Professional Documents
Culture Documents
A.
PENDAHULUAN
Menurut definisi, anemia adalah berkurangnya hingga di bawah nilai normal
jumlah sel darah merah, kuantitas hemoglobin, dan volume packed red blood cells
(hematokrit) per 100 ml darah. Rata rata manusia memiliki jumlah sel darah
merah kira kira 5 juta per milimeter kubik yang masing masing sel darah
merah memiliki siklus hidup sekitar 120 hari, tetapi keseimbangan sel darah
merah tetap dipertahankan antara kehilangan dan penggantian normal sel darah
merah sehari hari.1
Penyakit anemia aplastik pertama kali di deskripsikan oleh Ehrlich tahun
1988, sampai sekarang penyakit ini mempunyai reputasi yang menakutkan.
Banyak pasien anemia aplastik meninggal karena proses penyakitnya yang
progresif. Insiden penyakit ini bervariasi antara 2 sampai 6 kasus tiap 1 juta
populasi. Pada penelitian yang dilakukan The International Agranulocytosis and
aplastic anemia study (IAAS) di Eropa dan Israel awal tahun 1980 mendapatkan 2
kasus tiap 1 juta populasi, tetapi penelitian pada tahun 1991 di Bangkok di
dapatkan insiden 3-7/1 juta/tahun. Perbedaan insiden ini diperkirakan oleh karena
adanya faktor lingkungan,
tempatnya, pemakaian pestisida, insidens virus hepatitis yang lebih tinggi dan
variasi geografis.3,4
B.
DEFINISI
Anemia aplastik merupakan gangguan hematopoisis yang ditandai oleh
Aplasia ini dapat terjadi hanya pada satu, dua atau ketiga sistem
C. EPIDEMIOLOGI
Perbandingan insiden
menunjukkan laki laki sedikit lebih sering terkena anemia aplastik. Penyakit ini
termasuk penyakit yang jarang dijumpai di negara barat dengan insiden 1-3/1
juta/tahun. Namun di negara asia seperti Thailand, Indonesia, Taiwan dan Cina,
insidennya jauh lebih tinggi. 4
D. ETIOLOGI
Penyebab anemia aplastik sebagian besar (50-70%) tidak diketahui, atau
bersifat idiopatik. Kesulitan dalam mencari penyebab penyakit ini disebabkan
oleh proses penyakit yang berlangsung perlahan-lahan. 5
2
Radiasi
Aplasia sumsum tulang merupakan akibat akut dari radiasi yang dimana
stem sel dan progenitor sel rusak. Radiasi dapat merusak DNA dimana jaringan
jaringan dengan mitosis yang aktif seperti jaringan hematopoiesis sangat sensitif.
Bila stem sel hematopoiesis yang terkena maka akan terjadi anemia aplastik.
Radiasi dapat berpengaruh pula pada stroma sumsum tulang dan menyebabkan
fibrosis. 6
Efek radiasi terhadap sumsum tulang tergantung dari jenis radiasi, dosis dan
luasnya paparan sumsum tulang terhadap radiasi. Radiasi berenergi tinggi dapat
digunakan sebagai terapi dengan dosis tinggi tanpa tanda tanda kerusakan
sumsum tulang asalkan lapangan penyinaran tidak mengenai sebagian besar
sumsum tulang. 7
2.
Bahan-bahan kimia
Bahan kimia seperti benzene dan derivat benzene berhubungan dengan
anemia aplastik dan akut myelositik leukemia (AML). Beberapa bahan kimia
3
yang lain seperti insektisida dan logam berat juga berhubungan dengan anemia
yang berhubungan dengan kerusakan sumsum tulang dan pansitopenia. 7
3.
Obat obatan
Anemia aplastik dapat terjadi atas dasar hipersensitivitas atau dosis obat
berlebihan. Praktis semua obat dapat menyebabkan anemia aplastik pada seorang
dengan predisposisi genetik. Yang sering menyebabkan anemia aplastik adalah
kloramfenikol. Obat obat lain yang juga sering dilaporkan adalah fenibutazon,
senyawa sulfur, emas,dan antikonvulsan, obat-obatan sitotoksik misalnya
mieleran atau nitrosourea. 6
4.
