, hiperinsulinemia,dan supresi glukagon. Mekanisme ini sepertinya bertujuan untuk mempertahankan suplai glukosa posprandial ke fetus. Respon ini konsisten dengan pernyataan bahwa kehamilan menginduksi resistensi perifer terhadap insulin, yang diperkuat dengan tiga hasil pengamatan: a. b. c. peningkatan respon insulin terhadap glukosa pengurangan ambilan perifer terhadap glukosa penekanan respon dari glikogen

mekanisme yang bertanggung jawab terhadap resistensi insulin belum lengkap dimengerti. Beberapa peneliti telah melaporkan sensitifitas insulin menurun secara signifikan ( 40-80 %) dengan bertambahnya usia kehamilan. Fetus normal mempunyai system yang belum matang dalam pengaturan kadar glukosa darah. Fetus normal adalah penerima pasif glukosa dari ibu. Glukosa melintasi barier plasenta melalui proses difusi dipermudah, dan kadar glukosa janin sangat mendekati kadar glukosa ibu. Mekanisme transport glukosa melindungi janin terhadap kadar maternal yang tinggi, mengalami kejenuhan oleh kadar glukosa maternal sebesar 10 mmol/l atau lebih sehingga kadar glukosa janin mencapai puncak pada 8-9 mmol/l. hal ini menjamin bahwa pada kehanmilan normal pancreas janin tidak dirangsang secara berlebihan oleh puncak posprandial kadar glukosa darah ibu. Bila kadar glukosa ibu tinggi melebihi batas normal/ tidak terkontrol akan menyebabkan dalam jumlah besar glukosa dari ibu menembus plasenta menuju fetus
7

dan terjadi hiperglikemia pada fetus. Tetapi kadar insulin ibu tidak dapat mencapai fetus, sehingga kadar glikosa ibulah yang mempengaruhi kadar glukosa fetus. Sel beta pancreas fetus kemudian akan menyesuaikan diri terhadap tingginya kadar glukosa darah. Hal ini akan menimbulkan fetal hiperinsulinemia yang sebanding dengan kadar glukosa darah ibu dan fetus. Hiperinsulinemia yang bertanggung jawab terhadap terjadinya makrosomia / LGA oleh karena meningkatnya lemak tubuh.
Patofisiologi DM pragestasi sama dengan patofisiologi DM tipe 1 atau 2. Hiperglisemia dan akibatnya pada saat perikonsepsi menyebabkan gangguan pertumbuhan organ. Hiperglisermia pada trimester 3 menyebabkan terhambatnya

sintesa surfaktan oleh sel pneumosit II, sehingga menyebabkan keterlambatan dalam pematangan paru janin ( Delayed Lung Maturation) yang berakibat terjadinya RDS pasca lahir. Makrosomia diakibatkan oleh karena masuknya glukosa yang tinggi ke sirkulasi janin yang merangsang hiperplasia sel beta Langerhans janin sehingga terjadi hiperinsulin pada janin yang pada giliranya akan menyebabkan viseromegaly. 3. Klasifikasi Klasifikasi DM gestasional berdasarkan regulasi terbagi dua : 1. Regulasi baik ( good diabetic Control) Glukosa darah puasa 55-65 mg/dL, rata-rata 84 mg/dL, 1 jam sesudah makan < 140 mg/dL. Hb A 1c normal dalam 30 minggu untuk diabetes gestasional dan dalam 12 minggu untuk diabetes pregestasional 2. Regulasi tak baik ( Less than optimal Diabetic Control) Tidak kontrol selama hamil, glukosa darah diatas normal, dan tidak terkontrol baik selama 26 minggu untuk diabetes gestasional atau 12 minggu untuk diabetes pregestasional. Klasifikasi untuk DM gestasional, yaitu : 1. Diabetes gestasional a. Definisi DM Gestasi (DMG) didefinisikan sebagai gangguan toleransi karbohidrat dalam berbagai variasi yang ditemukan pertamakali saat kehamilan. Angka kejadian bervariasi antara 2 - 5%. Hal itu tidak menyingkirkan kemungkinan bahwa intoleransi glucosa mungkin sudah terjadi sebelum kehamilan.

