Professional Documents
Culture Documents
maks
. Absorbans yang diperoleh digunakan untuk menentukan konsentrasi
ketoprofen dengan bantuan kurva standar. Sebagai koreksi diukur juga
nanopartikel kitosan kosong atau tanpa penambahan ketoprofen. Efisiensi
enkapsulasi dihitung dengan persamaan:
E = (x mg/l 1L/1000 ml vol. ekstraksi a mg/b mg) 100%
Massa ketoprofen awal (mg)
dengan: x = nilai x dari persamaan kurva standar
a = massa total nanopartikel yang diperoleh
b = massa nanopartikel yang digunakan untuk penentuan efisiensi
HASIL DAN PEMBAHASAN
Nanopartikel Kitosan
Tahap awal dalam penelitian ini adalah menentukan kombinasi formula
nanopartikel kitosan dengan metode Box Behnken program Modde 5. Dalam
program ini, dimasukkan nilai masing-masing komponen kitosan [2.503.50%
(b/v)], TPP (sebagai zat pengikat silang) 0.841.50 mg/ml, dan asam oleat
(sebagai surfaktan) 0.101.50 mg/ml yang kemudian dihasilkan seluruh
kombinasi formula konsentrasi kitosan, TPP, dan asam oleat. Kombinasi formula
konsentrasi kitosan, TPP, dan asam oleat yang diperoleh dimaksudkan untuk
mempelajari pengaruh setiap komponen dasar tersebut terhadap karakteristik
nanopartikel yang dihasilkan. Seluruh kombinasi formula nanopartikel kitosan
dapat dilihat pada Tabel 2. Terdapat 39 sebaran data konsentrasi bahan yang
mewakili untuk pembentukan nanopartikel kitosan, yaitu konsentrasi kitosan 2.50;
3.00; dan 3.50% (b/v); konsentrasi TPP 0.84;1.17; dan 1.50 mg/ml; serta
konsentrasi asam oleat 0.10; 0.80; dan 1.50 mg/ml. Untuk konsentrasi obat
ketoprofen dibuat tetap, yaitu 0.20 mg/ml. Berdasarkan 39 data yang diperoleh
tersebut terlihat bahwa pada komposisi kitosan 2.5; 3.0; dan 3.5% (b/v) diperoleh
berturut-turut sebanyak 12, 15, dan 12 formula. Dari 12 formula pada konsentrasi
kitosan 2.5% (b/v), terdapat beberapa formula yang mengalami pengulangan atau
memiliki kombinasi konsentrasi bahan yang sama, yaitu formula D dan E, F dan
G, serta H dan I. Hal ini kemungkinan disebabkan pengulangan-pengulangan
tersebut merupakan kombinasi formula yang terletak pada daerah di sekitar nilai
titik optimum sehingga pengukuran dilakukan lebih dari satu kali untuk lebih
mempersempit kisaran nilai titik optimumnya. Hal yang sama juga terjadi pada
konsentrasi kitosan 3.0 dan 3.5% (b/v).
Formula pada Tabel 2, seluruhnya akan digunakan untuk pembuatan
nanopartikel kitosan. Akan tetapi, formula yang memiliki kombinasi konsentrasi
bahan yang sama hanya akan diambil satu formula saja sehingga dengan
kombinasi kitosan, TPP, dan asam oleat yang berbeda diperoleh sebanyak 27
formula. Semua formula dengan kombinasi bahan yang berbeda dapat dilihat pada
Tabel 3. Komposisi kitosan 2.5; 3.0; dan 3.5% (b/v) masing-masing menghasilkan
sembilan formula yang berbeda komposisinya. Keseluruhan formula tersebut
selanjutnya akan digunakan dalam pembuatan nanopartikel kitosan.
Tabel 3 Kombinasi formula konsentrasi kitosan, TPP, dan asam oleat
KITOSAN TPP OLEAT FORMULA
% (b/v) (mg/ml) (mg/ml)
0.84 0.10 A
0.80 B
1.50 C
2.50 1.17 0.10 D
0.80 F
1.50 H
1.50 0.10 J
0.80 K
1.50 L
0.84 0.10 M
0.80 O
1.50 P
1.17 0.10 R
3.00 0.80 S
1.50 U
1.50 0.10 W
0.80 Y
1.50 Z
0.84 0.10 BB
0.80 CC
1.50 DD
1.17 0.10 EE
3.50 0.80 GG
1.50 II
1.50 0.10 KK
0.80 LL
1.50 MM
Tahap berikutnya adalah pembuatan nanopartikel kitosan kosong, yaitu
nanopartikel kitosan yang belum terisi ketoprofen. Pembentukan nanopartikel
kitosan ini dilakukan dengan mencampurkan larutan kitosan 3% (b/v), TPP 0.84
mg/ml, serta asam oleat 0.10 mg/ml pada suhu kamar dengan pengadukan
magnetik. Nanopartikel kitosan dihasilkan dengan metode ultrasonikasi dan
sentrifugasi. Metode ultrasonikasi ini bertujuan memecah molekul-molekul yang
berukuran besar menjadi bagian-bagian yang lebih kecil. Campuran larutan
kitosan, TPP, dan asam oleat diberi gelombang ultrasonik dengan frekuensi 20
kHz. Hal ini menyebabkan molekul-molekul di dalam campuran akan terpecah
menjadi partikel-partikel yang berukuran lebih kecil. Selanjutnya campuran
disentrifugasi untuk mengendapkan partikel-partikel yang masih berukuran besar
yang tidak terpecah selama proses ultrasonikasi. Supernatan yang diperoleh
berupa suspensi nanopartikel kitosan kosong. Pengubahan bentuk suspensi
menjadi serbuk dilakukan dengan menggunakan pengering semprot. Banyaknya
nanopartikel kitosan kosong hasil dari pengeringan semprot adalah sebesar 2.5976
g untuk setiap 500 ml. Selanjutnya nanopartikel kitosan kosong tersebut di
analisis dengan SEM untuk mengidentifikasi bentuk serta ukuran nanopartikel
kitosan. Nanopartikel kitosan kosong hasil dari analisis SEM pada perbesaran
2000 dapat dilihat pada Gambar 4a. Nanopartikel kitosan kosong yang
dihasilkan memiliki ukuran partikel yang tidak seragam, dengan persentase
jumlah nanopartikel kitosan sebesar 52.78%. Dari hasil ini maka dapat dikatakan
bahwa metode ultrasonikasi dan sentrifugasi dapat digunakan untuk pembuatan
nanopartikel kitosan, walaupun nanopartikel yang dihasilkan belum memiliki
ukuran partikel yang seragam.
