You are on page 1of 28

ANORGANIK I

MATERI
PENGANTAR KIMIA ANORGANIK





OLEH: KELOMPOK I


RATIH NOVIYANTI NIM. 1113031028
NI MADE ERNA PURNAMA DEWI NIM. 1113031029
NI KADEK ARI WENTARI NIM.1113031035
NI PUTU DIKA WILYANA DEWI NIM. 1113031057




JURUSAN PENDIDIKAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
SINGARAJA UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA
SINGARAJA
2014

MATERI POKOK:

PENGGOLONGAN DAN LETAK UNSUR DALAM SISTEM PERIODIK
Sifat kimia dan sifat fisika unsur berhubungan dengan jumlah dan
konfigurasi electron unsur tersebut. Konfigurasi electron suatu unsur ditentukan
oleh nomor atom. Ini menunjukkan bahwa sifat-sifat kimia suatu unsur ditentukan
oleh nomor atom (Manimpan, 2000).

a. Pengelompokkan Berdasarkan Konfigurasi Electron
Unsur-unsur dalam system periodic digolongkan menjadi:
1. Unsur-unsur blok-s yaitu unsur yang memiliki konfigurasi electron terluar
nS
1
dan nS
2

2. Unsur-unsur blok-p yaitu unsur yang memiliki konfigurasi electron terluar
dari nS
2
nP
1
sampai dengan nS
2
nP
6

3. Unsur-unsur blok-d atau golongan transisi yaitu unsur-unsur yang
memiliki konfigurasi electron terluar dari (n-1)d
1
ns
2
sampai dengan (n-
1_d
10
ns
2

4. Unsur-unsur blok-f yaitu unsur yang memiliki konfigurasi electron terluar
dari (n-2)f
1
sampai dengan (n-2)f
14
. Unsur-unsur transisi dalam yang
menyangkut 4f disebut lantanida dan yang menyangkut 5f disebut aktinida
(manimpan, 2000).
b. Pengertian Unsur-Unsur Transisi
Unsur-unsur transisi atau unsur blok d adalah istilah untuk unsur-unsur yang
terletak antara blok s dan blok p pada tabel periodik. Konfigurasi elektron unsur-
unsur ini berakhir pada sub kulit d atau f. Secara singkat, unsur-unsur transisi
dapat diartikan sebagai unsur yang mempunyai kulit d atau f yang terisi sebagian
termasuk logam mata uang seperti Cu, Ag, dan Au. Logam transisi dapat diartikan
juga sebagai sesuatu yang dapat membentuk satu atau lebih ion stabil yang
memiliki orbidal d yang tidak terisi (incompletely filled d orbitals). Sehingga tidak
semua unsur-unsur blok d termasuk sebagai logam transisi. Berdasarkan
pengertian ini, skandium dan seng tidak termasuk logam transisi, walaupun
termasuk anggota blok d.
Skandium memiliki struktur elektronik [Ar] 3d
1
4s
2
. Ketika skandium
membentuk ion, skandium selalu kehilangan 3 elektron terluar dan pada akhirnya
sesuai dengan struktur argon. Ion Sc
3+
tidak memiliki elektron d dan karena itu
tidak sesuai dengan definisi tersebut.
Seng memiliki struktur elektronik [Ar] 3d
10
4s
2
. Ketika seng membentuk ion,
seng selalu kehilangan dua elektron 4s menghasilkan ion 2+ dengan struktur
elektronik [Ar] 3d
10
. Ion seng memiliki tingkat d yang terisi penuh dan juga tidak
sesuai dengan definisi tersebut.
Hal yang berbeda, tembaga, dengan struktur elektronik [Ar] 3d
10
4s
1
,
membentuk dua ion. Pada ion Cu
+
struktur elektroniknya adalah [Ar] 3d
10
. Akan
tetapi, pada umumnya membentuk ion Cu
2+
yang memiliki struktur [Ar] 3d
9
.
Tembaga termasuk logam transisi karena ion Cu
2+
memiliki tingkat orbital d yang
tidak terisi penuh.
Antara unsur golongan utama dan golongan transisi ditentukan berdasarkan
jumlah elektron valensinya. Sedangkan elektron valensi merupakan jumlah
elektron yang terdapat pada kulit terluar atom suatu unsur yang digunakan untuk
membentuk ikatan kimia sehingga elektron valensi merupakan penentu sifat kimia
atom suatu unsur. Unsur-unsur dengan elektron valensi yang sama akan
mempunyai sifat kimia yang mirip dan unsur-unsur tersebut diletakkan pada
golongan yang sama pada sistem periodik unsur.
Atom dari unsur yang berbeda mempunyai susunan inti dan konfigurasi
elektron yang berbeda, sedangkan isotop dari unsur yang sama mempunyai
konfigurasi elektron yang sama. Isotop merupakan atom-atom yang mempunyai
nomor atom sama, tetapi mempunyai nomor massa yang berbeda atau dapat
dikatakan isotop merupakan unsur yang memiliki jumlah proton yang sama, tetapi
dengan nomor massa yang berbeda (Sugiyarto, 2003).
c. Pengelompokan atas Logam dan NonLogam
Penggolongan unsur yang pertama dilakukan oleh Lavoisier yang
mengelompokkkan unsur ke dalam logam dan nonlogam. Pada waktu itu baru
sekitar 20 jenis unsur yang sudah dikenal. Oleh karena pengetahuan tentang sifat-
sifat unsur masih sederhana, unsur-unsur tersebut kelihatannya berbeda antara
yang satu dengan yang lain, artinya belum terlihat adanya kemiripan antara unsur
yang satu dengan unsur yang lainnya. Tentu saja pengelompokan atas logam dan
nonlogam masih sangat sederhana, sebab antara sesama logam pun masih terdapat
banyak perbedaan (Sugiyarto, 2003).
- Triade Dobereiner
Pada tahun 1829, J ohan Wolfgang Dobereiner ,seorang profesor kimia di
Jerman, mengemukakan bahwa massa atom relatif stronsium sangat dekat dengan
massa rata-rata dari dua unsur lain yang mirip stronsium, yaitu kalsium dan
barium. Dobereiner juga menemukan beberapa kelompok unsur lain mempunyai
gejala seperti itu. Oleh karena itu, Dobereiner mengambilan kesimpulan bahwa
unsur-unsur dapat dikelompokan ke dalam kelompok-kelompok tiga unsur yang
disbutnya triade. Namun sayang, Dobereiner tidak berhasil menunjukkan cukup
banyak triade sehingga aturan tersebut tidak bermanfaat.
- Hukum Oktaf Newlands
J.W. Newlands merupakan orang yang mengelompokkan unsur berdasarkan
kenaikan massa atom relatif. Pada tahun 1863, ia menyatakan bahwa sifat sifat
unsur berubah secara teratur. Unsur pertama mirip dengan unsur kedelapan, unsur
kedua mirip dengan unsur kesembilan dan seterusnya.

