You are on page 1of 4

OSTEOPOROSIS

1. Definisi
Osteoporosis adalah penyakit tulang sistemik yang ditandai oleh penurunan
densitas massa tulang dan perburukan mikroarsitektur tulang sehingga tulang menjadi
rapuh dan mudah patah. Pada tahun 2001, National Institute of Health (NIH) nengajukan
definisi baru osteoporosis sebagai penyakit tulang sistemik yang ditandai oleh
compromised bone strength sehingga tulang mudah patah.
Osteoporosis dibagi 2 kelompok, yaitu osteoporosis primer dan osteoporosis
sekunder. Osteoporosis primer adalah osteoporosis yang tidak diketahui penyebabnya,
sedangkan osteoporosis sekunder adalah osteoporosis yang diketahui penyebabnya.
Pada tahun 1983, Riggs dan Melton, membagi osteoporosis primer atas osteoporosis
tipe I dan II. Osteoporosis tipe I disebut juga osteoporosis pasca menopause, disebabkan
oleh defisiensi estrogen akibat menopause. Osteoporosis tipe II disebut juga
osteoporosis senilis, disebabkan oleh gangguan absorpsi kalsium di usus sehingga
menyebabkan hiperparatiroidisme sekunder yang mengakibatkan timbulnya
osteoporosis. Tetapi pada tahun 1990-an, Riggs dan Melton, memperbaiki hipotesisnya
dan mengemukakan bahwa estrogen menjadi faktor yang sangat berperan pada
timbulnya osteoporosis primer, baik pascamenopause maupun senilis.

2. Epidemiologi
Dengan meningkatnya usia harapan hidup, maka berbagai penyakit degeneratif
dan metabolik, termasuk osteoporosis akan menjadi problem musculoskeletal yang
memerlukan perhatian khusus terutama di Negara-negara berkembang, trmasuk
Indonesia. Pada survey kependudukan tahun 1990, ternyata jumlah penduduk yg
berusia 55 tahun atau lebih mencapai 9,2%, meningkat 50% dibandingkan survey tahun
1971. Dengan demikian, kasus osteoporosis dengan berbagai akibatnya, terutama
fraktur diperkirakan juga akan meningkat.
3. Etiologi
Osteoporosis merupakan penyakit dengan etiologi multifaktorial. Umur
merupakan salah satu faktor risiko yang terpenting yang tidak tergantung pada densitas
tulang. Setiap peningkatan umur 1 dekade setara dengan peningkatanrisiko
osteoporosis 1,4 1,8 kali. Faktor-faktor risiko yang lain seperti :
3.1. Genetik
Etnis (kaukasia dan oriental lebih banyak dibanding kulit hitam dan
polinesia), wanita lebih banyak dibanding pria, riwayat keluarga
3.2. Lingkungan
Defisiensi kalsium, defisiensi vitamin D, defisiensi protein dan vitamin K,
aktivitas fisik kurang, obat-obatan (kortikosteroid, antikonvulsan,
heparin, siklosporin), merokok, dan alkoholisme
3.3. Hormonal dan penyakit kronik
Defisiensi estrogen, androgen, hipertiroidisme, hiperparatiroidisme
primer, penyakit kronis (sirosis hepatis, gagal ginjal)
3.4. Sifat fisik tulang
Densitas (massa), ukuran dan geometri, komposisi
Selain faktor risiko osteoporosis, maka risiko terjatuh juga harus diperhatikan
karena terjatuh berhubungan erat dengan fraktur osteoporotik. Beberapa faktor yang
berhubungan dengan risiko terjatuh adalah usia tua, ketidakseimbangan, penyakit
kronik seperti sakit jantung, gangguan neurologic, gangguan penglihatan, lantai yang
licin, dsb.
4. Patogenesis
3.1 Osteoporosis tipe I
Setelah menopause, maka resorpsi tulang akan meningkat, terutama pada decade
awal setelah menopause, sehingga insiden fraktur, terutama fraktur vertebra dan radius
distal meningkat. Pertanda resorpsi tulang dan formasi tulang, keduanya meningkat
menunjukkan adanya peningkatan bone turnover. Estrogen juga berperan menurunkan
produksi berbagai sitokin oleh bone marrow stromal cellsl dan sel-sel mononuclear,
seperti IL-1, IL-6, dan TNF- yang berperan meningkatkan kerja osteoklas. Dengan
demikian penurunan kadar estrogen akibat menopause akan meningkatkan produksi
berbagai sitokin tersebut sehigga aktivitas osteoklas meningkat.
Selain peningkatan aktivitas osteoklas, menopause juga menurunkan absorpsi
kalsium di usus dan meningkatkan ekskresi kalsium di ginjal. Selain itu, menopause juga
menurunkan sintesis berbagai protein yang membawa 1,25(OH)
2
D, sehingga pemberian
estrogen akan meningkatkan konsentrasi 1,25(OH)
2
D di dalam plasma. Tetapi
pemberian estrogen transdermal tidak akan meningkatkan sinstesis protein tersebut,
karena estrogen transdermal tidak diangkut melalui hati. Walaupun demikian, estrogen
transdermal tetap dapat meningkatkan absorpsi kalsium di usus secara langsung tanpa
dipengaruhi vitamin D. untuk mengatasi keseimbangan negatif kalsium akibat
menopause, maka kadar PTH akan meningkat pada wanita menopause, sehingga
osteoporosis akan semakin berat.
3.2 Osteoporosis tipe II














Usia lanjut
Defisiensi vit. D
aktivitas 1- hidroksilase
Resistensi vit. D
absorpsi Ca di
usus
Hiperparatiroidis-
me sekunder
akivitas fisik
reabsorpsi Ca di
ginjal
fraktur
sekresi estrogen sekresi GH dan
IGF-1
Gangguan fungsi osteoblas
osteoporosis
risiko terjatuh (
kekuatan otot, aktivitas
otot, medikasi, gang.
Keseimbangan, gang.
Penglihatan, dll.
Turnover tulang
5. Manifestasi klinik

6. Pemeriksaan
7. Diagnosis
8. Penatalaksanaan
9. Prognosis
10. Daftar pustaka

You might also like