You are on page 1of 12

LAPORAN PENDAHULUAN EPILEPSI

A. Pengertian
Epilepsi adalah penyakit serebral kronik dengan karekteristik kejang berulang akibat
lepasnya muatan listrik otak yang berlebihan dan bersifat reversibel (Tarwoto, 2007)
Epilepsi adalah gangguan kronik otak dengan ciri timbulnya gejala-gejala yang datang
dalam serangan-serangan, berulang-ulang yang disebabkan lepas muatan listrik abnormal
sel-sel saraf otak, yang bersifat reversibel dengan berbagai etiologi (Arif, 2000)
Epilepsi adalah sindroma otak kronis dengan berbagai macam etiologi dengan ciri-ciri
timbulnya serangan paroksismal dan berkala akibat lepas muatan listrik neuron-neuron
otak secara berlebihan dengan berbagai manifestasi klinik dan laboratorik (anonim, 2008)

B. Etiologi
Penyebab pada kejang epilepsi sebagian besar belum diketahui (Idiopatik) Sering terjadi
pada:
1. Trauma lahir, Asphyxia neonatorum
2. Cedera Kepala, Infeksi sistem syaraf
3. Keracunan CO, intoksikasi obat/alkohol
4. Demam, ganguan metabolik (hipoglikemia, hipokalsemia, hiponatremia)
5. Tumor Otak
6. Kelainan pembuluh darah
(Tarwoto, 2007)
Faktor etiologi berpengaruh terhadap penentuan prognosis. Penyebab utama, ialah epilepsi
idopatik, remote symptomatic epilepsy (RSE), epilepsi simtomatik akut, dan epilepsi pada
anak-anak yang didasari oleh kerusakan otak pada saat peri- atau antenatal. Dalam
klasifikasi tersebut ada dua jenis epilepsi menonjol, ialah epilepsi idiopatik dan RSE. Dari
kedua tersebut terdapat banyak etiologi dan sindrom yang berbeda, masing-masing dengan
prognosis yang baik dan yang buruk.
Epilepsi simtomatik yang didasari oleh kerusakan jaringan otak yang tampak jelas pada
CT scan atau magnetic resonance imaging (MRI) maupun kerusakan otak yang tak jelas
tetapi dilatarbelakangi oleh masalah antenatal atau perinatal dengan defisit neurologik
yang jelas. Sementara itu, dipandang dari kemungkinan terjadinya bangkitan ulang pasca-
awitan, definisi neurologik dalam kaitannya dengan umur saat awitan mempunyai nilai
prediksi sebagai berikut:
Apabila pada saat lahir telah terjadi defisit neurologik maka dalam waktu 12 bulan pertama
seluruh kasus akan mengalami bangkitan ulang, Apabila defisit neurologik terjadi pada
saat pascalahir maka resiko terjadinya bangkitan ulang adalah 75% pada 12 bulan pertama
dan 85% dalam 36 bulan pertama. Kecuali itu, bangkitan pertama yang terjadi pada saat
terkena gangguan otak akut akan mempunyai resiko 40% dalam 12 bulan pertama dan 36
bulan pertama untuk terjadinya bangkitan ulang. Secara keseluruhan resiko untuk
terjadinya bangkitan ulang tidak konstan. Sebagian besar kasus menunjukan bangkitan
ulang dalam waktu 6 bulan pertama.
Epilepsi dapat dibagi dalam tiga golongan utama antara lain:
a. Epilepsi Grand Mal
Epilepsi grand mal ditandai dengan timbulnya lepas muatan listrik yang berlebihan
dari neuron diseluruh area otak-di korteks, di bagian dalam serebrum, dan bahkan di
batang otak dan talamus. Kejang grand mal berlangsung selama 3 atau 4 menit.
b. Epilepsi Petit Mal
Epilepsi ini biasanya ditandai dengan timbulnya keadaan tidak sadar atau penurunan
kesadaran selama 3 sampai 30 detik, di mana selama waktu serangan ini penderita
merasakan beberapa kontraksi otot seperti sentakan (twitch- like),biasanya di daerah
kepala, terutama pengedipan mata.
b. Epilepsi Fokal
Epilepsi fokal dapat melibatkan hampir setiap bagian otak, baik regio setempat pada
korteks serebri atau struktur-struktur yang lebih dalam pada serebrum dan batang otak.
Epilepsi fokal disebabkan oleh resi organik setempat atau adanya kelainan fungsional.

