You are on page 1of 27

CASE PRESENTATION

A. Identitas Pasien
- Nama : Dwi Reski Maulana
- M R : 661432
- T T L : 17 januari 2014 (3 bulan)
- Jenis kelamin : Laki - laki
- Perawatan : Lontara 3 AD K4B3
- Masuk RS : 5 Mei 2014
- Jaminan : JKN

B. Anamesis
KU : Celah pada bibir dan gusi
AT : Dialami sejak lahir
Riwayat sekarang: demam (-), batuk (-), muntah (-)
Riwayat keluarga dengan penyakit yang sama disangkal
Riwayat kehamilan ibu: ANC tiap sekali sebulan di dokter spesialis
obgyn rumah sakit majenne dan mendapatkan vitamin dan
suplemen, ada riwayat ibu minum obat-obatan pada trimester 2
yaitu paracetamol, amoxicilin, GG, DMP, minum jamu selama
masa kehamilan disangkal, ada riwayat trauma pada umur
kehamilan bulan kedua dimana ibu pasien jatuh terpeleset namun
tidak ada perdarahan dan tidak menimbulkan keluhan.
Riwayat persalinan:
Ibu menikah saat usia 23 tahun, melahirkan anak pertama pada usia
24 tahun dan anak kedua(pasien) pada usia 29 tahun. Pasien lahir
dengan usia kehamilan 32 minggu dengan BBL : 2,3 kg PBL: 48
cm
C. Pemeriksaan Fisik
Status Generalis :
Sakit Ringan / Gizi Cukup / Sadar
Status Vitalis :
T = 90/60 mmHg, HR = 118x/i, P = 24x/i, S = 37.1
o
C
Status Lokalis
Regio labio superior
I : tampak celah dan malformasi pada labio sinistra sampai
alveolar, tidak ada edema, tidak ada perdarahan, tidak ada
massa tumor








A. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
WBC 9,3
RBC 3,5
HGB 9,0
HCT 27,8













B. Resume
Balita laki-laki usia 3 bulan MRS dengan keluhan celah pada labia
superior sinistra sampai alveolar, yang dialami sejak lahir . Riwayat
kontrol kehamilan (ANC) ke dokter spesialis obgyn tiap bulan, kelainan
dan penyakit selama kehamilan pada bulan kedua dimana ibu pasien
menderita demam dan batuk dan mendapat pengobatan dari dokter selama
3 hari( DMP, paracetamol, GG, amoxicillin) dan tidak mengkonsumsi
jamu.
Pemeriksaan fisik tanda vital dalam batas normal. Pada status lokalis
inspeksi ditemukan malformasi dan celah pada labionasal sinistra sampai
alveolar.



PLT 429
CT/BT 7/3
PT/ APTT 11,5/11,5 28,9/23,8
Ur/Cr 10/0,28
SGOT/SGPT 54/28
NA/K/Cl 137/5,4/104
HbsAg Non Reactive
GDS 91
C. Diagnosis

Labiognatoschisis unilateral komplit sinistra
Sistem LAHSHAL : -----AL

D. Terapi
Labioplasty



PENDAHULUAN
Celah bibir dan palatum (cleft lip and palate/ CLP) atau suatu kelainan bawaan
yang terjadi pada bibir bagian atas serta langit-langit lunak dan langit-langit keras
mulut. Kelainan ini adalah suatu ketidaksempurnaan pada penyambungan bibir bagian
atas, yang biasanya berlokasi tepat dibawah hidung. Gangguan ini dapat terjadi bersama
celah bibir dan langit-langit. Kelainan ini adalah jenis cacat bawaan yang disebabkan
oleh gangguan pembentukan oragan tubuh wajah selama kehamilan.
1,2,3
Insidensi celah bibir dengan atau tanpa celah langit-langit bervariasi tergantung
dari etnis, dimana insiden pada orang asia lebih besar daripada pada orang kulit putih dan
kulit hitam. Secara umum angka kejadian celah bibir dengan atau tanpa celah langit-langit
1:750-1000 kelahiran, insidensi pada ras Asia 1:500 kelahiran, ras Caucasian 1:750
kelahiran, ras African American 1:2000 kelahiran. Variasi celah bibir lebih sering terjadi
pada anak laki-laki, sementara celah langit-langit lebih sering pada anak perempuan.
Insidensi bibir sumbing di Indonesia belum diketahui.
3
Kelainan ini sebaiknya secepat mungkin diperbaiki karena akan mengganggu
pada waktu menyususui dan akan mempengaruhi pertumbuhan normal rahang serta
perkembangan bicara. Penatalaksanaan CLP adalah operasi. Bibir sumbing dapat ditutup
pada semua usia, namun waktu yang paling baik adalah bila bayi berumur 10 minggu,
berat badan mencapai 10 pon, Hb > 10g%. Dengan demikian umur yang paling baik
untuk operasi sekitar 3 bulan.
3,4
Cacat tetap bila tidak dilakukan rekontruksi akan menyebabkan masa depan yang
suram dan rendah diri selamanya. Tujuan operasi celah bibir adalah untuk menutup celah
pada bibir sehingga didapatkan bibir yang mendekati normal baik dalam fungsi maupun
bentuk untuk memperbaiki penampilan.
5




