You are on page 1of 23

1

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA


A. Definisi
Kejang demam atau febrile convulsion ialah bangkitan kejang yang
terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rectal di atas 38C) yang
disebabkan oleh proses ekstrakranium
8
.Kejang demam merupakan
kelainan neurologist yang paling sering dijumpai padaanak, terutama pada
anak umur 6 bulan sampai 4 tahun. Hampir 3% dari anak yang berumur
dibawah 5 tahun pernah menderita kejang demam
11
. Anak yang pernah
mengalami kejang tanpa demam, kemudian kejang demam kembali tidak
termasuk dalam kejang demam. Kejang disertai demam pada bayi berusia
kurang dari 1 bulan tidak termasuk dalam kejang demam
12
.
Hingga kini belum diketahui secara pasti, tetapi dikaitkan faktor
resiko yang penting adalah demam. Demam sering disebabkan infeksi
saluran pernafasan atas, otitis media, pneumonia, gastroenteritis, dan
infeksi saluran kemih. Faktor resiko lainnya adalah riwayat keluarga
kejang demam, problem pada masa neonatus, kadar natrium rendah.
Setelah kejang demam pertama, kira-kira 33% anak akan mengalami satu
kali rekurensi atau lebih, dan kira-kira 9% akan mengalami 3X recurrent
atau lebih
10
.

B. Epidemiologi
Kejadian kejang demam diperkirakan 2-4% di Amerika Serikat,
Amerika Selatan dan Eropa Barat. Di Asia dilaporkan lebih tinggi. Kira-
kira 20% kasus merupakan kejang demam yang kompleks. Umumnya
kejang demam timbul pada tahun kehidupan (17-23 bulan). Kejang demam
sedikit lebih sering terjadi pada anak laki-laki
10
.

Kejang sangat tergantung kepada umur, 85% kejang pertama
sebelum berumur 4 tahun yaitu terbanyak di antara umur 17-23
2

bulan.Hanya sedikit yang mengalami kejang demam pertama sebelum
berumur 5-6 bulan atau setelah berumur 5-8 tahun. Biasanya setelah
berumur 6 tahun pasien tidak kejang demam lagi/ namun, beberapa pasien
masih dapat mengalami kejang demam sampai umur lebih dari 5-6 tahun
14
.

Angka kematian hanya 0,64% - 0,75%. Sebagian besar penderita
kejang demam sembuh sempurna, sebagian berkembang menjadi
epilepsi sebanyak 2-7%.Kejang demam juga dapat mengakibatkan
gangguan tingkah laku serta penurunan intelegensi dan pencapaian
tingkat akademik
6
.


C. Etiologi
Ada beberapa faktor yang mungkin berperan dalam menyebabkan
kejang demam, misalnya:
1. Demam itu sendiri
2. Efek produk toksik daripada mikroorganisme (kuman dan virus)
terhadap otak
3. Respon alergik atau keadaan imun yang abnormal oleh infeksi
4. Perubahan keseimbangan cairan atau elektrolit
5. Ensefalitis viral (radang otak akibat virus) yang ringan yang tidak
diketahui atau ensefalopati toksik sepintas
6. Gabungan semua faktor tersebut di atas
Infeksi viral paling sering ditemukan pada kejang demam. Hal ini
mungkin disebabkan karena infeksi viral memang lebih sering menyerang
pada anak, dan mungkin bukan merupakan sesuatu hal yang khusus.
Demam yang disebabkan oleh imunisasi juga dapat memprovokasi kejang
demam. Anak yang mengalami kejang setelah imunisasi selalu terjadi
waktu anak sedang demam. Kejang setelah imunisasi terutama didapatkan
setelah imunisasi pertusis (DPT) dan morbili (campak)
7
.



3

D. Klasifikasi
Kejang demam memiliki 2 bentuk yakni kejang demam kejang
demam sederhana dan kejang demam komplek. 80% dari kasus kejang
demam merupakan kejang demam sederhana sedangkan 20% kasus adalah
kejang demam komplek.
Kejang demam sederhana (Simple Febrile Seizure) menurut
Livingstone memiliki beberapa kriteria, yakni:
1. Terjadi pada usia 6 bulan 4 tahun
2. Lama kejang singkat kurang dari 15 menit
3. Sifatnya kejang umum, tonik dan atau klonik
4. Umunya berhenti sendiri dan pasien segera sadar
5. Kejang timbul pada 16 jam pertama setelah timbulnya demam
6. Tanpa adanya gerakan fokal atau berulang dalam 24 jam
7. Tidak ada kelainan neurologi sebelum dan setelah kejang
8. Frekuensi kejang kurang dari 4x dalam 1 tahun
9. Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya 1 minggu sesudah suhu
normal tidak menunjukkan adanya kelainan
2
.
Kejang Demam Komplek (Complex Febrile Seizure) memiliki ciri
ciri gejala klinis sebagai berikut:
1. Kejang berlangsung lama lebih dari 15 menit
2. Sifat kejang fokal atau parsial satu sisi atau kejang umum yang
didahului oleh suatu kejang parsial
3. Kejang berulang atau terjadi lebih dari 1 kali dalam 24 jam
Kejang lama adalah kejang yang berlangsung lebih dari 15 menit atau
kejang berulang lebih dari 2 kali dan diantara bangkitan kejang anak
tidak sadar. Kejang lama terjadi pada 8% kejang demam.
Kejang fokal adalah kejang parsial satu sisi, atau kejang umum yang
didahului dengan kejang parsial.
Kejang berulang adalah kejang 2 kali atau lebih dalam 1 hari, di antara
2 bangkitan kejang anak sadar. Kejang berulang terjadi pada 16% di
antara anak yang mengalami kejang demam
1
.
4

