You are on page 1of 27

1

BAB I
PENDAHULUAN
Penyakit Parkinson adalah penyakit neurodegeneratif yang bersifat kronis progresif, yang
ditandai dengan komplikasi motorik dan non motorik yang mempengaruhi fungsi hidup pada
tingkat yang berbeda.
1
Penyakit Parkinson atau lebih tepat bila disebut dengan sindrom Parkinson merupakan
penyakit degeneratif sistem saraf kedua paling sering dijumpai setelah penyakit Alzheimer.
Penyakit ini dapat dialami oleh semua orang tanpa melihat asal maupun bangsa.

Penyakit
parkinson diakui sebagai salah satu gangguan neurologis yang paling umum terjadi,
mempengaruhi sekitar 1% dari orang yang berusia lebih dari 60 tahun. Ada 2 temuan
neuropathologic utama yaitu hilangnya neuron dopaminergik berpigmen di substansia nigra pars
compacta (SNPC) dan adanya badan Lewy.
1

Penyakit Parkinson ini sulit untuk disembuhkan maupun dicegah dan lambat laun dengan
pengobatan jangka panjang. Ada berbagai macam penatalaksanaan tetapi tidak jelas apakah
pengobatan tepat bagi pasien . Pengobatan dini pada Penyakit Parkinson merupakan usaha untuk
mencegah perkembangan gejala klinis lebih buruk. Pengobatan Parkinson sendiri saat ini
bertujuan untuk mengurangi gejala motorik dan memperlambat progresivitas
penyakit.pengobatan Parkinson saat ini terbanyak berlandaskan untuk memulihkan kembali
dopamin di dalam otak.
2,3







2

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Anatomi
Dalam menjalankan fungsi motoriknya , inti motorik medula spinalis berada dibawah
kendali sel piramid korteks motorik , langsung atau lewat kelompok inti batang otak .
Pengendalian langsung oleh korteks motorik lewat traktus piramidalis , sedangkan yang tidak
langsung lewat sistem ekstrapiramidal , dimana ganglia basalis ikut berperan. Komplementasi
kerja traktus piramidalis dengan sistem ekstapiramidal menimbulkan gerakan otot menjadi halus
, terarah dan terprogram.
Ganglia Basalis ( GB )tersusun dari beberapa kelompok inti , yaitu:
4

1. Striatum ( neostriatum dan limbic striatum )
Putamen ( Put )
Terletak di lateral globus palidus (atau pallidum, disebut demikian karena
warna yang relatif pucat), menyelubunginya seperti tempurung dan membentang
melewati globus palidus baik di bagian dorsal maupun kaudal. Putamen dan globus
palidus dipisahkan oleh lapisan tipis substansia alba yang disebut lamina medularis
medialis.
3

Nukleus kaudantus dan putamen dihubungkan oleh jembatan kecil substansia
grisea dalam jumlah banyak, yang terlihat seperti garis-garis pada potongan
anatomis yang disebut korpus striatum (striated body). Garisgaris ini timbul pada
masa perkembangan, saat serabut kapsula interna berkembang melalui ganglion
basale yang asalnya sama.
Nucleus Caudatus ( NC )
Membetuk bagian dinding ventrikel lateral dan memiliki bentuk melengkung,
akibat rotasi telensefalon pada masa perkembangan embrio. Kaput nukleus
kaudatus membentuk dinding lateral dari ventrikel lateral, bagian kaudalnya
membentuk atap kornu inferius pada ventrikel lateral di lobus temporalis dan
membentang sampai amigdala yang terletak di ujung anterior kornu inferior.
Dengan demikian nukleus kaudatus dapat terlihat dari dua lokasi yang berbeda pada
potongan koronal, terutama di dinding lateral korpus ventrikuli lateralis serta atap
kornu inferior. Bagian dorsal (kaput) nukleus kaudatus berhubungan dengan
putamen.
2. Globus Palidus ( GP )
Globus palidus terdiri dari segmen-segmen internal dan eksternal (pars interna
dan pars eksterna). Karena globus palidus secara filogenetik saat perkembangannya
lebih dahulu dibandingkan nukleus yang lain maka struktur ini disebut juga
paleostriatum. Sebagian dari struktur ini secara embriologis merupakan komponen
diensefalon. Putamen dan globus palidus secara bersama-sama disebut nukleus
lentiformis atau nukleus lentikularis (nukleus berbentuk lensa).
3. Nukleus Asosiasi
Nukleus yang lain secara fungsional berkaitan erat dengan ganglia basalia
terdiri dari dua nuklei mesensefali-substansia nigra (secara timbal balik berhubungan
dengan striatum) dan nukleus ruber-serta satu nukleus diensefali, nukleus
subtalamikus (secara timbal balik berhubungan dengan globus palidus). Globus
palidus dibagian kaudal membatasi pars rostralis (zona merah) substansia nigra.
4

Palidum, substansia nigra, dan nukleus ruber mengandung banyak zat besi. Pigmentasi
substansia nigra yang gelap disebabkan oleh kandungan melanin yang tinggi.
Ganglia basalis merupakan bagian intergral kompleks sirkuit regulatoris yang
mengeksitasi dan menginhibisi neuron korteks motorik. Korteks motorik dan sensorik
mengirimkan proyeksi yang terorganisasi secara toprografis ke striatum yang mengunakan
neurotransmiter eksitatoris, glutamat. Terdapat tiga jenis neurotransmitter utama didalam ganglia
basalis , yaitu : Dopamine ( DA ) ,Acetylcholin ( Ach ) dan asam amino ( Glutamat dan GABA).
Setelah striatum, sirkuit ganglia basalia terbagi menjadi dua bagian, yaitu jaras langsung dan
tidak langsung.
1. Jaras langsung
Jaras langsung bersifat GABAergik dan berjalan dari striatum ke globus
palidus medialis. Dari palidum jaras tersebut berlanjut ke neuron glutamatergik
talamus, dan kembali ke lengkung korteks serebri.