TINJAUAN PUSTAKA
1. Embriologi
Celah bibir dan langitan terjadi ketika jaringan yang membentuk bibir dan langit-
langit gagal bersatu selama perkembangan embrio. Terdapat dua tipe celah yaitu celah
bibir dengan atau tidak diikuti dengan celah langitan dan celah langitan terisolasi.
Keduanya adalah akibat fusi pada dua tahap perkembangan orofacial yang berbeda.
Pembentukan bibir dan palatum durum lengkap dalam minggu ke delapan dari masa
embrio dan palatum molle dan uvula lengkap dalam minggu kedua belas.
1, 4
Celah bibir berasal dari gagalnya fusi pada usia 4-6 minggu dalam kandungan
antara prosesus nasalis medialis, lateralis dan premaksila sedangkan celah langitan
berasal dari gagalnya fusi pada usia 8 minggu dalam kandungan antara pembengkakan
palatum lateral/ palatal shelves.
4
Untuk mengetahui pathogenesis terjadinya celah bibir dan langitan adalah
penting untuk mengetahui proses perkembangan embriologi orofacial yang normal.
4


Gambar 1. Wajah dilihat dari aspek Frontal. A, Embrio 5 minggu. B, Embrio 6 minggu. Tonjol
nasal sedikit demi sedikit terpisah dari tonjol maxila dengan alur yang dalam.

Pada akhir minggu keempat, terbentuk lima buah tonjolan pada daerah wajah
yang mengelilingi satu rongga mulut primitif yang disebut stomodeum. Tonjolan wajah
ini disebut juga prosesus fasialis terdiri dari dua buah tonjolan maksila / prosesus
maxillaris (terletak dilateral stomodeum), dua buah tonjolan mandibula/ prosesus
mandibularis (arah kaudal stomodeum) dan tonjolan frontonasalis / prosesus frontonasalis
(ditepi atas stomodeum).
4
Prosesus fasialis ini merupakan akumulasi sel mesenkim di bawah permukaan
epitel, yang berperan besar dalam tumbuh kembang struktur orofasial. Adapun kelima
prosesus tersbut memiliki peran penting dalam pembentukan wajah yaitu prosesus
frontonasalis membentuk hidung dan bibir atas, prosesus maksilaris membentuk maksila
dan bibir dan prosesus mandibularis membentuk mandibula dan bibir bawah.
4
Pada minggu ke lima di daerah inferior prosesus frontonasalis akan muncul nasal
placode. Proliferasi mesenkim pada kedua sisi nasal placode akan menghasilkan
pembentukan prosesus nasalis medialis dan lateralis. Diantara pasangan prosesus tersebut
akan terbentuk nasal pit yang merupakan lubang hidung primitif. Prosesus maxilaris
kanan dan kiri secara bersamaan akan mendekati prosesus nasalis lateral dan medial.
Selama dua minggu berikutnya prosesus maxillaris akan terus tumbuh ke arah tengah dan
menekan prosesus nasalis medialis ke arah midline. Kedua prosesus ini kemudian akan
bersatu dan membentuk bibir atas. Prosesus nasalis lateralis tidak berperan dalam
pembentukan bibir atas tetapi berkembang terus membentuk ala nasi.
4
Kegagalan fusi sebagian atau seluruh prosesus maxillaris dengan prosesus
nasalis medialis dapat menyebabkan celah pada bibir dan alveolus baik unilateral maupun
bilateral.
4

Gambar 2. A, Embrio 7 minngu B, Embrio 10 minggu. Tonjol maksila berangsur-angsur
bergabung dengan lipatan nasal dan alur terisi dengan mesenkim.


Pada minggu keenam terbentuk lempeng palatum / palatal shelves dari prosessus
maxillaris. Kemudian pada minggu ketujuh lempeng palatum akan bergerak kearah
medial dan horizontal dan berfusi membentuk palatum sekunder. Dibagian anterior,
kedua palatal shelves ini akan menyatu dengan palatum primer. Pada daerah penyatuan
ini terbentuklah foramen insisivum. Proses penyatuan lempeng palatum dan palatum
primer ini terjadi antara minggu ke 7 sampai minggu ke 10.
4

Celah pada palatum primer terjadi karena kegagalan mesoderm invaginasi ke
dalam celah diantara prosesus maxillaris dan prosesus nasalis medialis sehingga proses
penggabungan diantara keduanya tidak terjadi. Sedangkan pada celah pada palatum
sekunder diakibatkan karena kegagalan palatal shelves berfusi satu sama lain.
4

Gambar 3. Gambaran Frontal Embrio Usia 6
1
/
2
Minggu-10 Minggu. A) Gambaran frontal embrio
usia 6
1
/
2
minggu. Palatine shelves berada di posisi vertical pada tiap sisi lidah. B) Gambaran
ventral embrio usia 6
1
/
2
minggu

Gambar 4. Gambaran frontal kepala embrio usia 7
1
/
2
minggu. Maxillary prominences telah
menyatu dengan medial nasal prominence

Gambar 5. A) Gambaran frontal kepala embrio usia 10 minggu. B) Kedua lempeng langit-langit
sudah bersatu satu sama lain juga dengan nasal septum.

