You are on page 1of 16

1

Resusitasi Neonatus
Kelompok B7
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jalan Arjuna Utara No. 6 Jakarta Barat 11510




Pendahuluan
Bayi baru lahir (neonatus) adalah bayi usia 0 28 hari. Periode neonatal adalah periode
yang sangat penting dalam kehidupan. Dari penelitian menunjukkan bahwa lebih dari 50 %
kematian bayi terjadi pada periode neonatal yaitu dalam bulan pertama kehidupan. Kurang
baiknya penanganan bayi baru lahir yang lahir sehat akan menyebabkan kelainan-kelainan yang
dapat mengakibatkan cacat seumur hidup,bahkan kematian. Transisi fetus ke neonatus
melibatkan perubahan fisiologis yang kompleks. Keterlambatan dalam proses adaptasi ini
menyebabkan peningkatan morbiditas dan mortalitas neonatus secara signifikan. Oleh karena itu
penting bagi seluruh pihak yang terlibat dalam proses kelahiran untuk mengerti proses adaptasi
fisiologis neonatus, sehingga dapat mempersiapkan alat alat yang diperlukan dalam resusitasi,
menilai risiko dan memprediksikan tindakan yang perlu diambil, serta melakukan tindakan
resusitasi.
1

Praktik resusitasi bayi baru lahir mengalami perkembangan yang pesat dalam 40 tahun
terakhir. Secara teoritis, fasilitas dan tenaga ahli resusitasi harus tersedia di tempat
kelahiran bayi, baik di rumah sakit maupun di rumah. Resusitasi bayi baru lahir harus
mengikuti pendekatan yang sistematis. Resusitasi dasar dilakukan dan diteruskan dengan
resusitasi lanjutan hanya apabila bayi tidak membaik. Waktu adalah hal yang paling penting.
Keterlambatan resusitasi akan membahayakan bayi. Bertindak dengan cepat, akurat dan lembut.
Tindakan dianjurkan untuk setiap situasi spesifik.Setelah tindakan dilakukan, evaluasi ulang
harus dilakukan dan tindakan selanjutnya dikerjakan sampai situasi stabil tercapai. Hal ini
merupakan prinsip resusitasi yang sederhana dan sering diabaikan. Tiga parameter kunci yang
perlu dievaluasi adalah frekuensi jantung, aktifitas pernapasan dan warna kulit
1,2
2


Pengukuan Apgar Score
APGAR Score merupakan system pengukuran sederhana dan handal untuk derajat stress
intrapartum saat lahir. Kegunaan utama system skor ini adalah untuk memeriksa anak secara
sistematis dan untuk mengevaluasi berbagai factor yang mungkin berkaitan dengan masalah
pulmonal.
1,3
Ada 5 hal yang dinilai dalam APGAR score, yakni:
1. Appearance (Warna kulit)
Hampir semua bayi berwarna biru saat lahir. Mereka berubah menjadi merah muda
setelah tercapainya ventilasi yang efektif. Hampir semua bayi memiliki tubuh serta bibir
yang berwarna merah muda, tetapi sianotik pada tangan serta kakinya 90 detik setelah
lahir. Sianosis 90 detik terjadi pada curah jantung yang rendah, methemaglobinemia,
polisitemia, penyakit jantung congenital jenis sianotik, perdarahan intracranial, penyakit
membrane hialin, aspirasi darah atau mekonium, obstruksi jalan napas, paru-paru
hipoplastik, hernia diafragmatika dan hipertensi pulmonal persisten. Kebanyakan bayi
yang pucat saat lahir mengalami vasokonstriksi perifer. Vasokonstriksi biasanya
disebabkan oleh asfiksia, hipovolemia, atau asidosis berat. Alkalosis respiratorik (missal,
akibat ventilasi bantuan yang terlalu kuat), penghangatan berlebihan, hipermagnesemia,
atau konsumsi alcohol akut pada ibu dapat menyebabkan vasodilatasi.
2. Pulse (denyut jantung)
Frekuensi denyut jantung normal saat lahir antara 120-160 denyut per menit. Denyutan di
bawah 100 kali per menit biasanya menunjukkan asfiksia dan penurunan curah jantung.
3. Grimace (Kepekaan reflex)
Respon normal pada pemasukan kateter ke dalam faring posterior melalui lubang hidung
adalah menyeringai, batuk atau bersin.
4. Activity (tonus otot)
Semua bayi normal menggerak-gerakkan semua anggota tubuhnya secara aktif segera
setelah lahir. Bayi yang tidak dapat melakukan hal tersebut atau bayi dengan tonus otot
yang lemah biasanya asfiksia, mengalami depresi akibat obat atau menderita kerusakan
SSP.
5. Respiration (upaya bernapas)
3

