Nama Fasilitator : M. Chair Effendi, drg, SU, spKGA Tanggal DK 1 / DK 2 : 11 Desember 2012 / 19 Desember 2012
Kelompok 6
Ketua : Wanda Oktaria NIM:105070400111011 Sekretaris : Juwita Ratna Rahayu NIM:105070400111012 Anggota : Andreas Adi Tegar NIM:105070400111017 Hilda Primantha A. NIM:105070400111027 Efrin T. Anestya NIM:105070400111044 Mohamad Radixa Bio Zega NIM:105070400111047 Fajar Hani Priandhika NIM:105070400111048 Pavita Rahma Rosyida NIM:105070401111003 Meynita Niken Praptiwi NIM:105070407111002 Ayusha Dwi Fawnia NIM:105070407111010 Amanda Andika Sari NIM:105070407111017
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER GIGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2012
BAB I PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG Semakin berkembangnya jaman, informasi yang didapat semakin mudah. Penyakit mulut yang diderita masyarakat semakin banyak dan bervariasi, penyakit- penyakit ini bisa berupa infeksi ataupun abses. Oleh karena itu, pada topik ini akan dibahas mengenai berbagai penyakit mulut yang berupa infeksi ataupun abses, pembahasan ini antara lain meliputi definisi, etiologi, gambaran klinis, pathogenesis, diagnosis, diagnose banding, dan penatalaksanaan untuk penyakit tersebut Laporan ini membahas tentang Infeksi denofasial, diharapakan dengan dibuatnya laporan ini, mahasiswa mengerti dan memahami tentang hal-hal yang berkaitan dengan topik yang dibahas
Halaman sampul ..................................................................................... i BAB I PENDAHULUAN ............................................................................ 1 1.1 Latar Belakang ................................................................................... 1 1.2 Batasan Topik .................................................................................... 1 BAB II PEMBAHASAN ............................................................................. 2 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 41
BAB II
INFEKSI SERTA PERADANGAN (INFLAMASI) PADA RONGGA MULUT DAN RAHANG
A. INFEKSI TULANG RAHANG 1. Alveolitis Nama lain : Alveolalgia (Dolor Post Ekstraksi) atau Dry socket. Patogenesis : Alveolus pasca ekstraksi (socket) kering, tak terisi koagulum. Etiologi : - Gangguan vaskuler lokal, rusaknya kapiler akibat trauma shg tak terbentuk koagulum. - Komplikasi kelainan sistemik, misalnya avitaminosis, diabet & sifilis. - Keracunan obat, bahan perawatan gigi atau penggunaan vasokonstriksi yg berlebihan. - Infeksi luka. - Larutnya koagulum akibat terlalu sering berkumur & pemakaian obat kumur terlalu dini. - Osteoradionekrosis pasca radioterapi. - Adanya tumor ganas yang tersembunyi di bawah socket gigi. Klinis : - Timbul 3 hari atau lebih pasca pencabutan gigi. - Ditandai rasa sakit terus menerus atau intermitent. - Luka pasca ekstraksi tak kunjung sembuh. - Socket kering, tak terisi koagulum atau jaringan granulasi. - Socket berisi jaringan nekrotik dan disertai gejala inflamasi/infeksi. Terapi : - Untuk etiologi lokal dilakukan kuretase. - Etiologi sitemik; atasi gangguan sistemik kemudian kuretase. - Osteoradionekrosis; nekrotomi atau reseksi marginal. - Tumor ganas; rencanakan perawatan tumor ganas.
2. Periostitis Definisi : Peradangan atau infeksi pada periosteum. Etiologi : - Trauma - Kemis; misalnya akibat obat perawatan gigi (arsen). - Infeksi dentogen (paling sering) dan sistemik. Klinis dan Terapi : 1. Periostitis Akut - Infeksi biasanya berjalan dari apikal atau marginal melalui canalis Harvers & canalis Volkman hingga mencapai periosteum. - Didahului dgn periostitis serosa yg berlangsung cepat & umumnya menyertai periodontitis apikalis akut atau osteomielitis akut. - Ekstra oral : pembengkakan difus, kemerahan dan limphadenopati. - Intra oral : nyeri palpasi mukobukal fold meskipun tanpa pembengkakan & nyeri perkusi pada gigi penyebab (periodontitis akut). - Terapi : antibiotika, analgetika & anti inflamasi serta ekstraksi gigi penyebab. 2. Periostitis Kronis - Merupakan stadium terminal dari periostitis akut. - Sebab primer : Infeksi sistemik misalnya sifilis, tuberkulosa atau aktinomikosis. - Salah satu bentuk : periostitis osifikans (Garres osteomyelitis) yang ditandai dgn pembentukan tulang baru pada bagian permukaan luar tulang. - Terapi : antibiotika & eliminasi penyebab.
3. Osteomyelitis Definisi : - Mead; Osteomielitis adalah suatu inflamasi supuratif sumsum tulang. - Archer; Osteomielitis adalah suatu peradangan tulang, terutama meliputi bagian lunak tulang. - Secara umum osteomielitis dinyatakan sebagai suatu peradangan pada struktur pembentuk tulang, yaitu meliputi medula, korteks, periosteum, pembuluh darah, saraf dan epifisis. Etiologi : 1. Odontogen : 1.1. Infeksi periapikal 1.2. Infeksi periodontal 1.3. Infeksi perikoronal 1.4. Abses peritonsilar 1.5. Kista atau tumor odontogenik 1.6. Komplikasi pasca ekstraksi 2. Non Odontogen : 2.1. Furunkel 2.2. Keracunan kimia 2.3. Trauma 2.4. Infeksi Hematogen 2.5. Infeksi spesifik 2.6. Daya tahan tubuh rendah 2.7. Radiasi Klasifikasi : 1. Berdasarkan perjalanan penyakit : 1.1. Osteomielitis akut 1.2. Osteomielitis subakut 1.3. Osteomielitis kronis 2. Berdasarkan golongan umur : 2.1. Osteomielitis pada bayi 2.2. Osteomielitis pada anak-anak 2.3. Osteomielitis pada orang dewasa 3. Berdasarkan bakteri penyebab : 3.1. Osteomielitis spesifik 3.2. Osteomielitis aspesifik 4. Berdasarkan penyebaran pus : 4.1. Osteomielitis intramedulare 4.2. Osteomielitis subperiostal 5. Jenis osteomielitis lainnnya : 5.1. Osteomielitis tropis 5.2. Osteomielitis Garre 5.3. Osteomielitis radiasi Diagnosa : 1. Anamnesa : 1.1. Akut : - Nyeri hebat yang menyebar - Suhu tinggi - Nadi dan pernafasan cepat - Nausea dan vomitus - Lesu, lemah dan tak dapat tidur - Trismus dan parestesi bibir bawah 1.2. Kronis : - Nyeri lebih ringan - Suhu normal atau sedikit naik 2. Klinis : 2.1. Akut : 2.1.1. Ekstra oral : - Bengkak dan nyeri palpasi - Parestesi dan trismus - Limphadenopati & nyeri palpasi KGB regional 2.1.2. Intra Oral: - Bengkak - Inflamasi gusi - Palpasi dan perkusi - Mobiliti (lebih dari satu gigi) - Ballotement - Pyorhea 2.2. Kronis : 2.2.1. Ekstra Oral : - Kadang disertai bengkak, radang & trismus - Parestesi, fistel dan sekuester - Limphadenopati KGB regional tanpa nyeri palpasi 2.2.2. Intra Oral : - Kadang disertai nyeri palpasi dan mobiliti - Perkusi dan ballotement - Multiple fistel dan sekuester 3.Laboratorium : 3.1. Akut : - Leokositosis (12.000 - 20.000) - Sel leukosit muda dan sel PMN meningkat - Toksemia dan anemia 3.2. Subakut : Lekositosis, sel-sel muda dan toksemia menurun 3.3. Kronis : - Leukosistosis lebih menurun (8.000 - 12.000) - Sel-sel dewasa meningkat - Toksemia lebih menurun 3.3. Kronis : - Leukosistosis lebih menurun (8.000 - 12.000) - Sel-sel dewasa meningkat - Toksemia lebih menurun 4. Pemeriksaan Radiologis : 4.1. Akut dini : Gambaran normal. 