Berdasarkan hasil yang diperoleh di atas, maka pembuatan nanopartikel
kitosan terisi ketoprofen dilakukan dengan metode yang sama, hanya saja terdapat
penambahan ketoprofen ke dalam masing-masing formula. Campuran larutan
kitosan, TPP, ketoprofen, dan asam oleat diberi gelombang ultrasonik,
disentrifugasi, dan selanjutnya diubah ke dalam bentuk serbuk dengan pengering
semprot. Kombinasi yang digunakan sesuai dengan Tabel 3. Dari setiap formula
nanopartikel kitosan diperoleh bobot nanopartikel kitosan terisi ketoprofen rata-
rata sebesar 1.001.50 g untuk setiap 200 ml.
Nanopartikel kitosan terisi ketoprofen yang terbentuk dapat dibedakan
secara visual setelah dianalisis menggunakan SEM. Analisis SEM ini berfungsi
untuk mengidentifikasi morfologi permukaan, bentuk, serta ukuran nanopartikel
kitosan yang ditampilkan melalui sebuah gambar. Berdasarkan pencirian dengan
SEM pada perbesaran 2000 memperlihatkan bahwa nanopartikel kitosan terisi
ketoprofen yang dihasilkan memiliki ukuran partikel yang tidak seragam (Gambar
4b). Apabila dibandingkan dengan nanopartikel kitosan kosong (Gambar 4a)
maka terdapat beberapa perbedaan. Kisaran diameter nanopartikel kitosan tanpa
dan dengan penambahan ketoprofen (formula P) menunjukkan kisaran berturut-
turut antara 385 nm8460 nm dan 556 nm11110 nm. Ukuran nanopartikel
kitosan terisi ketoprofen lebih besar dibandingkan dengan nanopartikel tanpa
ketoprofen. Hal ini menunjukkan telah terisinya ruang kosong di dalam matriks
nanopartikel oleh ketoprofen. Nanopartikel kitosan kosong memiliki bentuk yang
keriput dan kempes (Gambar 4a), sedangkan nanopartikel kitosan terisi
ketoprofen memiliki bentuk bulat utuh (Gambar 4b). Ukuran partikel yang tidak
seragam dan pengisian ketoprofen ke dalam matriks nanopartikel juga tidak
seragam diduga karena ketoprofen tidak hanya masuk ke dalam matriks
nanopartikel kitosan, tetapi menempel di permukaan nanopartikel. Dari foto SEM
semua formula yang dihasilkan ditentukan persentase jumlah partikel kitosan yang
berukuran nano, yaitu kurang dari 1000 nm.
(a) (b)
Gambar 4 Hasil SEM nanopartikel kitosan (a) tanpa ketoprofen dan (b) terisi
ketoprofen (formula P)
Hasil Analisis Pengaruh Konsentrasi Kitosan, TPP, dan Oleat
Terhadap Jumlah Nanopartikel Kitosan
Karakterisasi nanopartikel kitosan dilakukan dengan menggunakan analisis
SEM. Secara umum, nanopartikel kitosan seluruh formula memiliki ukuran
partikel tidak seragam. Hal ini diduga karena dalam proses pembuatan
nanopartikel, metode sentrifugasi yang digunakan untuk mengendapkan partikel-
partikel berukuran besar hanya maksimum menggunakan kecepatan sampai 20000
rpm sehingga pengendapan partikel-partikel berukuran besar menjadi kurang
efektif. Akibatnya, nanopartikel yang dihasilkan masih merupakan campuran
partikel berukuran nano dengan partikel berukuran mikro. Hasil analisis SEM
menunjukkan bahwa kisaran nanopartikel seluruh formula yang dihasilkan adalah
380900 nm. Hasil yang diperoleh ini dapat dikatakan nanopartikel karena sesuai
dengan pengertian nanopartikel yang dijelaskan oleh Mohanraj (2006), yaitu
partikel yang berukuran 101000 nm.
Foto SEM nanopartikel kitosan semua formula ditentukan persentase jumlah
nanopartikel kitosan dengan cara menghitung perbandingan jumlah partikel
berukuran nano terhadap seluruh partikel baik berukuran nano maupun mikro
dalam satu foto SEM tersebut. Jumlah nanopartikel kitosan setiap formula
disajikan dalam Tabel 4. Susunan formula yang menghasilkan nanopartikel lebih
besar dari 50% adalah formula P, K, GG, L, M, A, B, KK, U, dan H dengan
persentase jumlah nanopartikel berturut-turut sebesar 58.08; 55.12; 54.38; 54.23;
54.22; 52.41; 52.02; 51.64; 51.42; dan 50.77%. Dari 10 formula tersebut, formula
yang mempunyai jumlah nanopartikel terbanyak adalah formula P, yaitu 58.08%.
Komponen formula P tersusun oleh konsentrasi kitosan 3% (b/v), TPP 0.84
mg/ml, dan oleat 1.5 mg/ml. Salah satu penyebab berbedanya persentase jumlah
nanopartikel yang dihasilkan oleh setiap formula karena perbedaan komposisi
penyusun dari nanopartikel tersebut. Menurut Xu (2003), pembentukan
nanopartikel hanya terjadi pada konsentrasi tertentu kitosan dan TPP. Xu berhasil
membuat nanopartikel kitosan berukuran 20200 nm dengan menggunakan
konsentrasi kitosan 1.5 mg/ml dan konsentrasi TPP 0.7 mg/ml. Selain itu, Wu et
al. (2005) juga berhasil membuat nanopartikel kitosan berukuran 2080 nm
dengan menggunakan konsentrasi kitosan 1.44 mg/ml dan konsentrasi TPP 0.6
mg/ml. Apabila hasil ini dibandingkan dengan hasil yang diperoleh Xu dan Wu et
al. maka nanopartikel yang diperoleh Xu dan Wu et al. lebih kecil ukuran
partikelnya. Hal ini diduga karena analisis ukuran partikel yang dilakukan oleh Xu
dan Wu et al. menggunakan peralatan yang memiliki akurasi yang tinggi sehingga
ukuran partikel yang diperoleh mendekati ukuran sebenarnya.
