You are on page 1of 21

1

BAB I
LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn S K
Umur : 49 tahun
TTL : Malibu, 16-12-1947
Alamat : sentani
Agama : Kristen Protestan
Suku : oksibil
Pendidikan :
Pekerjaan : Petani
Status maritas : kawin
Tanggal kunjungan
Tanggal masuk : 26 mei 2014
Tanggal Pemeriksaan : 3 juni 2014

B. Anamnesis
Keluhan Utama
Susah buang air kecil sejak 1 tahun yang lalu.
Riwayat Penyakit Sekarang
Sejak 1 tahun yang lalu, pasien mengaku mendadak merasa susah buang air
kecil. Pasien juga merasa susah untuk memulai buang air kecil, dan terkadang
harus disertai dengan mengedan untuk buang air kacil, pancaran semakin lama
dirasa melemah dan kadang pasien mengalami kencing tiba-tiba berhenti dan
lancar kembali. Ketika buang air kecil, pasien merasa nyeri. Pasien menceritakan
bahwa dirinya sering bekali-kali ke kamar kecil dikarenakan hasrat ingin buang air
kecil akan tetapi saat di kamar kecil hanya keluar beberapa tetes saja dan merasa
kurang puas, selain itu pasien mengaku sering terganggu tidurnya dikarenakan
kekamar mandi untuk buang air kecil, kadang terasa menetes padahal pasien telah
buang air kecil 15 menit yang lalu. Pernah mengalami hal yang sama 1 tahun
yang lalu ketika berada di oksibil, Kemudian pasien berobat ke jayapura, Rumah
2

Sakit Yowari dan abe, dipasang kateter, pasien dapat buang air kecil melalui
kateter. Pasien merasa lebih nyaman dari tidak dengan kateter.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien mengaku pernah mengalami hal yang sama seperti ini ketika berada
di oksibil. Pasien tidak pernah pasang kateter, pasien merasa sulit buang kecil
ketika tidak memakai kateter disangkal. Riwayat Hipertensi (+).
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada keluarga pasien yang menderita sakit seperti ini.
Riwayat Sosial dan Kebiasaan
Pasien adalah seorang petani, pekerjaan sehari berkebun
Riwayat Alergi
Pasien mengaku tidak mempunyai riwayat alergi makanan maupun obat obatan.

Pemeriksaan Fisik
Status Vital (8 Juli 2013)
KU: TSS, Kes : CM
TD: 140/100 mmHg,
N: 80 x/m, R:20 x/m, SB: 36,8 C
Status Interna
K/L: CA (-/-), SI(-/-),OC(-),P>KGB( - ), pupil
isokor 2-3mm
Thorax:Pulmo:
Inspeksi : simetris, retraksi(-),ikut gerak napas
Palpasi : VF D=S
Perkusi : Sonor
Auskultasi: SN vesikuler (+/+) Normal, Rhonki
(-/-), Wheezing (-/-).
Cor:
Inspeksi: IC (+ )
Palpasi : thrill ( - )
Perkusi:redup
Auskultasi: BJ III regular,murmur (-),
Gallop(-)
Abdomen:
Inspeksi : datar
Auskultasi: Bising Usus (+) Normal
Perkusi : Timpani
Palpasi : hepar/Lien (TTB),
Nyeri tekan(-)
Ekstremitas: akral hangat, Oedem (-)
Status Urologi :
Inspeksi : tidak ada benjolan disekitar spincter ani,
R/T: muskulus spincter ani (+) kontraksi, (+) ada tahanan,
tidak ada benjolan di arah jam 3,7,5,9. Pada RT terdapat
benjolan kenyal, diameter kurang lebih 2 cm. konsitensi
kenyal, permukaan licin




3

C. Pemeriksaan Penunjang
- Hasil laboratorium




Urinalisa
Jenis Pemeriksaan Hasil
kekeruan Agak kuning 6,0
Berat jenis 1,15
Protein Negative
Glukosa Negative
Leukosit esterase +3
Darah/blood +2
Sedimen urine +3
eritrosit +2
epitel 2-4
bakteri +1

Darah
lengkap
Pemeriksaan Hasil
28/5/14
WBC 9,16 x 103/mm3
RBC 4,81 x 106/mm3
HGB 13,1 g/dl
HCT 27 L%
MCH
MCV
MCHC
29 pg
87 fL
33 g/dL
PLT 220 x 10
3
/mm3
LED 58 - 61 mm/jam
DDR Negatif
Kimia
Lengkap
Pemeriksaan Hasil
28/5/14