4.2. Akut lanjut : Rarefraksi ireguler (destruksi trabekula serta pelebaran rongga-rongga spongiosa). 4.3. Kronis dini : Worn eaten appearance (gambaran berupa lubang-lubang kecil seperti dimakan rayap). 4.4. Kronis lanjut : Radioopak (sekuester) yg dikelilingi daerah radiolusen (pus), kemudian pada tepi bagian luar daerah radiolusen ini dikelilingi lagi oleh daerah radioopak (involukrum). 4.5. Kronis akhir : Demarkasi (sekuester telah terpisah dengan jaringan tulang normal di sekelilingnya). 5.Diagnosa Banding : 5.1. Akut : - Periodontitis akut - Periapikal abses akut dan abses subperiosteal akut 5.2. Kronis : Abses subkutan dan abses submukus 6. Terapi : - Antibiotika - Drainage - Perawatan suportif - Sekuesterktomi 7. Prognosa : Baik-buruknya prognosa ditentukan oleh : 7.1. Diagnosa yang tepat 7.2. Penggunaan dan pemilihan antibiotika yang tepat 7.3. Perawatan yang sempurna 7.4. Daya tahan tubuh penderita 7.5. Virulensi mikroorganisme 7.6. Saatnya penyakit diketahui 7.7. Luasnya kerusakan 7.8. Usia penderita 8. Komplikasi : 8.1. Parestesi 8.2. Fraktur patologis 8.3. Deviasi pergerakan mandibula dan deformitas sekunder 8.4. Terlibatnya sinus-sinus paranasalis 8.5. Tidak erupsinya gigi-gigi tertentu 8.6. Toksemia dan piemia, menyebar ke fosa dan fisura basis kranii, sehingga menyebabkan infeksi intrakranial. 8.7. Deformitas wajah penderita - Sauserisasi
B. INFEKSI & INFLAMASI JARINGAN LUNAK
1. Ulkus Dekubitalis Definisi : Ulkus dekubitalis adalah suatu inflamasi atau ulkus yang terjadi akibat iritasi atau trauma tajam yang berlangsung lama. Etiologi : 1. Akar gigi sulung yang terdesak menembus mukosa. 2. Tepi karies gigi yang tajam. 3. Tergigit akibat gigi malposisi. 4. Gigi palsu yang kedudukannya tidak baik. Klinis : - Tampak berupa ulkus berbentuk bulat degan dasar berwarna putih. - Biasanya dapat segera ditemukan penyebabnya di sekitar lesi. Terapi : - Eliminasi penyebabnya, maka biasanya ulkus sembuh secara spontan. - Pada penderita berusia lanjut harus diobservasi; jika selama sebulan lesi tak sembuh,harus dibiopsi.
2. Operkulitis & Perikoronitis - Operkulum adalah jaringan fibrous yg menutupi sebagian dari permukaan oklusal gigi baru erupsi atau semi erupsi, biasanya gigi molar ketiga bawah. - Perikoronal adalah operkulum beserta sebagian gusi yg mengelilingi mahkota gigi baru erupsi atau semi erupsi. 2.1. Operkulitis 2.1.1. Pengertian : Inflamasi atau infeksi operkulum. 2.1.2. Etiologi : - Iritasi kronis pengunyahan. - Akumulasi sisa makanan yang terjebak pada ronggaantara operkulum dgn permukaan oklusal gigi, kemudian membusuk & menjadi media inkubator bakteri dan akhirnya menyebabkan terjadinya infeksi. 2.1.3. Terapi : Operkulektomi. 2.2. Perikoronitis 2.2.1. Pengertian : Inflamasi atau infeksi perikoronal 2.2.2. Etiologi : - Iritasi kronis pengunyahan. - Akumulasi sisa makanan yg terjebak pada rongga antara operkulum & perikoronal dgn permukaan gigi membusuk menjadi media inkubator bakteri akhirnya terjadi infeksi. 2.2.3. Terapi : - Operkulektomi. - Ekstraksi atau odontektomi jika gigi tersebut erupsi dalam posisi miring.
3. Glositis Suatu lesi atau bentuk-bentuk ulserasi akibat inflamasi pada mukosa lidah. 3.1. Migratory Glossitis 3.1.1. Nama lain : - Geographic tongue - Wandering rash - Glossitis migrans - Glossitis areata exfoliativa 3.1.2. Etiologi : - Penyebab yang pasti belum jelas. - Seringkali dikaitkan dengan faktor emosional dan stres. - Kadang dikaitkan dengan defisiensi Vitamin B kompleks. 3.1.3. Klinis :
- Karakteristik ditandai oleh daerah deskuamatif yg tidak beraturan (bald spots) pada permukaan mukosa lidah yg dikelilingi oleh area berwarna putih. - Bald spots merupakan suatu area yang mengalami penipisan epitel, kehilangan keratin & papila filiformis, sedangkan papila fungiformis masih dpt ditemukan. - Area yg berwarna putih di sekelilingnya tampak hipertropi akibat akumulasi keratin & paplila filiformis tampak di daerah ini. 3.1.4. Terapi : - Umumnya lesi ini tidak memberikan respon jika dilakukan tindakan terapi, tetapi dapat menghilang secara spontan. - Dapat dibantu dengan pemberian vitamin B kompleks. 3.2. Magenta glossitis 3.2.1. Etiologi : - Defisiensi Vitamin B2 (riboflavin = vitamin G) - Defisiensi Vitamin B kompleks. 3.2.2. Klinis : 3.2.2.1. Defisiensi Riboflavin : - Lidah mengalami inflamasi dan tampak hiperemis - Dapat pula terjadi ulserasi dan tampak sianotik atau berwarna magenta. 3.2.2.2. Defisiensi Vitamin B Kompleks : - Lidah hiperemis kadang berwarna magenta. - Mukosa lidah mengalami ulserasi dan erosi. - Lidah membengkak & permukaannya berlekuk-lekuk. 3.2.3. Terapi : Vitamin B2 atau B kompleks. 3.3. Hunters Glossitis 3.3.1. Etiologi : Anemia pernisiosa. 3.3.2. Klinis : - Lidah sangat nyeri menyerupai rasa terbakar. - Mengalami atropi semua papila. - Warna hiperemis dan kadang disertai ulserasi. 3.3.3. Terapi : Jika anemia pernisiosa dapat diatasi, maka lesi tersebut akan sembuh secara spontan.
4. Cheilitis Angularis (Perleche) Etiologi : - Infeksi Streptokokus atau Sacharomycetes. - Defisiensi riboflavin diduga sebagai faktor predisposisi. Klinis : - Lesi erosif atau ulseratif pada sudut mulut dan biasanya bilateral. - Mukosa menebal dan lesi sedikit meluas ke kutis. - Pada orang dewasa cenderung menjadi kronis. Terapi : - Keadaan umum dan oral higiene diperbaiki. - Lesi diulas dengan antiseptik. - Dianjurkan pemberian riboflavin dan nicotinamide. - Jika ditemukan peran kandida, lesi diulas dengan nystatin ointment.