CLEFT LIP AND PALATE
1.Definisi
Suatu kelainan bawaan yang terjadi pada bibir bagian atas serta palatum mole dan
palatum durum. Kelainan ini adalah suatu ketidaksempurnaan pada penyambungan bibir
bagian atas, yang biasanya berlokasi tepat dibawah hidung.
8


2. Prevalensi Celah bibir dan langitan
Perbedaan ras, geografis dan etnik mempengaruhi prevalensi celah bibir dan
langitan. Diseluruh dunia, celah orofasial terjadi pada 1 tiap 700 kelahiran dan prevalensi
celah bibir dengan atau tanpa celah langitan jauh lebih banyak daripada celah langitan
terisolasi.
8

Prevalensi celah bibir dan langitan paling tinggi pada ras kulit putih dan paling
sedikit pada ras kulit hitam. Secara umum angka kejadian celah bibir dengan atau tanpa
celah langit-langit 1:750-1000 kelahiran, insidensi pada ras Asia 1:500 kelahiran, ras
Caucasian 1: 750 kelahiran, ras African American 1:2000 kelahiran. Variasi celah bibir
lebih sering terjadi pada anak laki-laki, sementara celah langit-langit lebih sering pada
anak perempuan. Insidensi bibir sumbing di Indonesia belum diketahui. Dengan demikian
membutuhkan kerja keras dari berbagai pihak untuk dapat mengetahui secara pasti
prevalensi celah bibir dan langitan secara akurat mengingat perbedaan ras, geografis dan
etnik yang sangat luas sehingga pengumpulan data disuluruh dunia amat sukar dilakukan.
3

3.Etiologi
Etiologi celah bibir adalah multifaktorial dan etiologi celah bibir belum dapat
diketahui secara pasti. Pembentukan bibir terjadi pada masa embrio minggu keenam
sampai minggu kesepuluh kehamilan. Penyebab kelainan ini dipengaruhi berbagai faktor,
disamping faktor genetik sebagai penyebab celah bibir, juga faktor non genetik yang
justeru lebih sering muncul dalam populasi, kemungkinan terjadi satu individu dengan
individu lain berbeda.
6
1. Faktor genetik
Faktor herediter mempunyai dasar genetik untuk terjadinya celah bibir telah
diketahui tetapi belum dapat dipastikan sepenuhnya. Kruger (1957) mengatakan sejumlah
kasus yang telah dilaporkan dari seluruh dunia tendensi keturunan sebagai penyebab
kelainan ini diketahui lebih kurang 25-30%. Dasar genetik terjadinya celah bibir
dikatakan sebagai gagalnya mesodermal berproliferasi melintasi garis pertemuan, di mana
bagian ini seharusnya bersatu dan biasa juga karena atropi dari pada epithelium ataupun
tidak adanya perubahan otot pada epithelium ataupun tidak adanya perubahan otot pada
daerah tersebut. Sebagai tanda adanya hipoplasia mesodermal. Adanya gen yang dominan
dan resesif juga merupakan penyebab terjadinya hal ini. Teori lain mengatakan bahwa
celah bibir terjadi karena :
5,6,7
Dengan bertambahnya usia ibu hamil dapat menyebabkan ketidak kebalan embrio
terhadap terjadinya celah.
Adanya abnormalitas dari kromosom menyebabkan terjadinya malformasi
kongenital yang ganda.
Adanya tripel autosom sindrom termasuk celah mulut yang diikuti dengan
anomali kongenital yang lain.

