You are on page 1of 16

DEFINISI TARBIYAH

Etimologis : Tarbiyah berasal dari kata yang berarti :


- Penambahan atau peningkatan ( )
- Pertumbuhan dan perkembangan ( )
- Perbaikan/pengaturan/pengurusan/pemeliharaan ( )
Therminologis :

Definisi Umum:

1. Menumbuhkan sesuatu dari satu kondisi ke kondisi lain sampai kepada kesempurnaan
(Ar Raghib Al Ashfahani dalam Mufradatnya)
2. Menyampaikan atau mengantarkan sesuatu pada kesempurnaan selangkah demi
selangkah (Imam Al Baydhowy dalam Kitab Anwaarut Tanzil)
Definisi Khusus:

Tarbiyah Islamiyah :

adalah satu sistim pembinaan ke Islaman yang syamil, terpadu dan berkesinambungan yang
bertujuan membentuk pribadi muslim yang memiliki sifat-sifat yang unik (Al Mutamayyizah)
yaitu: Mumin,Mushlih,Mujahid,Mutaawin dan Mutqin ( 5 M )
Penjelasan 5 M :
Mumin :
o Paham Islam dengan manhaj yang shahih
o Beriman dan bertauhid (terbebas dari kufur dan syirik)
o Komitmen pada syariat Islam
o Tekun beribadah sesuai sunnah (memiliki ruhiyah yang hidup)
o Memiliki akhlak yang terpuji
o Mengamalkan adab-adab Islamy
Mushlih:
o Menjadi dai/murobbi
o Mampu menjadi agen perubah (min anashir at taghyir) di wilayahnya (tempat tinggal dan
pekerjaannya)
o Mampu menyelesaikan problema-problema masyarakatnya.
Mujahid:
o Memiliki kesadaran untuk berjuang
o Bersungguh-sungguh (maksimal)
o Sabar menghadapi kendala-kendala/tantangan perjuangan
o Rela berkorban
Mutaawin :
o Iltizam (komitmen) dengan jamaah (terikat dan terlibat)
o Memiliki kesadaran berjuang dengan berjamaah (bertandzim)
o Siap memimpin dan dipimpin
o Mudah taawun dengan sesama pejuang dan tidak mudah konflik
Mutqin (Profesional)
o Berjuang dengan memberikan dan menyalurkan potensi dan keahlian (kafa-ah) yang
dianugerahkan oleh Allah kepadanya.
o Tekun, teliti, cermat, amanah dan tuntas dalam bekerja
o Mengetahui betul pos perjuangannya
II. LANDASAN & ISTINAS
1. Al Quran Surah Al jumuah (62) ayat 2-3
2. Al Quran Surah Ali Imran (3) ayat 79.
3. Riwayat :

Terjemahan : Tuhanku telah mendidikku dan Ia mendidikku dengan sebaik baik-baik
pendidikan.
Menurut Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah Rahimahullah dan Syekh Nashiruddin Al Al Bani
Rahimahullah bahwa riwayat tersebut dhaif, tetapi maknanya benar.
4. Merupakan solusi problematika ummat pada hari ini
5. Madrasah Nubuwwah di Baitul Arqam
III. UNSUR-UNSUR TARBIYAH
1. Pemahaman dan penghayatan Islam
2. Penumbuhan, Penjagaan dan pemeliharaan ke Imanan
3. Penumbuhan potensi dan bakat sehingga menjadi suatu keahlian
4. Adanya tahapan (marhaliyah)
IV. RUANG LINGKUP TARBIYAH DAN PROGRAM-PROGRAMNYA
1. Tarbiyah Fikriyyah/Aqliyah :
Kajian Tematik/maudhuiyyah (Kadis)
Telaah Hadits
Tahsinul Qiraah
Hafalan Nomor dan nama-nama surah
Diskusi Buku
Hafalan Al Quran dan Hadits
2. Tarbiyah Imaniyyah/Ruhiyah
Shalat berjamaah
Tadarrus Al Quran
Kajian Tazkiyatun Nafs
Mabit Jamai: qiyamul lail, pembacaan kisah-kisah shahabat, adzkar
Shaum ( Puasa ) bersama
Ziyarah akhawiyah
3. Tarbiyah Badaniyyah/Jasadiyyah
Amal jamai
Riyadhah
Rihlah
Muhibbah


Setidaknya ada dua alasan mengapa tarbiyah Islamiyah menjadi hal yang sangat penting.
Pertama, ditinjau dari aspek internal ajaran Islam, dan kedua, ditinjau dari aspek individu umat
Islam.

A. Aspek Internal Ajaran Islam

Rasul diutus oleh Allah ke dunia ini adalah untuk mengeluarkan manusia dari kejahiliyahan,
dan menjadikannya sebagai khairu ummah. Untuk melaksanakan tugas ini, Rasulullah
melaksanakan sebuah metode pendidikan (tarbiyyah) yang bermula dari tilawah, kemudian
tazkiyyah, dan setelah itu talimul kitab wal hikmah (2:151, dan 62:2).

Metode ini kami anggap paling tepat (atau bahkan baku) sebab, ketika Nabi Ibrahim AS berdoa
kepada Allah: Ya Tuhan kami, utuslah untuk mereka (anak cucu kami) seorang rasul dari
kalangan mereka, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Engkau, dan mengajarkan
kepada mereka Al Kitab dan Al Hikmah, serta mensucikan mereka. Sesungguhnya Engkaulah
yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana (2:129), Allah menjawabnya dengan; Sebagaimana
Kami telah mengutus kepadamu Rasul diantara kamu yang membacakan ayat-ayat kami
kepadamu, mensucikan kamu, dan mengajarkan kepadamu Al Kitab dan Al Hikmah, serta
mengajarkan kepadamu apa-apa yang belum kamu ketahui (2:151). Pada doa Nabi Ibrahim
talimul kitab wal hikmah mendahului tazkiyyah dan pada jawaban Allah tazkiyyah mendahului
talimul kitab wal hikmah. Metode ini terbukti mampu mencabut akar-akar kejahiliyahan dari
dada ummat dan kemudian menjadikannya sebagai ummat yang terbaik.
Setelah jahiliyyah berhasil ditumbangkan pada masa rasul, ada yang beranggapan bahwa
jahiliyyah tidah akan pernah muncul lagi. Seolah-olah, menurut mereka, jahiliyyah merupakan
salah satu fase sejarah yang telah lampau dan tidak akan terulang lagi.

Salah bukti adanya anggapan (pandangan) ini adalah adagium yang dikembangkan oleh
Dunlop, yang menyatakan: Orang-orang Arab pada masa jahiliah suka menyembah patung
dan berhala, menguburkan anak perempuan hidup-hidup, suka minum khamr dan main judi,
suka merampok dan menodong. Lalu datanglah Islam untuk melarang semua itu.

