Kasus 5 Seorang perawat komunitas merawat seorang remaja (15 tahun). Keluarga mengeluhkan kondisi anaknya yang sudah satu minggu ini tidak mau sekolah. Hal ini terjadi setelah guru di sekolah memanggil orang tua karena perilaku anaknya sering bolos, tidak memperhatikan pelajaran dan sering mengantuk, dan sering meminjam uang temannya tanpa dikembalikan. Keluarga bingung karena selama ini anaknya adalah anak yang penurut. Saat ini anak tampak tidak peduli pada kebutuhan dan aturan keluarga, jarang ikut acara keluarga seperti liburan atau kenduri, Sering memakai kacamata hitam, selalu menggunakan baju berlengan panjang berbohong dan kamar berantakan dan suka pemakai pewangi ruangan. Perawat komunitas kesulitan untuk menemui remaja karena selalu menghindar.
Pembahasan: Anak yang bermasalah pada kasus diatas telah masuk dalam tahap remaja. Masa remaja (adolescence) merupakan masa di mana terjadi transisi masa kanak-kanak menuju dewasa, biasanya antara usia 13 dan 20 tahun. Pada masa remaja ini terdapat tiga subfase: masa remaja awal (11 sampai 14 tahun), masa remaja pertengahan (15 sampai 17 tahun), dan masa remaja akhir (18 sampai 20 tahun) (Potter & Perry, 1985/2009). Karena remaja pada kasus di atas berusia 15 tahun, maka ia masuk dalam masa remaja pertengahan. Terdapat banyak variasi antar-subfase dalam perkembangan fisik, kognitif, dan psikososial. Demikian juga dengan kesempatan, tantangan, perubahan, keterampilan, dan tekanan (Potter & Perry, 1985/2009). Berikut merupakan tabel perkembangan pada remaja pertengahan: Remaja pertengahan (15-17 tahun) Pertumbuhan Pertumbuhan melambat pada anak perempuan Tinggi badan mencapai 95% tinggi badan dewasa Karakteristik seks sekunder lanjut Kognisi Memperoleh kemampuan berfikir abstrak Memiliki kemampuan intelektual yang umumnya idealistic Memiliki perhatian terhadap masalah filsafat, politis, dan sosial Identitas Mengubah citra diri Sangat egosentrik; narsisme yang bertambah besar Kecenderungan berfokus pada pengalaman dalam diri dan penemuan jati diri Memiliki kehidupan fantasi yang kaya Idealistic Mampu memperkirakan akibat dari tingkah laku dan keputusan yang diambil; aplikasi yang bervariasi Hubungan dengan orang tua Konflik besar mengenai kemandirian dan kendali Merupakan titik rendah dalam hubungan orang tua-anak Dorongan terbesar untuk emansipasi terhadap orang tua; berusaha melepaskan diri Kebebasan emosional akhir dan ireversibel dari orang tua; merasa berduka Hubungan dengan kelompok Kebutuhan yang kuat akan identitas untuk menegakkan imej- diri Standar tingkah laku ditentukan oleh kelompok Penerimaan oleh kelompok menjadi hal yang teramat penting- adanya ketakutan akan penolakan Menjelajahi kemampuan untuk menarik lawan jenis Seksualitas Hubungan prural yang banyak Pengambilan keputusan untuk menjadi heteroseksual Eksplorasi daya tarik diri Memiliki perasaan jatuh cinta Terbentuknya hubungan yang tentative Kesehatan psikologis Lebih berfokus kepada diri; menjadi lebih introspektif Cenderung menarik diri saat merasa kecewa atau terluka Perubahan emosi dalam waktu dan jangkauan tertentu Sering merasa tidak berdaya; kesulitan dalam meminta bantuan Tabel 1. Tahap perkembangan remaja pertengahan (Diambil dari Hockenberry M. J., Wilson D. (2007). Wongs nursing care of infants and children (8 th Ed.). St. Louis: Mosby dalam Potter, P. A., Perry, A. G. (1985/2009). Fundamental keperawatan (Ed. 1 Buku1) (Adrina Ferderika, Penerjemah). Jakarta: Salemba Medika. Karakteristik perkembangan remaja dapat dibedakan menjadi perkembangan psikoseksual, psikososial, kognitif, moral, dan