You are on page 1of 22

LAPORAN PENDAHULUAN ISPA

INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT



I. KONSEP DASAR
A. Defenisi
Infeksi saluran pernafasan adalah suatu keadaan dimana saluran pernafasan (hidung,
pharing dan laring) mengalami inflamasi yang menyebabkan terjadinya obstruksi jalan nafas
dan akan menyebabkan retraksi dinding dada pada saat melakukan pernafasan (Pincus Catzel
& Ian Roberts; 1990; 450).
Infeksi saluran nafas adalah penurunan kemampuan pertahanan alami jalan nafas dalam
menghadapi organisme asing (Whaley and Wong; 1991; 1418).
ISPA merupakan singkatan dari infeksi saluran pernafasan akut, istilah ini diadaptasi dari
istilah dalam bahasa Inggris Acute Respiratory Infections (ARI). Istilah ISPA meliputi tiga
unsur yakni infeksi, saluran pernafasan dan akut, dengan pengertian sebagai berikut (Indah,
2005)
Infeksi adalah masuknya kuman atau mikroorganisme ke dalam tubuh manusia dan
berkembang biak sehingga menimbulkan gejala penyakit.
Saluran pernafasan adalah organ mulai dari hidung hingga alveoli beserta organ adneksanya
seperti sinus-sinus, rongga telinga tengah dan pleura. ISPA secara anatomis mencakup
saluran pernafasan bagian atas, saluran pernafasan bagian bawah (termasuk jaringan paru-
paru) dan organ adneksa saluran pernafasan. Dengan batasan ini, jaringan paru termasuk
dalam saluran pernafasan (respiratory tract)

Infeksi akut adalah infeksi yang berlangsung sampai dengan 14 hari. Batas 14 hari diambil
untuk menunjukkan proses akut meskipun untuk beberapa penyakit yang dapat digolongkan
dalam ISPA proses ini dapat berlangsung lebih dari 14 hari.
B. Klasifikasi
Berdasarkan lokasi anatomis ISPA dibagi menjadi 2 yaitu:
1. Infeksi saluran pernafasan bagian atas.
Merupakan infeksi akut yang menyerang hidung hingga faring.
2. Infeksi saluran pernafasan bagian bawah.
Merupakan infeksi akut yang menyerang daerah di bawah faring sampai dengan alveolus
paru-paru.
Tanda dan gejala menurut tingkat keparahannya, ISPA dapat dibagi menjadi tiga golongan
yaitu (Suyudi, 2002) :
1. ISPA Ringan
Seorang anak dinyatakan menderita ISPA ringan jika ditemukan gejala sebagai berikut:
a. Batuk.
b. Serak, yaitu bersuara parau pada waktu mengeluarkan suara (misalnya pada waktu berbicara
atau menangis).
c. Pilek yaitu mengeluarkan lendir atau ingus dari hidung.
d. Panas atau demam, suhu badan lebih dari 370C atau jika dahi anak diraba dengan punggung
tangan terasa panas.

2. Gejala ISPA Sedang
Seorang anak dinyatakan menderita ISPA sedang jika di jumpai gejala ISPA ringan dengan
disertai gejala sebagai berikut :
a. Pernapasan lebih dari 50 kali /menit pada anak umur kurang dari satu tahun atau lebih dari
40 kali/menit pada anak satu tahun atau lebih.
b. Suhu lebih dari 39 .
c. Tenggorokan berwarna merah
d. Timbul bercak-bercak pada kulit menyerupai bercak campak
e. Telinga sakit atau mengeluarkan nanah dari lubang telinga
f. Pernafasan berbunyi seperti mendengkur.
g. Pernafasan berbunyi seperti mencuit-cuit.


3. Gejala ISPA Berat
Seorang anak dinyatakan menderita ISPA berat jika ada gejala ISPA ringan atau sedang
disertai satu atau lebih gejala sebagai berikut:
a. Bibir atau kulit membiru
b. Lubang hidung kembang kempis (dengan cukup lebar) pada waktu bernapas
c. Anak tidak sadar atau kesadarannya menurun
d. Pernafasan berbunyi mengorok dan anak tampak gelisah
e. Pernafasan menciut dan anak tampak gelisah
f. Sela iga tertarik ke dalam pada waktu bernapas
g. Nadi cepat lebih dari 60 x/menit atau tidak teraba
h. Tenggorokan berwarna merah

C. Etiologi
1. Virus Utama :
ISPA atas : Rino virus ,Corona Virus,Adeno virus,Entero Virus
ISPA bawah : RSV,Parainfluensa,1,2,3 corona virus,adeno virus
2. Bakteri Utama: Streptococus, pneumonia, haemophilus influenza, Staphylococcus aureus
3. Pada neonatus dan bayi muda : Chlamidia trachomatis, pada anak usia sekolah : Mycoplasma
pneumonia.