b. Faktor Risiko 1) Risiko rendah a) Usia < 25 tahun b) Berat badan normal sebelum hamil c) Tidak ada histori keluarga/orang tua DM d) Tidak ada histori kelainan toleransi glukosa e) Tidak ada histori obstetri yang jelek f) Bukan dari kelompok etnis dengan prevalensi tinggi untuk DM 2) Risiko tinggi a) Usia > 30 tahun b) Obesitas c) Polycystic ovary sindrome d) Kehamilan yang lalu ada intoleransi glucosa e) Kehamilan yang lalu dengan bayi besar (> 4000g) f) Riwayat kematian janin dalam rahim yang tidak diketahui sebabnya. g) Keluarga dengan DM tipe 2 (first-degree relatives). h) Dari kelompok etnis dengan prevalensi tinggi untuk DM antara lain : African, Native American & South East Asian. c. Skrining dan Diagnosis Skrining dilakukan hanya pada wanita hamil dengan risiko tinggi untuk DM. Di Indonesia memakai skrining universal (ACOG) yakni dilakukan untuk setiap ibu hamil dimulai sejak kunjungan pertama (trimester 1) untuk menapis DM Pragestasi (DMpG), bila negatip diulangi pada kehamilan 24-28 minggu untuk menapis DM Gestasi (DMG). Skrining dan diagnosis yang direkomendasikan adalah satu tahap (One Step Approach menurut WHO) yakni dengan TTGO (Test Toleransi Glukosa Oral), dengan memberikan beban 75 gram glukosa anhidrus setelah berpuasa selama 8 14 jam. Dinyatakan positip apabila hasil glukosa puasa = 126 mg/dL dan 2 jam = 200 mgh/dL. Bila hasil negatip diulangi dengan cara pemeriksaan yang sama pada usia hamil 24-28 minggu.

d.

Penyulit 1) Ibu : a) DM menetap sampai setelah persalinan (DM tipe 2). b) Preeklampsia c) Polihidramnion 2) Janin dan Neonatus : a) Makrosomia dan trauma persalinan b) Hipoglikemia, hipokalsemia dan hiperbilirubinemia neonatal Jangka panjang bayi dikemudian hari mudah berkembang penyakit DM, kardiovaskuler, obesitas.

e.

Perawatan Antenatal 1) Program perawatan kasus DMG dilaksanakan secara multi disiplin yang terdiri dari Bagian Kebidanan, Penyakit Dalam, Gizi, Neonatus dan Anesthesia. 2) Perawatan antenatal, kunjungan setiap 2 minggu sampai dengan usia hamil 36 minggu kemudian 1 minggu sekali sampai dengan aterm (bila kadar glukosa darah terkendali dengan baik). 3) Target glukosa darah senormal mungkin dengan kadar glukosa puasa = 100 mg/dL dan 2 jam pp = 140 mg/dL yang dicapai dengan diet, olahraga dan insulin. 4) OAD tidak dianjurkan oleh karena dapat menembus barier plasenta, dikhawatirkan efek teratogenik dan lebih merangsang sel beta Langerhans pada janin.

f.

