You are on page 1of 20

1

SINDROM OVARIUM POLIKISTIK


(POLYCYSTI C OVARY SYNDROME)

I. PENDAHULUAN
Sindrom ovarium polikistik (SOPK) merupakan masalah endokrinologi
reproduksi yang sering terjadi dan sampai saat ini masih menjadi kontroversi.
Penyakit yang juga dikenal dengan nama Stein-Leventhal Syndrome ini adalah suatu
sindrom dengan karakteristik berupa anovulasi kronis dan hiperandrogenisme yang
dapat menyebabkan beragam manifestasi klinis. Selain itu, SOPK juga disertai oleh
perubahan metabolik berupa gangguan toleransi glukosa, hiperinsulinemia dan
resistensi insulin.
1,2

Sejak dikemukakan oleh Stein dan Leventhal pada tahun 1935 pada mulanya
diterangkan bahwa SOPK merupakan suatu kumpulan gejala yang terdiri dari
amenorrhea, haid yang tidak teratur, infertil, hirutisme dan obesitas. Pada awal
1980an, kasus ini kemudian diketahui memiliki kaitan dengan hiperinsulinemia dan
gangguan toleransi glukosa.
3,4,5

Sindrom ovarium polikistik ialah kelainan endokrin utama pada wanita usia
reproduksi dan diperkirakan mengenai 5-10% populasi. Diperkirakan 5 juta wanita di
Amerika mengidap sindrom ini. Di Indonesia jumlah penderitanya diperkirakan
sekitar 8 juta walaupun tidak ada data pasti yang mendukung karena sedikitnya
wanita yang memeriksakan diri. Gejala sindrom ini begitu tersembunyi bahkan
cenderung diabaikan oleh banyak wanita sehingga banyak yang pada akhirnya tidak
terdiagnosis dan timbul sebagai infertilitas, kista ovarium yang berulang, penyakit
diabetes mellitus atau penyakit jantung kronik. Berkaitan dengan penemuan tersebut,
perhatian terhadap SOPK sekarang dipusatkan pada masalah hiperandrogenisme,
hiperinsulinemia, abnormalitas kadar lemak darah dan obesitas yang memberikan
dampak yang lebih luas terhadap kesehatan.
2,4,6

2

II. FISIOLOGI OVULASI
Telah diketahui bahwa dalam proses ovulasi harus ada kerjasama antara
korteks serebri, hipotalamus, hipofisis, ovarium, glandula tiroidea, glandula
suprarenalis, dan kelenjar-kelenjar endokrin lainnya. Yang memegang peranan
penting dalam proses tersebut adalah hubungan hipotalamus, hipofisis, dan ovarium
(hypothalamic-pituitary-ovarian axis). Hipotalamus menghasilkan Gonadotropin
Releasing Hormone (GnRH) yang dapat merangsang pelepasan Luteinizing Hormone
(LH) dan Follicle Stimulating Hormone (FSH) dari hipofisis.
7
Mekanisme ovulasi dipengaruhi oleh perubahan kadar hormon yang
disebabkan oleh mekanisme umpan balik (feedback) antara hormon steroid dan
hormon gonadotropin. Estrogen menyebabkan umpan balik negatif terhadap FSH,
sedangkan terhadap LH estrogen menyebabkan umpan balik positif jika kadarnya
tinggi, dan umpan balik negatif jika kadarnya rendah.
7

Pada fase folikuler dini, beberapa folikel berkembang karena pengaruh FSH
yang meningkat. Meningkatnya FSH ini disebabkan karena regresi korpus luteum,
sehingga hormon steroid berkurang. Dengan berkembangnya folikel, produksi
estrogen meningkat, dan ini menekan produksi FSH. Folikel yang akan berovulasi
melindungi dirinya sendiri terhadap atresia, sedangkan folikel-folikel lain mengalami
atresia. Perkembangan folikel berakhir setelah kadar estrogen dalam plasma jelas
meninggi. Peningkatan sekresi estrogen ini memulai terjadinya lonjakan LH (LH
surge). Lonjakan LH pada pertengahan siklus ini, mengakibatkan terjadinya ovulasi.
7

