You are on page 1of 28

Kebiasaan didefinisikan sebagai tindakan yang terjadi berulang-ulang

secara otomatis sebagai akibat dari proses alamiah yang kompleks yang
melibatkan kontraksi otot. Ada kebiasaan yang bersifat sementara, tetapi ada juga
kebiasaan yang tidak mudah dihilangkan. Beberapa perilaku yang berulang-ulang
dapat menyebabkan kerusakan. Dalam kondisi ringan, beberapa perilaku tidak
mengganggu aktivitas normal sehari-hari dan karenanya bukan merupakan
gangguan kejiwaan. Namun, kondisi ringan dari perilaku tersebut dapat
berkembang untuk menyebabkan melemahnya fungsi fisik/ psikologis.
Kebiasaan buruk oral merupakan penyimpangan aktivitas oral dan
sekitarnya yang bersifat kontinyu, yang merupakan salah satu faktor penyebab
maloklusi. Kebiasaan abnormal dapat mempengaruhi pertumbuhan yang normal
dari rahang, mengganggu pertumbuhan cranial, dan fisiologi oklusi. Pola
kebiasaan dapat mengganggu otot yang terkait dengan pertumbuhan tulang yang
salah, gigi malposisi, cara bernafas yang salah, gangguan berbicara, gangguan
otot-otot wajah dan psikologis. Kebiasaan seperti mengisap ibu jari, menggigit
bibir, menaruh lidah di antara gigi-gigi, bernafas melalui mulut, dan bruxism
merupakan kebiasaan yang dapat menimbulkan terjadinya anomali letak gigi dan
hubungan rahang. Makalah ini akan membahas beberapa contoh kebiasaan buruk
oral (oral habit) meliputi definisi, etiologi, tanda-tanda, dan penatalaksanaan
kebiasaan buruk oral.

Macam-Macam Kebiasaan Buruk (Oral Habit) dan


Penatalaksanaannya
1. Digit Sucking (Thumb/Finger Sucking)
Definisi: Digit-sucking habit merupakan kebiasaan menghisap jari (satu atau
beberapa jari) dengan mulut yang umum terjadi pada anak-anak karena
memberikan efek ketenangan (Shelov dan Hannemann, 1997).
Etiologi: Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya kebiasaan ini seperti jenis
kelamin bayi, tipe pemberian makanan (ASI atau mengedot botol susu), lamanya
pemberian makanan, faktor sosial-ekonomi, terpisah oleh orangtua, kesehatan

umum dan psikologis, keinginan untuk menarik perhatian, rasa tidak aman, dan
sehabis dimarahi atau dihukum menarik perhatian ibu untuk dekat pada ibunya
merupakan manifestasi dari rasa tidak aman, kebanyakan anak-anak terlihat
mengisap dengan tekanan yang besar dan kecepatan saat tegang. Kurangnya cinta
dan perhatian pada bayi dan anak-anak dapat meningkatkan resiko untuk
mengisap jari karena memiliki efek menyenangkan, menenangkan, dan sering
membantu anak untuk bisa tertidur. Namun, akan mengkhawatirkan bila gigi
permanen mulai erupsi (sekitar usia 5 tahun) karena akan mengubah bentuk gigi,
palatum, atau gigitan pada anak.

Mekanisme
Open bite anterior terjadi akibat penempatan secara langsung jari yang dihisap
pada gigi-gigi insisivus. Keadaan ini mencegah terjadinya erupsi lanjutan atau
erupsi lengkap dari gigi-gigi insisivus, sedangkan gigi-gigi posterior tetap bebas
bererupsi. Tanda lain yang akan terlihat adalah pergerakan gigi-gigi insisivus atas
ke arah labial dan gigi-gigi insisivus bawah ke arah lingual. Pergerakan gigi-gigi
insisivus ini tergantung pada jari yang dihisap dan diletakkan serta banyaknya jari
yang dimasukkan ke dalam mulut. Ibu jari yang diletakkan ke dalam mulut akan
menekan permukaan lingual gigi-gigi insisivus rahang atas dan pada permukaan
labial gigi insisivus bawah. Anak yang secara aktif menghisap jari dapat
menghasilkan daya yang cukup pada ujung gigi insisivus rahang atas, sehingga
menjadi lebih protrusif dan gigi insisivus bawah lebih retrusif dengan demikian
bertambahnya overjet dan overbite semakin besar.
Keadaan lain yang dapat muncul adalah kontraksi maxilla. Kontraksi maxilla
biasa terjadi pada kebiasaan menghisap jari karena lengkung maxilla gagal untuk
berkembang karena perubahan keseimbangan antara tekanan pipi dan lidah.
Ketika ibu jari diletakkan di dalam mulut, lidah akan tertekan ke bawah dan
menjauh palatum serta menurunkan tekanan lidah pada bagian lingual gigi

posterior rahang atas. Tekanan otot pipi terhadap gigi-gigi posterior rahang atas ini
meningkat akibat kontraksi muskulus bucinator selama menghisap. Hilangnya
keseimbangan daya yang diberikan oleh lidah pada permukaan lingual
menyebabkan lengkung posterior maksila berkontraksi menjadi crossbite
posterior. Tekanan pipi terbesar terjadi pada sudut mulut dan menyebabkan
lengkung maksila berubah menjadi bentuk V.
Akibat Thumb/Finger Sucking
Beberapa masalah yang dapat timbul akibat kebiasaan mengisap ibu jari, seperti
a)

Masalah gigi, bila kebiasaan ini bertahan sampai umur 4 tahun maka akan
menyebabkan maloklusi gigi susu dan permanen, juga dapat menyebabkan
masalah pada tulang-tulang di sekitar mulut. Resiko tinggi ditemukan pada
anak yang mengisap ibu jari pada waktu siang dan malam.

b) Jari abnormal, dengan pengisapan yang terus menerus terjadi hiperekstensi


jari, terbentuk callus, iritasi, eksema, dan paronikia (jamur kuku).
c)

Efek psikologis pada anak akan menimbulkan menurunnya kepercayaan diri


anak karena anak sering diejek oleh saudara atau orangtuanya.

d) Keracunan tidak disengaja, anak yang mengisap ibu jari terpapar tinggi
terhadap keracunan yang tidak disengaja, misalnya keracunan Pb.
e)

Resiko infeksi saluran cerna meningkat.