C. PATOFISIOLOGI.
Menurut para penyelidik bahwa sebagian besar bangkitan epilepsi berasal dari sekumpulan
sel neuron yang abnormal di otak, yang melepas muatan secara berlebihan dan
hypersinkron. Kelompok sel neuron yang abnormal ini, yang disebut juga sebagai fokus
epileptik mendasari semua jenis epilepsi, baik yang umum maupun yang fokal (parsial).
Lepas muatan listrik ini kemudian dapat menyebar melalui jalur-jalur fisiologis-anatomis
dan melibatkan daerah disekitarnya atau daerah yang lebih jauh letaknya di otak. Tidak
semua sel neuron di susunan saraf pusat dapat mencetuskan bangkitan epilepsi klinik,
walaupun ia melepas muatan listrik berlebihan. Sel neuron diserebellum di bagian bawah
batang otak dan di medulla spinalis, walaupun mereka dapat melepaskan muatan listrik
berlebihan, namun posisi mereka menyebabkan tidak mampu mencetuskan bangkitan
epilepsi. Sampai saat ini belum terungkap dengan pasti mekanisme apa yang mencetuskan
sel-sel neuron untuk melepas muatan secara sinkron dan berlebihan (mekanisme terjadinya
epilepsi).
Secara Patologi :
Fenomena biokimia sel saraf yang menandai epilepsi :
1. Ketidakstabilan membran sel saraf.
2. Neuron hypersensitif dengan ambang menurun.
3. Polarisasi abnormal.
4. Ketidakseimbangan ion.


















D. PATHWAY












E. MANIFESTASI KLINIK
1. Manifestasi klinik dapat berupa kejang-kejang, gangguan kesadaran atau gangguan
penginderaan
2. Kelainan gambaran EEG :
3. Tergantung lokasi dan sifat Fokus Epileptogen
4. Dapat mengalami Aura yaitu suatu sensasi tanda sebelum kejang epileptik (Aura dapat
berupa perasaan tidak enak, melihat sesuatu, men cium bau-bauan tak enak, mendengar suara
gemuruh, mengecap sesuatu, sakit kepala dan sebagainya)

F. KLASIFIKASI KEJANG
1. Kejang Parsial
a. Parsial Sederhana
Gejala dasar, umumnya tanpa gangguan kesadaran. Misal: hanya satu jari atau tangan
yang bergetar, mulut tersentak dengan gejala sensorik khusus atau somatosensorik
seperti: mengalami sinar, bunyi, bau atau rasa yang tidak umum/tdk nyaman
b. Parsial Kompleks
Dengan gejala kompleks, umumnya dengan ganguan kesadaran. Dengan gejala
kognitif, afektif, psiko sensori, psikomotor. Misalnya: individu terdiam tidak
bergerak atau bergerak secara automatik, tetapi individu tidak ingat kejadian tersebut
setelah episode epileptikus tersebut lewat
2. Kejang Umum (grandmal)
Melibatkan kedua hemisfer otak yang menyebabkan kedua sisi tubuh bereaksi Terjadi
kekauan intens pada seluruh tubuh (tonik) yang diikuti dengan kejang yang bergantian
dengan relaksasi dan kontraksi otot (Klonik) Disertai dengan penurunan kesadaran,
kejang umum terdiri dari:
a. Kejang Tonik-Klonik
b. Kejang Tonik : keadaan kontinyu
c. Kejang Klonik : Kontraksi otot mengejang
d. Kejang Atonik : Tidak adanya tegangan otot
e. Kejang Myoklonik : kejang otot yang klonik
f. Spasme kelumpuhan
g. Tidak ada kejang
h. Kejang Tidak Diklasifikasikan/ digolongkan karena datanya tidak lengkap.