- Sistem Periodik Mendeleev
Diantara para ahli yang dianggap paling berhasil dalam mengelompokkan unsur-
unsur dan berani menduga adanya unsur-unsur yang pada saat itu belum
ditemukan adalah Dmitry Mendeleev. Mendeleev mengelompokkan unsur
berdasarkan kenaikan massa atom relatifnya. Cara pengelompokkan dilakukan
dengan menggunakan kartu. Dalam kartu tersebut ditulis lambang atom, massa
atom relatifnya dan sifat-sifatnya. Mendeleev selanjutnya menempatkan unsur-
unsur dengan kemiripan sifat pada satu lajur vertikal yang disebut golongan.
Unsur-unsur juga disusun berdasarkan kenaikan massa atom relatifnya dan
ditempatkan dalam satu lajur yang disebut periode. Sistem periodik yang disusun
Mendeleev dapat dilihat pada tabel berikut:

Mendeleev sengaja mengosongkan beberapa tempat untuk menetapkan
kemiripan sifat dalam golongan. Beberapa kotak juga sengaja dikosongkan
karena Mendeleev yakin masih ada unsur yang belum dikenal karena
belum ditemukan. Salah satu unsur baru yang sesuai dengan ramalan
Mendeleev adalah germanium yang sebelumnya diberi nama ekasilikon
oleh Mendeleev.
- Sistem Periodik Modern dari Hhenry G. Moseley
Pada awal abad 20, setelah penemuan nomor atom, Henry Moseley
menunjukkan bahwa urut-urutan unsur dalam sistem periodik Mendeleev
sesuai dengan kenaikan nomor atomnya. Penempatan telurium (A
r
= 128)
dan iodin (A
r
= 127) yang tidak sesuai dengan keniakan massa atom
relatif, ternyata sesuai dengan kenaikan nomor atomnya (nomor atom Te =
52; I = 53).
Sistem Periodik Modern
Sistem periodik modern disusun berdasarkan hukum periodik
modern yang menyatakan bahwa sifat-sifat unsur merupakan fungsi
periodik dari nomor atomya. Artinya, jika unsur-unsur disusun
berdasarkan kenaikan nomor atomnya, maka sifat-sifat tertentu akan
berulang secara periodik. Itu sebabnya tabel unsur-unsur tersebut
dinamai Tabel Periodik.
Periode
Lajur-lajur horizontal dalam sistem periodik disebut periode. Sistem
periodik modern terdiri atas 7 periode. Jumlah unsur pada setiap periode
sebagai berikut.
Periode Jumlah Unsur Nomor Atom
1 2 1-2
2 8 3-10
3 8 11-18
4 18 19-36
5 18 37-54
6 32 55-86
7 32 87-118
Periode 1, 2,3 disebut periode pendek karena berisi relatif sedikit unsur,
sedangkan periode 4 dan seterusnya disebut periode panjang.
Golongan
Kolom-kolom vertikal dalam sistem periodik disebut golongan.
Penempatan unsur dalam golongan berdasarkan kemiripan sifat. Sistem periodik
modern terdiri atas 18 kolom vertikal. Ada dua cara penamaan golongan, yaitu:
- Sistem 8 golongan. Menurut cara ini, sistem periodik dibagi menjadi 8
golongan yang masing-masing terdiri atas golongan utama (golongan A)
dan golongan tambahan (golongan B). Unsur-unsur golongan B disebut
juga unsur transisi. Nomor golongan ditulis dengan angka Romawi.
Golongan-golongan B terletak antara golongan IIA dan IIIA. Golongan
VIIIB terdiri atas 3 kolom vertikal.
- Sistem 18 Golongan. Menurut cara ini, sistem periodik dibagi kedalam 18
golongan, yaitu golongan 1 sampai dengan 18, dimulai dari kolom paling
kiri. Unsur-unsur transisi terletak pada golongan 3-12.

KEPERIODIKAN SIFAT-SIFAT UNSUR
JENIS-JENIS REAKSI KIMIA
1. Reaksi Pengendapan
Reaksi pengendapan dalah suatu reaksi yang menghasilkan endapan. Endapan
mungkin bisa berupa kristal atau koloid, dan dapat dikeluarkan dari larutan
dengan cara penyaringan(sentrifuge). Endapan terbentuk jika larutan menjadi
terlalu jenuh dengan zat yang bersangkutan. Kelarutan bergantung pada berbagai
kondisi seperti suhu, tekanan, konsentrasi, serta bahan-bahan lain dalam larutan
itu.
Apabila kita mencampurkan dua senyawa ionik yang dapat larut, misalnya
kalsium klorida dan natrium phosfat. Persamaan reaksinya :
3 CaCl
2
+ 2Na
3
PO
4
Ca
3
(PO
4
)
2
+ NaCl
Dengan demikian, kita dapat memberikan lambang senyawa ke dalam persamaan
itu. 3CaCl
2(aq)
+ 2Na
3
PO
4(aq)
Ca
3
(PO
4
)
2(s)
+ 6NaCl
(aq)

Reaksi dapat berlangsung karena kalsium phosfat tidak larut, melainkan
membentuk endapan berwarna putih yang dapat disaring dari larutan natrium
klorida yang tetap berada dalam bentuk ion-ionnya.
Reaksi-reaksi pengendapan dapat kita ramalkan dengan hasil kali kelarutan
(Ksp). Hasil kali kelarutan suatu zat adalah hasil kali konsentrasi ion-ion dalam
larutan jenuhnya pada suhu tertentu dan masing-masing ion diberi pangkat dengan
koefisien dalam rumus tersebut.
Contoh:
Ag
2
CrO
4