Tabel 1. Perbedaan kejang demam sederhana dan kompleks


E. Manifestasi klinik
Kejang demam yang berlansung singkat tidak berbahaya dan tidak
menimbulkan gejala sisa. Tetapi pada kejang yang berlangsung lama (lebih
dari 15 menit) biasanya disertai apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen
dan energy kontraksi otot skelet yang akhirnya menyebabkan hipoksemia,
hiperkapnea, asidosis lactate, hipotensi. Kerusakan pada daerah mesial
lobus temporalis setelah kejang berlangsung lama yang dapat menjadi
matang dikemudian hari, sehingga terjadi serangan epilepsy spontan. Jadi
kejang demam yang berlangsung lama dapat menyebabkan kelainan
anatomis diotak sehinggga terjadi epilepsy
8

Serangan kejang biasanya terjadi dalam 24 jam pertama sewaktu
demam, berlangsung singkat dengan sifat bangkitan dapat berbentuk tonik-
klonik, tonik, klonik, fokal atau akinetik. Umumnya kejang berhenti
sendiri. Begitu kejang berhenti anak tidak memberi reaksi apapun untuk
sejenak, tetapi setelah beberapa detik atau menit anak akan terbangun dan
sadar kembali tanpa adanya kelainan saraf. Untuk ini Livingston membuat
criteria kejang demam atas 2 golongan, yaitu:
1. Kejang demam sederhana (simple febrile
convulsion )
2. Epilepsi yang di provokasi oleh demam
(Epilepsy triggered of by fever )
5

Menurut Hasan & Alatas, dkk (2002) dengan penanggulangan yang
tepat dan cepat, prognosisnya baik atau tidak perlu menyebabkan
kematian. Risiko yang dihadapi oleh seoarng anak sesudah menderita
kejang demam tergantung dari faktor:
1. Riwayat kejang tanpa demam dalam keluarga
2. Kelainan dalam perkembangan atau kelainan saraf sebelum anak
menderita kejang demam
3. Kejang yang berlangung lama atau kejang fokal

F. Patofisiologi
Kejang merupakan manifestasi klinik akibat terjadinya pelepasan
muatan listrik yang berlebihan di sel neuron otak karena gangguan fungsi
pada neuron tersebut baik berupa fisiologi, biokimiawi, maupun
anatomi.Sel saraf, seperti juga sel hidup umumnya, mempunyai potensial
membran.Potensial membran yaitu selisih potensial antara intrasel dan
ekstrasel.Potensial intrasel lebih negatif dibandingkan ekstrasel. Dalam
keadaan istirahat potensial membran berkisar antara 30-100 mV, selisih
potensial membran ini akan tetap sama selama sel tidak mendapatkan
rangsangan
5

Mekanisme terjadinya kejang ada beberapa teori yaitu :
1. Gangguan pembentukan ATP dengan akibat kegagalan pompa Na-K,
misalnya pada hipoksemia, iskemia, dan hipoglikemia. Sedangkan pada
kejang sendiri dapat terjadi pengurangan ATP dan terjadi hipoksemia.
2. Perubahan permeabilitas sel syaraf, misalnya hipokalsemia dan
hipomagnesemia.
3. Perubahan relatif neurotransmiter yang bersifat eksitasi dibandingkan
dengan neurotransmiter inhibisi dapat menyebabkan depolarisasi yang
berlebihan. Misalnya ketidakseimbangan antara GABA atau glutamat
akan menimbulkan kejang.
Patofisiologi kejang demam secara pasti belum diketahui,
diperkirakan bahwa pada keadaan demam terjadi peningkatan reaksi kimia
6

tubuh. Dengan demikian reaksi-reaksi oksidasi terjadi lebih cepat dan
akibatnya oksigen akan lebih cepat habis, terjadilah keadaan hipoksia.
Transport aktif yang memerlukan ATP terganggu, sehingga Na intrasel
dan K ekstrasel meningkat yang akan menyebabkan potensial membran
cenderung turun atau kepekaan sel saraf meningkat
5
.

