You are on page 1of 18

Spina Bifida (kelainan Tulang belakang)

Mei 19, 2011


A. Devinisi
Spina Bifida atau Sumbing Tulang Belakang adalah suatu celah pada tulang belakang (vertebra),
yang terjadi karena bagian dari satu atau beberapa vertebra gagal menutup atau gagal terbentuk
secara utuh. ( A.H. Markum )
B. Etiologi
Kekurangan asam folat pada saat kehamilan
satu gugus yang berperan dalam pembentukan DNA pada proses erithropoesis. Yaitu, dalam
pembentukan sel-sel darah merah atau eritrosit (butir-butir darah merah) dan perkembangan
sistem syaraf.
Rendahnya kadar vitamin maternal
Rendahnya vitamin maternal yang di konsumsi akan mengurangi vitamin yang dibutuhkan dalam
pembentukan embrio, apa lagi pada awal masa kehamilan, sehingga nutrisi yang dibutuhkan
dalam membutuk tulang pada bayi, menjadi lambat dan kurang sempurna.
C. Jenis Spina Bifida
1. Okulta
merupakan spina bifida yang paling ringan. Satu atau beberapa vertebra tidak terbentuk secara
normal, tetapi korda spinalis dan selaputnya (meningens) tidak menonjol.
Gejalanya :
Seberkas rambut pada daerah sakral (panggul bagian belakang)
Lekukan pada daerah sakrum
2. Meningokel
Adalah ketika kantung berisi cairan cerebro-tulang belakang (cairan yang mengelilingi otak dan
sumsum tulang belakang) dan meninges (jaringan yang meliputi sumsum tulang belakang), tidak
ada keterlibatan saraf. meningens menonjol melalui vertebra yang tidak utuh dan teraba sebagai
suatu benjolan dari cairan dibawah kulit.
Gejala :
menonjolnya meninges
sumsum tulang belakang
cairan serebrospinal
3. Mylomeningiokel
jenis spina bifida yang paling berat, dimana korda spinalis menonjol dan kulit diatasnya tampak
kasar da merah. ini adalah ketika kantung berisi cairan cerebro-spinal, meninges, saraf dan
bagian dari sumsum tulang belakang. Sumsum tulang belakang mungkin tidak benar
dikembangkan atau mungkin rusak. Tingkat kecacatan tergantung pada jumlah kerusakan saraf
dan di mana spina bifida berada. Karena kerusakan kabel tulang belakang akan ada beberapa
kelumpuhan dan hilangnya sensasi di bawah lesi
Gejala
Penonjolan seperti kantung dipunggung tengah sampai bawah pada bayi baru lahir
Jika disinari, kantung tersebut tidak tembus cahaya
Kelumpuhan/kelemahan pada pinggul, tungkai atau kaki
Penurunan sensasi
Inkontinensia urine, maupun inkontinensia tinja
Korda spinalis yang terkena, rentan terhadap infeksi (meningitis).
D. Komplokasi
Terjadi pada salah satu syaraf yang terkena dengan menimbulkan suatu kerusakan pada syaraf
spinal cord, dengan itu dapat menimbulkan suatu komplikasi tergantung pada syaraf yang rusak.
Kejang
Hidrocephalus
Bayi lahir dengan spina bifida juga mungkin hydrocephalus. Selain lesi di sumsum tulang
belakang, ada kelainan pada struktur bagian-bagian tertentu dari otak, yang menyebabkan
obstruksi ke-cairan cerebro spinal (CSF) jalur drainase. CSF terakumulasi dalam ventrikel di
otak, menyebabkan mereka membengkak, sehingga kompresi dari jaringan sekitarnya.
E. Patofisiologi
Diawali dengan hereditas dan lingkungan, rendahnya kadar vitamin maternal, kurangnya asam
folat, keadaan ini menyebabkan kerusakan formasi sel darah merah,koenzim yang tidak
terbentuk, mengakibatkan tabung saraf mengalami kegagalan untuk menutup selama bulan
pertama pada masa kehamilan, maka terjadilah spina bifida atau sumbing tulang belakang.
F. Faktor yang mempengaruhi tumbuh kembang
1. Faktor genetik
Faktor genetik merupakan dasar dalam mencapai hasil akhir proses tumbuh kembang anak.
Melalui instruksi genetik yang terkandung di dalam sel telur yang telah dibuahi dapat ditentukan
kualitas dan kuantitas pertumbuhan. Ditandai dengan intensitas dan kecepatan pembelahan,
derajat sensitivitas jaringan terhadap rangsangan, umur pubertas, dan berhentinya pertumbuhan
tulang. Termasuk faktor genetik adalah sebagai faktor bawaan yang normal dan patologik, jenis
kelamin, suku bangsa,. Potensi genetik yang bermutu jika berinteraksi dengan lingkungan secara
positif akan dicapai hasil akhir yang optimal
2. Faktor lingkungan
Lingkungan merupakan faktor yang sangat menentukan tercapai atau tidaknya potensi bawaan.
Lingkungan yang baik memungkinkan potensi bawaan tercapai, sedangkan yang kurang baik