(s)
2 Ag
+
(aq)
+ CrO
2-
(aq)
jika hasil kali konsentrasi ion-ion lebih besar dari Ksp maka reaksi pengendapan
akan terjadi.
2. Reaksi Pembentukan Kompleks
Reaksi kompleksometri adalah reaksi antara ion-ion sehingga membentuk
suatu senyawa komplek. Dalam pelaksanaan analisis anorganik kualitatif banyak
digunakan reaksi-reaksi yang menghasilkan pembentukan kompleks. Suatu ion
(atau molekul) kompleks yang terdiri dari satu atom (ion) pusat dan sejumlah
ligan yang terikat erat dengan atom (ion) pusat itu. Jumlah relatif komponen-
komponen ini dalam kompleks yang stabil nampak mengikuti stoikiometri yang
tertentu, meskipun ini tak dapat ditafsirkan di dalam lingkup konsep valensi yang
klasik. Atom pusat ini ditandai oleh bilangan koordinasi, suatu angka bulat, yang
menunjukkan jumlah ligan (monodentat) yang dapat membentuk kompleks yang
stabil dengan satu atom pusat. Pada kebanyakan kasus, bilangan koordinasi adalah
6 (seperti dalam Fe
2+
, Fe
3+
, Zn
2+
), kadang- kadang 4 (Cu
2+
, Cu
+,
Pt
2+
), tetapi
bilangan-bilangan 2 (Ag
+
) dan 8 (beberapa ion dari golongan platinum).
Bilangan koordinasi menyatakan jumlah ruangan yang tersedia sekitar atom
atau ion pusat dalam apa yang disebut bulatan koordinasi, yang masing-
masingnya dapat dihuni satu ligan. Susunan logam-logam sekitar ion pusat adalah
simetris. Jadi, suatu kompleks dengan satu atom pusat dengan bilangan koordinasi
6, terdiri dari ion pusat, dipusat suatu oktahedron, sedang keenam ligannya
menempati ruang-ruang yang dinyatakan oleh sudut-sudut oktahedron itu.
Bilangan koordinasi 4 biasanya menunjukkan suatu susunan simetris yang
berbentuk tetrahedron, meskipun susunan yang datar, dimana ion pusat berada di
pusat suatu bujur sangkar dan keempat ion menempati keempat sudut
bujursangkar itu, adalah juga umum.
Contoh dari beberapa ion kompleks diantaranya :
[ Fe(CN)
6
]
4-
heksasionoferat (II)
[ Fe(CN)
6
]
3-
heksasionoferat (III)
[Cu(NH
3
)
4
]
2+
tetraaminakuprat (II)
(Firdaus, 2009)
3. Reaksi Reduksi-Oksidasi
Reaksi reduksi-oksidasi adalah reaksi yang mengandung peristiwa reduksi dan
oksidasi, atau reaksi perubahan bilangan oksidasi. Reaksi ini tidak dapat terjadi
sendiri-sendiri jika elektron dilepaskan maka harus ada yang menerima elektron.
Reduksi adalah suatu proses yang mengakibatkan diperolehnya satu elektron atau
lebih dalam suatu zat. Jadi suatu zat pereduksi adalah zat yang kehilangan
elektron, dalam proses ini adalah zat oksidasi. Oksidasi adalah suatu proses yang
mengakibatkan hilangnya satu elektron atau lebih dalam suatu zat (atom, ion, atau
molekul). Suatu zat pengoksidasi adalah zat yang memperoleh elektron dan dalam
proses itu adalah zat tereduksi. Unsur yang mengalami oksidasi disebut reduktor
(pereduksi) karena menyebabkan unsur lain mengalami reduksi, sedangkan unsur
yang mengalami reduksi disebut oksidator (pengoksidasi) karena menyebabkan
unsur lain mengalami oksidasi.
Contoh :
Zn Zn
2+
+ 2e (Zn mengalami oksidasi)
Cu
2+
+ 2e Cu (Cu mengalami reduksi)
Zn + Cu
2+
Zn
2+
+ Cu (reaski redoks)
Pereaksi diatas, Zn mengalami oksidasi (melepas elektron), disebut reduktor dan
Cu
2+
mengalami reduksi (menangkap elektron yang dilepaskan Zn), disebut
oksidator. Berlangsungnya reaksi reduksi oksidasi terdapat dalam 3 lingkungan,
yaitu lingkungan asam (H
+
), lingkungan basa (OH
-
), dan lingkungan netral.
Contoh reaksi yang sederhana dari peristiwa Redoks adalah :
H
2
+ Cl
2
2HCl
4Fe + 3O
2
2Fe
2
O
3

2I
-
+ Cl
2
I
2
+ 2Cl
-

2Fe
2+
+ Cl
2
2Fe
3+
+ 2Cl
4. Reaksi Asam Basa
Reaksi asam basa merupakan jenis reski kimia yang sangat penting.
Kebanyakan reaksi asam basa terjadi di alam dalam tumbuhan dan binatang.
Banyak asam dan basa merupakan senyawa esensial dalam sosial industri. Sebagai
contoh, ekitar 350 poud asam sulfat, H
2
SO
4
, dan sekitar 135 pound ammonia,
NH
3
, dibutuhkan untuk mendukung kehidupan di Amerika per tahun. Reaksi asam
dengan logam hidroksida menghasilkan garam dan air. Reaksi semacam ini
dinamakan rekasi netralisasi karena sifat khas dari asam dan basa yang
ternetralisasi. Dalam hampir semua reaksi netralisasi, gaya gerak adalah
penggabungan H
+
(aq)
dari asam dan OH
-

(aq)
dari basa (atau basa tambah air) untuk
membentuk molekul air. Mari kita lihat reaksi asam klorida, HCl
(aq)
, dengan
natrium hidroksida aquo, NaOH. HCl adalah asam kuat dan NaOH adalah basa
kuat. Hasil reaksi asam dan basa, itu adalah garam natrium klorida, NaCl. Garam
itu mengandung kation dari basa, Na
+
, dan anion dari asam, Cl
-
. NaCl adalah
garam larut
HCl
(aq)
+ NaOH
(aq)
H
2
O
(l)
+ NaCl
(aq)

[H
+
(aq)
+ Cl
-
(aq)
] + [Na
+
(aq)
+ OH
-
(aq)
] H
2
O
(l)
+ [Na
+
(aq)
+ Cl
-
(aq)
]
H
+
(aq)
+ OH
-
(aq)
H
2
O
(l)

Persamaan reaksi ionik bersih untuk semua reaksi asam kuat dengan basa kuat
membentuk garam larut dan air.
H
+
(aq)
+ OH
-
(aq)
H
2
O
(l)

Reaksi antara asam lemah dengan basa kuat juga menghasilkan garam dan air,
tetapi ada perbedaan signifikan dalam persamaan reaksi setimbang karena asam
hanya terionisasi sedikit. Reaksi asama monoprotik lemah dengan basa kuat akan
dapat membentuk garam larut yang dapat digambarkan persamaan reaksi
umumnya sebagai berikut:
HA
(aq)
+ OH
-
(aq)
H
2
O
(l)
+ A
-
(aq)

