You are on page 1of 6

Erika . 0706291243 . Jurusan Ilmu Hubungan Internasional . Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.

Universitas Indonesia.

Tugas Summary Mata Kuliah Pengantar Ilmu Hubungan Internasional


Paul R. Viotti-Mark V. Kauppi, International Relations Theory : Realism, Pluralism,
Globalism, (New York : Macmillan Publishing Company, 1993), hal. 427-467.
Oleh : Erika (0706291243)

Globalisme : Teori Dependensia dan Sistem Kapitalis Dunia

Dunia pasca Perang Dunia menciptakan jurang pemisah antara negara yang mampu
bertahan dengan yang tidak mampu. Akibatnya, keadaan dunia sekarang yang penuh dengan
hubungan kertergantungan ekonomi global membuat adanya paham baru dalam dunia
internasional. Globalisme muncul sebagai paham yang meyakini betul adanya hubungan
ketergantungan antara negara periferi dengan negara berkuasa.
Sebenarnya, pada saat itu sudah berkembang sebuah paham yang bernama
strukturalisme. Banyak pihak mengatakan, strukturalisme memiliki banyak kemiripan dengan
globalisme. Kaum strukturalis berpendapat bahwa kolaborasi multilateral ditujukan untuk
menyediakan berbagai kebutuhan kolektif bagi suatu negara yang tidak dapat disediakan oleh
hubungan bilateral. Bagi strukturalis, keberadaan organisasi internasional tidak terlalu
penting, kecuali bila organisasi internasional tersebut dapat memenuhi berbagai keutuhan
kolektif. Hal ini disanggah dengan menyebutkan satu kelemahan pemikiran para strukturalis,
yaitu mereka tidak memikirkan adanya kemungkinan seseorang “keluar” dari sistem dan
menganti aturan sistem.
Viotti-Kauppi juga berpendapat bahwa pengetahuan para pengambil keputusan
tentang suatu masalah akan mempengaruhi cara mereka dalam menemukan solusi
permasalahan, dengan mempertimbangkan keputusan mereka; pengetahuan teknis dan
pandangan politis kemudian digabungkan untuk sampai kepada apa yang menjadi kebutuhan
seseorang. Dikarenakan setiap pihak mempunyai kepentingan yang berbeda-beda, maka
sangat sulit untuk menghasilkan keputusan yang seimbang untuk semua pihak, yang hanya
dapat dilakukan bila kedua penawar mempunyai beberapa kesamaan dalam hal kepentingan
yang mendorong mereka untuk membuat perjanjian.
Page | 1
Erika . 0706291243 . Jurusan Ilmu Hubungan Internasional . Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.
Universitas Indonesia.

Telah dikatakan sebelumnya, bahwa pengetahuan para pengambil


keputusan akan mempengaruhi tindakan politik yang akan mereka ambil. Sehubungan
dengan hal ini, Viotti-Kauppi menjelaskan bahwa ilmu pengetahuan sebenarnya
mempengaruhi politik, sebab cara ilmiah dalam memahami realitas kehidupan digunakan
untuk menentukan berbagai kepentingan-kepentingan yang didapat aktor politik, yang pada
akhirnya akan mempengaruhi pengambilan keputusan aktor politik tersebut. Contoh kasus
yang mengabungkan pengetahuan dengan kepentingan dan kekuasaan adalah kasus Bank
Dunia (World Bank). Pada tahun 1960-an, Bank Dunia mengganti kebijakannya, dari yang
semula mendukung proyek-proyek infrastruktur, menjadi kebijakan yang mendukung
pemenuhan kebutuhan umum manusia. Perubahan kebijakan ini hanya disepakati oleh
sekelompok donor yang mendominasi bank, sementara para peminjam menolak kebijakan itu
dengan beralasan kebutuhan umum manusia bukanlah kepentingan mereka.
Dalam hubungan internasional juga dikenal konsep turbulensi/pergolakan politik.
Karakteristik utama dalam pergolakan politik adalah ketidakyakinan. Pergolakan politik juga
ditandai oleh adanya pemaksaan kehendak, koalisi temporer, dan kegagalan kebijakan. Saat
orientasi, kemampuan, relasi, dan struktur yang menyusun politik dunia mulai hancur, saat
itulah terjadi pergolakan. Pergolakan politik menyebabkan struktur dan proses politik dunia
menjadi tidak memiliki batasan dan aturan utama. Segala sesuatu menjadi mungkin terjadi,
tekanan meningkat, hubungan antar orang berubah, dan pembuatan keputusan menjadi tidak
berfungsi dengan normal.
Memahami pergolakan dapat diartikan menganalisa berbagai ketidakpastian, yang
merupakan karakteristik utama dari pergolakan itu sendiri. Berbagai perubahan yang terjadi
salah satunya adalah karena faktor teknologi, interdependensi global yang terus menyebar,
juga perang sebagai salah satu akibatnya. Sering dikatakan, analisis pergolakan identik
dengan analisis kekerasan dalam politik dunia. Pergolakan mungkin menjadi kondisi pra atau
paska perang, dan tentu saja hal tersebut bukanlah karakteristik bagi hal-hal yang damai.
Akan tetapi, seusai perang, hubungan antar masyarakat menjadi lebih jelas, dan pembuatan
kebijakan menjadi lebih terarah dan pasti. Dengan kata lain, baik perang maupun damai
sama-sama memberikan kondisi perubahan yang familiar dari hari ke hari, yang masih dalam
jangkauan keadaan yang dapat diterima masyarakat, di mana masyarakat masih dapat
Page | 2
Erika . 0706291243 . Jurusan Ilmu Hubungan Internasional . Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.
Universitas Indonesia.

