You are on page 1of 12

SCREENING/UJI TAPIS

PENDAHULUAN
Pencegahan primer merupakan cara terbaik untuk mencegah penyakit, tetapi bila hal ini
tidak mungkin dilakukan maka mendeteksi tanda dan gejala penyakit serta pengobatan secara
tuntas merupakan pertahanan kedua.
Untuk deteksi tanda dan gejala penyakit secara dini dan menemukan penyakit sebelum
menimbulkan gejala dapat dilakukan dengan cara berikut:
1. Deteksi tanda dan gejala dini
Untuk dapat mendeteksi tanda dan gejala penyakit secara dini dibutuhkan
pengetahuan tentang tanda dan gejala tersebut yang dilakukan oleh tenaga kesehatan dan
masyarakat.
Dengan cara demikian, timbulnya kasus baru dapat segerta diketahui dan diberikan
pengobatan. Biasanya penderita dating untuk mencari pengobatan setelah penyakit
menimbulkan gejala dan mengganggu kegiatan sehari-hari yang berarti penyakit telah
berada dalam stadium lanjut. Hal ini disebabkan ketidaktahuan dan ketidakmampuan
penderita.
. Penemuan kasus sebelum menimbulkan gejala
Penemuan kasus ini dapat dengan mengadakan uji tapis atau skrining terhadap
orang-orang yang tampaknya sehat, tetapi mungkin menderita penyakit. Diagnosis dan
pengobatan penyakit yang diperoleh dari penderita yang dating untuk mencari pengobatan
setelah timbul sekali dibandingkan dengan penderita tanpa gejala.
BATASAN UJI TAPIS ATAU SKRINING !Budiarto, ""#
$ecara garis besar, uji tapis ialah cara untuk mengidenti%ikasi penyakit yang belum
tampak melalui suatu tes atau pemeriksaan atau prosedur lain yang dapat dengan cepat
memisahkan anatara orang yang mungkin menderita penyakit dengan orang yang mungkin
tidak menderita.
&adi tes untuk uji tapis tidak dimaksudkan untuk mendiagnosis sehingga pada hasil tes
uji tapis yang positi% harus dilakukan pemeriksaan yang lebih intensi% untuk menentukan apakah
yang bersangkutan memang sakit atau tidak kemudian bagi yang diagnosisnya positi% dilakukan
pengobatan intensi% agar tidak membahayakan bagi dirinya maupun lingkungannya, khususnya
bagi penyakit menular.
PROSES PELAKSANAAN UJI TAPIS !Budiarto, ""#
Dari uraian di atas dijelaskan bah'a proses uji tapis terdiri dari dua tahap. (ahap
pertama melakukan pemeriksaan terhadap kelompok penduduk yang dianggap mempunyai
risiko tinggi menderita penyakit dan bila hasil tes negati)e maka dianggap orang tersebut tidak
menderita penyakit. Bila hasil tes positi% maka dilakukan pemeriksaan tahap kedua yaitu
pemeriksaan diagnostic, tetapi bila hasilnya negati)e maka dianggap tidak sakit. Bagi hasil
pemeriksaan yang negati)e dilakukan pemeriksaan ulang secara periodeik. *ni berarti bah'a
proses uji tapis adalah pemeriksaan pada tahap pertama.
Penjelasan:
Pada sekelompok indi)idu yang tampak sehat dilakukan emeriksaan dan hasil tes dapat
positi% dan negati)e.