2. Jaras tidak langsung
Jaras tidak langsung menggunakan neurotransmiter GABA dan enkefalin,
berjalan dari stratum ke globus palidus lateralis. Dan berlanjut ke nukleus
subtalamikus yang kemudian mengirimkan proyeksi glutamatergik ke globus palidus
medialis. Perjalanan jaras tidak langsung selanjutnya identik dengan jaras langsung
yaitu dari talamus kembali ke korteks serebri
Dapat disimpulkan dari kombinasi neurotransmiter inhibitorik dan eksitatorik yang
digunakan oleh kedua jaras tersebut adalah jaras langsung korteks serebri yaitu eksitatorik,
sedangkan stimulasi jaras tidak langsung adalah inhibitorik. Proyeksi dopaminergik dari
substansia nigra (pars kompakta) memiliki peran untuk memodulasi sistem ini.
2.2. Definisi
Penyakit Parkinson (Parkinson Disease) adalah suatu penyakit degeneratif pada sistem
saraf (neurodegenerative) yang bersifat progressive, ditandai dengan ketidakteraturan pergerakan
(movement disorder), tremor pada saat istirahat, kesulitan pada saat memulai pergerakan, dan
kekakuan otot.
5
5

Penyakit parkinson merupakan penyakit neurodegeneratif progresif yang berkaitan erat
dengan usia. Secara patologis penyakit parkinson ditandai oleh degenerasi neuron-neuron
berpigmen neuromelamin, terutama di pars kompakta substansia nigra yang disertai inklusi
sitoplasmik eosinofilik (Lewy bodies), atau disebut juga parkinsonisme idiopatik atau primer.
6
Sedangkan Parkinonisme adalah suatu sindrom yang ditandai oleh tremor waktu istirahat,
rigiditas, bradikinesia, dan hilangnya refleks postural akibat penurunan kadar dopamine dengan
berbagai macam sebab. Sindrom ini sering disebut sebagai Sindrom Parkinson.
6

2.3. Epidemiologi
Penyakit Parkinson terjadi di seluruh dunia, jumlah penderita antara pria dan wanita
hampir seimbang. Lima sampai sepuluh persen orang yang terjangkit penyakit parkinson, gejala
awalnya muncul sebelum usia 40 tahun, tapi rata-rata menyerang penderita pada usia 65 tahun.
Secara keseluruhan, pengaruh usia pada umumnya mencapai 1 % di seluruh dunia dan 1,6 % di
Eropa, meningkat 0,6 % pada usia 60 64 tahun sampai 3,5 % pada usia 85 89 tahun.
7
Di Amerika Serikat, ada sekitar 500.000 penderita parkinson. Di Indonesia sendiri,
dengan jumlah penduduk 210 juta orang, diperkirakan ada sekitar 200.000-400.000 penderita.
Statistik menunjukkan, baik di luar negeri maupun di dalam negeri, laki-laki lebih banyak
terkena dibanding perempuan (3:2) dengan alasan yang belum diketahui.
8
Penyakit Parkinson merupakan penyakit neurodegeneratif ke 2 paling sering dijumpai
setelah penyakit Alzheimer. Berbagai gejala penyakit Parkinson, antara lain tremor waktu
istirahat, telah dikemukakan sejak Glen tahun 138-201, bahkan berbagai macam tremor sudah
digambarkan tahun 2500 sebelum masehi oleh bangsa India. Namun Dr. James Parkinson pada
tahun 1817 yang pertama kali menulis deskripsi gejala penyakit Parkinson dengan rinci dan
lengkap kecuali kelemahan otot sehingga disebutnya paralysis agitans. Pada tahun 1894, Blocg
dan Marinesco menduga substansia nigra sebagai lokus lesi, dan tahun 1919 Tretiakoff
menyimpulkan dari hasil penelitian post mortem penderita penyakit Parkinson pada disertasinya
bahwa ada kesamaan lesi yang ditemukan yaitu lesi disubstansia nigra. Lebih lanjut, secara
terpisah dan dengan cara berbeda ditunjukkan Bein, Carlsson dan Hornykiewicz tahun 1950an,
bahwa penurunan kadar dopamine sebagai kelainan biokimiawi yang mendasari penyakit
Parkinson.
8,9
6



2.4. Etiologi
Usia
Peran penuaan yang mungkin dalam patogenesis parkinson adalah sering terjadi pada
usia pertengahan-akhir dan prevalensi semakin meningkat seiring bertambahnya usia.
Namun, sampai sekarang masih belum jelas peran yang tepat dari penuaan.
9
Faktor lingkungan
Tahun 1983 ditemukan kalau N-methyl-4-phenyl-1,2,3,6- tetrahydropyridine(MPTP)
berpotensi menginduksi parkinson pada manusia. Banyak studi telah menunjukkan
asosiasi antara tinggal di pedesaan, terpapar herbisida/pestisida beresiko berkembang
menjad parkisnson. Akan tetapi, masih sulit dipahami peran suatu senyawa terhadap
parkinson.
9
Genetik
Selama bertahun-tahun, faktor genetik dianggap tidak mungkin untuk
memainkan peran penting dalam patogenesis parkinson. Namun, dalam penelitian
baru-baru ini mutasi telah diidentifikasi spesifik penyebab parkinson, sehingga
memungkinkan untuk pertama kalinya untuk mulai
menjelajahi patogenesis pada tingkat molekuler.
9