Saat kejang demam akan timbul kenaikan konsumsi energi di otak,
jantung, otot, dan terjadi gangguan pusat pengatur suhu. Demam akan
menyebabkan kejang bertambah lama, sehingga kerusakan otak makin
bertambah. Pada kejang yang lama akan terjadi perubahan sistemik berupa
hipotensi arterial, hiperpireksia sekunder akibat aktifitas motorik dan
hiperglikemia. Semua hal ini akan mengakibatkan iskemi neuron karena
kegagalan metabolisme di otak
2
.
Demam dapat menimbulkan kejang melalui mekanisme sebagai
berikut
1. Demam dapat menurunkan nilai ambang kejang pada sel-sel yang
belum matang/immatur.
2. Timbul dehidrasi sehingga terjadi gangguan elektrolit yang
menyebabkan gangguan permiabilitas membran sel.
Metabolisme basal meningkat, sehingga terjadi timbunan asam laktat
dan CO2 yang akan merusak neuron. Demam meningkatkan Cerebral
Blood Flow (CBF) serta meningkatkan kebutuhan oksigen dan glukosa,
sehingga menyebabkan gangguan aliran ion-ion keluar masuk sel
2
.









7















G. Faktor Resiko
Faktor resiko kejang demam pertama yang penting adalah
demam.Ada riwayat kejang demam keluarga yang kuat pada saudara
kandung dan orang tua, menunjukkan kecenderungan genetik. Selain itu
terdapat faktor perkembangan terlambat, problem pada masa neonates,
anak dalam perawatan khusus, dan kadar natrium rendah. Setelah kejang
demam pertama, kira-kira 33% anak akan mengalami satu kali rekurensi
atau lebih, dan kira-kira 9% anak akan mengalami tiga kali rekurensi atau
lebih, resiko rekurensi meningkat dengan usia dini, cepatnya anak
mendapat kejang setelah demam timbul, temperature yang rendah saat
kenjang, riwayat keluarga kejang demam, dan riwayat keluarga epilepsi.

H. Diagnosis Banding
Biasanya karena infeksi, misalnya meningitis, ensefalitis, abses otak
atau otitis media. Menghadapi seorang anak yang menderita demam
dengan kejang, harus dipikirkan apakah penyebab dari kejang itu di dalam
atau di luar susunan saraf pusat (otak). Oleh sebab itu, perlu waspada
8

untuk menyingkirkan dahulu apakah ada kelainan organis di otak. Baru
sesudah itu dipikirkan apakah kejang demam ini tergolong dalam kejang
demam sederhana atau epilepsi yang diprovokasi oleh demam.

I. Diagnosis
Menghadapi seorang anak yang menderita demam dengan kejang,
harus dipikirkan apakah penyebab dari kejangg itu di dalam atau di luar
susunan saraf pusat (otak).Pungsi lumbal terindikasi bila ada kecurigaan
klinis meningitis.Adanya sumber infeksi seperti otitis media tidak
menyingkirkan meningitis dan jika pasien telah mendapat antibiotic, maka
perlu pertimbangan pungsi lumbal.Penegakan diagnosa kejang demam
dapat diperoleh melalui beberapa langkah yakni anamnesa, pemeriksaan
fisik, dan pemeriksaan penunjang yang terdiri dari laboratorium dan
pencitraan jika diperlukan.
2

1. Anamnesa
Anamnesa adalah cara pemeriksaan yang dilakukan dengan
wawancara baik langsung pada pasien (autoanamnesis) atau kepada orang
tua atau sumber lain (aloanamnesis) misalnya wali atau pengantar. Dalam
anamnesa khususnya pada penyakit anak dapat digali data data yang
berhubungan dengan kejang demam meliputi:
a. Identitas
Identitas meliputi nama, umur, jenis kelamin, nama orang tua,
alamat, umur penndidikan dan pekerjaan orang tua, agama dan suku
bangsa. Sebagaimana disebutkan sebelumnya, epidemiologi kejang
demam lebih banyak terjadi pada anak laki-laki pada usia 6 bulan
sampai dengan 5 tahun.
b. Riwayat Penyakit
Pada riwayat penyakit perlu ditanyakan keluhan utama dan riwayat
perjalanan penyakit. Keluhan utama adalah keluhan atau gejala yang
menyebabkan pasien dibawa berobat. Pada riwayat perjalanan penyakit
disusun cerita yang kronologis, terinci, dan jelas mengenai keadaan
9