Perawatan Selama Persalinan 1) Untuk pasien yang kadar glukosa terkendali dengan diet saja diperbolehkan melahirkan sampai dengan aterm. Bila sampai dengan 40 minggu belum terjadi persalinan maka mulai dilakukan pemantauan kesejahteraan janin 2 kali seminggu. 2) Pasien dengan HDK dan pernah stillbirth sebelumnya harus dilakukan pemantauan kesejahteraan janin 2 kali seminggu mulai usia hamil 32 minggu 3) Perkiraan berat lahir secara klinis dan pemeriksaan USG dilakukan untuk mendeteksi adanya tanda-tanda makrosomia. Untuk

10

mengurangi kelainan janin akibat trauma kelahiran dianjurkan untuk mempertimbangkan SC efektif pada EFW=4500 g. 4) Pasien dengan DMG yang dalam terapi insulin disertai diet untuk mengendalikan kadar glukosa direncanakan program

pemantauan/evaluasi janin antennatal (anterpartum fetal surveillance) seperti pada DMpG. 5) Perawatan insentive untuk mendeteksi dan mengatasi kejadian hipoglikemia, hipokalsemia dan hiperbilirubinemia pada neonatus. g. Perawatan Pasca Persalinan 1) Evaluasi untuk mengantisipasi intoleransi karbohidrat yang menetap. Self monitoring untuk mengevaluasi profil glucose darah. a) Pada 6 minggu pasca persalinan, dilakukan TTGO dengan loading 75 g glucose (lihat persyaratan diagnosis DMG) kemudian diukur kadar glucose darah (plasma) saat puasa dan 2 jam. b) Bila TTGO diatas menunjukkan kadar yang normal, evaluasi lagi setelah 3 tahun dengan kadar glucose puasa, olah raga teratur dan menurunkan berat badan pada yang obesitas. 2) Kontrasepsi oral dosis rendah ( Low-dose oils) dikatakan tidak pernah dilaporkan berpengaruh terhadap kejadian intoleransi karbohidrat. 3) Reccurrence risk untuk DMG sekitar 60 %. Kadar glucose plasma pada 6 minggu pasca persalian pada DMG Normal Puasa(mg/dL) 2 jam (mg/dL) < 100 < 140 Glucose Intolerance 100-125 140-199 DM 100 140

2. Diabetes Pregestasional a. Definisi Diabetes pragestasi (DMpG) terjadi sebelum terjadinya kehamilan (DM Tipe 1 dan 2). Terminologi lain adalah Overt atau Preexisting DM. Angka kejadian sekitar 0,5%.

11

b. Diagnosis Pada anamnesa ada riwayat Diabetes Mellitus Tipe 1 atau Tipe 2, pemakaian obat antidiabetes Insulin atau OAD dan diet DM sebelum terjadinya kehamilan. c. Risiko Risiko maternal dan perinatal akan meningkat dengan adanya: 1) Vaskulopati, misalnya adanya retinopati, nefropati dan hipertensi 2) Regulasi glukosa yang jelek. 3) Faktor prognostic yang jelek seperti ketoasidosis, pyelonefritis, HDK dan perawatan antenatal yang jelek. d. Perawatan Sebelum Kehamilan Tujuan: 1) Regulasi glukosa untuk menurunkan risiko terjadinya kelainan bawaan janin dan keguguran. Waspaa terjadinya hipoglikemia. 2) Menentukan adanya vaskulopati dengan evaluasi opthalmologi, penyakit jantung coroner, fungsi ginjal, fungsi thyroid. 3) Penyuluhan pasien dan suami tentang rencana perawatan pada kasus kehamilan dengan DM. 4) Pemberian Folic Acid untuk pencegahan risiko terjadinya defek pada susunan syaraf janin. 5) Konseling kontrasepsi. e. Deteksi dan Evaluasi Kelainan Bawaan Janin 1) Pemeriksaan HbA1C ibu pada trimester 1 untuk mengetahui regulasi glucosa darah 3 bulan terakhir. 2) Pemeriksaan AFP pada usia hamil 16 minggu untuk memperkirakan kemungkinan adanya kelainan bawaan janin. 3) USG pada 13-14 minggu untuk mendeteksi Anensefalus 4) USG pada 18-20 minggu untuk pemeriksaan struktur jantung janin termasuk pembuluh darah besar untuk mendeteksi kemungkinan kelaianan jantung bawaan. f. Perawatan Antenatal 1) Regulasi gula darah Yang paling penting selama perawatan kehamilan adalah regulasi glukosa darah.
12

