Anemia Perdarahan Akibat Penggunaan OAINS Jangka Panjang
Noviyantika br kaban 102011199 / E-2 Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jalan Terusan Arjuna Utara No. 6 Jakarta Barat novinovinay@yahoo.com
Pendahuluan Gastritis merupakan suatu keadaaan peradangan atau perdarahan mukosa lambung yang berisfat akut, kronis, difus atau local. Penyebab perdarahan saluran cerna atas dikarenakan endotoksin bakteri, kafein, alcohol, dan aspirin. Obat lain juga terlibat misalnya anti inflamasi non steroid( NSAID; mis, indometasin, ibu profen dan naproksen). Penggunaan NSAID dalam jangka waktu lama membentuk suatu ulkus, jika sudah sampai mengalami perdarahan menimbulkan gejala yang khas yaitu lemas. Lemas menandakan kurangnya darah yang sering disebut anemia. Dalam hal ini anemia bukanlah suatu penyakit melainkan suatu symptom dari suatu penyakit. Anemia didefinisikan sebagai penurunan volume eritrosit atau kadar Hb sampai di bawah rentang nilai yang berlaku untuk orang sehat. Pada klasifikasi anemia menurut morfologi, mikro dan makro menunjukan ukuran eritrosit sedangkan kromik menunjukan warnanya (kandungan Hb). Oleh karena hal diatas, maka akan dibahas pendekatan diagnosis dari gejela klinis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang dan penatalaksanaan yang tepat pada kasus tersebut. Pembahasan Anamesis Ada beberapa pertanyaan yang sebaiknya diajukan pada penderita untuk mengetahui pasien menderita anemia atau tidak, antara lain:
1. Gejala apa yang sering dirasakan oleh pasien (lelah, malaise, sesak nafas, nyeri dada, atau tanpa gejala) 2. Apakah gejala tersebut muncul mendadak atau bertahap? 2
3. Adakah petunjuk mengenai penyebab anemia. a) Tanyakan kecukupan makanan dan kandungan Fe. Adakah gejala yang konsitensi dengan malabsopsi? Adakah tanda tanda kehilangan darah dari saluran cerna (tinja gelap, darah per rektal, muntahbutiran kopi). b) Jika pasien seorang wanita, adakah kehilangan darah menstruasi berlebihan? Tanyakan frekuensi dan durasi menstruasi, dan penggunaan tampon serta pembalut. c) Adakah sumber kehilangan darah yang lain? 4. Riwayat penyakit dahulu dan penyelidikan fungsional a) Adakah dugaan penyakit ginjal kronis sebelumnya? b) Adakah riwayat penyakit kronis (misalnya arthritis reumatoid atau gejala yang menunjukkan keganasan)? c) Adakah tanda tanda kegagalan sumsum tulang (memar, perdarahan, dan infeksi yang tidak lazim atau rekuren). d) Adakah tanda tanda defisiensi vitamin seperti neuropati perifer (pada defisiensi B12 subacute combined degeneration of thecord [SACDOC]). e) Adakah alasan untuk mencurigai adanya hemolisis misalnya ikterus, katup buatan yang diketahui bocor? f) Adakah riwayat anemia sebelumnya? g) Adakah disfagia (akibat lesi esofagus yang menyebabkan anemia atau selaput pada esofagus akibat anemia defisiensi besi)? 5. Riwayat keluarga a) Adakah riwayat anemia dalam keluarga. Khususnya pertimbangkan penyakit sel sabit, talasemia, dan anemia hemolitik yang diturunkan. 6. Berpergian 3
a) Tanyakan riwayat berpergian dan pertimbangakan kemungkinan infeksi parasit (misalnya cacing tambang dan malaria)? 7. Obat obatan a) Tanyakan riwayat konsumsi obat-obatan (misalnya OAINS menyebabkan erosi lambung atau supresi sumsum tulang akibat obat sitotoksik). 1
Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan Fisik Abdomen Pemeriksaan ini dilakukan dengan posisi pasien terlentang, kepala rata atau dengan satu bantal, dengan kedua tangan di sisi kanan-kirinya. Sebaiknya vesika urinaria dikosongkan dahlu sebelum pemeriksaan dilakukan. Pemeriksaan abdomen ini terdiri dari 4 tahap yaitu inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi. a. Inspeksi Pada pemeriksaan inspeksi, diperhatikan kelainan-kelainan yang terlihat pada perut seperti jaringan parut karena pembedahan, asimetri perut yang menunjukkan adanya masa tumor, striae, vena yang berdilatasi. Cari kaput medusa (aliran berjalan keluar dari umbilicus), atau obstruksi vena kava inferior, peristaltis usus, distensi dan hernia. Pada keadaan normal, dinding perut terlihat simetris. Bila ada tumor atau abses atau pelebaran setempat lumen usus membuat perut terlihat tidak simetris. Pada keadaan normal dan fisiologis, pergerakan dinding usus akibat peristaltic usus tidak terlihat. Bila terlihat gerakan peristaltic usus maka dapat dipastikan adanya hiperperistaltik dan dilatasi sebagai akibat obstruksi lumen usus. Perhatikan kontur abdomen, apakah bentuk dindingnya cekung atau membuncit, apakah abdomennya simetris, apakah terdapat organ atau 4