Bayi normal akan mengap-megap saat lahir, menciptakan upaya bernapas dalam 30 detik
dan mencapai pernapasan yang menetap pada frekuensi 30-60 kali per menit pada usia 2
sampai 3 menit. Apnea dan pernapasan yang lambat atau tidak teratur terjadi oleh
berbagai sebab, termasuk asidosis berat, asfiksia, infeksi janin, kerusakan SSP, atau
pemberian obat pada ibu (barbiturate, narkotik, dan trankuilizer).
1


Skor Apgar ini biasanya dinilai 1 menit setelah bayi lahir lengkap, yaitu pada saat
bayi telah diberi lingkungan yang baik serta telah dilakukan pengisapan lendir dengan
sempurna. Skor apgar 1 menit ini menunjukkan beratnya asfiksia yang diderita dan baik
sekali sebagai pedoman untuk menentukan cara resusitasi. Skor apgar perlu pula dinilai
setelah 5 menit bayi lahir, karena hal ini mempunyai korelasi yang erat dengan
morbiditas dan mortalitas neonatal.
3


Tabel 1. Sistem Skor APGAR
Skor 0 1 2
Appearance
(warna kulit)
Biru, pucat Tubuh merah muda,
ekstremitas biru
Seluruh tubuh merah
muda
Pulse
(denyut jantung)
Tidak ada < 100x/menit >100 x/menit
Grimace
(Kepekaan reflex)
Tidak ada menyeringai Menyeringai &
batuk atau bersin
Activity
(tonus otot)
Lemas Ekstremitas sedikit
fleksi
Gerakan aktif
Respiration
(upaya bernapas)
Tidak ada Lambat, tidak teratur Baik, menangis

Hasil penilaian skor apgar:
7-10. Bayi sehat dan tidak memerlukan tindakan istimewa.
4-6. Pada pemeriksaan fisik akan terlihat frekuensi jantung > 100x/menit, tonus otot
kurang baik atau baik, sianosis, reflex iritabilitas tidak ada. Terdapat pada keadaan
asfiksia sedang.
4

0-3. Pada pemeriksaan fisik ditemukan frekuensi jantung < 100x/menit, tonus otot buruk,
sianosis berat dan kadang-kadang pucat, reflex iritabilitas tidak ada. Terdapat pada
keadaan asfiksia berat.
2


Faktor resiko

Tabel 2. Faktor Resiko Resusitasi Neonatus
Faktor antepartum Faktor intrapartum
Diabetes Maternal
Hipertensi dalam kehamilan
Hipertensi kronik
Anemia / isoimunisasi
Riwayat kematian janin / neonatus
Hidrops fetalis
Kehamilan lewat waktu
Kehamilan ganda
Berat janin tidak sesuai masa
Perdarahan trimester 2 dan 3
Infeksi maternal
Ibu dengan penyakit jantung, ginjal, paru,
tiroid, atau kelainan neurologi
Polihidramnion
Oligohidramnion
Ketuban Pecah Dini kehamilan
Terapi obat seperti mg-karbonat; _blocker
Ibu pengguna obat bius
Malformasi janin & anomali
Berkurangnya gerakan janin
Usia <16 atau >35 tahun
SC darurat
Kelahiran dengan Ekstraksi Vakum
Letak sungsang / presentasi abnormal
Kelahiran kurang bulan
Persalinan presipitatus
Bradikardia janin persisten
Penggunaan anestesi umum
Hiperstimulasi uterus
Penggunaan obat narkotik dalam 4
jam sebelum persalinan
Korioamnionitis
Ketuban pecah lama (>18 jam)
Partus lama (>24 jam)
Kala 2 lama
Makrosomia
Air ketuban hijau kental bercampur
mekonium
Prolaps tali pusat
Solusio plasenta
Plasenta previa
Perdarahan intrapartum