Penatalaksanaan

Salah satu cara untuk menghentikan kebiasaan menghisap jari adalah dengan
menggunakan thumb splint maupun sarung tangan sehingga ketika dalam kondisi
tidur anak akan terbiasa tidak menghisap jarinya. Jika anak tidak kooperatif
dengan pemakaian alat fungsional lepasan seperti palatal crib, perawatan pada
open bite anterior akibat kebiasaan menghisap jari dapat dilakukan dengan alat
cekat mekanik. Pada dasarnya perawatan terhadap open bite anterior ini dapat
dilakukan dengan penghilangan habit, modifikasi pertumbuhan, kamuflase
ortodontik, dan pembedahan. Perawatan dalam menghilangkan finger sucking
habit diantaranya memberikan sarung, perekat, atau material termoplastik yang
digunakan pada jari yang sering digunakan anak untuk menghisap. Benda tersebut
menimbulkan ketidaknyaman dalam menghisap jarinya sehingga kebiasaan
tersebut dapat dihentikan.

Perawatan psikologis

a)

Mengetahui penyebab. Ketahui kebiasaan anak sehari-hari termasuk cara


anak beradaptasi terhadap lingkungan sekitar. Faktor emosional dan
psikologis dapat menjadi faktor pencetus kebiasaan mengisap ibu jari.

b) Menguatkan anak. Menumbuhkan rasa ketertarikan pada anak untuk


menghentikan kebiasaan tersebut. Orang tua diingatkan untuk tidak
memberikan hukuman pada anak karena anak akan makin menolak untuk
menghentikan kebiasaan ini.
c)

Mengingatkan anak. Buat semacam agenda atau kalender yang mencatat


keberhasilan anak untuk tidak mengisap ibu jari.

d) Berikan penghargaan. Orang tua dapat memberikan pujian dan hadiah yang
disenangi si anak, bila anak sudah berhasil menghilangkan kebiasaannya.

Perawatan eksta oral

a)

Ibu jari atau jari diolesi bahan yang tidak enak (pahit) dan tidak berbahaya,
misalnya betadine. Ini diberikan pada waktu-waktu anak sering memulai
kebiasaannya mengisap ibu jari.

b) Ibu jari diberi satu atau dua plester anti air.


2. Tongue Thrusting
Definisi: Tongue thrusting adalah suatu kondisi lidah berkontak dengan gigi saat
proses menelan. Tulley (1969) mengatakan bahwa keadaan tongue thrusting
adalah gerakan maju dari ujung lidah di antara gigi untuk memenuhi bibir bawah
selama menelan dan berbicara. Tongue thrusting adalah pola oral habits terkait
dengan bertahannya pola menelan yang salah selama masa kanak-kanak dan
remaja, sehingga menghasilkan gigitan terbuka dan penonjolan segmen gigi
anterior. Akibat kebiasaan bernafas melalui mulut sehingga gigi-geligi berubah
menjadi kelas 2 Angle.
Etiologi: Etiologi tongue thrust dapat dibagi ke dalam 4 jenis yaitu
(1) genetik atau herediter;
(2) learned behavior (habit atau kebiasaan);
(3) maturasional;
(4) fungsional.
(5) Kebiasaan mengisap ibu jari. Walaupun mengisap jari tidak dilakukan lagi,
akan tetapi telah terbentuk openbite maka lidah sering terjulur ke depan untuk
mempertahankan penutupan bagian depan selama proses penelanan.
(6) Alergi, hidung tersumbat, atau obstruksi pernapasan sehingga bernafas melalui
mulut yang menyebabkan posisi lidah turun di dasar mulut.
(7) Tonsil yang besar, adenoid, atau infeksi tenggorokan yang menyebabkan
kesulitan pada saat menelan. Pangkal lidah membesar ketika tonsil mengalami
inflamasi, sehingga untuk mengatasinya mandibula secara refleks turun ke bawah,
memisahkan gigi, dan menyediakan ruangan yang lebih untuk lidah dapat terjulur
ke depan selama menelan, agar didapat posisi yang lebih nyaman.

(8) Ukuran lidah yang abnormal atau macroglossia, dapat mengubah


keseimbangan tekanan lidah dengan bibir dan pipi sehingga incisivus bergerak ke
labial.
(9) Faktor keturunan, misalnya sudut garis rahang.
(10) Kelainan neurologis dan muskular serta kelainan fisiologis lainnya.
(11) Frenulum lingual yang pendek (tongue tied).

Tongue thrust dapat dibagi menjadi 4 jenis,


(1) tipe fisiologis, meliputi bentuk normal pola menelan tongue thrust anak-anak;
(2) tipe habitual, tongue thrust merupakan suatu kebiasaan yang dilakukan bahkan
setelah dilakukan koreksi maloklusi
(3) Fungsional, mekanisme tongue thrust merupakan perilaku adaptif untuk
membentuk oral seal;
(4)

Anatomis,

individu

dengan

lidah

besar

atau

terjadi

perbesaran

(enlapemasanganrgement) dapat memiliki postur lidah ke depan.


Akibat Tongue Thrust
Beberapa masalah yang ditimbulkan akibat tongue thrust, antara lain:
a)

Anterior openbite merupakan kasus yang paling umum terjadi akibat tongue
thrust. Dalam kasus ini, bibir depan tidak menutup dan anak sering
membiarkan mulutnya terbuka dengan posisi lidah lebih maju daripada bibir.
Secara umum, lidah yang berukuran besar biasanya disertai menjulurkan
lidah. Openbite anterior pada umumnya mengakibatkan gangguan estetik,
pengunyahan

maupun

gangguan

dalam

pengucapan

kata-kata

yang

mengandung huruf s, z, dan sh.


b) Anterior thrust. Gigi incisivus atas sangat menonjol dan gigi incisivus bawah
tertarik ke dalam oleh bibir bawah. Jenis ini paling sering terjadi disertai
dengan dorongan M.mentalis yang kuat.
c)

Unilateral thrust. Secara karakteristik, ada gigitan terbuka pada satu sisi.

d) Bilateral thrust. Gigitan anterior tertutup namun gigi posterior dari premolar
pertama ke molar dapat terbuka pada kedua sisinya. Kasus seperti ini pada
umumnya sangat sulit untuk dikoreksi.
e)

Bilateral anterior openbite, dimana hanya gigi molar yang berkontak. Pada
kasus ini ukuran lidah yang besar juga mempengaruhi.

f)

Closed bite thrust menunjukkan protrusi ganda yang berarti gigi-gigi rahang
atas maupun rahang bawah mengalami gigitan yang terbuka lebar.