Faktor-faktor resiko yang berperan dalam kejadian ISPA pada anak adalah sebagai berikut:
1. Faktor host (diri)
a. Usia
Kebanyakan infeksi saluran pernafasan yang sering mengenai anak usia dibawah 3 tahun,
terutama bayi kurang dari 1 tahun. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa anak pada usia
muda akan lebih sering menderita ISPA daripada usia yang lebih lanjut (Koch et al, 2003).
b. Jenis kelamin
Meskipun secara keseluruhan di negara yang sedang berkembang seperti Indonesia masalah
ini tidak terlalu diperhatikan, namun banyak penelitian yang menunjukkan adanya perbedaan
prevelensi penyakit ISPA terhadap jenis kelamin tertentu.
Angka kesakitan ISPA sering terjadi pada usia kurang dari 2 tahun, dimana angka kesakitan
ISPA anak perempuan lebih tinggi daripada laki-laki di negara Denmark (Koch et al, 2003)
c. Status gizi
Interaksi antara infeksi dan Kekurangan Kalori Protein (KKP) telah lama dikenal, kedua
keadaan ini sinergistik, saling mempengaruhi, yang satu merupakan predisposisi yang lainnya
(Tupasi, 1985). Pada KKP, ketahanan tubuh menurun dan virulensi pathogen lebih kuat
sehingga menyebabkan keseimbangan yang terganggu dan akan terjadi infeksi, sedangkan
salah satu determinan utama dalam mempertahankan keseimbangan tersebut adalah status
gizi anak.
d. Status imunisasi
Tupasi (1985) mendapatkan bahwa ketidakpatuhan imunisasi berhubungan dengan
peningkatan penderita ISPA walaupun tidak bermakna. Hal ini sesuai dengan penelitian lain
yang mendapatkan bahwa imunisasi yang lengkap dapat memberikan peranan yang cukup
berarti dalam mencegah kejadian ISPA (Koch et al, 2003).
e. Pemberian suplemen vitamin A
Pemberian vitamin A pada balita sangat berperan untuk masa pertumbuhannya, daya tahan
tubuh dan kesehatan terutama pada penglihatan, reproduksi, sekresi mukus dan untuk
mempertahankan sel epitel yang mengalami diferensiasi.
f. Pemberian air susu ibu (ASI)
ASI adalah makanan yang paling baik untuk bayi terutama pada bulan-bulan pertama
kehidupannya. ASI bukan hanya merupakan sumber nutrisi bagi bayi tetapi juga sebagai
sumber zat antimikroorganisme yang kuat, karena adanya beberapa faktor yang bekerja
secara sinergis membentuk sistem biologis.
ASI dapat memberikan imunisasi pasif melalui penyampaian antibodi dan sel-sel
imunokompeten ke permukaan saluran pernafasan atas (William and Phelan, 1994).

2. Faktor lingkungan
a. Rumah
Rumah merupakan stuktur fisik, dimana orang menggunakannya untuk tempat berlindung
yang dilengkapi dengan fasilitas dan pelayanan yang diperlukan, perlengkapan yang berguna
untuk kesehatan jasmani, rohani dan keadaan sosialnya yang baik untuk keluarga dan
individu (WHO, 1989).
Anak-anak yang tinggal di apartemen memiliki faktor resiko lebih tinggi menderita ISPA
daripada anak-anak yang tinggal di rumah culster di Denmark (Koch et al, 2003).
b. Kepadatan hunian (crowded)
Kepadatan hunian seperti luar ruang per orang, jumlah anggota keluarga, dan masyarakat
diduga merupakan faktor risiko untuk ISPA. Penelitian oleh Koch et al (2003) membuktikan
bahwa kepadatan hunian (crowded) mempengaruhi secara bermakna prevalensi ISPA berat.
c. Status sosioekonomi
Telah diketahui bahwa kepadatan penduduk dan tingkat sosioekonomi yang rendah
mempunyai hubungan yang erat dengan kesehatan masyarakat. Tetapi status keseluruhan
tidak ada hubungan antara status ekonomi dengan insiden ISPA, akan tetapi didapatkan
korelasi yang bermakna antara kejadian ISPA berat dengan rendahnya status sosioekonomi
(Darmawan,1995).
d. Kebiasaan merokok
Pada keluarga yang merokok, secara statistik anaknya mempunyai kemungkinan terkena
ISPA 2 kali lipat dibandingkan dengan anak dari keluarga yang tidak merokok. Selain itu dari
penelitian lain didapat bahwa episode ISPA meningkat 2 kali lipat akibat orang tua merokok
(Koch et al, 2003)
e. Polusi udara
Diketahui bahwa penyebab terjadinya ISPA dan penyakit gangguan pernafasan lain adalah
rendahnya kualitas udara didalam rumah ataupun diluar rumah baik secara biologis, fisik
maupun kimia. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh pusat penelitian kesehatan
Universitas Indonesia untuk mengetahui efek pencemaran udara terhadap gangguan saluran
pernafasan pada siswa sekolah dasar (SD) dengan membandingkan antara mereka yang
tinggal di wilayah pencemaran udara tinggi dengan siswa yang tinggal di wilayah
pencemaran udara rendah di Jakarta. Dari hasil penelitian tidak ditemukan adanya perbedaan
kejadian baru atau insiden penyakit atau gangguan saluran pernafasan pada siswa SD di
kedua wilayah pencemaran udara. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pencemaran menjadi
tidak berbeda dengan wilayah dengan tingkat pencemaran tinggi sehingga tidak ada lagi
tempat yang aman untuk semua orang untuk tidak menderita gangguan saluran pemafasan.
Hal ini menunjukkan bahwa polusi udara sangat berpengaruh terhadap terjadinya penyakit
ISPA. Adanya ventilasi rumah yang kurang sempurna dan asap tungku di dalam rumah
seperti yang terjadi di Negara Zimbabwe akan mempermudah terjadinya ISPA anak (Mishra,
2003).