GDS 92 mg%
Ureum 34 mg%
Kreatinin 1,3 mg%
SGOT 11 mg%
SGPT 14 mg%
Albumin 4,0 gr%
Trigliseride 122 mg%
Kolestrol HDL 126mg%
Kolestrol LDL 132mg %
kalium 4,2 mmol/L
natrium 138 mmol/L
klorida 107 mmol/L
4

Hasil USG

5

Thorax 04-02-14

6

D. Diagnosa Kerja
Benign Prostatic hypertropi (BPH)
E. Diagnosa Banding
F. Terapi ( Plan )
Ciprofloksasin tablet 2x500mg
Ranitidine 2x50mg
Ketorolac 3x 30mg
Proshicom 2 x1( po)
Rencana Open prostatekctomy
G. Resume
Pasien Tn.s b umur 49 tahun dating ke RSUD dok II Jayapura dengan keluhan
Sejak 1 tahun yang lalu mendadak susah buang air kecil. Pasien juga merasa susah
untuk memulai BAK, dan terkadang harus disertai dengan mengedan untuk buang air
kacil, pancaran semakin lama dirasa melemah dan kadang pasien mengalami kencing
tiba-tiba berhenti dan lancar kembali. Ketika BAK, pasien merasa nyeri. Pasien
menceritakan bahwa dirinya sering bekali-kali ke kamar kecil dikarenakan hasrat ingin
buang air kecil akan tetapi saat di kamar kecil hanya keluar beberapa tetes saja dan
merasa kurang puas, selain itu pasien mengaku sering terganggu tidurnya dikarenakan
kekamar mandi untuk buang air kecil, kadang terasa menetes padahal pasien telah
buang air kecil 15 menit yang lalu. Pernah mengalami hal yang sama 5 tahun yang
lalu ketika berada di fak-fak, Kemudian pasien memeriksakan diri ke dokter dan
dipasang kateter, pasien dapat BAK melalui kateter. Dari Pemeriksaan dalam
didapatkan sfingter ani mencengkeram kuat, mukosa licin, ampula rectum tidak kolaps,
teraba prostat kenyal, Dari pemeriksaan laboratorium, dalam batas normal.

H. DAFTAR MASALAH


Susah buang air kecil




7

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Landasan Teori
a. Definisi
Kelenjar prostat adalah organ tubuh pria yang terletak di sebelah inferior buli-buli
dan membungkus uretra posterior. Paling sering mengalami pembesaran, baik jinak
maupun ganas. Bila mengalami pembesaran, organ ini membuntu uretra pars
prostatika dan menghambat
aliran urin keluar dari buli-
buli. Benign Prostate
Hyperplasia (BPH) merupakan
Pembesaran Prostat Jinak
(PPJ) yang menghambat aliran
urin dari buli-buli. Pembesaran
ukuran prostat ini akibat
adanya hyperplasia stroma dan
sel epitelial mulai dari zona
periurethra. 3,4 Bentuk kelenjar prostat sebesar buah kenari dengan berat normal
pada orang dewasa 20 gram. Mc Neal (1976) membagi kelenjar prostat dalam
beberapa zona, antara lain: zona perifer, zona sentral, zona transisional, zona
fibromuskuler anterior dan zona periurethra. Sebagian besar hiperplasia prostat
terdapat pada zona transisional, sedangkan pertumbuhan karsinoma prostat berasal
dari zona perifer.

b. Etiologi dan Patofisiologi
Hingga sekarang, penyebab BPH masih belum dapat diketahui secara pasti, tetapi
beberapa hipotesis menyebutkan bahwa BPH erat kaitannya dengan peningkatan
kadar dihidrotestosteron (DHT) dan proses penuaan. Beberapa hipotesis yang diduga
sebagai penyebab timbulnya hiperplasia prostat
1. Teori dihidrotestosteron
Pertumbuhan kelenjar prostat sangat tergantung pada hormon testosteron.
Dimana pada kelenjar prostat, hormon ini akan diubah menjadi metabolit aktif
dihidrotestosteron (DHT) dengan bantuan enzim 5 reduktase. DHT inilah yang
8