2.5. Klasifikasi
Penyakit Parkinson dibagi menjadi 3 bagian besar
7
:
1. Primer atau idiopatik
7

Bentuk parkinson kronis yang sering dijumpai, disebut juga paralisis agitan.
Kira-kira 7 dari 8 kasus Parkinson termasuk jenis ini. Paralisis agitan merupakan
bentuk yang sehari-hari kita temukan pada parkinson.
2. Sekunder atau simtomatik
Pada parkinson tipe ini penyebabnya dapat diketahui. Berbagai kelainan atau
penyakit mengakibatkan PD, diantaranya : arteriosklerosis, anoksia atau iskemia
cerebral, obat-obatan zat toksik, penyakit (ensefalitis viral, sifilis meningo-vaskuler,
pasca ensefalitis)
3. Paraparkinson (Parkinson Plus)
Gejala parkinson hanya merupakan sebagian dari keseluruhan. Dari segi terapi
dan prognosis perlu dideteksi untuk jenis ini, misalnya didapat penyakit Wilson,
Huntington, sindrom Shy Drager, Hidrosefalus normotesif
2.6. Patofisiologi
Agak sulit memahami mekanisme yang mendasari terjadinya kelainan di ganglia basalis
oleh karena hubungan antara kelompok-kelompok inti disitu sangat kompleks dan saraf
penghubungnya menggunakan neurotransmitter yang bermacam-macam. Satu unit fungsional
yang dipersarafi oleh lebih dari satu sistem saraf maka persarafan tersebut bersifat reciprocal
inhibition (secara timbal balik satu komponen saraf melemahkan komponen yang lain). Artinya
yang satu berperan sebagai eksitasi dan yang lain sebagai inhibisi terhadap fungsi tersebut.
Contoh klasik reciprocal inhibition adalah dalam fungsi saraf otonom antara saraf simpatik
dengan NT noradrenalin (NA) dan saraf parasimpatik dengan NT asetilkolin (Ach).
Fungsi unit tersebut normal bilamana kegiatan saraf eksitasi sama atau seimbang dengan
saraf inhibisi. Bilamana oleh berbagai penyakit atau obat terjadi perubahan keseimbangan
tersebut maka timbul gejala hiperkinesia atau hipokinesia tergantung komponen saraf eksitasi
atau inhibisi yang kegiatannya berlebihan.
Patofisiologi GB dijelaskan lewat dua pendekatan , yaitu berdasarkan cara kerja obat
menimbulkan perubahan keseimbangan saraf dopaminergik dengan saraf kolinergik dan
perubahan keseimbangan jalur direk (inhibisi) dan jalur indirek (eksitasi).
8

Secara umum dapat dikatakan bahwa penyakit Parkinson terjadi karena penurunan kadar
dopamin akibat kematian neuron di pars kompakta substansia nigra sebesar 40 50% yang
disertai adanya inklusi sitoplasmik eosinofilik (Lewy bodies). Lesi primer pada penyakit
Parkinson adalah degenerasi sel saraf yang mengandung neuromelanin di dalam batang otak,
khususnya di substansia nigra pars kompakta, yang menjadi terlihat pucat dengan mata telanjang.
Dalam kondisi normal (fisiologik), pelepasan dopamin dari ujung saraf nigrostriatum akan
merangsang reseptor D1 (eksitatorik) dan reseptor D2 (inhibitorik) yang berada di dendrit output
neuron striatum. Output striatum disalurkan ke globus palidus segmen interna atau substansia
nigra pars retikularis lewat 2 jalur yaitu jalur direk reseptor D1 dan jalur indirek berkaitan
dengan reseptor D2. Maka bila masukan direk dan indirek seimbang, maka tidak ada kelainan
gerakan.
Pada penderita penyakit Parkinson, terjadi degenerasi kerusakan substansia nigra pars
kompakta dan saraf dopaminergik nigrostriatum sehingga tidak ada rangsangan terhadap reseptor
D1 maupun D2. Gejala Penyakit Parkinson belum muncul sampai lebih dari 50% sel saraf
dopaminergik rusak dan dopamin berkurang 80%. Reseptor D1 yang eksitatorik tidak terangsang
sehingga jalur direk dengan neurotransmitter GABA (inhibitorik) tidak teraktifasi. Reseptor D2
yang inhibitorik tidak terangsang, sehingga jalur indirek dari putamen ke globus palidus segmen
eksterna yang GABAergik tidak ada yang menghambat sehingga fungsi inhibitorik terhadap
globus palidus segmen eksterna berlebihan. Fungsi inhibisi dari saraf GABAergik dari globus
palidus segmen ekstena ke nucleus subtalamikus melemah dan kegiatan neuron nukleus
subtalamikus meningkat akibat inhibisi.
9


Gambar 2. Skema teori ketidakseimbangan jalur langsung dan tidak langsung
Terjadi peningkatan output nukleus subtalamikus ke globus palidus segmen interna/
substansia nigra pars retikularis melalui saraf glutaminergik yang eksitatorik akibatnya terjadi
peningkatan kegiatan neuron globus palidus/ substansia nigra. Keadaan ini diperhebat oleh
lemahnya fungsi inhibitorik dari jalur langsung, sehingga output ganglia basalis menjadi
berlebihan kearah talamus.
Saraf eferen dari globus palidus segmen interna ke talamus adalah GABAnergik sehingga
kegiatan talamus akan tertekan dan selanjutnya rangsangan dari talamus ke korteks lewat saraf
glutamatergik akan menurun dan output korteks motorik ke neuron motorik medulla spinalis
melemah terjadi hipokinesia.
1
10