*ndi)idu dengan hasil negati% pada suatu saat dapat dilakukan tes ulang, sedangkan
pada indi)idu dengan tes positi% dilakukan pemeriksaan diagnostic yang lebih spesi%ik dan bila
hasilnya positi% dilakukan pengobatan secara intensi%, sedangkan indi)idu dengan hasil tes
negati)e dapat dilakukan tes ulang dan seterusnya sampai semua penderita terjaring. Hasil
secara skematis digambarkan sebagai berikut:
+elompok orang yang tampak sehat
(es
Hasil (es negati)e Hasil tes positi%
Pemeriksaan diagnostic
Hasil tes positi% hasil tes negati)e
Pengobatan intensi%
Pemeriksaan yang biasa digunakan untuk uji tapis dapat berupa pemeriksaan
laboratorium atau radiologis, misalnya:
a. Pemeriksaan gula darah
b. Pemeriksaan radiologis untuk uji tapis penyakit (B,
Pemeriksaan tersebut harus dapat dilakukan:
1. Dengan cepat dapat memilah sasaran untuk pemeriksaan lebih lanjut !pemeriksaan
diagnostic#
. (idak mahal
-. .udah dilakukan oleh petugas kesehatan, dan
/. (idak membahayakan yang diperiksa maupun yang memeriksa.
DASAR PEMIKIRAN !Budiarto, ""#
Dalam kenyataan, jarang kita dapat mengetahui dengan pasti pre)alensi suatu penyakit
yang terdapat di masyarakat. Hal ini disebabkan banyaknya penyakit yang timbul tanpa gejala
atau dengan gejala tidak khas atau gejala yang ada masih belum timbul. +ondisi orang-orang
tersebut mempunyai potensi untuk menularkan penyakit.
Pengetahuan tentang pre)alensi dibutuhkan untuk menilai hasil program
pemberantasan penyakit yang dapat dilakukan dengan mengadakan pemeriksaan pada seluruh
penduduk, tetapi hal ini tidak mungkin dilaukan. 0leh karena itu, untuk mengetahui prea)alensi
suatu penyakit dibutuhkan suatu pemeriksaan yang cepat dan e%isien. Hal ini dapat dilakukan
dengan mengadakan uji tapis.
Berdasarkan uraian di atas, dasar pemikiran dilakukan uji tapis adalah:
1. 1ang diketahui dari gambaran spektrum penyakit hanya merupakan sebagian kecil saja
sehingga dapat diumpamakan sebagai puncak gunung es, sedangkan sedangkan sebagian
besar masih tersamar2
. Diagnosis dini dan pengobatan secara tuntas memudahkan kesembuhan2
-. Biasanya penderita datang mencari pengobatan setelah timbul gejala atau penyakit telah
berada dalam stadium lanjut hingga pengobatan menjadi sulit atau penyakit menjadi kranis
atau bahkan tidak dapat disembuhkan lagi2
/. Penderita tanpa gejala mempunyai potensi untuk menularkan penyakit.
TUJUAN !Budiarto, ""#
Dari uraian di atas jelaslah bah'a tujuan uji tapis adalah:
1. Deteksi dini penyakit tanpa gejala atau dengan gejala tidak khas terhadapa orang-orang
yang tampak sehat, tetapi mungkin menderita penyakit yaitu orang yang mempunyai risiko
tinggi untuk terkena penyakit !population at risk#2
. Dengan ditemukannya pendeita tanpa gejala dapat dilakukan pengobatan secara tuntas
hingga mudah disembuhkan dan tidak membahayakan dirinya maupun lingkungannya dan
tidak menjadi sumber penularan hingga epidemi dapat dihindari.
SASARAN !Budiarto, ""#
Berdasarkan pemikiran tersebut, sebagai sasaran utama uji tapis adalah penyakit kronis
seperti:
1. *n%eksi bakteri !lepra, (B,, dll.#2
. *n%eksi )irus !hepatitis#2
-. Penyakit non-in%eksi, antara lain:
a. Hipertensi,
b. Diabetes melitus,
c. Penyakit jantung,
d. +arsinoma ser)iks,
e. Prostat, dan
%. 3laukoma2
/. 4*D$.
Uji tapis dapat dilakukan secara:
1. .assal dan
. $elekti%.
UJI TAPIS SECARA MASSAL !Budiarto, ""#
UJI TAPIS PENYAKIT TBC
Uji tapis ini dilakukan secara massal tanpa mempertimbangkan population at risk. ,ara
ini dimaksudkan menjaring sebanyak mungkin kasus tanpa gejala karena sampai saat ini di
*ndonesia, (B, masih merupakan masalah yang serius. Penyakit ini praktis tanpa gejala hingga
orang baru mencari pengobatan bila telah terjadi hemoptoe dan akan berhenti berobat setelah
gejala tersebut hilang. +esulitan lain adalah karena pengobatannya membutuhkan 'aktu yang
lama dan mahal hingga penderita menjadi bosan atau tidak sanggup membiayai pengobatan.