Apa yang salah dari ungkapan di atas? Selintas ungkapan itu benar adanya. Islam diturunkan
untuk menghancurkan kejahiliahan. Tetapi kalau dicermati secara lebih teliti, ungkapan yang
dimuat dalam planning pendeta yang datang ke Mesir pada masa pendudukan Inggris itu,
mengandung maksud untuk menggambarkan bahwa misi Islam telah selesai dan tak ada lagi
peranan yang bisa dilakukan oleh Islam untuk kaum muslimin dan umat manusia lainnya.
Kalau sekarang umat menengok ke sekelilingnya, mereka tidak akan menemukan patung-
patung sebagaimana yang disembah oleh orang Arab Jahiliah. Mereka juga tidak akan
mendapati orang yang menguburkan anak perempuannya hidup-hidup. Lebih dari itu, mereka
juga akan kesulitan untuk menemukan peminum khamr, pemain judi, dan perampok dalam
bentuk tradisionalnya. Dengan hilangnya atribut-atribut kejahiliyyahan tersebut, apa lagi peran
yang dapat dimainkan oleh Islam?

Demikianlah, dalam benak mereka, seolah Islam telah kehilangan misinya dan tak mungkin
lagi melakukan peran baru. Sebab jahiliah, menurut mereka, telah berlalu dengan dibawanya
Islam oleh Muhammad saw, sehingga sekarang ini tidak ada lagi jahiliah.

Benar, kalau kita melihat tampilan luarnya saja. Penyembahan patung-patung tidak ada lagi,
anak-anak perempuan tidak lagi dikubur hidup-hidup, bahkan anak-anak perempuan
diperjuangkan persamaan haknya. Tetapi kalau kita lihat tampilan dalam (hakikat/substansi)
jahiliah itu, niscaya kita akan menjumpai bahwa kejahiliyahan pada zaman modern ini telah
tampil dengan kuantitas dan kualitas yang jauh melebihi kejahiliahan Arab sebelum Islam.

Penyembah patung-patung mungkin telah tiada tetapi penyembah berhala-berhala maknawi
(segala sesuatu yang berstatus berhala) jumlahnya telah melebihi setengah jumlah manusia
dunia. Orang yang membunuh anak-anak perempuannya mungkin juga telah tiada, tetapi
orang yang membunuh anak perempuannya dengan cara yang sangat canggih -yaitu
dengan cara memberikan kebebasan dalam model pakaian, pergaulan, dan kebebasan
lainnya- jumlahnya sangat besar. Demikian pula halnya dengan minuman keras dan judi,
bentuk tradisionalnya memang hampir tidak ada lagi tetapi bentuk barunya, luar biasa
banyaknya.

Untuk mengenali ada tidaknya jahiliyyah pada sebuah masyarakat, kita tidak dapat hanya
mengandalkan pada penilaian tampilan-tampilan luarnya saja. Untuk mendapatkan hasil yang
akurat, penilaian harus dilakukan dengan membandingkan antara kondisi sebuah masyarakat
dengan ciri-ciri khusus yang melekat pada masyarakat jahiliyyah. Ciri-ciri tersebut adalah; jahl
(kebodohan), dzillah (kehinaan), faqr (kefakiran), dan tanafur (perpecahan).

Menurut istilah Al Quran, jahl mengandung makna tidak mengetahui hakikat Tuhan,
menyangkut jiwa dan perilaku, dan tidak mengikuti apa yang diturunkan Allah. Beberapa
contoh dari Al Quran, misalnya pada Al Araf ayat 138, Dan Kami seberangkan Bani Israil ke
seberang lautan itu, maka setelah mereka sampai ke suatu kaum yang tetap menyembah
berhala mereka, Bani Israil berkata: Hai Musa, buatlah untuk kami sebuah tuhan (berhala)
sebagaimana mereka mereka mempunyai beberapa tuhan (berhala). Musa menjawab:
Sesungguhnya kamu ini adalah kaum yang jahil. Yang dimaksud jahil di sini adalah tidak
mengetahui hakikat Tuhan sehingga mendorong mereka menyuruh Musa membuat Tuhan
berupa patung yang bisa disentuh dan dilihat untuk mereka sembah. Seandainya mereka tahu
bahwa Allah Yang Maha Mencipta tak ada yang serupa dengan-Nya dan tak bisa dilihat dengan
mata, niscaya mereka tak akan menuntut itu dari Musa.

Mereka meyangka yang tidak benar terhadap Allah seperti sangkaan jahiliah. Mereka berkata:
Apakah ada bagi kita barang sesuatu (hak campur tangan) dalam urusan ini. (QS 3:154)
Orang jahiliah menduga bahwa seseorang bisa campur tangan bersama Allah menentukan
suatu permasalahan. Sementara itu mereka tidak tahu bahwa hanya Allah saja yang mengatur
segala sesuatu tanpa ada sekutu dan segala sesuatu itu hanya terjadi atas kehendakNya.
Kejahilan mereka adalah pada sifat Allah yang mempunyai kewenangan mutlak.

Yusuf berkata:Wahai Tuhanku, penjara lebih aku sukai dari pada memenuhi ajakan mereka
kepadaku. Dan jika tidak Engkau hindarkan dari padaku tipu daya mereka, tentu aku akan
cenderung untuk (memenuhi keinginan mereka) dan tentulah aku termasuk orang-orang yang
jahil. (Yusuf: 33). Jahil yang ditakuti Yusuf adalah perbuatan yang menyalahi perintah Allah
dan yang diharamkannya.

Pada zaman modern ini betapa banyaknya orang yang menyembah tuhan lain untuk hal-hal di
luar agama. Dan betapa banyaknya pula orang yang terjerumus dalam perbuatan yang Nabi
Yusuf as berlindung kepada Allah untuk tidak melakukannya. Ini adalah sebagian bukti, bahwa
orang-orang yang hidup pada zaman modern ini, juga masih mengidap penyakit jahl.

Di samping itu, untuk membuktikan bahwa karakteristik jahiliyyah yang lain dzillah, faqr, dan
tanafur- juga melekat sangat erat pada masyarakat di zaman modern ini, juga tidak terlalu sulit.
Oleh karena itu, tidaklah berlebihan jika Muhammad Qutb menyebutnya sebagai jahiliyyah
abad 20.
Itulah pandangan yang benar tentang jahiliyyah.


Jahiliah tidak terbatas pada penyembahan patung, mengubur anak perempuan hidup-hidup,
minum khamr, main judi atau melakukan perampokan. Semua itu hanya tampilan luar dari
Jahiliah di Arab sebelum kedatangan Islam. Adapun jahiliah itu adalah suatu esensi yang
darinya muncul tampilan luar tadi. Mungkin saja tampilannya berbeda menurut tempat dan
waktu, sebagaimana tercatat dalam sejarah. Jahiliah bisa terulang kapan saja dan di mana
saja, bila ada unsur dan sarana yang mendukungnya. Namun esensinya tetap sama, yaitu
sama-sama tidak mengetahui hakikat Tuhan dan tidak mengikuti apa yang diurunkan Allah.

Dan esensi itu, sekarang ini melanda mayoritas manusia penghuni bumi. Artinya, kejahiliahan
adalah sesuatu yang nyata pada hari ini yang menunggu kembalinya Islam untuk berperan.
Mengembalikan umat manusia dari kejahiliahan, dari kesesatan (dhalalun mubin).
Sesungguhnya Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman ketika Allah
mengutus di antara mereka seorang Rasul dari golongan mereka sendiri, yang membacakan
kepada mereka ayat-ayat Allah, membersihkan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka
Al Kitab dan Al Hikmah. Dan sesungguhnya sebelum kedatangan nabi itu, mereka adalah
benar-benar dalam kesesatan yang nyata. Ali Imron : 164
Orang jahiliyah benar-benar sesat. Persis seperti orang yang terus-menerus berputar di dalam
kota mencari jalan ke luar kota, tetapi ia tidak mendapatkannya. Ia telah kehilangan kompas
dan petanya. Meskipun ia telah seharian mencari jalan keluar, tetap tak menemukannya.