D. Patofisiologi
Perjalanan klinis penyakit ISPA dimulai dengan berinteraksinya virus dengan tubuh.
Masuknya virus sebagai antigen ke saluran pernafasan menyebabkan silia yang terdapat pada
permukaan saluran nafas bergerak ke atas mendorong virus ke arah faring atau dengan suatu
tangkapan refleks spasmus oleh laring. Jika refleks tersebut gagal maka virus merusak lapisan
epitel dan lapisan mukosa saluran pernafasan (Kending dan Chernick, 1983).
Iritasi virus pada kedua lapisan tersebut menyebabkan timbulnya batuk kering (Jeliffe, 1974).
Kerusakan stuktur lapisan dinding saluran pernafasan menyebabkan kenaikan aktifitas
kelenjar mukus yang banyak terdapat pada dinding saluran nafas, sehingga terjadi
pengeluaran cairan mukosa yang melebihi noramal. Rangsangan cairan yang berlebihan
tersebut menimbulkan gejala batuk (Kending and Chernick, 1983). Sehingga pada tahap awal
gejala ISPA yang paling menonjol adalah batuk.
Adanya infeksi virus merupakan predisposisi terjadinya infeksi sekunder bakteri. Akibat
infeksi virus tersebut terjadi kerusakan mekanisme mukosiliaris yang merupakan mekanisme
perlindungan pada saluran pernafasan terhadap infeksi bakteri sehingga memudahkan
bakteri-bakteri patogen yang terdapat pada saluran pernafasan atas seperti streptococcus
pneumonia, haemophylus influenza dan staphylococcus menyerang mukosa yang rusak
tersebut (Kending dan Chernick, 1983). Infeksi sekunder bakteri ini menyebabkan sekresi
mukus bertambah banyak dan dapat menyumbat saluran nafas sehingga timbul sesak nafas
dan juga menyebabkan batuk yang produktif. Invasi bakteri ini dipermudah dengan adanya
fakor-faktor seperti kedinginan dan malnutrisi. Suatu laporan penelitian menyebutkan bahwa
dengan adanya suatu serangan infeksi virus pada saluran nafas dapat menimbulkan gangguan
gizi akut pada bayi dan anak (Tyrell, 1980).
Virus yang menyerang saluran nafas atas dapat menyebar ke tempat-tempat yang lain dalam
tubuh, sehingga dapat menyebabkan kejang, demam, dan juga bisa menyebar ke saluran nafas
bawah (Tyrell, 1980). Dampak infeksi sekunder bakteripun bisa menyerang saluran nafas
bawah, sehingga bakteri-bakteri yang biasanya hanya ditemukan dalam saluran pernafasan
atas, sesudah terjadinya infeksi virus, dapat menginfeksi paru-paru sehingga menyebabkan
pneumonia bakteri (Shann, 1985).
Penanganan penyakit saluran pernafasan pada anak harus diperhatikan aspek imunologis
saluran nafas terutama dalam hal bahwa sistem imun di saluran nafas yang sebagian besar
terdiri dari mukosa, tidak sama dengan sistem imun sistemik pada umumnya. Sistem imun
saluran nafas yang terdiri dari folikel dan jaringan limfoid yang tersebar, merupakan ciri khas
system imun mukosa. Ciri khas berikutnya adalah bahwa IgA memegang peranan pada
saluran nafas atas sedangkan IgG pada saluran nafas bawah. Diketahui pula bahwa sekretori
IgA (sIgA) sangat berperan dalam mempertahankan integritas mukosa saluran nafas (Siregar,
1994).
Dari uraian di atas, perjalanan klinis penyakit ISPA ini dapat dibagi menjadi empat tahap,
yaitu:
1. Tahap prepatogenesis, penyebab telah ada tetapi penderita belum menunjukkan reaksi apa-
apa.
2. Tahap inkubasi, virus merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa. Tubuh menjadi lemah
apalagi bila keadaan gizi dan daya tahan sebelumnya memang sudah rendah.
3. Tahap dini penyakit, dimulai dari munculnya gejala penyakit. Timbul gejala demam dan
batuk.
4. Tahap lanjut penyakit, dibagi menjadi empat, yaitu dapat sembuh sempurna, sembuh dengan
ateletaksis, menjadi kronis dan dapat meninggal akibat pneumonia.