Tahap-tahap awal pertumbuhan folikel pra-antrum dan pematangan oosit tidak
memerlukan stimulasi gonadotropik, namun bantuan hormon diperlukan untuk
membentuk antrum, perkembangan folikel lebih lanjut, dan sekresi estrogen.
Estrogen, FSH, dan LH semuanya diperlukan
6
.
Pembentukan antrum diinduksi oleh FSH. Baik FSH maupun estrogen
merangsang proliferasi sel-sel granulosa. Baik FSH maupun LH diperlukan untuk
sintesis dan sekresi estrogen oleh folikel. Baik sel granulosa maupun sel teka
berpartipasi dalam pembentukan estrogen. Perubahan kolesterol menjadi estrogen
3

memerlukan sejumlah langkah berurutan, dengan langkah terakhir adalah perubahan
androgen menjadi estrogen

Gambar 1. Kontrol lonjakan LH pada saat ovulasi

Sel-sel teka banyak menghasilkan androgen tetapi kapasitas mereka
mengubah androgen menjadi estrogen terbatas. Sel-sel granulosa, dipihak lain mudah
mengubah androgen menjadi estrogen tetapi tidak mampu membuat androgen sendiri.
LH bekerja pada sel-sel teka untuk merangsang pembentukan androgen, sementara
FSH bekerja pada sel-sel granulosa untuk meningkatkan perubahan androgen teka
menjadi estrogen. Karena kadar basal FSH yang rendah sudah cukup untuk
mendorong perubahan menjadi estrogen ini, kecepatan sekresi estrogen oleh folikel
terutama bergantung pada kadar LH dalam darah, yang terus meningkat selama fase
4

folikel. Selain itu, sewaktu folikel terus tumbuh, estrogen yang dihasilkan juga
meningkat karena bertambahnya jumlah sel folikel penghasil estrogen.
6












Gambar 2. Pembentukan androgen oleh sel-sel teka folikel ovarium
III. PATOFISIOLOGI
Pada keadaan SOPK kelainan utama anovulasi tampaknya terjadi akibat
kelebihan produksi androgen di dalam ovarium yang menyebabkan sejumlah besar
folikel preovulasi gagal untuk merespons FSH.
6

Sel teka yang membungkus folikel dan memproduksi androgen yang nantinya
akan dikonversi menjadi estrogen didalam ovarium menjadi sangat aktif dan
responsif terhadap stimulasi LH. Sel teka akan lebih besar dan akan menghasilkan
androgen lebih banyak. Sel-sel teka yang hiperaktif ini akan terhalang maturasinya
sehingga akan menyebabkan sel-sel granulosa tidak aktif dan aktifitas aromatisasinya
menjadi minimal.
Akibat ketidakmatangan folikel-folikel tersebut maka terjadi pembentukan
kista-kista dengan diameter antara 2-6 mm dan masa aktif folikel akan memanjang,
5

sehingga akan terbentuk folikel-folikel berbentuk seperti kista yang dilapisi oleh sel-
sel teka yang hiperplastik yang mengalami luteinisasi sebagai respon peningkatan
kadar LH.
1,8









Gambar 3. Peningkatan produksi androgen oleh sel teka karena pengaruh LH yang
tinggi

Hiperespons pada ovarium dan androgen adrenal pada LH dan kortikotropin
menjadi karakteristik wanita yang mengalami SOPK akibat hasil dari peningkatan
stimulasi insulin secara kronik. Terlihat pada gambar bahwa kombinasi dari
peningkatan level androgen dan obesitas akan meningkatkan aromatisasi
ekstraglandular pada jaringan lemak dan menyebabkan pembentukan estrogen
(asiklikestrogen) dalam bentuk estrone meningkat yang berdampak umpan balik
positif terhadap LH dan umpan balik negatif terhadap FSH sehingga kadar LH
meningkat dan kadar FSH menurun dalam plasma. Akibat dari peningkatan kadar LH
dalam plasma akan meningkatkan stimulasi stroma pada sel teka dan menjadikan
androgen meningkat.
11

6

Banyak wanita dengan SOPK disertai gejala resistensi insulin. Resistensi
insulin didefinisikan sebagai respon biologis terhadap insulin yang kurang dari
normal. Hubungan antara resistensi insulin dan hiperandrogenisme pertama kali
dilaporkan oleh Achard pada tahun 1921. Patofisiologi resistensi insulin pada wanita
dengan SOPK hingga sekarang belum jelas. Penurunan jumlah reseptor atau afinitas
insulin pada penderita SOPK nampaknya tidak terjadi. Adanya defek pada transpor
glukosa akibat berkurangnya produksi GLUT-4 telah dilaporkan sebagai penyebab
resistensi secara umum dan khususnya pada SOPK. Penyebab lain resistensi insulin
pada wanita dengan SOPK adalah peningkatan sekresi insulin pankreas dikarenakan
mutasi genetik pada gen insulin yang mengatur ekspresi insulin seperti yang
dikemukakan oleh Waterworth dkk.
1,2,8