Pengaruh perubahan jumlah kitosan, TPP, dan asam oleat terhadap ukuran
nanopartikel yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 5. Pada peningkatan
konsentrasi kitosan dari 2.5% hingga 3.0% (b/v), peningkatan jumlah TPP
menurunkan jumlah nanopartikel kitosan (Gambar 5a dan b). Hal ini dapat
disebabkan peran TPP sebagai zat pengikat silang akan memperkuat matriks
nanopartikel kitosan. Dengan semakin banyaknya ikatan silang yang terbentuk
antara kitosan dan TPP maka kekuatan mekanik matriks kitosan akan meningkat
sehingga partikel kitosan menjadi semakin kuat dan keras, serta semakin sulit
untuk terpecah menjadi bagian-bagian yang lebih kecil. Oleh karenanya, jumlah
nanopartikel kitosan yang dihasilkan akan semakin sedikit. Alasan lain pada
konsentrasi kitosan yang tinggi hingga mencapai 3.0% (b/v) dengan jumlah TPP
tetap, menyebabkan terjadinya penggumpalan (aglomerasi) molekul-molekul
kitosan sehingga proses pemecahan menjadi kurang efektif, akibatnya jumlah
nanopartikel yang dihasilkan semakin sedikit.
Tabel 4 Jumlah nanopartikel kitosan dari setiap formula nanopartikel
Formula Nanopartikel
Kitosan
(%)
Formula Nanopartikel
Kitosan
(%)
Formula Nanopartikel
Kitosan
(%)
P 58.08 H 50.77 J 41.56
K 55.12 F 49.88 D 37.91
GG 54.38 LL 47.55 R 37.12
L 54.23 O 47.18 S 36.73
M 54.22 BB 46.74 C 36.48
A 52.41 MM 46.60 CC 35.44
B 52.02 Z 45.70 EE 34.68
KK 51.64 II 44.26 W 31.62
U 51.42 Y 44.18 DD 28.26
Gambar 5c menunjukkan kurva pengaruh konsentrasi TPP dan oleat
terhadap jumlah nanopartikel kitosan pada konsentrasi kitosan 3.5% (b/v). Seiring
dengan peningkatan jumlah TPP, peningkatan jumlah kitosan akan menyebabkan
peningkatan jumlah nanopartikel kitosan. Hal ini berbeda dengan yang terjadi
pada konsentrasi kitosan 2.5% dan 3.0% (b/v).
Pengaruh jumlah asam oleat pada jumlah nanopartikel kitosan dapat dilihat
pada Gambar 5. Pada konsentrasi kitosan 2.5% dan 3.5% (b/v), peningkatan
konsentrasi oleat akan menurunkan jumlah nanopartikel kitosan (Gambar 5a dan
c). Hal ini diduga karena semakin banyak oleat, yang berfungsi sebagai surfaktan,
akan menyebabkan terbentuknya misel-misel di dalam larutan sehingga
mengganggu proses pemecahan partikel. Akibatnya, jumlah partikel yang
terpecah semakin sedikit. Akan tetapi, fenomena ini tidak terjadi pada konsentrasi
kitosan 3.0% (b/v). Peningkatan jumlah oleat justru meningkatkan jumlah
nanopartikel kitosan. Hal ini karena penambahan oleat berfungsi untuk
menstabilkan emulsi partikel dalam larutan dengan cara mencegah timbulnya
penggumpalan (aglomerasi) antarpartikel. Dengan adanya oleat, partikel-partikel
kitosan di dalam larutan akan terselimuti dan terstabilkan satu dengan yang lain
sehingga proses pemecahan partikel akan semakin efektif. Partikel yang telah
terpecah akan kembali terstabilkan dalam emulsi larutannya, sehingga mencegah
terjadinya aglomerasi. Silva et al. (2006) melaporkan bahwa penambahan
surfaktan Tween 80 dan Span 80 ke dalam larutan kitosan dapat menurunkan
diameter partikel berturut-turut dari 198 m menjadi 181,3 m dan dari 132,6 m
menjadi 24,9 m.
(a) (b) (c)
Gambar 5 Kurva pengaruh konsentrasi TPP dan oleat terhadap jumlah
nanopartikel kitosan pada konsentrasi kitosan (a) 2.5% (b/v), (b)
3.0% (b/v), dan (c) 3.5% (b/v)
Hasil Analisis Pengaruh Konsentrasi Kitosan, TPP, dan Oleat
Terhadap Efisiensi Enkapsulasi Ketoprofen
Efisiensi enkapsulasi ketoprofen dilakukan dengan mengukur jumlah
ketoprofen tersalut ke dalam nanopartikel kitosan. Banyaknya ketoprofen tersalut
dapat dilihat dari nilai absorbans yang terukur dengan spektrofotometer UV pada
panjang gelombang maksimum dengan bantuan kurva standar. Oleh karenanya,
tahap awal sebelum menentukan nilai efisiensi penyalutan ketoprofen adalah
menentukan panjang gelombang maksimum dan membuat kurva standar.
Penentuan panjang gelombang maksimum larutan ketoprofen dilakukan
pada konsentrasi ketoprofen 10 ppm dalam bufer fosfat pH 7.2. Nilai pH 7.2
dipilih karena mendekati kondisi pH usus dalam tubuh manusia. Kurva hasil
penentuan panjang gelombang maksimum larutan ketoprofen dapat dilihat pada
Gambar 6. Nilai absorbans larutan ketoprofen mengalami peningkatan hingga
panjang gelombang 259.5 nm, kemudian nilainya menurun di atas panjang
gelombang 259.5 nm. Dengan demikian panjang gelombang dengan serapan
maksimum untuk senyawa ketoprofen adalah 259.5 nm. Pada panjang gelombang
ini nilai serapan terhadap senyawa ketoprofen mencapai maksimum.
1.41
1.42
1.43
1.44
1.45
1.46
1.47
1.48
1.49
1.5
1.51
254 256 258 260 262 264 266
Panjang Gelombang (nm)
A
b
s
o
r
b
a
n
s
Gambar 6 Kurva penentuan panjang gelombang maksimum larutan ketoprofen 10
ppm dalam bufer fosfat pH 7.2
Kurva standar larutan ketoprofen diukur pada panjang gelombang 259.5 nm.