Gambar Patofisiologi Parkinson

2.7. Gambaran klinis
Keadaan penderita pada umumnya diawali oleh gejala yang non spesifik, yang didapat
dari anamnesa yaitu kelemahan umum, kekakuan pada otot, pegal-pegal atau kram otot, distonia
fokal, gangguan ketrampilan, kegelisahan, gejala sensorik (parestesia) dan gejala psikiatrik
(ansietas atau depresi). Gambaran klinis penderita Parkinson:
4,10
1. Tremor
Tremor terdapat pada jari tangan, tremor kasar pada sendi
metakarpofalangeal, kadang-kadang tremor seperti menghitung uang logam (pil
rolling). Pada sendi tangan fleksi ekstensi atau pronasi supinasi, pada kaki fleksi
11

ekstensi, pada kepala fleksi ekstensi atau menggeleng, mulut membuka menutup,
lidah terjulur tertarik tarik. Tremor terjadi pada saat istirahat dengan frekuensi 4-5
Hz dan menghilang pada saat tidur. Tremor disebabkan oleh hambatan pada aktivitas
gamma motoneuron. Inhibisi ini mengakibatkan hilangnya sensitivitas sirkuit
gamma yang mengakibatkan menurunnya kontrol dari gerakan motorik halus.
Berkurangnya kontrol ini akan menimbulkan gerakan involunter yang dipicu dari
tingkat lain pada susunan saraf pusat. Tremor pada penyakit Parkinson mungkin
dicetuskan oleh ritmik dari alfa motor neuron dibawah pengaruh impuls yang berasal
dari nukleus ventro-lateral talamus. Pada keadaan normal, aktivitas ini ditekan oleh
aksi dari sirkuit gamma motoneuron, dan akan timbul tremor bila sirkuit ini
dihambat.

2. Rigiditas
Rigiditas disebabkan oleh peningkatan tonus pada otot antagonis dan otot
protagonis dan terdapat pada kegagalan inhibisi aktivitas motoneuron otot protagonis
dan otot antagonis sewaktu gerakan. Meningkatnya aktivitas alfa motoneuron pada
otot protagonis dan otot antagonis menghasilkan rigiditas yang terdapat pada seluruh
luas gerakan dari ekstremitas yang terlibat.

3. Bradikinesia
Gerakan volunter menjadi lamban sehingga gerak asosiatif menjadi berkurang
misalnya: sulit bangun dari kursi, sulit mulai berjalan, lamban mengenakan pakaian
atau mengkancingkan baju, lambat mengambil suatu obyek, bila berbicara gerak
bibir dan lidah menjadi lamban. Bradikinesia menyebabkan berkurangnya ekspresi
muka serta mimik dan gerakan spontan berkurang sehingga wajah mirip topeng,
kedipan mata berkurang, menelan ludah berkurang sehingga ludah keluar dari mulut.
Bradikinesia merupakan hasil akhir dari gangguan integrasi dari impuls optik
sensorik, labirin, propioseptik dan impuls sensorik lainnya di ganglia basalis. Hal ini
mengakibatkan perubahan pada aktivitas refleks yang mempengaruhi alfa dan
gamma motoneuron.
4. Hilangnya refleks postural
12

Meskipun sebagian peneliti memasukan sebagai gejala utama, namun pada
awal stadium penyakit Parkinson gejala ini belum ada. Hanya 37% penderita penyakit
Parkinson yang sudah berlangsung selama 5 tahun mengalami gejala ini. Keadaan ini
disebabkan kegagalan integrasi dari saraf propioseptif dan labirin dan sebagian kecil
impuls dari mata, pada level talamus dan ganglia basalis yang akan mengganggu
kewaspadaan posisi tubuh. Keadaan ini mengakibatkan penderita mudah jatuh.
5. Wajah Parkinson
Seperti telah diutarakan, bradikinesia mengakibatkan kurangnya ekspresi
muka serta mimik. Muka menjadi seperti topeng, kedipan mata berkurang, disamping
itu kulit muka seperti berminyak dan ludah sering keluar dari mulut.
6. Mikrografia
Bila tangan yang dominan yang terlibat, maka tulisan secara graduasi
menjadi kecil dan rapat. Pada beberapa kasus hal ini merupakan gejala dini.
7. Sikap Parkinson
Bradikinesia menyebabkan langkah menjadi kecil, yang khas pada penyakit
Parkinson. Pada stadium yang lebih lanjut sikap penderita dalam posisi kepala
difleksikan ke dada, bahu membongkok ke depan, punggung melengkung kedepan,
dan lengan tidak melenggang bila berjalan.
13