E. Manifestasi Klinik
Penyakit ini biasanya dimanifestasikan dalam bentuk adanya demam, adanya obstruksi
hidung dengan sekret yang encer sampai dengan membuntu saluran pernafasan, bayi menjadi
gelisah dan susah atau bahkan sama sekali tidak mau minum (Pincus Catzel & Ian Roberts;
1990; 451).
Tanda dan gejala yang muncul ialah:
1. Demam, Seringkali demam muncul sebagai tanda pertama terjadinya infeksi. Suhu tubuh
bisa mencapai 39,5OC-40,5OC.
2. Meningismus, adalah tanda meningeal tanpa adanya infeksi pada meningens, biasanya terjadi
selama periodik bayi mengalami panas, gejalanya adalah nyeri kepala, kaku dan nyeri pada
punggung serta kuduk, terdapatnya tanda kernig dan brudzinski.
3. Anorexia, biasa terjadi pada semua bayi yang mengalami sakit. Bayi akan menjadi susah
minum dan bhkan tidak mau minum.
4. Vomiting, biasanya muncul dalam periode sesaat tetapi juga bisa selama bayi tersebut
mengalami sakit.
5. Diare (mild transient diare), seringkali terjadi mengiringi infeksi saluran pernafasan akibat
infeksi virus.
6. Abdominal pain, nyeri pada abdomen mungkin disebabkan karena adanya lymphadenitis
mesenteric.
7. Sumbatan pada jalan nafas/ Nasal, pada saluran nafas yang sempit akan lebih mudah
tersumbat oleh karena banyaknya sekret.
8. Batuk, merupakan tanda umum dari tejadinya infeksi saluran pernafasan, mungkin tanda ini
merupakan tanda akut dari terjadinya infeksi saluran pernafasan.
9. Suara nafas, biasa terdapat wheezing, stridor, crackless, dan tidak terdapatnya suara
pernafasan (Whaley and Wong; 1991; 1419)


F. Pemeriksaan Diagnostik
Pengkajian terutama pada jalan nafas:
Fokus utama pada pengkajian pernafasan ini adalah pola, kedalaman, usaha serta irama dari
pernafasan.
1. Pola, cepat (tachynea) atau normal.
2. Kedalaman, nafas normal, dangkal atau terlalu dalam yang biasanya dapat kita amati melalui
pergerakan rongga dada dan pergerakan abdomen.
3. Usaha, kontinyu, terputus-putus, atau tiba-tiba berhenti disertai dengan adanya bersin.
4. Irama pernafasan, bervariasi tergantung pada pola dan kedalaman pernafasan.
5. Observasi lainya adalah terjadinya infeksi yang biasanya ditandai dengan peningkatan suhu
tubuh, adanya batuk, suara nafas wheezing. Bisa juga didapati adanya cyanosis, nyeri pada
rongga dada dan peningkatan produksi dari sputum
Pemeriksaan penunjang yang lazim dilakukan adalah :
1. pemeriksaan kultur/ biakan kuman (swab); hasil yang didapatkan adalah biakan kuman (+)
sesuai dengan jenis kuman,
2. Pemeriksaan hitung darah (deferential count); laju endap darah meningkat disertai dengan
adanya leukositosis dan bisa juga disertai dengan adanya thrombositopenia, dan
3. Pemeriksaan foto thoraks jika diperlukan

G. Pencegahan ISPA
Beberapa hal yang perlu dilakukan untuk mencegah ISPA adalah:
1. Mengusahakan Agar Anak Mempunyai Gizi Yang Baik
a. Bayi harus disusui sampai usia dua tahun karena ASI adalah makanan yang paling baik
untuk bayi.
b. Beri bayi makanan padat sesuai dengan umurnya.
c. Pada bayi dan anak, makanan harus mengandung gizi cukup yaitu mengandung cukup
protein (zat putih telur), karbohidrat, lemak, vitamin dan mineral.
d. Makanan yang bergizi tidak berarti makanan yang mahal. Protein misalnya dapat di
peroleh dari tempe dan tahu, karbohidrat dari nasi atau jagung, lemak dari kelapa atau
minyak sedangkan vitamin dan mineral dari sayuran,dan buah-buahan.
e. Bayi dan balita hendaknya secara teratur ditimbang untuk mengetahui apakah beratnya
sesuai dengan umurnya dan perlu diperiksa apakah ada penyakit yang menghambat
pertumbuhan.Dinkes DKI (2005)
2. Mengusahakan Kekebalan Anak Dengan Imunisasi
Agar anak memperoleh kekebalan dalam tubuhnya anak perlu mendapatkan imunisasi yaitu
DPT (Depkes RI, 2002). Imunisasi DPT salah satunya dimaksudkan untuk mencegah
penyakit Pertusis yang salah satu gejalanya adalah infeksi saluran nafas (Gloria Cyber
Ministries, 2001).
3. Menjaga Kebersihan Perorangan Dan Lingkungan
Perilaku hidup bersih dan sehat merupakan modal utama bagi pencegahan penyakit ISPA,
sebaliknya perilaku yang tidak mencerminkan hidup sehat akan menimbulkan berbagai
penyakit. Perilaku ini dapat dilakukan melalui upaya memperhatikan rumah sehat, desa sehat
dan lingkungan sehat (Suyudi, 2002).
4. Pengobatan Segera
Apabila anak sudah positif terserang ISPA, sebaiknya orang tua tidak memberikan makanan
yang dapat merangsang rasa sakit pada tenggorokan, misalnya minuman dingin, makanan
yang mengandung vetsin atau rasa gurih, bahan pewarna, pengawet dan makanan yang terlalu
manis. Anak yang terserang ISPA, harus segera dibawa ke dokter (PD PERSI, 2002).