akan menghambatnya. Lingkungan ini merupakan lingkungan bio-fisiko-psiko-sosial yang
mempengaruhi individu setiap hari mulai dari konsepsi sampai akhir hayat, antara lain :
3. Faktor psikososial
Adalah Respon orang tua terhadap bayi/anak seperti Rasa bersalah, Kemampuan membuat
keputusan tentang pengobatan/ tindakan segera,Kemampuan untuk berkomunikasi dengan yang
lain.
G. Pencegahan
Resiko terjadinya spina bifida bisa dikurangi dengan mengkonsumsi asam folat.
Kekurangan asam folat pada seorang wanita harus ditangani sebelum wanita tersebut hamil,
karena kelainan ini terjadi sangat dini.
Pada wanita hamil dianjurkan untuk mengkonsumsi asam folat sebanyak 0,4 mg/hari.
Kebutuhan asam folat pada wanita hamil adalah 1 mg/hari.
H. Pemeriksaan Diagnostik
USG
Untuk mengetahui apakah ada kelainan spina bifida pada bayi yang dikandung adalah melalui
pemeriksaan USG. Hal itu dapat diketahui ketika usia bayi 20 minggu.
Pemeriksaan darah pada ibu
Dengan teknik AFP : hanya membutuhkan sedikit sampel darah dari lengan ibu dan tidak
beresiko terhadap janin. Bila hasil skrining positif biasanya diperlukan test lanjutan untuk
memastikan adanya kelainan genetik pada janin yang lahir kelak menderita cacat.
I. Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian keperawatan
Riwayat prenatal
Riwayat keluarga dengan defek spinal cord
Pemeriksaan fisik :
? Peningkatan lingkar kepala
? Hipoplasi ekstremitas bagian bawah
? Kontraktur/ dislokasi sendi
? Adanya inkontinensia urin dan feses
? Respon terhadap stimulasi
? Kebocoran cairan cerebrospinal
B. Diagnosa Keperawatan
1. Ganguan perfusi jaringan serebral b.d peningkatan tekanan intrakranial
Tujuan :
1. Anak bebas dari infeksi
2. Anak menunjukan respon neurologik yang normal
Kriteria hasil :
? Suhu dan TTV normal
? Luka operasi, insisi bersih
Intervensi Rasional
Monitor tanda-tanda vital dan Observasi tanda infeksi : perubahan suhu, warna kulit, malas
minum , irritability, perubahan warna pada myelomeingocele
Ukur lingkar kepala setiap 1 minggu sekali, observasi fontanel dari cembung dan palpasi sutura
kranial
Ubah posisi kepala setiap 3 jam untuk mencegah dekubitus
Observasi tanda-tanda infeksi dan obstruksi jika terpasang shunt, lakukan perawatan luka pada
shunt dan upayakan agar shunt tidak tertekan Untuk melihat tanda-tanda terjadinya resiko
infeksi
Untuk melihat dan mencegah terjadinya TIK dan hidrosepalus
Untuk mencegah terjadinya luka infeksi pada kepala (dekubitus)
Menghindari terjadinya luka infeksi dan trauma terhadap pemasangan shunt
2. Berduka b.d kelahiran anak dengan spinal malformation
Tujuan :
Orangtua dapat menerima anaknya sebagai bagian dari keluarga
Kriteria hasil :
Orangtua mendemonstrasikan menerima anaknya dengan menggendong, memberi minum, dan
ada kontak mata dengan anaknya
Orangtua membuat keputusan tentang pengobatan
Orangtua dapat beradaptasi dengan perawatan dan pengobatan anaknya
Intervensi Rasional
Dorong orangtua mengekspresikan perasaannya dan perhatiannya terhadap bayinya, diskusikan
perasaan yang berhubungan dengan pengobatan anaknya
Bantu orangtua mengidentifikasi aspek normal dari bayinya terhadap pengobatan
Berikan support orangtua untuk membuat keputusan tentang pengobatan pada anaknya Untuk
meminimalkan rasa bersalah dan saling menyalahkan
Memberikan stimulasi terhadap orangtua untuk mendapatkan keadaan bayinya yang lebih baik
Memberikan arahan/suport terhadap orangtua untuk lebih mengetahui keadaan selanjutnya
yang lebih baik terhadap bayi
3. Gangguan pertumbuhan dan perkembangan b.d kebutuhan positioning, defisit stimulasi dan
perpisahan
Tujuan :
Anak mendapat stimulasi perkembangan
Kriteria hasil :
Bayi / anak berespon terhadap stimulasi yang diberikan
Bayi / anak tidak menangis berlebihan
Orangtua dapat melakukan stimulasi perkembangan yang tepat untuk bayi / anaknya
Intervensi Rasional
Ajarkan orangtua cara merawat bayinya dengan memberikan terapi pemijatan bayi
Posisikan bayi prone atau miring kesalahasatu sisi
Lakukan stimulasi taktil/pemijatan saat melakukan perawatan kulit Agar orangtua dapat
mandiri dan menerima segala sesuatu yang sudah terjadi
Untuk mencegah terjadinya luka infeksi dan tekanan terhadap luka
Untuk mencegah terjadinya luka memar dan infeksi yang melebar disekitar luka