Manajemen
Manajemen melibatkan intervensi terhadap habit, yaitu untuk menghilangkan
etiologi diikuti dengan perawatan untuk memperbaiki maloklusi tersebut. Setelah
kebiasaan itu dapat dikurangi, maloklusi dirawat menggunakan peralatan
ortodontik lepasan atau cekat. Perawatan tongue thrust dapat dibagi ke dalam
berbagai langkah:
a. Terapi Myofungsional: latihan menelan dan postur lidah yang benar. Pasien
diajarkan pola menelan normal dengan meminta pasien untuk menjaga ujung lidah
pada perbatasan palatum lunak dan keras. Berbagai latihan otot lidah dapat
membantu dalam untuk beradaptasi dengan pola menelan baru.
b. Pemakaian alat untuk memandu posisi lidah yang benar. Jika pasien sudah
akrab dengan posisi lidah baru, maka alat diberikan untuk melatih posisi lidah
yang benar. Tongue trainer dapat membantu dalam posisi yang benar lidah dengan
bantuan dari tongue tag. Tongue guard untuk mencegah memajukan lidah. Dapat
juga digunakan untuk meningkatkan kebiasaan mulut pernapasan.
c. Terapi mekanis. Baik alat cekat dan lepasan (cribs atau rakes) dapat dibuat
untuk menahan gerakan lidah ke anterior selama menelan dengan tujuan untuk
melatih bagian belakang lidah ke posisi superior posterior di rongga mulut.
Peralatan ini cenderung memaksa lidah ke bawah dan belakang selama menelan.
Cribs ditempatkan di palatal berfungsi sebagai dinding penghalang lidah selama
menyodorkan (thrusting). Alat ini juga mengkondisikan refleks dan memandu
posisi lidah sehingga dorsum lidah berada di palatal dan ujung lidah berada pada
rughae palatina selama proses menelan. Hasilnya adalah lidah akan menyebar ke

lateral dan tekanan pada daerah bukal maksila akan tersebar sehingga mencegah
penyempitan lengkung rahang.
Pemilihan Alat
1). Lingual arch yang disolder dengan taji yang pendek dan tajam dapat
diadaptasikan dengan baik, akan menjaga posisi lidah dengan benar saat menelan
2). Oral screen untuk pasien kooperatif
3). Alat lepasan dengan tongue spur atau spikes dapat digunakan juga pada pasien
kooperatif
4). Crib cekat dapat dipakai bersamaan dengan alat korektif cekat.

3. Mouth Breathing
Definisi: Pernafasan mulut terjadi karena seseorang tidak mampu untuk bernafas
melalui hidung akibat adanya obstruksi pada saluran pernafasan atas. Kebiasaan
ini disebabkan oleh penyumbatan rongga hidung, yang dapat mengganggu
pertumbuhan tulang di sekitar mulut dan rahang, wajah menjadi sempit dan
panjang, dan gigi bisa jadi tonggos. Pernafasan mulut menghasilkan suatu
model aktivitas otot wajah dan otot lidah yang abnormal. Bernafas melalui mulut
menyebabkan mulut sering terbuka sehingga terdapat ruang untuk lidah berada di
antara rahang dan terbentuklah openbite anterior.
Etiologi:
1.

Faktor psikologis, meliputi anak-anak yang mengalami kecemasan, rasa sakit


dan frustasi, anak-anak dengan retardasi mental, anak-anak yang mengalami
trauma kecelakaan.

2.

Faktor lokal, merupakan penyebab terjadinya pernafasan mulut yang


disebabkan oleh keadaan dari gigi dan mulut, meliputi : pencabutan gigi
sulung yang terlalu cepat, kehilangan gigi permanen, adanya gangguan
oklusal, seperti kontak prematur antara gigi atas dan bawah, adanya mahkota
atau tumpatan yang tinggi.

3.

Faktor sistemik, meliputi :


a. Gangguan endokrin (merupakan penyebab secara tidak langsung).
Kelainan endokrin pascalahir dapat menyebabkan percepatan atau
hambatan pertumbuhan muka, mempengaruhi derajat pematangan tulang,
penutupan sutura, resorpsi akar gigi sulung, dan erupsi gigi permanen.
b. Defisiensi nutrisi, akibat konsumsi nutrisi yang tidak adekuat atau
konsumsi nutrisi yang tidak efisien. Nutrisi yang baik ikut menentukan
kesehatan seorang anak, nutrisi yang kurang baik mempunyai dampak
yang menyerupai penyakit kronis. Penyakit kronis pada anak-anak dapat
mengubah keseimbangan energi yang diperlukan untuk pertumbuhan.
Pada anak yang menderita penyakit kronis hampir semua energi yang
didapatkan kadang-kadang kurang mencukupi untuk beraktivitas dan
bertumbuh.
c. Gangguan temporomandibular.
d. Infeksi, meliputi : hiperplasia adenoid dan tonsil. Hiperplasia adenoid dan
tonsil biasanya disebabkan oleh karena paparan yang rekuren terhadap
infeksi tonsil (tonsillitis). Tipe infeksi bisa virus seperti influenza,
parainfluenza, dan rhinovirus, maupun bakteri seperti betahemolitik,
streptococcus, staphylococcus, pneumococcus, dan hemophilococcus.

4.

Rhinitis alergi merupakan penyakit yang sering dijumpai di masyarakat.


Salah satu penyebab obstruksi jalan nafas hidung pada anak adalah alergi
rhinitis, yaitu mukosa hidung akan mengalami pembengkakan dan
selanjutnya menutup aliran udara. Kebanyakan rhinitis alergi dapat
disebabkan oleh adanya partikel-partikel di udara, rokok, makanan, dan
binatang.

5.

Malformasi kongenital dan tumor seringkali muncul pada masa kanak-kanak.


Malformasi kongenital seperti stenosis koanal dan atresia bisa hilang cepat.

