You are on page 1of 20

STATUS PASIEN

ILMU PENYAKIT DALAM


RSUD PASAR REBO

IDENTITAS PASIEN
NAMA PASIEN
UMUR
ALAMAT
PEKERJAAN
JENIS KELAMIN
AGAMA
RUANG
No. RM
Tgl Masuk RS

: Nn. M
: 29 tahun
: Jl. Tegal Sari, Kalisari, Ps.Rebo
:: Perempuan
: Islam
: IGD
: 39 42 24
: 10 - 05 - 2012

A. ANAMNESA
1. Keluhan utama :
Sesak nafas sejak 5 bulan SMRS
2. Keluhan tambahan:
Mual muntah dan diare sejak satu hari yang lalu.
3. Riwayat penyakit sekarang :
OS datang ke Instalasai Gawat Darurat (IGD) RSUD Pasar Rebo dengan keluhan
sesak nafas sejak 5 bulan SMRS dan bertambah berat sejak 2 minggu SMRS disertai
dengan badan menggigil, OS juga merasa mual disertai muntah sebanyak 2 kali sejak
satu hari yang lalu. Muntah berisi makanan yang dimakan dan tidak terdapat darah.
BAB cair sebanyak 6 kali sejak satu hari yang lalu. OS mengaku merasa sangat lemah
akhir akhir ini. OS memiliki riwayat DM sejak 3 tahun terakhir ini, namun tidak
pernah kontrol ke dokter serta minum obat yang tidak teratur.
4. Riwayat penyakit dahulu :
HT (-) di sangkal oleh pasien
Asma (-)di sangkal oleh pasien
Alergi obat (-)di sangkal oleh pasien
Riwayat Maag (+)
5. Riwayat keluarga :

DM (+) Ayah

B. STATUS GENERALIS
1. Kesadaran
2. Keadaan umum
3. Tekanan darah
4. Nadi
5. Suhu
6. Pernapasan
7. Gizi

: apatis
: Tampak sakit berat
: 120/70 mmHg
: 84 x/menit
: 37C
: 35 x/menit
: kurang

C. ASPEK KEJIWAAN
1. Tingkah laku
2. Proses pikir
3. Kecerdasan

: cemas
::-

D. PEMERIKSAAN FISIK
KULIT
1. Warna
2. Jaringan parut
3. Pertumbuhan rambut
4. Suhu Raba
5. Keringat
6. Kelembaban
7. Turgor
8. Ikterus
9. Edema

: Kecoklatan
: Tidak ada
: Normal
: Hangat
: umum
: kering
: menurun
: Tidak ada
: Tidak ada

KEPALA
1. Bentuk
2. Posisi
3. Penonjolan

: Normocephal
: Simetris
: Tidak ada

MATA
1. Exophthalmus
2. Enoptashalmus
3. Edema kelopak
4. Konjungtiva anemis
5. Skelera ikterik
6. Pupil

: Tidak ada
: Tidak ada
: Tidak ada
: Tidak ada
: Tidak ada
: Reflek cahaya +/+

TELINGA
1. Pendengaran
2. Membran timpani
3. Darah
4. Cairan

: cukup
: Tidak dilakukan
: Tidak ada
: Tidak ada

Hidung dan Sinus Paranasal


1.
2.
3.
4.

Nafas cuping hidung


Deformitas
Rinore
Nyeri tekan

MULUT
1. Bau pernapasan
2. Trismus
3. Faring
4. Lidah
5. Uvula

: Tidak ada
: Tidak ada
: Tidak ada
: Tidak ada

: Tidak dicium
::::-

Leher
1.
2.
3.

Trakea
:Ditengah, tidak ada deviasi
Kelenjar Tiroid
:Tidak membesar
Kelenjar lymphonodi :Tidak membesar, tidak nyeri

PARU-PARU
1. Inspeksi

3. Perkusi
4. Auskultasi

: Statis dinamis kanan dan kiri simetris


Retraksi tidak ada, Ketinggalan gerak tidak ada.
: Fremitus taktil simetris kanan dan kiri, fremitus
Vocal simetris kanan dan kiri
: Kanan: Sonor, Kiri: Sonor
: Vesikuler +/+, Ronki -/-, Wheziing -/-

JANTUNG
1. Inspeksi
2. Palpasi
3. Perkusi
4. Auskultasi

: Iktus cordis terlihat


: Iktus cordis teraba
: Redup
: BJ I BJ II Normal regular , gallop (-), Murmur (-)