SPINA BIFIDA
PENDAHULUAN
Spina bifida merupakan suatu kelainan kongenital berupa defek pada arkus posterior
tulang belakang akibat kegagalan penutupan elemen saraf dari kanalis spinalis pada
perkembangan awal dari embrio.
(10,11,14)

Pada stadium dini pembentukan lempeng neural terbentuk celah neural yang kemudian
membentuk pipa neural. Pipa neural inilah yang kemudian menjadi jaringan otak dan medula
spinalis. Ketika dalam kandungan, jaringan yang membentuk pipa neural tidak menutup atau
tidak tertutup secara sempurna. Ini menyebabkan adanya bagian yang terbuka pada vertebra,
yang mengelilingi dan melindungi korda spinalis. Proses penutupan pipa neural ini berlangsung
selama minggu keempat kehidupan embrio dan biasanya sebelum wanita mengetahui
kehamilannya. Proses neuralisasi mulai pada garis tengah dorsal dan berlanjut ke arah sefal dan
kaudal. Penutupan yang paling akhir terjadi pada ujung posterior yaitu pada hari ke-28.
(2, 11)

Kadang-kadang alur saraf tersebut tidak menutup, ini oleh karena kesalahan induksi oleh
chorda spinalis yang terletak dibawahnya atau karena pengaruh faktor-faktor teratogenik
lingkungan sel-sel neuroepitel. Jaringan saraf dalam hal ini tetap terbuka ke dunia luar.
Gangguan proses ini menyebabkan defek pipa neural yang kemudian digolongkan sebagai
disrafisme. Disrafisme terbagi dua yakni kranial dan spinal.
(2,11)


Disrafisme spinal / mielodisplasia adalah anomali kongenital dari spinal yang diakibatkan
oleh kegagalan fusi dari struktur-struktur pada garis tengah. Bila lesinya hanya terbatas pada
tulang (arkus) posterior baik satu atau beberapa level, kelainan ini disebut sebagai spina
bifida.
(1.2,12,13)

Jika elemen saraf ikut terlibat maka akan menimbulkan paralisis dan hilangnya sensasi
dan gangguan pada sfingter.

Derajat dan lokalisasi defek yang terjadi bervariasi. Pada keadaan
yang ringan mungkin hanya ditemukan kegagalan fusi satu atau lebih dari satu arkus posterior
vertebra pada daerah lumbosakral. Terkadang kelainan ini tidak menimbulkan gejala klinis yang
signifikan.
(1.2,10,12,13)

Seringkali apabila terjadi defek pada arkus posterior maka akan timbul gangguan pada
permukaan kulit yang menutupinya, yang tampak seperti lesung, seikat rambut, massa lemak
atau sinus kulit.
Spina bifida dapat digolongkan menjadi dua tipe yakni, spina bifida okulta dan spina
bifida aperta (cystica).
(1,10)


INSIDENS
Spina bifida kira-kira muncul pada 1-2 dari 1000 kelahiran hidup, tetapi bila satu anak
telah menderita maka resiko untuk anak yang lain menderita spina bifida meningkat 2-3%.
Seorang ibu yang memiliki bayi menderita spina bifida , maka resiko hal ini terulang lagi pada
kehamilan berikutnya akan meningkat.
(12,14)

Spina bifida ditemukan terutama pada ras Hispanik dan beberapa kulit putih di Eropa,
dan dalam jumlah yang kecil pada ras Asia dan Afrika-Amerika. Spina bifida tipe okulta terjadi
pada 10 15 % dari populasi. Sedangkan spina bifida tipe cystica terjadi pada 0,1 % kehamilan.
Terjadi lebih banyak pada wanita daripada pria (3 : 2) dan insidennya meningkat pada orang
China.
(12,16)

Kelainan ini seringkali muncul pada daerah lumbal atau lumbo-sacral junction.