5. Stomatitis Definisi : Stomatitis adalah suatu lesi peradangan atau inflamasi yang terjadi pada mukosa rongga mulut. Etiologi : - Trauma fisik, khemis dan radiasi. - Infeksi bakteri, fungus virus dan parasit. - Malnutrisi. - Keadan umum yang buruk dan menurunnya daya tahan tubuh. - Blood dyscrasia. - Alergi dan reaksi autoimun. - Ketidak-seimbangan hormonal dan stress 5.1. Stomatitis Aphtosa (Sariawan) Merupakan jenis stomatitis yang paling sering terjadi di rongga mulut. 5.1.1. Etiologi : Belum jelas, akan tetapi diduga bahwa hormonal, alergi, stres, trauma & blood dyscrasia (terutama anemia) berperan sebagai etiologi. 5.1.2. Patogenesis : - Diawali dengan suatu vesikel kecil, kemudian pecah menjadi ulkus kecil (dalam 24 jam) - Ulkus membesar dengan ukuran bervariasi, yakni dari sebesar kepala peniti s/d 2 cm (dalam 3-6 hari). - Penyembuhan dimulai hari ke 6, total 10-14 hari (kadang s/d 6 minggu}. - Sembuh tanpa jaringan parut, kecuali ulkusnya dalam dan besar. - Jika terbentuk ulkus akan menghilang dalam jangka waktu setahun. 5.1.3. Klinis - Dapat terjadi di semua bagian rongga mulut, kecuali palatum. - Rasa nyeri hebat, tak sebanding dengan besar ulkus. - Nyeri timbul spontan atau akibat adanya rangsangan dan gerakan. - Tidak disertai demam. - Bentuk ulkus bulat atau oval dengan permukaan cekung, berwarna putih dan dikelilingi oleh area berwarna hiperemis (kemerahan). - Ulkus dapat soliter ataupun multipel. 5.1.4. Terapi : 5.1.4.1. Sistemik : Setiap faktor yang dianggap sebagai predisposisi atau etiologi diobati. 5.1.4.2. Lokal : - Antiseptik lokal seperti gentian violet atau zat kaustik seperti Ag nitrat dapat mempercepat penyembuhan. - Albothyl concentrate secara topikal. - Kenalog pasta secara topikal. 5.2. Gingivostomatitis Plaut Vincent 5.2.1. Nama Lain : - Acute ulceromembranous stomatitis. - Fusospirochaetal stomatitis. - Acute necrotizing ulcerative gingivitis. - Trench mouth. 5.2.2. Etiologi : - Borrelia Vincenti. - Basilus fusiformis. 5.2.3. Predisposisi : - Turunnya daya tahan tubuh terhadap infeksi. - Defisiensi vitamin (Nicotinamide dan Vitamin C). - Gingivitis kronis dan trauma. 5.2.4. Gambaran Klinis : 5.2.4.1. Akut : - Onsetnya cepat (3 - 5 hari) disertai demam dan malaise. - Gusi berwarna merah, nyeri, ulserasi & perdarahan gusi. - Ulserasi disertai pseudomembran, yakni daerah nekrosis warna putih kekuningan, bila diangkat terjadi perdarahan. - Lebih sering berupa ulkus pada regio insisif dan molar 3. - Menimbulkan ulkus pada mukosa bersebrangan dgn lesi & dpt menyebar ke bibir, dasar mulut, palatum & lidah (jarang). - Pada kasus yang hebat terjadi nekrosis luas s/d ke tulang alveolar sehingga menyebabkan gigi-gigi goyang. - Tanda yang karakteristik adalah halitosis. - Limfadenitis regional. 5.2.4.2. Kronis : - Tidak ada demam dan gejala-gejala umum. - Tampak seperti gingivitis marginalis biasa; gusi membengkak, berwarna merah gelap & ujung papila membulat. - Pasien mengeluh rasa gatal, panas & tak enak di gusi serta gusi mudah berdarah. - Halitosis tak jelas & tidak ada ulkus pada mukosa berseberangan. 5.2.5. Diagnosa : 5.2.5.1. Akut : - Secara klinis biasanya telah jelas. - Jika kurang meyakinkan dapat dilakukan pemeriksaan apus bakteri (sampel dari sulkus gingiva). 5.2.5.2. Kronis : - Secara klinis diagnosa lebih sulit. - Permeriksaan apus bakteri sangat membantu. 5.2.6. Terapi : - Preparat penisilin peroral/parenteral minimal 5 hari berturut-turut, karena penyakit ini memberi respon yg baik terhadap penisilin. - Perbaiki daya tahan tubuh dan kondisi umum penderita. - Perbaiki oral hygiene, berkumur-kumur dgn antiseptik & H2O2, karena selain membasmi bakteri secara lokal juga akan mempersingkat waktu yg dibutuhkan untuk penyembuhan. 5.3. Oral Moniliasis 5.3.1. Nama Lain : - Oral candidiasis. - Oral trush. - Mycotic stomatitis atau Stomatomycosis. 5.3.2. Etiologi : Jamur Candida albicans. 5.3.3. Insidensi : - Bayi yg malnutrisi; akibat kontak langsung dari botol susu, atau partus melalui vagina ibu penderita kandidiasis. - Orang dewasa; akibat penurunan pH dan sekresi saliva (lokal), DM, terapi kortikosteroid serta devisiensi riboflavin (sistemik). - Penggunaan antibiotika (lozengens dan peroral) yang lama. - Umumnya menyerang mukosa lidah, bibir, bukal & dasar mulut. 5.3.4. Patogenesis : - Candida albicans hidup dalam keseimbangan flora mulut normal sebagai mikroflora non patogen. - Patogenitasnya timbul jika keseimbangan flora mulut normal terganggu atau turunnya daya tahan tubuh jamur bermultiplikasi hyphae menembus keratin, masuk ke stratum granulosum membentuk suatu anyaman benang-benang jamur di antara sel epitel pseudomembran. - Epitel mengalami perubahan degeneratif dan stratum korneum lenyap pada bagian yang terserang jamur. - Pseudomembran terdiri dari jaringan nekrotik, keratin, fibrin, food debris, epitel yg mengalami deskuamasi, leukosit & bakteri menyatu dgn hyphae sebagai akar yg menembus ke dalam epitel. 5.3.5. Gambaran Klinis : - Diawali dgn timbulnya papula-papula berwarna putih keabuan bersatu membentuk plak membran yg dikelilingi daerah erythema. - Secara sepintas tampak sebagai bercak putih yg melekat erat pada mukosa mulut, jika dilepas akan menyebabkan perdarahan. - Penderita mengeluh nyeri pada daerah lesi disertai yeasty halitosis. 5.3.6. Diagnosa : Perlu dilakukan pemeriksaan apus yg akan menampakkan adanya spora dan hyphae. 5.3.7. Terapi : - Drug of choice adalah Nystatin. - Dapat diulaskan dengan gentien violet 1 - 2% pada daerah lesi. - Perbaiki kondisi umum penderita. 5.4. Noma 5.4.1. Nama lain : - Stomatitis gangrenosa. - Cancrum oris. - Cancer aquaticus. - Dzo-Ma-Gan (Cina). - Running horse gangren. 5.4.2. Etiologi : - Secara pasti belum jelas. - Diduga bakteri anaerob (Bacillus Fusiformis & Spirochaetes). 5.4.3. Faktor Predisposisi : - Terutama adalah malnutrisi. - Oral hygiene yang buruk. 5.4.4. Insidensi : - Seringkali pada anak-anak yang kekurangan gizi. - Anak-anak yang menderita penyakit melemahkan, misalnya pneumonia, measles, tipoid dan blood dyscrasia. 5.4.5. Gambaran Klinis : - Gejala karakteristiknya adalah bau yg sangat busuk (bau gangren) serta dapat tercium dari jarak cukup jauh. - Mula-mula yang terserang gusi, selanjutnya menyebar ke pipi, jarang sekali ke bibir dan dasar mulut. - Proses gangren tersebut berlangsung sangat cepat (24 jam setelah onset penyakit), yg diawali dgn membengkaknya pipi, perubahan warna dari merah selanjutnya menjadi hitam perforasi pipi berlubang. - Sementara itu, gusi terkelupas tulang terbuka gigi-gigi goyang dan kadang-kadang terlepas. - Hiperslivasi dan dapat keluar dari pipi yang perforasi. - Umumnya tidak ditemukan pembengkakan pada wajah. - Limfadenopati regional. - Temperatur febris atau sub febris. - Kematian umumnya disebabkan aspiration bronkhopneumonia dan sepsis. 5.4.6. Komplikasi Oral Pasca Penyakit Sembuh : - Pipi berlubang. - Perlekatan pipi dengan gusi. - Fornix atau muccobucal fold menghilang. - Jaringan parut. - malformasi bentuk wajah. 5.4.7. Prognosa : Buruk sebelum adanya antibiotika. 5.4.8. Terapi : - Antibiotika, memberi respon baik dengan penisilin oral atau peroral. - Lesi senantiasa dibersihkan atau dicuci dgn natrium bikarbonat 5%. - Perbaiki kondisi umum penderita. - Bedah plastik untuk mengatasi komplikasi/cacat pada wajah dan mulut. 5.5. Beberapa Jenis Stomatitis Lainnya : 5.5.1. Stomatitis Herpetika : - Lesi berbentuk ulserasi pada mukosa mulut yg merupakan manifestasi penyakit herpes dalam rongga mulut. - Terapi ditujukan pada penyakit herpesnya, jika sembuh stomatitisnya juga sembuh. 5.5.2. Stomatitis Difterika : - Merupakan perluasan lesi penyaklit difteri ke mukosa rongga mulut. - Terapi ditujukan pada penyakit difterinya. 5.5.3. Stomatitis Merkurika : - Stomatitis akibat absorbsi merkuri (bahan tambal gigi) yg berlebihan. - Terapi ditujukan pada eliminasi penyebabnya. 5.5.4. Stomatitis Arsenika : - Stomatitis akibat mukosa keracunan arsen (bahan perawatan gigi). - Terapi sama dengan stomatitis merkurika. 5.5.5. Stomatitis Alergika: 5.5.5.1. Stomatitis Venenata :
Reaksi alergi yg menyebabkan stomatitis, akibat kontak lokal dengan alergen.