Gambar 4. Hubungan antara obesitas dan hiperandrogenisme pada SOPK

Selanjutnya, insulin merupakan stimulus yang kuat untuk sekresi androgen
oleh ovarium. Terdapat korelasi antara tingkat hiperinsulinemia dengan
hiperandrogenisme. Pada konsentrasi yang lebih tinggi, insulin berikatan dengan
7

reseptor tipe IGF I (yang mirip dengan reseptor insulin; reseptor IGF dan reseptor
insulin mentransmisikan sinyalnya melalui proses inisiasi autofosforilasi tirosin pada
reseptornya). Jadi, ketika reseptor insulin terblokade atau kurang jumlahnya, insulin
akan berikatan dengan reseptor tipe IGF I. Aktivasi reseptor IGF I menyebabkan
peningkatan produksi androgen oleh sel teka. Hiperandrogenisme juga dapat
disebabkan oleh proses penghambatan sintesis sex hormone binding globulin (SHBG)
dan pembentukan insulin like-growth factor binding protein-1oleh hati.
1,2

Proses yang terjadi merupakan kombinasi dari kelainan genetik dan
pengaruh faktor lingkungan, seperti nutrisi dan berat badan, yang kemudian akan
berpengaruh pada penampakan sindrom ini.
1

IV. ETIOLOGI
Penyebab SOPK tidak diketahui secara pasti, namun diperkirakan sangat
dipengaruhi oleh genetik dan faktor lingkungan. Beberapa penelitian menyebutkan
bahwa pasien SOPK memiliki abnormalitas fungsi dari sitokrom P450c17 yang
merupakan enzim yang berperan dalam biosintesis androgen. Sitokrom P450c17
bekerja aktif di kelenjar adrenal dan ovarium, dan peningkatan aktivitas enzim ini
dapat menjelaskan tentang peningkatan produksi androgen pada kedua organ tersebut
pada SOPK.
4
Beberapa pendapat juga mengemukakan bahwa SOPK diturunkan secara
autosomal dominan. Bila dalam satu keluarga terdapat penderita SOPK maka 50%
wanita dalam keluarga tersebut akan menderita SOPK pula.
5,9
Ovarium wanita dengan SOPK seringkali polikistik (gambar 5). Namun,
ovarium yang polikistik dapat juga ditemukan pada pasien tanpa SOPK. Oleh karena
itu, kista itu sendiri tampaknya bukan penyebab gejala pada pasien SOPK.
4,9
Resistensi insulin dan hiperinsulinemia sering ditemukan pada penderita
SOPK, dan para peneliti percaya bahwa abnormalitas tersebut memiliki hubungan
dengan perkembangan penyakit SOPK. Telah diketahui sebelumnya, bahwa ovarium
pasien SOPK memproduksi androgen secara berlebihan. Produksi yang berlebihan ini
dapat disebabkan atau berhubungan dengan abnormalitas produksi insulin.
1,2,4,8,9

8



Gambar 5. Gambaran ovarium yang polikistik

Ada beberapa penelitian yang menyatakan bahwa androgen dapat
menyebabkan hiperinsulinemia. Bagaimanapun kebanyakan penelitian lebih
menyokong bahwa sebenarnya hiperinsulinemialah yang merupakan faktor utamanya.
Hal ini dibuktikan dengan cara mematikan ovarium melalui pemberian GnRH
agonis, yang ternyata tidak mengubah insulinemia atau resistensi insulin. Hal ini
mengindikasikan bahwa aksi insulin mendahului peningkatan kadar androgen.
Setidaknya ada 6 alasan yang menyokong bahwa hiperinsulinemialah yang
merupakan penyebab hiperandrogenisme:
2
1) Pemberian insulin pada wanita SOP akan meningkatkan kadar androgen
2) Pemberian glukosa pada wanita hiperandrogenik meningkatkan kadar insulin dan
androgen yang bersirkulasi
3) Pengurangan berat badan mengurangi kadar insulin dan androgen serta
meningkatkan kadar IGFBP-1
4) Secara in vitro, insulin dapat merangsang pembentukan androgen
5) Pengurangan insulin pada wanita SOP akan mengurangi kadar androgen, tetapi
tidak pada wanita normal
9