Tetapi
juga dapat terjadi pada regio servikal dan torakal meskipun dalam skala yang kecil.
(7, 11)

Beberapa masalah yang paling sering muncul pada kasus spina bifida adalah:
(5,11)

Arnold-Chiari Malformasi, 90% kasus muncul bersamaan dengan spina bifida dimana
sebagian massa otak menonjol ke dalam rongga spinal.
Hydrosefalus, 70-90% biasanya juga muncul bersamaan dengan spina bifida. Pada
keadaan ini terjadi peningkatan berlebihan dari liquor cerebrospinal.
Gangguan pencernaan dan gangguan kemih, dimana terjadi gangguan pada saraf yang
mempersarafi organ tersebut. Anak-anak sering mengalami infeksi kronik atau infeksi
berulang saluran kemih yang disertai kerusakan pada ginjal.
Gangguan pada ekstremitas terjadi 30% kasus. Gangguan dapat berupa dislokasi sendi
panggul, club foot. Gangguan ini dapat terjadi primer atau sekunder karena
ketidakseimbangan otot atau paralisis.

EMBRIOLOGI DAN PATOLOGI
EMBRIOLOGI
Proses pembentukan embrio pada manusia melalui 23 tahap perkembangan setelah
pembuahan setiap tahap rata-rata memakan waktu selama 2 -3 hari. Ada dua proses pembentukan
sistem saraf pusat. Pertama, neuralisasi primer, yakni pembentukan struktur saraf menjadi pipa,
hal yang serupa juga terjadi pada otak dan korda spinalis. Kedua, neuralisasi sekunder, yakni
pembentukan lower dari korda spinalis, yang membentuk bagian lumbal dan sakral. Neural plate
dibentuk pada tahap ke 8 (hari ke17-19), neural fold terbentuk pada tahap ke 9 (hari ke 19-21)
dan fusi dari neural fold terbentuk pada tahap ke 10 (hari ke 22-23). Beberapa tahap yang sering
mengalami gangguan yakni selama tahap 8 10 (yakni, ketika neural plate membentuk fold
pertamanya dan berfusi untuk membentuk neural tube) hal ini dapat menyebabkan terjadinya
craniorachischisis, yang merupakan salah satu bentuk yang jarang dari neural tube defect
(NTD).
(4)

Pada tahap ke 11 (hari ke 23-26), saat ini terjadi penutupan dari bagian rostral neuropore.
Kegagalan pada tahap ini mengakibatkan terjadinya anencephaly. Mielomeningocele terjadi
akibat gangguan pada tahap 12 (hari ke 26-30), saat ini terjadi penutupan bagian caudal dari
neuropore.
(4)

Penelitian pada embrio tikus telah memperoleh beberapa teori unifying yang dapat
menjelaskan anomali yang terjadi pada neural tube defek. Defek yang terjadi bersamaan seperti
hidrosefalus dan malformasi otak bagian belakang seperti malformasi Chiari II adalah salah satu
contohnya. McLone dan Naidich, pada tahun 1992, mengajukan proposal tentang teori unifying
dari defek pada neural tube yang menjelaskan anomali pada otak bagian belakang dan anomali
pada korda spinalis. Berdasarkan penyelidikan tersebut, diketahui bahwa kegagalan lipatan
neural untuk menutup sempurna, menyebabkan defek pada bagian dorsal atau myeloschisis. Hal
ini menyebabkan CSF bocor mulai dari ventrikel sampai ke kanalis sentralis dan bahkan
mencapai cairan amnion dan mengakibatkan kolaps dari sistem ventrikel.
(4)

Kegagalan dari sistem ventrikel untuk meningkatkan ukuran dan volumenya
menyebabkan herniasi ke bawah dan ke atas dari otak kecil. Sebagai tambahan, fossa posterior
tidak berkembang sesuai dengan ukuran yang sebenarnya, dan neuroblas tidak bermigrasi keluar
sesuai dengan normal dari ventrikel ke korteks.
(4)

Adapun teori yang lain yang menjelaskan terjadinya spina bifida yakni teori defisiensi
asam folat. Resiko melahirkan anak dengan spina bifida berhubungan erat dengan kekurangan
asam folat, terutama yang terjadi pada awal kehamilan. Hingga kini tidak diketahui mengapa
asam folat dapat menyebabkan spina bifida.
(4,5,6)


Malformasi Sistem Saraf Pusat
(4)


Kehamilan hari ke - Kejadian Anomali
0 18 Pembentukan ektoderm,
mesoderm dan endoderm,
dan lempeng saraf
Kematian atau efek yang
tidak jelas
18 Pembentukan lempeng
saraf
Defek midline anterior
22 23 Penampakan optik vessel Hidrosefalus
24 26 Penutupan neuropore
anterior
Anencephaly

26 28 Penutupan neuropore
posterior
Spina bifida sistika dan
Spina bifida okulta
32 Sirkulasi vaskular Mikrosefali
33 35 Splitting dari proensefalon
untuk membentuk
telensefalon
Holoproensefalon
70 100 Pembentukan korpus
kalosum
Agenesis korpus kalosum














Gambar 1. Spina Bifida
PATOLOGI
Penutupan neural tube terjadi selama minggu ke empat kehamilan.
Spina Bifida Okulta
Kelainan ini hanya berupa defek yang kecil pada arkus posterior. Seringkali kelainan
jenis ini juga berhubungan dengan kelainan intraspinal, seperti perlengketan konus medullaris
dibawah L
1
, pemisahan dari korda spinalis (diastematomyelia) dan kista atau lipoma dari kauda
equina.
(1,10)