masa yang terlihat. Perhatikan adanya peristaltic yang terlihat, pulsasi normal aorta akan terlihat di epigastrium. b. Palpasi Palpasi dinding perut sangat penting untuk menentukan ada tidaknya kelainan dalam rongga abdomen dan pembesaran organ (organomegali). Palpasi dilakukan secara sistematis dengan seksama, pertama kali ditanyakan apakah ada daerah-daerah yang nyeri tekan dan sedapat mungkin seluruh dinding perut terpalpasi. Kemudian cari apakah ada pembesaran massa tumor, hati, limpa, kandung empedu membesar atau teraba. Palpasi diusahakan dalam posisi terlentang, pemeriksa berdiri pada sebelah kanan pasien. Penekanan dilakukan oleh ruas terakhir dan ruas tengah jari- jari. Sistematika palpasi dilakukan dengan hati-hati pada daerah nyeri yang dikeluhkan oleh pasien. Perinci nyeri tekan abdomen antara lain berat ringannya, lokasi nyeri yang maksimal, apakah ada tahanan (peritonitis), apakah ada nyeri rebound bila tak ada tahanan. c. Perkusi Perkusi abdomen dilakukan dengan cara tidak langsung, dengan penekanan yang lebih ringan dan ketokan yang lebih perlahan. Perkusi abdomen sangat membantu dalam menentukan apakah rongga abdomen berisi lebih banyak cairan atau udara. Dalam keadaan normal suara perkusi abdomen yaitu timpani, kecuali di daerah hati suara perkusinya adalah pekak. Hilangnya sama sekali daerah pekak hati dan bertambahnya bunyi timpani di seluruh abdomen harus dipikirkan akan kemungkinan adanya udara bebas di dalam perut, misalnya pada perforasi usus. Dalam keadaan adanya cairan bebas di dalam rongga abdomen, perkusi di atas dinding perut mungkin timpani dan sampingnya pekak. Dengan memiringkan pasien ke satu sisi, suara pekak ini akan berpindah-pindah (shifting dullness). Perhatikan di mana bunyi timpani berubah menjadi dullness.
5
d. Auskultasi Dalam keadaan normal, bising usus terdengar lebih kurang 3 kali per menit. Jika terdapat obstruksi usus, suara peristaltic usus akan meningkat, lebih lagi pada saat timbul rasa sakit yang bersifat kolik. Peningkatan suara usus disebut borborigmi Pada keadaan paralisis usus, suara ini sangat melemah dan jarang bahkan kadang-kadang bisa menghilang. Keadaan ini juga bisa terjadi pada tahap lanjut dari obstruksi usus di mana usus sangat membesar dan atoni. Pada ileus obstruksi kadang terdengar suara peristaltic dengan nada tinggi dan suara logam (metallic sound). Suara murmur sistolik atau diastolic mungkin dapat didengar pada auskultasi abdomen. Bruit sistolik dapat didengar pada aneurisma aorta atau pada pembesaran hati karena hepatoma. Bising vena yang kadang-kadang disertai dengan terabanya getaran, dapat didengar diantara umbilicus dan epigastrium. 1,2
Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan Kadar Hemoglobin Hemoglobin adalah parameter status besi yang memberikan ukuran kuantitatif tentang beratnya kekurangan zat besi setelah anemia berkembang. Pada pemeriksaan dan pengawasan dapat dilakukan menggunakan alat sederhana seperti Hb sachli, yang dilakukan minimal 2 kali selama kehamilan, yaitu trimester I dan III. Penentuan Indeks Eritrosit Penentuan indeks eritrosit secara tidak langsung dengan flowcytometri atau menggunakan rumus: a. Mean Corpusculer Volume (MCV) MCV adalah volume rata-rata eritrosit, MCV akan menurun apabila kekurangan zat besi semakin parah, dan pada saat anemia mulai berkembang. MCV merupakan 6
indikator kekurangan zat besi yang spesiflk setelah thalasemia dan anemia penyakit kronis disingkirkan. Dihitung dengan membagi hematokrit dengan angka sel darah merah. Nilai normal 70-100 fl, mikrositik < 70 fl dan makrositik > 100 fl.