Kadar glucosa yang diharapkan selama hamil : Kadar rata-rata Sebelum makan pagi 100 mg/dL < 95 mg/dL

Sebelum makan siang, makan malam, sebelum tidur < 100 mg/dL 1 jam setelah makan 2 jam setelah makan < 140 mg/dL < 120 mg/dL

a) Monitoring kadar glukosa darah (kapiler) harian, baik puasa, prelunch, predinner, dan saat menjelang tidur. b) Monitoring kadar glukosa darah (kapiler) 1 jam atau 2 jam setelah makan. c) Pemeriksaan kadar HbA1C (Glycosylate Hemoglobin) tiap semester = 6%. 2) Terapi Insulin a) Multiple Insulin Injection. b) Continuos subcutaneos insulin infusion (insulin pump). c) Regular/insulin lispro, diberikan secara continuous basal rate dan bolus pada pasien dengan kepatuhan tinggi. 3) Diet yang dianjurkan a) Rencana : 3 kali makan dan 3 kali snack. b) Kalori : 30-35 kcal/kg normal body weight. Total 2000-2400 kcal/day. c) Komposisi : karbohidrat 40-50%, kompleks dan tinggi serat protein 20%, lemak 30-40% (asam lemak jenuh/saturated < 10%). d) Pertambahan berat badan ibu 22-25 lb (10-11 kg). 4) Pedoman penggunaan insulin dan asupan karbohidrat a) 1 unit rapid-acting insulin akan menurunkan glukosa darah 30 mg/dL. b) 10 g karbohidrat akan meningkatkan glukosa darah 30 mg/Dl (1 unit insulin rapid acting diberikan pada intake karbohidrat 10g). 5) Pemantauan janin Pemantauan kesejahteraan janin antenatal untuk mencegah kematian janin :

13

a) Profil biofisik janin. b) USG untuk memantau pertumbuhan janin (makrosomia/pjt). c) Amniosentesis bila diperlukan, untuk memperkirakan maturasi paru janin bila direncanakan untuk seksio selektif sebelum 39 minggu. g. Rencana Persalinan 1) Saat persalinan Pengelompokan risiko kehamilan dengan DM ini ditujukan ke arah risiko terjadinya kematian janin dalam rahim. a) Risiko rendah Regulasi baik Tidak ada vaskulopati Pertumbuhan janin normal Pemantauan kesejahteraan janin antepartum baik Tidak pernah melahirkan mati (stillbirth)

Persalinan diperbolehkan sampai usia hamil 40 minggu. b) Risiko tinggi Regulasi jelek Ada komplikasi vaskulopati Pertumbuhan janin abnormal (makrosomia/pjt) Polihidramnion Pernah lahir mati (stillbirth)

Pertimbangkan untuk persalinan pada usia hamil sejak 38 minggu (bila test maturasi paru janin positip). 2) Cara persalinan a) Pada kasus-kasus risiko rendah diperbolehkan melahirkan ekspektatif spontan pervaginam sampai dengan usia hamil aterm b) Pada kasus-kasus risiko tinggi direncanakan terminasi pada usia hamil 38 minggu dengan pemberian kortikosteroid untuk pematangan paru janin. Cara persalinan tergantung indikasi obstetrik. c) Pada kasus-kasus dengan makrosomia dengan perkiraan berat janin 4500 g dipertimbangkan untuk SC elektif.
14