2. Faktor Non-Genetik
Faktor non-genetik memegang peranan penting dalam keadaan krisis dari
penyatuan bibir pada masa kehamilan. Beberapa hal yang berperan penyebab terjadinya
celah bibir :
5.6,7
a. Defisiensi nutrisi
Nutrisi yang kurang pada masa kehamilan merupakan satu hal penyabab
terjadinya celah. Melalui percobaan yang dilakukan pada binatang dengan memberikan
vitamin A secara berlebihan atau kurang. Yang hasilnya menimbulkan celah pada anak-
anak tikus yang baru lahir. Begitu juga dengan defisiensi vitamin riboflavin pada tikus
yang sedang dan hasilnya juga adanya celah dengan persentase yang tinggi, dan
pemberiam kortison pada kelinci yang sedang hamil akan menimbulkan efek yang sama.
b. Zat kimia
Pemberian aspirin, kortison dan insulin pada masa kehamilan trimester pertama
dapat meyebabkan terjadinya celah. Obat-obat yang bersifat teratogenik seperti
thalidomide dan phenitonin, serta alkohol, kaffein, aminoptherin dan injeksi steroid.
c. Virus rubella
Frases mengatakan bahwa virus rubella dapat menyebabkan cacat berat, tetapi
hanya sedikit kemungkinan dapat menyebabkan celah.
d. Trauma
Strean dan Peer melaporkan bahwa trauma mental dan trauma fisik dapat
menyebabkan terjadinya celah. Stress yang timbul menyebabkan fungsi korteks adrenal
terangsang untuk mensekresi hidrokortison sehingga nantinya dapat mempengaruhi
keadaan ibu yang sedang mengandung dan dapat menimbulkan celah, dengan terjadinya
stress yang mengakibatkan celah yaitu : terangsangnya hipothalamus adrenocorticotropic
hormone (ACTH). Sehingga merangsang kelenjar adrenal bagian glukokortikoid
mengeluarkan hidrokortison, sehingga akan meningkat di dalam darah yang dapat
menganggu pertumbuhan.
e. Beberapa hal lain yang juga berpengaruh yaitu :
Kurang daya perkembangan
Radiasi merupakan bahan-bahan teratogenik yang potent
Infeksi penyakit menular sewaktu trimester pertama kehamilan yang dapat
menganngu foetus
Gangguan endokrin
Pemberian hormon seks, dan tyroid
Merokok, alkohol, dan modifikasi pekerjaan
Faktor-faktor ini mempertinggi insiden terjadinya celah mulut, tetapi intensitas dan
waktu terjadinya lebih penting dibandingkan dengan jenis faktor lingkungan yang
spesifik.
4. Klasifikasi
Klasifikasi dari Cleft Lip dan Palate, adalah :
CLP Unilateral Inkomplit
Celah unilateral inkomplit ditandai dengan berbagai derajat pemisahan
bibir vertikal, tetapi masih memiliki nasal yang intak atau pita Simonart.







CLP Unilateral Komplit
Celah unilateral komplit ditandai dengan gangguan pada bibir,
batas nostril, dan alveolus (palatum komplit primer). Pada jenis ini, tidak
terdapat pita simonart yang menghubungkan dasar alar ke kaki palatum di
kartilago lateral bawah hidung sehingga mengakibatkan penyambungan
abnormal pada muskulus orbikularis oris.
Gambar 6. CLP
Unilateral
Inkomplit


CLP Bilateral Inkomplit
CLP bilateral komplit merupakan celah yang terjadi dikedua
sisi bibir dan tidak memanjang hingga ke hidung.








CLP Bilateral Komplit
Jika celah bibir terjadi di kedua sisi bibir dan memanjang
hingga ke hidung. Dapat terlihat adanya penonjolan pada daerah
premaxilla, yang disebabkan tidak adanya hubungan dengan daerah
lateral dari palatum durum.
Gambar 7. CLP Unilateral
komplit
Gambar 8. CLP Bilateral
Inkomplit






Klasifikasi Kernahan
Klasifikasi Kernahan berdasarkan pada embriologi yang pakai foramen insisivum
sebagai batas yang memisahkan celah pada palatum primer dari palatum sekunder.
Palatum primer terdiri dari bibir atas, tulang alveolar dan palatum yang terletak dianterior
foramen insisivum. Celah komplit pada palatum primer akan melibatkan semua struktur
ini, palatum sekunder terdiri dari palatum keras dan palatum lunak dibelakang foramen
insisivum.
2,3

Klasifikasi ini menggunakan metode strip Y. klasifikasi ini dikembangkan untuk
mengatasi kekurangan klasifikasi verbal dan numeric dan memungkinkan identifikasi
kondisi pasien preoperatif secara tepat.
2,3


Gambar 9. CLP Bilateral
Komplit
Keterangan
a) Area 1 dan 4 menunjukkan sisi kanan dan kiri bibir
b) Area 2 dan 5 menunjukkan tulang alveolar
c) Area 3 dan 6 menunjukkan daerah palatum di anterior foramen insisivum
d) Area 7 dan 8 menunjukkan palatum keras
e) Area 9 menunjukkan palatum lunak

Gambar 10. Klasifikasi kernahan. Area yang diarsir hijau merupakam area yang terdapat
celah.
3

Klasifikasi Veau
Veau memperkenalkan metode klasifikasi celah wajah menjadi empat katagori
yaitu :
2,3
1. Celah hanya pada jaringan palatum lunak
2. Celah pada jaringan palatum lunak dan keras
3. Celah bibir dan palatum unilateral
4. Celah bibir dan palatum bilateral
Klasifikasi ini sangat sederhana dan tetap digunakan sampai saat ini. Namun demikian
Veau tidak memasukkan celah bibir atau celah langitan terisolasi dalam klasifikasi ini.
2,3