Gambar Gambaran klinis parkinson
8. Bicara
Rigiditas dan bradikinesia otot pernafasan, pita suara, otot faring, lidah dan
bibir mengakibatkan berbicara atau pengucapan kata-kata yang monoton dengan
volume yang kecil dan khas pada penyakit Parkinson. Pada beberapa kasus suara
mengurang sampai berbentuk suara bisikan yang lamban.
9. Disfungsi otonom
Disfungsi otonom mungkin disebabkan oleh menghilangnya secara progresif
neuron di ganglia simpatetik. Ini mengakibatkan berkeringat yang berlebihan, air liur
14

banyak (sialorrhea), gangguan sfingter terutama inkontinensia dan adanya hipotensi
ortostatik yang mengganggu.
10. Gerakan bola mata
Mata kurang berkedip, melirik kearah atas terganggu, konvergensi menjadi
sulit, gerak bola mata menjadi terganggu.
11. Refleks glabela
Dilakukan dengan jalan mengetok di daerah glabela berulang-ulang. Pasien
dengan Parkinson tidak dapat mencegah mata berkedip pada tiap ketokan. Disebut
juga sebagai tanda Mayersons sign
12. Demensia
Demensia relatif sering dijumpai pada penyakit Parkinson. Penderita banyak
yang menunjukan perubahan status mental selama perjalanan penyakitnya. Disfungsi
visuospatial merupakan defisit kognitif yang sering dilaporkan. Degenerasi jalur
dopaminergik termasuk nigrostriatal, mesokortikal dan mesolimbik berpengaruh
terhadap gangguan intelektual.
13. Depresi
Sekitar 40 % penderita terdapat gejala depresi. Hal ini dapat terjadi
disebabkan kondisi fisik penderita yang mengakibatkan keadaan yang menyedihkan
seperti kehilangan pekerjaan, kehilangan harga diri dan merasa dikucilkan. Tetapi hal
ini dapat terjadi juga walaupun penderita tidak merasa tertekan oleh keadaan fisiknya.
Hal ini disebabkan keadaan depresi yang sifatnya endogen. Secara anatomi keadaan
ini dapat dijelaskan bahwa pada penderita Parkinson terjadi degenerasi neuron
dopaminergik dan juga terjadi degenerasi neuron norepineprin yang letaknya tepat
dibawah substansia nigra dan degenerasi neuron asetilkolin yang letaknya diatas
substansia nigra.

15

2.8. Diagnosis
Diagnosis penyakit Parkinson berdasarkan klinis dengan ditemukannya gejala motorik
utama antara lain tremor pada waktu istirahat, rigiditas, bradikinesia dan hilangnya refleks
postural. Kriteria diagnosis yang dipakai di Indonesia adalah kriteria Hughes (1992) :
5
Possible : didapatkan 1 dari gejala-gejala utama
Probable : didapatkan 2 dari gejala-gejala utama
Definite : didapatkan 3 dari gejala-gejala utama
Untuk kepentingan klinis diperlukan adanya penetapan berat ringannya penyakit dalam
hal ini digunakan stadium klinis berdasarkan Hoehn and Yahr (1967) yaitu:
5
Stadium 1: Gejala dan tanda pada satu sisi, terdapat gejala yang ringan, terdapat
gejala yang mengganggu tetapi menimbulkan kecacatan, biasanya terdapat tremor
pada satu anggota gerak, gejala yang timbul dapat dikenali orang terdekat (teman)
Stadium 2: Terdapat gejala bilateral, terdapat kecacatan minimal, sikap/cara berjalan
terganggu
Stadium 3: Gerak tubuh nyata melambat, keseimbangan mulai terganggu saat
berjalan/berdiri, disfungsi umum sedang
Stadium 4: Terdapat gejala yang berat, masih dapat berjalan hanya untuk jarak
tertentu, rigiditas dan bradikinesia, tidak mampu berdiri sendiri, tremor dapat
berkurang dibandingkan stadium sebelumnya
Stadium 5: Stadium kakhetik (cachactic stage), kecacatan total, tidak mampu berdiri
dan berjalan walaupun dibantu.

2.9. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium hanya bersifat dukungan pada hasil klinis, karena tidak
memiliki sensitifitas dan spesifitas yang tinggi untuk penyakit Parkinson. Pengukuran kadar NT
dopamine atau metabolitnya dalam air kencing, darah maupun cairan otak akan menurun pada
16

penyakit Parkinson dibandingkan kontrol. Lebih lanjut, dalam keadaan tidak ada penanda
biologis yang spesifik penyakit, maka diagnosis definitive terhadap penyakit Parkinson hanya
ditegakkan dengan otopsi. Dua penelitian patologis terpisah berkesimpulan bahwa hanya 76%
dari penderita memenuhi kriteria patologis aktual, sedangkan yang 24% mempunyai penyebab
lain untuk parkinsonisme tersebut.
7,9
Neuroimaging:
a. Magnetik Resonance Imaging (MRI)
Baru-baru ini dalam sebuah artikel tentang MRI, didapati bahwa hanya pasien
yang dianggap mempunyai atropi multi sistem memperlihatkan signal di striatum.
9
b. Positron Emission Tomography (PET)
Ini merupakan teknik imaging yang masih relatif baru dan telah memberi
kontribusi yang signifikan untuk melihat kedalam sistem dopamine nigrostriatal dan
peranannya dalam patofisiologi penyakit Parkinson. Penurunan karakteristik pada
pengambilan fluorodopa, khususnya di putamen, dapat diperlihatkan hampir pada
semua penderita penyakit Parkinson, bahkan pada tahap dini. Pada saat awitan
gejala, penderita penyakit Parkinson telah memperlihatkan penurunan 30% pada
pengambilan fluorodopa putamen. Tetapi sayangnya PET tidak dapat membedakan
antara penyakit Parkinson dengan parkinsonisme atipikal. PET juga merupakan
suatu alat untuk secara obyektif memonitor progresi penyakit, maupun secara
obyektif memperlihatkan fungsi implantasi jaringan mesensefalon fetus.
9

