You are on page 1of 4

MATA KULIAH TEKNOLOGI PERBENIHAN

PENGARUH TINGKAT KADAR AIR DAN JENIS KEMASAN TERHADAP DAYA


SIMPAN BENIH KACANG PANJANG (Vigna sinensis) dan FFECT OF STORAGE
TEMPERATURE ON SEED GERMINATION ON SOYBEAN (Glycine max)






Disusun Oleh
Kelompok 2


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Benih yang memiliki mutu baik merupakan salah satu kunci sukses produksi. Dalam negara yang
sedang berkembang, kurang tersedianya benih bermutu sering kali menjadi factor penghambat
bagi perkembangan industry produksi benih. Tersedianya benih bermutu dipengaruhi oleh factor
seperti penyediaan varietas unggul, teknologi produksi benih, penanganan benih pasca panen
(teknologi pengolahan), dan pemasaran.
Perkembangan industri benih untuk menghasilkan benih bermutu ditunjang oleh beberapa faktor
yaitu meningkatnya jumlah varietas baru yang tersedia, perkembangan sertifikasi benih dan
program perundangan perbenihan, perkembangan teknologi penanganan benih pasca panen,
pengetahuan yang lebih baik tentang mutu benih, adanya seed grower (produsen benih). Salah
satu faktor penentu benih bermutu dan layak dipasarkan yaitu teknologi dalam mengolah benih.
Teknologi pengolahan benih merupakan faktor essensial dalam menentukan benih hasil panen
layak dipasarkan atau tidak. Hal ini berkaitan dan akan mempengaruhi dengan kehilangan hasil
dari proses pemanenan, kondisi benih secara fisik, kimia dan biologi. Benih bermutu tinggi dapat
diperoleh bila panen dilakukan pada saat masak fisiologis, karena pada saat itu benih mempunyai
bobot kering dan vigor yang maksimum (Hasanah dan Rusmin 1993).
Benih yang telah masak lebih mudah dipanen dan dibersihkan dengan kehilangan hasil yang
minimal. Panen sebelum benih masak dimana kadar air benih masih tinggi dapat menyulitkan
terutama dalam perontokan dan pembersihan, sedangkan setelah lewat masak mutu benih dapat
berkurang karena pengaruh cuaca buruk, rebah, dan rontoknya benih. Dengan proses pengolahan
benih yang tepat, maka hasil yang didapatkan akan lebih maksimal setelah pemanenan dari
lapangan. Benih dapat layak dipasarkan ke konsumen petani dan nilai produksi untuk industri
benih akan meningkat secara tidak langsung.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Benih sayuran dikelompokkan menjadi dua grup sesuai dengan kondisi benih saat panen,yaitu:
(1) benih kering (dry seeds), dipanen setelah kering di tanaman seperti pada buncis, okra,onion,
selada, wortel, jagung manis; dan (2) benih dari buah basah (seeds of fleshy fruits). Adadua tipe
benih dari buah basah: a) berlendir (mucilaginous layer) pada tomat, mentimun, dan (b)tidak
berlendir pada cabai, terong. Untuk grup dry seeds, pengeringan dilakukan di bawahmatahari,
dirontok secara manual, kemudian dibersihkan. Ekstraksi benih dari buah basah(misalnya
tomat)dilakukan dengan cara fermentasi 1-2 hari pada suhu 22-270C.
a. Pengeringan (Drying)
Pengeringan perlu dilakukan segera setelah benih dipanen, karena makin lama penundaan
pengeringan, kualitas benih yang dihasilkan makin menurun (Hasanah 1987). Pengeringan benih
sampai kadar air aman segera setelah panen untuk mencegah perkecambahan, dan
mempertahankan viabilitas dan vigor benih selama penyimpanan; jika tidak deteriorasi akan
terjadi secara cepat karena pertumbuhan/ aktivitas mikroba, dan pemanasan. Pengeringan benih
dapat dilakukan secara alami dengan penjemuran di bawah matahari, atau secara buatan dengan
drying box. Apabila kadar air benih ketika dipanen > 20% maka suhu pengeringan maksimum
300C, kemudian suhu dinaikkan sampai kisaran 35-400C. Pengeringan dilakukan sampai kadar
air benih turun menjadi + 8%.
Mutu benih ditingkatkan melalui pengolahan (seed processing) dengan dua cara: (1) pemisahan
benih (separation) dari biji tanaman lain, biji gulma, dan bahan inert, (2) peningkatan mutu
(upgrading) atau eliminasi benih bermutu rendah. Tujuan utama pengolahan benih adalah untuk
memperoleh persentase maksimum benih murni dengan daya berkecambah maksimum. Benih
dapat dipisahkan secara mekanis hanya jika berbeda dalam karakteristik fisik, antara lain:
ukuran, panjang, lebar, ketebalan, bentuk, berat (specific gravity), tekstur permukaan, warna.
Pencampuran mekanis selama panen, pengeringan, dan prosesing harus dihindari.
b. Pengemasan, Penyimpanan, dan Pengiriman
Benih harus dikemas dan diberi label sebelum disimpan. Bahan kemasan (packaging material)
merupakan faktor utama yang mengatur kadar air benih dalam penyimpanan. Aluminium foil
adalah kemasan benih terbaik dibandingkan plastik atau kertas. Kadar air benih
berkesetimbangan (equilibrium) dengan kelembapan (RH) udara sekitar. Kadar air benih dalam
penyimpanan dapat lebih tinggi atau lebih rendah tergantung pada RH dan permeabilitas bahan
kemasan terhadap air.
Benih berkualitas tinggi memiliki daya simpan yang lebih lama daripada benih berkualitas
rendah. Kualitas benih tidak dapat diperbaiki dengan perlakuan penyimpanan, karena
penyimpanan hanya bertujuan untuk mempertahankan kualitas benih (Hasanah 1987).
Selama penyimpanan, benih mengalami penurunan mutu (deteriorasi) yang disebabkan oleh RH
dan suhu tinggi (abiotik), aktivitas mikroba (cendawan, bakteri), insek, kutu, tikus (biotik). Dua
faktor terpenting yang mempengaruhi periode hidup benih adalah kadar air benih (efek dari RH)
dan suhu. Pada umumnya benih kehilangan viabilitas secara cepat pada RH mendekati 80% dan
suhu 25-300C, tetapi dapat bertahan lebih dari 10 tahun pada RH < 50% dan suhu < 50C.
Harringtons rules of thumb (1973) menjelaskan bahwa periode hidup benih menjadi dua kali
lipat atau setengahnya setiap penurunan atau peningkatan kadar air 1%. Untuk menurunkan RH
atau membuat ruang simpan menjadi kering, dapat digunakan desikan, antara lain silica gel,
CaCl (dapat diaktifkan kembali dengan pemanasan), kapur tohor, abu gosok, arang. Selain RH
ruang simpan atau kadar air benih, suhu ruang simpan juga berpengaruh terhadap viabilitas
benih. Menurut Harrington, periode hidup benih menjadi dua kali lipat atau setengahnya setiap
penurunan atau peningkatan suhu 5.60C. Ruang penyimpanan selain harus kering dan sejuk, juga
harus bersih, serta didesinfektan dan difumigasi bilamana diperlukan. Selama pengiriman, benih
diusahakan tidak terkena hujan dan kondisinya tetap kering (Hasanah et al.2004b).