secara langsung memicu m-RNA di dalam sel-sel kelenjar prostat untuk
mensintesis protein growth factor yang memacu pertumbuhan kelenjar prostat.
Ketidakseimbangan antara estrogen-testosteron pada usia yang makin tua,
kadar testosteron makin menurun, sedangkan kadar estrogen relatif tetap, sehingga
perbandingan estrogen: testosteron relatif meningkat. Estrogen di dalam prostat
berperan dalam terjadinya proliferasi sel-sel kelenjar prostat dengan cara
meningkatkan sensitivitas sel-sel prostat terhadap rangsangan hormon androgen,
meningkatkan jumlah reseptor androgen dan menurunkan jumlah kematian sel-sel
prostat (apoptosis). Akibatnya, dengan testosteron yang menurun merangsang
terbentuknya sel-sel baru, tetapi sel-sel prostat yang telah ada mempunyai umur
yang lebih panjang sehingga massa prostat menjadi lebih besar. Interaksi stroma-
epitel membuktikan bahwa diferensiasi dan pertumbuhan selsel epitel prostat
secara tidak langsung dikontrol oleh sel-sel stroma melalui suatu mediator (growth
faktor). Setelah sel stroma mendapatkan stimulasi dari DHT dan estradiol, sel-sel
stroma mensintesis suatu growth faktor yang selanjutnya mempengaruhi sel
stroma itu sendiri, yang menyebabkan terjadinya proliferasi sel-sel epitel maupun
stroma. Berkurangnya kematian sel prostat Apoptosis sel pada sel prostat adalah
mekanisme fisiologik homeostatis kelenjar prostat. Pada jaringan nomal, terdapat
keseimbangan antara laju proliferasi sel dengan kematian sel. Berkurangnya
jumlah sel-sel prostat yang apoptosis menyebabkan jumlah sel-sel prostat secara
keseluruhan makin meningkat sehingga mengakibatkan pertambahan massa
prostat. Diduga hormon androgen berperan dalam menghambat proses kematian
sel karena setelah dilakukan kastrasi, terjadi peningkatan aktivitas kematian sel
kelenjar prostat.
Teori sel stem, untuk mengganti sel-sel yang telah mengalami apoptosis,
selalu dibentuk sel-sel baru. Dalam kelenjar prostat dikenal suatu sel stem, yaitu
sel yang mempunyai kemampuan berproliferasi sangat ekstensif. Kehidupan sel
ini bergantung pada hormon androgen, dimana jika kadarnya menurun (misalnya
pada kastrasi), menyebabkan terjadinya apoptosis. Sehingga terjadinya proliferasi
sel-sel pada BPH diduga sebagai ketidaktepatan aktivitas sel stem sehingga terjadi
produksi yang berlebihan sel stroma maupun sel epitel.
Pembesaran prostat menyebabkan terjadinya penyempitan lumen uretra pars
prostatika dan menghambat aliran urin sehingga menyebabkan tingginya tekanan
intravesika. Untuk dapat mengeluarkan urin, buli-buli harus berkontraksi lebih
9

kuat guna melawan tahanan, menyebabkan terjadinya perubahan anatomik buli-
buli, yakni: hipertropi otot destrusor, trabekulasi, terbentuknya selula, sakula, dan
divertikel buli-buli. Perubahan struktur pada buli-buli tersebut dirasakan sebagai
keluhan pada saluran kemih bagian bawah atau Lower Urinary Tract Symptoms
(LUTS). Tekanan intravesika yang tinggi diteruskan ke seluruh bagian buli-buli
tidak terkecuali pada kedua muara ureter. Tekanan pada kedua muara ureter ini
menimbulkan aliran balik dari buli-buli ke ureter atau terjadinya refluks
vesikoureter. Jika berlangsung terus akan mengakibatkan hidroureter,
hidronefrosis bahkan jatuh ke dalam gagal ginjal.

c. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis timbul akibat peningkatan intrauretra yang pada akhirnya dapat
menyebabkan sumbatan aliran urin secara bertahap. Meskipun manifestasi dan beratnya
penyakit bervariasi, tetapi ada beberapa hal yang menyebabkan penderita datang berobat,
yakni adanya LUTS.
Keluhan LUTS terdiri atas gejala obstruksi dan gejala iritatif. Gejala obstruksi
antara lain: hesitansi, pancaran miksi melemah, intermitensi, miksi tidak puas, menetes
setelah miksi. Sedangkan gejala iritatif terdiri dari: frekuensi, nokturia, urgensi dan
disuri. Untuk menilai tingkat keparahan dari LUTS, beberapa ahli/organisasi urologi
membuat skoring yang secara subjektif dapat diisi dan dihitung sendiri oleh pasien.
Sistem skoring yang dianjurkan oleh WHO adalah international Prostatic Symptom
Score (IPSS). Sistem skoring IPSS terdiri atas 7 pertanyaan yang berhubungan dengan
keluhan LUTS dan pertanyaan yang berhubungan dengan kualitas hidup pasien. Dari
skor tersebut dapat dikelompokkan gejala LUTS dalam 3 derajat, yaitu: Ringan: skor 0-7
Sedang : skor 8-19 Berat : skor 20-35.
10

IPSS (International Prostate Symptom Score)