b. Mean Corpuscle Haemoglobin (MCH) MCH adalah berat hemoglobin rata-rata dalam satu sel darah merah. Dihitung dengan membagi hemoglobin dengan angka sel darah merah. Nilai normal 27-31 pg, mikrositik hipokrom < 27 pg dan makrositik > 31 pg.
c. Mean Corpuscular Haemoglobin Concentration (MCHC) MCHC adalah konsentrasi hemoglobin eritrosit rata-rata. Dihitung dengan membagi hemoglobin dengan hematokrit. Nilai normal 30-35% dan hipokrom < 30%.
Pemeriksaan Hapusan Darah Perifer Pemeriksaan hapusan darah perifer dilakukan secara manual. Pemeriksaan menggunakan pembesaran 100 kali dengan memperhatikan ukuran, bentuk inti, sitoplasma sel darah merah. Dengan menggunakan flowcytometry hapusan darah dapat dilihat pada kolom morfology flag. Luas Distribusi Sel Darah Merah (Red Distribution Wide = RDW) Luas distribusi sel darah merah adalah parameter sel darah merah yang masih relatif baru, dipakai secara kombinasi dengan parameter lainnya untuk membuat klasifikasi anemia. RDW merupakan variasi dalam ukuran sel merah untuk mendeteksi tingkat anisositosis yang tidak kentara. Kenaikan nilai RDW merupakan manifestasi hematologi paling awal dari kekurangan zat besi, serta lebih peka dari besi serum, 7
jenuh transferin, ataupun serum feritin. MCV rendah bersama dengan naiknya RDW adalah pertanda meyakinkan dari kekurangan zat besi, dan apabila disertai dengan eritrosit protoporphirin dianggap menjadi diagnostik. Nilai normal 15 %. Eritrosit Protoporfirin (EP) EP diukur dengan memakai haematofluorometer yang hanya membutuhkan beberapa tetes darah dan pengalaman tekniknya tidak terlalu dibutuhkan. EP naik pada tahap lanjut kekurangan besi eritropoesis, naik secara perlahan setelah serangan kekurangan besi terjadi. Keuntungan EP adalah stabilitasnya dalam individu, sedangkan besi serum dan jenuh transferin rentan terhadap variasi individu yang luas. EP secara luas dipakai dalam survei populasi walaupun dalam praktik klinis masih jarang. Besi Serum (Serum Iron = SI) Besi serum peka terhadap kekurangan zat besi ringan, serta menurun setelah cadangan besi habis sebelum tingkat hemoglobin jatuh. Keterbatasan besi serum karena variasi diurnal yang luas dan spesitifitasnya yang kurang. Besi serum yang rendah ditemukan setelah kehilangan darah maupun donor, pada kehamilan, infeksi kronis, syok, pireksia, rhematoid artritis, dan malignansi. Besi serum dipakai kombinasi dengan parameter lain, dan bukan ukuran mutlak status besi yang spesifik. Serum Transferin (Tf) Transferin adalah protein tranport besi dan diukur bersama -sama dengan besi serum. Serum transferin dapat meningkat pada kekurangan besi dan dapat menurun secara keliru pada peradangan akut, infeksi kronis, penyakit ginjal dan keganasan.