Tumor meliputi enchephalocle, chordoma, teratoma, cranipharyngioma, serta


kista nasoalveolar dan nasopharingeal.
Beberapa tipe mouth breathing dalam tiga kategori menurut Finn (1962):
a. Tipe Obstruktif. Tipe ini adalah anak yang bernafas melalui mulut karena
adanya hambatan, seperti (a) rinitis alergi, (b) polip hidung, (c) deviasi atau
penyimpangan septum nasal, dan (d) pembesaran adenoid.
b. Tipe Habitual. Tipe habitual adalah anak yang terus menerus bernafas melalui
mulutnya karena kebiasaan, walupun obstruksi sudah dihilangkan.
c. Tipe Anatomis. Tipe anatomi merupakan anak yang mempunyai bibir atas yang
pendek atau lips incompetent sehingga tidak memungkinkan menutup bibir
dengan sempurna tanpa adanya tekanan

Ciri mouth breathing ialah memiliki wajah adenoid yaitu wajah panjang
dan sempit, hidung dan jalan udara nasal yang sempit, bibir lemah dengan bibir
atas yang pendek, tahanan bibir yang tidak adekuat, selain itu skeletal open bite
atau sindrom wajah panjang yaitu erupsi gigi posterior yang berlebihan, lengkung
maksila yang sempit, overjet yang berlebihan dan pertumbuhan mandibula yang
buruk (Kohli, 2010), palatum sempit dengan bentuk huruf V, cekungan palatal
yang tinggi, insisivus yang protrusif dan oklusi Angle kelas II divisi 1, gigi
berjejal pada lengkung rahang bawah dan atas, gangguan pertumbuhan vertikal,
posisi lidah yang rendah yang menganggu fungsi.
Akibat Mouth Breathing
a)

Bibir rahang atas dan rahang bawah tidak menutup sempurna


Pada bibir penderita pernafasan mulut nampak agak terbuka untuk

memungkinkannya bernafas. Adaptasi mulut untuk pernafasan mulut yang kronis


dapat terjadi perubahan dimana bibir atas dan bibir bawah berada dalam posisi

terbuka, akibatnya penderita akan mengalami kesulitan dalam menelan makanan


yang masuk ke dalam mulut.
b) Adenoid facies
Hal ini ditandai dengan penyempitan lengkung rahang atas, hipertrofi dan
keringnya bibir bawah, hipotonus bibir atas dan tampak memendek, tampak
adanya overbite yang nyata. Dikarenakan adanya fungsi yang abnormal, penderita
pernafasan mulut memiliki karakteristik seperti postur mulut terbuka, lubang
hidung mengecil dan kurang berkembang, arkus faring tinggi dan pasien tampak
seperti orang bodoh.
Akibat dari fungsi yang abnormal ini, anak-anak yang bernafas dengan
mulut beresiko mengembangkan suatu tipe perkembangan wajah yang disebut
wajah adenoid atau sindrom muka panjang. Individu ini dapat ditandai dengan
posisi mulut yang terbuka, nostril yang kecil dan kurang berkembang, bibir atas
yang pendek, gummy smile, ketinggian muka vertikal yang meningkat pada 1/3
wajah bagian bawah, ketinggian dentoalveolar yang berlebihan, dan palatum yang
dalam. Selain itu terjadi gingivitis marginal anterior di sekitar gigi anterior.
c)

Maloklusi

d) Gigitan terbuka (openbite)


Pada pernafasan mulut, posisi mandibula lebih ke distal mengakibatkan
gigi incisivus bawah beroklusi dengan rugae palatum. Ketidakteraturan gigi geligi
juga dapat ditemui pada maksila yang kurang berkembang, utamanya pada
segmen anteromaksiler serta lengkung basal yang sempit.

Penatalaksanaan
Pilihan perawatan yang dapat dilakukan untuk penanganan kebiasaan
bernafas melalui antara lain
a)

Adenoidektomi merupakan perawatan yang paling umum untuk obstruksi


nasal akibat pembesaran adenoid. Adenoidektomi merupakan suatu operasi
pengambilan adenoid yang mengalami pembesaran untuk mendapatkan
ukuran yang normal.

b) Medikasi antibiotik dan steroid topikal diindikasi bila obstruksi tersebut


disebabkan oleh karena infeksi, misalnya pada rinosinusitis kronis. Antibiotik
juga bisa digunakan pada pembesararan adenoid untuk menurunkan inflamasi
lokal. Kortikosteroid yang digunakan biasanya deksametasone 0,6 mg/kg
untuk menurunkan gejala pada infeksi bakteri. Antibiotik parenteral yakni
ceftriakxone 100 mg/kg perhari untuk jangka 8-10 hari.
c)

Rhinitis alergi dapat dirawat dengan antihistamin, antihistamin non-sedatif,


semprotan nasal anti-inflamasi, semprotan nasal steroid, dekongestan nasal
topical dan dekongestan. Antihistamin yang sering digunakan adalah
etanolamin, etilendiamin, alkilamin, fenotiazin, dan agen lain seperti
siproheptadin, hidroksizin, dan piperazin. Efek samping antihistamin yang
sering terlihat adalah rasa ngantuk, kehilangan nafsu makan, konstipasi, efek
antikolinergik seperti kekeringan membran mukosa dan kesulitan berkemih.

d) Malformasi kongenital dan tumor yang dapat menyebabkan obstruksi nasal,


dapat dirawat dengan pendekatan pembedahan.
e)

Keterlibatan ahli ortodontik diperlukan bila terjadi perkembangan wajah yang


abnormal atau pernafasan mulut telah mengakibatkan wajah adenoid, dimana
terjadi crossbite, dan malposisi gigi yang haru dikoreksi dengan tindakan
orthodontik.
Manajemen dilakukan terapi myofungsional, yaitu (1) setiap hari: pegang

pensil diantara kedua bibir, (2) malam hari: plester bibir atas dan bawah bersamasama dengan tape surgical (plester bedah), (3) pegang selembar kertas diantara