spiritual (Wong, Hockenberry-Eaton, & Wilson, 2001/2009): 1. Perkembangan Psikoseksual (Freud) Freud dalam Wong, Hockenberry-Eaton, & Wilson (2001/2009) menggunakan istilah psikoseksual untuk menjelaskan segala kesenangan sensual. Pada remaja yang berusia 12 tahun ke atas masuk ke dalam tahap genital. Tahap genital merupakan tahap setelah tahap oral (lahir-1 tahun), anal (1-3 tahun), falik (3-6 tahun), dan periode laten (6- 12 tahun). Tahap genital adalah masa kebangkitan kembali dorongan seksual; sumber kesenangan seksual sekarang adalah orang di luar keluarga (Santrock, 1996/2003). Tahap ini dimulai pada saat pubertas dengan maturasi sistem reproduksi dan produksi hormone- hormon seks. Organ genital menjadi sumber utama ketegangan dan kesenangan seksual, namun juga digunakan untuk membentuk persahabatan dan persiapan pernikahan. 2. Perkembangan Psikososial (Erikson) Erikson dalam Wong, Hockenberry-Eaton, & Wilson (2001/2009) menjelaskan konflik dan masalah inti yang harus dikuasai individu selama periode kritis dalam perkembangan kepribadian. Setiap tahap psikososial mempunyai dua komponen aspek menyenangkan dan tidak menyenangkan dari konflik inti dan perkembangan ke tahap selanjutnya bergantung pada penyelesaian konflik ini. Pada remaja yang berusia 12 sampai 18 tahun tahap perkembangan psikososial mereka adalah identitas vs kebingungan. Tahap ini berhubungan dengan tahap genital Freud dimana identitas dicirikan dengan perubahan fisik yang cepat dan jelas. Remaja dihadapkan dengan pada pertanyaan siapa mereka, mereka itu sebenarnya apa, dan ke mana mereka tuju dalam hidupnya (Santrock, 1996/2003). Remaja akan berusaha untuk menyesuaikan diri dengan peran mereka serta mengintegrasikan konsep dan nilai-nilai mereka terhadap lingkungan. Ketidakmampuan untuk menyelesaikan konflik inti dapat menyebabkan kebingungan peran sedangkan keberhasilan akan menghasilkan kesetiaan dan ketaatan terhadap orang lain serta nilai- nilai dan ideology. 3. Perkembangan Kognitif (Piaget) Istilah kognisi merujuk pada proses saat individu sedang berkembang mengenal dunia dan isinya. Setiap anak mempunyai potensi intelektual namun harus dikembangkan melalui interaksi dengan lingkungan. Menurut Piaget dalam Wong, Hockenberry-Eaton, & Wilson (2001/2009) intelegensia memungkinkan individu melakukan adaptasi terhadap lingkungan sehingga meningkatkan kemungkinan bertahan hidup, dan melalui perilakunya, individu membentuk dan mempertahankan keseimbangan dengan lingkungan. Pada remaja yang berusia 11 sampai 15 tahun perkembangan kognitifnya adalah operasional formal. Operasional formal ditandai dengan adaptabilitas dan fleksibilitas. Remaja dapat bernalar secara lebih abstrak dan logis. Mereka akan menjadi lebih idealistik. Remaja dapat berpikir menggunakan istilah-istilah abstrak, menggunakan simbol-simbol abstrak, dan menarik kesimpulan logis dari serangkaian observasi. Misalnya pada pertanyaan, jika A lebih besar dari B dan B lebih besar dari C, maka manakah yang paling besar? Remaja dapat membuat hipotesis dan mengujinya sehingga dapat menjawab pertanyaan tersebut dengan benar. Mereka juga dapat mempertimbangkan hal-hal yang bersifat abstrak, teori, dan filosofi. 