8
Transferrin Saturation (Jenuh Transferin) Jenuh transferin adalah rasio besi serum dengan kemampuan mengikat besi, merupakan indikator yang paling akurat dari suplai besi ke sumsum tulang. Penurunan jenuh transferin dibawah 10% merupakan indeks kekurangan suplai besi yang meyakinkan terhadap perkembangan eritrosit. Jenuh transferin dapat menurun pada penyakit peradangan. Jenuh transferin umumnya dipakai pada studi populasi yang disertai dengan indikator status besi lainnya. Tingkat jenuh transferin yang menurun dan serum feritin sering dipakai untuk mengartikan kekurangan zat besi. Jenuh transferin dapat diukur dengan perhitungan rasio besi serum dengan kemampuan mengikat besi total (TIBC), yaitu jumlah besi yang bisa diikat secara khusus oleh plasma. Serum Feritin Serum feritin adalah suatu parameter yang terpercaya dan sensitif untuk menentukan cadangan besi orang sehat. Serum feritin secara luas dipakai dalam praktek klinik dan pengamatan populasi. Serum feritin < 12 ug/l sangat spesifik untuk kekurangan zat besi, yang berarti kehabisan semua cadangan besi, sehingga dapat dianggap sebagai diagnostik untuk kekurangan zat besi. Rendahnya serum feritin menunjukan serangan awal kekurangan zat besi, tetapi tidak menunjukkan beratnya kekurangan zat besi karena variabilitasnya sangat tinggi. 3 Endoskopi Dijumpai kongesti mukosa, erosi- erosi kecil kadang-kadang disertai pendarahan kecil- kecil. Lesi seperti ini dapat sembuh sendiri. Kemampuan mukosa mengatasi lesi-lesi 9
ringan akibat rangsangan kemis sering disebut adaptasi mukosa. Lesi yang lebih berat dapat berupa erosi dan tukak multipel, pendarahan luas dan perforasi saluran cerna. Secara histopatologi tidak khas. Dapat dijumpai regeneasi epitelial, hiperplasi foveolar, edema lamina propia dan ekspansi serabut otot polos ke arah mukosa. Ekspansi dianggap abnormal bila sudah mencapai kira-kira sepertiga bagian atas. Tanpa informasi yang jelas tentang konsumsi OAINS gambaran histopatologi seperti ini sering disebut sebagai gastropati reaktif. 4 Etiologi Etiologi dari anemia pasca perdarahan ( post-hemoragic) adalah kehilangan darah karena kecelakaan, operasi, pendarahan usus, ulkus peptikum, perdarahan karena kelainan obstetris, hemoroid dan ankilostomiasis. Anemia yang disebabkan perdarahan mendadak, perdarahan lambat yang kronis (menahun) mengakibatkan penurunan jumlah total sel darah merah dalam sirkulasi. Anemia jenis ini dapat berhubungan dengan peningkatan presentase sel darah merah imatur (retikulosit) dalam sirkulasi. Kehilangan darah dalam jumlah besar (blood loss) akan menyebabkan kurangnya jumlah sel darah merah (SDM) dalam darah sehingga terjadi anemia. Pendarahan kecil atau mikro yang terjadi dalam jangka waktu yang lama juga dapat menimbulkan anemia. Berlainan dengan perdarahan yang besar dan dalam waktu singkat, perdarahan mikro dan kronis ini biasanya tidak atau kurang disadari. Perdarahan kecil yang menahun di saluran cerna juga dapat terjadi pada tukak lambung yang tidak diobati sebagaimana mestinya. Ulkus gaster seringkali menimbulkan perdarahan dalam ukuran besar, tidak nyeri, kemungkinan perdarahan awal yang lebih kecil disertai darah yang mengalami perubahan (coffee ground ) dan riwayat penyakit ulkus peptikum. Sedangkan pada gastritis erosif, terdapat perdarahan dengan volume sedikit, berwarna merah terang, dapat terjadi 10