Gejala pada saluran kemih bagian atas Keluhan dapat berupa gejala obstruksi antara lain,
nyeri pinggang, benjolan di pinggang (hidronefrosis) dan demam (infeksi, urosepsis). Gejala
diluar saluran kemih tidak jarang pasien berobat ke dokter karena mengeluh adanya hernia
inguinalis atau hemoroid, yang timbul karena sering mengejan pada saat miksi sehingga
mengakibatkan peningkatan tekanan intraabdominal.

d. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik mungkin didapatkan buli-buli yang penuh dan teraba
massa kistik di daerah supra simpisis akibat retensi urin. Pemeriksaan colok dubur atau
Digital Rectal Examination (DRE) merupakan pemeriksaan fisik yang penting pada
BPH, karena dapat menilai tonus sfingter ani, pembesaran atau ukuran prostat dan
kecurigaan adanya keganasan seperti nodul atau perabaan yang keras. Pada pemeriksaan
ini dinilai besarnya prostat, konsistensi, cekungan tengah, simetri, indurasi, krepitasi dan
11

ada tidaknya nodul. Colok dubur pada BPH menunjukkan konsistensi prostat kenyal,
seperti meraba ujung hidung, lobus kanan dan kiri simetris, dan tidak didapatkan nodul.
Sedangkan pada karsinoma prostat, konsistensi prostat keras dan teraba nodul, dan
mungkin antara lobus prostat tidak simetri.
e. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium Sedimen urin diperiksa untuk mencari kemungkinan
adanya proses infeksi atau inflamasi pada saluran kemih. 1 Obstruksi uretra
menyebabkan bendungan saluran kemih sehingga menganggu faal ginjal karena adanya
penyulit seperti hidronefrosis menyebabkan infeksi dan urolithiasis. Pemeriksaan kultur
urin berguna untuk mencari jenis kuman yang menyebabkan infeksi dan sekaligus
menentukan sensitivitas kuman terhadap beberapa antimikroba yang diujikan.
Pemeriksaan sitologi urin digunakan untuk pemeriksaan sitopatologi sel-selurotelium
yang terlepas dan terikut urin. Pemeriksaan gula darah untuk mendeteksi adanya diabetes
mellitus yang dapat menimbulkan kelainan persarafan pada buli-buli. Jika dicurigai
adanya keganasan prostat perlu diperiksa penanda tumor prostat (PSA). Pencitraan foto
polos perut berguna untuk mencari adanya batu opak di saluran kemih, batu/kalkulosa
prostat atau menunjukkan bayangan buli-buli yang penuh terisi urin, yang merupakan
tanda retensi urin. Pemeriksaan IVP dapat menerangkan adanya: kelainan ginjal atau
ureter (hidroureter atau hidronefrosis), memperkirakan besarnya kelenjar prostat yang
ditunjukkan dengan indentasi prostat (pendesakan buli-buli oleh kelenjar prostat) atau
ureter bagian distal yang berbentuk seperti mata kail (hooked fish). Penyulit yang terjadi
pada buli-buli, yakni: trabekulasi, divertikel, atau sakulasi buli-buli Pemeriksaan IVP
tidak lagi direkomendasikan pada BPH. Pemeriksaan USG secara Trans Rectal Ultra
Sound (TRUS), digunakan untuk mengetahui besar dan volume prostat , adanya
kemungkinan pembesaran prostat maligna sebagai petunjuk untuk melakukan biopsi
aspirasi prostat, menentukan jumlah residual urin dan mencari kelainan lain pada buli-
buli. Pemeriksaan Trans Abdominal Ultra Sound (TAUS) dapat mendeteksi adanya
hidronefrosis ataupun kerusakan ginjal akibat obstruksi BPH yang lama.
f. Penatalaksanaan
Tujuan terapi:
memperbaiki keluhan miksi
meningkatkan kualitas hidup
mengurangi obstruksi intravesika
mengembalikan fungsi ginjal
12