Ia telah merasa menempuh jalan kehidupan dan sampai diujungnya.
Tetapi ketika sampai di ujung apa yang dicari ternyata tidak ada di sana. Ia tak
menemukannya. Ternyata perjalanan hidupnya telah salah arah. Salah orientasi. Perjalanannya
tidak membawa ia kepada arti hidup sesungguhnya. Perjalanannya menjadi tidak berarti.
Menjadi kehilangan makna. Itulah yang sekarang juga dirasakan oleh kejahiliahan Barat. Dan
juga akan dirasakan oleh umat Islam ketika ia mengikuti arah perjalanan jahiliah Barat, dengan
mencampakkan kompas dan peta yang Allah sudah persiapkan.

Untuk mengembalikan perjalanan sejarah kehidupan manusia dari kesalahan arah,
diturunkanlah Islam dari sisi Allah SWT yang membawa misi untuk mengeluarkan manusia
dari kungkungan lingkaran jahiliah menuju pencerahan kehidupan manusia berlandaskan
petunjuk Allah. Sebagaimana telah kami sebutkan di awal pembahasan ini, misi itu
direalisasikan dengan suatu proses, sebagaimana firman Allah QS 2:151, Sebagaimana (Kami
telah menyempurnakan nikmat Kami kepadamu) Kami telah mengutus kepadamu Rasul di
antara kamu yang membacakan ayat-ayat Kami keapada kamu dan mensucikan kamu dan
mengajarkan kepadamu Al Kitab dan Al Hikmah (As Sunnah), serta mengajarkan kepada kamu
apa yang belum kamu ketahui. Proses itu adalah tarbiyah Islamiyah atau pembinaan yang
terdiri dari langkah-langkah tilawah (membaca/dibacakan), tazkiyah (pembersihan diri) dan
talimul kitab wal hikmah (Al Quran dan Sunnah)

Hanya dengan proses tarbiyah seperti itulah kita akan memperoleh nikmat yang mengantarkan
kita menuju khairu ummah Kamu adalah sebaik-baik ummah yang dikeluarkan untuk
manusia. Kamu menyuruh berbuat kebaikan, melarang berbuat kemungkaran dan kamu
beriman kepada Allah. (Ali Imran: 110) yang memiliki ciri-ciri; ilmu
(pengetahuan/pemahaman), izzah (terhormat), ghina (kekayaan), ukhuwah (persaudaraan).

B. Aspek individu

Dilihat dari sudut individu, manusia membutuhkan tarbiyah islamiyah karena dua hal; 1)
hakikat setiap jiwa manusia membutuhkan pembinaan 2) realitas ummat dewasa ini yang
terserang virus ghutsai.
1) Hakikat Setiap Jiwa Manusia Membutuhkan Pembinaan

Hakikat jiwa manusia selalu menghadapi dua persoalan, yaitu internal dan eksternal. Secara
internal, fitrah jiwa manusia senantiasa berada pada persimpangan jalan, jalan kefasikan dan
jalan ketakwaan. Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan
ketakwaannya, sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, dan
sesungguhnya merugilah oarng yang mengotorinya (91:8-10). Untuk bisa tetap bertahan pada
jalan yang lurus (jalan takwa) manusia memerlukan pengawalan ketat secara terus-menerus.
Hal ini hanya bisa terlaksana dengan tarbiyah islamiyah, yang senantiasa memastikan setiap
individu berjalan di atas jalan ketakwaan.
Kalau boleh diibaratkan, jiwa manusia adalah seperti kereta yang ditarik oleh lima kuda.
Kelima kuda itu adalah penglihatan, pendengaran, peraba, perasa, dan penciuman. Setiap hari
dan setiap saat kereta ini ditarik sesukanya oleh kuda penglihatan, kuda pendengaran, dan
kuda-kuda indera lainnya. Kalau jiwa ini dibiarkan saja ditarik secara liar kesana kemari oleh
kuda-kuda indera ini, ia akan selalu dalam kondisi kebingungan, tanpa arah, dan tidak tahu
tujuan. Nafsu kalau dibiarkan akan menarik manusia menjauhi fitrahnya.

Oleh karena itu, kereta jiwa ini harus dikendalikan oleh kusir yang selalu memegang kendali
kuda-kuda liar indera. Ia akan menundukkan pandangan manakala kuda penglihatan menarik
kereta jiwa ke jalan mengumbar mata. Ia akan menutup telinga ketika kuda pendengaran
mengajaknya mendengarkan perkataan yang mengotori jiwanya. Ia akan menghentikan
langkahnya, ketika nafsu berusaha memerosokkan ke jurang dosa. Ia akan mengendalikan
semuanya.
Namun itu bukan perkara mudah. Bahkan sang kusir kadang tidak mampu berbuat banyak,
ketika kuda-kuda ini menariknya secara liar. Agar sang kusir ini mampu mengendalikan
kudanya, ia harus dilatih dan dididik. Ia harus ditarbiyah.

Seperti disabdakan oleh Rasulullah SAW dalam haditsnya; Ketahuilah di dalam jasad
manusia terdapat segumpal daging, jika ia baik maka baiklah seluruh jasadnya, tetapi jika
rusak maka rusaklah seluruh jasadnya. Ketahuilah ia adalah hati.

Melihat manusia, dikaitkan dengan hadits Rasul di atas, sebaiknya dimulai dari hatinya.
Sebenarnya ia adalah makhluq spiritual (ruhani) yang mempunyai pengalaman manusia, dan
bukan manusia yang mempunyai pengalaman spiritual. Kalau mau meluruskan arah hidupnya,
maka luruskanlah dulu hati dan jiwanya, rahkan ruhaninya, bimbinglah jiwanya, kuatkanlah
hatinya. Niscaya perjalanannya akan senantiasa benar. Agar kereta berjalan di jalan yang
semestinya, dan tidak masuk ke dalam jurang, latihlah dan didiklah dulu kusirnya. Bimbinglah
ia sampai mahir mengendalikan kuda.

Disamping persoalan internal tersebut, secara eksternal Umat Islam menghadapi musuh yang
senantiasa menginginkan kekalahan umat islam (2:168-169). Musuh umat islam mengerahkan
segala kekuatan dan kemampuannya, mereka membuat berbagai perencanaan dan kemudian
merealisasikannya.
Untuk menggambarkan bagaimana musuh Islam ini senantiasa mengerahkan segala
kekuatannya untuk menghancurkan Islam, kita simak penuturan ustadz Hasan Al Banna;
Sejalan dengan kekuatannya yang besar dan kekuasaannya yang luas, factor-faktor
penghancur secara perlahan namun pasti merasuk ke sela-sela kehidupan umat qurani ini, ia
semakin tumbuh, menyebar dan semakin lama semakin kuat, hingga mampu merobek
bangunan ini dan mengikis habis pusat daulah islamiah yang pertama pada abad ke-6 hijriah
oleh bangsa Tartar, kemudian yang kedua pada abad ke-14 hijriah. Dua penghancuran itu
mewariskan kondisi umat yang bercerai-berai. Mereka hidup di negara-negara kecil yang sulit
menuju kesatuan dan bangkit kembali.