BAB III
PEMBAHASAN
PENGARUH TINGKAT KADAR AIR DAN JENIS KEMASAN TERHADAP DAYA SIMPAN
BENIH KACANG PANJANG (Vigna sinensis)

Tujuan utama penyimpanan benih yaitu untuk menjamin persediaan benih yang bermutu untuk
ditanam pada musim berikutnya, atau untuk suatu program penanaman bila diperlukan. Pada saat
benih disimpan, banyak faktor yang mempengaruhi antara lain umur benih, faktor genetik,
fisiologis serta kerusakan sebelum atau selama penyimpanan. Pengaruh genetik secara tidak
langsung merupakan faktor kerentanan yang dapat menurunkan viabilitas benih. Sedang faktor
fisiologis yaitu benih yang kurang masak mempunyai kemampuan daya simpan yang pendek
dibandingkan dengan benih yang di panen pada saat masak fisiologis. Penurunan daya simpan ini
dikaitkan dengan kegagalan dalam penyelesaian proses pemasakan antara lain pertumbuhan
embrio yang kurang sempurna, kurangnya perlindungan terhadap pengeringan dll.
Dalam mengendalikan mutu benih sesuai SK Dirjen Hortikultura No.31..A/HK.050/6/07 tentang
pedoman sertifikasi benih hortikultura, dimana untuk kacang panjang kelas benih Benih BD,BP
dan BR yaitu KA : 11% sedangkan KM : 99% untuk BD dan BP dan untuk BR 98%. Daya
berkecambah (DB) kelas BD , BP dan BR 80%. Berkaitan dengan hal tersebut Laboratorium
Balai Besar Pengembangan Pengujian Mutu Benih Tanaman Pangan dan Hortikultura melakukan
pengembangan metode tentang pengaruh Tingkat kadar air terhadap daya simpan benih Kacang
Panjang.
Tujuan dari Pengembangan Metode ini adalah Untuk mengetahui pengaruh tingkat kadar air,
jenis kemasan dan periode simpan terhadap mutu benih kacang panjang (Vigna sinensis). Benih
kacang panjang yang digunakan adalah varietas Maron. Benih disimpan pada suhu ruang, selama
periode penyimpanan ( suhu 26 - 31C, rH 50 80 %). Lokasi penyimpanan di BBPPMBTPH
Cimanggis.
Percobaan ini menggunakan 2 (dua) jenis kemasan yaitu plastik polyethilen dan Alumunium foil
masingmasing jenis kemasan menggunakan 2 (dua) faktor yaitu faktor tingkat kadar air (M)
dengan 3 tingkat (M1 =8,8%, M2 =9,1%, M3 =10,1%) dan Faktor periode simpan (P) yaitu
selama 9 bulan.
Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan jumlah
kombinasi perlakuan untuk masing masing kemasan yaitu kadar air (M) x periode simpan (T)
yaitu 3x9 : 24 satuan percobaan yang diulang 3 kali dengan masing masing contoh sebanyak 500
gram. Pengamatan dilakukan setiap bulan untuk masingmasing tingkat kadar air dengan
parameter pengujian kadar air dan daya berkecambah. Berdasarkan hasil analisa statistik
menggunakan Program SAS hasil pengujian kadar air dan Daya berkecambah dapat dilihat pada
Tabel 1.

You might also like