Spina Bifida Aperta (cystica)
Spina bifida cystica menyebabkan masalah jika kista meningeal (meningocele) termasuk
jaringan yang memanjang kedalam kista (dalam hal ini myelomeningocele). Kondisi ini menjadi
masalah jika tubulus neural terbuka lengkap dan lapisan epeneural terekspose sebagai myelocele
atau myeloschisis.
Kerusakan neurologik secara umum berupa kelainan neurogenik pada pencernaan dan
kandung kemih yang berujung pada inkontinensia. Dengan kurangnya input neural, vesika
urinaria yang berkontraksi menyebabkan hidronefris bersama dengan infeksi dan gagal ginjal
yang dapat menjadi determinan utama pada pasien spina bifida.
Inervasi neurologis antara fleksor dan ekstensor pada anggota gerak bawah
menjadi tidak simetris. Secara umum terjadi ketidakseimbangan muskular yang menyebabkan
kontraktur sendi dan masalah pertumbuhan seperti dislokasi panggul dan deformitas tulang
vertebra.
(5)


KLASIFIKASI
Spina bifida digolongkan sebagai berikut :
1. Spina Bifida Okulta
Bentuk ini merupakan spina bifida yang paling ringan. Kelainan seperti ini biasanya
terdapat didaerah lumbosacral, sebagian besar ditutupi oleh kulit dan tidak tampak dari luar
kecuali adanya segumpal kecil rambut diatas daerah yang dihinggapi. Pada keadaan seperti ini
medula spinalis dan saraf-saraf biasanya normal dan gejala-gejala neurologik tidak ditemukan.

Spina Bifida Okulta sering didiagnosis secara tidak sengaja saat seseorang mengalami
pemeriksaan X-ray atau MRI untuk alasan yang lain.

Pada neural tube defek (NTD) jenis ini,
tidak terjadi herniasi dari menings melalui defek pada vertebra.

Lesi yang terbentuk terselubung
atau tersembunyi di bawah kulit.

Pada tipe ini juga tidak disertai dengan hidrosefalus dan
malformasi Chiari II.
(4,5,10,11,12,15)

Seringkali lesi pada kulit berupa hairy patch, sinus dermal, dimple, hemangioma atau
lipoma dan kadang-kadang timbul gangguan neurologik pada regio torakal, lumbal, dan sakral.
Pada masa pertumbuhan anak-anak dapat pula ditemukan paralisis spastik yang ringan.
(4,10)

Deteksi dini pada spina bifida okulta sangatlah penting mengingat bahwa fungsi
neurologis hanya dapat dipertahankan dengan tindakan intervensi bedah secara dini dan tepat.
(12)

Kelompok ini mencakup kelainan-kelainan : lipoma spinal, sinus dermal,
lipomielomeningokel, diastematomielia, hipertrofi filum terminale dan meningokel sakral
anterior.
(2, 12)

a. Lipoma spinal
Perkembangan embriologis lipoma spinal tidak diketahui secara terperinci. Pada kasus
kasus ini, elemen spinal normal tetap ada namun lokasinya abnormal. Lipoma spinal adalah
keadaan di mana terdapat jaringan lemak yang masuk di dalam jaringan saraf, sehingga terjadi
kerusakan dan mengakibatkan disfungsi neurologis.
(12)


Gambar 2. Gambar MRI Lipoma Spinal
Pada umumnya tidak ada kelainan neurologis, tetapi kadang terjadi, karena dengan
bertambahnya usia, lipoma akan membesar dan menekan sistem saraf. Lipoma seperti ini dapat
berupa lipomeningomielokel atau melekat pada meningomielokel.

Pemeriksaan radiologik
dilakukan seperti pada meningokel.
(2)


b. Sinus dermal
Sinus dermal merupakan lubang terowongan (traktus) di bawah kulit mulai dari
epidermis menuju lapisan dalam, menembus duramater dan sampai ke rongga subarakhnoid.
Tampilan luarnya berupa lesung atau dimpel kulit yang kadang mengandung sejumput rambut di
permukaannya dan kebanyakan di daerah lumbal. Biasanya kelainan ini asimptomatik, namun
bila menembus duramater, sering menimbulkan meningitis rekuren.
(12)

c. Lipomielomeningokel
Lipomielomeningokel sering kali terdeteksi sebagai suatu gumpalan lemak pada bagian
belakang tubuh terutama di daerah lumbo-sakral. Kelainan ini kerap dikaitkan sebagai
deformitas kosmetik, namun sebenarnya ia merupakan suatu kompleks anomali kongenital yang
bukan hanya terdiri dari infiltrasi perlemakan jaringan saraf saja, tetapi juga mengandung
meningokel atau meningomielokel yang besar.
(12)

d. Diastematomielia
(12)