menyesuaikan dirinya. Berbeda dengan turbulensi. Turbulensi seringkali


menyajikan keadaan yang serba tidak pasti, di mana berbagai perubahan yang terjadi—baik
besar maupun kecil—dapat menjadi hal yang berbahaya dan mengancam, sehingga membuat
masyarakat menjadi kehilangan harapan dan frustasi. Jadi, paham turbulensi mengatakan
bahwa ada perubahan besar dalam dunia internasional, yang tadinya berpusat pada negara,
menjadi lebih terbuka terhadap aktor-aktor politik lain selain negara.
Sebelum munculnya turbulensi, negara memenuhi kebutuhannya secara swadaya, di
mana negara merupakan aktor satu-satunya dalam hubungan ekonomi politik global. Keadaan
ini berubah ketika turbulensi politik terjadi. Negara bukan lagi menjadi satu-satunya aktor,
tetapi muncul berbagai aktor lain yang juga memiliki peran yang hampir sama dengan negara
dalam hubungan ekonomi politik global. Karena itulah, globalisme lahir.
Globalisme adalah paham yang memfokuskan pembicaraannya pada ketergantungan
yang terjadi dalam kondisi ekonomi politik global. Dalam globalisme, terdapat 4 asumsi
penting yang digunakan oleh para globalis : 1). Para globalis berusaha memahami tingkah
laku politik pada setiap level masyarakat; tingkah laku para aktor individual dijelaskan oleh
sistem, yang menyediakan paksaan dan pilihan, 2). Globalis menekankan pentingnya analisis
sejarah dalam memahami sistem internasional, di mana bagi para globalis, pembagian dunia
yang penting adalah Utara-Selatan, 3). Hubungan ketergantungan yang terjadi antara negara
Utara dengan negara-negara miskin di Selatan akan mengakibatkan terciptanya suatu
mekanisme dominasi, 4). Sistem kapitalis dunia didasari pada faktor ekonomi, yang memaksa
Negara Dunia Ketiga berada pada posisi yang lebih lemah. Baik kaum globalis maupun kaum
realis sama-sama menekankan pentingnya sistem dalam mempengaruhi tingkah laku
aktor-aktornya, perbedaannya adalah globalis lebih memfokuskan pada produksi kapitalis,
sementara realis lebih kepada pemerataan kekuasaan. Para globalis, berbeda dengan realis,
lebih menekankan pada kedekatan hubungan antara sistem internasional dengan politik dalam
negeri. Sementara persamaan kaum globalis dengan kaum pluralis adalah keduanya
sama-sama menekankan bahwa ekonomi merupakan faktor yang penting dalam hubungan
internasional; bahwa institusi dan aktor berperan penting dalam suatu negara; dan keduanya
sama-sama berfokus pada isu sosial-ekonomi dan kesejahteraan.
Dalam perkembangannya, pemikiran para globalis banyak dipengaruhi oleh
Page | 3
Erika . 0706291243 . Jurusan Ilmu Hubungan Internasional . Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.
Universitas Indonesia.