5

Bayi prematur merupakan kelompok resiko tinggi, karena karakteristik bayi prematur berbeda
dengan bayi aterm:
Paru bayi premature kekurangan surfaktan sehingga sukar dikembangkan
Kulit bayi premature lebih tipis dan permeable
Lebih rentan terhadap infeksi

Abraptio Placenta / Solusio plasenta
Solusio plasenta adalah terlepasnya sebagian atau seluruh permukaan maternal plasenta dari
tempat implantasinya yang normal pada lapisan desidua endometrium sebelum waktunya, yakni
sebelum anak lahir. Dengan keadaan plasenta tersebut mengakibatkan suplai nutrisi dan O
2
ke
janin terganggu, sehingga dapat berdampak asfiksia pada janin atau neonatus.
3

Indikasi Resusitasi
a. Penilaian Bayi Baru Lahir
Menentukan apakah bayi memerlukan resusitasi:
1. Apakah bayi lahir cukup bulan?
Prematur lebih memerlukan upaya resusitasi
2. Apakah cairan amnion bersih dari mekonium?
Bila terdapat mekonium dalam cairan amnion dan setelah lahir ternyata bayi tidak
bugar, maka perlu penghisapan mekonium dari trakea sebelum melakukan langkah
lain
3. Apakah bayi bernapas/menangis?
Perhatikan dada bayi
Tidak ada usaha napas perlu intervensi
Megap-megap perlu intervensi
4. Apakah tonus otot baik?
Tonus otot baik : fleksi & bergerak aktif.
4


Segera setelah lahir, nilai 4 pertanyaan:


YA
Air ketuban jernih?
Cukup bulan?
Bernapas / menangis?
Tonus otot baik?

Perawatan rutin
Memberi kehangatan
Membersihkan jalan
napas
Mengeringkan
Menilai warna kulit

6


Bila salah satu/lebih jawabannya tidak langkah awal resusitasi.
5

Tindakan resusitasi diberikan untuk mencegah kematian akibat asfiksia. Dan bila pada bayi yang
asfiksia berat yang tidak dilakukan tindakan resusitasu secara benar akan meninggal atau
mengalami gangguan SSP, misalnya cerebral palsy, kelainan jantung, misalnya tidak
menutupnya duktus arteriosus

Perlu dilakukan tindakan resusitasi apabila:
Air ketuban bercampur mekonium
Bayi tidak bernapas atau bernapas megap-megap
Bayi lemas atau lunglai

Perlengkapan Pengisapan:
6

Bulb Syringe / balon pengisap
Alat pengisap lendir
Kateter pengisap, ukuran 5, 6, 8, 10, 12, 14 Fr
Pengisap mekanik, tabung, dan selangnya
Pengisap mekonium/ konektor

b. Ventilasi Tekanan Positif (VTP)
4,6

Jika tidak terdapat pernapasan atau bayi megap-megap, VTP diawali dengan
menggunakan balon resusitasi dan sungkup, dengan frekuensi 40-60 kali/menit dengan
irama:
Pompa - - - Lepas - - - Lepas
1 - - - 2 - - - 3
Jika denyut jantung <100 kali/ menit, bahkan dengan pernapasan memadai, VTP harus
dimulai dengan kecepatan 40-60 kali/menit.
Intubasi endotrakea diperlukan jika bayi tidak berespons terhadap VTP dengan
menggunakan balon dan sungkup. Lanjutkan VTP dan bersiaplah untuk memindahkan
bayi ke Neonatal Intensive Care Unit (NICU).

7

Syarat Balon Resusitasi untuk Neonatus:
Ukuran balon 200-750 ml
Dapat memberikan oksigen kadar tinggi
Mempunyai alat pengaman (katup pelepas tekanan) untuk mencegah tekanan yang
terlalu tinggi
Ukuran sungkup wajah harus tepat. Sungkup harus menutupi ujung dagu, mulut, dan
hidung.