Diastematomielia merupakan salah satu manifestasi disrafisme spinal yang jarang terjadi dan
terdiri atas komponen-komponen :
- Terbelahnya medula spinalis menjadi dua hemikord. Duramater dapat tetap satu atau
membentuk septa.
- Ada tulang rawan yang menonjol dari korpus vertebra dan membelah kedua hemikord diatas.
- Lokasi diastematomielia biasanya di daerah toraks atau torako-lumbar, dan juga biasanya ada
abnormalitas vertebra (hemivertebra). Ciri khas dari kelainan ini adalah adanya sejumput rambut
dari daerah yang ada diastematomielia.
2. Spina Bifida Sistika (Aperta)
a. Meningokel
Spina bifida jenis ini mengalami simpel herniasi dari menings melalui defek pada
vertebra. Korda spinalis dan akar saraf tidak ikut mengalami herniasi melalui bagian dorsal dari
dural sac. Lesi yang timbul pada meningokel sangat penting untuk dibedakan dengan
mielomeningokel karena penanganan dan prognosisnya sangat berbeda. Bayi yang lahir dengan
meningokel biasanya pada pemeriksaan fisis memberikan gambaran yang normal. Bayi yang
lahir dengan meningokel tidak memiliki malformasi neurologik seperti hidrosefalus dan Chiari
II. Jenis ini merupakan bentuk yang jarang terjadi.
(4,6)


Gambar 3. Meningokel
b. Mielomeningokel
Mielomeningokel adalah keadaan di mana terjadi herniasi korda spinalis dan akar saraf
membentuk kantung yang juga berisi menings. Kantung ini berprotrusi melalui vertebra
dan defek muskulokutaneus. Korda spinalis sering berakhir pada kantung ini dan terbuka keluar
disertai ekspose dari kanalis sentralis. Pembukaan dari struktur saraf tersebut disebut neural
placode. Neural tube defek tipe ini adalah bentuk yang paling sering terjadi.
Gangguan neurologis seperti hidrosefalus dan malformasi Chiari II seringkali menyertai
mielomeningokel. Sebagai tambahan, mielomeningokel memiliki insidens yang tinggi
sehubungan dengan malformasi intestinal, jantung, dan esofagus, dan juga anomali ginjal dan
urogenital. Bayi yang lahir dengan mielomeningokel memiliki orthopedic anomalies pada
extremitas bawah dan anomali pada urogenital melalui keterlibatan akar saraf pada regio sakral.
(4)

Tampak benjolan digaris tengah sepanjang tulang belakang. Kebanyakan mielomenigokel
berbentuk oval dengan sumbu panjangnya berorientasi vertikal. Lokasi terbanyak adalah di
daerah torakolumbal dan frekuensi makin berkurang kearah distal. Kadang mielomeningokel
disertai defek kulit atau permukaan yang hanya dilapisi oleh selaput tipis. Kelainan neorologik
bergantung pada tingkat, letak, luas dan isi kelainan tersebut, karena itu dapat berupa paraplegia,
paraparesis, monoparesis, inkotinensia urin dan alvi, gangguan sensorik serta gangguan refleks.
(2,13)


Gambar 4. Mielomeningokel
(15)

DIAGNOSIS
Anamnesis
Diagnosis spina bifida dapat diketahui melalui analisa riwayat kesehatan dari individu
tersebut (jika bukan bayi), riwayat kesehatan keluarga dan penjelasan yang detail tentang
kehamilan dan kelahiran.
(5)

Gejalanya bervariasi, tergantung kepada beratnya kerusakan pada korda spinalis dan akar
saraf yang terkena. Beberapa anak memiliki gejala ringan atau tanpa gejala, sedangkan yang lain
mengalami kelumpuhan pada daerah yang dipersarafi oleh korda spinalis.
(15)

a. Spina bifida okulta
(2, 14)

Sering kali asimtomatik
Tidak ada gangguan pada neural tissue
Regio lumbal dan sakral
Defek berbentuk dimpel, seberkas rambut, nevus
Gangguan traktus urinarius (mild)
b. Spina bifida aperta
(14)

Meningokel
Tertutupi oleh kulit
Tidak terjadi paralisis


Mielomeningokel
Tidak tertutup oleh kulit, tetapi mungkin ditutupi oleh membran yang transparan
Terjadi paralisis

Pemeriksaan Fisis
Pemeriksaan neurologis pada bayi cukup sulit; terutama untuk membedakan gerakan
volunter tungkai terhadap gerakan reflektoris. Diasumsikan bahwa semua respons gerakan
tungkai terhadap rangsang nyeri adalah refleksif; sedangkan adanya kontraktur dan deformitas
kaki merupakan ciri paralisis segmental level tersebut.
(12)

Cara pemeriksaannya : bayi ditelungkupkan di lengan pemeriksa, anggota gerak bawah
bayi disisi lengan bawah pemeriksa. Yang dinilai adalah letak scapula, ukuran leher, bentuk
tulang belakang dan gerakan.
(1, 10)


Pemeriksaan Penunjang
Metode skrining tersering untuk mendiagnosis spina bifida selama kehamilan adalah
skrining serum alfa feto protein maternal (MSAFP) pada trimester kedua, dan ultrasonogafi.