Untuk melaksanakan uji tapis secara massal, besarnya biaya dan banyaknya tenaga
yang dibutuhkan hendaknya menjadi pertimbangan yang masak sebelum dilaksanakan.
UJI TAPIS SECARA SPESIFIK !Budiarto, ""#
Uji tapis secara spesi%ik dilakukan terhadap orang-orang yang mempunyai risiko atau
yang di kemudian hari dapat meningkatkan risiko terkena penyakit seperti hipertensi yang dapat
meningkatkan risiko penyakit jantung koroner.
Uji tapis secara spesi%ik dilakukan dengan mempertimbangkan %aktor umur, jenis
kelamin atau pekerjaan, dan lain-lain.
Contoh.
Uji tapis penyakit hipertensi dilakukan pada penduduk berumur -5 tahun ke atas yang dilakukan
oleh Hart &.( pada tahun 167/ di *nggris.
Dari hasil uji tapis ini ditemukan bah'a tekanan darah sistolik 18"-17" mmHg tanpa
disertai gejala atau keluhan. Dengan hasil tersebut, Hart menyimpulkan bah'a cara terbaik
untuk mendeteksi penyakit hipertensi adalah melalui uji tapis.
1. Uji tapis karsinoma ser)iks yang dilakukan terhadap 'anita berumur 6 tahun ke atas. Uji
tapis dilakukan dengan pemeriksaan:
1. Pap smear,
. *nspeksi portio, dan
-. Palpasi ginekologis.
Dari hasil uji tapis ini ditemukan sebanyak 119 dengan kelainan pap smear, tetapi
setelah dilakukan pemeriksaan histologis tidak ditemukan kelainan yang menunjukkan
adanya tanda-tanda keganasan. $elian itu juga ditemukan displasia sebanyak -9, tetapi
dalan pemeriksaan selnajutnya -/9 tidak menunjukkan tanda-tanda karsinoma in)asi% atau
in situ.
. Uji tapis karsinoma prostat dilakukan terhadap 711 orang lanjut usia yang dilakukan dengan
pemeriksaan digital. Bila terdapat kecurigaan, dilanjutkan dengan biopsi dan pemeriksaan
patologi anatomi. Dari hasil uji ditemukan -/ orang yang dicurigai dan dari hasil biopsi
ditemukan 11 orang posisit% karsinoma prostat.
-. Uji tapis penyakit 4*D$ dengan pemeriksaan antibodi H(:; *** menggunakan pemeriksaaan
<:*=4 !Enzyme Linked Immunosorbent Essay#.
Contoh:
Uji tapis dilakukan terhadap 68 orang donor darah secara sukarela. Hasil uji tapis
menunjukkan 19 positi%, >9 meragukan, dan 6-9 negati%.
Di samping itu, dilakukan juga pemeriksaan terhadap 117 orang petugas kesehatan dan
laboratorium yang menangani 4*D$. Dari hasil pemeriksaan ini tidak ditemukan adanya H(:; ***
positi%.
Digunakan donor darah sebagai orang yang dicurigai berdasarkan pada penemuan
penderita 4*D$ yang dalam kehidupannya tidak menunjukkan keadaan yang menjurus ke arah
timbulnya 4*D$. $atu-satunya kejadian yang dialaminya adalah emndapat donor darah 5 tahun
yang lalu. Dari hasil penemuan ini disimpulkan bah'a 4*D$ dapat ditularkan melalui trans%usi
darah. 0leh karena itu, untuk mendeteksi penyakit ini dilakukan uji tapis terhadap pada donor
darah.
LOKASI UJI TAPIS !Budiarto, ""#
Uji tapis dapat dilaksanakan di lapangan, rumah sakit umum, rumah sakit khusus, pusat
pelayanan khusus, dan lain-lain.