Sebelum melakukan VTP
Pilih sungkup ukuran sesuai
Pastikan jalan napas bersih dan terbuka
Posisi kepala bayi sedikit tengadah
Posisi penolong di sisi samping atau kepala bayi

Perlengkapan Ventilasi Balon dan Sungkup:
Balon resusitasi neonatus dengan katup pelepas tekanan
Reservoar oksigen untuk memberikan O
2
90-100%
Sungkup wajah dengan bantalan pinggir, ukuran untuk neonatus cukup bulan dan
prematur
Oksigen dengan pengukur aliran (flowmeter) dan pipa oksigen

c. Kompresi Dada
4

Jika denyut jantung masih <60 kali/menit setelah 30 detik VTP yang memadai, kompresi
dada harus dimulai.
Kompresi dilakukan pada sternum di proksimal dari prosesus sifoideus, jangan menekan
atau di atas sifoid. Kedua ibu jari petugas yang meresusitasi digunakan untuk menekan
sternum, sementara jari-jari lain mengelilingi dada; atau jari tengah dan telunjuk dari satu
tangan dapat digunakan untuk kompresi sementara tangan lain menahan punggung bayi.
Sternum dikompresi sedalam
1
/
3
tebal antero-posterior dada.
Kompresi dada diselingi ventilasi secara sinkron terkoordinasi dengan rasio 3:1.
Kecepatan kombinasi kegiatan tersebut harus 120/menit (yaitu 90 kompresi dan 30
8

ventilasi). Setelah 30 detik, evaluasi respons. Jika denyut jantung > 60 denyut/menit,
kompresi dada dapat dihentikan dan VTP dilanjutkan hingga denyut jantung mencapai
100 kali menit dan bayi bernapas efektif.
Bila < 60/menit, berikan obat (epinefrin) melalui vena umbilical atau pipa endotrakea.
VTP tetap dilanjutkan sampai > 100 kali/menit dan bayi bernapas spontan.

d. Obat-obatan / Bahan
Epinefrin 1:10.000
Obat pengembang volume/plasma expander, satu/lebih dari:
Salin normal
Larutan Ringer laktat
Darah utuh (whole blood) golongan darah O negatif
Natrium bikarbonat 4,2%
Dekstrosa 10%
Nalokson
Aqua steril
Kateter umbilikal / pengganti kateter umbilical

Ventilasi pada neonatus dapat menggunakan beberapa macam alat seperti:
1. Self-inflating bags
2. Flow-inflating bag
3. T-piece resuscitator
4. Laryngeal mask airways
5. Endotracheal tube

Self-inflating bags merupakan alat yang paling banyak dipakai dalam ventilasi manual. Alat ini
memiliki katup pengaman yang menjaga tekanan inflasi sebesar 35 cm H2O. Namun katup
pengaman ini kurang efektif bila digunakan terlalu kuat. Positive End-Expiratory Pressure
(PEEP) dapat diberikan apabila katup PEEP disambungkan. Tetapi self-inflating bags tidakdapat
menggunakan CPAP. Selain itu, self-inflating bags tidak dapat digunakan untuk mengalirkan
oksigen aliran bebas (free-flow oxygen).
9


Gambar 1 Self inflating bags

Sumber : http://www.nzdl.org/gsdl/collect/who/archives/HASH0176.dir/p05.gif

Flow-inflating bags atau balon tidak mengembang sendiri dapat mengembang apabila ada
sumber gas. Alat ini tidak memiliki katup pengaman, namun dengan alat ini dapat dilakukan
PEEP atau CPAP karena adanya katup yang dapat mengatur aliran udara. Selain itu, dengan alat
ini dapat dialirkan oksigen aliran bebas dan lebih baik dalam resusitasi neonatus.
T-piece resuscitator merupakan alat yang dapat mengatur aliran udara serta juga dapat
membatasi tekanan yang diberikan. Tekanan inflasi yang diinginkan dan waktu inspirasi lebih
stabil dengan alat ini dibandingkan dengan self-inflating bags dan flow-inflating bags. Selain itu,
dengan alat ini dapat dilakukan PEEP dan dapat mengalirkan oksigen aliran bebas.
Laryngeal mask airway (LMA) merupakan alat yang dapat digunakan apabila penggunaan
sungkup sudah tidak efektif. Ukuran yang biasa digunakan yaitu 1.