H. Pengobatan Pada Ispa
1. ISPA Berat : dirawat di rumah sakit, diberikan antibiotik melalui jalur infus , di beri oksigen
dan sebagainya
2. ISPA ringan : diberi obat antibiotik melaui mulut. Pilihan obatnya Kotrimoksasol, jika terjadi
alergi / tidak cocok dapat diberikan Amoksilin, Penisilin, Ampisilin
3. ISPA ringan : tanpa pemberian obat antibiotik. Diberikan perawatan di rumah, untuk batuk
dapat digunakan obat batuk tradisional atau obat batuk lain yang tidak mengandung zat yang
merugikan. Bila demam diberikan obat penurun panas yaitu parasetamol. Penderita dengan
gejala batuk pilek bila pada pemeriksaan tenggorokan didapat adanya bercak nanah disertai
pembesaran kelenjar getah bening dileher, dianggap sebagai radang tenggorokan oleh kuman
streptococcuss dan harus diberi antibiotik selama 10 hari.

Perawatan Dirumah
Beberapa hal yang perlu dikerjakan seorang ibu untuk mengatasi anaknya yang menderita
ISPA.
1. Mengatasi panas (demam)
Untuk anak usia 2 bulan samapai 5 tahun demam diatasi dengan memberikan parasetamol
atau dengan kompres, bayi dibawah 2 bulan dengan demam harus segera dirujuk.
Parasetamol diberikan 4 kali tiap 6 jam untuk waktu 2 hari. Cara pemberiannya, tablet dibagi
sesuai dengan dosisnya, kemudian digerus dan diminumkan. Memberikan kompres, dengan
menggunakan kain bersih, celupkan pada air (tidak perlu air es).
2. Mengatasi batuk
Dianjurkan memberi obat batuk yang aman yaitu ramuan tradisional yaitu jeruk nipis
sendok teh dicampur dengan kecap atau madu sendok teh , diberikan tiga kali sehari.
3. Pemberian makanan
Berikan makanan yang cukup gizi, sedikit-sedikit tetapi berulang-ulang yaitu lebih sering dari
biasanya, lebih-lebih jika muntah. Pemberian ASI pada bayi yang menyusu tetap diteruskan.
4. Pemberian minuman
Usahakan pemberian cairan (air putih, air buah dan sebagainya) lebih banyak dari biasanya.
Ini akan membantu mengencerkan dahak, kekurangan cairan akan menambah parah sakit
yang diderita.
5. Lain-lainnya
Tidak dianjurkan mengenakan pakaian atau selimut yang terlalu tebal dan rapat, lebih-lebih
pada anak dengan demam. Jika pilek, bersihkan hidung , yang berguna untuk mempercepat
kesembuhan dan menghindari komplikasi yang lebih parah. Usahakan lingkungan tempat
tinggal yang sehat yaitu yang berventilasi cukup dan tidak berasap. Apabila selama
perawatan dirumah keadaan anak memburuk maka dianjurkan untuk membawa kedokter atau
petugas kesehatan.

I. Pemberantasan Ispa
Yang Dilakukan Adalah :
1. Penyuluhan kesehatan yang terutama di tujukan pada para ibu.
2. Pengelolaan kasus yang disempurnakan.
3. Immunisasi
4. Menghindari anak kontak langsung dengan penderita ISPA

J. Komplikasi
Adapun komplikasinya adalah
1. Meningitis
2. OMA
3. Mastoiditis
4. Kematian

K. Prognosis
Jika penanganannya tepat dan cepat maka prognosis baik. Namun, jika penanganan lambat
dan tidak tepat maka akan terjadi komplikasi yang menyebabkan prognosis buruk