5.5.5.2. Stomatitis Medikamentosa : Reaksi alergi yang menyebabkan stomatitis, akibat kontak alergen secara sistemik. 5.5.6. Stomatitis Nikotina : - Stomatitis yg umumnya terjadi di palatum akibat akumulasi & absorbsi nikotin berlebihan pada perokok berat dan mengunyah tembakau.
- Terapi kurangi merokok, mengisap dan mengunyah tembakau. 5.5.7. Stomatitis Manifestasi Sistemik : Stomatitis lainnya akibat manifestasi kelainan atau gangguan sistemik : - Manifestasi sistemik infeksi bakteri, virus dan jamur. - Manifestasi beberapa sindroma. - Manifestasi malnutrisi. - Manifestasi reaksi auto-imun. - Manifestasi kelainan darah dll.
PENYEBARAN INFEKSI PERIAPIKAL Infeksi periapikal dapat menyebar ke jaringan-jaringan lain mengikuti pola patofisiologi yang beragam yang pada dasarnya dipengaruhi oleh : jumlah dan virulensi kuman, resistensi dari host, dan struktur anatomi daerah yang terlibat. Pus pada jaringan periapikal menyebar melalui tulang kanselus menuju ke permukaan tulang dan setelah menembus lapisan korteks pus masuk ke jaringan lunak di sekitarnya yang biasanya didahului dengan keradangan pada periosteum tulang alveolar di daerah tersebut (periostitis) Arah penyebaran infeksi periapikal menuju ke jaringan lunak dipengaruhi oleh 2 faktor utama yaitu: 1. Ketebalan tulang yang meliputi apeks gigi 2. hubungan antara tempat perforasi tulang dan tempat perlekatan otot-otot pada maksila dan mandibula Bila apeks gigi yang terinfeksi lebih dekat dengan labial plate maka akan menyebabkan vestibular abscess. Sebaliknya jika kar gigi lebih dekat dengan permukaan palatal maka yang terjadi adalah palatal abscess. Setelah pus menembus permukaan tulang dan masuk ke dalam jaringan lunak arah penyebaran selanjutnya ditentukan oleh tempat perlekatan otot- otot pada tulang rahang, utamanya yaitu m. Buccinator pada maksila dan mandibula, dan. Mylohyoid pada mandibula. Pada gigi-gigi posterior rahang atas apabila pus keluar ke arah bukal dan dibawah perlekatan m.buccinator pada maksila dan mandibula, dan m mylohyoid pada mandibula. Pada gigi posterior rahang atas apabila pus keluar ke arah bukal dan dibawah perlekatan m. Buccinator maka akan terjadi vestibular abscess. Apabila pus terletak di atas perlekatan m. Buccinator maka yang terjadi adalah buccal space abscess. Infeksi periapikal pada gigi-gigi rahang atas pada umunya menjalar ke arah labial atau bukal. Beberapa gigi seperti insisif lateral yang inklinasinya ekstrenm, akar palatal gigi premolar pertama dan molar rahang atas dapat menyebabkan abses di sebelah palatal. Penjalaran infeksi ke labial atau bukal dapat menjadi vestibular abscess atau fascial space infection ditentukan oleh hubungan antara tempat peforasi tulang dan tempat perlekatan otot-otot oada tukang maksila yaitu m, buccinator dan m. Levator anguli oris. Gigi insisif sentral dan lateral rahang atas penyebaran infeksi ke labial sehingga terjadi vestibular abscess. Infeksi pada kaninus yang akarnya panjang dapat menyebabkan canine space infection. Infeksi pada M rahang atas bisa menjadi vestibular abscess. Infeksi periapikal gigi-gigi P dan M rahang atsa dapat menyebar ke arah sinus maksilaris sehingga menyebabkan sinusitis maksilaris. Di rahang bawah infeksi periapikal dari gigi I,C dan P pada umumnya akan merusak korteks di buccal palte sehingga menjadi vestibular abscess. Infeksi pada gigi M1 bisa mengarah ke bukal atau ke lingual demikian juga M2, sedangkan infeksi periapikal gigi M3 selalu mengarah ke lingual. Penyebaran infeksi Molar bawah yang ke arah bukal juga ditentukan oleh perlekatan m. Buccinator. Apabila pus keluar diatas perlekatan m. buccinator maka yang tejadi adalah vestibular abscess, bila pus keluar dibawah perlekatan otot tersebut maka yang terjadi adalah buccal space infection atau perimandibular infection. Penyebaran infeksi M RB yg kearah lingual ditentukan oleh relasi antara letak apeks akar gigi M dan tempat perlekatan m. Mylohyoid. Bila pus keluar dari dinding lingual di atas perlekatan m. Mylohyoid maka akan terjadi sublingual space abscess, sebaliknya bila pus keluar dibawah perlekatan otot tsb akan timbul submandibular space abscess.
Abses Rongga mulut dan Rahang Abses Odontogen Abses adalah proses supurasi yang terlokalisir di dalam suatu rongga . Patologis akibat infeksi mikroorganisme proteolitik, sehingga terjadi proses nekrosis dan lisis jaringan membentuk pus. Abses rongga mulut & rahang paling banyak disebabkan oleh infeksi dentogen, selanjutnya oleh infeksi jaringan periodontal dan bagian lainnya dalam rongga mulut.Terdapat berbagai jenis abses berdasarkan lokasi terjadinya, serta perluasannya ke jaringan sekitar yang disebut sebagai perjalanan abses.
1. Periapikal Abses 1.1. Pengertian : Suatu infeksi supurasi dari jaringan periapikal (ujung akar gigi). 1.2. Perjalanan Abses : Karies gigi infeksi jaringan pulpa & saluran akar gigi (pulpitis) Infeksi periodontium di periapikal gigi (periodontitis apikalis) supurasi maka terbentuk abses di daerah periapikal gigi. 1.3. Jenis Abses Periapikal Secara Klinis : 1.3.1. Periapikal Abses Akut : 1.3.1.1. Gejala Klinis : 1.3.1.1.1. Ekstra Oral : - Disertai atau tanpa pembengkakan ekstraoral. - Nyeri tekan +. 1.3.1.1.2. Intra Oral : - Karies : + - Perkusi : + - Mobility : + - Sondasi : - - Tekanan : + - Pocket : + - Dingin : - - Palpasi : + - Gravitasi : 1.3.1.2. Gambaran Radiologis : Lamina dura terputus. 1.3.1.3. Diferensial Diagnosa : Periodontitis apikalis akut. 1.3.1.4. Terapi : - Antibiotika dan analgetika. - Setelah infeksi reda gigi diekstraksi. 1.3.2. Periapikal Abses Kronis : 1.3.2.1. Gejala Klinis : - Karies : + - Perkusi : + - Mobility : +/- - Sondasi : - - Tekanan : + - Pocket : +/- - Dingin : - - Palpasi : + - Gravitasi : - - Jaringan sekitar gigi : fistula +/- 1.3.2.2. Radiologis : - Lamina dura terputus. - Radiolusensi berbentuk bulat (dental granuloma). 1.3.2.3. Diferensial Diagnosa : Periodontitis apikalis kronis. 1.3.2.4. Terapi : Ekstraksi gigi kemudian beri antibiotika & analgetika.