Gambar 2. Lariyngeal mask airway

Sumber : http://www.hospitalmanagement.net/contractor_images/intersurgical_2/5_solus.jpg
10



Indikasi penggunaan endotracheal tube antara lain:
2-4

1. Penghisapan mekonium dari trakea
2. Saat ventilasi menggunakan sungkup sudah tidak efektif
3. Koordinasi dengan kompresi dada
4. Penggunaan Epinefrin
5. Keadaan resusitasi khusus (seperti hernia diafragma kongenital)

Untuk mengurangi terjadinya hipoksia saat melakukan intubasi, sebaiknya dilakukan pre-
oksigenasi, dengan cara memberikan oksigen aliran bebas selama 20 detik. Biasanya digunakan
blade yang lurus pada tindakan ini. Blade no.1 digunakan untuk bayi aterm, no.0 untuk bayi
preterm, dan no.00 untuk bayi yang sangat preterm. Ukuran dari endotracheal tube dipilih
berdasarkan berat dari neonatus.
4
Posisi dari endotracheal tube yang benar dapat ditandai dengan peningkatan laju nadi, adanya
pengeluaran CO2, terdengarnya suara nafas, pergerakan dinding dada, adanya embun pada
selang, dan tidak ada distensi abdomen saat ventilasi. Apabila tidak ada peningkatan dari laju
nadi dan tidak ada pengeluaran CO2, posisi dari endotracheal tube harus diperiksa dengan
laringoskop.
2,4
Tabel 3. Ukuran endotracheal tube
Ukuran ET Berat (gram) Usia gestasi (minggu)
2,5 <1000 <28
3,0 1000-2000 28-34
3,5 2000-3000 34-38
3,5-4,0 >3000 > 38

Langkah-langkah resusitasi
Prinsip dasar resusitasi:
Memberikan lingkungan yang baik pada bayi dan mengusahakan saluran pernafasann
tetap bebas serta merangsang timbulnya pernafasan, yaitu agar oksigenasi dan
pengeluaran CO
2
berjalan lancar.
11

Memberikan bantuan pernafasan secara aktif pada bayi yang menunjukkan usaha
pernafasan lemah.
Melakukan koreksi terhadap asidosis yang terjadi.
Menjaga agar sirkulasi darah tetap baik.
2


Resusitasi bertujuan memberikan ventilasi yang adekuat, pemberian oksigen, dan
curah jantung yang cukup untuk menyalurkan oksigen ke ke otak dan curah jantung
yang cukup dan alat -alat vital lainnya. Tindakan resusitasi bayi baru lahir mengikuti
tahapan yang dikenal sebagai ABC resusitasi

A ( Airway ) Memastikan saluran napas terbuka yang meliputi:
Meletakkan bayi dalam posisi kepala defleksi : bahu diganjal
Menghisap mulut , hidung dan kadang kadang trakea

B ( Breathing) Mengusahakan timbulnya pernapasan yang meliputi:
Melakukan rangsangan taktil untuk memulai pernapasan
Melakukan ventilasi tekanan positif (VTP) dengan sungkup dan balon

C (Circulation) Mempertahankan sirkulasi darah meliputi kegiatan mempertahankan
sirkulasi darah dengan cara kompresi dada.

Langkah awal resusitasi
Langkah awal perlu dilakukan secara cepat (dalam waktu 30 detik). Secara umum, 6 langkah
awal di bawah ini cukup untuk merangsang bayi baru lahit untuk bernapas spontan dan teratur.
1) Jaga bayi tetap hangat
Letakkan bayi di atas kain yang ada di atas perut ibu atau dekat perineum.
Selimuti bayi dengan kain tersebut
Pindahkan bayi ke atas kain ke tempat resusitasi.
Tempatkan bayi di bawah pemanas radian
3

12

Bayi harus diusahakan dalam kondisi hangat karena jika dalam keadaan
hipotermia, maka akan berkontribusi pada hipoglikemia, asidosis, dan bahkan
mortalitas, khususnya pada bayi dengan berat lahir sangat rendah.
5

2) Atur posisi bayi
Letakkan bayi terlentang pada posisi setengah tengadah untuk membuka jalan napas.
Sebuah gulungan handuk diletakkan di bawah bagu untuk membantu mencegah fleksi
leher dan penyumbatan jalan napas. Jadi posisikan kepala setengah ekstensi.