Aspek social, orang-orang Eropa telah bekerja keras untuk menenggelamkan seluruh negeri
Islam yang mereka kuasai dengan gelombang kehidupan materialis dengan gaya hidup rusak
dan virus-virus yang mematikan. Mereka menjerumuskan negeri-negeri Islam itu ke dalam
nasib buruk di bawah kekuasaannya. Disamping itu, Eropa berambisi kuat untuk memonopoli
berbagai unsur kebaikan dan kekuatan ilmu pengetahuan, industri, dan system yang
bermanfaat. Mereka telah membuat rencana dan melaksanakan langkah-langkah perang jenis
ini secara sempurna dengan dukungan kelicikan politik dan kekuasaan militer hingga
tercapailah apa yang mereka inginkan.
Gelobang itu menyebar secepat kilat sampai ke tempat-tempat yang belum terjamah
sebelumnya dan menyentuh jiwa seluruh lapisan masyarakat. Musuh-musuh Islam telah
berhasil menipu kaum intelektual muslim. Mereka letakkan tabir yang menutupi mata orang
lain agar tidak bisa melihat mereka yang sebenarnya, dengan cara mengambarkan Islam
dengan gambaran terbatas pada masalah-masalah aqidah, ibadah dan akhlaq, di samping
spiritual, mistik, khurafat, dan berbagai fenomena keagamaan yang kering tak jelas
sumbernya. Tipu daya ini ditopang dengan kebodohan kaum Muslimin terhadap agama
mereka sehinga banyak di antara mereka yang merasa senang, tenteram, dan puas dengan
persepsi tersebut. Persepsi tersebut melekat amat lama pada diri mereka hingga sulit
memahamkan salah seorang di antara bahwa Islam adalah sebuah system social sempurna
yang mencakup semua aspek kehidupannya.

Hasil perpaduan yang serasi antara kebodohan ummat Islam dan tipu daya musuhnya
adalah krisis ekonomi, krisis politik (hegemoni dan diktatorisme), krisis jati diri, pemikiran dan
referensi, seperti yang kita saksikan pada hari-hari ini.
Untuk dapat keluar dari krisis multidimensional ini, diperlukan suatu kerja keras dan cerdas
yang dibingkai dalam wadah amal jamai (kerja sama). Dan amal jamai tidak akan wujud kecuali
apabila diawali dengan proses tarbiyah islamiyah para pendukungnya.

2) Realitas Ummat Dewasa Ini Yang Terserang Virus Ghutsai.

Seharusnya umat ini berjaya, dan memang mereka dilahirkan ke dunia untuk itu. Tetapi
dewasa ini, kenyataannya tidaklah demikian. Kaum muslimin kini terpuruk dan terpinggirkan.
Hampir di seluruh sisi kehidupan, mereka kehilangan peran utama. Umat ini lebih mirip
dengan buih yang tidak punya arus. Persis seperti apa yang pernah diprediksi oleh Rasul.

Akan datang suatu masa di mana umat-umat lain akan memperebutkan kalian, sama seperti
anjing-anjing yang memperebutkan makanan demikian rasul pernah bersabda kepada para
sahabatnya. Salah seorang sahabat bertanya, Apakah karena jumlah kita sedikit ketika itu?
Rasulullah menjawab, (Tidak) bahkan ketika itu sangat banyak, tetapi kalian itu bagai buih
yang mengapung di atas arus air. Sungguh Allah akan mencabut dari dada musuh kalian rasa
takut terhadap kalian, dan sungguh Allah akan menanamkan wahn dalam hati kalian. Salah
seorang bertanya, Apakah wahn itu wahai Rasulullah? Rasululllah menjawb, Cinta dunia
dan takut mati.
Penjelasan rasul ini menggambarkan secara gamblang bahwa sebab kelemahan dan kehinaan
suatu kaum adalah kelemahan hati dan jiwa. Hati mereka kosong dari karakter luhur dan mulia,
sekalipun jumlah mereka banyak dan secara materi mereka melimpah.

Itulah virus mematikan, yang lazim disebut virus buih (ghutsai). Virus ini membuat ummat
islam menjadi ringan timbangannya, sehingga menjadikannya tidak punya arus. Virus ghutsai
menyebabkan kaum muslimin menjadi santapan yang nikmat bagi para taghut (musuh-musuh
Allah SWT). Penyebab timbulnya virus ghutsai ini adalah kecintaan kaum muslimin kepada
dunia sekaligus membenci kematian.
Sesungguhnya suatu ummat yang telah terbuai dalam kenikmatan, terbuai oleh kemewahan,
tenggelam dalam kemilau harta, tertipu pesona dunia, dan lupa kepada kemungkinan
menghadapi tragedy dan kekerasan, serta perjuangan menegakkan kebenaran; kepada umat
seperti itu, tinggal dikatakan kepada mereka, Selamat jalan untuk kehormatan dan cita-cita.

Berlarutnya krisis yang merundungi negeri ini merupakan contoh yang terlalu jelas untuk
dilewatkan. Kita tidak perlu melihat secara detail bagaimana rakyat banyak telah terjangkiti
penyakit jiwa ini. Cukuplah kita perhatikan bagaimana para pembesar negeri. Jangankan
berkorban untuk mengangkat umat dan bangsa dari kehinaan, para pembesar itu justru
mengeruk kekayaan rakyat dan memasukkan ke pundi-pundi kekayaan pribadi dan
golongannya. Kekuasaan yang ada pada mereka tidak dipergunakan untuk melanyani umat,
justru mereka memposisikan diri sebagai yang harus dilayani. Jiwa pengorbanan merosot ke
titik nadir, dan memunculkan jiwa mencari korban.

Perilaku para pemimpin ini dituruti oleh generasi yang lebih muda. Mereka menjadi generasi
yang kehilangan semangat juang dan berkorban untuk mengemban misi mulai kehidupan.
Sementara itu mereka terlena oleh kenikmatan remeh-temeh, kesenangan sesaat. Mereka
menjadi generasi hasil didikan generasi pendahulunya, sehingga hasilnya setali tiga uang,
tidak terlalu jauh berbeda dengan seniornya.
Sekedar contoh, lihat apa yang terjadi. Dalam tiga tahun, pengguna narkoba di Jakarta
mengalami peningkatan luar biasa, 400 persen. Tercatat, tahun 1996 ada 1.729 pengguna
narkoba dan pada tahun 1999 naik menjadi 8.823 orang. Remaja di Jakarta dalam sehari
membelanjakan uangnya sekitar Rp1,3 milyar hanya untuk membeli ekstasi, shabu-shabu,
narkotika, dan obat-obatan terlarang lainnya.

Sebanyak 200 sekolah dari 600 SLTA di Jakarta telah masuk daftar hitam penyalahgunaan
narkoba selama tahun 2000. Selain itu sebanyak 181 sekolah dari 600 SLTP juga tercantum
dalam daftar hitam tersebut. Sekitar 1.200 pelajar SLTA tercatat kecanduan. Tidak kurang dari
1.100 pelajar SLTP terjerat kasus penyalahgunaan narkoba
Bercermin dari kondisi di atas, wajar memang kalau kemudian umat ini menjadi umat yang
mempunyai hati yang lembek, loyo dan tidak berbobot. Maka menjadi semakin banyak bukti
dari prediksi Rasulullah di atas.
Itu baru sekedar dilihat dari sisi moral. Kalau saja kita mau melihat secara lebih luas dan
detail, niscaya kita akan semakin mengerti mengapa umat ini menjadi seperti buih yang tidak
mampu membuat arus dan terjebak dalam krisis multi dimensional. Sisi ekonomi,
perundangan, teknologi, pendidikan adalah bagian lain letak kelemahan umat, yang semakin
menambah ketidakmampuannya membuat arus peradaban dunia.