2. Periodontal Abses 2.1. Pengertian : Suatu infeksi supurasi (abses) pada jaringan periodontal gigi. 2.2. Perjalanan Abses : - Diawali dgn gingivitis marginalis Infeksi jaringan periodontium daerah marginal gigi (periodontitis marginalis) supurasi periodontal abses. - Periapikal abses menjalar sepanjang margin gigi periodontal abses. 2.3. Gambaran Klinis Periodontal Abses Berdasarkan Perjalanannya : 2.3.1. Periodontal Abses yg Berasal dari Gingiva : 2.3.1.1. Gejala Klinis : 2.3.1.1.1. Ekstra Oral : - Disertai atau tanpa pembengkakan ekstr aoral. - Nyeri tekan +. 2.3.1.1.2. Intra Oral : - Karies : +/- - Perkusi : + - Mobility : + - Sondasi : + - Tekanan : + - Pocket : + - Dingin : + - Palpasi : + - Gravitasi : + 2.3.1.2. Gambaran Radiologis : Lamina dura sepanjang margin gigi terputus. 2.3.1.3. Diferensial Diagnosa : Periodontitis marginalis akut. 2.3.1.4. Terapi : - Antibiotika dan analgetika. - Setelah infeksi reda pembersihan karang gigi dan kuretase periodontal. - Jika kerusakan jaringan periodontal luas, gigi diekstraksi. 2.3.2. Periodontal Abses yg Berasal dari Periapikal : 2.3.2.1. Gejala Klinis : Sama dengan periapikal abses. 2.3.2.2. Radiologis : Lamina dura dari apikal s/d marginal terputus. 2.3.2.3. Diferensial Diagnosa : - Periodontitis marginalis akut. - Periapikal abses akut. 2.3.2.4. Terapi : Sama dengan terapi periapikal abses akut.
3. Perikoronal abses 3.1. Pengertian : Suatu infeksi supurasi (abses) pada operkulum dan perikoronal gigi yg baru erupsi atau semi erupsi. 3.2. Perjalanan Abses : Diawali dgn operkulitis perikoronitis supurasi perikoronal abses. 3.3. Gambaran Klinis : 3.3.1. Ekstra Oral : - Disertai pembengkakan ekstraoral pada regio angulus mandibula. - Nyeri + - Demam : + - Trismus + - Palpasi : + - Limfaenopati KGB regional : + - Wajah pucat dan pasien tampak lemah. - Sulit dan nyeri menelan. 3.3.2. Intra Oral : - Benjolan/pembengkakan pada operkulum dan perikoronal disertai fluktuasi dan nyeri tekan. - Karies : +/- - Perkusi : + - Mobility : + - Sondasi : + - Tekanan : + - Pocket : + - Dingin : + - Palpasi : + - Gravitasi : + 3.4. Gambaran Radiologis : Radiolusensi mengelilingi perikoronal gigi. 3.5. Diferensial Diagnosa : Perimandibular abses akut dan bukal abses akut. 3.6. Terapi : - Antibiotika dan analgetika - Jika telah berkembang menjadi abses submukus atau subkutan insisi drainase ekstra atau intra oral. - Setelah infeksi reda ekstraksi atau odontektomi.
4. Subperiosteal abses 4.1. Pengertian : Suatu infeksi supurasi (abses) pada periosteum tulang rahang. 4.2. Perjalanan Abses : - Periapikal abses menembus tulang alveolar menjalar sampai ke periosteum periostitis/subperiostitis supurasi subperiosteal abses. - Supperiosteal abses merupakan tahap awal perjalan abses sebelum menyebar ke jaringan ikat longgar (jar lunak) ekstra & intra oral. 4.3. Gambaran klinis : 4.3.1. Ekstra Oral : - Disertai pembengkakan ekstra oral dengan konsistensi keras. - Nyeri hebat : + - Demam : + - Trismus + - Palpasi : + - Fluktuasi : - - Limfaenopati KGB regional : + - Sakit menelan. - Wajah pucat dan tampak lemah. 4.3.2. Intra Oral : - Pembengkakan mukosa di atas periosteum dgn konsistensi keras. - Fluktuasi : - - Nyeri tekan : + - Karies : +/- - Perkusi : + - Mobility : + - Sondasi : + - Tekanan : + - Pocket : + - Dingin : + - Palpasi : + - Gravitasi : + Biasanya abses subperiosteal dgn cepat berkembang menjadi abses subkutan atau submukus (paling lama 2 - 3 hari ). 4.4. Gambaran Radiologis : - Lamina dura periapikal terputus. - Garis radiolusen dari periapikal s/d periosteum. - Periosteum belum terputus. 4.5. Diferensial Diagnosa : - Periostitis & superiostitis akut. - Osteomielitis akut. 4.6. Terapi : - Antibiotika, analgetika dan anti inflamasi. - Jika telah menjadi subkutan atau submukus abses insisi darinase. - Setelah infeksi reda ekstraksi atau odontektomi.
6. Submukus abses 6.1. Pengertian : Suatu infeksi supurasi (abses) pada daerah tepat di bawah mukosa. 6.2. Perjalanan Abses : - Diawali dgn Periapikal abses subperiosteal abses periosteum pecah pus mengalir ke daerah di bawah mukosa submukus abses. - Pus dapat berkumpul di bawah mukosa vestibulum oris/forniks, palatum, sublingual, retromolar, peritonsilar dan faring sehingga disebut sebagai abses submukus sesuai dengan daerah yg terkena. - Submukus abses merupakan tahap superfisialis (akhir) perjalan abses pada mukosa daerah tertentu dalam rongga mulut dan faring. 6.3. Gambaran Klinis : 6.3.1. Ekstra Oral : - Tergantung mukosa yang terkena, pada vestibulum oris disertai pembengkakan ekstra oral di daerah bukal. - Pembengkakan kenyal dan nyeri tekan. 6.3.2. Intra Oral : - Benjolan/pembengkakan lunak pada mukosa sesuai daerah yang terkena disertai fluktuasi & nyeri tekan. - Gejala intra oral bervariasi, umumnya merupakan kelanjutan dari periapikal & subperiosteal abses. - Nyeri berkurang dibanding periapikal & subperiosteal abses. 6.4. Gambaran Radiologis : Idem periapikal dan superiosteal abses. 6.5. Diferensial Diagnosa : Bergantung pada daerah yang terkena. 6.6. Terapi : - Antibiotika dan analgetika - Insisi drainase intra oral pada mukosa sesuai daerah yang terkena. - Setelah infeksi reda ekstraksi atau odontektomi gigi penyebab.
7. Subkutan abses 7.1. Pengertian : Suatu infeksi supurasi pada daerah tepat di bawah kutis. 7.2. Perjalanan Abses : - Diawali periapikal abses subperiosteal abses periosteum pecah menembus fasia superfisialis pus mengalir ke daerah subkutis sesuai regio yg terkena subkutan abses. - Subkutan abses merupakan tahap superfisialis/akhir perjalan abses pada kutis daerah ekstra oral tertentu sesuai arah perjalanan absesnya. 7.3. Gambaran Klinis : 7.3.1. Ekstra Oral : - Pembengkakan ekstra oral sesuai daerah yang terkena. - Pembengkakan berwarna kemerahan dan mengkilat. - Konsistensi lunak disertai fluktuasi. - Nyeri saat palpasi & tekanan (nyeri lebih ringan dibanding subperiosteal abses). - Pembengkakan biasanya terlokalisir & sudah ada sentrum. 7.3.2. Intra Oral : - Gejala intra oral merupakan kelanjutan dari periapikal & subperiosteal abses dgn tingkat yang lebih ringan. - Tidak ada benjolan/pembengkakan intra oral. 7.4. Gambaran Radiologis : Idem periapikal & superiosteal abses. 7.5. Diferensial Diagnosa : Bergantung pada daerah yg terkena. 7.6. Terapi : - Antibiotika dan analgetika - Insisi drainase ekstra oral pada kutis, yakni di daerah lokasi sentrum. - Setelah infeksi reda ekstraksi atau odontektomi gigi penyebab. 8. Vestibular abses 8.1. Pengertian : Suatu infeksi supurasi (abses) tepat di bawah mukosa vestibulum oris, baik rahang atas maupun rahang bawah. 8.2. Perjalanan Abses : Identik submukus abses dgn tahap superfisialis/akhir di vestibulum oris. 8.3. Gambaran Klinis : 8.3.1. Ekstra Oral : - Benjolan ekstra oral di daerah bukal. - Konsistensi lunak disertai fluktuasi. - Nyeri palpasi & tekanan lebih ringan dibanding subperiosteal abses. 8.3.2. Intra Oral : - Gejala intra oral merupakan kelanjutan dari periapikal dan subperiosteal abses dengan tingkat yg lebih ringan. - Vestibulum terangkat/bengkak, konsistensi lunak disertai fluktuasi. - Nyeri pada palpasi dan tekanan. - Jika di palpasi kadang keluar pus dari margin gingiva. 8.4. Gambaran Radiologis : Idem periapikal & superiosteal abses. 8.5. Diferensial Diagnosa : Kista radikuler terinfeksi. 8.6. Terapi : - Antibiotika & analgetika - Insisi drainase intra oral di mukosa vestibulum yg konsistensinya paling lunak. - Setelah infeksi reda ekstraksi atau odontektomi gigi penyebab.