2. Palpasi

ABDOMEN
1. Inspeksi
2. Palpasi
3. Auskutasi
4. Perkusi
5. Reflek dinding perut
EKSTREMITAS

: Supel, datar, gerak peristaltik usus tidak terlihat


: Nyeri tekan (-)
Hepar dan Lien tidak teraba
: BU (+) normal
: Timpani
: positif

Tungkai dan Kaki


Tonus otot
Massa otot
Sendi
Gerakan
Kekuatan
Edema
Luka
Varises

Kanan
Tidak ada
-

KELENJAR GETAH BENING


1. Submandibula
: tidak menbesar
2. Subklavikula
: tidak membesar
3. Ketiak
: tidak membesar
4. Lipat paha
: tidak membesar
E. PEMERIKSAAN ANJURAN
Darah lengkap
Analisa Gas Darah
Urinalisa
EKG
Hasil :
EKG : Dalam Batas Normal
HEMATOLOGI

HB
HT
Leukosit
Trombosit

: 15,4 g/dl
: 210 %
: 19.290 /ul (N: 5000 10000 /ul)
: 287.000 /ul

KIMIA DARAH

Glukosa Sewaktu
Ureum
Kreatinin
ALAT/SGPT
ASAT/SGOT
CK-NAC

: 771 mg/dl (N: <200 mg/dl)


: 61,1 mg/dl (N: 20 40 mg/dl)
: 0,8 mg/dl
: 16 U/I
: 14 U/I
: 32 U/L

Kiri
Tidak ada
-

CK-MB

: 28 U/L

GAS DARAH
pH
PCO2
PO2

: 7,1 (N: 7,37 7,45)


: 13
: 126 (N: 71 104 mmHg)
: 3,3 (N: 22 29 mmol/L)

Saturasi O2

URINALISA
Warna
Glukosa
Keton

90%

: jernih
: +4
: +4 (N: negatif)

SEDIMEN

Leukosit
Eritrosit
Sel epitel
Bakteri

: 1-2 / lpb
: 0-1 / lpb
::-

F. RESUME
Seorang perempuan berusia 29 tahun datang ke Instalasai Gawat Darurat (IGD)
RSUD Pasar Rebo dengan keluhan utama sesak nafas sejak 5 bulan SMRS dan
bertambah berat sejak 2 minggu SMRS disertai dengann menggigil, OS juga merasa mual
disertai muntah sebanyak 2 kali sejak satu hari SMRS. Muntah berisi makanan yang
dimakan dan tidak terdapat darah. BAB cair sebanyak 6 kali sejak satu hari yang lalu. OS
mengaku merasa sangat lemah akhir akhir ini. OS memiliki riwayat DM sejak 3 tahun
terakhir ini, namun tidak pernah kontrol ke dokter serta minum obat yang tidak teratur.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran OS apatis dengan keadaan umum
tampak sakit berat, suhu badan 37C, frekuensi nafas sebanyak 35 kali permenit dengan
tingkah laku terlihat cemas. Turgor kulit OS menurun. Pada pemeriksaan hematologi
didaptkan adanya peningkatan jumlah leukosit 19.290 /ul, peningkatan ureum 61,1 mg/dl
dengan gula darah sewaktu 771 mg/dl. Dalam analisa gas darah didaptkan tanda-tanda

asidosis yaitu pH 7,1 , kenaikan PO 2 126 mmHg dan adanya penurunan kadar

3,3

mmol/L. Selain itu didaptkan adanya keton dalam urinalisa.


G. DIAGNOSIS
Ketoasidosis Diabetik
GED
H. PENGKAJIAN MASALAH
1. Ketoasidosis Metabolik
Atas Dasar :
Sesak nafas pernafasan kussmaul (RR : 35x/menit)
Gula Darah sewaktu yang tinggi (771 mg/dl)
Terdapat keton dalam urin
pH arteri < 7,1

kadar

3,3 mmol/L

Rencana Pemantauan:
Pemeriksaan gula darah sewaktu setiap jam
Pemeriksaan elektrolit tiap 6 jam selama 24 jam
Analisa gas darah
Tanda-tanda vital dan GCS
EKG

Rencana terapi :
Pada jam pertama IUFD NaCl 0,9 % loading 3 kolf ( 1kolf/ jam, 2 kolf /
jam berikutnya)
Pada jam kedua Bolus 180 mU/kgBB, dilanjutkan dengan drip insulin 90
mU/jam/kgBB dalam NaCl 0,9%
Sliding scale setiap 6 jam