6) Setelah normalisasi andogen dengan GnRH agonis, respon hiperinsulinisme
terhadap tes toleransi glukosa tetap abnormal pada wanita gemuk dengan SOP.
Tanda awal SOPK umumnya terlihat setelah menarche. Remaja dengan
periode haid sekitar 45 hari perlu mendapatkan pemeriksaan lanjutan untuk
menyingkirkan kemungkinan SOPK. (Perlu diingat bahwa saat haid dan ovulasi
pertama sulit sekali diramalkan. Peristiwa tersebut umumnya menjadi regular setelah
2 tahun pasca menarche). Pada beberapa penderita, gejala SOPK muncul setelah berat
badan meningkat pesat.
4,5
Gejala dan keluhan SOPK disebabkan oleh adanya perubahan hormonal.
Satu hormon merupakan pemicu bagi hormon lainnya. Hal ini akan menimbulkan
lingkaran setan dari suatu gangguan keseimbangan hormonal dalam sistem endokrin.
5


V. MANIFESTASI KLINIS
Gejala klinis yang paling sering ditemukan adalah infertilitas, yang terjadi
pada 75% pasien dengan SOPK. Gejala klinis yang lain yaitu hirsutisme (70%),
gangguan menstruasi (amenorea 50%, perdarahan fungsional 30%, dan dismenorea
25%), obesitas (40%), resistensi insulin, dan virilization.
1,4,5,8-11

Infertilitas berkaitan dengan adanya anovulasi kronis. Kehamilan tidak
mungkin terjadi tanpa ovulasi. Infertilitas yang terjadi pada SOPK dapat primer
maupun sekunder.
1,4,5,8-10

Gejala hiperandrogenisme seperti timbulnya akne, hirsutisme, dan alopesia
(kerontokan rambut). Hirsutisme adalah keadaan pertumbuhan rambut yang
berlebihan pada daerah distribusi yang biasanya ditemukan pada pria (gambar 6).
Pertumbuhan rambut umumnya terlihat di atas bibir, di dagu, di sekitar puting, dan di
sekitar linea alba pada abdomen bagian bawah. Gejala lain hiperandrogenisme yaitu
virilization yang ditandai dengan suara parau, hipertrofi otot, hipertrofi klitoris.
1,4,12

10

Pola menstruasi yang abnormal disebabkan karena anovulasi kronik.
Ketidakteraturan menstruasi sering dimulai pada fase menarche. Amenorea sekunder
dan/atau oligomenorea yang umumnya ditemukan. SOPK jarang ditemukan sebagai
penyebab amenorea primer. Perdarahan uterus fungsional merupakan konsekuensi
dari siklus menstruasi anovulatoar tersebut.
1,8


Gambar 6. Hirsutisme
Obesitas ditemukan pada sebagian besar wanita dengan SOPK. Obesitas
memiliki hubungan yang signifikan dengan meningkatnya resiko hirsutisme,
gangguan siklus menstruasi dan peningkatan konsentrasi testosterone dalam serum.
Obesitas juga dikaitkan dengan peningkatan angka infertilitas dan gangguan siklus
menstruasi. Dua puluh enam persen pasien dengan infertilitas primer dan 14% pasien
dengan infertilitas sekunder memiliki IMT >30 Kg/m
2
.
1,4,5,8-11

Banyak wanita dengan SOPK mengalami resistensi insulin dan peningkatan
kadar insulin dalam darah (biasanya GDP <30 mU/l). Kurang lebih 10% wanita
dengan SOPK menderita Diabetes Mellitus tipe 2, dan 30-40% wanita dengan SOPK
mengalami gangguan toleransi glukosa pada usia sekitar 40 tahun.
1,2,4

Gejala klinis lain yang dapat ditemukan adalah sleep apnea, achantosis
nigricans (kulit pasien tampak gelap dan berpigmen di daerah tengkuk, lipatan kulit,
buku jari, dan siku), dan sindrom metabolik (obesitas sentral, dislipidemia, dan
hipertensi).
1,4,8,11
11

VI. PEMERIKSAAN FISIS
Gejala hirsutisme dapat dinilai dengan menggunakan sistem skoring standar
modifikasi Ferriman-Gallwey. Penilaian 0-3 pada setiap area tubuh yang dinilai. Area
tubuh yang dinilai yaitu, di atas bibir, wajah, dagu, rahang dan leher, punggung atas
dan bawah, lengan, paha, dada, perut bagian atas dan bawah, serta perineum (gambar
7). Skor 8 atau lebih dianggap abnormal untuk wanita dewasa kulit putih.
1,4