3) Regulasi glukosa intrapartum a) Periksa kadar glukosa darah (kapiler) setiap jam dan pertahankan selalu dibawah 110 mg/dL. b) Kontrol glukosa selama proses persalinan : Kontrol glukosa selama kala I pada pasien dengan DMpG Insulin (IU/h) Fase Laten Fase Aktif 1 Glucose (g/h) 5 10

h. Kontrasepsi pada DM Pragestasi (DM tipe 1 dan tipe 2) 1) Pil KB Kombinasi a) Pil KB dosis rendah pada pasien tanpa vaskulopati. b) Jangan diberikan pada perokok dan hipertensi. 2) Pil progesteron diperbolehkan pada pasien dengan vaskulopati. 3) AKDR tidak berpengaruh terhadap control glucosa maupun vaskulopati. Sterilisasi dianjurkan pada pasien dengan vaskulopati yang berat.

15

3. Pengambilan Keputusan Terminasi Kehamilan


DMPG / DMG

RISIKO RENDAH - Regulasi baik - Tidak ada vaskulopati - Pertumbuhan janin normal - Pemantauan kesejahteraan janin baik. - Tidak pernah melahirkan mati (stillbirth)

RISIKO TINGGI Regulasi jelek Ada komplikasi vaskulopati Pertumbuhan janin abnormal (makrosomia/ PJT) Polihidramnion Pernah melahirkan mati (stillbirth)

Berat Bayi > 4500 gr

SC

Persalinan 40 mg

40 mg belum lahir

Terminasi kehamilan > 38 mg

< 38 mg

Evaluasi kesra janin 2x / mg

Tes Maturitas paru

Terrminasi kehamilan UK > 41 mg

Positif

Negatif

Terminasi kehamilan

Steroid

Terminasi kehamilan

16

4.

Efek Diabetes terhadap Ibu dan Janin a. Diabetes Gestasional Terdapat perbedaan penting mengenai efek buruk diabetes gestasional pada janin. Tidak seperti wanita dengan diabetes overt, anomali janin tidak meningkat. Sama halnya kehamilan pada wanita dengan diabetes overt yang berisiko besar mengalami kematian janin, bahaya ini tidak terlalu nyata pada mereka yang menderita hiperglikemia pasca makan yang diterapi dengan diet. Sebaliknya, wanita dengan peningkatan kadar glukosa puasa

memperlihatkan peningkatan angka lahir mati tanpa sebab jelas serupa dengan pada wanita dengan diabetes sebelum hamil. Secara spesifik, ADA menyimpulkan bahwa hiperglikemi puasa > 105 mg/dL mungkin berkaitan dengan peningkatan risiko kematian janin selama 4 sampai 8 minggu terakhir kehamilan. Efek lain pada janin adalah bayi makrosomia. Hiperglikemi ibu mendorong terjadinya hiperinsulinemia pada janin terutama selama paruh kedua gestasi yang pada gilirannya merangsang pertumbuhan somatik berlebihan sehingga terjadilah makrosomia. Demikian juga hiperinsulinemia neonatus dapat menyebabkan hipoglikemia. Efek buruk pada ibu mencakup peningkatan frekuensi hipertensi dan bedah caesar. b. Diabetes Pragestasional 1) Efek Ibu a) Nefropati Diabetik b) Retinopati Diabetik c) Neuropati Diabetik d) Preeklamsia e) Ketoasidosis Diabetik f) Infeksi 2) Efek Janin a) Keguguran Kurangnya kontrol glikemik berkaitan dengan abortus dini. b) Persalinan kurang bulan