Pemberian elektrolit jika K+ <3 6, dan koreksi

jika pH arteri < 7

7,1
2. GED
Atas dasar:

merasa mual disertai muntah sebanyak 2 kali sejak satu hari SMRS
BAB cair sebanyak 6 kali sejak satu hari yang lalu
Turgor kulit menurun

Rencana pemantauan:
Tanda-tanda hidrasi
Rencana terapi:
Diatab 3 x 2
Ranitidine
Odonsentron
I. TERAPI
Tindakan di IGD
IUFD NaCl 0,9% (loading)
IUFD NaCl 0,9% 1 kolf/8 jam
Injeksi Ranitidin
Injeksi odansentron HCl
Injeksi Insulin 20 Unit
Diatab 3 x 2
Konsul Spesialis Penyakit Dalam
Loading 2 kolf NaCl / 1 jam
NaCl 0,9% / 4 jam
Sliding scale / 4 jam
Ceftriaxone 1 x 1 gram
Odonsentron 2 x 1 mg
Injeksi omeprazole 1 x 1
Diatab 3 x 2
J. PROGNOSIS
1. Ad vitam
2. Ad functionam
3. Ad sanationam

: dubia ad malam
: dubia ad malam
: dubia ad malam

FOLLOW UP
Tidak dilakukan karena pasien di rujuk

TINJAUAN PUSTAKA
KETOASIDOSIS DIABETIK
A. Definisi Ketoasidosis Daibetik
Ketoasidosis diabetik (KAD) adalah keadaan dekompensasi kekacauan metabolik yang
ditandai oleh trias hiperglikemia, asidosis, dan ketosis, terutama disebabkan oleh defisiensi
insulin absolut atau relatif. 1 Keadaan ini dapat terjadi pada Diabetes Mellitus (DM) tipe 1 dan 2,
meskipun KAD lebih sering dijumpai pada DM tipe 1.1,2
B. Patofisiologi KAD

Gambar 1. Patofisologi KAD 3


C. Faktor Pencetus KAD
Keadaan yang menyertai KAD, seperti sepsis, syok berat, infark miokard akut yang luas,
pasien usia lanjut, kadar glukosa darah awal yang tinggi, uremia dan kadar keasaman darah yang
rendah. Faktor pencetus tersering dari KAD adalah infeksi. Pada infeksi akan terjadi peningkatan
sekresi kortisol dan glukagon sehingga terjadi peningkatan kadar gula darah yang bermakna.
Faktor lainnya adalah cerebrovascular accident, alcohol abuse, pankreatitis, infark jantung,
trauma, pheochromocytoma, obat, DM tipe 1 yang baru diketahui dan diskontinuitas
(kepatuhan) atau terapi insulin inadekuat.

Kepatuhan akan pemakaian insulin dipengaruhi oleh umur, etnis dan faktor komorbid
penderita. Faktor lain yang juga diketahui sebagai pencetus KAD adalah trauma, kehamilan,
pembedahan, dan stres psikologis. Infeksi yang diketahui paling sering mencetuskan KAD
adalah infeksi saluran kemih dan pneumonia. Pneumonia atau penyakit paru lainnya dapat
mempengaruhi oksigenasi dan mencetuskan gagal napas, sehingga harus selalu diperhatikan
sebagai keadaan yang serius dan akan menurunkan kompensasi respiratorik dari asidosis
metaboli.4
Infeksi lain dapat berupa infeksi ringan seperti skin lesion atau infeksi tenggorokan. Obatobatan yang mempengaruhi metabolisme karbohidrat seperti kortikosteroid, thiazid,
pentamidine, dan obat simpatomimetik (seperti dobutamin dan terbutalin), dapat mencetuskan
KAD. Obat-obat lain yang diketahui dapat mencetuskan KAD diantaranya beta bloker, obat
antipsikotik, dan fenitoin.4
D. Manifestasi klinis KAD
Gambaran klinis KAD meliputi gejala-gejala klinis dan diperkuat dengan pemeriksaan
laboratorium.
A. Gejala Klinis : 2,6
1. Polidipsia, poliuria, dan kelemahan merupakan gejala tersering yang ditemukan, dimana
beratnya gejala tersebut tergantung dari beratnya hiperglikemia dan lamanya penyakit.
2. Anoreksia, mual, muntah, dan nyeri perut (lebih sering pada anak-anak) dapat dijumpai
dan ini mirip dengan kegawatan abdomen. Ketonemia diperkirakan sebagai penyebab dari
sebagian besar gejala ini. Beberapa penderita diabetes bahkan sangat peka dengan adanya
keton dan menyebabkan mual dan muntah yang berlangsung dalam beberapa jam sampai
terjadi KAD.
3. Ileus (sekunder akibat hilangnya kalium karena diuresis osmotik) dan dilatasi lambung
dapat terjadi dan ini sebagai predisposisi terjadinya aspirasi.
4. Pernapasan kussmaul (pernapasan cepat dan dalam) sebagai kompensasi terhadap asidosis
metabolik dan terjadi bila pH < 7,2.
5. Secara neurologis, 20% penderita tanpa perubahan sensoris, sebagian penderita lain
dengan penurunan kesadaran dan 10% penderita bahkan sampai koma.

