You are on page 1of 7

Sebuah perbandingan dari WHO guidelines tahun 1997 dan tahun 2009 mengenai demam dengue

Abstrak
Tujuan: untuk membandingkan WHO guidelines yang orisinil (1997) dan yang direvisi (2009) pada
pasien dengue
Metode: pasien dewasa dengan serologi IgM dengue positif, dan terdiagnosa dengue dimasukkan
pada studi di Universitas rumah sakit Aga Khan dengan periode selama 3 tahun dari Januari 2005
sampai Desember 2007. Data yang berhubungan dengan pasien dengue ini diambil dari medikal
rekord mereka. Asisten peneliti kemudian mencocokkan dan menghitung data-data yang sesuai
dengan guidelines. Analisis statistik menggunakan SPSS 19.
Hasil : total pasien dengan diagnosis dengue adalah 612, tapi hanya 439 (71,73%) memiliki IgM
positif. Median umur dari 439 pasien ini 28 tahun(interquartile range: 18) dan kebanyakan dari
mereka adalah laki-laki, 295 (67%). Menurut guidelines 1997, 383 (87%) pasien dikelompokkan
memiliki dengue, sedangkan berdasarkan guidelines 2009, semua dari 439 pasien (100%) ini
dikelompokkan dengan infeksi dengue. Berdasarkan WHO 1997, 21 (5,5%) kasus dikelompokkan
sebagai dengue shock syndrome, sedangkan WHO 2009 menunjukkan 88 kasus (20%) adalah severe
dengue. Ada kesepakatan pada kedua guidelines hanya pada 11 kasus yang berat, menunjukkan
perbedaan hasil diantara keduanya.
Kesimpulan: dengan menggunakan guidelines 2009, seorang dokter akan mengelompokkan lebih
banyak pasien dengue dengan penyakit yang berat
Kata kunci: Pakistan, Dengue, WHO guidelines. (JPMA 63: 670; 2013)

Pendahuluan
Infeksi dengue disebabkan oleh Flavivirus dan disebarkan melalui nyamuk Aedes aegepty. Virus
menginfeksi lebih dari 50 juta orang di dunia, menyebabkan angka kematian diatas 24,000 pertahun.
Milyaran orang masih terekspos penyakit ini di daerah Afrika, Mediterania Utara, Asia Tenggara,dan
regional Pacific Barat.
Presentasi klinis dari pasien dengue bervariasi mulai dari sembuh sendiri, penyakit demam akut yang
tidak spesifik sampai ke sindrom yang ditandai perdarahan, deplesi volume intravaskuler berat, dan
syok. Dengan presentasi yang samar-samar ini, dapat menghambat identifikasi awal dari infeksi
berat, menyebabkan keterlambatan intervensi untuk penyelamatan jiwa. Untuk mendukung klinisi
membuat triage decisions, WHO mengumumkan dengue infection triage dan pedoman penanganan
dengue pada tahun 1997. Hal ini berdasarkan data dari populasi pediatrik di Bangkok, dan membagi
sindrom klinisnya menjadi Dengue Fever (DF), Dengue Haemorragic Fever (DHF), dan Dengue Shock
Syndrom (DSS). Versi revisi dari guideline dipublikasikan tahun 2009 untuk mengenali sensivitas
rendah pada pasien dengan resiko tinggi dan juga lebih inklusif pada pasien dewasa. Klasifikasi baru
ini, untuk sementara tetap mempertahankan 3 grade derajat berat, membagi infeksi dengue
menjadi dengue without sign (dengue tanpa tanda-tanda bahaya), dengue with warning signs
(dengue dengan tanda-tanda bahaya), dan severe dengue (dengue berat).
Pakistan telah mengalami epidemic mayor dari infeksi dengue sejak tahun 1995. Rumah sakit,
terutama departemen Emergensi telah mengalami gelombang besar dari jumlah pasien dengue.
Pada awal epidemik, triage decisions diambil berdasarkan penilaian klinisi, kemudian WHO
guidelines pelan-pelan diterima sebagai alat untuk mengambil keputusan. Studi baru dengan
pengaturan lain yang dipublikasikan telah menunjukkan akurasi yang lebih baik dari guidelines yang
direvisi. Studi ini dilakukan untuk membandingkan hasil dari WHO guidelines 1997 dan 2009
berdasarkan hasil IgM dengue dengan aturan kami.