17

Hipertensi yang dipicu atau menjadi kambuh oleh kehamilan adalah penyulit utama yang paling sering memaksa persalinan kurang bulan pada wanita diabetes. c) Malformasi Hal ini merupakan penyebab hampir separuh dari kematian perinatal pada kehamilan wanita diabetik. Kurangnya kontrol diabetes baik prakonsepsi maupun awal kehamilan meningkatkan risiko malformasi. d) Perubahan pertumbuhan janin Makrosomia pada wanita dengan kontrol glikemik yang buruk, sedangkan non-makrosomia atau hambatan pertumbuhan janin dijumpai karena kekurangan substrat akibat penyakit vaskular ibu tingkat lanjut atau akibat malformasi kongenital e) Kematian janin tanpa sebab jelas Lahir mati tanpa penyebab yang jelas karena tidak ditemukan faktor-faktor insufisiensi plasenta, solusio, hambatan pertumbuhan janin, atau oligohidramnion. Bayi ini biasanya berukuran besar untuk masa kehamilan dan meninggal sebelum kelahiran, biasanya pada 35 minggu. f) Hidramnion Wanita dengan diabetes, indeks cairan amnion sebanding dengan kadar glukosa cairan amnion sehingga hidramnion pada diabetes terjadi karena meningkatnya konsentrasi glukosa cairan amnion. g) Mortalitas dan morbiditas neonatus : RDS, hipoglikemi, hipokalsemia, hiperbilirubinemia dan polisitemia, kardiomiopati. h) Perkembangan kognitif jangka panjang : pewarisan diabetes

18

BAB III PENUTUP

1. Yang terpenting dari penanganan DMG adalah diet. Kandungan kalori yang dimakan tergantung dari berat badan ibu sebelum hamil. Penanganan dengan diit dan latihan diberikan selama dua minggu, bila gagal dilanjutkan dengan pemberian insulin. 2. Tidak ada standard berapa kali kadar gula harus diperiksa pada pasien GDM. Tujuannya adalah untuk mengetahui apakah target penurunan kadar gula sudah tercapai. Target umum yang dipakai adalah tercapainya kadar gula puasa kurang 95 mg/dl dan kadar gula 2 jam setelah makan kurang dari 120 mg/dl. 3. Persalinan pada GDM dipengaruhi oleh umur kehamilan, besar bayi, terkontrolnya kasar gula darah. Ibu denga GDM tidak terkontrol mempunyai risiko imaturitas paru janin dan respiratory distress syndrome (RDS), tetapi risiko pada GDM yang terkontrol sama dengan populasi non diabetes. Risiko RDS menjadi sama dengan ibu tanpa GDM pada usia 38,5 minggu. Penelitian oleh Piper , dkk tidak ada RDS setelah umur kehamilan 37 minggu meskipun terjadi hasil pemeriksaan paru jain menunjukkan imaturitas. 4. Indikasi persalinan saat usia 37-38 minggu meliputi : tidak didapatkan kontrol kadar gula adekuat, ketidakpatuhan pasien, riwayat kematian janin sebelumnya, adanya hipertensi kronik. Wanita dengan kadar gula darah terkontrol, kepatuhan pasien baik dan pertumbuhan janinbaik sebaiknya ditunggu persalinan spontan sampai 40-41 minggu. 5. Makrosomia dan distosia bahu lebih banyak terjadi pada ibu dengan diabetes dibandingkan dengan popuasi umum. Sebagian besar distosia bahu terjadi pada persalinan ibu dengan DM dengan bayi berat > 4000 gram.

19

DAFTAR PUSTAKA

American Diabetes Association., 2011. Standards of Medical Care in Diabetes 2011. Diabetes Care. 27:S11-13. Harrison., 2009. Manual of Medicine. 17th ed. North America: Mc Graw Hill pp.942. Mubin H., 2007. Panduan Praktis Ilmu Penyakit Dalam Diagnosis dan Terapi. Edisi2. Jakarta:EGC pp.487. Price S., 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 6 Volume 2. Jakarta: EGC pp.1260-1264. Purnama D., 2009. Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Melitus. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. V: 1880-1883. Tim Fetomaternal FK-UNAIR. 2010. Panduan Penatalaksanaan Kehamilan dengan Diabetes Militus. Diakses 18 Juni 2013. http://www.pogi.or.id Williams., 2002. Obstetri Wiliams. Edisi 23 Volume 2. Jakarta: EGC pp 1165-1187.

20

You might also like