pemikiran tokoh-tokoh terkenal seperti Karl Marx, Hobson, Lenin, dan


Luxemburg. Pandangan Marx yang mempengaruhi kaum globalis adalah: 1). Adanya
eksploitasi yang dilakukan oleh sekelompok orang pada orang banyak, 2). Kapitalis hanya
merupakan dialog yang pada akhirnya akan mendatangkan konflik-konflik, 3). Sebuah
masyarakat harus dipahami sebagai suatu kesatuan total, di mana interaksi setiap bagiannya
adalah penting. Sementara pandangan Hobson yang mempengaruhi para globalis adalah
pandangan mengenai imperialisme. Hobson mengatakan imperialisme adalah suatu bentuk
eksploitasi, yang ternyata tidak mendatangkan keuntungan bagi negara pelaksananya,
melainkan hanya mendatangkan keuntungan untuk beberapa pihak tertentu. Hobson juga
mengatakan bahwa imperialisme pada akhirnya akan mendatangkan perang, karena
negara-negara akan berlomba-lomba untuk merebut wilayah lain dan mengamankan
wilayahnya sendiri. Pengaruh yang ketiga, masih membicarakan imperialisme, datang dari
Lenin yaitu bahwa imperialisme terjadi karena paksaan ekonomi, karena negara-negara
kapitalis tidak mampu mengatasi krisis yang terjadi akibat kelebihan produksi dan rendahnya
daya beli masyarakat. Oleh karena itu, Lenin mengatakan imperialisme adalah jawaban bagi
kaum kapitalis untuk menyelamatkan diri mereka. Sama dengan Hobson, Lenin juga
mengatakan kompetisi yang terjadi antarnegara, sehubungan dengan imperialisme, pada
akhirnya akan membawa dunia pada perang dunia. Berbeda dengan ketiga tokoh sebelumnya,
Luxemburg menekankan pembicaraannya pada masalah revolusi dan reformasi. Ia
mengatakan revolusi, dengan mengubah secara total struktur masyarakat, merupakan
satu-satunya cara efektif untuk mentransformasi masyarakat. Sementara reformasi dipandang
sebagai bentuk penolakan pada Marxisme, yang melibatkan kompromi dengan kaum borjuis
sehingga pada akhirnya akan memperkuat kekuasaan kaum kapitalis.
Seperti yang dikatakan sebelumnya, globalisme adalah paham yang berfokus pada
ketergantungan yang terjadi dalam kondisi ekonomi politik global. Salah satu teori yang
dianut kaum globalis adalah teori dependensia. Dependensia sendiri dipahami sebagai
“kondisi di mana keadaan ekonomi beberapa negara diatur oleh pembangunan dan ekspansi
negara lain ..., yang menempatkan negara dependen pada posisi belakang yang dieksploitasi
oleh negara dominan”. ECLA (Economic Commission on Latin America) dan UNCTAD
(United Nations Conference on Trade and Development) mengamati tentang terjadinya
Page | 4
Erika . 0706291243 . Jurusan Ilmu Hubungan Internasional . Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.
Universitas Indonesia.