Pasien dan Metode
Ini adalah serial kasus dari pasien dengue yang diambil secara retrospective chart review pada
Rumah Sakit Universitas Aga Khan (AKUH) Karachi Pakistan. Semua pasien dewasa dengan diagnosis
yang memiliki serologi IgM positif dari januari 2005 sampai Desember 2007 dimasukkan pada studi
ini. Kasus dengan informasi yang tidak lengkap mengenai sign, simptomp dan hasil lab dikeluarkan.
Dengan menggunakan alat standar, asisten peneliti yang terlatih mengekstraksi data yang
berhubungan dengan gambaran klinis, hasil laboratorium, diagnosa pada saat masuk di ED dan
diagnosis dari rumah sakit dengan test serologi (IgM anti dengue). Pada pengaturan klinis studi saat
ini, kami melakukan test IgM pada semua pasien yang dicurigai. Anti IgM positif pada hari ke lima
penyakit dengue dan dapat bertahan sampai 90 hari.
Tidak ada pasien yang melakukan Polymerase Chain Reaction (PCR) test atau kultur virus. Setiap
pasien diklasifikasikan oleh asisten peneliti berdasarkan guidelines 1997 (Dengue Fever, Dengue
Haemorragic Fever, dan Dengue Shock Syndrome) dan guidelines 2009 ( dengue without warning
sign, dengue with warning sign dan severe dengue) dengan menggunakan definisi standar.






Tiga kategori dari dengue yang digunakan pada setiap guidelines adalah minor, moderate dan severe.
Minor dengue digunakan untuk DF (guidelines 1997) dan dengue without warning signs (guidelines
2009); moderate dengue untuk DHF (1997) dan dengue with warning signs (2009); dan severe
dengue untuk DSS (1997) dan severe dengue (2009)
Analisis deskriptif dilakukan menggunakan SPSS versi 19 dan frekuensi serta persentase dihitung.
Median dengan Interquartil range (IQR) dengan data miring seperti umur dan hitung trombosit,
sedangkan Mean + standar deviasi (SD) digunakan untuk data normal. Persetujuan etik diperoleh
dari institusi komite review etik.

Hasil
Total 612 pasien dengan diagnosa dengue, 439 (71,73%) diantaranya memiliki IgM positif.
Berdasarkan guidelines 1997, 383 (87%) pasien diklasifikasikan terkena dengue. Di lain pihak,
guidelines 2009 mengklasifikasikan 439 (100%) pasien sebagai infeksi dengue.



Dari 56 kasus (13%) yang tidak dimasukkan sebagai dengue menggunakan guidelines 1997, 30 orang
(54%) diklasifikasikan sebagai probable dengue without warning sign, 19 (34%) diklasifikasikan
menjadi dengue with warning signs, dan 7 (12%) sebagai severe dengue menggunakan guidelines
2009.
Median umur dari partisipan adalah 28 tahun(IQR 18); 295 (67%) adalah laki-laki. Semua pasien
dipulangkan dari rumah sakit kecuali seorang pasien yang meninggal. Hanya 167 (38%) pasien
memiliki tiga atau lebih simptom dari riwayat penyakitnya. Paling banyak (n 248; 56%) tidak memiliki
gejala pada pemeriksaan.

Semua pasien mengalami demam (100%), muntah 281 (64%), dan sakit badan 173 (39%). Rash
(27%), petechiae (10%) dan purpura (1%) timbul pada sedikit jumlah pasien.

Tabel 3 menunjukkan perbandingan diantara kedua guidelines. Kedua guidelines mengklasifikasikan
kira-kira 50% kasus sama dengan minor, moderate dan severe dengue (tabel 2). WHO 1997
mengklasifikasikan 21 (5,5%) kasus sebagai DSS sedangkan WHO 2009 mengklasifikasikan 81 (21%)
kasus sebagai severe dengue, dengan kesamaan hanya 11 (52,4%) kasus berat oleh kedua guidelines.
Hasil yang mengejutkan ternyata lebih dari seperempat kasus (29%) yang diklasifikasikan sebagai
moderate oleh guidelines 1997, dinyatakan severe dengue menurut guidelines 2009.