II. KONSEP KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Aktivitas/istirahat
Gejala :
Kelemahan, kelelelahan
Insomnia
Tanda ;
Letargi
Penurunan toleransi terhadap aktivitas
2. Sirkulasi
Gejala : Riwayat adanya/GJK kronis
Tanda :takikardia
Penampilan kemerahan atau pucat
3. Integritas Ego
Gejala :
Banyaknya stressor, masalah finansial
4. Makanan/Cairan
Gejala :
Kehilangan nafsu makan,mual/muntah
Tanda :
Distensi abdomen
Hiperaktif bunyi usus
Kulit kering dengan turgor buruk
Penampilan kakeksia(malnutrisi)
5. Neurosensori
Gejala :sakit kepala daerah frontal (influnza)
Tanda :perubahn mental (bingung, samnolen )
6. Nyeri/kenyamanan
Gejala :
sakit kepala
Nyeri dada(pleuritik), meningkat oleh batuk, nyeri dada subternal(influenza)mialgia,artralgia,
nyeri tenggorokan
7. Pernafasan
Gejala :
Riwayat adanya/ISK kronis, PPOM, merokok sigaret.
Tanda :
Adanya sputum atau sekret
Perkusi : pekak di atas area yang konsolidasi
Bunyi nafas :menurun atau tidak ada di atas area yang terlibat , atau nafas yang bronkhial
Warna :pucat atau sianosis bibir/kuku
8. Keamanan
Gejala :
Demam (mis :38,5-39,76oC)
Tanda :
Berkeringat
Menggigil berulang, gementar, kemerahan mungkin ada pada kasus rubeola atau varisela
9. Penyuluhan/Pembelajaran
Tanda :
Bantuan dengan perawatan diri: tugas pemeliharaan rumah
Oksigen mungkin diperlukan, bila ada kondisi pencetus.

B. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan proses inflamasi pada saluran pernafasan,
adanya sekret
2. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan obstruksi mekanik dari jalan
nafas oleh sekret, proses inflamasi, peningkatan produksi sekret
3. Nyeri berhubungan dengan proses inflamasi
4. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan penyakit yang dialami oleh anak,
hospitalisasi pada anak
5. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses infeksi
6. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan peningkatan kehilangan cairan
7. Gangguan pola tidur berhubungan dengan sesak dan batuk
8. Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia, intake inadekuat
9. Kurang pengetahuan orang tua tentang proses penyakit berhubungan dengan kurang
informasi

C. Intervensi keperawatan
1. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan proses inflamasi pada saluran pernafasan,
adanya sekret
Tujuan : Pola nafas kembali efektif dengan
Kriteria Hasil : Usaha nafas kembali normal dan meningkatnya suplai oksigen ke paru-paru.
Intervensi:
a. Observasi tanda vital, adanya cyanosis, serta pola, kedalaman dalam pernafasan
Rasional: sebagai dasar dalam menentukan intervensi selanjutnya
b. Berikan posisi yang nyaman pada pasien
Rasional : Semi fowler dapat meningkatkan ekspansi paru dan memperbaiki ventilasi
c. Ciptakan dan pertahankan jalan nafas yang bebas.
Rasional : Untuk memperbaiki ventilasi
d. Anjurkan untuk tidak memberikan minum selama periode tachypnea.
Rasional : Agar tidak terjadi aspirasi
e. Kolaborasi
Pemberian oksigen
Rasional : untuk memenuhi kebutuhan oksigen
Nebulizer
Rasional: Mengencerkan sekret dan memudahkan pengeluaran sekret
Pemberian obat bronchodilator
Rasional: Untuk vasodilatasi saluran pernapasan

2. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan obstruksi mekanik dari jalan
nafas oleh sekret, proses inflamasi, peningkatan produksi sekret.
Tujuan :Bebasnya jalan nafas dari hambatan sekret
Kriteria Hasil : Jalan nafas yang bersih dan patent, meningkatnya pengeluaran sekret,
suara napas bersih
Intervensi:
a. Kaji bersihan jalan napas klien
Rasional : Sebagai indicator dalam menentukan tindakan selanjutnya
b. Auskultasi bunyi napas
Rasional : Ronchi menandakan adanya sekret pada jaan nafas
c. Berikan posisi yang nyaman
Rasional : Mencegah terjadinya aspirasi sekret (semiprone dan side lying position).
d. Lakukan suction sesuai indikasi
Rasional: membantu mengeluarkan sekret
e. Anjurkan keluarga untuk memberikan air minum yang hangat
Rasional: membantu mengencerkan dahak sehingga mudah untuk dikelurkan
f. Kolaborasi
Pemberian ekspectorant
Rasional : Untuk mengencerkan dahak
Pemberian antibiotic
Rasional: Mengobati infeksi sehingga terjadi penurunan produksi sekret

3. Nyeri berhubungan dengan proses inflamasi
Tujuan :Nyeri terkontrol atau menghilang
Kriteria Hasil :Nyeri terkontrol ditandai dengan klien melaporkan nyeri menghilang,
ekspresi wajah rileks, klien tidak gelisah dan rewel
Intervensi :
a. Kaji nyeri yang dirasakan klien , perhatikan respon verbal dan nonverbal
Rasional: sebagai indicator dalam menentukan intervensi selajutnya
b. Anjurkan keluarga memberikan minum air hangat
Rasional: Mengurangi nyeri pada tenggorokan
c. Berikan lingkungan yang nyaman
Rasional: meningkatkan kenyamanan dan meningkatkan istirahat
d. Kolaborasi
Pemberian antibiotik
Rasional: Mengobati infeksi
Pemberian ekspectoran
Rasional : Memudahkan pengeluaran sekret sehingga mengurang rasa sakit saat batuk

4. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan penyakit yang dialami oleh anak,
hospitalisasi pada anak.