G. Pemeriksaan Diagnostik
1. Pungsi Lumbar
Pungsi lumbar adalah pemeriksaan cairan serebrospinal (cairan yang ada di otak dan
kanal tulang belakang) untuk meneliti kecurigaan meningitis. Pemeriksaan ini
dilakukan setelah kejang demam pertama pada bayi.
a. Memiliki tanda peradangan selaput otak (contoh : kaku leher)
b. Mengalami complex partial seizure
c. Kunjungan ke dokter dalam 48 jam sebelumnya (sudah sakit dalam 48 jam
sebelumnya)
d. Kejang saat tiba di IGD (instalasi gawat darurat)
e. Keadaan post-ictal (pasca kejang) yang berkelanjutan. Mengantuk hingga sekitar 1
jam setelah kejang demam adalah normal.
f. Kejang pertama setelah usia 3 tahun
Pada anak dengan usia > 18 bulan, pungsi lumbar dilakukan jika tampak tanda
peradangan selaput otak, atau ada riwayat yang menimbulkan kecurigaan infeksi sistem
saraf pusat. Pada anak dengan kejang demam yang telah menerima terapi antibiotik
sebelumnya, gejala meningitis dapat tertutupi, karena itu pada kasus seperti itu pungsi
lumbar sangat dianjurkan untuk dilakukan.
2. EEG (electroencephalogram)
EEG adalah pemeriksaan gelombang otak untuk meneliti ketidaknormalan gelombang.
Pemeriksaan ini tidak dianjurkan untuk dilakukan pada kejang demam yang baru terjadi
sekali tanpa adanya defisit (kelainan) neurologis. Tidak ada penelitian yang
menunjukkan bahwa EEG yang dilakukan saat kejang demam atau segera setelahnya
atau sebulan setelahnya dapat memprediksi akan timbulnya kejang tanpa demam di
masa yang akan datang. Walaupun dapat diperoleh gambaran gelombang yang
abnormal setelah kejang demam, gambaran tersebut tidak bersifat prediktif terhadap
risiko berulangnya kejang demam atau risiko epilepsi.
3. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan seperti pemeriksaan darah rutin, kadar elektrolit, kalsium, fosfor,
magnsium, atau gula darah tidak rutin dilakukan pada kejang demam pertama.
Pemeriksaan laboratorium harus ditujukan untuk mencari sumber demam, bukan
sekedar sebagai pemeriksaan rutin.
4. Neuroimaging
Yang termasuk dalam pemeriksaan neuroimaging antara lain adalah CT-scan dan MRI
kepala. Pemeriksaan ini tidak dianjurkan pada kejang demam yang baru terjadi untuk
pertama kalinya.


H. PENCEGAHAN
Upaya sosial luas yang menggabungkan tindakan luas harus ditingkatkan untuk
pencegahan epilepsi. Resiko epilepsi muncul pada bayi dari ibu yang menggunakan obat
antikonvulsi yang digunakan sepanjang kehamilan. Cedera kepala merupakan salah satu
penyebab utama yang dapat dicegah. Melalui program yang memberi keamanan yang
tinggi dan tindakan pencegahan yang aman, yaitu tidak hanya dapat hidup aman, tetapi
juga mengembangkan pencegahan epilepsi akibat cedera kepala. Ibu-ibu yang mempunyai
resiko tinggi (tenaga kerja, wanita dengan latar belakang sukar melahirkan, pengguna obat-
obatan, diabetes, atau hipertensi) harus di identifikasi dan dipantau ketat selama hamil
karena lesi pada otak atau cedera akhirnya menyebabkan kejang yang sering terjadi pada
janin selama kehamilan dan persalinan.
Program skrining untuk mengidentifikasi anak gangguan kejang pada usia dini, dan
program pencegahan kejang dilakukan dengan penggunaan obat-obat anti konvulsan
secara bijaksana dan memodifikasi gaya hidup merupakan bagian dari rencana pencegahan
ini.

I. PENGOBATAN
Pengobatan epilepsi adalah pengobatan jangka panjang. Penderita akan diberikan obat
antikonvulsan untuk mengatasi kejang sesuai dengan jenis serangan. Penggunaan obat
dalam waktu yang lama biasanya akan menyebabkan masalah dalam kepatuhan minum
obat (compliance) seta beberapa efek samping yang mungkin timbul seperti pertumbuhan
gusi, mengantuk, hiperaktif, sakit kepala, dll
.Penyembuhan akan terjadi pada 30-40% anak dengan epilepsi. Lama pengobatan
tergantung jenis epilepsi dan etiologinya. Pada serangan ringan selama 2-3th sudah cukup,
sedang yang berat pengobatan bisa lebih dari 5th. Penghentian pengobatan selalu harus
dilakukan secara bertahap. Tindakan pembedahan sering dipertimbangkan bila pengobatan
tidak memberikan efek sama sekali.
Penanganan terhadap anak kejang akan berpengaruh terhadap kecerdasannya. Jika
terlambat mengatasi kejang pada anak, ada kemungkinan penyakit epilepsi, atau bahkan
keterbalakangan mental. Keterbelakangan mental di kemudian hari. Kondisi yang
menyedihkan ini bisa berlangsung seumur hidupnya.