Untuk menterapi virus tersebut, kita membutuhkan terapi yang disebut tarbiyah. Dengan
proses tarbiyah, insya Allah akan menambah berat timbangan dan membuat arus, sehingga
kita mampu menghancurkan taghut.

Solusi Islam

Semua alasan tersebut menjadikan tarbiyah menjadi penting dan urgen. Kegagalan pendidikan
(sekolah) dalam mencetak kader-kader umat dan bangsa, membuat kita bertanya. Apa yang
salah dengan system pendidikan kita?
Pendidikan telah mengalami penyempitan makna sekadar menjadi pengajaran dan pelatihan.
Pembinaan, tarbiyah, pendidikan tidak identik dengan pengajaran dan pelatihan. Pelatihan itu
berurusan dengan praktik, dengan belajar melakukan. Pengajaran lebih kepada transfer
pengetahuan atau proses mengembangkan potensi intelektualitas. Sementara pendidikan,
pembinaan dan tarbiyah adalah proses untuk menemukan dan kemudian mengaktualisasi
segenap potensi diri manusia. Pembentukan karakter-karakter mulia manusia seperti
integritas, tekad kuat, jujur, kerendahan hati, kesetiaan, keadilan, kesabaran, kesungguhan,
lapang dada dan karakter mulia tidak lainnya mungkin dilakukan dengan pengajaran, ia hanya
bisa dilakukan dengan pembinaan, pendidikan dan dilatih.
Yang terlupakan oleh metode pendidikan dewasa ini adalah bahwa manusia tidak saja
mempunyai fisik dan pikiran, tetapi juga mempunyai hati. Ini yang jarang atau bahkan tidak
pernah disentuh dalam dunia pendidikan. Bahkan barangkali dipandang tidak ada hubungan
antara fisik dan akal dengan hati. Bukankah ini cara memandang manusia secara keliru?

Dibutuhkan suatu pendekatan yang komprehensif dalam mendidik umat. Hal terpenting yang
harus menjadi perhatian pertama dalam mendidik umat adalah mengupayakan kebangkitan
spiritual, kebangkitan ruhani, kehidupan hati, kebangkitan hakiki manusia dan perasaannya.
Tidak cukup menjejali manusia dengan pengetahuan. Ia hanya akan menjadi orang yang tahu,
punya pengetahuan. Tetapi kemauan seseorang untuk merealisasi pengetahuan menjadi
karakter dan akhlaq diri tidak diperoleh dari pengajaran. Diperlukan wadah dan hati yang kuat
dalam diri manusia yang akan diisi pengetahuan, agar bisa mendorongnya menjadi manusia
yang mempunyai karakter luhur dan mulia.
Penting untuk menengok kepada Guru Besar Kehidupan, Rasulullah saw, bagaimana beliau
mampu mendidik dan membina generasi terbaik umat manusia yang pernah dilahirkan di
muka bumi ini. Yang kemudian dari mereka nantinya dua imperium adidaya kala itu, Romawi
dan Persi, bisa ditundukkan. Yang kemudian dari generasi ini memunculkan generasi yang
memperbarui peradaban dunia. Memuliakan kemanusiaan manusia dan mengeluarkan dari
kebinatangan manusia. Membebaskan manusia dari belenggu ikatan materi menuju ikatan
ketauhidan.

Penting untuk disimak apa yang dilakukan oleh Rasulullah dalam membina dan mentarbiyah
para sahabatnya, yaitu bahwa Rasulullah membina dan mempersiapkan para sahabatnya
dengan pembinaan yang menyentuh seluruh aspek kehidupannya: ruhani, jasmani dan fikiran.
Dan untuk membina kekuatan ruhani, kekokohan jiwa, pancaran spiritual, sampai-sampai
dibutuhkan waktu paling tidak 13 tahun. Sebelum akhirnya Rasul mengajarkan aspek-aspek
lain dari kehidupan ini. Dilihat dari sudut pandang seperti ini, bukankah apa yang dilakukan
oleh kebanyakan orang saat ini dalam mendidik umat menjadi terbalik?

Para pengikut Rasulullah dibentuk dan diproses melalui Tarbiyah Islamiyah yang
merealisasikan ubudiyahnya hanya kepada Allah saja; ubudiyah yang meliputi itiqad, ibadah
dan aturan yang benar-benar diterapkan dalam segala aktivitas hidup mereka. Proses
ubudiyah seperti ini akan membersihkan jiwa, hati, dan spiritualitas mereka dari beriman
kepada selain Allah dan meluruskan aktivitas mereka dari orientasi yang lain daripada Allah
semata-mata.
Mengikuti apa yang pernah dilakukan oleh Rasul, kebangkitan kembali umat ini memerlukan
tarbiyah islamiyah. Model pembinaan yang komprehensif untuk membangkitkan umat dari
keterpurukannya. Tarbiyah berasal dari bahasa Arab yang mengandung arti kurang lebih
penjagaan, pengasuhan dan pendidikan. Tarbiyah Islamiyah adalah penjagaan, pengasuhan
dan pendidikan berasaskan Al-Quran dan sunnah Rasulullah SAW. Sumber-sumber ini adalah
sumber-sumber rabbani. Dengan sumber inilah generasi sahabat dididik oleh Rasulullah SAW
sehingga melahirkan generasi rabbani yang mendapat julukan dan pujian dari Allah: Kamu
adalah sebaik-baik ummah yang dikeluarkan untuk manusia. Kamu menyuruh berbuat
kebaikan, melarang berbuat kemungkaran dan kamu beriman kepada Allah. (Ali Imran: 110)

Tarbiyah ingin mewujudkan kondisi yang kondusif bagi manusia untuk dapat hidup di dunia
secara lurus dan baik, serta hidup di akhirat dengan naungan ridho dan pahala Allah swt.
Tarbiyah membentuk pribadi muslim yang mempunyai karakteristik: mempunyai aqidah yang
lurus, ibadahnya benar, akhlak terpuji, fikiran yang kaya dengan ilmu, tubuh yang kuat,
mampu berusaha untuk mencari rizki, mampu mengendalikan hawa nafsu dan mau melakukan
mujahadah pada dirinya, memiliki waktu dengan teratur, urusan dan pekerjaannya ditata dan
diatur dengan disiplin, dan bermanfaat bagi orang lain.

Tarbiyah adalah proses penyiapan manusia yang shalih, agar tercipta suatu keseimbangan
dalam potensi, tujuan, ucapan, dan tindakannya secara keseluruhan. Keseimbangan potensi
artinya kemunculan suatu potensi tidak boleh memandulkan potensi yang lain atau untuk
memunculkan potensi yang satu dimandulkan potensi yang lain. Juga keseimbangan antara
potensi ruhani, jasmani, dan akal pikiran; keseimbangan antara keruhanian manusia dan
kejasmaniannya.