kesehatan pasien sejak sebelum ada keluhan sampai anak dibawa
berobat. Bila pasien mendapat pengobatan sebelumnya, perlu
ditanyakan kapan berobat, kepada siapa, obat yang sudah diberikan,
hasil dari pengobatan tersebut, dan riwayat adanya reaksi alergi
terhadap obat.
Pada kasus kejang demam, perlu digali informasi mengenai demam
dan kejang itu sendiri. Pada setiap keluhan demam perlu ditanyakan
berapa lama demam berlangsung; karakteristik demam apakah timbul
mendadak, remitten, intermitten, kontinou, apakah terutama saat malam
hari, dsb. Hal lain yang menyertai demam juga perlu ditanyakan
misalnya menggigil, kejang, kesadaran menurun, merancau, mengigau,
mencret, muntah, sesak nafas, adanya manifestasi perdarahan, dsb.
Demam didapatkan pada penyakit infeksi dan non infeksi. Dari
anamnesa diharapkan kita bisa mengarahkan kecurigaan terhadap
penyebab demam itu sendiri.
Pada anamnesa kejang perlu digali informasi mengenai kapan
kejang terjadi; apakah didahului adanya demam, berapa jarak antara
demam dengan onset kejang; apakah kejang ini baru pertama kalinya
atau sudah pernah sebelumnya (bila sudah pernah berapa kali (frekuensi
per tahun), saat anak umur berapa mulai muncul kejang pertama);
apakah terjadi kejang ulangan dalam 24 jam, berapa lama waktu sekali
kejang. Tipe kejang harus ditanyakan secara teliti apakah kejang
bersifat klonik, tonik, umum, atau fokal. Ditanyakan pula lamanya
serangan kejang, interval antara dua serangan, kesadaran pada saat
kejang dan setelah kejang. Gejala lain yang menyertai juga penting
termasuk panas, muntah, adanya kelumpuhan, penurunan kesadaran,
dan apakah ada kemunduran kepandaian anak. Pada kejang demam juga
perlu dibedakan apakah termasuk kejang demam sederhana atau kejang
suatu epilepsi yang dibangkitkan serangannya oleh demam
(berdasarkan kriteria Livingstone).
c. Riwayat Kehamilan Ibu
10

Perlu ditanyakan kesehatan ibu selama hamil, ada atau tidaknya
penyakit, serta upaya apa yang dilakukan untuk mengatasi penyakit.
Riwayat mengkonsumsi obat-obatan tertentu, merokok, minuman
keras, konsumsi makanan ibu selama hamil.
d. Riwayat Persalinan
Perlu ditanyakan kapan tanggal lahir pasien, tempat kelahiran,
siapa yang menolong, cara persalinan, keadaan bayi setelah lahir, berat
badan dan panjang badan bayi saat lahir, dan hari-hari pertama setelah
lahir. Perlu juga ditanyakan masa kehamilan apakah cukup bulan atau
kurang bulan atau lewat bulan. Dengan mengetahui informasi yang
lengkap tentang keadaan ibu saat hamil dan riwayat persalinan anak
dapat disimpulkan beberapa hal penting termasuk terdapatnya asfiksia,
trauma lahir, infeksi intrapartum,dsb yang mungkin berhubungan
dengan riwayat penyakit sekarang, misalnya kejang.
e. Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan
Perlu digali bagaimana status pertumbuhan anak yang dapat
ditelaah dari kurva berat badan terhadap umur dan panjang badan
terhadap umur. Data ini dapat diperoleh dari KMS atau kartu
pemeriksaan kesehatan lainnya. Status perkembangan pasien perlu
ditelaah secara rinci untuk mengetahui ada tidaknya penyimpangan.
Pada anak balita perlu ditanyakan perkembangan motorik kasar,
motorik halus, sosial-personal, dan bahasa.
f. Riwayat Imunisasi
Apakah penderita mendapat imunisasi secara lengkap, rutin, sesuai
jadwal yang diberikan. Perlu juga ditanyakan adanya kejadian ikutan
pasca imunisasi.
g. Riwayat Makanan
Makanan dinilai dari segi kualitas dan kuantitasnya.
h. Riwayat Penyakit Yang Pernah Diderita
11

Pada kejang demam perlu ditanyakan apakah sebelumnya pernah
mengalami kejang dengan atau tanpa demam, apakah pernah
mengalami penyakit saraf sebelumnya.
i. Riwayat Keluarga
Biasanya didapatkan riwayat kejang demam pada keluarga lainnya
(ayah,ibu, atau saudara kandung), oleh sebab itu perlu ditanyakan
riwayat familial penderita.
2. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik dibagi menjadi 2 yakni pemeriksaan umum dan
pemeriksaan sistematis. Penilaian keadaan umum pasien antara lain
meliputi kesan keadaan sakit pasien (tampak sakit ringan, sedang, atau
berat); tanda tanda vital pasien (kesadaran pasien, nadi, tekanan darah,
pernafasan, dan suhu tubuh); status gizi pasien; serta data antropometrik
(panjang badan, berat badan, lingkar kepala, lingkar dada).
Selanjutnya dilanjutkan dengan pemeriksaan sistematik organ dari
ujung rambut sampai ujung kuku untuk mengarahkan ke suatu diagnosis.
Pada pemerikasaan kasus kejang demam perlu diperiksa faktor faktor yang
berkaitan dengan terjadinya kejang dan demam itu sendiri. Demam
merupakan salah satu keluhan dan gejala yang paling sering terjadi pada
anak dengan penyebab bias infeksi maupun non infeksi, namun paling
sering disebabkan oleh infeksi. Pada pemeriksaan fisik, pasien diukur
suhunya baik aksila maupun rektal. Perlu dicari adanya sumber terjadinya
demam, apakah ada kecurigaan yang mengarah pada infeksi baik virus,
bakteri maupun jamur; ada tidaknya fokus infeksi; atau adanya proses non
infeksi seperti misalnya kelainan darah yang biasanya ditandai dengan
dengan pucat, panas, atau perdarahan.
Pemeriksaaan kejang sendiri lebih diarahkan untuk membedakan
apakah kejang disebabkan oleh proses ekstra atau intrakranial. Jika kita
mendapatkan pasien dalam keadaan kejang, perlu diamati teliti apakah
kejang bersifat klonik, tonik, umum, atau fokal. Amati pula kesadaran
pada waktu kejang. Perlu diperiksa keadaan pupil; adanya tanda-tanda
12