bibir atas dan bawah (4) meregangkan/melebarkan bibir atas untuk menjaga agar
bibir menutup atau merenggangkan dengan melengkungkan kebawah kearah dagu
untuk pasien dengan hipotonus bibir atas yang pendek. Manajemen dengan
menggunakan alat dilakukan jika anak masih melakukan kebiasaan oral ketika
anak telah berumur 6 tahun/ ketika gigi permanennya mulai erupsi.
Oral screen merupakan salah satu alat fungsional yang digunakan untuk
mencegah mouth breathing. Oral screen adalah alat untuk mengepaskan
vestibulum yang akan mengunci aliran udara melewati mulut dan langsung
berkontraksi oleh bibir untuk melawan beberapa gigi depan yang labioversi. Oral
screen didesain untuk mengaktifkan otot-otot bibir dan muka sehingga dapat
menggerakkan gigi-gigi incisivus atas ke posisi yang lebih baik dan meningkatkan
fungsi bibir sebagai upaya untuk mengimbangi gaya dari lidah yang melawan
gigi-gigi. Oral screen dapat digunakan untuk meretraksi bibir, mengoreksi
labioversi ringan pada gigi depan rahang atas, membantu retrain dan memperkuat
gerakan bibir.
4. Bruxism
Definisi: Bruxism adalah istilah yang digunakan untuk mengindikasikan
kontak non-fungsional gigi yang meliputi clenching, grinding, dan tapping dari
gigi dapat terjadi selama siang hari atau malam hari dan berlangsung secara sadar
dan tidak sadar. terjadi dalam kondisi sadar dengan adanya ketidaknormalan
fungsi pada otak. Menurut Rao (2008) bruxism terjadi sekitar 15% pada anakanak dan orang dewasa. Bruxism dapat menyebabkan beberapa komplikasi dental,
oral, maupun fasial. Kondisi ini sering merupakan sumber sakit kepala, kerusakan
gigi yang membutuhkan perawatan restoratif, penyebab kegagalan implan, dan
bahkan rasa sakit pada leher dan TMJ.
Bruxism pada malam hari terjadi selama tidur dan anak biasanya tidak
menyadari masalah ini. Kejadian ini biasanya singkat, berlangsung 8-9 detik,
dengan terdengar suara grinding. Bruxism dapat juga terjadi pada siang hari,
misalnya pada saat individu yang bersangkutan mengalami stress, namun bruxism
yang paling parah adalah bruxism yang terjadi pada malam hari. Bruxism pada
siang hari terutama terkait dengan mengepalkan dari gigi dan umumnya tidak

menghasilkan suara terdengar. Bruxism yang diamati pada 5-20% anak-anak.


Peningkatan frekuensi selama masa kanak-kanak, memuncak pada usia 7-10 tahun
dan menurun setelah itu.

Etiologi: Nadler (1957) membagi etiologi bruxism menjadi empat yaitu


(1) faktor lokal, suatu gangguan oklusal ringan, usaha yang dilakukan pasien
tanpa sadar untuk memperbanyak jumlah gigi yang berkontak atau reaksi atas
adanya iritasi lokal,
(2) faktor sistemik, gangguan gastrointestinal, defisiensi nutrisi dan alergi atau
gangguan endokrin telah dilaporkan menjadi salah satu faktor penyebab,
(3) faktor psikologis, tekanan emosi yang tidak dapat di tunjukan oleh pasien
seperti rasa takut, marah, dan penolakan, perasaan tersebut disembunyikan dan
secara tidak sepenuhnya sadar diekspresikan melalui berbagai cara seperti
menggeretakkan gigi,
(4) faktor pekerjaan, seperti para pembuat arloji, orang-orang yang suka
mengunyah permen karet, tembakau atau benda-benda lain seperti pensil atau
tusuk gigi.
(5) Faktor psikologis
Etiologi dari bruxism termasuk kebiasaan, stress emosional (misalnya
respon terhadap kecemasan, ketegangan, kemarahan, atau rasa sakit), parasomnia
(gangguan tidur yang muncul pada ambang batas antara saat terjaga dan tidur,
misalnya gangguan mimpi buruk dan gangguan tidur sambil berjalan). Menurut
beberapa penelitian yang dianggap berkaitan dengan manifestasi dari bruxism,
antara lain gangguan kepribadian, meningkatnya stress, adanya depresi, dan
kepekaaan terhadap stress.
Anak-anak yang memiliki kebiasaan bruxism ternyata memiliki tingkat
kecemasan yang lebih daripada anak-anak yang tidak memiliki kebiasaan
bruxism.

Tanda-tanda

bruxism seperti

tingkat

kecemasan

yang

tinggi,

temporomandibular disorders, dan kerusakan gigi sebaiknya dirawat pada masa


kanak-kanak sebelum menjadi masalah ketika anak telah tumbuh dewasa.
(6) Faktor patofisiologis

Bruxism

kemungkinan

terjadi

akibat

kelainan

neurologis

yaitu

ketidakmatangan sistem neuromuskular mastikasi, perubahan kimia otak, alkohol,


trauma, penyakit, dan obat-obatan. Hal ini berpotensi sistemik menyebabkan
aktivitas parafunctional melalui alergi makanan, kekurangan gizi, dan disfungsi
endokrin. Penyelidikan efek gangguan gizi dan endokrin bersama dengan parasit
pencernaan pada fungsi otot mastikasi, serat kepekaan terhadap trigeminal sampai
potensi alergi kemungkinan berguna untuk penelitian di masa depan baik
temporomandibular disorders dan hiperaktivitas otot mastikasi.
Faktor neurokimia tertentu, yaitu obat-obatan. Efek samping dari obat
yang akan menimbulkan bruxism adalah Amfetamin yang digunakan dalam
mengatasi

gangguan

attention-deficit/hyperactivity

(ADHD)

seperti

methylphenidate dan pemakaian jangka panjang Serotonin. Selain itu, bruxism


ditemukan lebih sering pada pecandu narkoba berat serta perokok.
(7) Temporomandibular Disorders (TMD)
Penderita TMD cenderung memiliki insiden bruxism yang lebih tinggi dari
gangguan psikologis seperti stress, kecemasan, dan depresi. Faktor-faktor ini
dapat menyebabkan kebiasaan parafunctional. Gabungan dari dua atau lebih
faktor etiologi yang diperlukan untuk menyebabkan terjadinya bruxism, tetapi
besarnya faktor-faktor tidak penting dalam kaitannya dengan besarnya bruxism.
Akibat Bruxism
Bruxism dapat menyebabkan aus permukaan gigi-gigi pada rahang atas
dan rahang bawah, baik itu gigi susu maupun gigi permanen. Lapisan email yang
melindungi permukaan atas gigi hilang, sehingga dapat timbul rasa ngilu pada
gigi-gigi tersebut. Bila kebiasaan ini berlanjut terus dan berlangsung dalam waktu
lama, dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan periodontal, terjadi pada
pasien dengan bentuk tonjol yang curam, luka pada periodonsium, pulpitis,
kadang-kadang disertai peningkatan derajat mobilitas gigi yang terlibat,
maloklusi, patahnya gigi akibat tekanan yang berlebihan, dan kelainan pada sendi
temporomandibular joint.(
Penatalaksanaan