dimana HA mengambarkan asam lemah, dan A- menggambarkan ionnya.
5. Reaksi Penggabungan
Reaksi dari dua atau lebih substansi yang bergabung untuk membentuk
senyawa dinamakan reaksi penggabungan. Reaksi ini melibatkan (1)
penggabungan dua unsur untuk membentuk senyawa, (2) penggabungan unsur
dan senyawa untuk membentuk senyawa baru tunggal, atau (3) penggabungan dua
senyawa untuk membentuk senyawa baru tunggal
Reaksi penggabungan atau kombinasi melukiskan reaksi antara dua atau
lebih reaktan membentuk satu jenis produk. Hal ini biasanya dapat terjadi karena
sifat reaktifitas yang tinggi dari reaktan yang bersangkutan. Sebagai contoh adalah
logam natriun dan gas klorin yang keduanya sangat reaktif, bila saling kontak
akan membentuk Kristal putih baru yaitu garam dapur, bahkan sering disertai
ledakan, menurut persamaan reaksi:
Na
(s)
+ Cl
(g)
2 NaCl
(s)
reaksi penggabungan semacam ini ternyata banyak ditemui, misalnya reaksi
pembakaran antara oksigen dengan unsure karbon atau dengan belerang atau
dengan gas hidrogen. Atau antara dua macam senyawa seperti uap HCl dengan
gas ammonia, bila keduanya terjadi kontak akan diperoleh senyawa baru serbuk
sangat halus yang nampak sebagai asap putih, menurut persamaan reaksi:
HCl
(g)
+ NH
3(g)
NH
4
Cl
(s)
Berikut jenis-jenis dari reaksi penggabunga:
Unsur + unsur senyawa
Untuk tipe reaksi kombinasi ini, masing-masing unsur dari keadaan tak
bergabung, dimana bilangan
oksidasi nol, membentuk keadaan yang bergabung sebagai suatu senyawa
yang juga memiliki bilangan
oksidasi nol. Oleh karena itu, reaksi tipe ini juga merupakan reaksi reduksi
oksidasi.
a. logam + nonlogam senyawa ionik biner
Kebanyakan logam bereakasi dengan kebanyakan nonlogam untuk
membentuk senyawa ionik biner. Logam golongan IA bergabung dengan
nonlogam golongan VIIA membentuk senyawa ionik biner, dengan rumus
umum MX. Reaksinya adalah:
2M
(s)
+ X2
(g)
2(M+X-)
(s)

M = Li, Na, K, Rb, Cs; X = F, Cl, Br, I
Contoh; natrium, yang berwarna putih perak, bergabung dengan klor, gas
yang berwarna hijau pucat, membentuk natrium klorida.
Na
(s)
+ Cl
2(g)
NaCl
(s)
natrium klorida (titik leleh 801C)
Logam golongan IIA juga bergabung dengan nonlogam golongan VIIA
membentuk senyawa biner. Senyawa binar yang dibentuk adalah senyawa
ionik biner, kecuali BeCl2, BeBr2, dan BeI2. Persamaan umum reaksi
penggabungan adalah:
M
(s)
+ X2
(g)
MX2
(s)

M = Be Mg, Ca, Sr, Ba; X = F, Cl, Br, I
Reaksi magnesium dengan klor membentuk magnesium klorida, yaitu:
Mg
(s)
+ Cl2
(g)
MgCl2
(s)
magnesium klorida (titik leleh 1266 C)
b. Nonlogam + nonlogam senyawa kovalen biner
Ketika dua nonlogam bergabung antara satu dengan yang lainnya, maka akan
membentuk senyawa kovalen biner. Dalam reaksi ini, bilangan oksidasi unsur
dengan bilangan oksidasi yang lebih positif sering berubah, tergantung pada
kondisi reaksi. Sebagai contoh, fosfor (golongan VA) yang bergabung
dengan klor yang terbatas jumlahnya akan membentuk fosfor triklorida,
dengan bilangan oksidasi fosfor adalah +3.
P
4(s)
+ 6Cl
2(g)
4PCl
3(l)
(dengan klor terbatas) ((titik leleh -112 C)
Ketikan fosfor bereaksi dengan klor berlebih, maka akan menghasilkan fosfor
pentoksida, dengan bilangan oksidasi fosfor adalah +5.
P
4(s)
+ 10Cl
2(g)
4PCl
5(s)
(dengan klor berlebih) (terdekomposisi pada 167
C) Secara umum, nonlogam yang memiliki bilangan oksidasi ebih tinggi
akan terbentuk dari reaksinya dengan nonlogam lain dalam jumlah yang
berlebih.
Senyawa + unsur senyawa
Fosfor dengan bilangan oksidasi +3 dalam PCl
3
dapat dikonversi menjadi
bilangan oksidasi +5 (dalam PCl
5
) ketika PCl
3
bergabung dengan klor.
PCl
3(l)
+ Cl
2(g)
PCl
5(s)

Sepertinya halnya reaksi di atas, sulfur dengan bilangan oksidasi +4 dapat
dikonversi menjadi +6 ketika SF4 bereaksi dengan gas fluor.
SF
4(g)
+ F
2(g)
SF
6(g)
sulfurheksafluorida (titik leleh -50,5 C)
Reaksi penggabungan di atas juga merupakan reaksi reduksi oksidasi.
Senyawa + senyawa senyawa
Contoh reaksinya adalah penggabungan kalsium oksida dengan karbon
dioksida untuk menghasilkan kalsium karbonat.
CaO
(s)
+ CO
2(s)
CaCO
3(s)

Asam pirosulfat dihasilkan dari sulfur trioksida yang dilarutkan dalam asam
sulfat pekat:
SO
3(g)
+ H
2
SO
4(l)
H
2
S
2
O
7(l)

Kemudian asam pirosulfat diencerkan dengan air untuk membuat H2SO4:
H
2
S
2
O
7(l)
+ H
2
O
(l)
H
2
SO
4(l)

Oksida-oksida dari logam golongan IA dan IIA bereaksi dengan air untuk
membentuk logam hidroksida, contoh:
CaO
(s)
+ H2O
(l)
Ca(OH)
2(aq)

6. Reaksi Penguraian
Reaksi dekomposisi atau penguraian adalah suatu reaksi kimia dimana suatu
senyawa terurai menjadi bagian-bagian produk yang lebih sederhana, biasanya
energy panas membantu kelancaran proses dekomposisi ini. Sebagai contoh
pemanasan raksa (II) oksida yang berwarna merah akan menghasilkan cairan
logam air raksa bebas dan evolusi gas oksigen. Demikian juga pemanasan garam-
garam asam karbonat akan mengakibatkan dekomposisi yang disertai dengan
evolusi gas karbon dioksida menurut persamaan reaksi:
2 H
2
O
(s)
2 Hg
(l)
+ O
2

(g)
Serbuk merah cairan putih-perak gas tak berwarna
NaHCO
3

(s)
Na
2
CO
3

(s)
+ H
2
O
(g)
+ CO
2

(g)
padatan putih padatan putih uap air gas tak berwarna
Berikut secara khusus jenis-jenis reaksi dekomposisi:
senyawa unsur + unsur
Elektrolisis air menghasilkan dua unsur melalui reaksi dekomposisi. Senyawa
yang mengionisasi, seperti H2SO4, ditambahkan untuk menaikkan
konduktivitas air dan laju reaksi, tetapi tidak mengendapt dalam reaksi:
lektrolisis
2H
2
O
(l)
2H
2(g)
+ O
2(g)

Sejumlah kecil oksigen dapat diperoleh dengan cara dekomposisi termal dari
senyawa yang mengandung oksigen. Beberapa logam oksida, seperti
merkuri(II) oksida, HgO, terdekomposisi pada pemanasan untuk menghasilkan
oksigen.
Panas
HgO
(s)
Hg
(l)
+ O
2(g)