4. Perkembangan Moral (Kohlberg) Kohlberg dalam Wong, Hockenberry-Eaton, & Wilson (2001/2009) membuat teori perkembangan moral berdasarkan perkembangan kognitif dan membaginya dalam tiga tingkat utama, yaitu tingkat prkonvensional, tingkat konvensional, dan tingkat pascakonvensional, autonomi, atau prinsip. Remaja masuk pada tingkat terakhir yaitu tingkat pascakonvensional, autonomi, atau prinsip. Tahap ini remaja telah mencapai pada tahap kognitif operasional formal. Remaja cenderung berperilaku sesuai hak-hak dan standar umum individu dalam masyarakat. Mereka juga memiliki prinsip sendiri untuk memandu mereka dalam mengambil keputusan. Prinsip tersebut berupa prinsip kejadian dan hak asasi manusia yang bersifat abstrak dan etis yang menghargai martabat seseorang sebagai individu. 5. Perkembangan Spiritual (Fowler) Keyakinan spiritual sangat berkaitan dengan bagian moral dan etis dalam konsep diri anak dan, oleh karena itu, harus dipertimbangkan sebagai bagian dari pengkajian kebutuhan dasar anak (Wong, Hockenberry-Eaton, & Wilson, 2001/2009). Setiap orang harus memiliki arti, tujuan, dan harapan dalam hidupnya. Selain agama (serangkaian keyakinan dan praktik yang terorganisasi), spiritualitas mempengaruhi seluruh bagian dalam diri seseorang: pikiran, tubuh, dan jiwa (Clutter, 1991 dalam Wong, Hockenberry- Eaton, & Wilson, 2001/2009). Fowler (1974) dalam Wong, Hockenberry-Eaton, & Wilson (2001/2009) telah mengidentifikasi tujuh tahap perkembangan keimanan. Remaja masuk dalam tahap 4: Individuating-reflextive. Remaja cenderung akan lebih skeptic dan mulai membandingkan berbagai standar keagamaan orang tua mereka dengan orang lain. Remaja akan memilih mana akan mereka adopsi dan masuk ke dalam nilai-nilai mereka sendiri. Remaja juga cenderung untuk membandingkan standar keagamaan dengan sudut pandang ilmiah. Remaja merasa tidak yakin tentang ide-ide keagamaan tetapi tidak akan mendapatkan wawasan yang jelas sampai masa remaja akhir atau dewasa awal.
Setiap remaja akan mengalami tahap genital pada perkembangan psikoseksual, tahap identitas vs kebingungan pada perkembangan psikososial, tahap operasional formal pada perkembangan kognitif, tingkat pascakonvensional, autonomi, atau prinsip pada perkembangan moral, dan tahap individuating-reflextive pada perkembangan spiritual. Remaja pada kasus di atas (remaja pertengahan) akan mengalami titik rendah dalam hubungan orang tua-anak. Sebaliknya remaja pertengahan akan senantiasa mendahulukan kelompok pertemanannya dimana penerimaan oleh kelompok menjadi hal yang teramat penting atau kata lain mereka takut tidak di terima oleh kelompoknya. Oleh karena itu, apabila terdapat pengaruh negatif dari kelompok pertemanannya dan orang tua tidak mampu mengawasi dan memberikan pendidikan sesuai dengan tahap perkembangan remaja dengan baik, maka remaja akan cenderung berperilaku menyimpang seperti yang telah terjadi pada kasus di atas. Selain itu remaja juga sedang mencari identitas diri dan mengalami perubahan peran sehingga cenderung mencoba hal-hal baru tanpa memikirkan dampak yang akan terjadi. Dan apabila remaja memiliki masalah, seringkali mereka menarik diri dan mengalami kesulitan dalam meminta bantuan. Dan apabila mereka tidak mempunyai mekanisme koping yang baik, cenderung mengalihkan masalah tersebut pada hal lain dimana cenderung akan berperilaku negative. Oleh karena itu penting sekali peran orang tua dalam mendidik remaja agar tidak berperilaku menyimpang.
Referensi: Potter, P. A., Perry, A. G. (1985/2009). Fundamental keperawatan (Ed. 1 Buku1) (Adrina Ferderika, Penerjemah). Jakarta: Salemba Medika. Santrock, J. W. (1996/2003). Adolescence: perkembangan remaja (Shinto B. Adelar & Sherly Saragih, Penerjemah) Jakarta: Erlangga. Wong, D. L., Hockenberry-Eaton, M., Wilson, D., Winkelstein, M. L., Schwartz, P. (2001/2009). Wong buku ajar keperawatan pediatric (Ed. 6) (Andry Hartono, Sari Kurnianingsih & Setiawan, Penerjemah). Jakarta: EGC.