Klasifikasi Krien Lahshal
Sedangkan Otto Kriens memperkenalkan suatu pengklasifikasian yang berbeda
berdasarkan akronimnya. Akronim LASHAL menunjukkan anatomi bilateral dari bibir
(L), alveolus (A), langit keras (H), dan langit lunak (S), dengan arah dari kanan ke kiri.
Huruf kecil mewakili struktur celah yang inkomplit dari struktur tersenut. Saat ini, system
ini digunakan untuk pencatatan hasil dari Asosiasi American Cleft Palate dan
Craniofacial. Bila norrnal (tidak ada celah) maka urutannya dicoret, celah komplit
(lengkap) dengan huruf besar. ( chapter 23)

Gambar 11. LAHSHAL SYSTEM
L=Lip; A=Alveolus; H=Hard Palate; S=SoftPalate
S selalu di tengah
Yang mendahului S adalah bagian kanan dan sesudah S adalah bagian
kiri
Huruf besar menunjukkan bentuk celah total
Huruf kecil menunjukkan bentuk partial
Di dalam kurung adalah bentuk microform
Strip berarti normal atau intak.
5. Manifestasi klinis
1. Asupan ASI
Masalah asupan ASI merupakan masalah pertama yang terjadi pada bayi
penderita celah bibir. Adanya celah bibir memberikan kesulitan pada bayi untuk
melakukan hisapan payudara ibu atau dot. Tekanan lembut pada pipi bayi dengan
labioschisis mungkin dapat meningkatkan kemampuan hisapan oral. Keadaan tambahan
yang ditemukan adalah refleks hisap dan refleks menelan pada bayi dengan celah bibir
tidak sebaik normal, dan bayi dapat menghisap lebih banyak udara pada saat menyusui.
Cara memegang bayi dengan posisi tegak lurus mungkin dapat membantu proses
menyusui bayi dan menepuk-nepuk punggung bayi secara berkala dapat membantu. Bayi
yang hanya menderita labioschisis atau dengan celah kecil pada palatum biasanya dapat
menyusui, namun pada bayi dengan labiopalatochisis biasanya membutuhkan
penggunaan dot khusus.
1,3,5,7

2. Asupan makanan
Pada pasien celah bibir dan langitan terjadi hubungan antara rongga mulut dan
hidung yang berakibat sukarnya penderita dalam menelan makanan atau minuman
dimana penderita bisa tersedak bila tidak menggunakan alat bantu obturator / feeding
plate. Akibatnya pasien biasanya memiliki berat badan kurang dari normal.
3
3. Pendengaran
Pada pasien dengan celah yang melibatkan bagian posterior palatum durum dan
palatum molle, otot tensor palatinii dari palatum molle berhubungan dengan tuba
eustachius. Lemahnya aktivitas otot ini menyebabkan kurangnya drainase telinga tengah
yang kemudian berakibat pada infeksi telinga tengah dan kadang menyebabkan rusaknya
gendang telinga.
1,3,5,7

4. Fungsi Bicara
Hal ini diakibatkan velopharingeal incompetence. Bagian posterior palatum molle
tidak mampu berkontak secara adekuat dengan posterior faring untuk menutup oro naso
fasing sehingga suara yang dikeluarkan sengau. Gangguan fungsi bicara diperberat oleh
gangguan pendengaran yang juga dialami penderita celah bibir dan langitan.
2,5,6
5. Kelainan dental
Pada pasien cleah bibir dan langitan terdapat beberapa kelainan dental yang
mengikutinya, antara lain :
3
a. Anodontia partial. .
b. Gigi supernumerary
c. Gigi kaninus impaksi
6. Masalah Psikologis
Pasien dengan celah bibir dan langitan memiliki rasa percaya diri rendah dan
cenderung menutup diri dari pergaulan. Mereka menghindari berbicara dengan orang lain
karena merasa malu suara yang diucapkan sengau dan tidak jelas. Meskipun demikian
tidak ada korelasi langsung antara celah bibir dan langitan dengan tingkat IQ dan
kesuksesan dalam kehidupan.
5,7
6. Diagnosa
Diagnosa prenatal
Deteksi prenatal dapat dilakukan dengan beragam teknik. Fetoskopi telah
digunakan untuk memberikan gambaran wajah fetus. Akan tetapi teknik ini bersifat
invasif dan dapat menimbulkan resiko menginduksi aborsi. Namun demikian, teknik ini
mungkin tepat digunakan untuk konfirmasi pada beberapa cacat/kelainan pada
kehamilanyang kemungkinan besar akan diakhiri. Teknik lain seperti
ultrasonografi intrauterine, magnetic resonance imaging, deteksi kelainan enzim pada
cairan amnion dan transvaginal ultrasonografi keseluruhannya dapat mendeteksi dengan
sukses celah bibir dan celah langit-langit secara antenatal. Tetapi, pemeriksaan-
pemeriksaan tersebut dibatasi pada biaya, invasifitas dan persetujuan pasien. Ultrasound
transabdominal merupakan alat yang paling sering digunakan pada deteksi antenatal celah
bibir dan celah langit-langit, yang memberikan keamanan dalam prosedur,
ketersediaannya, dan digunakan secara luas pada skrining anatomi antenatal.
2
Deteksi dini memperkenankan kepada keluarga untuk menyiapkan diri terlebih
dahulu terhadap suatu kenyataan bahwa bayi mereka akan memiliki suatu kelainan/cacat.
Mereka dapat menemui anggota dari kelompok yang memiliki, celah bibir dan celah
langit-langit belajar mengenai pemberian makanan khusus dan memahami apa yang harus
diharapkan ketika bayi lahir. Deteksi dini juga memperkenankan kepada ahli bedah untuk
bertemu dengan keluarga sebelum kelahiran dan mendiskusikan pilihan perbaikan.
Dengan waktu konseling danrencana yang tepat, memungkinkan untuk melaksanakan
perbaikan dari celah bibir unilateral pada minggu pertama kehidupan.
2