Diskusi
Kami tidak hanya menemukan perbedaan antara guidelines 1997 dan 2009 tentang akurasi diagnosis
dari dengue, tapi juga tentang penilaian beratnya kasus. Terdapat peningkatan empat kali lipat pada
diagnosis dari dengue berat menggunakan guidelines 2009 dibandingkan guidelines 1997.
Hal yang menghambat diagnosis cenderung lebih tinggi pada pengaturan kami dimana penyakit
demam lain yang lebih umum. Penyakit seperti demam typhoid, atau malaria berkontribusi sebagai
major bulk dari praktek klinis akut di Pakistan dan, seperti dengue, penyakit-penyakit ini timbul
dengan demam yang tidak spesifik, sedikit tanda-tanda atau simptom dan gambaran darah
menunjukkan WBC dan trombosit yang rendah. Gejala atipikal seperti nyeri abdomen, muntah,
diare, batuk dan sakit kepala menyerupai demam enterik dilaporkan di studi lain dari Pakistan,
membuat diagnosa klinis menjadi lebih sulit. Pada pengaturan endemis, infeksi bersamaan seperti
dengue dan malaria dapat menyesatkan penilaian awal dokter. Koeksistensi dari malaria dan dengue
dilaporkan pada range 20% sampai setinggi 80%. Ketika pemeriksaan malaria telah tersedia , test
diagnosa untuk dengue (IgM) tidak tersedia ataupun tidak dapat mendeteksi dengue pada hari-hari
awal dari onset penyakit, membuat bias diagnosa klinis dari malaria.
Pasien pada pengaturan kita mulai cenderung menggunakan antibiotik dan obat-obatan lain baik
dengan konsultasi kepada dokter umum atau pun mereka sendiri. Di Pakistan, tidak ada pengaturan
peresepan yang ketat dan obat dapat tersedia dengan mudah di semua tempat. Pasien mengunjungi
rumah sakit hanya ketika keadaan mereka memburuk, dan hal ini menyebabkan kesulitan dokter
untuk mendiagnosa dengan tepat. Waktu juga mempengaruhi keakuratan diagnosa walaupun
menggunakan WHO guidelines. Leo at al melaporkan peningkatan keakuratan diagnosa oleh WHO
guidelines dari 14% sampai 32% dan 61% sampai 79% dari hari pertama sampai hari ke tujuh dari
pertama masuk rumah sakit menggunakan WHO guidelines 1997 dan 2009 berturut-turut. Sebuah
studi dari Karachi, menunjukkan hampir seperempat dari anak-anak dengan diagnosa akhir DF
diawali sebagai demam yang tidak jelas. Hal yang sama pada Vietnam, sepertiga kasus dengan DF
didiagnosa awal sebagai demam akut yang tidak jelas.
Guidelines yang direvisi ternyata diketahui dapat lebih baik dalam mendiagnosa secara keseluruhan
pada kasus dengue, khususnya pasien dengan penyakit dalam bentuk yang berat. Hal ini dikuatkan
oleh studi dengan pengaturan lain, baik dewasa maupun anak-anak. DENCO, sebuah studi multi
country prospektive, menemukan perbandingan hasil dimana 15% pasien dengan syok secara klinis
tidak secara tepat diklasifikasikan oleh guidelines 1997 sebagai kasus berat. Mungkin salah satu
alasannya, ahli pediatrik fokus pada guidelines 1997 terbatas aplikasinya pada populasi dewasa. The
2009 classification memasukkan lebih banyak tanda-tanda yang mengkhawatirkan yang tidak
spesifik seperti perubahan status mental, nyeri perut dan keterlibatan organ lain seperti liver.
Studi ini memiliki beberapa keterbatasan. Yang pertama, studi ini berdasarkan data retrospektif yang
diambil dari medikal rekord.tidak semua pemeriksaan, contohnya test torniquet, secara umum
dimasukkan ke medikal rekord. Yang kedua, kami tidak dapat memasukkan pasien dengue yang
telah salah diagnosa dan dipulangkan ke rumah dan juga pasien yang dipulangkan karena mereka
mempunyai penyakit ringan. Yang ketiga, kami tidak tahu jika secara individu dokter telah
menerapkan guidelines atau bahkan tidak tahu tentang guidelines.

Kesimpulan
Dengan menggunakan WHO guidelines 2009, seorang dokter akhirnya dapat mengklasifikasikan
lebih banyak pasien dengue yang memiliki moderate atau severe disease dibandingkan guideline
1997. Penyebarluasan penggunaan guidelines ini perlu didorong antara dokter-dokter.

You might also like