lateralisasi; rangsangan meningeal (kaku kuduk, Kernig sign, Brudzinski I,
II); adanya paresis, paralisa; adanya spastisitas; pemeriksaan reflek
patologis dan fisiologis.
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium
Dilakukan sesuai indikasi untuk mencari penyebab kejang demam
atau keadaan lain misalnya gastroenteritis dehidrasi disertai demam.
Pemeriksaan dapat meliputi: darah perifer lengkap, gula darah,
elektrolit, serum kalsium, fosfor, magnesium, ureum, kreatinin,
urinalisis, biakan darah, urin, feses.
b. Pungsi Lumbal
Pemeriksaan cairan serebro spinal dilakukan untuk menegakkan
atau menyingkirkan kemungkinan meningitis. Resiko terjadinya
meningitis bakterialis adalah 0,6% - 6,7%. Pada bayi kecil seringkali
sulit untuk menegakkan atau menyingkirkan diagnosis meningitis
karena manifestasi klinisnya tidak jelas.
Oleh karena itu pungsi lumbal dianjurkan pada:
1) Bayi kurang dari 12 bulan sangat dianjurkan dilakukan.
2) Bayi antara 12-18 bulan dianjurkan.
3) Bayi >18 bulan tidak rutin (jika dicurigai menderita meningitis)
c. Pencitraan
Pemeriksaan imaging (CT scan atau MRI) dapat diindikasikan pada
keadaan :
1) Adanya riwayat dan tanda klinis trauma kepala.
2) Kemungkinan adanya lesi struktural di otak (mikrosefali, spastik).
3) Adanya tanda peningkatan tekanan intrakranial (kesadaran menurun,
muntah berulang, fontanel anterior membonjol, paresis nervus VI,
papiledema) atau kelainan neurologik fokal yang menetap
(hemiparesis).
d. Elektroensefalografi
13

Pemeriksaan EEG tidak dapat memprediksi berulangnya kejang,
atau memperkirakan kemungkinan kejadian epilepsi pada pasien kejang
demam. Pemeriksaan EEG dipertimbangkan pada kejang demam tidak
khas /atipikal, misalkan kejang demam kompleks.pada anak usia lebih
dari 6 tahun, atau kejang demam fokal.

J. Penatalaksanaan
Dalam penanggulangan kejang demam ada 6 faktor yang perlu
dikerjakan, yaitu :
Mengatasi kejang secepat mungkin
Pengobatan penunjang
Memberikan pengobatan rumat
Mencari dan mengobati penyebab
Mencegah terjadinya kejang dengan cara anak jangan sampai
panas
Pengobatan akut
1. Mengatasi kejang secepat mungkin
Sebagai orang tua jika mengetahui seorang kejang demam,
tindakan yang perlu kita lakukan secepat mungkin adalah semua pakaian
yang ketat dibuka. Kepala sebaiknya miring untuk mencegah aspirasi isi
lambung. Penting sekali mengusahakan jalan nafas yang bebas agar
oksigenasi terjamin. Dan bisa juga diberikan sesuatu benda yang bisa
digigit seperti kain, sendok balut kain yang berguna mencegah tergigitnya
lidah atau tertutupnya jalan nafas. Bila suhu penderita meninggi, dapat
dilakukan kompres dengan es atau alkohol atau dapat juga diberi obat
penurun panas (antipiretik).
2. Pengobatan penunjang
Pengobatan penunjang dapat dilakukan di rumah, tanda vital
seperti suhu, tekanan darah, pernafasan dan denyut jantung diawasi secara
ketat. Bila suhu penderita tinggi dilakukan dengan kompres es atau
alkohol. Bila penderita dalam keadaan kejang obat pilihan utama adalah
14