mengurangi volume residu urin setelah miksi
mencegah progressivitas penyakit
g. Watchful waiting
Pilihan tanpa terapi ini untuk pasien BPH dengan skor IPSS<7, yaitu keluhan ringan
yang tidak menganggu aktivitas sehari-hari. Pasien hanya diberikan edukasi mengenai
hal-hal yang dapat memperburuk keluhan:
Jangan mengkonsumsi kopi atau alkohol
Kurangi makanan dan minuman yang mengiritasi buli-buli (kopi, coklat)
Kurangi makanan pedas atau asin
Jangan menahan kencing terlalu lama
h. Medikamentosa
Antagonis reseptor adrenergik-
Pengobatan dengan antagonis adrenergik bertujuan menghambat kontraksi
otot polos prostat sehingga mengurangi resistensi tonus leher buli-buli dan uretra.
Fenoksibenzamine adalah obat antagonis adrenergik- non selektif yang pertama
kali diketahui mampu memperbaiki laju pancaran miksi dan mengurangi keluhan
miksi. Namun obat ini tidak disenangi oleh pasien karena menyebabkan komplikasi
sistemik yang tidak diharapkan, diantaranya adalah hipotensi postural dan
menyebabkan penyulit lain pada sistem kardiovaskuler. Diketemukannya obat
antagonis adrenergik, dapat mengurangi penyulit sistemik yang diakibatkan oleh
efek hambatan pada 2 dari fenoksibenzamin. Beberapa golongan obat antagonis
adrenergik 1 yang selektif mempunya durasi obat yang pendek (short acting)
diantaranya adalah prazosin yang diberikan dua kali sehari, dan long acting yaitu,
terazosin, doksazosin, dan tamsulosin yang cukup diberikan sekali sehari 1
Dibandingkan dengan plasebo, antagonis adrenergik- terbukti dapat memperbaiki
gejala BPH, menurunkan keluhan BPH yang mengganggu, meningkatkan kualitas
hidup dan meningkatkan pancaran urine. Rata-rata obat golongan ini mampu
memperbaiki skor gejala miksi hingga 30-45% atau 4-6 poin skor IPSS. Perbaikan
gejala meliputi keluhan iritatif maupun keluhan obstruktif sudah dirasakan sejak 48
jam setelah pemberian obat. Golongan obat ini dapat diberikan dalam jangka waktu
lama dan belum ada bukti-bukti terjadinya
intoleransi dan takhipilaksis sampai pemberian 6-12 bulan. Dibandingkan
dengan inhibitor 5 reduktase, golongan antagonis adrenergik- lebih efektif dalam
memperbaiki gejala miksi yang ditunjukkan dalam peningkatan skor IPSS, dan laju
13

pancaran urine. Dibuktikan pula bahwa pemberian kombinasi antagonis
adrenergik- dengan finasteride tidak berbeda jika dibandingkan dengan pemberian
antagonis adrenergik- saja. Sebelum pemberian antagonis adrenergik- tidak
perlu memperhatikan ukuran prostat serta memperhatikan kadar PSA; lain halnya
dengan sebelum pemberian inhibitor 5- reduktase. Berbagai jenis antagonis
adrenergik menunjukkan efek yang hampir sama dalam memperbaiki gejala
BPH. Meskipun mempunyai efektifitas yang hampir sama, namun masingmasing
mempunyai tolerabilitas dan efek terhadap sistem kardiovaskuler yang berbeda.
Efek terhadap sistem kardiovaskuler terlihat sebagai hipotensi postural, dizzines,
yang seringkali menyebabkan pasien menghentikan pengobatan. Doksazosin dan
terazosin yang pada mulanya adalah suatu obat antihipertensi terbukti dapat
memperbaiki gejala BPH dan menurunkan tekanan darah pasien BPH dengan
hipertensi. Sebanyak 5-20% pasien mengeluh dizziness setelah pemberian
doksazosin maupun terazosin, < 5% setelah pemberian tamsulosin, dan 3-10%
setelah pemberian plasebo. Hipotensi postural terjadi pada 2-8% setelah pemberian
doksazosin atau terazosin dan kurang lebih 1% setelah pemberian tamsulosin atau
plasebo. Dapat dipahami bahwa penyulit terhadap sistem kardiovasuler tidak
tampak nyata pada tamsulosin karena obat ini merupakan anta-gonis adrenergik
yang superselektif, yaitu hanya bekerja pada reseptor adrenergik-1.
Inhibitor 5 -redukstase
Finasteride adalah obat inhibitor 5- reduktase pertama yang dipakai untuk
mengobati BPH. Obat ini bekerja dengan cara menghambat pembentukan
dihidrotestosteron (DHT) dari testosteron, yang dikatalisis oleh enzim 5 redukstase
di dalam sel-sel prostat. Beberapa uji klinik menunjukkan bahwa obat ini mampu
menurunkan ukuran prostat hingga 20-30%, meningkatkan skor gejala sampai 15%
atau skor AUA hingga 3 poin, dan meningkatkan pancaan urine. Efek maksimum
finasteride dapat terlihat setelah 6 bulan13,14. Pada penelitian yang dilakukan oleh
McConnell et al (1998) tentang efek finasteride terhadap pasien BPH bergejala,
didapatkan bahwa pemberian finasteride 5 mg per hari selama 4 tahun ternyata
mampu menurunkan volume prostat, meningkatkan pancaran urine, menurunkan
kejadian retensi urine akut, dan menekan kemungkinan tindakan pembedahan hingga
50%35. Finasteride digunakan bila volume prostat >40 cm3. Efek samping yang
terjadi pada pemberian finasteride ini minimal, di antaranya dapat terjadi impotensia,
penurunan libido, ginekomastia, atau timbul bercak-bercak kemerahan di kulit.
14