Gambar 12 (A) Ultrasonografi pada fetus dengan cleft bilateral , incomplete pada yang kiri, (B)
foto anak yang sama setelah lahir sebelum dioperasi
2

Terdapat beberapa hal yang menarik perhatian dalam pembedahan fetus yang merupakan
bentuk potensial dari pengobatan celah bibir dan celah langit-langit. Meskipun persoalan
teknik dan etika seputar konsep ini masih belum dapat dipecahkan. Pada pembedahan in
utero manipulasi perlu dipertimbangkan, deteksi cacat/kelainan sedini mungkin
diterapkan pada masa kehamilan.
2
Diagnosa postnatal
Biasanya, celah (cleft) pada bibir dan palatum segera didiagnosa pada saat
kelahiran. Celah dapat terlihat seperti sudut kecil pada bibir atau dapat memanjang dari
bibir hingga ke gusi atas dan palatum. Namun tidak jarang, celah hanya terdapat pada otot
palatum molle, yang terletak pada bagian belakang mulut dan tertutupi oleh lapisan mulut
(mouth's lining) karena letaknya yang tersembunyi, tipe celah ini tidak dapat didiagnosa
hingga beberapa waktu.
2

7. Penatalaksanaan
Penanganan kelainan celah bibir dan celah langitan memerlukan penanganan
yang multidisiplin karena merupakan masalah yang kompleks, variatif dan memerlukan
waktu yang lama serta membutuhkan beberapa ilmu dan tenaga ahli, diantaranya dokter
anak, dokter bedah plastik, dokter bedah mulut, pediatric dentists, orthodontist,
prosthodontist, ahli THT (otolaryngologist), speech pathologist, geneticist dan psikiater
atau psikolog untuk menangani masalah psikologis pasien.
3
Sebelum melakukan operasi, orangtua diharapkan melakukan konseling. Hal ini
untuk membantu mengurangi kecemasan orangtua pasien dan memberikan informasi
mengenai operasi yang akan dilakukan dan bagaimana tampilan anak mereka setelah
dilakukan operasi. Konseling juga dilakukan bagi si anak agar saat bertambah besar
mereka tidak terganggu secara psikologis.
3

Perbaikan secara bedah melibatkan beberapa prosedur primer dan sekunder.
Prosedur pembedahan dan waktu pelaksanaannya bervariasi, tergantung dari tingkat
keparahan defeknya dan keputusan dari dokter bedahnya.
3

Waktu yang tepat untuk dilakukan operasi perbaikan masih diperdebatkan.
Namun biasanya dokter bedah memilih waktu antara 24 jam sampai 12 bulan setelah
kelahiran, ada juga beberapa dokter bedah yang menunda sampai beberapa bulan untuk
menunggu bayi lebih besar dan lebih kuat. Jika tidak ada kontraindikasi medis, bisa
diikuti rule of ten, yaitu dapat dilakukan operasi bila pasien berusia 10 minggu, berat
badan 10 pon dan hemoglobin setidaknya 10 g/dl. Namun jika terdapat kondisi medis
yang membahayakan kesehatan bayi, operasi ditunda sampai resiko medis minimal.
3

Penutupan bibir awal (primary lip adhesion) dilakukan selama beberapa bulan
pertama lalu dilanjutkan dengan perbaikan langitan. Tujuan dari penutupan bibir awal ini
adalah untuk mendapatkan penampilan yang lebih baik, mengurangi insiden penyakit
saluran pernafasan dan untuk mengizinkan perbaikan definitif tanpa halangan berupa
jaringan scar yang berlebihan. Prostetik dan orthopedic appliances dapat digunakan untuk
mencetak atau memperluas segmen maksila sebelum penutupan defek langitan.
Selanjutnya, autogenus bone graft dapat ditempatkan pada daerah defek tulang alveolar.
3