sesudah konsumsi alkohol atau OAINS dan terdapat riwayat gejala-gejala dispepsia. Sindrom dispepsia berupa nyeri epigastrium, mual, kembung dan muntah merupakan salah satu keluhan yang sering muncul. Ditemukan juga perdarahan saluran cerna berupa hematemesis dan melena, kemudian disusul dengan tanda-tanda anemia pasca perdarahan. 5 Epidemilogi Anemia merupakan kelainan yang sangat sering dijumpai baik di klinik maupun di lapangan. Diperkirakan lebih dari 30% penduduk dunia atau 1500 juta orang menderita anemia dengan sebagian besar tinggal di daerah tropik. Angka prevalensi anemia di dunia sangat bervariasi tergantung pada geografi. Angka prevalensi anemia di Indonesia menurut Husaini dkk adalah sebagai berikut. Di UK tiap tahun diperkirakan 30.000 gangguan gastrointestinal yang serius diakibatkan oleh NSAID dan diperkirakan 12.000 pasien terpaksa dirawat dirumah sakit dan menyebabkan 1.200 kematian. Di USA diperkirakan lebih dari 40.000 penderita tiap tahun dirawat di rumah sakit dan menyebabkan 3.000 kematian pada penderita lanjut usia yang disebabkan oleh pemakaian NSAID. Diperkirakan NSAID menyebabkan 15-35% dari seluruh komplikasi ulkus. 4 Patofisiologi Pengeluaran darah atau destruksi darahyang berlebih sehingga menyebabkan Sumsum tulang harus bekerja lebih keras lagi dalam eritropoiesis. Sehingga banyak eritrosit muda (retikulosit) yang terlihat pada gambaran darah tepi. Pada kelas ini, ukuran dan bentuk sel-sel darah merah normal serta mengandunghemoglobin dalam jumlah yang normal tetapi individu menderita anemia. Segera setelah oerdarahan, volume darah total akan berkurang tetapi kadar HB dan nilai Ht belum menurun yaitu sesuai dengan keadaan sebelum terjadi perdarahan. Dua puluh jam sampai 60 jam setela perdarahan, terjadi perpindahan cairan dari ruang 11
ekstrasel kedalam ruang intravascular(stadium hemodilusi) terjadi selama 1-3 hari setelah perdarahan dan timbul anemia normositik normokrom. 6,7 Gastropati akibat NSAID bervariasi sangat luas, dari hanya berupa keluhan nyeri ulu hati sampai pada tukak peptik dengan komplikasi perdarahan saluran cerna bagian atas. Gejala yang timbul mirip pada anemia perdarahan kronis mirip dengan anemia jenis lain dan bervariasi dari ringan sampai berat, tergantung pada seberapa banyak darah yang hilang dan seberapa cepat. Jika kehilangan darah terjadi secara perlahan selama beberapa minggu atau lebih, kehilangan sampai dua pertiga dari volume darah dapat menyebabkan gejala hanya berupa kelelahan dan kelemahan. 8 Working diagnosis Anemia perdarahan kronik ec gastropaty OAINS Gastropati Gastropati yang disebabkan oleh refluks empedu dan OAINS sering disebut sebagai gastropati kimiawi atau gastropati reaktif atau gastritis tipe C. OAINS merupakan first line therapy untuk artritis dan digunakan secara meluas pada kasus trauma, nyeri pasca pendarahan dan nyeri-nyeri lain. Sebagian besar efek samping OAINS pada saluran cerna bersifat ringan dan reversibel. Hanya sebagian kecil yang menjadi berat yakni tukak peptik, pendarahan saluran cerna dan perforasi. Risiko untuk mendapatkam efek samping OAINS tidak sama untuk semua orang tergantung kepada faktor usia, digunakan bersama steroid, riwayat pernah mengalami efek samping OAINS , dosis tinggi atau kombinasi dengan lebih dari satu macam OAINS dan diabilitas.