Infeksi
Anemia palsatik dapat disebabkan oleh infeksi virus seperti virus hepatitis,
virus Epstein-Barr, HIV dan rubella. Virus hepatitis merupakan penyebab yang
paling sering. Pansitopenia berat dapat timbul satu sampai dua bulan setelah
terinfeksi hepatitis. Walaupun anemia aplastik jarang disebebkan oleh hepatitis
akan tetapi terdapat hubungan antara hepatitis seronegatif fulminan dengan
anemia aplastik. 7
Infeksi virus biasanya berhubungan dengan supresi minimal pada sumsum
tulang, biasanya terlihat neutropenia dan sedikit jarang trombositopenia. Virus
dapat menyebabkan kerusakan sumsum tulang secara langsung yaitu dengan
infeksi dan sitolisis sel hematopoiesis atau secara langsung melalui induksi imun
sekunder, inisiasi proses autoimun yang menyebabkan pengurangan stem sel dan
progenitor sel atau destruksi jaringanstroma penunjang. 8
4
5.
Faktor Genetik
Kelompok ini sering dinamakan anemia aplastik konstitusional dan sebagian
PENYEBAB
JENIS
CONTOH
1. Obat-obatan
NSAID
Indometasin(Indocin),
Piroxicam (Feldene), dan
Diclofenac (Foltaren).
2. Bahan Kimia
3. Faktor Resiko
Lain
Amfetamin
MDMA(ekstasi)
Antibiotik
Anti-tiroid
Propylthiouracil, Metimazole
(Tapazole)
Azetasolamide, Methazolamide
Obat Diabetes
Tolbutamide, Carbutamide,
Chlorpropamide
Diuretik
Obat Malaria
Kloroquin
Golongan Phenothiazine
Thorazine, Compazine
Allopurinol
Zyloprim
Anti Agregasi
Ticlodipine
Golongan aminosalisilat
Mesalazine
Benzena
Pestisida
Organofosfat
Hepatitis
Virus
Kehamilan
Penyakit Autoimun
Radiasi
E.
KLASIFIKASI
Berdasarkan derajat pansitopenia darah tepi, anemia aplastik dapat
diklasifikasikan menjadi tidak berat, berat, atau sangat berat. Risiko morbiditas
dan mortalitas lebih berkolerasi dengan derajat keparahan pansitopenia ketimbang
selularitas sumsum tulang. Infeksi jamur dan sepsis bakterial merupakan
penyebab kematian utama. Anemia aplastik tidak berat jarang mengancam jiwa
dan sebagian besar tidak membutuhkan terapi. 5
Kriteria
Sumsum
tulang
hiposeluler
namun
sumsum
tulang
Sitopenia
sedikitnya
F.
MANIFESTASI KLINIK
A.
Leukosit
Mudah infeksi
(febris, ulkus
mulut/faring, sepsis)
(b)
Trombosit
Perdarahan
(kulit, mukosa,
organ dalam) (c)
penurunan
hemoglobin.
Gejala-gejala
tersebut
apabila
2.
Sistem saraf : sakit kepala, pusing, telinga mendenging, mata berkunangkunang, kelemahan otot, iritabel, lesu, perasaan dingin pada ekstremitas.
3.
Epitel : warna pucat pada kulit dan mukosa, elastisitas kulit menurun,
rambut tipis, dan halus.
B.
C.
Selain dapat ditentukan dengan gejala klinik, dapat juga ditemukan dalam
pemeriksaan laboratorium dan radiologi sebagai berikut : 11
1.
yang detail
pada darah
dibutuhkan untuk
mengeliminasi
kemungkinan neutrophil diplastik dan trombosit abnormal, sel blast dan sel
lainnya
seperti
hairy
sel.
Jumlah
monosit
biasanya
menurun,
meski
keberadaannya perlu dicurigai sebagai gejala klinik hairy cell leukemia. Pada
anemia aplastik, anisopoikilositosis merupakan gejala umum dan neutrofil
menunjukkan keracunan granulasi. Secara kuantitatif jumlah hemoglobin <100
g/l, platelet <50 x 109/l dan jumlah neutrofil <1,5 x 109/l.
2.
pemeriksaan sumsum tulang. Aspirasi dan biopsy sumsum tulang dilakikan pada
trombositopenia berat. Fragmen biasanya didapatkan dari aspirasi, kesulitan
mendapatkan fragmen perlu dicurigai kemungkinan gangguan selain anemia
aplastik. Fragmen biasanya hiposeluler dengan penonjolan jaringan lemak dan
jumlah sel hematopoetik residual yang bervariasi. Eritropoesis mengalami
penurunan atau tidak ada, diseritropoesis merupakan hal yang ditandai secara
umum. Megakariosit dan granulosit biasa juga mengalami penurunan atau tidak
ada, megakariosit dan granulosit yang diplastik tidak terlihat pada anemia anemia
aplsatik. Limfosit, magrofag, sel mast dan sel plasma biasa masih tetap ada. Pada
pemeriksaan ini ditemukan selularitas sumsum tulang <25% atau 25-50% dengan
<30% sel hematopoetik residual.
3.