B. Pemeriksaan Laboratorium : 2,6


1. Glukosa

Glukosa serum biasanya > 250 mg/dl. Kadar glukosa mencerminkan derajat kehilangan
cairan ekstraseluler. Kehilangan cairan yang berat menyebabkan aliran darah ginjal
berkurang dan menurunnya ekskresi glukosa. Diuresis osmotik akibat hiperglikemia
menyebabkan hilangnya cairan dan elektrolit, dehidrasi, dan hiperosmolaritas (umumnya
sampai 340 mOsm/kg).
2. Keton
Tiga benda keton utama adalah : betahidroksibutirat, asetoasetat, dan aseton. Kadar keton
total umumnya melebihi 3 mM/L dan dapat meningkat sampai 30 mM/L (nilai normal
adalah sampai 0,15 mM/L). Kadar aseton serum meningkat 3-4 kali dari kadar asetoasetat,
namun berbeda dengan keton lainnya aseton tidak berperan dalam terjadinya asidosis.
Betahidroksibutirat dan asetoasetat menumpuk dalam serum dengan perbandingan 3:1
(KAD ringan) sampai 15:1 (KAD berat).
3. Asidosis.
Asidosis metabolik ditandai dengan kadar bikarbonat serum di bawah 15 mEq/l dan pH
arteri di bawah 7,3. Keadaan ini terutama disebabkan oleh penumpukan
betahidroksibutirat dan asetoasetat di dalam serum.
4. Elektrolit.
Kadar natrium serum dapat rendah, normal, atau tinggi. Hiperglikemia menyebabkan
masuknya cairan intraseluler ke ruang ekstraseluler. Hal ini menyebabkan hiponatremia
walaupun terjadi dehidrasi dan hiperosmolaritas. Hipertrigliseridemia dapat juga
menyebabkan menurunnya kadar natrium serum.
Kadar kalium serum juga dapat rendah, normal, dan tinggi. Kadar kalium mencerminkan
perpindahan kalium dari sel akibat asidosis dan derajat kontraksi intravaskuler. Karena hal
di atas dan hal lain, kadar kalium yang normal atau tinggi tidak mencerminkan defisit
kalium tubuh total sesungguhnya yang terjadi sekunder akibat diuresis osmotik yang terus
menerus. Kadar kalium yang rendah pada awal pemeriksaan harus dikelola dengan cepat.
E. Diagnosis KAD
Penderita dapat didiagnosis sebagai KAD bila terdapat tanda dan gejala seperti pada kriteria
berikut ini : 1
1. Klinis : riwayat diabetes melitus sebelumnya, kesadaran menurun, napas cepat dan dalam
(kussmaul), dan tanda-tanda dehidrasi.
2. Faktor pencetus yang biasa menyertai, misalnya : infeksi akut, infark miokard akut, stroke,
dan sebagainya.
3. Laboratorium :

hiperglikemia (glukosa darah > 250 mg/dl).

asodosis (pH < 7,3, bikarbonat < 15 mEq/l).


ketosis (ketonuria dan ketonemia)

Tabel 1. Kriteria Diagosis KAD menurut American Diabetes Association8

F. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan KAD bersifat multifaktorial. Dalam menatalaksana penderita KAD setiap
rumah sakit hendaknya memiliki pedoman atau disebut sebagai integrated care pathway.
Pedoman ini harus dilaksanakan sebagaimana mestinya dalam rangka mencapai tujuan terapi.