Tarbiyah mendorong seseorang untuk memiliki dinamika yang tinggi di seluruh kehidupannya
bersama diri dan orang-orang yang ada disekitarnya, bahkan lingkungan alam sekitarnya.
Tarbiyah istimewa karena mampu mengiringi fitrah manusia dalam menghadapi realitas
hidupnya di bumi dan alam materi.

Tarbiyah islamiyah merupakan cara ideal berinteraksi dengan fitrah manusia, baik secara
langsung (dengan kata-kata) atau tidak langsung (berupa keteladanan dan sarana yang lain),
untuk memproses perubahan dalam diri manusia menjuju kondisi yang lebih baik. Secara
global tarbiyah islamiyah bertujuan membangun kepribadian Islam yang integral dalam segala
sisi-sisinya, khususnya dalam sisi aqidah, ibadah, ilmu pengetahuan, budaya, akhlaq, perilaku,
pergerakan, keoganisasian dan manajerial, sehingga seluruh kegiatan tarbiyah akan
mengembangkan potensi ruhani, jasmani dan akal pikiran manusia.

Coba cermati firman Allah yang menciptakan manusia beserta segala kehidupannya, di surat
Ali Imran 164: Sungguh Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman ketika
Allah mengutus di antara mereka seorang rasul dari golongan mereka sendiri, yang
membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, membersihkan (jiwa) mereka, dan mengajarkan
kepada mereka Al Kitab dan Al Hikmah. Dan sesungguhnya sebelum (kedatangan Nabi) itu,
mereka adalah benar-benar dalam kesesatan yang nyata. Senada dengan ayat tersebut
adalah surat Al Baqarah ayat 151: Sebagaimana (Kami telah menyempurnakan nikmat Kami
kepadamu) Kami telah mengutus kepadamu Rasul di antara kamu yang membacakan ayat-ayat
Kami kepada kamu dan mensucikan kamu dan mengajarkan kepadamu Al Kitab dan Al Hikmah
(As Sunnah), serta mengajarkan kepada kamu apa yang belum kamu ketahui. Atau ayat 2
surat Al Jumuah: Dialah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul
diantara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan mereka dan
mengajarkan kepada mereka Kitab dan Hikmah (As Sunnah). Dan sesungguhnya mereka
sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang yang nyata.

Banyak sisi yang bisa dilihat dari membaca ayat-ayat di atas. Dari sisi tarbiyah islamiyah kita
bisa mengambil makna bahwa sebelumnya kaum mukmin ini benar-benar tersesat. Mereka
menuhankan batu-batu yang dianggapnya bisa memberikan kebaikan dan mencegah
keburukan dari mereka. Gaya hidup hedonisme orang Arab jahiliyah yang berkecenderungan
kepada materialisme duniawi, tergambar dalam salah satu syair Tarafah pra Islam:
Cari aku di kumpulan orang-orang, kau akan menemukan aku di sana
Buru aku di kedai minuman, kau akan menangkapku di sana
Datangi aku di pagi hari, akan kuberi kau secangkir penuh anggur. Bila kau menolak, tolaklah
sesukamu dan jadilah penghibur yang baik.

Syair di atas menunjukkan kebiasaan minum orang Arab jahiliyah yang merupakan sumber
kenikmatan. Kira-kira tidak berbeda dengan kebiasaan banyak orang jahiliyah masa kini.
Kemudian diutuslah Rasul untuk membacakan ayat-ayat Allah, mensucikan jiwa mereka, dan
mengajarkan Al Kitab dan Al Hikmah (As Sunnah), serta mengajarkan apa yang belum
diketahui. Diutuslah Rasulullah untuk mentarbiyah, mendidik dan membina masyarakat arab
jahiliyah. Mensucikan jiwa mereka, mengisi hati mereka, menguatkan ruhani, mengajarkan
kepada mereka ayat-ayat Allah, memutuskan ikatan-ikatan duniawi kemudian mengikatkan
kepada ikatan aqidah. Menumbuhkan perasaan takut kepada Tuhannya, perasaan rendah di
hadapan Tuhan, hidup dengan ketinggian akhlaq.
Dengan proses seperti inilah generasi terbaik umat ini dilahirkan. Melalui proses ini lahirlah
ummat yang akan menjadi dasar penyelesaian problematika kemanusiaan secara keseluruhan.
Masalah manusia hari ini tidak akan dapat diurai dan dipecahkan kecuali kembali kepada
Islam. Dan Islam tidak akan dapat memainkan perannya kecuali jika terdapat pendukung yang
komitmen terhadapnya. Pendukung yang komit terhadap Islam tidak akan dapat diwujudkan
kecuali dengan pembinaan, dengan tarbiyah islamiyah.


Model Tarbiah

Pengertian tarbiah Islamiyah, sebagaimana telah disinggung di muka, adalah cara ideal dalam
berinteraksi dengan fitrah manusia, baik secara langsung (kata-kata) maupun secara tidak
langsung (keteladanan dan sarana lain), untuk memproses perubahan dalam diri manusia
menuju kondisi yang lebih baik. Secara global tarbiah Islamiah bertujuan membangun
kepribadian Islam yang integral dari segala sisinya, khususnya sisi aqidah, ibadah, ilmu
pengetahuan, budaya, akhlaq, perlilaku, pergerakan, keorganisasian dan manajerial, sehingga
seluruh kegiatan tarbiah akan mengembangkan potensi ruhani, jasmani, dan akal manusia.
Tujuan akhir tarbiah adalah menyiapkan seseorang untuk dapat mengemban tanggung jawab
dawah dan menghadapi rintangan dalam dawah.

Sasaran tarbiah

Sasaran tarbiah untuk tingkat individu mencakup sepuluh point yaitu; salimul aqidah, setiap
individu dituntut untuk memiliki kelurusan aqidah yang hanya dapat diperoleh melalui
pemahaman terhadap Al Quran dan As-Sunnah
Shahihul ibadah, setiap individu dituntut untuk beribadah sesuai dengan petunjuk yang
disyariatkan kepada Rasulullah saw. Pada dasarnya, ibadah bukanlah ijtihad seseorang karena
ibadah itu tidak dapat diseimbangkan melalui penambahan, pengurangan atau penyesuaian
dengan kondisi kemjuan zaman.
Matinnul khuluq, setiap individu dituntut untuk memiliki ketangguhan akhlaq/karakter
sehingga mampu mengendalikan hawa nafsu dan syahwat.

Qadirun alal kasbi, setiap individu dituntut untuk mampu menunjukkan potensi dan
kretivitasnya dalam dunia kerja.
Mutsaqqaful fikri, setiap individu dituntut untyuk memiliki keluasan wawasan. Artinya, dia
harus mampu memanfaatkan setiap kesempatan untuk mengembangkan wawasan.
Qawiyul jism, setiap individu dituntut untuk memliki kekuatan fisik melalui sarana-sarana yang
dipersiapkan Islam.
Mujahidun li nafsi, setiap individu dituntut untuk mengendalikan hawa nafsunya dan senatiasa
mengokohkan diri di atas hukum-hukum Allah melalui ibadah dan amal saleh. Artinya, ia
dituntut untuk berjihad melawan bujuk rayu setan yang menjerumuskan manusia pada
kejahatan dan kebatilan.