17


Gambar 4. PET pada penderita Parkinson pre dan prost transplantasi

c. Single Photon Emission Computed Tomography (SPECT)
Sekarang telah tersedia ligand untuk imaging sistem pre dan post sinapsis oleh
SPECT, suatu kontribusi berharga untuk diagnosis antara sindroma Parkinson plus
dan penyakit Parkinson, yang merupakan penyakit presinapsis murni. Penempelan ke
striatum oleh derivat kokain [123]beta-CIT, yang juga dikenal sebagai RTI-55,
berkurang secara signifikan disebelah kontralateral sisi yang secara klinis terkena
maupun tidak terkena pada penderita hemiparkinson. Penempelan juga berkurang
secara signifikan dibandingkan dengan nilai yang diharapkan sesuai umur yang
berkisar antara 36% pada tahap I Hoehn dan Yahr sampai 71% pada tahap V. Marek
dan yang lainnya telah melaporkan rata-rata penurunan tahunan sebesar 11% pada
pengambilan [123]beta-CIT striatum pada 34 penderita penyakit Parkinson dini yang
dipantau selama 2 tahun. Sekarang telah memungkinkan untuk memvisualisasi dan
menghitung degenerasi sel saraf nigrostriatal pada penyakit Parkinson.
Dengan demikian, imaging transporter dopamin pre-sinapsis yang menggunakan
ligand ini atau ligand baru lainnya mungkin terbukti berguna dalam mendeteksi orang
yang beresiko secara dini. Sebenarnya, potensi SPECT sebagai suatu metoda skrining
untuk penyakit Parkinson dini atau bahkan presimptomatik tampaknya telah menjadi
kenyataan dalam praktek. Potensi teknik tersebut sebagai metoda yang obyektif untuk
memonitor efikasi terapi farmakologis baru, sekarang sedang diselidiki.
7
18


2.10 Tata laksana
Medika mentosa
Strategi terapi parkinson bertujuan untuk mengembalikan kekurangan dopamin pada
sinaps nigrostriatal, termasuk penggantian langsung dengan levodopa, aktivasi reseptor dopamin
striatal oleh agonis dopamin, penggunaan agen yang mengubah metabolisme dopamin, seperti
monoamine oxidase-B inhibitor atau peningkatan pengiriman levodopa ke otak menggunakan
dopa-dekarboksilase atau katekol-O-methyltransferase (COMT) inhibitor.
1,11,12
a. Levodopa
Banyak dokter yang menunda pengobatan simptomatis dengan levodopa sampai
memang dibutuhkan. Bila gejala masih ringan, tidak menganggu sebaiknya levodopa
jangan dimulai. Hal ini mengingat bahwa efektifitas berkaitan dengan lama waktu
pemakaiannnya. Bila sudah beberapa bulan atau tahun sering timbul komplikasi
misalnya gejala 0n-off. Mendadak penderita beberapa saat immobil, gerakan seolah
membeku, jadi berhenti. Disamping itu, didapatkan juga berbagai komplikasi lain
apakah gejala sudah mengganggu kegiatan sehari-hari, kehidupan dirumah, dikantor
dan efek psikologis.

Levodopa melintasi sawar darah otak dan memasuki SSP. Di sini ia mengalami
perubahan enzimatis menjadi dopamin. Dopamin mengambat aktivitas neuron ganglia
basal. Neuron ini juga dipengaruhi oleh aktivitas eksitasi dan sistem kolinergik. Jadi
berkurangnya inhibisi sistem dopaminergic pada nigrostrtial dapat diatasi oleh
meningkatnya jumlah dopamin dan keseimbangan antara inhibisi dopaminergik dan
eksitasi kolinergik dipulihkan. Efek samping : nausea, muntah, distres abdominal,
hipotensi postural, aritmia jantung, diskinesia, abnormalitas laboratorium.

Meskipun mekanisme yang tepat tidak diketahui, komplikasi motorik terkait
dengan levodopa, diduga terkait dengan waktu paruh yang relatif singkat pada
formulasi levodopa konvensional (-1.5 jam), yang menyebabkan fluktuasi kadar
levodopa plasma.

19

Uji coba ELLDOPA menunjukkan hubungan ketergantungan dosis antara
levodopa dan berkembangnya komplikasi motorik setelah 40 minggu, dengan sekitar
30% dari pasien menerima levodopa 600mg/hari (diberikan 200 mg 3x sehari)
mengalami wearing off dibandingkan dengan 18 dan 16% pada mereka yang
menerima 300 (100 mg tiga kali sehari) dan 150 mglday (50 mg tiga kali sehari) secara
berurutan. Hal ini menunjukkan bahwa dosis levodopa berperan dalam
berkembangnya komplikasi motorik.


b. Inhibitor dopa dekarboksilasi dan levodopa
Untuk mencegah agar levodopa tidak diubah menjadi dopamin diluar otak, maka
levodopa dikombinasikan dengan inhibitor enzim dopa dekarboksilase (benzerazide )
yaitu enzim yang mengkonversi levodopa menjadi dopamin.