Berdasarkan Singh (2007) dan Rosenthal (2007) penatalaksanaan bruxism dapat


dilakukan dalam beberapa tahapan yaitu:
1. Obat seperti vapocoolant (etil klorid) untuk nyeri pada TMJ, injeksi anestesi
lokal pada area TMJ untuk menganastesi otot-otonya,dan obat penenang serta obat
pengurang ketegangan otot.
2. Occlusal adjusment untuk mengoreksi rahang ke keadaan relaks selama
pergerakan fisiologis. Dapat pula disertai dengan bite plane.
3. Restorasi dimensi vertikal yang hilang dengan mahkota tuang/ mahkota
stainless steel
4. Bite plane/occlusal splint/bite guards merupakan pembimbing bidang
oklusal,biasanya terbuat dari resin akrilik dan didesain menutupi seluruh
permukaan aklusal dan insisal gigi.

Bite Plane/occlusal splint yang dapat digunakan menurut Rosenthal (2007) adalah
a. Full-mouth occlusal splint. Alat ini kurang dianjurkan karena ukurannya relatif
besar dan membutuhkan beberapa waktu kunjungan untuk melakukan
penyesuaian yang diperlukan dalam rangka mencapai hubungan simultan pada
semua gigi yang berlawanan untuk menghambat terjadinya bruxism.
b. Anterior splints. Alat ini dihunakan untuk mencegah gigi posterior tidak
menyentuh permukaan oklusal pada saat terjadi gerakan mandibula. Anterior
splints memerlukan waktu kunjungan yang minimal, karena kontak dengan hanya
2 sampai 4 gigi saja yang diperlukan untuk mencapai efek penghambatan pada
bruxism.
c. Night Guard/Occlusal guard. Merupakan plat yang dibuat untuk menutupi
permukaan oklusal gigi. Alat ini dipakai ketika tidur untuk menghentikan

kebiasaan bruxism dan clenching habit ketika tidur, melindungi gigi dan
mengurangi penyebab primer dari mobilitas gigi (Rahmadhan, 2009; Finn, 2003;
Bishara,2001).
Ketiga alat diatas bersifat terapeutik disebabkan karena efek bite raising yakni
mampu mengurangi ketegangan otot secara pasif. Pada individu yang bruxism,
alat ini dapat mengurangi penggunaan alat prostetik dan mampu mengurangi
kontak gigi yang berperan sebagai pencetus terjadinya bruxism. Jika terdapat
splinting otot pada bruxism, maka intensitas bruxism dapat menurun setelah
nyerinya dikurangi dengan penggunaan occlusal guard (Singh 2007).

5. Lip Sucking
Definisi: Lip sucking adalah kebiasaan menahan bibir bawah dibelakang gigi
anterior atas dan menekan bibir bagian dalam oleh gigi anterior bawah dengan
terus-menerus. Fukumitsu dkk., 2003. Lip sucking merupakan pengganti
kebiasaan menghisap jari (Gartika, 2008). Kebiasaan ini juga dapat terjadi dalam
bentuk lip wetting (Karacay dkk., 2006).
Etiologi: Beberapa hal yang dapat menyebabkan kebiasaan buruk menggigit bibir
adalah kemunduran mental, psikosis, gangguan karakter, sindrom genetik, dan
neuropati sensori congenital. Lip sucking dalam beberapa kasus merupakan suatu
aktivitas

kompensasi

yang

timbul

karena

overjet

menimbulkan kesulitan menutup bibir pada saat deglutisi.

berlebihan

sehingga

Dampak dan Mekanisme


Pasien dengan lip sucking habit dapat menunjukkan hal sebagai berikut (1)
protrusif gigi anterior rahang atas, (2) retrusif gigi anterior rahang bawah, (3)
peningkatan overjet, (4) diastemata anterior rahang atas, (5) crowding gigi anterior
rahang bawah, (6) hiperaktivitas muskulus mentalis, dan (7) pendalaman sulkus
mentolabialis. Dampak pada bibir yang dihisap diantaranya (1) vermilion border
hipertrofi dan tampak berlebihan pada posisi istirahat/diam, (2) kemerahan di
bagian bawah vermilion border (3) bibir menjadi lembek/lunak (4) kadang
terdapat herpes kronis dengan area iritasi dan bibir pecah-pecah.
Protrusif gigi anterior rahang atas dan retrusif gigi anterior rahang bawah
disebabkan karena dengan adanya bibir diantara gigi anterior rahang atas dan
bawah maka gaya gigi anterior rahang bawah diteruskan ke gigi anterior rahang
atas dari arah lingual, sedangkan gigi incisivus atas juga akan memberikan gaya
ke gigi incisivus bawah dari arah labial (Fukumitsu dkk., 2003; Gartika, 2008).
Pasien dengan overjet yang besar memiliki kesulitan penelanan akibat tidak
adanya anterior lip seal. Hal ini disebabkan kondisi bibir atas yang inkompeten,
sehingga pasien terbiasa menempatkan bibir bawah di lingual gigi anterior rahang
atas untuk mendapatkan anterior lip seal. Hal itu menyebabkan muskulus
mentalis memanjang untuk menarik bibir bawah ke atas, sehingga terjadi
hiperaktivitas muskulus mentalis (Singh, 2003).
Akibat Lip Sucking/Lip Biting
Kebiasaan mengisap atau menggigit bibir bawah akan mengakibatkan
hipertonicity otot-otot mentalis. Kebiasaan buruk dapat menjadi faktor utama atau
merupakan faktor yang kedua. Kebiasaan mengisap bibir yang menjadi faktor
utama akan terdapat overjet yang besar dengan gigi anterior rahang atas condong