diazepam yang diberikan secara per rectal, disamping cara pemberian yang
mudah, sederhana dan efektif telah dibuktikan keampuhannya. Hal ini
dapat dilakukan oleh orang tua atau tenaga lain yang mengetahui dosisnya.
Dosis tergantung dari berat badan, yaitu berat badan kurang dari 10 kg
diberikan 5 mg dan 10 mg untuk berat badan lebih dari 10 kg atau
diazepam rektal dengan dosis 5 mg untuk anak usia di bawah 3 tahun dan
dosis 7,5 mg untuk anak di atas usia 3 tahun. Dosis diazepam rectal adalah
0,5-0,75 mg/kgBB. Kemasan terdiri atas 5 mg dan 10 mg dalam rectiol.
Bila kejang tidak berhenti dengan dosis pertama, dapat diberikan lagi
dengan cara dan dosis yang sama dengan interval waktu 5 menit
(Konsensus).
Untuk mencegah terjadinya edema otak diberikan kortikosteroid yaitu
dengan dosis 20-30 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis. Golongan
glukokortikoid seperti deksametason diberikan 0,5-1 ampul setiap 6 jam
sampai keadaan membaik.
3. Pengobatan rumat
Setelah kejang diatasi harus disusul dengan pengobatan rumat
dengan cara mengirim penderita ke rumah sakit untuk memperoleh
perawatan lebih lanjut. Pengobatan ini dibagi atas dua bagian, yaitu:
a. Profilaksis intermitten
Untuk mencegah terulangnya kejang di kemudian hari, penderita
kejang demam sederhana diberikan obat campuran anti konvulsan dan
antipiretika yang harus diberikan kepada anak yang bila menderita
demam lagi. Antikonvulsan yang diberikan ialah fenobarbital dengan
dosis 4-5 mg/kgBB/hari yang mempunyai efek samping paling sedikit
dibandingkan dengan obat antikonvulsan lainnya. Obat yang kini
ampuh dan banyak dipergunakan untuk mencegah terulangnya kejang
demam ialah diazepam, baik diberikan secara rectal maupun oral pada
waktu anak mulai terasa panas.


15

Profilaksis intermiten pada saat demam berupa:
Anti-piretik
Kejang demam terjadi akibat adanya demam, maka tujuan utama
pengobatan adalah mencegah demam meningkat. Pemberian obat
penurun panas paracetamol 10-15 mg/kgBB/kali, 4 kali sehari dan
tidak lebih dari 5 kaliatau ibuprofen 5-10 mg/kgBB/kali, 3-4
kali.Penggunaan asam asetilsalisilat tidak dianjurkan karena dapat
menimbulkan syndrome Reye.
Anti-kejang
- Diberikan diazepam oral 0,3 mg/kgBB tiap 8 jam saat demam.
- Diazepam rektal 0,5 mg/kgBB tiap 8 jam bila demam diatas 38C.
- Dapat juga diazepam per rectal5 mg untuk anak dengan BB <10
kg (tiap 8 jam) dan 10 mg untuk anak dengan BB >10 kg (tiap 8
jam), efek sampingnya ataksia, mengantuk dan hipotonia.
- Klonazepam (0,03 mg/kgBB per dosis tiap 8 jam). Efek
sampingnya mengantuk, mudah tersinggung, gangguan tingkah
laku, depresi dan hipersalivasi.
- Kloralhidrat supposituria250 mg (untuk BB <15 kg), 500 mg
(untuk BB >15 kg). Kontraindikasi pada pasien dengan kerusakan
ginjal, hepar, penyakit jantung dan gastritis.
Profilaksis intermitten ini sebaiknya diberikan sampai
kemungkinan anak untuk menderita kejang demam sederhana sangat
kecil yaitu sampai sekitar umur 4 tahun.
b. Profilaksis jangka panjang
Profilaksis jangka panjang gunanya untuk menjamin terdapatnya
dosis teurapetik yang stabil dan cukup di dalam darah penderita untuk
mencegah terulangnya kejang di kemudian hari.
Pengobatan jangka panjang kejang demam diberikan bila ada >1
keadaan berikut:
1) Kejang demam lebih dari 15 menit.
16

2) Adanya defisit neurologis yang jelas baik sebelum maupun sesudah
kejang (misalkan palsi cerebral, retardasi mental atau mikrosefal).
3) Kejang demam fokal.
4) Adanya riwayat epilepsi dalam keluarga.
Dipertimbangkan apabila:
a) Kejang demam pertama pada umur dibawah 12 bulan.
b) Kejang berulang dalam 24 jam.
c) Kejang demam berulang ( 4 kali per tahun).
Obat yang dipakai untuk profilaksis jangka panjang ialah:
1) Fenobarbital
Dosis 3-4 mg/kgBB/hari dalam 1-2 dosis. Efek samping
dari pemakaian fenobarbital jangka panjang ialah perubahan sifat
anak menjadi hiperaktif, perubahan siklus tidur dan kadang-kadang
gangguan kognitif atau fungsi luhur.
2) Sodium valproat / asam valproat
Dosisnya ialah 15-40 mg/kgBB/hari dibagi dalam 2-3 dosis.
Namun, obat ini harganya jauh lebih mahal dibandingkan dengan
fenobarbital dan gejala toksik berupa rasa mual, kerusakan hepar,
pancreatitis.
3) Fenitoin
Diberikan pada anak yang sebelumnya sudah menunjukkan
gangguan sifat berupa hiperaktif sebagai pengganti fenobarbital.
Hasilnya tidak atau kurang memuaskan. Pemberian antikonvulsan
pada profilaksis jangka panjang ini dilanjutkan sekurang-
kurangnya 3 tahun seperti mengobati epilepsi. Menghentikan
pemberian antikonvulsi kelak harus perlahan-lahan dengan jalan
mengurangi dosis selama 3 atau 6 bulan.
Pengobatan diberikan selama 1 tahun bebas kejang, kemudian
dihentikan secara bertahap selama 1-2 bulan.
4. Mencari dan mengobati penyebab
17