c. COMT inhibitors
Entacapone adalah penghambat perifer catechol-O-methyltransferase (COMT)
yang melengkapi aksi dari penghambatan amino acid de-carboxylase (AADC).
Dianggap bahwa volume distribusi yang tersisa tidak berubah, penambahan
entacapone meningkatkan waktu paruh plasma dari levodopa sebesar 45% pada tiap
dosis. Begitu juga, tolcapone dapat meningkatkan waktuparuh levodopa pada tiapp
dosis, walaupun ini diberikan tunggal pada regimen dosis levodopa. Ketika entacapone
20

dan tolcapone ditambahkan pada levodopa/terapi penghambatan AADC, mereka
menghambat COMT-salah satu enzim yang bertanggungjawab untuk metabolisme
dopamine yang menghasilkan lebih banyak dan lebih bertahan kadar dopamine pada
sistem saraf sentaral dan plasma daripada dengan levodopa/carbidopa tunggal,
menghasilkan aksi antiparkinson lebih lama dan disusul dengan fungsi motorik yang
meningkat.

d. Agonis Dopamin
Ada 6 macam obat agonis dopamine oral yang tersedia di Inggris. 4 adalah derivat
ergot bromocriptine, pergolide, cabergoline dan lisuride; dan dua lainnya adalah obat
non-ergot: ropinirole and pramipexole.

Penelitian yang lebih baru agonis dopamin menunjukkan penurunan yang
signifikan dalam pengembangan komplikasi motorik pada pasien dibandingkan
dengan levodopa. Namun, dalam dipublikasikan penelitian monoterapi ropinirole dan
pramipexole, pasien yang dirawat dengan levodopa menunjukkan peningkatan
dibandingkan dengan agonis dopamin tersebut. Kualitas hidup (kualitas hidup) diukur
selama lebih 4 tahun sama untuk levodopa dan kelompok pramipexole. Efek samping
profil agonis dopamin mirip dengan levodopa, tapi kebingungan dan halusinasi terjadi
lebih sering dibandingkan dengan levodopa terapi tunggal.

Bromokriptin adalah obat yang langsung menstimulasi reseptor dopamin,
diciptakan untuk mengatasi beberapa kekurangan levodapa. Sementara itu, efek
samping bromokriptin sama dengan efek samping levodopa. Obat ini diindikasikan
bila terapi dengan levodopa atau karbidopa/levodopa tidak atau kurang berhasil atau
bila terdapat diskinesia atau fenomen on-off. Dosis bromokroptin ialah dimulai dengan
2,5 mg sehari, ditingkatkan menjadi 2x2,5 mg dan kemudian dapat ditingkatkan
sampai 40-45 sehari bergantung respon. Dosis sampai 200mg sehari pernah
digunakan.

e. Obat antikolinergik
21

Obat antikolinergik menghambat sistem kolinergik di ganglia basal. Sistem
kolinergik secara normal diinhibisi mengakibatkan aktivitas yang berlebihan pada
sistem kolinergik. Pada penderita penyakit parkinson yang ringan dengan gangguan
ringan obat antikolinergik paling efektif. Obat antikolinergik triheksifenidil,
benztropin dan biperiden. Mulut kering, konstipasi dan retensio urin merupakan
komplikasi yang sering dijumpai pada pengguna obat antikolinergik.

f. Apomorphine
Apomorphine adalah senyawa yang sangat lipofilik yang sepenuhnya diserap
dari saluran pencernaan, tetapi ekstensif terdegradasi oleh metabolisme hati. dengan
subkutan, maka dengan cepat diserap dan bioavailabilitas bervariasi dari fungsi
injeksi, kedalaman dan suhu kulit. Puncak konsentrasi plasma l0 - 30 ug/I, diperoleh
dalam 5 - l5 menit dan konsentrasi puncak dalam LCS yang dicapai dalam 15 - 25
menit. Pada pasien Parkinson, waktu rata-rata untuk onset adalah 5 - 35 menit, dengan
durasi dari 45 - 100 menit setelah dosis tunggal 10 - 100 ug/kg.

Kelemahan apomorphine adalah kebutuhan untuk administrasi parenteral dan
pengobatan harus dimulai dalam lingkungan di mana tenaga medis dapat memonitor
tekanan darah secara ketat. Obat ini biasanya ditoleransi dengan baik dan, sekali
dititrasi, dosis tetap stabil.

g. Anti histamin
Kerjanya antihistamin pada terapi penyakit parkinson belum terungkap.
Sebagian besar obat antihistamin mempunyai sifat antikolinergik ringan, yang
mungkin mendasari khasiatnya pada parkinson. Obat ini dapat digunakan tunggal bila
penyakit ini sudah lanjut obat ini dapat digunakan sebagai tambahan pada levodopa
dan bromokriptin. Difenhidramin ( benadryl ) merupakan preparat yang bermanfaat.
Dosis dapat 3-4 x 50 mg sehari. Efek samping ialah mengantuk dan toleransi timbul
cepat.

h. Amantadin ( symmetrel)
22

Amantadin berfungsi membebaskan sisa dopamin dari simpanan presinaptik
di jalur nigrostrial. Obat ini ajuvan yang berguna yang dapat memberikan perbaikan
lebih lanjut pada penderita yang tidak dapat mentoleransi dosis levodopa atau
bromokriptin yang tinggi. Obat ini dalam bentuk kapsul 100mg. Dosisnya ialah
2x100mg. Efek samping di ekstremitas bawah, insomnia, mimpi buruk, jarang
dijumpai hipotensi postural, retensio urin, gagal jantung.

i. Selegiline ( suatu inhibitor MAO jenis B )
Inhibitor MAO diduga berguna pada penyakit parkinson karena
neurotransminsi dopamine dapat ditingkatkan dengan mencegah perusakannya. Baik
dikombinasikan dngan levodopa. Dosisnya 10 mg sehari.