Gambar 7. Sistem skoring standar modifikasi Ferriman-Gallwey
Obesitas pada wanita dengan SOPK dinilai dengan mengukur lingkar perut.
Dikatakan obesitas jika lingkar perut lebih dari 35 inci (> 88 cm). Pasien dengan
gejala sindrom metabolik dapat mengalami peningkatan tekanan darah sistolik >130
mmHg atau lebih dan tekanan darah diastolic >85 mmHg atau lebih. Walaupun
pembesaran ovarium tidak selalu ditemukan pada pasien SOPK, tetap harus
dilakukan pemeriksaan bimanual untuk melihat kemungkinan adanya pembesaran
ovarium.
1,4

VII. DIAGNOSIS BANDING
Setiap kondisi yang menyerupai SOPK harus disingkirkan sebelum
menegakkan diagnosis SOPK. Beberapa keadaan yang dapat dipertimbangkan
sebagai diagnosis banding SOPK adalah sebagai berikut:
4
12

Congenital adrenal hyperplasia
Cushing syndrome
Hypogonadotropic hypogonadism
Hyperprolactinemia
Hypothyroidism
Obesitas
Familial hirsutism

VIII. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada wanita dengan SOPK
adalah pemeriksaan laboratorium untuk mengukur kadar hormon steroid dan
gonadotropin. Sampel laboratorium harus diambil pada pagi hari, dan pasien dalam
keadaan berpuasa, dan bagi wanita yang haidnya tidak teratur, diambil antara hari
kelima dan kesembilan siklus haid.
4,12
Sindrom ovarium polikistik ditandai dengan peningkatan frekuensi pulsasi
GnRH dan peningkatan kadar LH dalam serum (umumnya > 20 mIU/mL). Estradiol
yang tidak terikat SHBG juga meningkat (kadar estradiol total tidak meningkat)
karena rendahnya kadar SHBG (akibat peningkatan kadar androgen dan obesitas).
Peningkatan estradiol inilah yang kemudian menstimulasi pulsasi GnRH, yang
kemudian berakibat pada tingginya kadar androgen dan terjadi anovulasi.
12
Karena kadar FSH serum rendah, rasio LH/FSH dapat digunakan untuk
diagnosis SOPK (jika LH >8 mIU/dL). Hiperprolaktinemia dapat ditemukan pada
20% wanita dengan SOPK.
12
Pemeriksaan kadar human chorionic gonadotropin (hCG) serum perlu
dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan kehamilan pada wanita dengan
oligomenorea atau amenorea.
4,9,11
13

Chusing syndrome dapat disingkirkan dengan memeriksa sampel urin 24 jam
untuk melihat kadar kortisol bebas dan kreatinin. Kadar insulinlike growth factor
(IGF)-1 dalam serum harus diperiksa untuk menyingkirkan diagnosa akromegali.
4

Ovarium polikistik biasanya terdeteksi melalui USG atau bentuk pencitraan
pelvis yang lain, dengan perkiraan prevalensi pada populasi umum sekitar 20-33%.
Walaupun kriteria hasil USG belum sepenuhnya disetujui untuk diagnosis SOPK,
gambaran karakteristiknya dapat diterima jika terjadi peningkatan jumlah folikel dan
stroma bila dibandingkan dengan ovarium yang normal. Sonografi transvaginal
penting untuk mendeteksi gambaran karakteristik ovarium dan juga untuk mengukur
ketebalan endometrium (pengukuran hyperplasia). Untuk kepentingan terapi, sampel
endometrium selalu diindikasikan untuk menyingkirkan adanya hyperplasia
endometrium dan karsinoma endometrium.
1,4,9,11
Bagi pasien dengan IMT >30 kg/m
2
perlu untuk dilakukan pemeriksaan
TTGO dan GDP, karena resikonya yang tinggi untuk mengalami resistensi insulin.
Pemeriksaan penunjang laboratorium yang lain yang dapat dilakukan adalah
pemeriksaan profil lipid, fungsi hati, dan fungsi ginjal.
1,4,5,9,11
Perlu juga untuk melakukan pemeriksaan untuk menilai aktivitas kelenjar
yang lain untuk menyingkirkan kemungkinan penyebab lain dari gejala pasien,
seperti pemeriksaan TSH untuk menilai aktivitas tiroid, pemeriksaan hormon adrenal
DHEA-S (Dehiydroepiandrosteron Sulfat) atau 17-hydroxyprogesteron karena
gangguan kelenjar adrenal juga dapat menimbulkan gejala seperti SOPK.
1,4,5,9,11