Penyebab dari kejang demam baik sederhana maupun kompleks
biasanya infeksi traktus respiratorius bagian atas dan otitis media akut.
Pemberian antibiotik yang tepat dan kuat perlu untuk mengobati infeksi
tersebut.
Secara akademis pada anak dengan kejang demam yang datang
untuk pertama kali sebaiknya dikerjakan pemeriksaan pungsi lumbal. Hal
ini perlu untuk menyingkirkan faktor infeksi di dalam otak misalnya
meningitis.
Apabila menghadapi penderita dengan kejang lama, pemeriksaan
yang intensif perlu dilakukan, yaitu pemeriksaan pungsi lumbal, darah
lengkap, misalnya gula darah, kalium, magnesium, kalsium, natrium,
nitrogen, dan faal hati.
5. Mencegah terjadinya kejang dengan cara anak jangan sampai panas
Dalam hal ini tindakan yang perlu ialah mencari penyebab kejang
demam tersebut. Misalnya pemberian antibiotik yang sesuai untuk infeksi.
Untuk mencegah agar kejang tidak berulang kembali dapat menimbulkan
panas pada anak sebaiknya diberi antikonvulsan atau menjaga anak agar
tidak sampai kelelahan, karena hal tersebut dapat terjadi aspirasi ludah
atau lendir dari mulut.
Kambuhnya kejang demam perlu dicegah karena serangan kejang
merupakan pengalaman yang menakutkan dan mencemaskan bagi
keluarga. Bila kejang berlangsung lama dapat mengakibatkan kerusakan
otak yang menetap (cacat).
Ada 3 upaya yang dapat dilakukan :
a. Profilaksis intermitten
b. Profilaksis terus menerus dengan obat antikonvulsan tiap hari
c. Mengatasi segera jika terjadi serangan kejang
6. Pengobatan Akut
Dalam pengobatan akut ada 4 prinsip, yaitu :
a. Segera menghilangkan kejang
b. Turunkan panas
18

c. Pengobatan terhadap panas
d. Suportif
Diazepam diberikan dalam dosis 0,2-0,5 mg/kgBB secara IV perlahan-
lahan selama 5 menit.
Bersamaan dengan mengatasi kejang dilakukan:
1) Bebaskan jalan nafas, pakaian penderita dilonggarkan kalau perlu
dilepaskan.
2) Tidurkan penderita pada posisi terlentang, hindari dari trauma.
Cegah trauma pada bibir dan lidah dengan pemberian spatel lidah
atau sapu tangan diantara gigi.
3) Pemberian oksigen untuk mencegah kerusakan otak karena
hipoksia.
4) Perhatikan kebutuhan cairan dan elektrolit.
5) Segera turunkan suhu badan dengan pemberian antipiretika
(asetaminofen/parasetamol) atau dapat diberikan kompres hangat.
Asetaminofen oral 10 mg/kg BB, 4 kali sehari atau Ibuprofen 20
mg/kgBB, 4 kali sehari.
6) Cari penyebab kenaikan suhu badan dan berikan antibiotik yang
sesuai.
7) Apabila kejang berlangsung lebih dari 30 menit dapat diberikan
kortikosteroid untuk mencegah edema otak dengan menggunakan
cortisone 20-30 mg/kgBB atau dexametason 0,5-0,6 mg/kgBB.
Pengobatan medikamentosa saat kejang dapat dilihat pada bagan tata-
laksana penghentian kejang. (lihat bagan 1).
19


Bagan 1. Tatalaksana Kejang
Luminal (Intramuskular)
- 30 mg (neonates)
- 50 mg (usia 1 bulan-1 tahun)
- 75 mg (usia >1 tahun)
Midazolam (intranasal, 0,2 mg/kgBB)
7. Edukasi pada orang tua

Kejang selalu merupakan peristiwa yang menakutkan bagi orang
tua.Pada saat kejang sebagian orang tua menganggap bahwa anaknya telah
meninggal. Kecemasan ini harus dikurangi dengan cara yang diantaranya :
1. Meyakinkan bahwa kejang demam umumnya mempunyai prognosis
yang baik.
2. Memberitahukan cara penanganan kejang.
3. Memberikan informasi mengenai kemungkinan kejang kembali.
4. Pemberian obat untuk mencegah rekurensi memang efektif tetapi harus
diingat adanya efek samping obat.
20

8. Rujukan
Pasien kejang demam dirujuk atau dirawat di rumah sakit pada keadaan
berikut:
1. Kejang demam kompleks.
2. Hiperpireksia (suhu rektal > 39C).
3. Usia dibawah 6 bulan.
4. Kejang demam pertama.
5. Dijumpai kelainan neurologis.