Finasteride dapat menurunkan kadar PSA sampai 50% dari harga yang semestinya
sehingga perlu diperhitungkan pada deteksi dini kanker prostat
Fitofarmaka
Beberapa ekstrak tumbuh-tumbuhan tertentu dapat dipakai untuk memperbaiki
gejala akibat obstruksi prostat, tetapi data-data farmakologik tentang kandungan zat
aktif yang mendukung mekanisme kerja obat fitoterapi sampai saat ini belum
diketahui dengan pasti. Kemungkinan fitoterapi bekerja sebagai: anti-estrogen,
antiandrogen, menurunkan kadar sex hormone binding globulin (SHBG), inhibisi
basic fibroblast growth factor (bFGF) dan epidermal growth factor (EGF),
mengacaukan metabolisme prostaglandin, efek anti-inflamasi, menurunkan outflow
resistance, dan memperkecil volume prostat. Di antara fito-terapi yang banyak
dipasarkan adalah: Pygeum africanum, Serenoa repens, Hypoxis rooperi, Radix
urtica.

i. Non Medikamentosa
Mungkin sampai saat ini solusi terbaik pada BPH yang telah mengganggu adalah
pembedahan, yakni mengangkat bagian kelenjar prostat yang menyebabkan obstruksi.
Cara ini memberikan perbaikan skor IPSS dan secara obyektif meningkatkan laju
pancaran urine. Hanya saja pembedahan ini dapat menimbulkan berbagai macam
penyulit pada saat operasi maupun pasca bedah. Indikasi pembedahan yaitu pada BPH
yang sudah menimbulkan komplikasi Guidelines di beberapa negara juga menyebutkan
bahwa terapi pembedahan di indikasikan pada BPH yang telah menimbulkan keluhan
sedang hingga berat, tidak menunjukkan perbaikan setelah pemberian terapi non bedah,
dan pasien yang menolak pemberian terapi medikamentosa. Terdapat tiga macam teknik
pembedahan yang direkomendasikan di berbagai negara, yaitu prostatektomi terbuka,
insisi prostat transuretra (TUIP), dan reseksi prostat transuretra (TURP) Prostatektomi
terbuka merupakan cara yang paling tua, paling invasif, dan paling efisien diantara
tindakan pada BPH yang lain dan memberikan perbaikan gejala BPH 98%. Pembedahan
terbuka ini dikerjakan melalui pendekatan transvesikal yang mula-mula diperkenalkan
oleh Hryntschack dan pendekatan retropubik yang dipopulerkan oleh Millin. Pendekatan
transvesika hingga saat ini sering dipakai pada BPH yang cukup besar disertai dengan
batu buli-buli multipel, divertikula yang besar, dan hernia inguinalis. Pembedahan
terbuka dianjurkan pada prostat volumenya diperkirakan lebih dari 80-100 cm3.
Dilaporkan bahwa prostatektomi terbuka menimbulkan komplikasi striktura uretra dan
15

inkontinensiaurine yang lebih sering dibandingkan dengan TURP ataupun TUIP
Prosedur TURP merupakan 90% dari semua tindakan pembedahan prostat pada pasien
BPH. Menurut Wasson et al (1995)29 pada pasien dengan keluhan derajat sedang,
TURP lebih bermanfaat daripada watchful waiting. TURP lebih sedikit menimbulkan
trauma dibandingkan prosedur bedah terbuka dan memerlukan masa pemulihan yang
lebih singkat. Secara umum TURP dapat memper-baiki gejala BPH hingga 90%,
meningkatkan laju pancaran urine hingga 100%. Komplikasi dini yang terjadi pada saat
operasi sebanyak 18-23%, dan yang paling sering adalah perdarahan sehingga
membutuhkan transfusi. Timbulnya penyulit biasanya pada reseksi prostat yang beratnya
lebih dari 45 gram, usia lebih dari 80 tahun, ASA II-IV, dan lama reseksi lebih dari 90
menit. Sindroma TUR terjadi kurang dari 1%. TUIP atau insisi leher buli-buli (bladder
neck insicion) direkomendasikan pada prostat yang ukurannya kecil (kurang dari 30
cm3), tidak dijumpai pembesaran lobus medius, dan tidak diketemukan adanya
kecurigaan karsinoma prostat. Teknik ini dipopulerkan oleh Orandi pada tahun 1973,
dengan melakukan mono insisiatau bilateral insisi mempergunakan pisau Colling mulai
dari muara ureter, leher buli-buli-sampai ke verumontanum. Insisi diperdalam hingga
kapsula prostat. Waktu yang dibutuhkan lebih cepat, dan lebih sedikit menimbulkan
komplikasi dibandingkan dengan TURP. TUIP mampu memperbaiki keluhan akibat
BPH dan meningkatkan Qmax meskipun tidak sebaik TURP. Cara elektrovaporisasi
prostat hampir mirip dengan TURP, hanya saja teknik ini memakai roller ball yang
spesifik dan dengan mesin diatermi yang cukup kuat, sehingga mampu membuat
vaporisisai kelenjar prostat. Teknik ini cukup aman, tidak banyak menimbulkan
perdarahan pada saat operasi, dan masa mondok di rumah sakit lebih singkat