Terapi fisik
Sebagian besar penderita parkinson akan merasakan efek positif dari terapi fisik. Terapi
ini dapat dilakukan dirumah dengan diberikan petunjuk dan latihan contoh diklinik terapi fisik.
Program terapi fisik pada penyakit parkinson merupakan program jangka panjang dan jenis
terapi disesuaikan dengan perkembangan atau perburukan penyakit. Misalnya perubahan pada
rigiditas, tremor dan hambatan lainnya.









23



Table skema terapi parkinson
24



2.11. Prognosis
25

Obat-obatan yang ada sekarang hanya menekan gejala-gejala parkinson, sedangkan
perjalanan penyakit itu belum bisa dihentikan sampai saat ini. Sekali terkena parkinson, maka
penyakit ini akan menemani sepanjang hidupnya. Tanpa perawatan, gangguan yang terjadi
mengalami progress hingga terjadi total disabilitas, sering disertai dengan ketidakmampuan
fungsi otak general, dan dapat menyebabkan kematian. Dengan perawatan, gangguan pada setiap
pasien berbeda-berbeda. Kebanyakan pasien berespon terhadap medikasi. Perluasan gejala
berkurang, dan lamanya gejala terkontrol sangat bervariasi. Efek samping pengobatan terkadang
dapat sangat parah.
1,4

PD sendiri tidak dianggap sebagai penyakit yang fatal, tetapi berkembang sejalan dengan
waktu. Rata-rata harapan hidup pada pasien PD pada umumnya lebih rendah dibandingkan yang
tidak menderita PD. Pada tahap akhir, PD dapat menyebabkan komplikasi seperti tersedak,
pneumoni, dan memburuk yang dapat menyebabkan kematian. Progresifitas gejala pada PD
dapat berlangsung 20 tahun atau lebih. Namun demikian pada beberapa orang dapat lebih
singkat. Tidak ada cara yang tepat untuk memprediksikan lamanya penyakit ini pada masing-
masing individu. Dengan treatment yang tepat, kebanyakan pasien PD dapat hidup produktif
beberapa tahun setelah diagnosis.
4,5













BAB III
26

KESIMPULAN
Penyakit Parkinson adalah penyakit neurodegeneratif yang bersifat kronis progresif,
merupakan suatu penyakit/sindrom karena gangguan pada ganglia basalis akibat penurunan atau
tidak adanya pengiriman dopamine dari substansia nigra ke globus palidus/ neostriatum (striatal
dopamine deficiency).
Penyakit Parkinson merupakan penyakit kronis yang membutuhkan penanganan secara
holistik meliputi berbagai bidang. Pada saat ini tidak ada terapi untuk menyembuhkan penyakit
ini, tetapi pengobatan dan operasi dapat mengatasi gejala yang timbul . Obat-obatan yang ada
sekarang hanya menekan gejala-gejala parkinson, sedangkan perjalanan penyakit itu belum bisa
dihentikan sampai saat ini. Sekali terkena parkinson, maka penyakit ini akan menemani
sepanjang hidupnya.
Tanpa perawatan, gangguan yang terjadi mengalami progress hingga terjadi total
disabilitas, sering disertai dengan ketidakmampuan fungsi otak general, dan dapat menyebabkan
kematian. Dengan perawatan, gangguan pada setiap pasien berbeda-berbeda. Kebanyakan pasien
berespon terhadap medikasi. Perluasan gejala berkurang, dan lamanya gejala terkontrol sangat
bervariasi. Efek samping pengobatan terkadang dapat sangat parah














DAFTAR PUSTAKA
27


1. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam : Penyakit Parkinson. 3
th

ed. Jakrta :Fakultas Kedokteran Indonesia. 2007. Hal 1373-1377.
2. Syahu, S. 2011. Parkinson : gejala, tahapan, dan pengobatannya. Available from www.
Itokindo.org (managemen.modern dan kesehatan masyarakat)
3. Hauser, R.A. 2010. Early Pharmacologic Treatment in Parkinsons Disease. The American
Journal of Managed Care . Vol 16 no4
4. Duus Peter. Diagnosis Topik Neurologi Anatomi, Fisiologi, Tanda dan Gejala. 2
nd
ed.
Penerbit Buku Kedokteran EGC.1996. Hal 231-243.
5. Ganong, William F., and Mcphee, Stephen J. Patofisiologi Penyakit: Penyakit Parkinson.
Jakarta: EGC.2011. Hal 188-189.
6. De Long, Mahlon. Harrison Neurology in Clinical Medicine.1
st
ed. McGraw-Hill
Professional.2006.
7. Harsono. 2008. Penyakit Parkinson. Buku Ajar Neurologis Klinis. Perhimpunan Dokter
Spesialis Saraf Indonesia dan UGM. Hal 233-243.
8. Clarke CE, Moore AP. 2006. Parkinson's Disease.
http://www.aafp.org/afp/20061215/2046.html (diakses 5 Februari 2013).
9. Price SA, Wilson LM, Hartwig MS. 2006. Gangguan Neurologis dengan Simtomatologi
Generalisata. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit Vol 2. Penerbit Buku
Kedokteran EGC. Hal 1139-1144.
10. Fahn, Stanley. 2000. Merrits Neurology. Tenth edition. Lippincott Williams & Wilkins.
11. John C. M. Brust, MD. 2007. Current Diagnosis & Treatment In Neurology, McGraw-
Hill. Hal 199-206.
12. Sjahrir H, Nasution D, Gofir A. 2007. Parkinsons Disease & Other Movement Disorders.
Pustaka Cedekia dan Departemen Neurologi FK USU Medan. Hal 4-53.

You might also like