Pemeriksaan histologi jaringan ovarium dapat membantu untuk menegakkan
diagnosis. Dapat ditemukan perubahan gambaran histologik ovarium seperti
pembesaran, sklerotik, dan kista folikel yang multipel. Seorang wanita didiagnosa
ovarium polikistik jika terdapat 12 atau lebih folikel setidaknya pada satu ovarium,
diameter 2-9 mm, dan volume total ovarium > 10 cm
3
.
4

14

IX. DIAGNOSIS
Diagnosis SOPK ditegakkan berdasarkan anamnesis, gejala klinis,
pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan penunjang. Terdapat beberapa kriteria untuk
menegakkan diagnosis SOPK. Menurut Konsensus Diagnostik Konferensi National
Institute of Health (NIH) di Amerika Serikat, adalah sebagai berikut:
1,4
a. Gambaran ovarium polikistik tidak harus ada.
b. Kriteria mayor: anovulasi kronis dan hiperandrogenemia.
c. Kriteria minor: adanya resistensi insulin, hirsutisme, obesitas, rasio
LH/FSH >2,5 dan gambaran ovarium polikistik pada USG.
Diagnosis SOPK ditegakkan jika memenuhi satu kriteria mayor dan
sekurang-kurangnya dua kriteria minor, dengan menyingkirkan penyebab lain
hiperandrogenemia.
1,4
Dalam konsensus Rotterdam pada tahun 2003, The European Society for
Human Reproduction and Embryology (ESHRE) dan The American Society for
Reproductive Medicine (ASRM) merekomendasikan minimal 2 dari 3 gambaran
berikut memenuhi untuk diagnosis SOPK:
1,4,10


a. Oligomenorrhea atau anovulasi
b. Terdapat tanda hiperandrogen secara klinis maupun biokimia
c. Ovarium polikistik dimana keadaan-keadaan tersebut diatas bukan
disebabkan oleh hyperplasia adrenal kongenital, tumor yang mensekresi
androgen atau cushing syndrome.
Diagnosis SOPK ditegakkan dengan menyingkirkan semua penyakit yang
dapat menyebabkan menstruasi yang tidak teratur dan hiperandrogenisme, seperti
tumor adrenal atau tumor ovarium. Pemeriksaan biokimia dan pencitraan harus
dilakukan untuk menyingkirkan penyakit lain yang mungkin dan untuk memastikan
diagnosis.
1,4




15


X. PENATALAKSANAAN
Pengobatan ditekankan pada 2 hal yang umum timbul pada penderita
sindrom ovarium polikistik yaitu terapi gangguan proses reproduksi (infertilitas,
anovulasi kronik dan hirsutisme) serta terapi jangka panjang yang mengutamakan
pada sequelae kelainan metaboliknya. Secara umum tujuan terapi pada pasien
sindrom ovarium polikistik adalah mengurangi produksi dan kadar androgen dalam
sirkulasi darah, melindungi endometrium dari efek unopposed estrogen, perubahan
gaya hidup untuk menurunkan berat badan, menghindari efek hiperinsulinemia
terhadap risiko penyakit kardiovaskular dan diabetes mellitus, induksi ovulasi untuk
mendapatkan kehamilan.
1,4-6,8,9,11
Olahraga secara teratur, konsumsi makanan sehat, serta menghentikan
kebiasaan merokok dan mengendalikan berat badan merupakan kunci utama
pengobatan SOPK. Alternatif pengobatan lainnya adalah dengan menggunakan obat
untuk menyeimbangkan hormon. Tidak terdapat pengobatan definitif untuk SOPK,
namun pengendalian penyakit dapat menurunkan resiko infertilitas, abortus, diabetes,
penyakit jantung dan karsinoma uterus.
1,4-6,8,9,11

Terapi awal
Langkah pertama dalam penatalaksanaan SOPK adalah melakukan olahraga
secara teratur, mengkonsumsi makanan sehat dan menghentikan kebiasaan merokok.
Ini merupakan pilihan utama terapi dan bukan sekedar menghasilkan perubahan gaya
hidup. Terapi tambahan tergantung pada keluhan penderita dan apakah dokter
merencanakan agar penderita dapat memperoleh kehamilan.
5
Menurunkan berat badan sudah sangat membantu dalam menjaga
keseimbangan hormonal sehingga siklus haid menjadi teratur dan terjadi
ovulasi. Olah raga teratur dan melakukan diet untuk menurunkan berat badan
merupakan langkah utama dan sangat penting bagi penderita bila
menghendaki kehamilan.
16

Menghentikan kebiasaan merokok. Perlu diketahui bahwa merokok dapat
meningkatkan kadar androgen.