Laser Prostatektomi
Energi laser mulai dipakai sebagai terapi BPH sejak tahun 1986, yang dari
tahun ke tahunmengalami penyempurnaan. Terdapat 4 jenis energi yang dipakai,
yaitu: Nd:YAG, Holmium: YAG, KTP: YAG, dan diode yang dapat dipancarkan
melalui bare fibre, right angle fibre, atau intersitial fibre. Kelenjar prostat pada suhu
60-650C akan mengalami koagulasi dan pada suhu yang lebih dari 1000C
mengalami vaporisasi4,37. Jika dibandingkan dengan pembedahan, pemakaian Laser
ternyata lebih sedikit menimbulkan komplikasi dan penyembuhan lebih cepat, tetapi
kemampuan dalam meningkatkan perbaikan gejala miksi maupun Qmax tidak sebaik
TURP. Disamping itu terapi ini membutuhkan terapi ulang 2% setiap tahun.
16

Kekurangannya adalah: tidak dapat diperoleh jaringan untuk pemeriksaan patologi
(kecuali pada Ho:YAG), sering banyak menimbulkan disuria pasca bedah yang
dapat berlangsung sampai 2 bulan, tidak langsung dapat miksi spontan setelah
operasi, dan peak flow rate lebih rendah dari pada pasca TURP. Penggunaan
pembedahan dengan energi Laser telah berkembang dengan pesat akhir-akhir ini.
Penelitian klinis memakai Nd:YAG menunjukkan hasil yang hampir sama dengan
cara desobstruksi TURP, terutama dalam perbaikan skor miksi dan pancaran urine.
Meskipun demikian efek lebih lanjut dari Laser masih belum banyak diketahui.
Teknik ini dianjurkan pada pasien yang memakai terapi antikoagulan dalam jangka
waktu lama atau tidak mungkin dilakukan tindakan TURP karena kesehatannya37.
Termoterapi
Termoterapi kelenjar prostat adalah pemanasan > 45oC sehingga
menimbulkan nekrosis koagulasi jaringan prostat. Gelombang panas dihasilkan dari
berbagai cara, antara lain adalah:
1. TUMT (transurethral microwavethermotherapy)
2. TUNA (transurethral needleablation)
3. HIFU (high intensity focusedultrasound),
4. Laser.
Stent
Stent prostat dipasang pada uretra prostatika untuk mengatasi obstruksi karena
pembesaran prostat. Stent dipasang intraluminal di antara leher buli-buli dan di
sebelah proksimal verumontanum sehingga urine dapat leluasa melewati lumen uretra
prostatika. Stent dapat dipasang secara temporer atau permanen. Yang temporer
dipasang selama 6-36 bulan dan terbuat dari bahan yang tidak diserap dan tidak
mengadakan reaksi dengan jaringan. Alat ini dipasang dan dilepas kembali secara
endoskopi. Stent yang telah terpasang bisa mengalami enkrustasi, obstruksi,
menyebabkan nyeri perineal, dan disuria.