Gambar 2. Penatalaksanaan KAD 8


Keberhasilan penatalaksanaan KAD membutuhkan koreksi dehidrasi, hiperglikemia, asidosis
dan kelainan elektrolit, identifikasi faktor presipitasi komorbid, dan yang terpenting adalah
pemantauan pasien terus menerus. Berikut ini beberapa hal yang harus diperhatikan pada
penatalaksanaan KAD. 1,4
1. Terapi cairan
Prioritas utama pada penatalaksanaan KAD adalah terapi cairan. Terapi insulin hanya efektif
jika cairan diberikan pada tahap awal terapi dan hanya dengan terapi cairan saja akan
membuat kadar gula darah menjadi lebih rendah. Oleh karena itu, hal penting pertama yang
harus dipahami adalah penentuan difisit cairan yang terjadi. Beratnya kekurangan cairan
yang terjadi dipengaruhi oleh durasi hiperglikemia yang terjadi, fungsi ginjal, dan intake
cairan penderita.6
Hal ini bisa diperkirakan dengan pemeriksaan klinis atau dengan menggunakan rumus
sebagai berikut:
Fluid deficit = (0,6 X berat badan dalam kg) X (corrected Na/140)
Corrected Na = Na + (kadar gula darah-5)/3,5
Resusitasi cairan hendaknya dilakukan secara agresif. Targetnya adalah penggantian cairan
sebesar 50% dari kekurangan cairan dalam 8-12 jam pertama dan sisanya dalam 12-16 jam
berikutnya. Menurut perkiraan banyak ahli, total kekurangan cairan pada pasien KAD
sebesar 100 ml/kgBB, atau sebesar 5-8 liter. Pada pasien dewasa, terapi cairan awal langsung
diberikan untuk ekspansi volume cairan intravaskular dan ekstravaskular dan menjaga perfusi
ginjal. Terdapat beberapa kontroversi tentang jenis cairan yang dipergunakan. Kebanyakan
ahli menyarankan pemakaian cairan fisiologis (NaCl 0,9%) sebagai terapi awal untuk
resusitasi cairan.

Keberhasilan terapi cairan ditentukan dengan monitoring hemodinamik (perbaikan tekanan


darah), pengukuran cairan masuk dan keluar, dan pemeriksaan klinis. Pemberian cairan harus
dapat mengganti perkiraan kekurangan cairan dalam jangka waktu 24 jam pertama.
Tabel 3. Penatalaksanaan KAD
Jam ke- :
0
1

Infus I
(NaCl 0,9%)
2 kolf,
jam

2
kolf

1
kolf

2
kolf

Koreksi K+

Koreksi HCO3Bila pH
<7 100 mEq HCO3- +
26 mEq K+

1 kolf,
jam
2

Infus II
(Insulin)

Pada jam ke-2 :


Bolus 180 mU/kgBB,
dilanjutkan dengan drip
insulin 90 mU/jam/kgBB
dalam NaCl 0,9%

50 mEq / 6 jam (dalam


infus)

7-7,1 50 mEq HCO3- +


13 mEq K+
7,1 0

Bila gula darah < 200


mg% kecepatan dikurangi 45
mU/jam/kgBB

(*)

kolf

Bila gula darah stabil


sekitar 200-300 mg%
selama 12 jam dilakukan drip
insulin 1-2 unit/jam
disamping
dilakukan sliding scale setiap
6 jam. Insulin diberikan
sesuai dengan kadar glukosa
sebagai
berikut :
GD
Insulin sc
<200mg/dl
200-250
5U
250-300
10 U
300-350
15 U
>300
20 U
Bila stabil dilanjutkan dengan
sliding scale tiap 6 jam

Bila kadar K+ :
<3 75 mEq/6 jam
3-4,5 50 mEq/6
jam
4,5-6 25 mEq/6 jam
>6 0

Bila gula darah < 200 mg%


ganti dextrose 5%

Setelah sliding scale tiap 6


jam dapat diperhitungkan
kebutuhan insulin sehari

Bila sudah sadar beri


K+ oral selama
seminggu

Kontrol CVP

3x sehari sebelum makan


(bila os sudah makan)