Penggunaan OAINS dalam jangka panjang menimbulkan ulkus peptikum, keluhan berupa sindrom dyspepsia (nyeri epigastrik, mual, 12
muntah). Komplikasi yang dapat terjadi pada ulkus peptic adalah perdarahan, perforasi, dan obstruksi. Perdarahan merupakan komplikasi terbanyak. 5,9
Anemia pendarahan kronis Gejala klinik yang timbul pada anemia tidak selalu sama walaupun kadar hemoglobin penderita tersebut sama. Hal ini disebabkan gejala anemia yang timbul karena beberapa faktor antara lain kecepatan terjadinya anemia, daya kompensasi fisiologis tubuh dan aktivitas penderita. Bagi anemia yang terjadi dalam waktu singkat/akut (seperti pendarahan akut) akan menimbulkan gejala berat. Sebaliknya bila anemia terjadi secara perlahan ( menahun ) maka gejalanya akan lebih ringan karena pada keadaan ini penderita telah dapat menyesuaikan diri dan terjadi kompensasi tubuh terhadap keadaan tersebut. Gejala klinik anemia pada orang beraktivitas tinggi lebih terlihat karena kebutuhan oksigen yang lebih tinggi. 5
Diferantial diagnosis Anemia perdarahan kronik ec ulkus Bisul melibatkan iritasi, luka atau lesi pada tingkat yang berbeda dari saluran pencernaan. Penyebab utama dari ulkus dianggap infeksi dengan bakteri yang disebutHelicobacter pylori, yang dapat diperoleh melalui konsumsi makanan atau air yang terkontaminasi. Penyebab lain dari ulkus adalah produksi berlebihan dari asam klorida dan pepsin. Ketika secara berlebihan, asam lambung dapat merusak dinding pelindung dari lambung atau organ internal tertentu, memungkinkan bakteri untuk menyebabkan kerusakan yang lebih besar. Meskipun bakteri Helicobacter pylori dan sekresi lambung berlebihan terutama bertanggung jawab untuk pengembangan ulkus, ada juga faktor lain yang dapat berkontribusi pada proses: merokok, konsumsi alkohol, kafein, dll Ketika asam klorida dan pepsin juga terlibat dalam 13
pengembangan maag, gangguan ini disebut sebagai ulkus peptikum. Jika ulkus terjadi pada tingkat duodenum, gangguan ini disebut ulkus duodenum. Jika ulkus berkembang dalam perut, gangguan perut atau disebut tukak lambung. Ulkus lambung dianggap suatu bentuk gangguan pencernaan serius, karena dapat mengakibatkan komplikasi dan bahkan kanker. Komplikasi yang paling parah adalah perdarahan ulkus peptikum dan perforasi ulkus. Gejala dari perdarahan karena ulkus adalah: muntah darah segar atau gumpalan coklat kemerahan yang berasal dari makanan yang sebagian telah dicerna, yang menyerupai endapan kopi; tinja berwarna kehitaman atau tinja berdarah. Dengan endoskopi dilakukan kauterisasi ulkus. Bila sumber perdarahan tidak dapat ditemukan dan perdarahan tidak hebat, diberikan pengobatan dengan antagonis-H2 dan antasid. Penderita juga dipuasakan dan diinfus, agar saluran pencernaan dapat beristirahat. 4 Obat-obat tertentu (terutama aspirin, ibuprofen dan obat anti peradangan non-steroid lainnya), menyebabkan timbulnya erosi dan ulkus di lambung, terutama pada usia lanjut. Erosi dan ulkus ini cenderung akan membaik jika pemakaian obat tersebut dihentikan dan jarang kambuh kembali kecuali jika obat digunakan kembali. 8 Dyspepsia Merupakan kumpulan suatu gejala yang terdiri dari rasa nyeri/ tidak nyaman di epigastrium, mual muntah, kembung, cepat kenyang, rasa penuh, sendawa, regurgitasi, rasa panas yang menjalar di dada. Bila didadapatkan tanda alarm yaitu mual muntah yang tidak sembuh dengan terapi yang lazim, terapi empiris gagal, anemia, melena dan hematemesis, penurunan berat badan yang signifikan akibat penyakit dan disfagia maka investigasi yang berupa pemeriksaan laboratorium, radiologic dan endoskopik harus dijalankan. Bila setelah investigasi ternyata tidak ditemukan adanya penyakit organic dan keluhan menetap selama 3 bulan atau lebih, maka diagnosis dyspepsia fungsional dapat ditegakan. Dengan demikian 14