Contoh:
1. ,ontoh uji tapis di lapangan adalah uji tapis terhadap penyakit (B, yang dilakukan dengan
rontgen %oto ?mobil@.
. Uji tapis di rumah sakit umum. Biasanya dilakukan terhadap penyakit karsinoma ser)iks
dengan pap smear pada 'anita yang dating ke rumah sakit umum untuk pemeriksaan
kehamilan atau untuk pelayanan keluarga berencana. Uji tapis ini dilakukan oleh Blythe &.
3 di Hong +ong pada tahun 1686.
-. Uji tapis di rumah sakit khusus. .isalnya, pusat pelayanan kanker dan penyakit jantung.
KRITERIA EVALUASI !Budiarto, ""#
Untuk menilai hasil uji tapis dibutuhkan kriteria tertentu sebagai berikut:
1. ;aliditas
. Aealibilitas
-. 1ield
VALIDITAS !Budiarto, ""#
Uji tapis merupakan gtes a'al yang baik untuk memberikan indikasi indi)idu mana yang
benar-benar sakit dan mana yang tidak, disebut validitas. ;aliditas mempunyai dua komponen,
yaitu:
1. $ensiti)itas, dan
. $pesi)isitas.
$ensiti)itas ialah kemampuan suatu tes untuk mengidenti%ikasi indi)idu dengan tepat,
dengan hasil tes positi%, dan benar sakit.
$ensiti)itas ialah kemampuan suatu tes untuk mengidenti%ikasi indi)idu dengan tepat,
dengan hasil tes negati)e dan benar-benar tidak sakit.
$ecara ideal, hasil tes untuk uji tapis harus 1""9 sensiti)e dan 1""9 spesi%ik, tetapi
dalam praktik hal ini tidak pernah ada dan biasanya sensiti)itas berbanding terbaik dengan
spesiti)itas. .isalnya, bila hasil tes mempunyai sensiti)itas yang tinggi, akan diikuti oleh
spesi)isitas yang rendah dan sebaliknya. Hal ini tampak jelas pada tes yang menghasilkan data
kontinu seperti:
1. Hb,
. (ekanan darah,
-. $erum kolesterol,
/. (ekanan intraokuler.
TES KOMBINASI !Budiarto, ""#
Untuk meningkatkan sensiti)itas dan spesi)isitas dapat digunakan tes kombinasi yang
dilakukan secara:
1. $eri, dan
. Paralel.
TES KOMBINASI SECARA SERI
(es kombinasi ini ialah dua tes atau lebih yang dilakukan berturut-turut yang tes
pertamanya dengan sensiti)itas yang tinggi, sedangkan tes kedua engan spesiti)itas yang
tinggi. ,ara ini dimaksudkan untuk meningkatkan spesivisitas.
Hasil tes dikatakab positi% bila hasil kedua tes positi%. .isalnya, uji tapis penyakit si%ilis
menggunakan ;DA:. (es ini sangat sensiti% hingga dihasilkan banyak posisit% semu. Pada tes
;DA: positi% dilakukan pemeriksaan dengan Flourecent reponemal !ntibody !bsorbtion est
!B(44(# yang spesi%ik untuk si%ilis. Dinyatakan positi% si%ilis bila tes ;DA: dan B(44( positi%.
TES KOMBINASI SECARA PARALEL
(es kombinasi secara paralel ialah bila dua tes atau lebih dilakukan secara bersamaan
tanpa memperhatikan hasil tes sebelumnya. ,ara ini digunakan untuk meningkatkan
sensitivitas.
Hasil dinyatakan positi% bila salah satu atau kedua hasil tes positi%. .isalnya uji tapis
untuk penderita penyakit jantung koroner dengan <+3 dan %luoroskopi jantung yang dilakukan
oleh A.B. 4ldrich et. 4l. Hasil uji tapis itu antara lain:
1. Cilai perkiraan kecermatan akan meningkat bila hasil kedua tes positi% dan
. $ensti)itas %luoroskopi meningkatdari /59 menjadi >59.