J. KOMPLIKASI
1. Kerusakan otak akibat hipeksia dan retardasi mental dapat timbul akibat kejang yang
berulang
2. Dapat timbul depresi dan keadaan cemas ( Elizabeth, 2001 : 174 )

H. KONSEP KEPERAWATAN
1. Pengkajian data dasar
Data dasar adalah dasar untuk mengindividualisasikan rencana asuhan keperawatan,
mengembangkan dan memperbaiki sepanjang waktu asuhan perawat untuk klien.
Pengumpulan data harus berhubungan dengan masalah kesehatan tertentu dengan kata lain
data pengkajian harus relevan ( Potter, 2005 : 144 )
Identitas atau biodata terdiri dari tinggi atau kesiapan psikis. Pendidikan untuk mengetahui
wawasan dan pengetahuan, agama untuk meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan
otak, pekerjaan untuk mengetahui status sosial ekonomi dan alamat untuk mengetahui
komunitasnya
Riwayat keperawatan sekarang didapatkan dengan pengkajian dari penyakit saat ini,
riwayat kesehatan keluarga. Pada pengkajian riwayat penyakit saat ini diperoleh dengan
pengumpulan data yang penting dan berkaitan tentang awitan gejala. Perawat menentukan
kepan gejala timbul, apakah gejala selalu timbul atau hilang dan timbul. Perawat juga
menanyakan tentang durasi gejala. Pada bagian tentang riwayat penyakit sat ini perawat
mencatatkan informasi spesifik seperti letak, intentitas dan kualitas gejala
Riwayat kesehatan masa lalu diperoleh dengan pengkajian tentang riwayat masa lalu
sehingga memberikan data tentang pengalaman perawatan kesehatan klien. Perawat
mengkaji apakah klien dirawat dirumah sakit atau pernah menjalani operasi juga penting
dalam merencanakan asuhan keperawatan adalah deskripsi tentang alergi termasuk alergi
terhadap makanan, obat obatan atau polutan. Juga terdapat pada format pengkajian.
Perawat juga mengidentifikasi kebiasaan dan pola gaya hidup. Penggunaan tembakau,
alkohol, kafein, obat obatan atau medikasi yang secara rutin digunakan dapat membuat
klien berisiko terhadap penyakit yang menyerang napas, paru paru, jantung, sistem saraf,
atau berfikir dengan membuat catatan tentang tipe kebiasaan juga frekuensi dan durasi
penggunaan akan memberikan data yang penting
Pengkajian pada riwayat keluarga adalah untuk mendapatkan data tentanghubungan
kekeluargaan langsung dan hubungan darah. Sasarannya adalah untuk menentukan apakah
klien beresiko terhadap penyakit yang bersifat genetik atau familial dan untuk
mengidentifikasi area tentang promosi kesehatan dan pencegahan penyakit. Riwayat
keluarga juga memberikan informasi tentang struktur keluarga, interaksi dan fungsi yang
mungkin berguna dalam merencanakan asuhan, keperawatan ( Potter, 2005 : 158 )
Pada pola pengkajian fungsional, penulis menggunakan pola pengkajian menurut Virginia
Handerson karena teory keperawatan tersebut (Handerson, 1955 ) mencakup seluruh
kebutuhan dasar manusia. Handerson ( 1964 ) mengidentifikasikan keperawatan sebagai
membantu individu yang sakit dan yang sehat dalam melaksanakan aktivitas yang
memiliki kontribusi terhadap kesehatan dan penyembuhannya dimana individu tersebut
akan mampu mengerjakannya tanpa bantuan. Bila ia memiliki kekuatan, kemampuan dan
kebutuhan. Dalam hal ini dilakukan agar dapat mengembalikan kembali kemandiriannya
secepat mungkin
( Potter, 2005 : 159 )
Pengkajian fisik pada kasus ini difokuskan pada sistem persyarafan dan sistem neurologis
bertanggung jawab terhadap banyak fungsi, termasuk stimulus sensori, organisasi proses
berfikir, kontrol bicara dan penyimpanan memori. Kebutuhan dasar menurut Virgina
Handerson memberikan kerangka kerja dalam melakukan asuhan keperawatan
diantaranya:
1. Bernafas secara normal
Bantuan yang dapat diberikan kepada klien oleh perawat adalah membantu memilih
tempat tidur, kursi yang cocok, serta menggunakan bantal, alas dan sejenisnya sebagai
alat pembantu klien agar dapat bernafas dengan kontrol dan kemampuan
mendemonstrasikan serta menjelaskan pengaruhnya kepada klien. Perawat harus
waspada terhadap tanda tanda obstruksi jalan nafas dan siap memberikan bantuan
dalam keadaan tertentu
2. Kebutuhan akan Nutrisi
Perawat harus mampu memberikan penjelasan mengenai tinggi dan berat badan yang
normal, kebutuhan nutrisi yang diperlukan, pemilihan dan penyediaan makanan,
pendidikan, kesehatan akan berhasil apabila diperhatikan latar belakang kultural dan
sosial klien. Untuk itu perawat harus mengerti kebiasaan, kepercayaan klien tentang
nutrisi disamping nutrisi dan tumbuh kembang
3. Kebutuhan Eliminasi
Perawatan dasarnya meliputi semua pengeluaran tubuh, perawat harus mengetahui
semua saluran pengeluaran dan keadaan normalnya. Jarak waktu pengeluaran dan
frekuensi pengeluaran yang meliputi keringat. Udara yang keluar saat bernafas,
menstruasi, muntah, buang air besar atau kecil
4. Gerak dan Keseimbangan Tubuh
Perawat harus mengetahui tentang prinsip prinsip keseimbangan tubuh miring dan
besar artinya perawat harus bisa memberikan rasa nyaman dalam semua posisi dan
tidak membiarkan terbaring terlalu lama pada satu sisi. Perawat harus dapat melindungi
pasiennya selama sakit dengan berhati hati saat memindahkan dan mengangkat
5. Kebutuhan Istirahat Tidur
Istirahat dan tidur tergantung pada relaksasi otot, untuk itu perawat harus mengetahui
tentang pergerakan badan yang baik disamping itu juga dipengaruhi oleh emosi (stress)
dimana stress merupakan keadaan dimana aktivitas dan kreatifitas dianggap patologis
apabila ketegangan dapat diatasi atau tak terkontrol dengan istirahat cukup.
6. Kebutuhan Berpakaian
Perawatan pada dasarnya meliputi membantu klien memilih pakaian yang tersedia dan
membantu urutan memakainya. Perawat tidak boleh memaksakan pada klien pakaian
yang tak sesuai dan disukai klien hal tersebut dapat menghilangkan rasa kebebasan
klien.