Kurva standar untuk larutan ketoprofen memiliki linearitas yang tinggi yang
ditunjukkan dengan nilai r
2
(Gambar 7). Dari kurva pada Gambar 7 diperoleh
persamaan garis y = 0.0748x + 0.0113 dengan r
2
= 99.18%. Persamaan kurva
standar ini digunakan untuk menentukan jumlah ketoprofen yang tersalut di dalam
nanopartikel kitosan.
y = 0.0748x + 0.0113
R
2
= 0.9918
0
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0.6
0.7
0.8
0 2 4 6 8 10 12
Konsentrasi (ppm)
A
b
s
o
r
b
a
n
s
Gambar 7 Hubungan antara absorbans dan konsentrasi larutan ketoprofen
maksimum
Tahap selanjutnya setelah memperoleh panjang gelombang maksimum dan
kurva standar adalah penentuan nilai efisiensi penyalutan ketoprofen. Efisiensi
menggambarkan banyaknya ketoprofen yang tersalut di dalam nanopartikel
kitosan. Penentuan efisiensi penyalutan ketoprofen dalam nanopartikel kitosan
dilakukan dengan mengekstraksi nanopartikel kitosan terisi ketoprofen dalam
larutan bufer fosfat pH 7.2 selama 24 jam, kemudian mengukur absorbansnya
dengan spektrofotometer UV pada panjang gelombang 259.5 nm. Dengan
menggunakan kurva standar maka dapat diketahui jumlah ketoprofen yang tersalut
di dalam nanopartikel kitosan. Mengetahui nilai efisiensi ini sangatlah penting
dalam bidang farmasi terutama untuk sistem penghantaran obat ke dalam tubuh
karena dengan adanya nilai efisiensi maka dapat dilihat kemampuan nanopartikel
kitosan dalam membawa ketoprofen ke dalam tubuh.
Pembuatan nanopartikel kitosan dengan variasi konsentrasi kitosan, TPP,
dan oleat menghasilkan efisiensi yang berbeda-beda (Tabel 5). Perbedaan nilai
efisiensi nanopartikel kitosan tersebut diduga diakibatkan oleh ukuran
nanopartikel kitosan yang tidak seragam sehingga ketoprofen yang tersalut ke
dalam masing-masing partikel tidak sama. Tabel 5 menunjukkan bahwa nilai
efisiensi penyalutan ketoprofen dalam nanopartikel kitosan bervariasi antara
38.95% hingga 79.79%. Dari seluruh formula nanopartikel kitosan yang diuji,
formula A dengan komposisi kitosan 2.5% (b/v), TPP 0.84 mg/ml, dan oleat 0.1
mg/ml memiliki efisiensi penyalutan ketoprofen yang tinggi, yaitu 79.79%.
Meskipun demikian faktor efisiensi bukan satu-satunya aspek yang ditinjau untuk
menentukan kelayakan nanopartikel kitosan sebagai sistem penghantar obat ke
dalam tubuh. Semakin tinggi nilai efisiensi diharapkan akan semakin baik
formulanya karena jumlah ketoprofen yang tersalut di dalam nanopartikel kitosan
semakin banyak.
Tingginya nilai efisiensi nanopartikel kitosan kemungkinan disebabkan oleh
ikut terekstraknya seluruh ketoprofen yang tersalut dalam nanopartikel kitosan,
baik yang berada di permukaan maupun di dalam rongga matriks nanopartikel.
Sebagaimana diketahui, bahwa ketoprofen dapat tersalut ke dalam nanopartikel
kitosan melalui 2 cara, yaitu terjerap di permukaan dan masuk (terjebak) ke dalam
rongga nanopartikel kitosan (Gambar 8). Apabila ketoprofen terjerap di
permukaan nanopartikel maka ketoprofen akan lebih mudah untuk terekstrak
keluar, sedangkan ketoprofen yang terjebak di dalam rongga nanopartikel akan
memerlukan waktu yang lebih lama untuk terekstrak keluar. Komposisi
nanopartikel kitosan yang sesuai akan menyebabkan mudahnya ketoprofen dalam
rongga matriks nanopartikel untuk terekstrak keluar. Hal inilah yang
menyebabkan nilai efisiensi penyalutan ketoprofen untuk beberapa formula lebih
tinggi daripada formula yang lain. Nilai efisiensi setiap formula nanopartikel
kitosan disajikan dalam Tabel 5. Susunan formula yang menghasilkan nilai
efisiensi penyalutan ketoprofen lebih besar dari 50% adalah formula A, B, W, M,
II, P, L, H, J, EE, GG, F, D, C, S, U, dan KK dengan persentase nilai efisiensi
berturut-turut sebesar 79.79; 77.87; 73.94; 73.80; 72.72; 72.48; 67.47; 64.63;
63.74; 62.18; 60.51; 59.66; 54.38; 53.02; 53.02; 52.25; dan 51.35%. Dari 17
formula, formula yang mempunyai nilai efisiensi terbesar adalah formula A, yaitu
79.79%. Komponen formula A tersusun oleh konsentrasi kitosan 2.5% (b/v), TPP
0.84 mg/ml, dan oleat 0.1 mg/ml.
Tabel 5 Nilai efisiensi dari setiap formula nanopartikel kitosan
Formula Efisiensi
(%)
Formula Efisiensi
(%)
Formula Efisiensi
(%)
A 79.79 EE 62.18 R 49.48
B 77.87 GG 60.51 BB 46.97
W 73.94 F 59.66 O 45.99
M 73.80 D 54.38 DD 45.91
II 72.72 C 53.02 Z 44.63
P 72.48 S 53.02 CC 42.81
L 67.47 U 52.25 LL 41.84
H 64.63 KK 51.35 K 40.17
J 63.74 Y 49.92 MM 38.95
Gambar 8 Penyalutan obat di dalam nanopartikel kitosan (Tiyaboonchai 2003)
Nanosphere
Nanokapsul
Obat
terjerap
Obat
terjebak
Nilai efisiensi berkaitan dengan jumlah nanopartikel kitosan yang terbentuk.
Semakin besar jumlah nanopartikel kitosan, maka diharapkan jumlah ketoprofen
yang tersalut semakin banyak karena luas permukaan partikel meningkat sehingga
nilai efisiensinya semakin besar. Akan tetapi, dari hasil percobaan belum teramati
hubungan antara ukuran partikel dan nilai efisiensi. Formula A yang memiliki
nilai efisiensi paling tinggi (79.79%), bukan merupakan formula yang memiliki
jumlah nanopartikel terbanyak. Begitu juga sebaliknya, formula P memiliki
jumlah nanopartikel terbesar, yaitu 58.08% (Tabel 4), tetapi nilai efisiensi
penyalutan ketoprofennya hanya 72.48% (Tabel 5).