17


18

1.2 Diskusi Kasus
Berdasarkan anamnesa pasien datang dengan keluhan Sejak 2 bulan yang lalu,
pasien mengaku mendadak merasa susah buang air kecil. Pasien juga merasa susah
untuk memulai BAK, dan terkadang harus disertai dengan mengedan untuk buang air
kacil, pancaran semakin lama dirasa melemah dan kadang pasien mengalami kencing
tiba-tiba berhenti dan lancar kembali. Ketika BAK, pasien merasa nyeri. Pasien
menceritakan bahwa dirinya sering berkali-kali ke kamar kecil dikarenakan hasrat ingin
buang air kecil akan tetapi saat di kamar kecil hanya keluar beberapa tetes saja dan
merasa kurang puas, selain itu pasien mengaku sering terganggu tidurnya dikarenakan
kekamar mandi untuk buang air kecil, kadang terasa menetes padahal pasien telah buang
air kecil 15 menit yang lalu. Berdasarkan hal ini pasien didiagnosa sebagai benign
prostatic hypertropi (BPH) atau pembesaran kelenjar prostat. Hal ini sesuai dengan teori
dalam Pedoman Penatalaksanaan BPH di Indonesia.
Gejala klinis yang dialami oleh pasien juga sesuai dengan teori dalam pedoman
ini. Berdasarkan data tersebut di atas pasien ini didiagnosa Pembesaran prostat jinak
(BPH) kategori berat. Hal-hal yang mendukung diagnosis tersebut berdasarkan
anamnesa adalah sejak 2 bulan yang lalu pasien merasakan susah buang air kecil.
Pancaran melemah dan terkadang harus disertai dengan mengedan dan juga pada pasien
didapatkan Hesitansi (susah memulai miksi), Pancaran lemah, Intermitensi (kencing
tiba-tiba berhenti dan lancar kembali), Miksi tidak puas, Terminal dribbling (menetes
setelah miksi), disuria (rasa tidak enak saat kencing). Pemeriksaan dalam didapatkan
sfingter ani mencengkeram kuat, mukosa licin, ampula rectum tidak kolaps, teraba
prostat kenyal, kanan dan kiri tidak simetris, nyeri tekan (-), sulcus medianus tidak
teraba, tidak berbenjol-benjol dan di kategorikan berat karena skor IPSS=28
Diagnosis banding dari kasus ini adalah karsinoma prostat, neurogenik bladder,
Akut prostatitis. Karsinoma prostat dijadikan diagnosis banding didasarkan pada
anamnesa dari pasien merasakan susah buang air kecil. Pasien juga merasa susah untuk
memulai BAK, dan terkadang harus disertai dengan mengedan untuk buang air kacil,
pancaran semakin lama dirasa melemah dan kadang pasien mengalami kencing tiba-tiba
berhenti dan lancar kembali, dan disingkirkan dikarenakan pada rectal toucher karsinoma
prostat harusnya didapatkan konsistensi prostat keras dan teraba nodul, dan mungkin
antara lobus prostat tidak simetri. Neurogenik bladder dijadikan diagnosis banding
didasarkan pada anamnesa dari pasien merasakan, pancaran semakin lama dirasa
melemah dan kadang pasien mengalami kencing tiba-tiba berhenti dan lancar kembali.
19

Keluhan lain juga kadang terasa menetes padahal pasien telah buang air kecil 15 menit
yang lalu. akan tetapi disingkirkan dikarenakan pada Neurogenic bladder bisa terjadi
akibat Penyakit, Cedera, Cacat bawaan pada otak, medula spinalis atau saraf yang
menuju ke kandung kemih, saraf yang keluar dari kandung kemih maupun keduanya,
dan itu tidak di dapatkan pada pasien tersebut. Akut prostatitis dijadikan diagnosis
banding didasarkan pada anamnesa dari pasien yang menceritakan bahwa dirinya sering
bekali-kali ke kamar kecil dikarenakan hasrat ingin buang air kecil akan tetapi saat di
kamar kecil hanya keluar beberapa tetes saja dan merasa kurang puas, selain itu pasien
mengaku sering terganggu tidurnya dikarenakan kekamar mandi untuk buang air kecil,
akan tetapi Acute prostatitis disingkirkan dikarenakan pada acute prostatitis sering sering
menggigil, demam, sakit di punggung bawah dan daerah kelamin, nyeri tubuh, Untuk
penatalaksanaan pada pasien ini sudah sesuai teori dalam pedoman BPH di Indonesia
direncanakan operasi pembedahan prostat, hal ini sesuai dengan derajat serta skor IPPS.
20

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Telah dilaporkan kasus BPH pada pasien Tn. EW umur 66 tahun datang ke polik bedah
RSUD dok II Jayapura setelah dilakukan anamnesa dan pemeriksaan fisik pada pasien
didiagnosa BPH dan direncana terapi pembedahan prostat.
21

Daftar Pustaka

- Ikatan Ahli Urologi Indonesia. Pedoman Penatalaksanaan BPH di Indonesia.
[Accessed at 16 July 2013]. Available at: http://www.iaui.or.id/ast/file/bph.pdf

- http://www.scribd.com/doc/37818920/anatomi-prostat
- http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2950766/--> guidelinebph
- http://www.auanet.org/education/guidelines/benign-prostatic-hyperplasia.cfm AUA

You might also like