kolf

dan seterusnya bergantung


pada kebutuhan

Jumlah cairan yg diberikan


dlm 15 jam sekitar 5 liter.
Bila Na+ > 155 mEq/l
ganti NaCl n

*Bila pH K+ akan
oleh karena itu pemberian
HCO3-disertai dengan
pemberian K+

2. Terapi Insulin
Terapi insulin harus segera dimulai sesaat setelah diagnosis KAD dan rehidrasi yang
memadai. Pemakaian insulin akan menurunkan kadar hormon glukagon, sehingga menekan
produksi benda keton di hati, pelepasan asam lemak bebas dari jaringan lemak, pelepasan
asam amino dari jaringan otot dan meningkatkan utilisasi glukosa oleh jaringan.
Insulin baru diberikan pada jam kedua. 180 mU/kgBB diberikan sebagai bolus intravena,
disusul dengan drip insulin 90 mU/jam/kgBB dalam NaCl 0,9%. Bila kadar glukosa darah
turun hingga kurang dari 200 mg% kecepatan drip insulin dikurangi himgga 45
mU/jam/kgBB. Bila glukosa darah stabil sekitar 200-300 mg% selama 12 jam dilakukan drip
insulin 1-2 U per jam di samping dilakukan sliding scale setiap 6 jam. Setelah sliding scale
tiap 6 jam dapat diperhitungkan kebutuhan insulin sehari bila penderita sudah makan, yaitu 3
kali sehari sebelum makan secara subkutan.
Tabel 4. Jenis Insulin 1,6
AWITAN
KERJA
(JAM)

PUNCAK
KERJA (JAM)

LAMA
KERJA
(JAM)

Actrapid Human 40/Humulin


Actrapid Human 100

0,5 1

24

58

Insulin kerja menengah

Monotard Human 100


Insulatard
NPH

12

4 12

8 24

Insulin kerja panjang

PZI

6 20

18 36

Insulin campuran

Mixtard

0,5 1

2 4 dan
6 - 12

8 24

JENIS

PREPARAT

Insulin kerja pendek

Cara pemakaian insulin :


Insulin kerja cepat/pendek: diberikan 15-30 menit sebelum makan
Insulin analog
: diberikan sesaat sebelum makan
Insulin kerja menengah : 1-2 kali sehari, 15-30 menit sebelum makan

3. Kalium
Meskipun terdapat kekurangan kalium secara total dalam tubuh (sampai 3-5 mEq/kgBB),
hiperkalemia ringan sampai sedang seringkali terjadi. Hal ini terjadi karena shift kalium dari

intrasel ke ekstrasel oleh karena asidosis, kekurangan insulin, dan hipertonisitas, sehingga
terapi insulin, koreksi asidosis, dan penambahan volume cairan akan menurunkan konsentrasi
kalium serum. 8
Karena kalium serum menurun segera setelah insulin mulai bekerja, pemberian kalium harus
dimulai bila diketahui kalium serum dibawah 6 mEq/l. Ini tidak boleh terlambat lebih dari 12 jam. Sebagai tahap awal diberikan kalium 50 mEq/l dalam 6 jam (dalam infus). Selanjutnya
setelah 6 jam kalium diberikan sesuai ketentuan berikut :
kalium < 3 mEq/l, koreksi dengan 75 mEq/6 jam
kalium 3-4,5 mEq/l, koreksi dengan 50 mEq/6 jam
kalium 4,5-6 mEq/l, koreksi dengan 25 mEq/6 jam
kalium > 6 mEq/l, koreksi dihentikan
Terapi kalium dimulai saat terapi cairan sudah dimulai, dan tidak dilakukan jika tidak ada
produksi urine, terdapat kelainan ginjal, atau kadar kalium > 6 mEq/l.
4. Bikarbonat
Bikarbonat baru diperlukan bila pH < 7,0 dan besarnya disesuaikan dengan pH. Bila pH
meningkat maka kalium akan turun, oleh karena itu pemberian bikarbonat disertai dengan
pemberian kalium, dengan ketentuan : 8
Tabel 5. pemberian bikarbonat
pH
Bikarbonat
<7
100 mEq
7-7,1
50 mEq
>7,1
0

Kalium
26 mEq
13 mEq
0

5. Penatalaksanaan terhadap infeksi yang meyertai


Antibiotika diberikan sesuai dengan indikasi, terutama terhadap faktor pencetus terjadinya
KAD. Jika faktor pencetus infeksi belum dapat ditemukan, maka antibiotika yang dipilih
adalah antibiotika spektrum luas.
6. Terpi pencegahan terhadap deep vein thrombosis (DVT)
Terapi pencegahan DVT diberikan terhadap penderita dengan risiko tinggi, terutama terhadap
penderita yang tidak sadar, immobilisasi, orang tua, dan hiperosmolar berat. Dosis yang
dianjurkan 5000 iu tiap 8 jam secara subkutan.
G. Monitoring Terapi