Gambar 9 menunjukkan kurva pengaruh konsentrasi TPP dan oleat terhadap
nilai efisiensi enkapsulasi pada konsentrasi kitosan 2.5; 3.0; dan 3.5% (b/v). Dari
Gambar 9, dapat dilihat bahwa semakin tinggi konsentrasi TPP ternyata jumlah
ketoprofen tersalut pada konsentrasi kitosan 2.5% (b/v) menurun (Gambar 9a),
sedangkan jumlahnya berfluktuasi pada konsentrasi kitosan 3.0 dan 3.5% (b/v)
(Gambar 9b dan c). Penurunan jumlah ketoprofen disebabkan oleh adanya peran
TPP sebagai zat pengikat silang yang memperkuat matriks nanopartikel. Ketika
konsentrasi TPP semakin besar, matriks nanopartikel menjadi semakin rapat
sehingga ketoprofen yang terperangkap dalam matriks tersebut akan sulit terlepas
kembali. Nilai fluktuasi enkapsulasi diduga diakibatkan pada proses enkapsulasi,
ketoprofen dapat berada di dalam rongga matriks atau di permukaan nanopartikel
kitosan. Peningkatan jumlah TPP hingga 1.20 mg/ml pada konsentrasi kitosan
3.0% (b/v) cenderung menurunkan nilai efisiensi nanopartikel kitosan, sedangkan
penambahan TPP lebih dari 1.20 mg/ml justru meningkatkan efisiensinya
(Gambar 9b). Demikian pula pada konsentrasi kitosan 3.5% (b/v), peningkatan
jumlah TPP hingga 1.25 mg/ml cenderung meningkatkan nilai efisiensi
nanopartikel kitosan, sedangkan penambahan TPP lebih dari 1.25 mg/ml justru
menurunkan efisiensinya (Gambar 9c). Hal ini dapat dijelaskan bahwa pada
jumlah TPP rendah, matriks nanopartikel yang terbentuk masih memungkinkan
ketoprofen mudah untuk terperangkap dan dilepaskan kembali pada saat ekstraksi.
Dengan semakin banyaknya jumlah TPP, matriks nanopartikel menjadi semakin
rapat sehingga ketoprofen yang terperangkap dalam matriks tersebut akan sulit
terlepas kembali. Oleh karenanya, nilai efisiensi enkapsulasi menjadi berfluktuasi.
Penurunan jumlah ketoprofen tersalut nanopartikel kitosan juga terjadi pada
konsentrasi oleat yang semakin tinggi. Gambar 9a menunjukkan bahwa pada
konsentrasi kitosan 2.5% (b/v), semakin banyak asam oleat akan menurunkan
nilai efisiensi penyalutan ketoprofen. Hal ini disebabkan karena oleat berperan
menstabilkan emulsi partikel dalam larutan dengan cara mencegah terjadinya
aglomerasi sehingga jumlah ketoprofen tersalut semakin banyak dan proses
penyalutan ketoprofen ke dalam nanopartikel akan semakin efektif. Akan tetapi,
ketoprofen yang terperangkap akan terikat kuat di dalamnya dan semakin sulit
terekstrak seiring dengan peningkatan konsentrasi TPP dalam larutan yang
berperan sebagai pengikat silang. Hal inilah yang menyebabkan nilai efisiensi
ketoprofen menjadi turun. Silva et al. (2006) melaporkan bahwa penambahan
surfaktan Span 80 dapat menurunkan efisiensi enkapsulasi kitosan dari 91.2%
menjadi 90.9%.
Berbeda dengan konsentrasi kitosan 2.5% (b/v), pada konsentrasi kitosan
3.0% (b/v), peningkatan jumlah oleat hingga 0.8 mg/ml cenderung menurunkan
nilai efisiensi penyalutan ketoprofen, sedangkan penambahan oleat lebih dari 0.8
mg/ml justru meningkatkan nilai efisiensinya (Gambar 9b). Terjadinya
peningkatan nilai efisiensi ini diduga diakibatkan ikut terekstraknya ketoprofen di
dalam rongga matriks nanopartikel. Semakin banyak oleat di dalam larutan, akan
meningkatkan kestabilan nanopartikel sehingga memperkecil ukuran diameter
rongga matriks nanopartikel. Akibatnya, ketoprofen yang berada di dalam rongga
nanopartikel dapat lebih mudah keluar. Oleh karenanya, nilai efisiensi menjadi
semakin besar. Faktor lain adalah semakin banyaknya oleat maka emulsi partikel
dalam larutan akan terstabilkan, sehingga ketoprofen semakin banyak tersalut dan
penyalutan ketoprofen ke dalam nanopartikel semakin efektif. Hal yang sama juga
teramati pada konsentrasi kitosan 3.5% (b/v) (Gambar 9c).
Secara umum, terdapat pengaruh antara perubahan konsentrasi kitosan, TPP,
dan oleat dengan jumlah ketoprofen tersalut. Xu (2003) melaporkan bahwa
peningkatan konsentrasi kitosan dari 1.0 mg/ml menjadi 3.0 mg/ml menurunkan
efisiensi penyalutan BSA dari 29% menjadi 18.5%.
(a) (b) (c)
Gambar 9 Kurva pengaruh konsentrasi TPP dan oleat terhadap nilai efisiensi
enkapsulasi pada konsentrasi kitosan (a) 2.5% (b/v), (b) 3.0% (b/v),
dan (c) 3.5% (b/v)
Hasil Analisis Pemilihan Formula Berdasarkan Nilai Efisiensi
dan Jumlah Nanopartikel Kitosan
Penentuan formula nanopartikel kitosan terbaik dilakukan melalui
pembobotan dengan memperhatikan faktor nilai efisiensi dan jumlah nanopartikel
kitosan. Pembobotan ini dilakukan karena berdasarkan hasil percobaan diperoleh
bahwa di antara kedua faktor tidak memiliki hubungan yang erat. Formula yang
memiliki jumlah nanopartikel terbanyak tidak memiliki nilai efisiensi yang tinggi,
begitu juga sebaliknya formula yang memiliki nilai efisiensi tertinggi bukanlah
formula dengan jumlah nanopartikel terbanyak. Oleh karenanya, dari hasil
pembobotan ini dapat ditentukan formula nanopartikel kitosan terbaik.