3) Bersihkan jalan napas Isap lendir
Bersihkan jalan napas dengan mengisap mulut terlebih dahulu kemudian hidung,
dengan menggunakan bulb syringe, alat pengisap lendir atau kateter pengisap.
Perhatikan untuk menjaga bayi dari kehilangan panas setiap saat.
Pengisapan yang continue dibatasi 3-5 detik pada suatu pengisapan. Mulut diisap
terlebih dahulu untuk mencegah aspirasi.
Pengisapan lebih agresif hanya boleh dilakukan jika terdapat mekonium pada
jalan napas (kondisi ini dapat mengarah ke bradikardia). Bila terdapat mekonium
dan bayi tidak bugar, lakukan pengisapan dari trakea.

4) Keringkan dan rangsang taktil
i. Keringkan bayi mulai dari muka, kepala dan bagian tubuh lain dengan sedikit
tekanan. Rangsangan ini dapat memulai pernapasan bayi atau bernapas lebih baik.
ii. Lakukan rangsangan taktil dengan beberapa cara di bawah ini:
Menepuk atau menyentil telapak kaki.
Menggosok perut, punggung, dada atau tungkai bayi dengan telapak
tangan.
Berbagai bentuk rangsangan taktil yang dulu pernah dilakukan, sebagian besar
tidak dilakukan lagi karena membahayakan kondisi bayi baru lahir. (lihat tabel di
bawah ini)


13

Tabel 4. Bentuk rangsangan taktil yang tidak boleh dilakukan
Bentuk rangsangan taktil yang tidak boleh dilakukan Bahaya / resiko
Menepuk bokong Trauma dan luka
Meremas rongga dada Fraktur
Pneumotoraks
Gawat nafas
kematian
Menekan kedua paha bayi ke perutnya Rupture hati atau limfa
Perdarahan di dalam
Mendilatasi sfingter ani Sfingter ani robek
Menempelkan kompres panas atau dingin atau
menempatkan bayi di air panas atau dingin
Hipotermia
Hipertermia
Luka bakar
Mengguncang bayi Kerusakan otak
Meniup oksigen atau udara dingin ke tubuh bayi Hipotermia

Rangsangan yang kasar, keras atau terus-menerus, tidak akan banyak menolong dan
malahan dapat membahayakan bayi.

5) Reposisi
Dalam hal ini mengatur kembali posisi kepala dan selimuti bayi
Ganti kain yang telah basah dengan kain bersih dan kering yang baru (disiapkan)
Selimuti bayi dengan kain tersebut, jangan tutupi bagian muka dan dada agar
pemantauan pernapasan bayi dapat diteruskan.

6) Penilaian apakah bayi menangis spontan dan teratur
Tindakan yang dilakukan sejak bayi lahir sampai reposisi kepala dilakukan <30 detik.
Jika bayi mulai bernapas secara teratur dan memadai, periksa denyut jantung. Jika
denyut jantung >100x/menit dan bayi tidak mengalami sianosis, hentikan resusitasi.
Akan tetapi, jika masih sianosis, berikan oksigen aliran bebas.
3
Bila bayi tidak
bernapas atau megap-megap; segera lakukan tindakan ventilasi.
14


Menilai bayi
Tiga hal penting dalam resusitasi:
Pernafasan
Lihat gerakan dada naik turun, frekuensi dan dalamnya pernapasan selama 1 menit. Nafas
tersengal-sengal berarti nafas tidak efektif dan perlu tindakan. Jika pernapasan telah efektif
yaitu pada bayi normal biasanya 50x/menit dan menangis, maka lakukan penilaian
selanjutnya.
Frekuensi denyut jantung
Frekuensi denyut jantung harus > 100/menit. Cara yang termudah dan cepat adalah dengan
menggunakan stetoskop atau meraba denyut tali pusat. Meraba arteria mempunyai
keuntungan karena dapat memantau frekuensi denyut jantung secara terus-menerus, dihitung
selama 6 detik (hasilnya dikalikan 10 = frekurensi denyut jantung selama 1 menit).
Hasil penilaian:
Apabila frekuensi > 100 x/menit dan bayi bernafas spontan, dilanjutkan dengan menilai
warna kulit.
Apabila frekuensi < 100x/menit, walaupun bayi bernafas spontan menjadi indikasi untuk
melakukan VTP (Ventilasi Tekanan Positif).
Warna kulit
Setelah pernafasan dan frekuensi jantung baik, seharusnya kulit menjadi kemerahan. Jika
masih ada sianosis sentral, oksigen tetap diberikan. Bila terdapat sianosis perifer, oksigen
tidak perlu diberikan, disebabkan karena peredaran darah yang masih lamban, antara lain
karena suhu ruang bersalin yang dingin.