K. Prognosis
1. Kemungkinan mengalami kecacatan atau kelainan neurologis
Kejadian kecacatan sebagai komplikasi kejang demam tidak pernah
dilaporkan.Perkembangan mental dan neurologis umumnya tetap normal
pada pasien yang sebelumnya normal. Penelitian lain secara retrospektif
melaporkan kelainan neurologis pada sebagian kecil kasus, dan kelainan
ini biasanya terjadi pada kasus dengan kejang lama atau kejang berulang
baik umum atau fokal.
2. Kemungkinan mengalami kematian
Kematian karena kejang demam tidak pernah dilaporkan.
3. Kemungkinan berulangnya kejang demam
Faktor resiko berulangnya kejang demam adalah:
a. Riwayat kejang demam dalam keluarga.
b. Usia kurang dari 12 bulan.
c. Temperatur yang rendah saat kejang.
d. Cepatnya kejang setelah demam.
Bila seluruh faktor di atas ada, kemungkinan berulangnya kejang
demam adalah 80%, sedangkan bila tidak terdapat faktor tersebut
kemungkinan berulang kejang demam adalah 10% - 15%.Kemungkinan
berulangnya kejang demam paling besar pada tahun pertama.
4. Faktor resiko terjadinya epilepsi
10

21

Faktor resiko lain adalah terjadinya epilepsi di kemudian hari.
Faktor resiko menjadi epilepsi adalah :
a. Kelainan neurologis atau perkembangan yang jelas sebelum kejang
demam pertama.
b. Kejang demam kompleks.
c. Riwayat epilepsi pada orang tua atau saudara kandung.
Masing masing faktor resiko meningkatkan kemungkinan kejadian
epilepsi sampai 4% - 6%, kombinasi dari faktor resiko tersebut
meningkatkan kemungkinan epilepsi menjadi 10% - 49%.Kemungkinan
menjadi epilepsi tidak dapat dicegah dengan pemberian obat rumat pada
kejang demam.




















22

DAFTAR PUSTAKA

1. Pusponegoro HD, Widodo DP, Ismael S, Konsensus Penatalaksanaan Kejang
Demam, Unit Kerja Koordinasi Neurologi, Ikatan Dokter Anak Indonesia,
2006. Staf Pengajar IKA FKUI.
2. Buku Ajar Kesehatan Anak. 1995. Jakarta Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia.
3. Dadiyanto, dkk. 2011. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak. Semarang : FK
UNDIP.
4. Deliana, Melda. 2002. Tatalaksana Kejang Demam pada Anak. Sari Pediatri
Vol. 4, No. 02. 59-62
5. Departemen Ilmu Kesehatan Anak. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak. 2011.
Semarang: BadanPenerbit Universitas Diponegoro
6. Fuadi F. .2010. Faktor Risiko Bangkitan Kejang Demam pada Anak (Tesis),
Universitas Diponegoro, Semarang, Jawa Tengah
7. Lumbantobing, S.M., 2004. Kejang Demam. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas.
8. Hassan & Alatas, dkk, 2002, Buku Kuliah 2 Ilmu Kesehatan Anak, cetakan
kesepuluh, Bagian Ilmu Kesehatan Anak Universitas Indonesia Jakarta
9. Hirz D.G., 1997. Febrile Seizures. Ped in Rev;18:5-9.
10. Mansjoer, 2000, Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3, Jilid2, Media
Aesculapius, Jakarta
11. Ngastiyah, 1997, Perawatan anak sakit, cetakan I, EGC, Jakarta
12. ILAE, Commission on Epidemiology and Prognosis. Epilepsia. 1993;34;592
B Ismael S. KPPIK-XI, 1983
13. Shah SS, Alpern ER, Zwerling L, Reid JR, McGowan KL, Bell LM., 2002.
Low risk of bacteremia in children with febrile seizures. Arch Pediatr Adolesc
Med;156:469-72.
14. SoetomenggoloTS. 1998. Kejang Demam dalam Buku Ajar
Neurologi.Jakarta: IDAI.
23

15. Chiu SS, Tse CY, Lau YL, Peiris M., 2001. Influenza A infection is an
important cause of febrile seizures. Pediatrics;108:1-7.
16. Baumann, R.J, Kao,A., 2012. Febrile Seizures.
(http://emedicine.medscape.com/article/1176205-overview#a0199
17. Macnair T, Febrile Convulsions, website
http://www.bbc.co.uk/health/conditions/febrileconvulsions2.shtml-38k.
18. Febrile Seizure,.website
http://www.mayoclinic.com/health/febrile_seizures/DS00346/DSECTION=1
0

You might also like