Skrining MSAFP mengukur tingkat dari protein yang disebut alfa feto protein (AFP) yang
dibentuk secara alami oleh fetus dan plasenta. Selama kehamilan normal sejumlah kecil dari AFP
biasanya melintasi plasenta dan memasuki peredaran darah ibu. Namun jika terdapat peningkatan
yang abnormal dari protein ini pada peredaran darah ibu mengindikasikan bahwa fetus
mengalami defek pada vertebra. Namun demikian uji MSAFP ini tidak spesifik untuk spina
bifida dan uji ini tidak dapat menentukan secara defenitif akan adanya masalah dengan fetus.
Dengan demikian bila terdeteksi peningkatan AFP dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan
tambahan seperti Ultrasonografi atau Amniosentesis untuk menegakkan diagnosa.
(8)

Ultrasonografi dapat memberikan informasi mengenai penyebab peningkatan AFP antara lain
kelainan pada fetus ataupun jumlah fetus yang lebih dari satu. Pada spina bifida akan tampak
vertebra yang terbuka atau kelainan yang tampak pada otak bayi yang menindikasikan Spina
bifida.
(8)


Gambar 5. Teknik Amniosintesis
(8)

Pada Amniosintesis dilakukan pemeriksaan AFP yang berasal dari cairan amnion yang langsung
diambil dari kantong amnion dengan menggunakan jarum.


Setelah bayi lahir, dilakukan pemeriksaan berikut :
X- Ray tulang belakang untuk menentukan luas dan lokasi kelainan
CT scan atau MRI tulang belakang kadang dilakukan untuk menentukan luas dan lokasi kelainan
(15)



PENANGANAN
Tidak ada penanganan yang sempurna untuk spinabifida karena kerusakan jaringan syaraf
tidak bisa diganti atau diperbaiki. Tindakan pertama ditujukan pada perbaikan keadaan umum
dan mencegah pecahnya mielomeningokel. Tindakan yang dilakukan untuk kasus
mielomeningokel adalah operasi untuk menutup defek yang ada. Tindakan pembedahan untuk
menutup defek pada spinal biasanya dilakukan dalam 24 jam pertama setelah kelahiran untuk
meminimalkan infeksi dan memelihara fungsi dari spinal kord. Pemberian antibiotik yang
berspektrum luas memungkinkan untuk menunda tindakan operasi sampai beberapa saat.
Tindakan operasi penutupan ini dapat dilakukan bersamaan dengan operasi pintas bila kasus
tersebut juga disertai dengan hidrosefalus yang masif. Tujuan operasi adalah menutup medulla
spinalis dengan lapisan jaringan untuk mencegah masuknya bakteri dari kulit,mencegah
kebocoran liquor serta mempertahankan fungsi neurologis dari kerusakan berkelanjutan.
Penutupan benjolan yang pecah harus dikerjakan sedini mungkin untuk mencegah
meningitis atau kontaminasi. Bila benjolan masih utuh, pembedahan dapat ditunda sampai
berusia 5-6 bulan. Selama menunggu pembedahan, perawatan keadaan umum bayi diutamakan
ssambil mencegah kontaminasi pada benjolan, biasanya bayi dibaringkan telungkup dan benjolan
mielomeningokel ditutup dengan kain steril yang dibasahi larutan salin atau garam fisiologis.
(2,4,5,9))


Pada kelainan dengan sinus spinal pembedahan hanya dikerjakan bila dikhawatirkan
kemungkinan infeksi retrograd. Pembedahan dilakukan dengan eksisi seluruh sinus dan kista
dermoid yang menyertainya. Pada kelainan dengan lipoma lumbosakral, pembedahan sebaiknya
segera dilakukan karena makin kecil lipoma makin mudah eksisi dikerjakan. Disamping itu
lipoma dapat terus membesar baik kedalam kanalis spinalis maupun ke luar .
Tujuan pembedahan adalah membebaskan mileum dari perlengketan yang ada sesudah
lipoma dieksisi semaksimal mungkin. Pada umumnya pembedahan tidak sederhana karena batas
antara jaringan syaraf dan jaringan lipoma sukar dibedakan karena timbul fibrosis sehingga
diperlukan tindakan bedah mikro.
(14)