Selain itu kebiasaan merokok akan
meningkatkan resiko terjadinya penyakit jantung.
Bila penderita menghendaki kehamilan, penurunan berat badan saja tidak
dapat memperbaiki fertilitas, maka diperlukan pemberian obat untuk
menurunkan insulin. Dengan menurunkan berat badan, kesempatan untuk
ovulasi dan kehamilan meningkat. Terapi dengan pemicu ovulasi dapat pula
menyebabkan terjadi ovulasi.
Bila penderita menghendaki kehamilan, dokter dapat pula menggunakan
terapi hormonal untuk membantu pengendalian hormon ovarium. Untuk
memperbaiki masalah siklus haid, terapi dengan pil kontrasepsi oral dapat
mencegah agar lapisan endometrium tidak terlalu lama menebal. Hal ini
dapat mencegah terjadinya karsinoma endometrium. Terapi hormonal juga
dapat mengatasi pertumbuhan rambut berlebihan dan jerawat. Terapi hormon
dapat berupa pil kontrasepsi oral, patches atau cincin vagina. Kadang-kadang
digunakan pula obat penurun androgen (spironolakton) yang biasa diberikan
bersama dengan pil kontrasepsi oral kombinasi estrogen-progestin. Terapi
kombinasi ini diperlukan untuk mengatasi kerontokan, jerawat dan
pertumbuhan rambut berlebihan.
5

Terapi lain untuk SOPK antara lain :
5
Menghilangkan rambut dengan sinar laser, elektrolisis, waxing, tweezing atau
kimiawi.
Mengatasi masalah pada kulit. Obat jerawat topikal atau per oral dapat
diperoleh secara bebas. Pengangkatan skin tag tidak perlu dilakukan kecuali
bila menyebabkan iritasi.
Terapi Medikamentosa
1,4-6,8,9,11

Pil kontrasepsi kombinasi estrogen dan progestin digunakan pada
penderita dengan haid tidak teratur atau amenorea. Terapi ini membantu
mengatasi jerawat, pertumbuhan rambut berlebihan dan kerontokan rambut.
17

Progestin diperlukan agar terjadi pertumbuhan dan pengelupasan
endometrium secara teratur seperti yang terjadi pada haid. Pengelupasan
endometrium yang terjadi setiap bulan dapat mencegah karsinoma uterus.
Progestin sintetis. Bila penderita tidak dapat menggunakan hormon estrogen
maka penggunaan progestin yang dapat digunakan adalah yang tidak
meningkatkan kadar androgen dan baik untuk penderita SOPK yaitu :
norgestimate, desogestrel dan drospirenon.

Efek samping yang mungkin
terjadi : nyeri kepala, retensi air dan perubahan emosi.
Diuretik. Spironolaktone yang dapat menurunkan androgen (Aladactone)
diberikan bersama dengan pil kontrasepsi kombinasi. Terapi ini dapat
mengatasi kerontokan rambut, pertumbuhan jerawat dan rambut abnormal
(hirsuitisme).
Cyproterone acetate merupakan preparat yang paling sering digunakan di
Eropa untuk menurunkan kadar androgen dan jika dikombinasi dengan etinil
estradiol menjadi obat kontrasepsi yang dapat digunakan pada penderita
sindrom ovarium polikistik yang tidak menginginkan kehamilan.
Metformin (Glucophage). Obat diabetes ini digunakan untuk mengendalikan
insulin, gula darah dan androgen. Obat ini menurunkan resiko diabetes dan
penyakit jantung serta memulihkan siklus haid dan fertilitas. Metformin dapat
memperbaiki derajat fertilitas, menurunkan kejadian abortus, dan diabetes
gestasional serta mencegah terjadinya masalah kesehatan jangka panjang.
Klomifen sitrat dan injeksi gonadotropin (LH dan FSH). Klomifen sitrat
dapat diberikan bersama dengan metformin bila metformin dapat memicu
terjadinya ovulasi. Kombinasi kedua jenis obat ini akan memperbaiki kerja
dari klomifen sitrat.
Eflomithine (Vaniqa) adalah krim yang dapat menghambat pertumbuhan
rambut dan hanya bisa diperoleh dengan resep dokter.