maka, berdasarkan ada tidaknya penyakit/kelainan organic-biokimiawi dyspepsia dibedakan menjadi; dyspepsia fungsional dan dyspepsia organic akibat kelainan esofago-gastro- duodenal yaitu gastritis, tukak peptic, karsinoma SCBA (saluran cerna bagian atas). GERD (gastroesophagela reflux disease) mempunyai symptom yang tumpang tindih dengan sindroma dyspepsia dan dapat muncul bersama dyspepsia. 9 Penatalaksanaan medika mentosa Dengan adanya kehilangan darah secara lambat atau sedikit, tubuh dapat memproduksi cukup sel darah merah untuk memperbaiki anemia tanpa perlu transfusi darah. Karena zat besi, yang diperlukan untuk memproduksi sel darah merah hilang selama perdarahan, kebanyakan orang yang mengalami anemia akibat pendarahan perlu mengkonsumsi suplemen zat besi, biasanya tablet, selama beberapa bulan. Kehilangan darah memerlukan suplementasi besi untuk jangka panjang. Pemberian ferro sulfat 3 x 200 mg sehari merupakan pilihan yang tepat. Sediaan besi oral lainnya meliputi ferro fumarat, ferro glukonat. Perbaikan cadangan besi membutuhkan waktu 3-6 bulan meskipun demikian retikulosis mencapai puncak setelah 10 hari sementara hemoglobin mencapai nilai normal setelah 2 bulan terapi. 4 Evaluasi sangat penting karena sebagian besar gastropati OAINS ringan dapat sembuh sendiri walaupun OAINS tetap diteruskan. Antagonis reseptor H2 (ARH2) atau proton pump inhibitor (PPI) dapat mengatasi rasa sakit dengan baik. Harus hati-hati menggunakan ARH2 pada pasien yang harus menggunakan OAINS jangka lama ARH2 ternyata mampu mencegah timbulnya komplikasi berat OAINS pada saluran cerna atas. Pasien yang dapat menghentikan OAINS, obat-obat anti tukak seperti golongan sitoproteksi, ARH2 dan PPI dapat diberikan dengan hasil yang baik. Sedangkan pasien yang tidak 15
mungkin menghentikan OAINS dengan berbagai pertimbangan sebaiknya menggunakan PPI. 9 Komplikasi Anemia defisiensi besi Apabila terjadi kehilangan darah yang ringan dan kronis, dapat menyebabkan terjadinya anemia defisiensi besi. Anemia defisiensi besi merupakan jenis anemia yang paling sering dijumpai di masyarakat. Anemia defisiensi besi dapat disebabkan oleh rendahnya masukan besi, gangguan absorpsi serta kehilangan besi akibat perdarahan menahun. Kehilangan besi akibat perdarahan menahun dapat diakibatkan oleh saluran cerna akibat dari tukak peptik, kanker lambung, kanker kolon, divertikulosis, hemoroid dan infeksi cacing tambang. Dapat juga diakibatkan karena menorrghia atau merorghia, hematuria dan hemoptoe. Perdarahan menahun menyebabkan kehilangan besi sehingga besi makin menurun. Jika cadangan kosong maka keadaan ini disebut iron depleted state. Apabila kekurangan besi terus berlanjut maka penyediaan besi untuk eritropoesis berkurang sehingga menimbulkan gangguan pada bentuk eritrosit tetapi anemia secara klinis belum terjadi, keadaan ini disebut iron deificient erythropoesis. Selanjutnya timbul anemia hipokrom normositer sehingga disebut sebagai iron deficiency anemia. Pada saat ini juga terjaid kekurangan besi pada epitel serta pada beberapa enzim yang dapat menimbulkan gejala pada kuku, epitel mulut, dab faring serta berbagai lainnya. Selain karena perdarahan kronik dapat juga disebabkan karena kurangnya jumlah nutrisi besi total dalam makanan atau adanya gangguan absorpsi. Gejala khas akibat defisiensi besi adalah koilonychia (kuku menjadi rapuh, bergaris-garis vertikal dan menjadi cekung sehingga mirip seperti sendok), atrofi papil lidah sehingga tampak sebagai bercak berwarna pucat keputihan, stomatitis angularis, disfagia dan atrofi mukosa gaster.