Pembobotan dilakukan berdasarkan metode seleksi dengan asumsi bahwa
setiap kriteria (efisiensi dan jumlah nanopartikel) memiliki tingkat kepentingan
yang sama dalam penentuan formula terbaik. Metode seleksi merupakan metode
yang menggunakan suatu kriteria seleksi dengan berdasarkan pada sebaran normal
baku. Sebaran normal baku merupakan sebaran normal dengan parameter = 0
dan = 1. Pada keadaan ini, peubah acak, dalam hal ini semua kriteria, dikonversi
ke nilai normal baku. Nilai inilah yang kemudian diboboti dengan persentase dari
komposisi penilaian masing-masing kriteria. Indeks seleksi merupakan jumlah
dari perkalian antara nilai normal baku dengan persentase dari komposisi
penilaian masing-masing kriteria.
Metode seleksi memilliki beberapa kelemahan, yaitu akan terjadi perbedaan
standar dari setiap kriteria yang berbeda, jika tidak ada standar yang jelas tentang
pembobotan kriteria. Selain itu terdapat kesulitan pada penentuan nilai batas untuk
menentukan formula mana saja yang memiliki nilai di atas nilai batas. Alur
metode seleksi yang dilakukan adalah sebagai berikut (1) data efisiensi dan
jumlah nanopartikel ditentukan nilai rata-rata (R) dan standar deviasinya (SD); (2)
dengan menggunakan nilai rata-rata dan standar deviasi masing-masing data
efisiensi dan jumlah nanopartikel dikonversi menjadi nilai normal baku; (3) nilai
normal baku masing-masing kriteria kemudian dikalikan dengan persentase dari
komposisi penilaian masing-masing kriteria, dalam kasus ini, karena sama penting
maka dikalikan dengan 0.5. Pembobotan untuk setiap formula ditampilkan pada
Tabel 6. Formula dengan total nilai bobot dari dua kriteria yang paling tinggi,
dipilih sebagai formula terbaik. Nilai R dan SD baik efisiensi maupun jumlah
nanopartikel berturut-turut adalah 57.02 dan 12.42; 45.41 dan 8.12, sedangkan
nilai normal baku setiap kriteria dihitung dengan persamaan:
Normal baku efisiensi = (Nilai efisiensi R
efisiensi
) / SD
efisiensi
Normal baku jumlah nanopartikel = (Nilai jumlah nano R
jumlah nano
) / SD
jumlah nano
Dari Tabel 6 diperoleh 3 formula nanopartikel kitosan terbaik berturut-turut
adalah formula P, A, dan B.
Tabel 6 Pembobotan berdasarkan nilai efisiensi dan jumlah nanopartikel kitosan
Formula
Efisiensi
(%)
Jumlah
nano
(%)
Normal
baku
efisiensi
Normal
baku
nanopartikel
Pembobotan (0.5)
Total
bobot
formula
terbaik efisiensi nanopartikel
P 72.48 58.08 1.25 1.56 0.62 0.78 1.40 1
A 79.79 52.41 1.83 0.86 0.92 0.43 1.35 2
B 77.87 52.02 1.68 0.81 0.84 0.41 1.25 3
M 73.80 54.22 1.35 1.08 0.68 0.54 1.22 4
L 67.47 54.23 0.84 1.09 0.42 0.54 0.96 5
GG 60.51 54.38 0.28 1.10 0.14 0.55 0.69 6
H 64.63 50.77 0.61 0.66 0.31 0.33 0.64 7
II 72.72 44.26 1.26 -0.14 0.63 -0.07 0.56 8
F 59.66 49.88 0.21 0.55 0.11 0.27 0.38 9
U 52.25 51.42 -0.38 0.74 -0.19 0.37 0.18 10
KK 51.35 51.64 -0.46 0.77 -0.23 0.38 0.16 11
J 63.74 41.56 0.54 -0.47 0.27 -0.24 0.03 12
K 40.17 55.12 -1.36 1.20 -0.68 0.60 -0.08 13
W 73.94 31.62 1.36 -1.70 0.68 -0.85 -0.17 14
BB 46.97 46.74 -0.81 0.16 -0.40 0.08 -0.32 15
O 45.99 47.18 -0.89 0.22 -0.44 0.11 -0.34 16
Y 49.92 44.18 -0.57 -0.15 -0.29 -0.08 -0.36 17
EE 62.18 34.68 0.42 -1.32 0.21 -0.66 -0.45 18
LL 41.84 47.55 -1.22 0.26 -0.61 0.13 -0.48 19
Z 44.63 45.70 -1.00 0.04 -0.50 0.02 -0.48 20
D 54.38 37.91 -0.21 -0.92 -0.11 -0.46 -0.57 21
MM 38.95 46.60 -1.46 0.15 -0.73 0.07 -0.65 22
S 53.02 36.73 -0.32 -1.07 -0.16 -0.53 -0.70 23
C 53.02 36.48 -0.32 -1.10 -0.16 -0.55 -0.71 24
R 49.48 37.12 -0.61 -1.02 -0.30 -0.51 -0.81 25
CC 42.81 35.44 -1.14 -1.23 -0.57 -0.61 -1.19 26
DD 45.91 28.26 -0.89 -2.11 -0.45 -1.06 -1.50 27
Hasil Analisis Karakterisasi Gugus Fungsi Nanopartikel Kitosan
Analisis FTIR dimaksudkan untuk melihat perubahan gugus fungsi dari
kitosan dan nanopartikel kitosan terisi ketoprofen. Pada Gambar 10, dapat dilihat
adanya perubahan intensitas transmitans di beberapa daerah spektrum. Perubahan
transmitans ini menunjukkan adanya interaksi antara kitosan, TPP, oleat, dan
ketoprofen yang digunakan. Spektrum FTIR kitosan memiliki puncak-puncak
spesifik pada bilangan gelombang 3400 cm
-1
(OH), 1027 cm
-1
(COC), dan
1651 cm
-1
(NH tekuk pada amina primer), sedangkan untuk senyawa ketoprofen
memiliki puncak-puncak spesifik pada bilangan gelombang 2978 cm
-1
(OH
karboksilat), 1700 cm
-1
(C=O), 1600 cm
-1
(konjugasi C=O dengan 2 cincin
aromatik), 1200 cm
-1
(CO), 2000 cm
-1
(pita karakteristik benzena), 1600 cm
-1
dan 1480 cm
-1
(C=C aromatik).