ekspor barang mentah dari Negara Sedang Berkembang (NSB), yang kemudian
diolah negara industri, dan akhirnya diekspor kembali oleh negara industri dalam bentuk
barang jadi ke NSB. Ini menyebabkan suatu ketergantungan dari NSB kepada negara-negara
industri, karena mereka tidak dapat mencukupi sendiri berbagai kebutuhannya. Beberapa dari
NSB pada akhirnya dapat berkembang, namun hal itu hanya dapat terjadi apabila negara
berkembang bergantung pada ekspor bahan mentah/hasil pertanian dari NSB. Pada kasus
Amerika Latin, yang terjadi adalah suatu keterkurungan yang diakibatkan oleh besarnya
kekuasaan kapitalis, juga oleh kondisi politik, sosial, dan hubungan budaya mereka dengan
negara-negara kapitalis, yang pada akhirnya menghasilkan suatu bentuk dominasi.
Berbagai faktor internal dan eksternal yang terjadi menyebabkan perkembangan
yang dialami suatu negara berbeda dengan negara lainnya. Oleh karena itu, pengamat teori
dependensia tidak mengatakan stagnasi ekonomi di NSB itu kekal. Mereka mengatakan,
ketergantungan yang terjadi akan mempertajam perbedaan sosial, yang pada akhirnya akan
menyebabkan besarnya campur-tangan dunia luar pada kondisi ekonomi Negara Dunia
Ketiga.
Selain Teori Dependensia, para globalis juga menganut perspektif sistem kapitalis
dunia. Perspektif sistem kapitalis dunia ini mempunyai dua sudut pandang yang berbeda
dengan Teori Dependensia. Perbedaan pertama adalah, perspektif sistem kapitalis dunia ini
tidak hanya memusatkan perhatian pada ketidakberhasilan pembangunan di Negara Dunia
Ketiga, tetapi juga pada pembangunan ekonomi, politik, dan sosial di seluruh dunia.
Perbedaan kedua adalah perspektif ini bertujuan untuk memahami fakta dari beberapa
kejadian dunia yang terjadi pada waktu tertentu dalam sejarah, yang berkaitan dengan
perkembangan kehidupan ekonomi politik dunia. Dengan kata lain, perspektif ini lebih
menekankan sisi sejarah sebagai unsur yang penting dalam mempelajari perkembangan
ekonomi politik dunia.
Dalam perspektif sistem kapitalis dunia, tokoh yang paling berpengaruh adalah
Immanuel Wallerstein. Menurut Wallerstein, dunia terbagi menjadi 3 daerah, yaitu daerah
teras (core), daerah periferi, dan daeran semi-periferi. Daerah teras (core) meliputi daerah
dengan aktivitas ekonomi termaju, seperti pembangunan kapal. Bank, dan lain-lain. Daerah
periferi adalah daerah yang menyediakan bahan mentah; di mana pada daerah periferi, tidak
Page | 5
Erika . 0706291243 . Jurusan Ilmu Hubungan Internasional . Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.
Universitas Indonesia.

terdapat teknologi maju. Sementara daerah semi-periferi adalah daerah di mana


terdapat pencampuran aktivitas produksi dari daerah teras dan daerah periferi. Pada
pemikirannya, Wallerstein menekankan bahwa daerah periferi adalah daerah yang lemah dan
tidak dapat mengontrol dirinya sendiri, sementara daerah teras (core) adalah daerah yang
dominan secara ekonomi, politik, dan militer.
Wallerstein dan para globalis berpendapat, ada beberapa persamaan antara
globalisme dan realisme. Persamaan itu adalah Wallerstein, seperti kaum realis, juga
menggunakan teori sistem level, walupun Wallerstein lebih menekankan pada faktor ekonomi.
Persamaan kedua adalah realis dan Wallerstein sama-sama menyebutkan mengenai
pentingnya anarki, yang berarti tidak adanya kekuasaan politik yang dikuasai oleh salah satu
negara, dalam sistem dunia. Perbedaannya adalah bagi realis, anarki dapat memperbaiki
stabilitas, politik internasional, perang, dan dapat digunakan untuk pemerataan kekuasaan;
sementara bagi globalis, anarki politik akan memfasilitasi pembangunan dan penyebaran
kapitalisme dunia, sehingga pada akhirnya terciptalah pembagian daerah ekonomi menjadi
daerah teras, periferi, dan semi-periferi. Wallerstein juga menyebutkan beberapa perbedaan
antara kaum realis dan globalis. Perbedaan pertama adalah bagi Wallerstein, eksistensi dan
distribusi kekuasaan tidak dapat dijelaskan dengan tanpa memperhatikan tatanan ekonominya.
Di sini Wallerstein kembali menekankan pentingnya faktor ekonomi dalam pemikiran para
globalis. Perbedaan kedua adalah walaupun negara dan keadaan politiknya penting bagi para
globalis, keduanya tetaplah harus dianalisis dari konteks sistem kapitalis dunia.
Globalisme dikritik sebagai paham yang terlalu sempit ruang lingkupnya dalam
menjelaskan masalah-masalah yang terjadi di dunia global. Seperti misalnya globalisme tidak
mampu menjelaskan situasi kondisi yang terjadi sebelum abad ke-15. Karena ruang
lingkupnya yang terlalu sempit, globalisasi bahkan tidak dapat menunjukkan hubungan
kausalitas yang jelas mengenai penyebab adanya dependensia.
Jadi, globalisme adalah paham yang meyakini adanya ketergantungan dalam dunia
ekonomi politik global. Sehubungan dengan ketergantungan tersebut, globalisme menganut
teori dependensia juga teori sistem kapitalis dunia. Namun, globalisme tidak serta-merta
mampu menjelaskan semuanya, dikarenakan ruang lingkupnya yang sempit.

Page | 6

You might also like