7. Mempertahankan Temperatur Tubuh atau Sirkulasi
Perawat harus mengetahui kebutuhan fisiologi pasien dan bisa mendorong kearah
tercapainya keadaaan normal maupun dengan mengubah temperatur kelembapan,
pergerakan udara atau dengan menguatkan serta mengurangi aktivitasnya. Menu
makanan dan pakaian yang dikenakan mempengaruhi dalam hal ini.
8. Kebutuhan Akan Personal Higine
Klien harus menyediakan fasilitas dan bantuan peralatan sangat dibutuhkan untuk
membersihkan kulit, rambut, kuku, hidung, mulut dan giginya konsep konsep
mengeanai kebersihan berbeda tiap klien tetapi tak perlu menurunkan hanya karena
sakit. Sebaliknya standart kerendah harus ditingkatkan perawat harus bisa menjaga
posisinya tetap bersih terlepas dari keadaan fisik jiwa yang kotor.
9. Kebutuhan Rasa Aman Dan Nyaman
Dalam keadaan sehat setiap orang bebas mengontrol keadaan sekelilingnya atau
mengubah keadaan itu bila beranggapan sudah tak cocok lagi jiwa sakit sikap tersebut
tidak dapat dilakukan ketidaktahuan dapat menimbulkan kekawatiran yang tak perlu
baru dalam keadaan sehat atau sakit. Seorang klien mungkin mempunyai pantangan
yang tak diketahui dan petugas kesehatan, kasta, adat istiadat kepercayaan dari agama
mempengaruhi peraturan dasarnya meliputi melindungi klien dari trauma dan bahaya
yang timbul.
10. Berkomunikasi Dengan Orang Lain Dan Mengekspresikan Emosi, Keinginan Rasa
Takut Dan Pendapat
Keinginan rasa takut dan pendapat dalam keadaan sehat tiap bersikap emosi tampan
pada ekpresi fisik bertambah, cepatnya denyut jantun, pernafasan atau muka yang
mendadak merah dinterprestaikan sebagai pernyataan jiwa atau emesi. Perawat
mempunyai tugas yang kompleks baik bersifat pribadi maupun yang mengarahkan
keseluruhan personalitas dalam memberi bantuan kepada klien. Perawat harus
menterjemahkan dalam hubungan klien dengan temperatur dalam memasukan
kesehatannya tugas terberat perawat adalah membuat klien mengerti dirinya sendiri,
mengerti perubahan sikap yang memperburuk kesehatan dan menerima keadaan yang
tidak dapat diubah, menciptakan lingkunagan yang teraupetik sangat membantu dalam
hal ini.
11. Kebutuhan Spritual
Dalam memberiakn perawatan dalam situasi apapun kebutuhan spritual klien harus
dicermati dan perawatan harus membantu dalam pemenuhan kebutuhan itu. Apabila
sewaktu sehat melakukan ibadah agama merupakan perintah yang penting bagi
seseorang maka saat sakit hal ini menjadi lebih penting perawat, petugas keshatan lain
12. Kebutuhan Bekerja
Dalam perawatan dasar maka penilaian terhadap interprestasi terhadap kebutuhanklien
sangat penting rasa keberatan terhadap therapy bedrest didasarkan pada meningkatnya
perasaan tak berguna karena tidak aktif
13. Kebutuhan Bermain dan Rekreasi
Seringkali keadaan sakit menyebabkan seorang kehilangan kesepakatan meningkat
variasi dan udara segar serta rekreasi, untuk itu perlu dipilihkan beberapa aktivitas yang
sangat dipengaruhi oleh jenis kreatifitas, umur,kecerdasan dan pengalaman serta selera
klien kondisi dan keadaan penyakitnya.
14. Kebutuhan Belajar
Bimbingan latihan atau pendidikan merupakan bagian dari pelayanan dasar. Fungsi
perawat adalah membantu klien belajar dalam mendorong usaha penyembuhan dan
meningkatkan kesehatan serta memperkuat dan mengikuti rencana therapy yang
diberikan pembimbing dapat dilakukan setiap resiko saat klien perawat memberikan
asuhan
Pengkajian fungsi neurologis dapat menghabisakan banyak waktu. Perawat yang
efesiensi mengintegrasikan pemeriksaan neurologis dengan bagian pemeriksaan fisik
lainnya sebagai contoh fungsi saraf cranial dapat diuji ketika survei kepala dan leher
status emosi dan mental diobservasi pada saat data riwayat keperawatan dikumpulkan.
Riwayat keperawatan untuk mengkaji sistem neurologis misalnya dengan menentukan
apakah klien mengkonsumsi analgesik, tarutama apakah klien mempunyai riwayat
kejang , skrining klien untuk menentukan adanya sakit kepala terutama pusing
didiskusikan dengan anggota keluarga tentang adanya perubahan perilaku, kaji klien
untuk adanya riwayat perubahan pada sistem penginderaan serta tinjau riwayat masa
lalu untuk adanya cedera kepala ( Potter, 2005 ; 916 ).