Spektrum FTIR nanopartikel kitosan terisi ketoprofen memiliki perbedaan
dengan spektrum kitosan, antara lain munculnya puncak serapan baru pada
bilangan gelombang 1410 cm
-1
dan 1637 cm
-1
yang berasal dari ketoprofen.
Bilangan gelombang 1410 cm
-1
menunjukkan pita serapan garam karboksilat yang
menunjukkan adanya interaksi elektrostatik antara gugus karboksilat dari
ketoprofen dengan gugus amino kitosan, sedangkan bilangan gelombang 1637 cm
-
1
menunjukkan gugus C=C ketoprofen yang berasal dari 2 buah cincin aromatik.
Pita serapan baru juga muncul di bilangan gelombang 1153 cm
-1
yang
menunjukkan pita serapan gugus P=O dari senyawa TPP. Perbedaan gugus fungsi
spektrum FTIR kitosan, ketoprofen, dan nanopartikel kitosan dirangkum dalam
Tabel 7.
Tabel 7 Perbandingan spektrum FTIR kitosan, ketoprofen, dan nanopartikel
kitosan terisi ketoprofen
Kitosan Ketoprofen
Nanopartikel
kitosan terisi
ketoprofen
Referensi
Wu et al. (2005)
3400 cm
-1
(OH)
2978 cm
-1
(OH
karboksilat)
1153 cm
-1
(P=O) 3424 cm
-1
(OH)
1027 cm
-1
(CO
C)
1700 cm
-1
(C=O)
1410 cm
-1
(garam
karboksilat)
1092 cm
-1
(COC)
1651 cm
-1
(NH
tekuk pada amina
primer)
1600 cm
-1
(konjugasi C=O
dengan 2 cincin
aromatik)
1637 cm
-1
(C=C)
1610 cm
-1
(NH
tekuk pada amina
primer)
1200 cm
-1
(CO)
1453 cm
-1
(garam
karboksilat)
2000 cm
-1
(pita
karakteristik
benzena)
1600 cm
-1
dan
1480 cm
-1
(C=C
aromatik)
4000.0 3600 3200 2800 2400 2000 1800 1600 1400 1200 1000 800 600 450.0
-2.5
0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
20
22
24
26
28
30
32.1
cm-1
%T
ketoprofen
27
kitosan
Gambar 10 Spektrum FTIR dari kitosan, ketoprofen, dan nanopartikel kitosan
terisi ketoprofen
P
C=O
Garam
karboksilat
P=O
SIMPULAN
Metode ultrasonikasi dan sentrifugasi telah berhasil digunakan untuk
membuat nanopartikel kitosan terisi ketoprofen dengan efisiensi penyalutan di
atas 50%. Semakin tinggi konsentrasi kitosan cenderung menurunkan jumlah
ketoprofen tersalut. Dari setiap formula nanopartikel kitosan diperoleh bobot
nanopartikel kitosan terisi ketoprofen rata-rata sebesar 1.001.50 g untuk setiap
200 ml. Pencirian dengan SEM pada perbesaran 2000 memperlihatkan bahwa
nanopartikel kitosan terisi ketoprofen yang dihasilkan memiliki ukuran partikel
tidak seragam. Kisaran diameter nanopartikel kitosan tanpa dan dengan
penambahan ketoprofen (formula P) menunjukkan kisaran berturut-turut antara
385 nm8460 nm dan 556 nm11110 nm. Hubungan antara ukuran partikel dan
nilai efisiensi tidak teramati. Formula nanopartikel kitosan terbaik berturut-turut
adalah formula P, A, dan B. Spektrum FTIR nanopartikel kitosan terisi ketoprofen
memiliki perbedaan dengan spektrum kitosan, antara lain munculnya puncak
serapan baru pada bilangan gelombang 1410 cm
-1
dan 1637 cm
-1
yang berasal
dari ketoprofen. Pita serapan baru juga muncul di bilangan gelombang 1153 cm
-1
yang menunjukkan pita serapan gugus P=O dari senyawa TPP.
SARAN
Pembuatan nanopartikel kitosan dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara
lain komposisi material dan metode yang digunakan. Penelitian ini menggunakan
metode ultrasonikasi dan sentrifugasi. Perbaikan metode yang meliputi teknik
sentrifugasi, yaitu menggunakan kecepatan sentrifugasi yang lebih tinggi dari
20000 rpm dalam pembuatan nanopartikel kitosan sangat diperlukan agar
diperoleh ukuran nanopartikel kitosan yang lebih seragam. Selain itu, pada
penentuan efisiensi penyalutan ketoprofen perlu dilakukan pencucian nanopartikel
kitosan terlebih dahulu agar ketoprofen yang tidak tersalut di dalam nanopartikel
dapat diketahui dan dihilangkan. Analisis dengan TEM untuk melihat ukuran
nanopartikel kitosan yang terbentuk juga sangat diperlukan.
DAFTAR PUSTAKA
Aisyah IN. 2005. Pembengkakan hidrogel kitosan-polivinil alkohol [skripsi].
Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian
Bogor.
Amelia Fitri. 2007. Perilaku disolusi ketoprofen tersalut gel kitosan-gom guar
[skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut
Pertanian Bogor.
Berger J et al. 2004. Structure and interactions in covalently and ionically
crosslinked chitosan hydrogels for biomedical applications. Eur J of
Pharmaceutics and Biopharmaceutics 57: 19-34.
Borges Olga et al. 2006. Uptake studies in rat Peyers patches, cytotoxicity and
release studies of alginate coated chitosan nanoparticles for mucosal
vaccination. Journal of Controlled Release 114: 348-358.
Dhanikula AB, Panchagnula R. 2004. Development and characterization of
biodegradable chitosan films for local delivery of paclitaxel. www.aapsj.org
[2 Januari 2005].
Diebold Yolanda et al. 2007. Ocular drug delivery by liposome-chitosan
nanoparticle complexes (LCS-NP). Biomaterials 28: 1553-1564.
Fardiaz D. 1989. Hidrokoloid. Bogor: Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi,
Institut Pertanian Bogor.
Guibal E, Milot C, Roussy J. 1997. Chitosan gel beads for metal ion recovery.