Tujuan :Keluarga mengalami pengurangan ansietas dan peningkatan melakukan
koping
Kriteria Hasil :Orang tua mengajukan pertanyaan yang tepat, mendiskusikan kondisi
dan perawatan anak dengan tenang, terlibat secara positif dalam perawatan anak
Intervensi:
a. Kenali kekhawatiran dan kebutuhan orang tua untuk informasi dukungan
Rasional: Sebagai dasar dalam menentukan tindakan selanjutnya
b. Gali perasaan keluarga dan masalah sekitar hospitalisasi
Rasional: Mengetahui masalah dan perasaan yang dirasakan oleh keluarga. Dapat
mengurangi kecemasan
c. Berikan dukungan sesuai kebutuhan
Rasional: dukungan yang adekuat menghasilkan mekanisme coping yang efektif
d. Anjurkan kepada keluarga agar terlibat secara langsung dan aktif dalam perawatan anaknya.
Rasional: Dapat mengurangi rasa cemas karena dapat memantau langsung perkembangan
anaknya
e. Jelaskan terapi yang diberikan dan respon anak terhadap terapi yang diberikan.
Rasional: Peningkatan pengetahuan mengembangkan kooperatif dan mengurangi kecemasan

5. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses infeksi
Tujuan : Tidak terjadi peningkatan suhu tubuh.
Kriteria Hasil : Hipertermi/peningkatan suhu dapat teratasi dengan proses infeksi hilang
Intervensi :
a. Kaji peningkatan suhu tubuh yang dialami oleh klien
Rasional: sebagai dasar dalam menentukan intervensi selanutnya
b. Observasi tanda-tanda vital
Rasional: Pemantauan tanda vital yang teratur dapat menentukan perkembangan perawatan
selanjutnya.
c. Berikan dan anjurkan keluarga untuk memberikan kompres dengan air pada daerah dahi dan
ketiak
Rasional: Dengan memberikan kompres maka akan terjadi proses konduksi / perpindahan
panas dengan bahan perantara .
d. Anjurkan keluarga untuk mempertahankan pemberian cairan melalui rute oral sesuai indikasi
Rasional: Kebutuhan cairan meningkat karena penguapan tubuh meningkat.

e. Anjurkan keluarga untuk menghindari pakaian yang tebal dan menyerap keringat
Rasional: Proses hilangnya panas akan terhalangi untuk pakaian yang tebal dan tidak akan
menyerap keringat.
f. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat antipiuretik
Rasional: Untuk mengontrol panas

6. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan peningkatan kehilangan cairan
Tujuan :Volume cairan tetap seimbang
Kriteria Hasil :Volume cairan tetap seimbang ditandai dengan turgor kulit baik,
membrane mukosa lembab, TTV dalam batas normal
Intervensi :
a. Kaji tanda-tanda dehidrasi
Rasional: Sebagai dasar dalam menentukan tindakan selanjutnya
b. Observasi TTV
Rasional: Perubahan TTV merupakan indicator terjadinya dehidrasi
c. Anjurkan orang tua untuk tetap memberikan cairan peroral
Rasional: Untuk mengganti cairan tubuh yang hilang
d. Jelaskan kepada orang tua pentingnya cairan yang adekuat bagi tubuh
Rasional :Peningkatan pengetahuan mengembangkan kooperatif orang tua dalam tindakan
keperawatan
e. Kolaborasi pemberian cairan parenteral
Rasional: Untuk memenuhi kebutuhan cairan klien
7. Gangguan pola tidur berhubungan dengan sesak dan batuk
Tujuan : Pola tidur kembali optimal
Kriteria Hasil :Pola tidur membaik ditandai dengan orang tua melaporkan anaknya
sudah dapat tidur, klien nampak segar
Intervensi :
a. Kaji gangguan pola tidur yang dialami klien
Rasional: sebagai indicator dalam melakukan tindakan selanjutnya
b. Ciptakan lingkungan yang tenang
Rasional : Mengurangi rangsangan suara yang dapat menyebabkan klien tidak nyaman untuk
tidur
c. Berikan bantal dan seprei yang bersih
Rasional: meningkatkan kenyamanan
d. Kolaborasi
Pemberian obat sedatif
Rasional :membantu klien untuk istirahat
Pemberian antibiotic
Rasional: Mengobati infeksi

8. Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia, intake inadekuat
Tujuan : Tidak terjadi nutrisi kurang dari kebutuhan
Kriteria Hasil : Nutrisi adekuat ditandai dengan nafsu makan klien meningkat, porsi
makan yang diberikan nampak dihabiska, tidak terjadi penurunan berat badan 15-20%
Intervensi :
a. Kaji status nutrisi klien
Rasional: Sebagai indikator dalam menentukan intervensi selanjutnya
b. Timbang berat badan setiap hari
Rasional: Mengetahui perkembangan terapi
c. Berikan diet dalam porsi kecil tapi sering
Rasional: untuk memenuhi kebutuhan nutrisi klien
d. Anjurkan keluarga untuk menyajikan makanan dalam keadaan hangat
Rasional: Meningkatkan nafsu makan
e. Jelaskan kepada keluarga pentingnya nutrisi yang adekuat dalam proses kesembuhan
Rasional : Peningkatan pengetahuan mengembangkan kooperatif keluarga dalam pemberian
tindakan
f. Kolaborasi dengan bagian gizi
Rasional : untuk memenuhi kebutuhan nutrisi klien sesuai kebutuhan

9. Kurang pengetahuan orang tua tentang proses penyakit berhubungan dengan kurang
informasi
Tujuan : Pengetahuan orang tua klien tentang proses penyakit anaknya
meningkat setelah dilakukan tindakan keperawatan
Kriteria Hasil :Pengetahuan orang tua klien meningkat ditandai dengan orang tua
mengerti tentang penyakit anaknya, nampak tidak sering bertanya, terlibat aktif dalam proses
perawatan
Intervensi :
a. Kaji tingkat pengetahuan orang tua klien tentang proses penyakit anaknya
Rasional:sebagai dasar dalam menetukan tindakan selanjutnya
b. Jelaskan pada keluarga klien tentang Pengertian, penyebab, tanda dan gejala, pengobatan,
pencegahan dan komplikasi dengan memberikan penkes.
Rasional: Meningkatkan pengetahuan dan pemahaman keluarga
c. Bantu orang tua klien untuk mengembangkan rencana asuhan keperawatan dirumah sakit
seperti : diet, istirahat dan aktivitas yang sesuai
Rasional: Melibatkan keluarga dalam perencanaan dapat meningkatkan pemahaman keluarga
d. Beri kesempatan pada orang tua klien untuk bertanya tentang hal yang belum dimengertinya
Rasional: Menghindari melewatkan hal yang tidak dijelaskan dan belum dimengerti oleh
keluarga

E. Evaluasi
1. Pola nafas kembali efektif ditandai dengan usaha nafas kembali normal dan meningkatnya
suplai oksigen ke paru-paru.
2. Bebasnya jalan nafas dari hambatan sekret ditandai dengan jalan nafas yang bersih dan
patent, meningkatnya pengeluaran sekret, suara napas bersih
3. Nyeri terkontrol ditandai dengan klien melaporkan nyeri menghilang, ekspresi wajah rileks,
klien tidak gelisah dan rewel
4. Keluarga mengalami pengurangan ansietas dan peningkatan melakukan koping ditandai
dengan orang tua mengajukan pertanyaan yang tepat, mendiskusikan kondisi dan perawatan
anak dengan tenang, terlibat secara positif dalam perawatan anak
5. Tidak terjadi peningkatan suhu tubuh ditandai dengan suhu tubuh dalam batan norma,
keluarga melaporkan anaknya tidak demam
6. Volume cairan tetap seimbang ditandai dengan turgor kulit baik, membrane mukosa lembab,
TTV dalam batas normal
7. Pola tidur membaik ditandai dengan orang tua melaporkan anaknya sudah dapat tidur, klien
nampak segar
8. Nutrisi adekuat ditandai dengan nafsu makan klien meningkat, porsi makan yang diberikan
nampak dihabiska, tidak terjadi penurunan berat badan 15-20%
9. Pengetahuan orang tua klien meningkat ditandai dengan orang tua mengerti tentang penyakit
anaknya, nampak tidak sering bertanya, terlibat aktif dalam proses perawatan








DAFTAR PUSTAKA

Catzel, Pincus & Ian robets. (1990). Kapita Seleta Pediatri Edisi II. alih bahasa oleh Dr. yohanes
gunawan. Jakarta: EGC.
Whalley & wong. (1991). Nursing Care of Infant and Children Volume II book 1. USA: CV.
Mosby-Year book. Inc
DepKes RI. Direktorat Jenderal PPM & PLP. Pedoman Pemberantasan Penyakit Infeksi Saluran
Pernafasan Akut (ISPA). Jakarta. 1992.
Doenges, Marlyn E . Rencana Asuhan Keperawatan: pedoman untuk perencanaan dan
pendokumentasian perawatan pasien
Suriadi,Yuliani R,2001,Asuhan Keperawatan pada Anak,CV sagung Seto,Jakarta
Yu. H.Y. Victor & Hans E. Monintja. (1997). Beberapa Masalah Perawatan Intensif Neonatus.
Jakarta: Balai penerbit FKUI.

You might also like