18

Terapi Pembedahan
Terapi pembedahan kadang-kadang dilakukan pada kasus infertilitas akibat
SOPK yang tidak segera mengalami ovulasi setelah pemberian terapi medikamentosa.
Melalui pembedahan, fungsi ovarium di pulihkan dengan mengangkat sejumlah kista
kecil.
1,4-6,8,9,11

Metode pembedahan yang dapat dilakukan yaitu:
1,4-6,8,9,11

Wedge Resection, dengan mengangkat sebagian ovarium. Tindakan ini
dilakukan untuk membantu agar siklus haid menjadi teratur dan ovulasi
berlangsung secara normal. Tindakan ini sudah jarang dikerjakan oleh karena
memiliki potensi merusak ovarium dan menimbulkan jaringan parut.
Laparoscopic ovarian drilling , merupakan tindakan pembedahan untuk
memicu terjadinya ovulasi pada penderita SOPK yang tidak segera mengalami
ovulasi setelah menurunkan berat badan dan memperoleh obat-obat pemicu
ovulasi. Pada tindakan ini dilakukan eletrokauter atau laser untuk merusak
sebagian ovarium (gambar 8). Beberapa hasil penelitian memperlihatkan
bahwa dengan tindakan ini dilaporkan angka ovulasi sebesar 80% dan angka
kehamilan sebesar 50%.

Wanita yang lebih muda dan dengan BMI dalam
batas normal akan lebih memperoleh manfaat melalui tindakan ini.








Gambar 8. Laparoscopic ovarian drilling


19

XI. KOMPLIKASI
Kelainan utama sindrom ovarium polikistik adalah tidak beresponsnya tubuh
terhadap kadar insulin yang normal. Resistensi insulin ini mengakibatkan pankreas
bekerja lebih keras menghasilkan insulin sehingga kadar insulin dalam darah begitu
tinggi sementara kadar gula yang tidak terolah pun meningkat. Beberapa penelitian
menyimpulkan gangguan metabolisme insulin inilah yang mengakibatkan wanita
penderita sindrom ovarium polikistik terancam mengalami penyakit diabetes mellitus
tiga kali lebih besar daripada wanita normal.
1,4-6,8,9,11
Tidak hanya diabetes mellitus, sebuah penelitian menyatakan bahwa wanita
penderita sindrom ovarium polikistik memiliki resiko mengalami penyakit jantung
dan komplikasinya 7 kali lebih banyak dari wanita normal. Beberapa penelitian
menyimpulkan wanita penderita sindrom ovarium polikistik memiliki resiko terkena
hipertensi tiga kali lebih besar daripada wanita normal dan memiliki resiko terkena
serangan jantung (infark miokard) tujuh kali lebih banyak daripada wanita normal
dengan usia yang sama.
1,4-6,8,9,11
Paparan kronik uterus terhadap estrogen bebas dapat menyebabkan
hyperplasia dan karsinoma endometrium. Pasien yang sedang hamil dan mengidap
SOPK, resiko untuk mengalami aborsi spontan meningkat.
1,8

XII. PENUTUP
Sindrom ovarium polikistik merupakan kelainan endokrin utama pada
wanita usia reproduksi dengan karakteristik adanya anovulasi kronis dan
hiperandrogenisme yang dapat menyebabkan manifestasi klinis, seperti pembesaran
ovarium polikistik, amenorea sekunder atau oligomenorea, dan infertilitas. Selain itu,
SOPK juga disertai oleh perubahan metabolik berupa gangguan toleransi glukosa,
hiperinsulinemia dan resistensi insulin.
Walaupun terdapat banyak penyakit yang memiliki gambaran klinis yang
menyerupai SOPK, namun melalui anamnesis yang cermat, pemeriksaan fisis, dan
pemeriksaan penunjang yang tepat, klinisi dapat menegakkan diagnosis SOPK.
20

Olahraga secara teratur, konsumsi makanan sehat, serta menghentikan
kebiasaan merokok dan mengendalikan berat badan merupakan kunci utama
pengobatan SOPK. Alternatif pengobatan lainnya adalah dengan menggunakan obat
untuk menyeimbangkan hormon. Dan jika diperlukan dapat dilakukan terapi
pembedahan.

You might also like