Semua pasien KAD harus mendapatkan evaluasi laboratorium yang komprehensif: kadar
gula darah tiap jam, elektrolit tiap 6 jam selama 24 jam, analisa gas darah, tanda-tanda vital,
keadaan hidrasi, balans cairan, dan waspada terhadap kemungkinan DIC.1
H. Komplikasi Terapi
Beberapa komplikasi yang mungkin terjadi selama pengobatan KAD ialah edema paru,
hipertrigliseridemia, infark miokard akut, dan komplikasi iatrogenic. Komplikasi iatrogenic
termasuk hipoglikemia, hypokalemia, hiperkloremia, edema otak, hipokalsemia. 1
Hipoglikemia oleh karena penanganan yang berlebihan dengan insulin, hipokalemia yang
disebabkan oleh pemberian insulin dan terapi asidosis dengan bikarbonat, dan hiperglikemia
sekunder akibat pemberian insulin yang tidak kontinu setelah perbaikan tanpa diberikan insulin
subkutan. 8
Tabel 6. Komplikasi KAD 8

DISKUSI MASALAH
Jika disimpulakn penyebab KAD pada pasien ini adalah pemberian terapi insulin yang
tidak adekuat. Walaupuan banyak factor pencetus dapat terjadinya KAD seperti sepsis, syok
berat, infark miokard akut yang luas, pasien usia lanjut, kadar glukosa darah awal yang
tinggi, uremia dan kadar keasaman darah yang rendah.
Kadar leukosit pasien ini yang tinggi yaitu 19.290 / ul menunjukkan kemungkinan
adanya infeksi pada tubuh pasien, sehingga pada penatalaksanaannya diberikan antibiotic
ceftriaxone 1 x 1, namun agar pemberian antibiotic adekuat, maka sebaiknya dosis dinaikkan
menjadi 2 x 1 gr. Karena infeksi tidak spesifik maka diberikan antibiotic spektrum luas
(resisten terhadap antibiotic gr dan gr +). Dan infeksi ini juga bias menjadi salah satu
pencetus terjadinya KAD pada pasien ini. Dan jika dilihat dari hasil lab berupa :
Jumlah leukosit 19.290 / ul
Frekuensi nafas >20 kali/menit (RR=35 kali/menit)
PCO2 < 32 kali/menit (PCO2 = 13)
Kriteria tersebut merupakan adanya tanda-tanda SIRS (systemic inflammatory Response
syndrome).
Dengan adanya tanda-tanda klinis seperti :
Sesak nafas pernafasan kussmaul (RR : 35x/menit)
Gula Darah sewaktu yang tinggi (771 mg/dl)
Terdapat keton dalam urin
pH arteri < 7,1

kadar

3,3 mmol/L

maka pasien ini ditetapkan mengalami ketoasidosis diabetik, rencana terapi untuk pasien ini
adalah terapi cairan, terapi Insulin, terapi keseimbangan elektrolit dan terapi umum, seperti
pemberian oksigen, antibiotic, heparin atau aspirin, dan obat penenang.
Pada pasien ini telah dilakukan terapi cairan dan insulin dengan pemberian Loading 2
kolf NaCl / 1 jam, NaCl 0,9% / 4 jam, Injeksi Insulin 20 Unit, serta dilakukan Sliding scale /
4 jam, namun dalam teori yang ada seharusnya pada satu jam pertama diberikan NaCl 0,9% 2
kolf untuk jam pertama dan 1 kolf untuk jam berikutnyaa, kemudian pada jam kedua
diberikan insulin dengan 2 jalur yaitu bolus 0,1 0,15 U/kg dan drip IV 0,1 U/kg/jam. Jika
GDS < 200mg/dl maka kecepatan pemberian insulin dikurangu menjadi 45mU/jam/kg. Jika
GDS stabil antara 200-300 mg/dl selama 12 jam dilakukan drip 1-2 unit / jam dan dilakukan
Sliding scale setiap 6 jam sekali. Insulin diberikan sesuai dengan kadar glukosa sebagai
berikut :