9. Palatal abses 9.1. Pengertian : Suatu infeksi supurasi (abses) pada daerah tepat di bawah mukosa palatum. 9.2. Perjalanan Abses : Seperti submukus abses dgn tahap superfisialis/akhir di daerah palatum. 9.3. Gambaran Klinis : 9.3.1. Ekstra Oral : Tidak ada pembengkakan ekstra oral.
9.3.2. Intra Oral : - Gejala intra oral merupakan kelanjutan dari periapikal & subperiosteal abses dengan tingkat yg lebih ringan. - Vestibulum terangkat/bengkak. - Pada superiosteal palatal abses konsistensi keras-kenyal tanpa disertai fluktuasi & sangat nyeri palpasi atau tekanan. - Pada submukus palatal abses konsistensi kenyal-lunak, disertai fluktuasi, nyeri palpasi & tekanan lebih ringandibanding subperiosteal palatal abses. 9.4. Gambaran Radiologis : Idem periapikal dan superiosteal abses. 9.5. Diferensial Diagnosa : Kista radikuler terinfeksi. 9.6. Terapi : - Antibiotika dan analgetika - Insisi drainase intra oral pada mukosa palatum yg konsistensinya paling lunak. - Setelah infeksi reda ekstraksi atau odontektomi gigi penyebab.
10. Perimandibular (mandibular abses) 10.1. Pengertian : Suatu infeksi supurasi (abses) pada border inferior mandibula. 10.2. Perjalanan Abses : Diawali dengan periapikal abses gigi posterior rahang bawah pus meluas ke periosteum di border inferior mandibula subperiosteal abses perimandibular menembus fasia superfisialis subkutan abses perimandibular. 10.3. Gambaran Klinis : 10.3.1. Gejala Umum : Trismus,demam, lesu, pucat, tidak dapat tidur dan makan disertai limfadenopati KGB regional. 10.3.2 . Ekstra Oral : 10.3.2.1. Subperiosteal Perimandibular Abses : - Pembengkakan difus tak jelas di daerah border inferior mandibula. - Konsistensi keras. - Sangat nyeri, baik nyeri spontan atau palpasi dan tekanan. 10.3.2.2. Subkutan Perimandibular Abses : - Pembengkakan difus yg jelas di daerah border inferior mandibula sehingga border inferior tidak teraba. - Konsistensi lunak disertai fluktuasi. - Permukaan mengkilat berwarna kemerahan. - Sangat nyeri, ( nyeri spontan, palpasi atau tekanan), tetapi agak ringan dibanding subperiosteal perimandibular abses. 10.3.3 . Intra 0ral : - Gigi penyebab memperlihatkan gejala seperti periapikal abses akut, tetapi dengan tingkat yang lebih ringan. - Tidak ada pembengkakan intra oral. 10.4. Gambaran Radiologis : Idem periapikal dan superiosteal abses. 10.5. Diferensial Diagnosa : Submaksilar/submandibular dan perikoronal abses. 10.6. Terapi : - Antibiotika dan analgetika - Insisi drainase ekstra oral pada daerah sentrum. - Setelah infeksi reda ekstraksi atau odontektomi gigi penyebab.
11. Submandibular (submaksilar) abses 11.1. Pengertian : 11.1.1. Submandibular abses adalah suatu infeksi supurasi (abses) yang terjadi pada spasium submandibular. 11.1.2. Spasium submandibular adalah rongga atau ruang anatomis jaringan lunak yang terdapat di bawah dasar mulut dengan batas- batas sbb : - Batas superior & medial : otot mylohyoideus. - Batas posterior & lateral : mandibula. - Batas anterior : otot hyoglosus & digastrikus venter anterior. - Batas inferior : fasia superfisialis & kulit (ekstra oral). 11.1.3. Isi spasium submandibula : glandula submandibularis dan KGB. 11.2. Perjalanan Abses : - Diawali dengan periapikal abses gigi-gigi posterior rahang bawah pus meluas ke periosteum pada sisi medial mandibula di bawah perlekatan otot mylohyoideus subperiosteal abses submandibular periosteum pecah dan pus menembus fasia superfisialis subkutan abses submandibular. - Penyebaran selanjutnya ke arah spasium parafaringeal dan daerah leher. 11.4. Gambaran Radiologis : Idem periapikal & superiosteal abses. 11.5. Diferensial Diagnosa : Perimandibular & glandula submandibular abses. 11.6. Terapi : - Idem perimandibular abses. - Jika meluas ke daerah leher indikasi trakheostomi. 11.3. Gambaran Klinis : 11.3.1. Gejala Umum : Idem perimandibular abses, hanya tidak selalu disetai trismus. 11.3.2 .Ekstra Oral : - Idem perimandibular abses, hanya letak pembengkakan tidak melewati border inferior mandibula serta lebih ke medial, meluas ke arah leher. - Seringkali glandula submandibularis ikut meradang sialodenitis. - Jika meluas ke sapsium parafaringeal sulit bernapas & nyeri menelan. 11.3.3 .Intra Oral : Idem perimandibular abses.
12. Sublingual abses 12.1. Pengertian : 12.1.1. Sublingual abses adalah suatu infeksi supurasi (abses) yang terjadi pada spasium sublingualis. 12.1.2. Spasium sublingualis adalah spasium dasar mulut yg berlokasitepat di atas spasium submandibularis, dgn batas-batas sbb : - Batas superior : mukosa rongga mulut (dasar mulut). - Batas inferior : otot mylohyoideus. - Batas anterior dan lateral : mandibula. - Batas posterior : tulang hyoid. - Batas medial : raphe medialis lingua. 12.1.3. Isi spasium sublingualis : glandula sublingualis. 12.2. Perjalanan Abses : - Diawali dgn periapikal abses gigi rahang bawah pus meluas ke periosteum pada sisi medial mandibula di atas perlekatan otot mylohyoideus subperiosteal abses sublingualis menembus periosteum - submukus abses sublingualis. - Penyebaran selanjutnya ke spasium parafaringeal & submandibular. 12.3. Gambaran Klinis : 12.3.1. Gejala Umum : Gangguan bernapas, bicara, menelan dan mengunyah. 12.3.2. Ekstra Oral : Tidak ada pembengkakan ekstra oral. 12.3.3. Intra Oral : - Pembengkakan mukosa di bawah lidah (dasar mulut) pada sisi yang terkena. - Konsistensi lunak disertai fluktuasi. - Nyeri pada palpasi dan tekanan. - Lidah terangkat & terdorong ke sisi normal. 12.4. Gambaran Radiologis : Idem periapikal & superiosteal abses. 12.5. Diferensial Diagnosa : Ranula terinfeksi & abses glandula sublingualis. 12.6. Terapi : - Antibiotika dan analgetika. - Obat kumur antiseptik dan obat kumur analgetik/anti inflamasi. - Insisi drainase intra oral pada mukosa yg konsistensinya paling lunak. - Jika infeksi reda ekstraksi gigi penyebab.