Pemeriksaan radiologi
Pemeriksaan x-ray thoraks dibutuhkan untuk menghindari kemungkinan
PATOFISIOLOGI
Penyebab anemia aplstik sulit ditentukan, terutama karena banyak
kemungkinan yang harus disingkirkan. Jika tidak ditemukan penyebab yang pasti
maka digolongkan ke dalam penyakit idiopatik. Pendapat lain menyatakan bahwa
penyebab terbanyak dari kegagalan sumsum tulang adalah iatrogenik karena
kemoterapi sitostatik atau terapi radiasi. Kerusakan yang terjadi pada anemia
aplastik terdapat pada sel induk dan ketidakmampuan jaringan sumsum tulang
untuk memberi kesempatan sel induk untuk tumbuh dan berkembang dengan baik.
Hal ini berkaitan erat dengan mekanisme yang terjadi seperti toksisitas langsung
10
atau defisiensi sel sel stroma. Penyimpangan proses imunologis yang terjadi
pada anemia aplastik berhubungan dengan infeksi virus atau obat-obatan yang
digunakan atau zat kimia. 4
Mekanisme terjadinya anemia aplastik diperkirakan melalui :
1.
yang bermakna dalam jumlah sel induk pluripotensial hemopoietik, dan kelainan
pada sel induk yang ada atau reaksi imun terhadap sel induk tersebut yang
membuatnya tidak mampu membelah dan berdiferensiasi secukupnya untuk
mengisi sumsum tulang.5 keberadaan sel induk hematopoitik dapat diketahui lewat
petanda sel yaitu CD34, atau dengan biakan sel. Dalam biakan sel padanan sel
induk hematopitik dikenal sebagai longterm culture-initiating cell (LTC-IC), longterm marrow culture (LTMC), jumlah sel induk /CD34 sangat menurun hingga 110% dari normal. Demikian juga pematangan pada cobble-stone area forming
cells jumlah sel induk sangat menurun. Bukti klinis yang menyokong teori
gangguan sel induk ini adalah keberhasilan transplantasi sumsum tulang pada 60
80% kasus. Hal ini membuktikan bahwa dengan pemberian sel induk dari luar
akan terjadi rekonstruksi sumsum tulang pada pasien anemia aplastik. Beberapa
peneliti menganggap gangguan ini dapat disebabkan oleh proses imunologik.3
Antigen yang menjadi pencetus timbulnya proses autoimun belum
diketahui. Mediator yang menyebabkan supresi hematopoesis mungkin adalah
proliferasi limfosit T sitotoksik : CD-8 dan HLA-DR yang dapat dideteksi baik
dalam darah tepi maupun dalam sumsum tulang penderita anemia aplastik. Sel-sel
ini memproduksi sitokin inhibitor seperti TNF dan interferon- yang dapat
menghambat pertumbuhan sel-sel progenitor dengan cara mempengaruhi mitosis
dan mengadakan apoptosis (kematian sel terprogram). Sel-sel ini juga merangsang
sumsum tulang untuk memproduksi asam nitrat yang membantu timbulnya
sitotoksisitas melalui proses imun sehingga menyebabkan eliminasi sel-sel
hematopoetik. 5
11
12
tikus yang diberikan radiasi. Teori kerusakan pada lingkungan mikro sumsum
tulang disangkal karena ternyata sel-sel stroma fungsinya masih normal masih
dapat memproduksi faktor-faktor pertumbuhan dalam jumlah cukup berdasarkan
penelitian
sel
induk
(Stem Cell
Transplantation) yang memperlihatkan bahwa hal ini jarang terjadi karena sel
induk donor yang normal biasanya mampu hidup dalam rongga sumsum tulang
resepien. 5
12
12
DIAGNOSIS
Diagnosis berdasarkan gejala klinis berupa panas, pucat, perdarahan, tanpa
13
dan trombopoetik. Diantara sel sumsum tulang sedikit ini banyak ditemukan
limfosit, sel SRE (sel plasma, fibrosit, osteoklas, sel endotel). 3
Pada dasarnya diagnosis anemia aplastik dibuat berdasarkan adanya
pansitopenia atau bisitopenia di darah tepi dengan hipoplasia sumsum tulang,
serta dengan menyingkirkan adanya infiltrasi atau supresi pada sumsum tulang.
Kriteria diagnosis anemia aplastik menurut International Agranulocytosis and
Aplastic Anemia Study Group (IAASG) adalah: 5
1.
a.
b.
c.
Leukosit kurang dari 3,5 x109L, atau netrofil kurang dari 1,5 x109/L
2.
3.
a.
hemopetik atau selularitas normal oleh hiperplasia eritroid fokal dengan deplesi
seri granulosit dan megakariosit.
b.