GD
<200mg/dl
200-250
250-300
300-350
>300

Insulin sc
5U
10 U
15 U
20 U

Insulin dapat diberikan dengan syarat kadar kalium tidak < 3,3 mEq/L, karena dengan
pemberian insulin dapat menyebabkan hipokalemi. Oleh karena itu jika kadar Kalium pasien
< 3 mEq/L maka diberikan Kalium sebanyak 75 mEq/L / 6 jam,jika 3- 4,5 diberikan 50
mEq/6 jam, jika 4,5-6 diberikan 25 mEq/6 jam, dan jika kadar Kalium 6 tidak perlu
diberikan. Namun pada pasien ini tidak dilakukan pemeriksaan terhadap Kalium, sehingga
kita tidak mengetau berapa kadar kaliumnya.
Untuk pemberian bikarbonat, masih kontroversial, karena pemberian biknat hanya
diindikasikan jika pH darah pasien <7, pada pasien ini tidak diberikan biknat karena pH
darah pasien 7,1. Namun jika ada tindakan pemberian biknat harus disertai dengan pemberian
Kalium, karena bila ada peningkatan pH maka akan terjadi penurunan kalium.
Untuk pemantauan terapi, yang harus dilakukan adalah :
Pemeriksaan gula darah sewaktu setiap jam
Pemeriksaan elektrolit tiap 6 jam selama 24 jam
Analisa gas darah
Tanda-tanda vital dan GCS
Selain tanda-tanda klinis diatas, pada pasien ini juga didapatkan adanya tanda-tanda
sebagai berikut :
merasa mual disertai muntah sebanyak 2 kali sejak satu hari SMRS
BAB cair sebanyak 6 kali sejak satu hari yang lalu
Turgor kulit menurun
maka ditetapkan juga kalau pasien mengalami gastro enteritis Akut, karena adanya muntahmuntah dan diare. Tanda-tanda ini memang biasa ditemukan pada penderita KAD, dan hal ini
menjadi salah satu penyebab terjadinya ketoasidosis dalam tubuh pasien. Dengan adanya
diare pasien dapat kekurangan kalium.
Adapun tindakan atau terapi yang dilakukan adalah dengan pemberian antidiare yaitu
diatab 3x2, ranitidine atau omeprazol sebagai penetral asam lambung dan pemberian
odonsentron untuk gejala mual dan muntahnya. Hal yang perlu dipantau dengan tanda-tanda
dehidrasi adalah keadaan hidrasi.

KESIMPULAN
KAD adalah keadaan dekompensasi kekacauan metabolik yang ditandai oleh trias
hiperglikemia, asidosis, dan ketosis yang merupakan salah satu komplikasi akut metabolik
diabetes mellitus yang paling serius dan mengancam nyawa. Kematian akibat KAD masih sering
dijumpai, dimana kematian pada pasien KAD usia muda umumnya dapat dihindari dengan
diagnosis cepat, pengobatan yang tepat dan rasional sesuai dengan patofisiologinya.
Penatalaksanaan KAD meliputi terapi cairan yang adekuat, pemberian insulin yang memadai,
terapi kalium, bikarbonat, fosfat, magnesium, terapi terhadap keadaan hiperkloremik serta
pemberian antibiotika sesuai dengan indikasi. Keberhasilan penatalaksanaan KAD membutuhkan
koreksi dehidrasi, hiperglikemia, asidosis dan kelainan elektrolit, identifikasi faktor presipitasi
komorbid, dan yang terpenting adalah pemantauan pasien terus menerus. Faktor yang sangat
penting pula untuk diperhatikan adalah pengenalan terhadap komplikasi akibat terapi sehingga
terapi yang diberikan tidak justru memperburuk kondisi pasien.

DAFTAR PUSTAKA
1. Soewondo P. Ketoasidosis Diabetik. Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III. Jakarta:
Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI
2. PERKENI. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di
Indonesia. Jakarta. 2011
3. Wolfsdore JW, Glaser N, Sperling MA. Diabetic ketoacidosis in infants, children, and
adolescents. Diabetes Care 2006;29(5):1150-6
4. Van Zyl DG. Diagnosis and treatment of diabetic ketoacidosis. SA Fam Prac 2008;50:3949
5. Trachtenbarg DE. Diabetic ketoacidosis. American Family Physician 2005;71(9):1705-14
6. Mansjoer A, Setiowulan W, Wardhani W I, Savitri R, Triyanti K, Suprohaita. Kapita
Selekta Kedokteran, Edisi ke III, Jilid I, Media Aesculapius, Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, Jakarta 2000
7. Chiasson JL. Diagnosis and treatment of diabetic ketoacidosis and the hyperglycemic
hyperosmolar state. Canadian Medical Association Journal 2003;168(7):859-66
8. American Diabetes Association. Hyperglycemic crisis in diabetes. Diabetes Care
2004;27(1):94-102

You might also like