Untuk mena%sir pre)alensi penyakit di masyarakat dengan sensiti)itas dan spesi)isitas
dapat digunakan rumus yang dikembangkan oleh "ogan seperti berikut.
RELIABILITAS !Budiarto, ""#
Bila tes yang dilakukan berulang-ulang menunjukkan hasil yang konsisten, dikatakan
reliabel. Aeliabilitas ini dipengaruhi oleh beberapa %aktor berikut.
1. ;ariabilitas alat yang dapat ditimbulkan oleh:
a. $tabilitas reagen dan
b. $tabilitas alat ukur yang digunakan.
$tabilitas reagen dan alat ukur sangat penting karena makin stabil reagen dan alat
ukur, makin konsisten hasil pemeriksaan. 0leh karena itu, sebelum digunakan hendaknya
kedua hal tersebut atau diuji ulang ketepatannya.
. ;ariabilitas orang yang diperksa. +ondisi %isik, psikis, stadium penyakit atau penyakit dalam
masa tunas. .isalnya:
1. :elah,
. +urang tidur,
-. .arah,
/. $edih,
5. 3embira,
>. Penyakit yang berat, dan
8. Penyakit dalam masa tunas.
Umumnya, )ariasi ini sulit diukur terutama %aktor pskis.
-. ;ariabilitas pemeriksa. ;ariasi pemeriksa dapat berupa:
a. ;ariasi interna, merupakan )ariasi yang terjadi pada hasil pemeriksaan yang dilakukan
berulang-ulang oleh orang yang sama2
b. ;ariasi eksterna ialah )ariasi yang terjadi bila satu sediaan dilakukan pemeriksaan oleh
beberapa orang.
Upaya untuk mengurangi berbagai )ariasi di atas dapat dilakukan dengan mengadakan:
1. $tandardisasi reagen dan alat ukur,
. :atihan intensi% pemeriksa,
-. Pentuan kriteria yang jelas,
/. Penerangan kepada orang yang diperiksa,
5. Pemeriksaan dilakukan dengan cepat.
YIELD !Budiarto, ""#
1ield merupakan jumlah penyakit yang terdiagnosis dan diobati sebagai hasil dari uji
tapis. Hasil ini dipengaruhi oleh beberapa %aktor berikut.
1. $ensiti)itas alat uji tapis
. Pre)alensi penyakit yang tidak tampak
-. Uji tapis yang dilakukan sebelumnya
/. +esadaran masyarakat
Bila alat yang digunakan untuk uji tapis mempunyai sensiti)itas yang rendah, akan
dihasilkan bannyak negati% semua yang berarti banyak penderita yang tidak terdiagnosis. Hal ini
dikatakan bah'a uji tapis dengan yield yang rendah. $ebaliknya, bila alat yang digunakan
mempunyai sensiti)itas yang tinggi, akan menghasilkan yield yang tinggi. &adi, sensiti)itas alat
dan yield mempunyai korelasi yang positi%.
.akin tinggi pre)alensi penyakit tanpa gejala yang terdapat di masyarakat akan
meningkatkan yield, terutama penyakit-penyakit kronis seperti tbc, karsinoma, hipertensi, dan
diabetes melitus.
Bagi penyakit-penyakit yang jarang dilakukan uji tapis akan mendapatkan yield yang
tinggi karena banyaknya penyakit tanpa gejala yang terdapat di masyarakat. $ebaliknya, bila
suatu penyakit telah dilakukan uji tpais sebelumnya maka yield akan rendah karena banyak
penyakit tanpa gejala yang telah terdiagnosis.
Di masyarakat dengan kesedaran yang itnggi terhadap masalah kesehatan akan
meningkatkan partisipasi dalam uji tapis hingga kemungkinan banyak penyakit tanpa gejala
yang dapat terdeteksi dan dengan demikian yield akan meningkat.