Upaya pencegahan dan mengurangi risiko terjadinya defek tuba neuralis dapat dilakukan
dengan mengkonsumsi vitamin asam folat. Konsumsi asam folat pada periode peri konsepsi
dapat mengurangi kejadian defek tuba neuralis sebesar 50% - 70%. Asam folat adalah vitamin B
yang tersedia pada bahan makanan sehari-hari seperti sayuran hijau, kacang buncis, padi, hati,
ragi, dan beberapa buah seperti jeruk. Meskipun seseorang yang mengkosumsi sayur mayur dan
daging segar akan mencerna sebanyak 2 mg setiap harinya, ternyata tidak semua wanita hamil
memperoleh asupan asam folat yang adekuat dari diet sehari-hari ini. Pada orang dewasa normal,
asupan harian yang direkomendasikan yaitu sebesar 400 mcg. dan pada wanita hamil, menyusui,
serta pada pasien dengan laju pergantian sel yang tinggi seperti pada pasien anemia hemolitik
membutuhkan asam folat sebesar 500-600 mcg atau lebih setiap harinya. Asam folat dalam
bentuk suplementasi dan bahan makanan alami ternyata memiliki perbedaan dalam hal
penyerapan dan ketersediaan didalam tubuh.
(3,5,7,14)

Wanita yang tidak merencanakan hamil dalam waktu dekat dapat mengkonsumsi asam
folat sebesar 400 mikrogram perhari, dan apabila hamil dapat dilanjutkan hingga minggu ke-12
kehamilan. Wanita yang memiliki anak dengan spina bifida, atau riwayat spina bifida atau
penyakit neural tube lain dapat mengkonsumsi 10 dosis atau 4000 mikrogram perhari selama 1-3
bulan sebelum hamil. Sumber asam folat dapat ditemukan pada buah-buahan, sayur-sayuran,
kacang-kacangan atau sereal. Hingga kini tidak diketahui mengapa asam folat dapat mencegah
spina bifida.
(3,5,7,14)


PROGNOSIS
Prognosis tergantung dari tipe spina bifida, jumlah dan beratnya abnormalitas, dan
semakin jelek apabila disertai dengan paralisis, hidrosefalus, malformasi Chiari II dan defek
kongenital lain. Dengan perawatan yang sesuai, banyak anak dengan spina bifida dapat hidup
sampai dewasa.
(7)

Mielomeningokel merupakan spina bifida dengan prognosis yang jelek. Setelah dioperasi
mielomeningokel memiliki harapan hidup 92 % ( 86 % dapat bertahan hidup selama 5 tahun).
(7)


DAFTAR PUSTAKA

1. Alexander MA. Spina Bifida. Available at http://kidshealth.org/parent/system/ill/spina_bifida.html. Accesed
on August 2007.
2. De Jong W. Sistem Saraf. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta. EGC. 2004 : 1098.
3.Ellenbogen RG. Neural Tube Defects in the Neonatal Period. Available at
http://www.emedicine.com/ped/topic2805.htm. Acceses on September 2007.
4. Driscoll J. Spina Bifida. Available at http://en.wikipedia.org/wiki/Spina_bifida. Accesed on September 2007.
5. Foster MR. Spina Bifida. Available at http://www.emedicine.com/orthoped/topic557.htm. Accesed on
August 2007
6. Griffin M. Occupational Theraphy Revision Notes. Available at http://www.otdirect.co.uk/bifida.hml.
Accesed on September 2007.
7. Herdiana Y. Asam Folat Cegah Bayi Lahir Cacat. Available at http://neuro-
ugm.com/index.php?option=com_content&task=view&id=31&Itemid=2. Accesed on August
2007.
8. Mayo Foundation for Medical Education and Research. Spina Bifida. Available at
http://www.mayoclinic.com/health/spina. Accesed on August 2007.
9. National Institute of Neurological Disorders and Stroke. Spina Bifida Fact Sheet. Available
athttp://www.ninds.nih.gov/disorders/spina_bifida/ detail_spina_bifida.htm. Accesed on August
2007.
10. Rasjad C. Penyakit Lesi Medulla Spinalis. Pengantar Ilmu Bedah Orthopedi. Edisi 2. Makassar. Bintang
Lamumpatue. 2003: 273-4
11. Sadler TW. Susunan Saraf Pusat. Langman Embriologi Kedokteran. Edisi 5. Jakarta. EGC. 1993 : 141-
4, 344-6.
12. Satyanegara. Disgrafisme Spinal. Ilmu Bedah Saraf. Edisi 3. Jakarta. PT. Gramedia Pustaka Utama. 1998
: 301-5
13. Schwarts SI. Neurosurgery. Principles of Surgery. 7
th
Edition. New York. 2000 : 904-22.
14. Spina Bifida Association of America. Spina Bifida. Available at
http://www.marchofdimes.com/pnhec/4439_1224.asp. Accesed on August 2007.
15. Suhadi B. Spina Bifida. Available at http://www.medicastore.com/med/ detail_pyk. Accesed on August
2007.

You might also like