13. Submental abses 13.1. Pengertian : 13.1.1. Submental abses adalah suatu infeksi supurasi (abses) yang terjadi pada spasium submentalis. 13.1.2. Spasium submentalis adalah spasium dasar mulut yang lokasinya berada di sebelah anterior spasium submandibularis kiri & kanan (parasimfisis), dengan batas-batas sbb : - Batas superior : otot mylohiyoideus kiri & kanan, border inferior mandibula dan otot mentalis. - Batas inferior : fasia superfisialis dan kulit. - Batas antero lateral : Sisi medial mandibula, fasia superfisialis & kulit. - Batas posterior : otot hyoglosus. 13.1.3. Isi spasium submentalis : otot digastrikus venter anterior & KGB. 13.2. Perjalanan Abses : - Periapikal abses gigi rahang bawah anterior pus meluas ke periosteum di bawah perlekatan otot mylohyoideus atau otot mentalis subperiosteal abses submentalis menembus periosteum subkutan abses submentalis. - Penyebaran selanjutnya ke spasium submandibular. 13.3. Gambaran Klinis : 13.3.1. Ekstra Oral :
Idem perimandibular abses, hanya lokasinya berada di border inferior bagian anterior mandibula. 13.3.2. Intra Oral : - Tidak ada pembengkakan intra oral. - Gejala periapikal atau subperiosteal abses pada gigi penyebab. 13.4. Gambaran Radiologis : Idem periapikal & superiosteal abses. 13.5. Diferensial Diagnosa : Kista dermoid regio submental. 13.6. Terapi : Idem perimandibular abses, hanya lokasi insisi drainase lebih anterior.
14. Flegmon (Angina Ludovici) 14.1. Pengertian : 14.1.1. Flegmon adalah infeksi supurasi (abses) yang terjadi sekaligus di beberapa spasium dasar mulut, yang meliputi : - spasium submandibular kiri dan kanan. - spasium sublingual kiri dan kanan. - spasium submental. 14.1.2. Kriteria flegmon : - Harus ada pembengkakan ekstra dan intra oral. - Minimal melibatkan tiga spasium. - Salah satu spasium yang terlibat harus ada yang bilateral. 14.1.3. Etiologi : Umumnya streptokokus hemolitikus & bakteri pyogenik anaerob. 14.1.5. Merupakan infeksi odontogen dasar mulut yang fatal, penderita biasanya meninggal akibat asfiksia dan sepsis. 14.2. Perjalanan abses : - Seringkali berasal dari infeksis/abses gigi M2 dan M3 rahang bawah dgn posisi ujung akar{apek/apikal) terletak di bawah garis perlekatan otot mylohyoideus. - Abses menyebar mula-mula ke salah satu spasium submandibular, selanjutnya ke spasium dasar mulut lainnya. 14.3. Gambaran Klinis : - Pembengkakan simetris ekstra oral bilateral, simetris, letaknya dalam, konsistensi keras (tanpa fluktuasi) karena penyebaran abses tak mencapai subkutan. - Pembengkakan keras intra oral pada daerah sublingual (lidah terangkat). - Sangat nyeri, baik ekstra maupun intra oral. - Hipersalivasi, sulit menelan dan bernapas, kadang disertai trismus ringan. - Gejala umum : demam, lesu, sangat lemah, apatis, anoreksia dan sulit tidur. - Pasien tampak selalu menundukkan kepalanya sebagai usaha mengatasi kesulitanbernapas akibat oedema glotis. 14.4. Terapi : 14.4.1. Medikamentosa : - Antibiotika dosis tinggi untuk bakteri aerob dan anerob. - Analgetika dan antipiretika. - Ruborantia. 14.4.2. Rawat Inap : Istirahat total, terapi cairan, diet tinggi kalori & tinggi protein. 14.4.3. Atasi Kesulitan Pernapasan : - Bantu oksigen. - Jika timbul gejala asfiksia trakheostomi. 14.4.4. Atasi Oedema : - Kortikosteroid. - Insisi drainase ekstra oral di submental dan submandibular. 14.4.5. Eliminasi Penyebab : Ekstraksi atau odontektomi gigi penyebab.
15. Abses submasseterica 15.1. Pengertian : 15.1.1. Abses submasseterica adalah infeksi supurasi (abses) yg terjadi di spasium submasseterica. 15.1.2. Spasium submasseterica adalah spasium yg terletak di antara perlekatan otot masseter pada ramus & angulus mandibula, dengan batas-batas sbb : - Batas superior : insisura mandibula (perlekatan otot temporalis). - Batas inferior : perlekatan otot masseter bagian superfisialis. - Batas anterior : otot buksinatorius. - Batas posterior : glandula parotis. - Batas medial : ramus mandibula & otot masseter bagian dalam. - Batas lateral : otot masseter bagian tengah. 15.2. Perjalanan Abses : Perikoronal abses gigi molar 3 RB meluas ke arah lateral ramus dan berjalan ke arah postero-superior menuju spasium submasseterica abses submasseterica. 15.3. Gambaran Klinis : - Wajah membengkak, terutama di daerah ramus mandibula. - Sakit berdenyut di bagian dalam ramus mandibula. - Demam, suhu tetap tinggi s/d diperoleh drainase. - Toksik delirium. - Trismus. - Dearah posterior ramus stampak tegang dan keras. - Adanya tekanan, tegangan atau pergerakan mandibula memperhebat nyeri. 15.4. Terapi : Idem abses lainnya, insisi drainase dapat dilakukan ekstra dan intra oral.
16. Abses fossa kanina 16.1. Pengertian : 16.1.1. Abses fosa kanina adalah suatu infeksi supurasi (abses) yang terjadi pada fosa kanina. 16.1.2. Fosa kanina adalah spasium yang berlokasi tepat di sebelah dalam nasolabial fold, kira-kira disekitar ujung akar gigi kaninus, dengan batas-batas sbb : - Batasa superior : regio infra orbitalis. - Batas inferior : vestibulum oris (mukolabial fold). - Batas anterior : Otot levator labii superior & orbikularis oris. - Batas posterior : otot buksinator dan tulang maksila. - Batas medial : bagian lateral hidung. - Batas lateral : otot levator anguli oris & zygomatikus mayor 16.1.3. Infeksi serosa (nonsupuratif) di daerah ini dikenal sebagai selulitis fasialis. 16.2. Perjalanan Abses : Periapikal abses gigi-gigi rahang atas (kaninus, premolar,kadang molar pertama) subperiosteal abses fosa kanina abses fosa kanina. 16.3. Gambaran Klinis : - Wajah membengkak, nasolabial fold menghilang. - Oedema kelopak mata, baik yang bawah maupun atas mata tertutup. - Kulit wajah tegang & hiperemis, kadang bibir atas membengkak. - Nyeri hebat karena ramifikasi saraf infraorbitalis berlokasi pada daerah ini. 16.4. Terapi : Idem abses lainnya, insisi sebaiknya intra oral di daerah vestibulum.
17. Bukal abses 17.1. Pengertian : 17.1.1. Bukal abses adalah suatu infeksi supurasi (abses) pada spasium bukalis. 17.1.2. Spasium bukalis adalah suatu spasia di daerah pipi yang berisi jar lemak, dengan batas-batas sbb : - Batas superior : spasium infratemporalis. - Batas inferior : sisi lateral mandibula. - Batas anterior : Otot-otot bibir. - Batas posterior : spasium pterygomandibularis. - Batas medial : otot buksinatorius. - Batas lateral : otot masseter, fasia superfisialis & kutis. 17.2. Perjalanan Abses : - Periapikal abses gigi molar rahang atas berakar panjang sehingga letak ujung akarnya di atas perlekatan otot buksinatorius pus masuk ke spasium bukalis bukal abses. - Selanjutnya abses dapat menyebar ke spasium infratemporalis 17.3. Gambaran Klinis : - Wajah membengkak difus di bagian pipi, kenyal, disertai fluktuasi dan nyeri tekan. - Oedema bisa sangat besar, meskipun demikian jaringan periorbita belum terlibat. - Hipersalivasi dan trismus serta tidak ditemukan pembengkakan intraoral. 17.4. Terapi : Idem abses lainnya, insisi sebaiknya intra oral di daerah vestibulum.