Munadzam fi syuunihi, setiap individu dituntut mampu mengatur segala urusannya sesuai
dengan keteraturan Islam. Pada dasarnya, setiap pekerjaan yang tidak teratur hanya akan
berakhir pada kegagalan.
Haritsun ala waqtihi, setiap individu dituntut untuk memelihara waktunya sehingga dia akan
terhindar dari kelalaian. Dengan begitu, diapun akan mampu menghargai waktu orang lain
sehingga dia tidak memberikan kesempatan kepada orang lain untuk melakukan kesia-siaan,
baik untuk kehidupan dunia maupun akhiratnya. Tampaknya, tepat sekali apa yang dikatakan
oleh ulama salaf bahwa waktu itu ibarat pedang. Jika ia tidak ditebaskan dengan tepat, ia akan
menebas diri kita sendiri.
Nafiun li ghairihi, setiap individu menjadikan dirinya bermanfaat bagi orang lain.

Perangkat tarbiah

Untuk merealisasikan sasaran dalam proses tarbiyah diperlukan berbagai sarana anatara lain;
halaqoh, mabit, rihlah, mukhayyam, dan tatskif. Di antara beberapa sarana tarbiyyah tersebut,
halaqoh merupakan sarana yang memiliki peran penting karena beberapa alasan;

pertama,


dalam tarbiah dengan system halaqoh ini didapatkan kearifan, kejelian, dan langsung di bawah
asuhan seorang murabbi. Sehingga setiap kecenderungan dan perubahan yang terjadi segera
bisa dipantau dan diarahkan oleh murabbi. Sedang programnya bersumber dari Kitabullah dan
sunnah rasul, dengan jadwal yang sudah diatur.

Kedua,


tarbiah melalui halaqoh merupakan tujuan yang terkandung dalam perangkat. Demikian itu
karena penyiapan seorang individu secara islami, pematangan mentalitas, pemikiran, aqidah,
dan perilaku merupakan aktivitas yang memerlukan kesinambungan dan kontinuitas,
sekaligus menjadi tujuan abadi. Kendati sarana ini termasuk perangkat, namun karena kuatnya
keterkaitan dengan tujuan, mengharuskan system ini memiliki kontinyuitas.

Ketiga,


sepanjang perjalanan tarbiah, hanya sistem halaqoh yang mampu memantapkan proses
penyiapan individu islami secara integral. Oleh karenanya system ini harus tetap berlanjut,
meski daulah islam telah berdiri karena ia yang akan menjadi penyuplai kebutuhan
pemerintahan akan sumber daya manusia dengan proses yang baik.
Keempat, taruhlah pemerintah dapat menguasai system pengajaran dan informasi, namun
keduanya tidak akan mampu mentarbiyah. Meskipun tarbiah yang integral, yang menanamkan
dalam jiwa sifat keutamaan, kesungguhan, dan kepekaan terhadap tanggung jawab memang
berhubungan erat dengan proses pengajaran dan informasi.
Kompetensi Tarbiah

Diperlukan kajian yang komprehensif untuk mendorong terealisasikannya sasaran tarbiah,
yang meliputi seluruh segi yang memungkinkan mencuatnya segala potensi kebaikan. Secara
garis besar ada empat kelompok kajian, yaitu; dasar-dasar keislaman, pengembangan diri,
dakwah dan pemikiran islam, serta social kemasyarakatan.

Dasar-dasar keislaman mencakup al quran dan ulumul quran, hadist dan ulumul hadits,
aqidah, fiqh, akhlaq, sirah dan kepribadian muslim. Pengembangan diri terdiri dari metodologi
berfikir dan riset, belajar mandiri, rumah tangga muslim, manajemen, bahasa arab, kesehatan
dan kekuatan fisik, kependidikan dan keguruan. Dakwah dan pemikiran meliputi fiqh dakwah,
sejarah dan peradaban umat, dunia islam kontemporer, pemikiran, gerakan dan organisasi
pembaharuan, islam dan kekuatan lawan. Dan social kemasyarakatan meliputi tata social
kemasyarakatan, perundang-undangan, system politik dan hubungan internasional, ekonomi,
seni dan budaya, iptek dan lingkungan, serta isu kontemporer social politik dakwah islam.
Tarbiyah Melahirkan Mukmin Mujahid


HIKMAH:
Tarbiyah Islamiyah bukan sekadar membentuk seseorang
itu menjadi mukmin untuk dirinya, beramal dan bertaqwa
seorang diri sahaja. Tetapi ia juga bertujuan
melahirkan mukmin yang sedia berkhidmat, memberi
sumbangan kepada Islam dan berjihad pada jalan Allah
SWT.
*******************************************************

Rasulullah SAW mendidik para sahabatnya sehingga
menjadi MUJAHID YANG KUKUH IMAN MEREKA, SENANTIASA
BERSEDIA UNTUK BERKORBAN DAN BERJIHAD DI JALAN ALLAH.
Apabila Islam berhajat kepada kerja dakwah, maka
tampillah para da'i yang jujur, berani dan sabar
menyampaikan risalah Islam melalui lisan dan contoh
yang baik. Apabila Islam memerlukan pengorbanan harta
benda, maka tampillah sahabat yang mempunyai harta
kekayaan menyerahkan harta benda mereka kepada
Rasulullah SAW dengan penuh keredhaan tanpa bakhil,
seperti Abu Bakar al-Siddiq, Umar al-Khattab, Osman
Ibn Affan dan Abdul Rahman al-'Auf.

Semua ini adalah PRIBADI YANG LAHIR HASIL DARIPADA
TARBIYAH IMANIYAH YANG BERJALAN DI DALAM MADRASAH
RASULULLAH SAW. Didikan Rasulullah SAW bukan untuk
melahirkan ahli falsafah atau kumpulan sufi yang asyik
dengan riadah ruhiyah semata-mata tanpa menghiraukan
tipudaya musuh yang ingin menghancurkan Islam.
Rasulullah SAW pernah menegur seorang lelaki yang
ingin mengasingkan diri untuk beribadah dan
meninggalkan jihad. Kata Rasulullah SAW kepada lelaki
itu;

"Jangan kamu lakukan demikian. Sesungguhnya tegak
seseorang kamu di jalan Allah (berjihad) adalah lebih
utama daripada ia sembahyang dirumahnya selama 70
tahun. Apakah kamu tidak suka Allah mengamponkan kamu
serta memasukkan kamu ke dalam syurga? Berjihadlah
pada jalan Allah. Sesiapa yang berperang pada jalan
Allah di atas belakang unta , maka wajiblah baginya
syurga" (Hadis riwayat At-Tarmizi).

Hasan al-Banna pernah menyebutkan: "Jihad adalab fardu
yang berjalan terus sampai hari kiamat."

Sabda Rasuluilah SAW: "Barangsiapa mati padahal dia
tidak berjihad dan tidak pernah berniat berjihad, maka
matinya seperti mati jahiliyah."

SERENDAH-REMDAH TINGKAT JIHAD ITU IALAH DENGAN CARA
MEMBANTAH DI DALAM HATI, DAN SETINGGI-TINGGINYA IALAH
PERANG FI SABILILLAH KARENA KEBENARAN. Di antara
kedua-dua tingkatan itu terdapat cara-cara jihad yang
lain seperti berjihad dengan lidah, berjihad dengan
pena, berjihad dengan tangan dan bejihad dengan cara
berani bercakap benar di hadapan raja yang zalim.
SEMUA SIFAT DAN TINGKATAN JIHAD TERSEBUT AKAN LAHIR
MELALUI PROSES TARBIYAH IMANIYAH, INSYA ALLAH.