2 .Pengkajian fisik meliputi pemeriksan keadaan umum meliputi memeriksa adanya keluhan
pada kulit, bentuk tulang, kekenyataan otot, mengukur tanda-tanda vital untuk tubuh juga
inspeksi gerakan gerakan abnormal seperti fasikuli, mioclonic dll. Selanjutnya adalah
pengkajian tes fungsi cerebral yang meliputi : pemeriksaan keadaan, omentasi baik tempat,
waktu, daya ingat, bicara. Tes fungsi cerebral yang meliputi pengakajian secara nervus 1
12 nervus selanjutnya tes fungsi motorik dan fungsi cerebellum, tes fungsi sensori, tes
fungsi reflek yang meliputi reflek fisiologis, reflek abdominal dan reflek dinal, reflek
bulbocavernosa yang terakhir terangsang meningkat.
( Depkes, 1995 ; 16-27 )
Pada pengkajian fisik juga dapat ditemukan data data lain diantaranya
1. Aktivitas atau istirahat
Gejala : keletihan, kelemahan, umur , keterbatasan dalam beraktivitas
Tanda : perubahan tonus otot, kontraksi otot atau sekelompok otot
2. Sirkulasi
Gejala : Hipertensi, peningkatan nadi,sianosis
3. Integritas Ego
Gejala : Stresor eksternal atau internal yang berhubungan dengan keadaan
Tanda : Pelebaran rentang respon emosional
4. Eliminasi
Gejala : Inkontensia episodik
Tanda : Peningkatan tekanan kandung kemih, otot relaksasi yang mengakibatkan
interkontensia.
5. Makanan
Gejala : Sertifitas terhadap makanan,mual muntah.
Tanda : Kerusakan jaringan lunak atau gigi, hiperplasia.
6. Neorosensori
Gejala : Riwayat sakit kepala, aktivitas kejang yang berulang, pingsan,pusing, riwayat
trauma kepala.
Tanda : Karakteristik kejang :
a. Fase prodoumal : adanya perubahan pola pada rekreasi emosi atau respon afectif yang
tak menentu
b. Keadaan umum : tonik klonik, kekakuan,penurunak kesadaran.
c. Kejang parsial : pasien tetap sadar dengan aksi mimpi, melamun, jalan jalan.
d. Status epiletilikus : aktivitas kejang yang terjadi terus menerus dengan spontan gejala
putus anti konvulsan tiba tiba dan fenomena metabolik lain
.7. Nyeri atau Kenyamanan
Gejala : Sakit kepala, nyeri otot,nyeri abnormal
.Tanda : Sikap dan tingkah laku perubahan tonus otot.
8. Pernafasan
Gejala : Gigi mengatup,siasonis pernapasan dan turun cepat, peningkatan sekresi mukus.
9. Keamanan
Gejala : Riwayat jatuh, fraktur
Tanda : Tauma pada jaringan lunak, penurunan kekuatan otot
10. Interaksi Sosial
Gejala : Masalah dalam hubungan inter personal dalam keluarga dan lingkungan sosialnya.
( Doenges, 2000; 259 )