European Chitin Society. France.
Haskell R. 2005. Nanotechnology for drug delivery. Exploratory Formulations
Pfizer, Inc. http://www.banyu-
zaidan.or.jp/symp/about/symposium_2005/soyaku/haskell.pdf
Isdarulyanti D. 2008. Stabilitas obat anti-peradangan Indometasin Farnesil tersalut
oleh gel kitosan-gom guar [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.
Jamaludin MA. 1994. Isolasi dan pencirian kitosan limbah udang windu (Penaeus
monodon fabricus) dan afinitasnya terhadap ion logam Pb
2+
, Cr
6+
, dan Ni
2+
[skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut
Pertanian Bogor.
Jang Mi-Kyeong et al. 2002. The investigation on characterization of chitosan
nanoparticle modified with hydrophobic moiety. Applied Chemistry, Vol. 6,
No. 1, 19-22.
Kencana AL. 2009. Perlakuan sonikasi terhadap kitosan: viskositas dan bobot
molekul kitosan [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.
Khan TA, Peh KK, Chng HS. 2002. Reporting degree of deacetylation values of
chitosan: the influence of analytical methods. J Pharm Pharmaceut Sci
5:205-212.
Kim Dong-Gon et al. 2006. Preparation and characterization of retinol-
encapsulated chitosan nanoparticle. Applied Chemistry, Vol 10, No. 1, 65-
68.
Mohanraj VJ and Y Chen. 2006. Nanoparticles A Review. Tropical Journal of
Pharmaceutical Research 5 (1): 561-573.
Mubarok M. 2007. Perilaku disolusi obat anti-peradangan indometasin farnesil
tersalut gel kitosan-gom guar [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.
Nata F, Sugita P, Sjahriza A, Arifin B. 2007. Diffusion behavior of ketoprofen
through chitosan-guar gum gel membranes. Prosiding Seminar International
Conference and Workshop on Basic Science and Applied Science.
Qi Li-Feng et al. 2005. In vitro effects of chitosan nanoparticles on proliferation
of human gastric carcinoma cell line MGC803 cells. World J Gastroenterol
11(33): 5136-5141.
Rosa S et al. 2008. Cross-linked quaternary chitosan as an adsorbent for the
removal of the reactive dye from aqueous solutions. Journal of Hazardous
Materials 155: 253-260.
Sarmento et al. 2007. Alginate/chitosan nanoparticles are effective for oral insulin
delivery. Pharmaceutical research 24(12): 2198-2206.
Setyowati E. 2008. Stabilitas obat anti-peradangan ketoprofen tersalut oleh gel
kitosan-gom guar [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.
Shu X Z and Zhu K J. 2002. Controlled Drug Release Properties of Ionically
Cross-linked Chitosan beads: The influence of anion structure. International
Journal of Pharmaceutics 233: 217 225.
Silva Catarina M et al. 2006. Microencapsulation of Hemoglobin in Chitosan-
coated Alginate Microspheres Prepared by Emulsification/Internal Gelation.
The AAPS Journal 7 (4) Article 88.
Stevens MP. 2001. Kimia Polimer. Sopyan I, penerjemah. Jakarta: PT Pradnya
Paramita. Terjemahan dari: Polymer Chemistry: An Introduction.
Sugita. 1992. Isolasi kitin dan komposisi senyawa kimia limbah udang windu
(Panaeus monodon) [tesis]. Bandung: Program Pascasarjana, Institut
Teknologi Bandung.
Sugita P, Sjahriza A, Lestari SI. 2006a. Sintesis dan optimalisasi gel kitosan-gom
guar. J Natur 9:32-36
Sugita P, Sjahriza A, Wahyono D. 2006b. Sintesis dan optimalisasi gel kitosan-
alginat. J Sains dan Teknologi 8:133-137.
Sugita P, Sjahriza A, Rachmanita. 2007a. Sintesis dan optimalisasi gel kitosan-
karboksimetilselulosa. Prosiding Seminar Nasional Himpunan Kimia
Indonesia 437-443.
Sutriyo, Joshita D, Indah R. 2005. Perbandingan pelepasan propanonol
hidroklorida dari matriks kitosan, etil selulosa, dan hidroksipropil metil
selulosa. Majalah Ilmu Kefarmasian 2: 145-153.
Tarbojevich M, Cosani A. 1996. Molecular weight determination of chitin and
chitosan. Di dalam Muzarelli RAA & Peter MG (Editor) 1997. Chitin
Handbook. Grotammare: European Chitin Society 85-108.
Tarirai C. 2005. Cross-linked chitosan matrix systems for sustained drug release
[dissertation]. Faculty of Health Sciences: Tshwane University of
Technology.
Thatte MR. 2004. Synthesis and antibacterial assessment of water-soluble
hydrophobic chitosan derivatives bearing quaternary ammonium
functionality [disertasi]. India: The Louisiana State University.
Tiyaboonchai W, Ritthidej GC. 2003. Development of indomethacin sustained
release microcapsule using chitosan-carboxymethyl cellulose complex
coacervation. Songklanakarin J Sci Technol 25:245-254.
Tiyaboonchai Waree. 2003. Chitosan nanoparticles: a promising system for drug
delivery. Naresuan University Journal 11(3): 51-66.
Wahid Abdul et al. 2001. Pengaruh iradiasi ultrasonik pada preparasi katalis
CuO/ZnO/Al
2
O
3
untuk reaksi hidrogenasi CO
2
menjadi metanol. Jurnal
Teknologi Edisi No. 4 Tahun XV: 419-425 .
Wang T, Turhan M, Gunasekaram S. 2004. Selected properties of pH-sensitive,
biodegradable chitosan-poly(vinyl alcohol) hydrogel. Society of Chemical
Industry. Polym Int 53: 911-918.
Winarno FG. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia.
Wu Yan et al. 2005. Chitosan nanoparticles as a novel delivery system for
ammonium glycyrrhizinate. International Journal of Pharmaceutics 295:
235-245.
Xu Yongmei and Du Yumin. 2003. Effect of molecular structure of chitosan on
protein delivery properties of chitosan nanoparticles. International Journal
of Pharmaceutics 250: 215-226.
Yamada T, Onishi H, Machida Y. 2001. In vitro and in vivo evaluation of
sustained release chitosan-coated ketoprofen microparticles. Yakugaku
Zasshi 121:239-245.