ke labial dan gigi anterior rahang bawah condong ke lingual diikuti perbedaan
skeletal yang ringan. Kebiasaan mengisap bibir mengakibatkan overjet normal.
Kebiasaan mengisap bibir sebagai faktor kedua biasanya terjadi disebabkan oleh
perbedaan sagital, seperti retrognatik mandibula. Inklinasi gigi incisivus rahang
atas bisa normal dan jarak antara gigi rahang atas dan rahang bawah terjadi setelah
proses adaptasi.
Penatalaksanaan
i. Latihan bibir. Latihan bibir yang dapat dilakukan adalah memanjangkan bibir
atas melewati gigi incisivus dan menempatkan bibir bawah di atas bibir atas.
ii. Memainkan alat musik tiup. Alat musik tiup dapat memperkuat otot-otot
bibir dan memberikan tekanan dengan arah yang benar .
iii. Lip bumper. Alat ini digunakan untuk mendapatkan ruang pada lengkung
untuk mengkoreksi kondisi gigi berjejal ringan hingga sedang pada lengkung gigi,
gigi molar rotasi, mengontrol kehilangan penjangkaran, memperbaiki aktivitas
otot-otot bibir, dan menghiangkan kebiasaan menghisap maupun menggigit bibir.
Kebiasaan menghisap bibir dicegah dengan labial shield pada alat ini. Posisi bibir
bawah akan terkoreksi setelah perawatan.
Kedua gigi molar I rahang bawah dipasang molar band, kemudian bagianbagian lip bumper dipasang 2-3 mm di anterior gigi insicivus rahang bawah dan
4-5 mm di lateral gigi posterior/segmen bukal. Lip bumper dicekatkan pada molar
tube yang ada pada molar band untuk mencegah pasien melepasnya dan kontrol
disarankan 1 minggu sekali untuk dilepas dan dibersihkan. Lip bumper
disesuaikan secara berurutan untuk mengembalikan gigi ke posisi yang
diharapkan. Biasanya, setelah 3 bulan kebiasan menghisap bibir bawah akan
hilang.
Inklinasi labial gigi insicivus rahang bawah dan overjet akan terkoreksi
karena pengurangan tegangan muskulus labialis inferior dan muskulus mentalis
sebagai respon tidak adanya lawan tekanan dari lidah. Gigi molar pertama rahang
bawah akan bergeser tegak lurus karena transmisi tekanan labial pada molar tubes
yang ada pada alat.

Setelah penggunaan lip bumper appliance, jarak interkaninus rahang bawah akan
berkurang, lebar intermolar tidak berubah, dan panjang lengkung akan bertambah.
Penurunan jarak interkaninus rahang bawah disebabkan karena gigi kaninus
rahang bawah bergerak ke anterior. Peningkatan panjang lengkung disebabkan
karena proklinasi gigi insicivus rahang bawah dan pergerakan gigi molar pertama
rahang bawah (Germe dan Taner, 2005).
iv. Metal Button. Metal button pada permukaan lingual dari gigi anterior rahang
atas. Button harus dipasang tanpa menggangu kontak oklusi dan pasien harus
menjaga oral hygiene dengan baik. Untuk pasien yang memiliki kebiasaan
mengisap bibir yang berat, button dipasang pada seluruh gigi anterior rahang atas.
Tetapi jika menggunakan alat ini, alat lain seperti oral screen, lingual arches with
soldered cribs, dan lip bumpers tidak dapat digunakan.

6. Cheek Biting
Definisi: Cheek biting adalah kebiasaan menggigit bagian dalam pipi secara
spontan. Pasien yang menderita cheek biting biasanya tidak dapat mengendalikan
diri setiap kali mulai menggigit pipi. Kebanyakan penderita tidak menyadari
bahwa kebiasaan ini dapat meyebabkan kerusakan serius pada mukosa pipi bagian
dalam sampai terjadi perlukaan yang menimbulkan nyeri yang sangat
mengganggu (Khan, 2010). Dalam sebuah survei yang melibatkan 23.616 orang
dewasa kulit putih Amerika dari Minnesota, jumlah kasus keratosis akibat cheek
biting adalah 1,2 kasus per 1000 individu. (Flaitz,2009).
Etiologi: Beberapa penyebab cheek biting menurut Anonim (2011), yaitu:
(a) gigi yang tajam atau runcing,
(b) erupsi gigi bungsu,

(c) iatrogenic, dan


(d) penyebab lain seperti stress (kecemasan), efek samping dari teeth grinding,
kelainan TMJ, kelainan penutupan rahang, dan disfungsi otot.
Mekanisme
Gigi yang tajam dan erupsi gigi bungsu sering menjadi salah satu penyebab utama
cheek biting. Ketika gigi erupsi, jika tidak tersedia cukup ruang pada lengkung
gigi maka gigi yang erupsi akan berada pada posisi abnormal (erupsi dalam posisi
buccal). Hal ini menyebabkan mukosa pipi dapat tergigit dan menimbulkan rasa
sakit. Penyebab lain seperti stress (kecemasan), efek samping dari teeth grinding,
kelainan TMJ, kelainan penutupan rahang, disfungsi otot, dan lain-lain.
Berdasarkan hal tersebut, kami menyimpulkan bahwa cheek biting bukan
kebiasaan oral yang menyebabkan kelainan ortodontik melainkan kelainan
ortodontik/anatomi gigi yang menyebabkan ketidaksengajaan mengigit pipi dan
menyebabkannya trauma dan tidak mengakibatkan kelainan ortodontik.
7. Masochitic Habit
Definisi: Masochitic habit atau sering juga disebut self-injurious behaviour
adalah kebiasaan yang menyebabkan penderita akan memperoleh kesenangan dari
rasa sakit yang dialaminya. Hal ini mungkin menyenangkan bagi penderita,
namun dapat dirasakan sebagai rasa sakit bagi orang lain (Singh, 2007).
Masoschitic habit adalah semua kebiasaan yang dapat membahayakan fisik
seseorang serta dilakukan dengan sengaja dan hanya melibatkan dirinya sendiri.
Masoscitic habit yang memiliki hubungan erat dengan perkembangan dan
pertumbuhan oklusi adalah kebiasaan menggigit kuku (nail biting).
Etiologi: Kebiasaan ini lebih sering dilakukan dalam keadaan sadar. Masoscitic
habit sering dilakukan lebih dari satu kali (multipel). Hal yang mendorong pelaku
masoschitic habit sangatlah tidak masuk akal dan terkadang aneh, perilaku ini
terkadang sangat berbahaya dan harus segera membutuhkan pertolongan (Simeon
dan Favazza, 2001).
Jenis masoschitic habit yang dibahas dalam makalah ini adalah nail bitting atau
kebiasaan menggigit-gigit kuku. Kebiasaan menggigit kuku merupakan salah satu