Perawatan pasca resusitasi
Perawatan lanjutan pasca resusitasi:
- Catat nilai Apgar untuk menit ke-1 dan ke-5 dalam rekap medic.
- Jika bayi memerlukan asuhan intensif, rujuk ke rumah sakit terdekat yang memiliki
kemampuan memberikan dukungan ventilator, untuk memantau dan memberikan
perawatan pada neonatus.
15

- Jika bayi dalam keadaan stabil, pindahkan ke ruang neonatal untuk dipantau dan
ditindaklanjuti.
- Di ruang neonatal, ikuti panduan asuhan neonatal normal untuk pemeriksaan fisik dan
tindakan profilaksis. Selain itu, monitor secara ketat tanda vital, sirkulasi, perfusi,
status neurologik, dan jumlah urin, serta pemberian minum ditunda disesuaikan
kondisi. Sebagai ganti pemberian minum secara oral, beriakan glukosa 10%
intravena. Uji laboratorium, seperti analisis gas darah, glukosa, dan hematokrit, harus
dilakukan.
- Jika sudah tidak terdapat komplikasi selama 24 jam, neonatus dapat keluar dari unit
neonatal. Informasikan kepada petugas dan orang tua/keluarga tentang tanda bahaya.
Catatan:
Tidak melakukan resusitasi dapat diterima pada kehamilan < 23 minggu atau
berat lahir < 400 gram, anensefalus, terbukti trisomi 13 dan 18.
Resusitasi dinyatakan gagal dan dihentikan bila bayi menunjukkan asistole selama
10 menit setelah dilakukan resusitasi yang ekstensif.
3-6

Penutup
Pada saat bayi lahir, perlu dilakukan penilaian skor apgar, yang meliputi warna kulit, kepekaan
reflex, tonus otot, frekuensi denyut jantung dan pernapasannya. Penilaian ini dilakukan apada
menit 1 dan menit ke 5. Selain itu ada pula penilaian yang lain, yakni apakah bayi tersebut lahir
cukup bulan, air ketuban jernih, perhatikan apakah bayi menangis atau tidak, bagaimana tonus
otonya. Jika terdapat 1 atau lebih yang menandakan tidak, maka perlu dilakukan resusitasi.
Proses resusitasi dilakukan dengan 6 langkah awal, dan dilakukan selama 30 detik. Setelah 30
detik dilakukan resusitasim dinilai pernafasan, denyut jantung dan warna kulit. Jika belum
memenuhi criteria normal, maka perlu dilakukan tindakan ventilasi tekanan positif (VTP). Hal
ini juga dilakukan 30 detik. Jika dalam rentang waktu tersebut frekuensi denyut jantung belum
memadai angka normal, dilakukan kompresi dada. Kompresi dada dan VTP dapat dilakukan
secara kombinasi. Setelah itu dinilai pernafasan, frekuensi denyut jantung dan warna kulit.
Perawatan pasca resusitasi juga penting untuk menjaga kestabilan dan bayi dapat survive dengan
baik.

16

Daftar Pustaka


1. Wahab Samik, Sugiarto, Pendit B U. Buku Ajar Pediatri Rudolph, Edisi 20, Vol. 1.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2006; 274-5.
2. Behrman Richard, Kliegman Roberts, Jenson Hal. Nelson Textbook of Pediatric.17th ed.
Pennsylvania : An Imprint of Elsevier Science. 2004
3. Ilmu Kesehatan Anak, jilid 3. Jakarta: Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia; 2007; 1000-10, 1073-77
4. Buku resusitasi : Kattwinkel J. Buku Panduan Resusitasi Neonatus. 5th ed. USA:
American Academy of Pediatrics dan American Heart Association. 2006
5. Australia Resuscitation Council: Neonatal Guidelines. Februari 2006
6. Kaye D Alan, pickney LM, Hall M. Stan, Baluch R.Amir, Frost Elizabeth, Ramadhyani
Usha. Update On Neonatal Resuscitation [serial online]. 2009. available from URL :
http://staff.aub.edu.lb/~webmeja/20_1.html//. Diunduh tanggal 09 november 2013

You might also like