KONSEP DASAR SENSITIVITAS DAN SPESIVISITAS !Budiarto, ""#
(elah dibahas sebelumnya bah'a untuk memperkirakan banyaknya pre)alensi suatu
penyakit di masyarakat digunakan perhitungan sensiti)itas dan spesi)isitas ialah:
1. Distribusi normal, dan
. Persentil.
DISTRIBUSI NORMAL !Budiarto, ""#
Distribusi normal merupakan distribusi teoritis yang dihasilkan dari data kontinu dan
merupakan suatu alat yang oenting dalam statistika in%erensial dan digunakan untuk menguji
hipotesis.
Dari distribusi normal duhasilkan suatu kur)a unimodal dan simetris dan berbentuk
lonceng. :uas seluruh area kur)a distribusi normal sama dengan 1""9 penyimpangan ke
kanan dank e kiri dari rata-rata satu de)iasi standart sama dengan >79 luas seluruh kur)a,
de)iasi standar sama dengan 659 luas kur)a, dan - de)iasi standar sama dengan 669 luas
area.
$ebagai dasar untuk menentukan normalitas adalah 659 adari seluruh kur)a
distribusinormal atau simpangan ke kanan dank e kiri de)iasi standar dari rata-rata. +ur)a
distribusi normal dapat dilihat pada gra%ik di ba'ah ini:
.enetukan sensiti)itas dan spesi)isitas menggunakan distribusi normal mempunyai
beberapa kelamahan berikut.
1. Hasil pemeriksaan biokimia sering tidak berdistribusi normal hingga ketentuan yang berlaku
pada distribusi normal gtidak dipergunakan
. (idak semua hasil pemeriksaan berupa data kontinu
-. Penggunaan $D atau 659 dari luas kur)a sebagai batas normal tidak mempunyai dasar
ilmiah
/. Penentuan batas normal dinyatakan dengan tegas. Hal ini tidak sesuai dengan kenyataan
karena perubahan dari normal dan tidak normal terjadi secara berangsur-angsur.
5. Aisiko timbulnya penyakit pada batas atas dan batas ba'ah normal akan berbeda.
.isalnya, pada kolesterol serum yang normal terletak antara 15" mg9 dan "" mg9 akan
terjadi perbedaan risiko timbulnya penyakit jantung koroner pada orang dengan kadar
kolesterol "" mg9 mempunyai risiko yang lebih besar dibandingkan dengan orang yang
mempunyai kolesterol 15" mg9.
PERSENTIL !Budiarto, ""#
$ensiti)itas dan spesi)isitas menggunakan persentil mempunyai beberapa keuntungan
dibandingkan dengan menggunakan kur)a distribusi normal. Penentuan sensiti)itas dan
spesi)isitas dengan persentil dapat dispesi%ikasikan menurut golongan umur dan jenis kelamin.
BEBERAPA PERTIMBANGAN PELAKSANAAN UJI TAPIS !Budiarto, ""#
$ecara teoritis uji tapis penyakit tampak sederhana, tetapi didalam praktiknya tidaklah
demikian karena harus memperhatikan berbagai %aktor sebahai bahan pertimbangan sebelum
uji tapis dilaksanakan. Baktor yang harus diperhatikan sebagai bahan pertimbangan uji tapis
adalah sebagai berikut:
1. Biaya
Pada umumnya memerlukan biaya yang cukup besar. 0leh karena itu dianjurkan
untuk melakukan uji tapis sebgai upaya pencegahan secara masal, tetapi harus
dipertimbangkan cost#e$$ectiveness dan tes yang digunakan harus semurah mungkin.
. 4lat yang digunakan
Dalam merencanakan uji tapis, harus dicari alat pemeriksa yang mudah dikerjakan
oleh petugas lapangan dan petugas rumah sakit. 4lat yang digunakan harus sensiti% hingga
sesedikit mungkin hasil tes dengan %alse negati% dengan akibat banyak menghasilkan positi%
semu yang membutuhkan pemeriksaan diagnostik hingga membutuhkan biaya yang besar
dan uji tapis tidak dapat dilaksanakan.
REFERENSI
Budiarto, <ko. "". Pengantar Epidemiologi Ed. %. &akarta: <3,.

You might also like