Senyawa senyawa + unsur
Logam alkali klorat, seperti KClO
3
, terdekomposisi ketika dipanaskan,
menghasilkan logam klorida dan oksigen. Kalium klorat adalah garam umum
yang merupakan sumber oksigen dalam skala kecil di laboratorium.
panas
2KClO
3(s)
2KCl
(s)
+ 3O
2(g)

MnO2
Garam nitrat dari logam alkali dan alkali tanah terdekomposisi menjadi logam
nitrat dan gas oksigen
2NaNO
3(s)
2NaNO
2(s)
+ O
2(g)

Hidrogen peroksida, H
2
O
2
, terdekompisisi menjadi air dan oksigen.
2H
2
O
2(l)
2H
2
O
(l)
+ O
2(g)

Senyawa senyawa + senyawa
Dekomposisi termal dari kalsium karbonat (batu kapur) dan karbonat lainnya akan
menghasilkan dua senyawa, yaitu logam oksida dan karbon dioksida:
CaCO
3(s)
CaO
(s)
+ CO
2(g)

Reaksi di atas merupakan reaksi yang penting dalam industri produksi semen.
Kalsium oksida juga digunakan sebagai basa dalam proses industri. Ketika
beberapa padatan hidroksida dipanaskan, maka padatan tersebut akan
terdekomposisi membentuk logam oksida dan uap air.
panas
Mg(OH)
2(s)
MgO
(s)
+ H
2
O
(l)

Magnesium oksida, MgO, yang dipres dalam bentuk lembaran-lembaran
digunakan sebagai material pengisolasi termal dalam dinding oven. Garam
amonium akan melepasakan amonia ketika dipanasakan.
panas
(NH
4
)
2
SO
4(s)
NH
3(g)
+ H
2
SO
4(l)

Jika garam amonium mengandung satu anion dari pengoksidasi kuat, seperti
nitrat, nitrit, atau dikromat), maka dekomposisinya menghasilkan satu oksida , air
(sebagai uap pada reaksi redoks temperatur tinggi), dan gas nitrogen. Reaksinya
juga merupakan reaksi redoks.
panas
(NH
4
)
2
Cr
2
O
7(s)
Cr
2
O
3(s)
+ H
2
O
(l)
+ N
2(g)
7.

Reaksi Pendesakan
Bila suatu atom unsur misalnya A reaktif lebih reaktif dibanding dengan
atom unsure lain B maka dapat diramalkan bahwa kedudukan atom B dalam
senyawanya misalnya BC, dapat didesak dan diganti oleh atom unsure lain A. Hal
ini banyak dijumpai pada reaksi antara logam-logam dengan garam maupun
asam, demikian juga reaksi logam-logam alkali dengan air sebagaimana contoh
berikut ini:
Fe
(s)

+ 2 HCl
(aq)
FeCl
2

(aq)
+ H
2(g)
2 K
(s)
+ FeSO
4

(aq)

K
2
SO
4(aq)
+ Fe
(s)
2 Na
(s
+ 2 H
2
O
(l)
2 NaOH
(aq)
+ H
2(g)
Kereaktifan logam sudah berasil disusun menurut deret Nerst, yaitu: Li, K, Ba, Sr,
Ca, Na, Mg, Al, Mn, Zn, Cr, Fe, Ni, Sn, Pb, H, Sb, Cu, Hg, Ag, Pd, Pt, Au.
Pada reaksi-reaksi pendesakan berikut menghasilkan gas H
2
.
1. Li Pb dengan asam non oksidator dan garam yang diperoleh mempunyai
bilangan oksidasi rendah dari logam yang bersangkutan namun bila
dengan asam oksidator diperoleh garam dengan bilangan oksidator tinggi
dari logam yang bersangkutan dan tidak membebaskan H
2
.
2. Li-Na dengan H
2
O cairan dan menghasilkan basa
3. Li-Fe dengan uap air panas dan menghasilkan basa.
Pada pernyataan no 2 dan 3 apabila basa yang diperoleh tidak stabil, akan
mengalami dekomposisi termal menjadi oksidatornya misalnya:
Mg
(s)
+ H
2
O
(g)- uap panas
MgO
(s)
+ H
2(g)
Pada suhu tinggi reaksi oksida logam-logam Fe-Cu dengan H
2
gas membebaskan
logam-logam bersangkutan, misalnya:
NiO
(s)
+ H
2(g)
H
2
O
(g)
+ Ni
(s)

8. Reaksi Pertukaran Pasangan
Interaksi antara dua senyawa yang sering dapat menghasilkan senyawa-senyawa
baru dengan saling menukarkan pasangan menurut persamaan reaksi:
AC + BD AD + BC
Dengan A, B,C,D adalah spesies monoatomik atau poliatomik. Dalam banyak hal
kedua senyawa biasanya larut dalam air atau ionik dan hasilnya lebih bersifat
molekuler atau meninggalkan media larutan sebagai endapan atau gas
sebagaimana ditunjukkan oleh reaksi berikut:
KOH
(aq)
+ HCl
(aq)
KCl
(aq)
+ H
2
O
(l)
basa-ionik asam-ionik garam ionic air-molekuler
BaCl
2(aq)
+ KCrO
4(aq)
BaCrO
4(s)
+ 2 KCl
(aq)
Na
2
CO
3(aq)
+ H
2
SO
4(aq)
Na
2
SO
4(aq)
+ H
2
O
(l)
+CO
2(g)

Untuk meramal kemungkinan berlangsung tidaknya reaksi antara dua pereaksi
maka perlu diketahui tingkat kelarutan suatu senyawa.
Untuk senyawa-senyawa ionik dalam larutan persamaan reaksi yang ditulis
biasanya persamaan reaksi ionnya saja yaitu ion-ion yang terlibat dalam
perubahan menjadi endapan, gas, atau molekuler, wujud padatan tidak ditulis
dalam bentuk ionnya. Sebagai contoh adalah:
BaCl
2(aq)
+ KCrO
4(aq)
BaCrO
4(s)
+ 2 KCl
(aq)
Atau
Ba
2+
(aq)
+ CrO
4
2-
(aq)
BaCrO
4(s)



9. Reaksi Pembakaran
Reaksi pembakaran, adalah sejenis reaksi redoks yang mana bahan-bahan yang
dapat terbakar bergabung dengan unsur-unsur oksidator, biasanya oksigen, untuk
menghasilkan panas dan membentuk produk yang teroksidasi. Istilah pembakaran
biasanya digunakan untuk merujuk hanya pada oksidasi skala besar pada
keseluruhan molekul. Oksidasi terkontrol hanya pada satu gugus fungsi tunggal
tidak termasuk dalam proses pembakaran.
Contoh reaksi pembakaran logam besi :
4 Fe + 3 O
2
2 Fe
2
O
3