b. Fokus Intervensi
1. Resiko tinnggi terhadap trauma, pengeentian pernapsan b/d kelemahan, kesulitan
kesimbangan, keterbatasan kognitif, kehilangan koordinasi otot besar atau kecil, kesulitan
emosional
Hasil yang diharapkan
a. Mampu mengungkapkan pemaham faktor yang menunjang kemunginan trauma
b. Mendemonstrasikan perilaku perubahan gaya hidup untuk mengurangi faktor resiko
c. Mampu mengubah lingkungan sesuai indikasi untuk meningkatkan keamanan
d. Mampu mempertahankan antara pengobatan sesuai indikasi
e. Mampu mengidentifikasi tindakan yang diambil bila terjadi kejang
Intervensi
1. Gali bersaka pasien berbagai stimulasi yang dapat menjadi pencetus kejang
Rasionalisasi : alkohol, berbagai obat dan stimulasi lain dapat meningkatkan resiko
terjadinya kejang
2. Pertahankanlah bantalan lunak pada penghalang temapt tidur
Rasionalisasi : mengurangi trauma saat kejang selama pasien berada ditempat tidur
3. Catat tipe dari aktivitas kejang dan beberapa kali terjadi
Rasionalisasi : membantu untuk melokalisasi daerah otot yang terkena
4. Lakukan penilaian neurologis atau tanda tanda vital setelah kejang
Rasionalisasi : mencatat keadaan pewintal dan waktu penyembuhan pada keadaan normal
5. Observasi munculnya tanda tanda status epileptikus
Rasionalisasi : untuk keadaan darurat yang mengamcamhidup yang dapat menyebabkan
henti nafas, hipolsia, kerusakan pada otak atau sel saraf