kebiasaan yang sering dilakukan. Selain menggigit-gigit kuku, pasien biasanya


juga menggigit jaringan di sekitar kuku dan menimbulkan luka oleh karena itu
kebiasaan ini digolongkan dalam kebiasaan masokistik. Kebiasaan menggigit
kuku dapat terjadi karena tekanan emosional yang terjadi pada pasien. Jika tidak
dihentikan kebiasaan ini dapat menimbulkan beberapa kelainan, baik kelainan
ortodontik maupun kelainan yang lainnya ().
Beberapa tanda klinis yang terlihat pada pasien dengan kebiasaan menggigit kuku
adalah rotasi gigi, atrisi pada ujung incisal gigi, dan protrusi incisivus maksila.
Kelainan ortodontik tersebut dapat terjadi karena tekanan yang disebabkan oleh
kebiasaan menggigit kuku (Tanaka et al., 2008).

Mekanisme
Kebiasaan mengigit kuku dapat mengganggu perkembangan gigi-geligi dan
menyebabkan kelainan ortodontik. Selain itu kebiasaan menggigit kuku juga dapat
menyebabkan resorbsi akar bagian apikal jika seseorang sedang melakukan
perawatan ortodonsia. Hal ini dapat terjadi karena gaya yang didapat dari proses
menggigit kuku akan diteruskan oleh kawat ortodontik ke gigi-gigi lain dan
menekan jaringan pendukung gigi. Kerusakan periodonsium juga dapat terjadi
walaupun orang yang melakukan kebiasaan menggigit kuku tidak sedang
melakukan perawatan ortodonsi. Gaya yang diakibatkan oleh kebiasaan menggigit
kuku juga dapat membuat gigi menjadi rotasi dan malposisi (Tanaka dkk., 2008).
Penatalaksanaan
Kunci penghentian kebiasaan ini adalah motivasi pasien. Beberapa hal dapat
dilakukan untuk dapat menghilangkan kebiasaan menggigit kuku adalah
memberikan perasa tertentu pada kuku (misal rasa asam), memakai sarung tangan
dan kaus kaki, melakukan kesibukan tertentu sehingga kebiasaan tersebut dapat
terlupakan (misalnya olahraga), dan memotong kuku secara berkala (Tanaka dkk.,
2008).
8. Postural Habit

Definisi: Postural habit adalah kebiasaan yang dilakukan secara tidak sengaja dan
bersifat konstan (Yamaguchi dan Sueishi, 2003). Kebiasaan seperti chin propping
dan menggigit-gigit pensil dapat menimbulkan temporo-mandibular dysfunction
(TMD). Kebiasaan tersebut mengakibatkan beban pengunyahan pada gigi yang
terlalu besar, hiperaktivitas otot, ketegangan otot-otot pendukung sendi
temporomandibula, pengecilan otot rahang, dan rasa sakit di sekitar rahang
(Ofceson, 1998).
Macam-macam postural habit yaitu:
1. Chin Propping
Mekanisme
Chin propping adalah kebiasaan yang tidak disengaja, berupa tekanan ekstrinsik
yang dapat menyebabkan deep anterior closed bite (Singh, 2007). Kebiasaan chin
propping yang dilakukan dalam 1 posisi, dagu penderita dapat membengkok ke
arah gaya tekan dan menghasilkan asimetri wajah serta deformitas maksilofasial.
Gigi-gigi pada sisi mandibula yang deviasi akan mengalami crossbite posterior.
Berat keseluruhan kepala terpusat pada tangan yang menyangga dagu, sedangkan
bagian anterior mandibula menerima tekanan reaksi (reaction force). Hal ini dapat
menyebabkan perubahan arah pertumbuhan mandibula pada anak-anak dan
menghasilkan asimetri wajah serta deviasi lateral mandibula.
2. Face Leaning
Mekanisme
Kebiasaan face leaning dapat menyebabkan terjadinya maloklusi unilateral pada
lengkung rahang atas, yaitu pergerakan gigi maksila pada sisi yang tertekan ke
arah lingual (Strang dan Thompson, 1958). Berat keseluruhan kepala ditransfer ke
rahang atas dan terpusat pada benda-benda yang menekan, misalnya pada tangan.
Hal ini jarang terjadi pada mandibula karena perlekatan mandibula yang rigid dan
dapat bergerak menghindari tekanan (Singh, 2007).
3. Abnormal Pillowing/Habitual sleeping on right or left side of face
Mekanisme

Secara normal, anak-anak tidak berbaring dalam satu posisi selama tidur.
Pergerakan ini biasanya tidak disadari dan menghasilkan refleks untuk mencegah
gangguan tekanan dengan sirkulasi. Kebiasaan ini dapat menyebabkan tulang
cranial menjadi rata dan asimetri wajah pada bayi (Singh, 2007).

TUGAS PEDODONSIA
Macam-Macam Kebiasaan Buruk (Oral Habit) dan
Penatalaksanaannya

Disusun oleh :

YURIKA HANDAYANI 04121004013


Dosen Pengampu

: drg. Sri Wahyuni, M.Kes.

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN GIGI


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2014

Daftar Pustaka
1. American Academy of Pediatric Dentistry, 2009, Guideline on
Management of The Developing Dentition and Occlusion in
Pediatric Dentistry.
2. Houston WJB. Diagnosis Ortodonti. Edisi 3. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC.
3. Kohli K. 2010. Oral Habits: Theory and Practice of Pediatric
Dentistry,
http://www,columbia.edu/itc/hs/dental/d7710/client_edit/oral_
habits_slides_printout.pdf, di unduh 20/03/2011.
4. Shelov SP, Hannemann RE. 1997. Caring for Your Baby and
Young Child. Oxford University Press. Oxford.
5. Singh S. 2009. Deleterious Effects Of Oral Habits. Indian Journal of Dental
Sciences. 1(2): 15-20.
6. Tulley WJ. A clinical appraisal of tongue-thrusting. Am J Orthod
1969;55:640-50
7. Yamaguchi, H., dan Sueishi, K., 2003, Malocclusion Associated
with Abnormal Posture, Bull. Tokyo Dent. Coll., 44:(2): 43-54

You might also like