Dari persamaan tampak bahwa reaksi pembakaran ditunjukkan dengan adanya gas
oksigen. Contoh lain dari reaksi ini adalah pembakaran dari satu salah satu
campuran bahan bakar:
C
7
H
16
+ 11 O
2
7 CO
2
+ 8 H
2
O
Reaksi diatas juga mengindikasikan adanya gas oksigen. Reaksi
pembakaran sering juga disebut dengan reaksi oksidasi, dan akan kita bahas
secara terpisah.
10. Reaksi Logam dan Nonlogam
Dalam pelaksanaan analisis anorganik kualitatif banyak digunakan reaksi-
reaksi yang menghasilkan pembentukan kompleks. Suatu ion (atau molekul)
kompleks sendiri terdiri dari suatu atom (ion) pusat itu. Jumlah relatif komponen-
komponen ini dalam kompleks yang stabil nampak mengikuti stoikiometri
tertentu. Atom pusat ini ditandai oleh bilangan koordinasi, suatu angka bulat yang
menunjukkan jumlah ligan (monodentat) yang dapat membentuk kompleks yang
stabildengan suatu atom pusat. (Brady, 1999)
Variasi sifat-sifat logam dari unsur merupakan salah satu dari bermacam-
macam kecendurungan yang dapat dipelajari dalam susunan berskala. Sebagai
contoh yaitu reaksi antara natrium dengan klor.
2Na
(S)
+ Cl
2(g)
2NaCl
(s)
.
Reaksi antara natrium dengan klor

adalah suatu jenis reaksi antara logam dengan
nonlogam.Logam cenderung bereaksi dengan nonologam membentuk senyawa
ion. (Brady, 1999)
Dalam reaksi ini, setiap logam kehilangan satu atau lebih elektron dan
menjadi ion positif atau kation dan setiap ataom nonlogam memperoleh satu atau
lebih elektron dan menjadi ion negatif atau anion. Unsur nonlogam bereaksi tidak
hanya dengan logam tetapi juga diantara nonlogam itu sendiri. Meskipun
demikian, jika dua unsur nonlogam bergabung membentuk suatu senyawa, maka
yang terbentuk bukan ion melainkan molekul netral yang tidak bermuatan listrik.
Sebagai contoh adalah reaksi antara oksigen dengan hidrogen membentuk air.
2H
2(g)
+ O
2(g)
2H
2
O
(l).
(Brady, 1999).
11. Reaksi Pembentukan Gas
Pembentukan gas tak larut atau agak larut memberikan suatu gaya gerak
terhadap reaksi tipe ketiga, yaitu reaksi metatesis, yang dikenal sebagai reaksi
pembentukan gas. Gas umum yang sangat larut dalam air hanyalah HCl
(g)
dan
NH
3(g)
. Sementara, semua gas lainnya cukup tak larut sebagai gaya yang
mendorong suatu reaksi agar berlanjut jika gas-gas itu terbentuk sebagai produk
reaksi. Sebagai contoh, ketika asam klorida ditambahkan kalsium karbonat padat,
maka reaksi yang terjadi adalah asam karbonat (asam lemah) sebagai produk
reaksi.
2HCl
(aq)
+ CaCO
3(s)
H
2
CO
3(aq)
+ CaCl
2(aq)

2[H
+
(aq)
+ Cl-
(aq)
] + CaCO
3(s)
H
2
CO
3(aq)
+ [Ca
2+
(aq)
+ 2Cl
-
(aq)
]
2H
+
(aq)
+ CaCO
3(s)
H
2
CO
3(aq)
+ Ca
2+
(aq)

Panas yang dihasilkan pada reaksi di atas menyebabkan dekomposisi termal
H
2
CO
3
menjadi gas CO
2
dan air.
H
2
CO
3(aq)
CO
2(g)
+ H
2
O
(l)

Kebanyakan gelembung CO
2
keluar, dan reaksi terus berlangsung hingga
sempurna (dengan respek terhadap pereaksi pembatas). Pengaruh bersih yang
timbul adalah pengkonversian jenis ion tertentu menjadi molekul non terionisasi
dari gas (CO
2
) dan air.
2HCl
(aq)
+ CaCO
3(s)
CO
2(g)
+ H
2
O
(l)
+ CaCl
2(aq)

Garam-garam yang mengandung ion sulfit, SO
3

2-
, bereaksi dengan asam dengan
cara yang sama untuk membentuk gas sulfur dioksida, SO
2(g).

SO
3
2-
(aq)
+ 2H
+
(aq)
SO
2(g)
+ H
2
O
(l)

Kebanyakan garam sulfida bereaksi dengan asam untuk membentuk gas hidrogen
sulfida, H
2
S. Kelarutan yang rendah dari H
2
S dalam air membantu reaksi terus
berlanjut.
MnS
(s)
+ 2HCl
(aq)
MnCl
2(aq)
+ H
2
S
(g)

12. Reaksi Metatesis
Kebanyakan reaksi antara dua senyawa dalam larutan aquo, ion-ion positif dan
ion-ion negatif muncul mengganti pasangannya untuk membentuk dua senyawa
baru, dengan tidak merubah bilangan oksidasi. Reaksi semacam ini dinamakan
reaksi metatesis. Persamaan reaksi metatesis secara umum digambarkan sebagai:
AX + BY AY + BX
dimana A dan B adalah ion-ion posotif, sementara X dan Y adalah ion-ion negatif.
Sebagai contoh, ketika kita mencampur larutan perak nitrat dan natrium klorida,
maka dihasilkan perak klorida padat dan natrium nitrat yang larut dalam air.
AgNO
3(aq)
+ NaCl
(aq)
AgCl
(s)
+ NaNO
3(aq)

Reaksi metatesis adalah hasil dari pemindahan ion-ion dalam larutan. Pemindahan
ion-ion ini dapat dibayangkan dari gaya gerak agar reaksi terjadi. Pemindahan
ion-ion dapat terjadi dalam tiga cara, yang dapat digunakan untuk mengklasifikasi
tiga tipe reaksi metatesis, yaitu:
1. Pembentukan molekul nonterionisasi secara dominan (lemah dan
nonelektrolit) dalam larutan;
contoh umum adalah produk nonelektrolit dari air.
2. Pembentukan padatan tak larut, sebagai endapan (yang terpisah dari
larutan)
3. Pembentukan gas (yang terlibat dari larutan)

KONSEP ASAM BASA
A. Konsep Asam Basa Arrhenius
Svante August Arrhenius ( 1859 1927 ) dari swedia pada tahun 1887
mengemukakan teori ion untuk menjelaskan mengapa larutan zat- zat dalam
air dapat menghantarkan arus listrik. Arrhenius menemukan bahwa zat zat
tertentu jika dilakrutkan dalam air akan terurai menjadi bagian bagian yang
bermuatan listrik. Karena zat zat itu sebelum dilarutkan tidak
menghantarkan arus listrik (netral) , maka julah muatan positif zat itu sebelum
dilarutkan harus sama dengan jumlah muatan negatif . Partikel yang
bermuatan listrik disebut ion (menurut bahasa yunani artinya pengembara),
sebab ion bebas bergerak dalam larutan. Ion positif disebut kation sedangkan
ion negatif disebut anion. Adapun peristiwa terurainya zat zat dalam air
disebut ionisasi, dan zat zat yang dalam air dapat terurai menjadi ion ion
disebut elektrolit ( penghantar arus listrik. Asam Basa termasuk ke dalam
golongna zat elektrolit.
a. Sifat Asam Basa
1. Asam
Menurut Arrhenius asam adalah suatu zat yang bila dilarutkan ke dalam air
akan menghasilkan ion hidrogen (H
+
) sebagai kation dan sisa asam sebagai
anion.
Contoh Reaksi ionisasi Asam :
HCL
(aq)
H
+
(aq)
+ CL