18. Pterygomandibular Abses 18.1. Pengertian : 18.1.1. Pterrygomandibular abses adalah suatu infeksi supurasi (abses) yang terjadi pada spasium pterygomandibularis. 18.1.2. Spasium pterygomandibularis adalah spasium yang terletak dan merupakan bagian dari fosa retromandubularis, dgn batas-batas sbb : - Batas superior : otot pterygoideus eksternus - Batas inferior : perlekatan otot pterygoideus internus di ramus. - Batas anterior : otot buksinatorius & konstriktor faringeus superior. - Batas posterior : glandula parotis - Batas medial : otot pterygoideus internus - Batas lateral : ramus mandibula. 18.1.3. Spasium pterygomandibularis dilewati oleh nervus lingualis serta berkas nervus,arteri dan vena alveolaris inferior sebelum masuk ke kanalis mandibularis. 18.2. Perjalanan Abses : - Perikoronal abses gigi M 3 rahang bawah spasium pterygomandibular abses. - Infeksi akibat injeksi anestesi lokal blok mandibular langsung ke dalam spasium pterygomandibular. - Selanjutnya abses pterygomandibularis dpt menyebar ke spasium infratemporalis atau ke spasium parafaringeal. 18.3. Gambaran Klinis : - Pembengkakan ekstra oral tak jelas di regio medial angulus mandibula. - Keluhan rasa tertekan dan nyeri di regio pterygoideus atau ramus mandibula - Keluhan sakit hebat jika membuka mulut. - Intra oral ditemukan pembengkakan retro molar dan peritonsilar sulit menelan. - Hipersalivasi dan trismus. 18.4. Terapi : Idem abses lainnya, insisi drainase intra oral di daerahretrommolar dan mukosa bukal ujung posterior vestibulum oris.
19. Infratemporal Abses (Zygomaticotemporal Abses) 19.1. Pengertian : 19.1.1. Infratemporal abses adalah suatu infeksi supurasi (abses) yang terjadi pada spasium infratemporalis. 19.1.2. Spasium infratemporalis adalah suatu celah yang terletak di bawah arkus zygomaticus, dengan batas-batas sbb : - Batas superior : otot pterygoideus eksternus - Batas inferior : spasium pterygomandibularis. - Batas anterior : perlekatan otot pterygoideus internus. - Batas posterior : perlekatan otot temporalis di ramus mandibula - Batas medial : otot pterygoideus internus - Batas lateral : ramus mandibula. 19.1.3. Spasium infratemporalis dilewati oleh n.mandibularis, n.lingualis dan chordatympani, serta arteri maksilaris interna. 19.2. Perjalanan Abses : - Perikoronal abses gigi M 3 rahang bawah abses spasium pterygomandibular abses infratemporalis. - Abses gigi molar rahang atas berakar panjang idem perjalanan abses bukalis, tetapi penyebaran pus tidak membelok ke spasium bukalis melainkan terus ke arah postero-inferior menuju spasium infratemporalis abses infratemporalis. - Penyebaran lebih lanjut ke spasium post zygomaticus. 19.3. Gambaran Klinis : - Pembengkakan ekstra oral tak jelas. - Keluhan rasa tertekan dan nyeri di regio pterygoideus atau ramus mandibula - Keluhan sakit hebat jika membuka mulut & terjadi deviasi ke arah sisi yang terkena abses. - Intra oral ditemukan pembengkakan dinding lateral faring sulit menelan. - Hipersalivasi dan trismus. 19.4. Terapi : Idem abses pterygomandibularis.
20. Abses Postzygomaticus (Abses Fosa Pterygomaksilaris) 20.1. Pengertian : 20.1.1. Postzygomaticus abses adalah suatu infeksi supurasi (abses) yang terjadi pada spasium postzygomaticus. 20.1.2. Spasium postzygomaticus adalah suatu spasium yg terletak di dalam fosa pterygomaksilaris, yakni langsung diposterior os. maksila dan os. malar. 20.1.3. Spasium postzygomaticus berisi prosesus koronoideus dan perlekatan otottemporalis. 20.2. Perjalanan Abses : - Idem abses infratemporalis meluas ke arah posterior abses postzygomaticus. - Penyebaran abses postzygomaticus selanjutnya adalah ke fosa temporalis. 20.3. Gambaran Klinis : - Idem abses infratemporalis, kecuali pembengkakan ekstra oral jelas, terutama di regio periorbita. - Oedema kelopak mata atas dan bawah mata tertutup. 20.4. Terapi : Idem abses pterygomandibularis dan abses infratemporalis.
21. Abses Temporalis 21.1. Pengertian : 21.1.1. Abses temporalis adalah suatu infeksi supurasi (abses) yang terjadi pada fosa temporalis. 21.1.2. Fosa temporalis adalah suatu dataran cekung os temporalis yang terletak di sebelah atas prosesus zygomaticotemporalis. 21.1.3. Hal penting dalam perjalan abses, bahwa fosa ini berisi fasia yang menutupi otot temporalis beserta aponeurosisnya. 21.2. Perjalanan Abses : Merupakan perluasan dari abses infratemporalis & abses postzygomaticus. 21.3. Gambaran klinis : - Pembengkakan lunak diregio temporal, disertai fluktuasi & nyeri tekan. - Nyeri pada gerakan membuka dan menutup rahang. - Trismus. 21.4. Terapi : Idem abses lainnya, insisi ekstra oral di daerah fosa temporal.
22. Parafaringeal Abses 22.1. Pengertian : 22.1.1. Parafaringeal abses adalah suatu infeksi supurasi (abses) yang terjadi pada spasium parafaringeal. 22.1.2. Spasium parafaringeal adalah spasium yg berbentuk kerucut, mengecil ke arah bawah & terletak di sisi lateral faring, dengan batas- batas sbb : - Batas superior : merupakan basis dari kerucut yang terletak pada basis kranii. - Batas inferior : berupa ujung kerucut & bergabung dgn karotid sheath. - Batas anterior : otot konstriktor faringeus superior. - Batas posterior : parotis, otot prevertebralis dan prosesus stilloideus. - Batas lateral : otot pterygoideus internus - Batas medial : otot konstriktor faringeus (dinding lateral faring). 22.1.3. Spasium parafaringeal dilewati oleh karotit sheath, KGB serta struktur saraf lainnya. 22.2. Perjalanan Abses : - Perikoronal abses gigi M 3 rahang bawah abses spasium pterygomandibular abses parafaringeal. - Infeksi akibat injeksi anestesi lokal blok mandibular langsung ke dalam spasium pterygomandibular abses pterygomandibular abses parafaringeal. - Penyebaran lebih lanjut ke spasium retrofaringeal (arah posterior), intrakranial (arah superior) dan mediastinum (arah inferior). 22.3. Gambaran Klinis : - Nyeri hebat di orofaring. - Keluhan nyeri menelan, kadang total tidak dapat menelan. - Trismus, hingga menyulitkan pemeriksaan dan diagnosa. - Pilar tonsil dan uvula terdorong ke medial. - Gejala inflamasi lainnya disertai sepsis. 22.4. Diferensial Diagnosa : Peritonsilar abses, regio tonsil bengkak dan meradang, tetapi tidak atau jarang sekali disertai trismus. 22.5. Terapi : Idem abses pterygomandibularis.
23. Penyebaran Abses Dentogen Lainnya 23.1. Lokasi : - Peritonsilar. - Sinus paranasalis. - Spasium retrofaringeal. - Orbita. - Intrakranial. - Mediastinum. 23.2. Penanganan : Tidak oleh bagian gigi & mulut, umumnya oleh bagian lainnya yg berkaitan dgn lokasi abses.
DAFTAR PUSTAKA
Marx RE, Stern D. 2003. Oral and Maxillofacial Pathology.Chicago: Quintessence Publishing Co, Inc.& London : C.V. Mosby Co Neville BW, Damn DD, Allen CM, Bouquot JE. Oral & Maxillofacial Pathology. 3nd ed. 2009. Philadelphia:WB Saunders Regezi JA, Sciubba JJ, Jordan RCK. Oral Pathology Clinical Pathologic Correlations. 6th ed. 2012. Philadelphia: Saunders http://potooloodental.blog.com/?p=437 http://www.scribd.com/doc/81582501/INFEKSI-ODONTOGEN http://comingsoon-comingsoon.blogspot.com/2011/05/periapikal-diseases.html http://gilangrasuna.wordpress.com/2010/06/01/patogenesa-pola-penyebaran-dan- prinsip-terapi-abses-rongga-mulut/ http://www.scribd.com/doc/58749104/Abses