PROSES TARBIYAH MESTI BERTERUSAN
Proses Tarbiyah lmaniyah mestilah berterusan, tidak
boleh diabaikan atau dihentikan separuh jalan atau
ditamatkan. Silibusnya mencakupi sepanjang hayat
seorang muslim.

Menurut Al Syekh Mustafa Masyur bahawa TARBIYAH DAN
PEMBERSIHAN JIWA DIUMPAMAKAN SEPERTI MAKANAN DAN
SIRAMAN BAGI POHON YANG DISEMAI ATAU DITANAM. Jika
pohon tidak dibajai dan disirami sentiasa, maka ia
akan layu dan kering. la akan terus hidup subur jika
dibajai dan disirami. Demikianlah manusia. HIDUP
SEBENARNYA BAGI INDIVIDU ATAU JAMAAH ADALAH KARENA
ADANYA IMAN. Hidup manusia sebenarnya adalah hidup
hatinya dengan keimanan bukan hidup jasad yang akan
fana. Iman di dalam hati itulah yang akan melahirkan
kehidupan yang bermakna. Hati perlu digilap selalu
kerana ia mungkin berkarat. Rasuluilah SAW bersabda
yang bermaksud:

"Sesunggubnya hati manusia itu berkarat seperti
berkaratnya besi. Sababat-sababat bertanya: Apakah
pengilapnya wahai Rasulullah?. Rasulullah menerangkan:
membaca Al Quran dan mengingati maut (mati).' (HR Al
Baibaqi)

lman yang berada dalam iiwa manusia sentiasa terdedah
kepada kelunturan dan kelemahan kerana dijangkiti oleh
berbagai penyakit seperti kesibukan urusan duniawi,
dan lain-lain. Oleh itu kita perlu banyak memohon
pertolongan kepada Allah SWT dengan sentiasa
memperbaharui keimanan kita. Sabda Rasuluilah SAW:

"Sesungguhnya iman itu boleb lusuh seperti lusuhnya
pakaian, maka bendaklah kamu memobon doa kepada Allah
SWT supaya diperbaharui keimanan itu di dalam jiwa
kamu.' (HR Al Hakim dan At Tabrani)


FAKTOR KEJAYAAN TARBIYAH ISLAMIYAH
Dr. Yusuf AI Qardhawi dalam bukunya, telah menjelaskan
bahwa di sana ada BEBERAPA FAKTOR YANG MEMBANTU
MENJAYAKAN TARBIYAH ISLAMIYAH, antaranya :

1. Keyakinan sepenuhnya bahawa tarbiyah adalah
satu-satunya wasilah yang paling berkesan untuk
merubah masyarakat, melahirkan rijal don seterusnya
mencapai kejayaan. Melalui tarbiyahlah Rasuluilah SAW
berjaya membentuk generasi rabbani sebagai contoh yang
sukar ditandingi. Jalan Tarbiyah adalah jalan yang
jauh, jalan yang sukar dan jalan yang bertahap-tahap.
Sedikit sekali yang mampu mengharungi jalan ini, tapi
ianya satu-satunya jalan untuk sampai kepada kejayaan.


2. Hanya Tarbiyah Islam yang mempunyai manhaj dan
matlamat, lengkap dalam semua aspek dan jelas dari
segi sumber, proses don perancangannya.

3. Tarbiyah lslamiyah mampu mewujudkan suasana
masyarakat yang harmoni. Suasana ini membantu setiap
anggota masyrakat hidup secara Islam. Masyarakat
dididik tentang cara memberi tunjuk ajar, cara
bersimpati, memberi pertolongan dan sebagainya. Setiap
anggota merasa sedikit dengan dirinya dan merasa
banyak dengan sahabat. Dia merasa lemah bila
bersendirian dan merasa kuat dengan berjemaah.

4. Adanya pemimpin yang bersifat pendidik dengan
fitrah yang Allah anugerahkan kepadanya. Pengetahuan
dan pengalamannya menjadikan Tarbiyahnya lahir
daripada hati sanubari yang bersih dan ikhlas kerana
Allah SWT semata-mata. Setiap perkataan yang keluar
dari hati akan masuk ke hati-hati yang lain tanpa
sekatan. Perkataan yang hanya lahir dari lidah
semata-mata tidak akan mampu melewati telinga pun.
Perpatah ada menyatakan: "Orang yang kehilangan
sesuatu benda nescaya ia tidak akan dapat
memberikannya."

5. Mempunyai pendidik-pendidik yang ikhlas, berwibawa
dan beramanah mengikut jalan pemimpin agong Muhammad
SAW. Tidaklah dimaksudkan pendidik di sini mereka
yang keluar dari pusal-pusat pengajian tinggi dalam
bidang tarbiyah atau pendidikan, dengan ijazah masters
atau PhD. Yang dimaksud dengan pendidik di sini ialah
MEREKA YANG MEMPUNYAI KEIMANAN YANG TINGGI, KEROHANIAN
YANG KUAT, JIWA YANG BERSIH, KEMAUAN YANG KENTAL,
SIMPATI YANG LUAS DAN KEWIBAWAAN YANG MEMBERI KESAN
KEPADA ORANG LAIN. Dia mungkin seorang jurutera atau
seorang pegawai biasa atau seorang peniaga atau
seorang buruh yang tidak ada kaitan dengan
prinsip-prinsip atau sistem pendidikan.

6. Menggunakan berbagai-bagai wasilah seperti
kegiatan-kegiatan di dalam halaqat, usrah-usrah, dan
katibah-katibah yang dijuruskan ke arah matlamat
pembangunan insan muslim yang soleh dan sempurna.


PENUTUP
Menjadikan Islam sebagai satu alternatif penyelesaian
kepada masalah umat manusia mestilah lahir daripada
keyakinan yang berteraskan keimanan, bukan disebabkan
kegagalan sistem sistem lain. Islam hanya boleh
memainkan peranannya untuk menyelesaikan masalah
manusia apabila ianya diambil secara syumul dalam
bentuk konkrit.

Oleh itu setiap pekerja (amilin) Islam mestilah
dibentuk dan diproses berteraskan aqidah tauhid yang
bersumberkan daripada Al Quran dan Sunnah Rasulullah
SAW. Islam tidak akan dapat dibangunkan tanpa rijal
(pahlawan). Rijal tidak dilahirkan tanpa melalui
proses Tarbiyah. Dan Tarbiyah tidak akan memberi
sebarang kesan tanpa penglibatan dan penghayatan yang
bersungguh-sungguh daripada setiap individu. Adalah
menjadi harapan dan keyakinan setiap muslim bahawa
masa depan adalah milik Islam.

*IKATLAH ILMU DENGAN MENULISKANNYA*
Al-Hubb Fillah wa Lillah,

Demikian sekilas tentang urgensi tarbiah islamiah, yang dari sana kita berharap kebangkitan
umat akan menjadi kenyataan. Untuk merealisasikan kembali julukan indah yang pernah
diberikan kepada generasi sahabat, khairu ummah.

Wallahu alam bisshawab

You might also like