2. Pola nafas tidak efectif b/d merusakan neuromuskuler, obstruksi trakea bronkial
kerusakan persepsi
Hasil yang diharapkan
Mampu mempertahankan pola nafas yang efectif dengan jalan nafas paten aspirasi
dicegah
Intervensi
a. Anjurkan pasien mengosongkan mulut dari makanan
Rasionalisasi : menurunkan resiko aspirasi atau masuknya suatu benda asing ke faring
b. Letakan pasien pada posisi miring, permukaan datar, meiringkan kepala secara
serangan kejang
Rasionalisasi : meningkatkan aliran sekret mencegah lidah jatuh dan menyumbat jalan
nafas
c. Masukan spatel lidah sesuai indikasi
Rasionalisasi : mencegah tergigitnya lidah dan menfasilitasi saat melakukan
penghiasapan lendir.
d. Lakukan penghisapan sesuai indiaksi
Rasionalisasi : menurunkan resiko aspirasi serebal sebagai akibat di sirkulasi yang
menurun
e. Berikan tambahan oksigen
Rasionalisasi : dapat menurunkan hipeksia serebal sebagai akibat di sirkulasi yang
menurun

3. Gangguan harga diri, identitas pribadi b/d stigma berkenaan dengan kondisi,persepsi
tentang tidak kekontrol
Hasil yang diharapkan :
a. Mampu mengidentifikasi perasaan dan metode untuk koping dengan persepsi negatif
pada diri sendiri
b. Mampu meningkatkan masa harga diri dalam hubungan diagnosis
c. Mampu mengungkapkan persepsi realitis dan penerimaan diri dalam perubahanperan
atau gaya hidup
Intervensi :
a. Diskusikan perasaan pasien mengenai diagnostik persepsi diri terhadap penanganan
yang dilakukan
Rasionalisasi : reaksi yang ada bervariasi diantaranya individu dan pengetahuan atau
pengalaman awal dengan keadaan penyakitnya akan mempengaruhi pengobatan
b. Identifikasi kemungkinan reaksi orang lain pada keadaan penyakitnya
Rasionalisasi : memberikan kesempatan untuk bevespen pada proses pemecahan
masalah dan memberikan kesadaran kontrol terhadap situasi yang dihadapi
c. Gali bersama pasien mengenai keberhasilan yang telah diperoleh
Rasionalisasi : memfokuskan pada aspek yang positif dapat membantu untuk
menghilangkan perasaan dari kegagalan atau untuk kesadaran terhdap diri sendiri
d. Hindari pemberian perlindungan yang amat berlebihan pada pasien
Rasionalisasi : Partisipasi dalam sebanyak mungkin pengalaman dapat mengurangi
depresi tentang keterbatasan
e. Tekankan pentingnya orang terdekat untuk tetap dalam keadaan terang selama kejang
Rasionalisasi : ansietas dari pemberian asuhan dalam menjalankan dan bila sampai pada
pasien dapat meningkatkan persepsi kognitif terhadap keadaan lingkungan

4. Kurang pengetahuan b/d kurang pemanjaan kesalahan interprestasi informasi,
keterbatasan kognitif kegagalan untuk berubah
Hasil yang diharapkan
a. Mampu mengungkapkan pemahaman tentang gangguan dan berbagai rangsangan
yang dapat meningkatkan aktivitas kejang
b. mampu memulai perubahan perilaku gaya hidup sesuai indikasi
c. menaati aturan obat yang diresepkan
Intervensi
a Jelaskan kembali tentang patofisiologi penyakitnya
Rasionalisasi : memberikan kesempatan untuk mengklasifikasikan kesalahan persepsi
dan keadaan penyakit
b. Beri petunjuk yang jelas pada pasien untuk minum obat bersamaan dengan waktu
makan
Rasionalisasi : dapat menurunkan iritasi lambung, mual dan muntah
c. Diskusikan manfaat dari kesehatan umum yang baik
Rasionalisasi : aktivitas yang sedang dan teratur dapat membantu menurunkan faktor
predisposisi yang meningkatkan perasaan sehat
d. Tinjau kembali kebersihan mulut dan perawatan gigi
Rasionalisasi : menurunkan resiko infeksi mulut dan hiperplsia digusi
( Donges, 2000;262 )

You might also like