4.
aplastik. Hal ini sangat penting dilakukan karena menentukan strategi terapi.
Tergolong anemia aplastik sangat berat bila netrofil < 0,2 x 109/L.
Tergolong anemia aplastik berat bila memenuhi kriteria berikut:
1.
a)
b)
c)
2.
Selularitas sumsum tulang < 25%, atau selularitas < 50% dengan < 30%
sel-sel hematopoetik. 4
14
I.
PENATALAKSANAAN
Terapi kausal
Terapi kausal adalah usaha untuk menghilangkan agen penyebab.
Hindarkan pemaparan lebih lanjut terhadap agen penyebab yang diketahui, tetapi
sering hal ini sulit dilakukan karena etiologinya yang tidak jelas atau penyebabnya
tidak dapat dikoreksi. 5
2.
adekuat yang tidak meyebabkan depresi sumsum tulang. Sebelum ada hasil biakan
berikan antibiotik berspektrum luas yang dapat mengatasi kuman gram positif dan
negatif. Biasanya dipakai derivat penisilin semisintetik (ampisilin) dan
gentamisin. Sekarang lebih sering dipakai sefalosporin generasi ketiga. Jika hasil
biakan sudah datang, sesuaikan antibiotik dengan hasil tes kepekaan. Jika dalam
5-7 hari panas tidak turun, pikirkan infeksi jamur, dapat diberikan amphoterisin-B
atau flukonasol parenteral.
b.
Mengatasi anemia :
Berikan transfusi Packed Red Cell (PRC) jika hemoglobin <7 g/dl atau ada
tanda payah jantung atau anemia yang sangat simtomatik. Koreksi sampai Hb 910% tidak perlu sampai Hb normal karena dengan transfusi darah yang terlampau
sering akan menimbulkan depresi sumsum tulang atau dapat menyebabkan
timbulnya reaksi hemolitik akibat dibentuknya antibodi terhadap sel darah merah,
leukosit dan trombosit.
c.
Mengatasi perdarahan
Berikan transfusi konsentrat trombosit jika terdapat perdarahan mayor atau
15
1.
2.
sumsum
tulang
merupakan
terapi
definitif
yang
2.
disease)
J.
1.
DIAGNOSA BANDING 3
Purpura Trombositopenik Imun (PTI). Pemeriksaan darah tepi dari kedua
kelainan ini hanya menunjukkan trombositopenia tanpa retikulositopenia
atau
granulositopenia/leukopenia.
Pada
pemeriksaan
dari
PTI
3.
16
Keadaan ini sukar dibedakan baik gambaran klinis, darah tepi, maupun
sumsum tulang karena masih menunjukkan gambaran sitopenia dari ketiga
sistem hematopoetik. Setelah beberapa bulan kemudian baru terlihat
gambaran khas LLA. 3
K.
PROGNOSIS
2.
Kadar Hb F yang lebih dari 200 mg% memperlihatkan prognosis yang lebih
baik.
3.
4.
17
KESIMPULAN
1.
2.
3.
4.
Pengobatan pada anemia aplastik berupa terapi kausal, terapi suportif, dan
terapi definitif.
5.
18
DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
3.
4.
5.
Bakta, I Made. 2006. Hematolodi klinik ringkas. Jakarta : EGC. Hal 971112
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
19
PKMRS
SEPTEMBER 2014
ANEMIA APLASTIK
Disusun Oleh :
Akhmad Fauzi
C111 10 818
Pembimbing :
dr.M.Nafis Qulyuby
Supervisor :
Dr. dr. Nadirah Rasyid Ridha, Sp.A. M.Kes
HALAMAN PENGESAHAN
Nama
: Akhmad Fauzi
NIM
: c 111 10 818
Judul PKMRS
: Anemia Aplastik
Makassar,
Oktober 2014
Pembimbing
Penyusun,
Akhmad Fauzi
Supervisor Pembimbing,
HALAMAN PENGESAHAN
Nama
: Akhmad Fauzi
NIM
: c 111 10 818
Judul PKMRS
: Anemia Aplastik
Makassar,
Pembimbing
Oktober 2014
Penyusun,
Akhmad Fauzi
22
DAFTAR ISI
Halaman Pengesahan.
ii
Daftar Isi....
iv
I.
Pendahuluan................
II.
Definisi.......
III.
Epidemiologi...............
IV.
Etiologi......
V.
Klasifikasi.................... 7
VI.
Manifestasi Klinik.
VII. Patofisiologi........... 10
VIII. Diagnosis......... 13
IX.
Penatalaksanaan............................................................. 15
X.
Diagnosa Banding.
XI.
Prognosis.................... 17
16
XII. Kesimpulan......... 18
Daftar Pustaka
23