Prosedur perbaikan sekunder jaringan lunak dan prosedur ortognatik dapat
dilakukan untuk meningkatkan fungsi dan tampilan estetik. Teknik yang digunakan dalam
penutupan celah bibir yang baik, selain berorientasi pada kesimetrisan dan patokan
anatomi bibir juga memperhitungkan koreksi kelainan yang sering dijumpai bersamaan,
misalnya hidung, baik pada saat yang bersamaan dengan labioplasty maupun pada
kesempatan yang telah direncanakan kemudian hal ini untuk mempersiapkan jaringan dan
menghindari parut atau scar yang berlebihan. Prosedur yang mungkin dilakukan antara
lain seperti perbaikan konfigurasi anatomi bibir, hidung, langitan durum, langitan molle
dan alveolus. Penggunaan alat ortodontik juga dapat dilakukan untuk mendapatkan
susunan gigi geligi yang baik didalam lengkung rahang dan memiliki hubungan
fungsional yang baik pula.
3


USIA TINDAKAN

0 1 minggu Pemberian nutrisi dengan kepala miring (posisi 45)
1 2 minggu Pasang obturator untuk menutup celah pada langitan,
agar dapat menghisap susu atau memakai dot lubang
kearah bawah untuk mencegah aspirasi (dot khusus)
10 minggu Labioplasty dengan memenuhi Rules of Ten:
a. Umur 10 minggu
b. Berat 10 pons
c. Hb > 10gr %
1,5 2 tahun Palatoplasty karena bayi mulai bicara
2 4 tahun
Speech therapy

4 6 tahun Velopharyngoplasty, untuk mengembalikan fungsi

katup yang dibentuk m.tensor veli palatini &
m.levator
veli palatini, untuk bicara konsonan, latihan dengan
cara meniup.
6 8 tahun Ortodonsi (pengaturan lengkung gigi)
8 9 tahun Alveolar bone grafting
9 17 tahun Ortodonsi ulang
17 18 tahun Cek kesimetrisan mandibula dan maksila

Labioplasty
Operasi labioplasty dilakukan pada usia kurang lebih 3 bulan dan mengikuti
ketentuan rule of tens yaitu
2,3

1. Berat bayi minimal 10 pounds
2. Hemoglobin lebih atau sama dengan 10 gr/dl dan
3. lekosit maksimal 10.000 /dl.
Tujuan utama labioplasty adalah menciptakan bibir dan hidung yang seimbang dan
simetris dengan jaringan parut minimal dan menciptakan bibir yang berfungsi baik
dengan mengurangi pengaruh operasi terhadap pertumbuhan dan perkembangan lengkung
maksila.
2,3

Untuk tujuan tersebut maka setiap elemen celah bibir dan hidung harus dibentuk
seanatomis mungkin (kartilago, kulit, otot dan mukosa nasal) dengan memperhatikan
pengambilan jaringan minimal untuk mencegah kurangnya volume bibir dan hidung.
Penanganan tepi insisi yang baik juga harus dilakukan untuk mengurangi jaringan parut
pasca operasi.
2,3


Gambar 13 triangular cleft lip repair. A) menandai daerah yang akan di triangular cleft lip repair.
B) penampakan selama operasi triangular repair. C) perbaikan komplit.
2


Palatoplasty
Tujuan palatoplasty adalah memisahkan rongga mulut dan rongga hidung,
membentuk katup velofaringeal yang kedap air dan kedap udara dan memperoleh tumbuh
kembang maksilofasial yang mendekati normal. Tantangan daripada palatoplasty dewasa
ini bukanlah hanya bagaimana menutup defek celah langit-langit namun juga bagaimana
didapatkan fungsi bicara yang optimal tanpa mengganggu pertumbuhan maksilofasial.
2,3

Waktu yang paling tepat untuk dilakukannya palatoplasty masih tetap menjadi
kontroversi. Sebagian ahli bedah mendukung waktu palatoplasty sebelum usia 12 bulan
karena lebih menguntungkan perkembangan bicara pasien sebab proses belajar bicara
dimulai pada usia 12 bulan.
2,3

Penundaan palatoplasty lebih menguntungkan untuk perkembangan maksilofasial
namun lebih merugikan untuk perkembangan bicara pasien. Waktu yang paling optimal
untuk palatoplasty sampai sejauh ini secara ilmiah belum terbukti namun sebagian besar
ahli bedah sepakat bahwa palatoplasty harus dilakukan sebelum usia 2 tahun.
2,3

Terdapat berbagai jenis teknik palatoplaty namun yang paling sering dipakai
adalah teknik von langenbeck dan V-Y push back (Veau- Wardill-Kilner). Kedua teknik
ini memiliki kelebihan dan kekurangan.
6