(aq)

Asam klorida ion hidogen (kation ) ion klorida (
anion )
H
2
SO
4 (aq)
2H
+
(aq)
+ SO
4
2
(aq)

Asam sulfat ion hidrogen ion sulfat
H
3
PO
4(aq)
3H
+
(aq)
+ PO
4
3

(aq)

Asam fosfat ion hidrogen ion fosfat


Jumlah ion H
+
yang dapat dilepas oleh suatu asam disebut valensi asam
Asam yang dapat menghasilkan satu ion H
+
disebut asam monoprotik
,menghasilkan (dua ion H
+
diprotik , dan menghasil tiga ion H
+
triprotik =
poliprotik ). Berdasarkan hasil uji elektrolit yang termasuk asam kuat adalah :
HCl, HBr, HI, HNO
3
, H
2
SO
4
, HClO
4
, diluar senyawa ini termasuk asam
lemah.
2. Basa
Menurut arrhenius Basa adalah zat za jika dilarutkan dalam air dapat
terionisasi menghasilkan ion hidroksida ( OH

) sebagai anion dan sisa nya ion


positif(kation)
Contoh reaksi ionisasi basa
NaOH
(aq)
Na
+
(aq)
+ OH

(aq)

Natruium hidroksida ion Natrium Ion hidroksida
Ca(OH)
2(aq)
Ca
2+
(aq)
+ 2OH

(aq)

Kalsium hidroksida ion kalsium ion hidroksida
Fe(OH)
3(aq)
Fe
3+
(aq)
+ 3OH

(aq)

Jumlah ion OH

yang dilepaskan dari larutan basa disebut valensi basa


Basa bervalensi satu jika jumlah ion OH

= 1
Basa bervalensi dua jika jumlah ion OH = 2
Basa bervalensi tioga jika Jumlah ion OH = 3
3. Keterbatasan Asam Basa Arrhenius
Asam klorida dapat dinetralkan baik oleh larutan natrium
hidroksida maupun amonia. Pada kedua kasus tersebut, akan didapatkan
larutan hasil reaksi yang jernih yang dapat dikristalkan menjadi garam
berwarna putih, baik natrium klorida maupun amonium klorida. Kedua
reaksi tersebut merupakan reaksi yang sangat mirip. Reaksi yang terjadi
adalah:

Pada kasus reaksi antara natrium hidroksida dengan asam klorida,
ion hidrogen dari asam bereaksi dengan ion hidroksida dari NaOH. Hal ini
sesuai dengan teori asam-basa Arrhenius. Akan tetapi pada kasus reaksi
amonia dengan asam klorida, tidak terdapat ion hidroksida. Kita bisa
mengatakan bahwa amonia bereaksi dengan air menghasilkan ion
amonium dan hidroksida, menurut reaksi sebagai berikut:

Reaksi di atas merupakan reaksi reversibel, dan dalam larutan
amonia pekat tertentu, sekitar 99% amonia tetap berada sebagai molekul
amonia. Meskipun demikian, ion hidroksida tetap dihasilkan, walau dalam
jumlah yang sangat kecil. Dengan demikian kita bisa mengatakan bahwa
reaksi tersebut sesuai dengan teori asam-basa Arrhenius.
Tetapi pada saat yang bersamaan, terjadi reaksi antara gas amonia
dengan gas hidrogen klorida.

Dalam kasus reaksi di atas, tidak dihasilkan ion hidrogen ataupun
ion hidroksida, karena reaksi tidak terjadi dalam larutan. Teori Arrhenius
tidak menggolongkan reaksi di atas sebagai reaksi asam-basa, meskipun
faktanya, reaksi tersebut menghasilkan produk
yang sama manakala kedua senyawa tersebut dilarutkan dalam air. Secara
singkat dapat dikatakan bahwa keterbatasan teori Arrhenius adalah bahwa
reaksi asam basa hanyalah sebatas pada larutan berair (aqueus, aq) dan
asam-basa adalah zat yang hanya menghasilkan H
+
dan OH
-
.
B. Konsep Asam Basa Bronsted-Lowry
Definisis Arrhenius mengenai asam basa haya terbatas pada
penerapan dalam larutan dengan medium air. Definisi yang lebih luas,
yang dikemukakan oleh kimiawan Denmark Johanes Bronsted pada tahun
1932, menyatakan asam sebagai donor proton dan basa sebagai akseptor
proton. Zat-zat yang berprilaku menuerut definisi ini disebut dengan asam
Bronsted dan basa Bronsted.
Asam klorida merupakan asam Bronsted karena memberikan
sebuah proton dalam air.

Perhatikan bahwa ion H
+
adalah atom hydrogen yang elah kehilangan
elektronnya, dalam hal ini, disebut proton. Partikel bermuatan kecil
tersebut tidak terdapat sebagai kesatuan yang terpisahkan dalam larutan air
karena gaya tariknya yang kuat terhadap kutub negative (O) dalam H
2
O.
konsekuensinya proton terdapat dalam bentuk terhidrasi seperti yang
diperlihatkan pada gamabar berikut:

Dengan demikian ionisasi asam klorida sebaiknya dinyatakan sebagai

Proton terhidrasi, H
3
O
+
disebut ion hydronium. Persamaan ini
menunjukkan reaksi dimana asam Bronsted (HCl) mendonorkan satu
protonnya kepada basa Bronsted (H
2
O).
Hasil eksperimen menunjukkan bahwa ion hydronium terhidrasi
lebih lanjut sehingga proton tersebut mempunyai beberapa molekul air
yang berikatan dengannya. Karena sifat-sifat asam dari proton tidak
mempengaruhi derajat hidrasi.
Asam-asam yang umumnya digunakan di laboratorium adalah
asam klorida (HCl), asam nitrat (HNO
3
), asam asetat (CH
3
COOH), asam
sulfat (H
2
SO
4
), dan asam fosfat (H
3
PO
4
). Ketiga asam yang disebutkan
pertama adalah asam monoprotik yaitu setiap satuan asam menghasilkan
satu ion hydrogen dalam ionisasi:

Karena ionisasi asam asetat tidak sempurna (perhatikan panah dua arah)
maka asam asetat merupakan elektrolit lemah, sehingga disebut sebagai
asam lemah. Di lain pihak, baik HCl mauun HNO
3
merupkan asam kuat
karena termasuk dalam elektrolit kuat, sehingga mengalami ionisasi
sempurna dalam larutan (perhatikan anak panah tunggal).
Asam sulfat (H
2
SO
4
) disebut sebagai asam diprotic karena setia
satuan asam melepaskan dua ion H
+
dalam dua tahap terpisah:

H
2
SO
4
adalah elektrolitkuat atau asam kuat (tahap ionisasi pertama
berlangsung sempurna) tetapi HSO
4
-
merupakan asam lemah atau
elektrolit lemah, maka kita membutuhkan panah dua arah untuk
menunjukkan reaksi ionisasi tidak sempurna.
asam tripotik yang menghasilkan tiga ion H
+
, keberadaannya relatif
sedikit. asam tripotik yang paling banyak dikenal adalah asam fosfat, yang
proses ionisasinya adalah

Ketiga spesi (H
3
PO
4
, H
2
PO
4
-
, dan HPO
4
2-
) merupakan asam lemah, dan
kita menggambarkan panah dua arah untuk menyatakan tiap tahap ionisasi.
Anion seperti H
2
PO
4
-
dan HPO
4
2-
ditemukan dalam larutan fosfat seperti
NaH
2
PO
4
dan Na
2
HPO
4
-
.
Natrium hidroksida (NaOH) dan barium hidroksida (BaOH)
merupakan elektrolit kuat. Hal ini berarti bahwa kedua senyawatersebut
terionisasi sempurna dalam larutan

Ion OH
-
dapat menerima proton sebagai berikut:

Dengan demikian ion OH
-
merupakan basa Bronsted.
Ammonia (NH
3
) dikelompokkan sebagai basa Bronsted karena
dapat menerima satu ion H
+



Ammonia merupakan elektrolit lemah (dan karenanya dikelompokkan
sebagai basa lemah) karena ahanya sebagian kecil dari molekul NH
3
yang
larut yang bereaksi dengan air membentukNH
4
+
dan ion OH
-
.
Basa kuat yang biasa digunakan di laboratorium adalah natrium
hodroksida, karena harganya mrah dan mudah larut. Basa lemah yang
biasa digunakan adalah larutan ammonia dalam air, yang terkadang secara
salah kaprah disebut ammonium hidroksida. Tidak ada bukti yang
menunjukkan bahwa spesi NH
4
OH

benar-benar ada. Semua unsur
goloangan IIA membentuk hidroksida dalam bentuk M(OH)
2
dimana M
menotasikan unsur golongan IIA (logan alkali tanah). Di antara hidroksida
golongan IIA ini, hanya Ba(OH)
2
yang larut. Hidroksida logam lainnya
seperti Al(OH)
3
dan Zn(OH)
2
, tidak dapat larut dan jangan digunakan.
Magnesium hidroksidan dan kalsium hidroksida banyak digunakan dalam
bidang industri obat=obatan.
C. Konsep Asam Basa Lewis
Sifat asam basa sejauh ini dibahas berdasarkan teori Bronsted
Lowry. Untuk berprilaku sebagai basa basa Bronsted, misalnya, suatu zat
harus mampu menerima proton. Berdasarkan definisi ini baik ion
hidroksida maupun ion ammonia ini adalah basa:

Dalam setiap kasus, atom yang dilekati proton memiliki sekurang-
kurangnya satu pasang electron bebas. Sifat khas dari ion OH
-
, NH
3
, dan
basa-basa bronsted lain ini menyiratkan adanya satu definisi lebih umum
untuk asam dan basa.
Kimiawan Amerika G. N. Lewis merumuskan definisi asam basa.
Berdasarkan definisi Lewis, basa adalah zat yang memberikan sepasang
electron, dan asam adalah zat yang menerima sepasang electron. Misalnya,
dalam protonasi ammonia, NH
3
bertindak sebagai basa Lewis, sebab ia
memberikan sepasang elektronya sedangkan H
+
yang bertindak sebagai
asam Lewis karena menerima sepasang electron. Reaksi asam basa Lewis
dengan demikian adalah suatu reaksi yang melibatkan pemberian sepasang
electron dari satu spesi ke spesi yang lain.
Kelebihan konsep asam basa Lewis adalah konsep ini lebih umum
dibandingkan dengan definisi lainnya, konsep ini bias mencangkup banyak
reaksi asam basa yang tidak hanya melibatkan asam Bronsted. Misalkan,
reaksi antara boron trifluorida (BF
3
) dan ammonia:

kita dapat melihat bahwa atom B dalam BF
3
memiliki hibridisasi sp
2
.
Orbital 2p kosong yang tidak terhibridisasi menerima sepasang electron
dari NH
3
. Jadi BF
3
berfungsi sebagai asam menurut definisi Lewis
meskipun tidak mengandung proton yang dapat terionisasi.
Asam Lewis lain yang mengandung boron adalah asam boarat
(H
3
BO
3
). Asam borat yang merupakan asam lemah yang digunakan
sebagai pencuci mata adalah suatu asam okso berstruktur

Asam borat tidak terionisasi di air menghasilkan H
+
. Namun, reaksinya
dengan air ialah

Dalam reaksi asam basa Lewis ini, asam borat menerima sepasang electron
dari ion hidroksida yang berasal dari molekul H
2
O.
Hidasi karbon dioksida menghasilkan asam karbonat adalah sebagai
berikut:

dapat dijelaskan dengan konsep Lewis sebagai berikut: langkah pertama
melibatkan pemberian sepasang electron dari atom oksigen dalam H
2
O
kepada atom karbon dalam CO
2
. Satu orbital dikosongkan pada atom C
untuk menapung sepasang electron dengan memindahkan pasangan
electron dalam ikatan pi C-O. pergeseran ini dinyatakan oleh tanda panah
lengkung:

jadi, H
2
O adalah basa Lewis dan CO
2
adalah asam Lewis. Kemudian
sebuah proton dipindah ke atom O yang membawa muatan negative untuk
mebentuk H
2
CO
3.






Daftar Pustaka
Brady, J. E. (n.d.). Kimia Universitas Asas & Struktur Jilid 1. Tanggerang:
Binarupa Aksara.
Brady, J.E., (1999), Kimia Universitas: Asas dan Struktur. Jakarta: Binarupa
Aksara.
Chang, R. (2005). Kimia Dasar Konsep-Konsep Inti Edisi Ketiga Jilid 1. Jakarta:
Erlangga.
Chang, R. (2005). Kimia Dasar Konsep-Konsep Inti Edisi Ketiga Jilid 2. Jakarta:
Erlangga.
Siregar, M., & Sudria, I. N. (2000). Kimia Anorganik 1. Singaraja: STKIP
Singaraja.
(Utomo, 2008)
Sugiyarto, H. Kristian. 2004. Kimia Anorganik I. Yogyakarta: Universitas Negeri
Yogyakarta.

You might also like