16
Pada anemia karena perdarahan kronis yang terjadi terus-menerus dapat mengakibatkan kegagalan jantung dimana fungsi jantung menjadi lemah dan tidak mencukupi. Masalah jantung. Anemia dapat menyebabkan detak jantung yang cepat atau tidak teratur. Jantung harus memompa darah lebih banyak untuk mengkompensasi kekurangan oksigen yang dibawa oleh darah. Hal ini dapat menyebabkan pembesaran jantung atau gagal jantung. selain itu, keletihan yang terus menerus mengganggu aktivitas sehari-hari. Pada anemia yang parah, pendarahan yang banyak yang tidak diganti balik dapat menyebabkan kematian. 4,10 Prognosis
Prognosis akan bertambah baik jika peyakit dasarnya diobati dan yang paling penting hentikan penggunaan OAINS atau apabila tidak dapat diberhentikan, berikan preparat lain yang lebih selektif yang tidak menghambat COX1, dan di tangani lebih awal. Anemia merupakan simptom yang menandakan adanya kelainan lain di tubuh. Sifat-sifat gejala anemia dapat dipakai untuk membantu diagnosis. Pada orang yang sudah berusia/lansia prognosis anemia lebih buruk karena daya ketahanan tubuh yang semakin berkurang. 10 Kesimpulan Gastropati OAINS, memiliki efek toksin langsung terhadap mukosa gaster secara topical dan sistemik. Aspirin dan obat anti inflamasi nonsteroid lain menyebabkan timbulnya efek utama dengan menghambat enzim siklooksigenase, yang berperan penting dalam sintesis prostaglandin. Efek antiprostaglandin ini dapat menjelaskan peranan obat OAINS dalam iritasi mukosa lambung. Ulkus peptikum timbul pada penggunaan OAINS dalam jangka waktu lama. Keluhan ulkus peptikum itu sendiri berupa sindrom dyspepsia ( nyeri epigastrik, mual,muntah), komplikasi yang dapat terjadi pada ulkus peptic adalah perdarahan, obstrksi dan perforasi. Perdarahan merupakan komplikasi yang sering terjadi. Bila perdarahan terjadi 17
perlahan-lahan selama beberapa jam atau beberapa minggu, pasien dapat beradaptasi sampai kehilangan darah mencapai sekitar 50%, sebaliknya bila perdarahan terjadi secara akut kehilangan darah sebanyak 40-50% akan diikuti dengan syok dan kematian. Pada kasus terbukti bahwa Bapak berusia 46 tahun tersebut mengalami anemia perdarahan kronik akibat gastropati OAINS dengan gambaran normositik normokrom.
Daftar Pustaka 1. Gleadle J. At a glance anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta; Surabaya 2007.h.29. 2. Bickley LS, Szilagyi PG. Bates buku ajar pemeriksaan fisik dan riwayat kesehatan.edisi 8. Jakarta:EGC;2009. h. 166-290. 3. Gandasoebrata R. Penuntun laboratorium klinik. Edisi 2. Jakarta : Penerbit Dian Rakyat; 2006.h. 11-21. 4. Tarigan P, Adi P, Bakta IM. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Dalam: Sudoyo AW dkk, editor. Edisi 5. Jakarta: Interna Publishing; 2009.h.448-527,1129-1131. 5. Corwin EJ. Buku saku patofisiologi. Edisi ke-3. Jakarta: EGC;2009.h.410-25 6. 1.Suyata, Bustami E, Bardiman S, Bakry F. Nsaid gastropathy. Volume 5. Jakarta: The Indonesian Journal of Gastroenterology, Hepatology and Digestive Endoscopy;2004.h.89-94 7. Sudiono H, Iskandar, Edward H, Halim SL, Santoso R. Penuntun patalogi klinik hematologi. Jakarta: Fakultas Ukrida;2009.h.119 8. Price Sylvia, Wilson Lorraine. Gangguan lambung dan duodenum. Dalam: GlendaLindseth. Patofisiologi: Konsep klinis proses-proses penyakit Volume 6. Jakarta:EGC; 2002. h. 423- 33. 9. Ndraha S. Bahan ajar gastroenterohepatologi. Jakarta: Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran UKRIDA;2013.h.26-33. 1. Price S A, Wilson L M. Patofisiologi: konsep klinis proses-proses penyakit. Volume 1. Edisi ke-6. Jakarta: EGC;2014.h.422-9 Price S A, Wilson L M. Patofisiologi: konsep klinis proses-proses penyakit. Volume 1. Edisi ke-6. Jakarta: EGC;2014.h.422-9 18