Von langenbeck Palatoplasty
Teknik von langenbeck menggunakan mukoperiosteal flap bipedikel pada palatum durum
dan palatum molle untuk menutup defek celah langit-langit. Basis anterior dan posterior
bipedikel flap didekatkan kearah medial untuk menutup celah langit-langit.
2,3

Keuntungan :
Teknik mudah dikerjakan
Waktu operasi cepat
Kekurangan :
Tidak mampu memanjangkan palatum ke posterior sehingga kemungkinan terjadinya
velopharingeal incompetence lebih tinggi.
Fungsi bicara tidak optimal

Gambar 14. A) marking desain flap B) Bipedikel mucoperiosteal flap dielevasi dari lateral relaxing
incision ke margin celah langit-langit dilanjutkan dengan penutupan lapisan mucoperiosteum
nasal. flap mucoperiosteum rongga mulut komplit.
2







V-Y Pushback ( Veau- Wardill Kilner) palatoplasty

Gambar 15. A) penentuan marking insisi. B) mukoperiosteal flap oral dielevasi dengan
mempertahankan neurovascular bundle palatinus mayus pada kedua sisi dilanjutkan retroposisi
dan repair m. levator velli palatine setelah penutupan mukoperiosteal nasal. C) penjahitan
mukoperiousteum oral.
2


Keuntungan :
2,3

1. Memperpanjang palatum ke posterior
2. Meningkatkan fungsi bicara sebagai akibat palatum yang bisa diperpanjang lebih ke
posterior

Kekurangan :
2,3

1. Kemungkinan timbul fistula pada daerah antara palatum durum dan palatum molle
karena mukoperiosteum yang tipis didaerah tersebut.
2. Meninggalkan tulang terbuka / denuded bone yang lebar pada tepi lateral celah
langit-langit. Daerah ini kemudian membentuk jaringan parut yang berperan pada
konstriksi lengkung maksila.
3. Waktu operasi lebih lama

Komplikasi
a. Obstruksi jalan nafas
Pascabedah obstruksi jalan napas adalah komplikasi yang paling penting dalam
periode pasca-operasi langsung. Situasi ini biasanya hasil dari prolaps dari lidah ke
orofaring sementara pasien tetap dibius dari anestasi. Intraoperative penempatan lidah
tarikan jahitan membantu dalam pengelolaann situasi ini. Obstruksi jalan napas juga
dapat menjadi masalah berkepanjangan karena perubahan pada saluran napas dinamika,
terutama pada anak-anak dengan rahang kecil.
2,3

b. Pendarahan
Selama pembedahan perdarahan adalah komplikasi yang sering terjadi pada
langit-langit karena terdapat banyak pembuluh darahnya. Ini dapat berbahaya pada bayi
karena kekurangan volume darah. Sebelum pembedahan penilaian tingkat haemoglobin
dan platelet adalah penting.
2,3

c. Peradangan
Komplikasi yang lain dapat terjadi antara lain adalah peradangan, injuri terhadap
saraf, pembengkakan dan fistula. Odem setelah operasi adalah normal dan fisilogis.
Kemungkinan perangan dapat diminimalisasi dengan terapi antibiotik, teknik
pembedahan yang baik, dan memperhatikan syarat-syarat asepsis.
2,3

8. Prognosis
Kelainan celah bibir dan palatum merupakan kelainan bawaan yang dapat
dimodifikasi/disembuhkan. Kebanyakan anak yang lahir dengan kondisi ini melakukan
operasi saat usia masih dini, dan hal ini sangat memperbaiki penampilan wajah secara
signifikan. Dengan adanya teknik pembedahan yang makin berkembang, 80% anak
dengan celah bibir dan palatum yang telah ditatalaksana mempunyai perkembangan
kemampuan bicara yang baik. Terapi bicara yang berkesinambungan menunjukkan hasil
peningkatan yang baik pada masalah-masalah berbicara pada anak celah bibir dan
palatum.
7










DAFTAR PUSTAKA

1. K. J. Lee. Essential otolaryngonolgy. Head and Neck Surgery, 9
th
edition, Mc Graw
Hill 2008: 293-303.
2. Hoffman WY. Cleft lip palate. In: Anil K. Lalwani. Current diagnosis & treatment in
otolaryngology. Head & Neck Surgery. New York: A Lange Medical book 2010:
323-38.
3. Balaji SM. Textbook of oral & maxillofacial surgery. New Delhi: Elsevier 2007: 493-
514.
4. Langman J. In : Sadler TW. Medical embryology. 8
th
ed. Baltimore: The Williams &
Wilkins Company; 1990.
5. Marie M. Pediatric Cleft Lip and Palate Treatment and Management. Medscape
reference 2009
6. Hopper R, Cutting C, Grayson B. Cleft lip palate. In : Thorne CH.
Grabb and smith plastic surgery, sixth ed. Lippincott WIlliams and
wilikns; 2007. P.201:25
7. Marie M. Pediatric Cleft Lip and Palate. Medscape reference 2009

You might also like