You are on page 1of 28

Final Report

BAB
8
PERENCANAAN
DETAIL
8.1

JARINGAN IRIGASI

8.1.1

Kriteria Desain Saluran

8.1.1.1 Persamaan Dimensi Saluran


Dalam mendesain saluran irigasi ini disesuaikan dengan standar Kriteria Perencanaan
Irigasi Ditjen Pengairan Departemen PU tahun 1986 serta mengacu pada Laporan Kriteria
Desain Pendukung Proyek Irigasi Sulawesi Utara.
Saluran yang akan direncanakan didesain dengan menggunakan rumus Stricler :
Q V * A
V k * R 2 / 3 * I 1/ 2

Daftar simbol yang biasanya dipakai adalah :


A=

Luas basah Penampang

(m2)

B=

Lebar Dasar Saluran

(m)

D=

Kedalaman Hidrolis Rata-rata

(m)

h=

Kedalaman air

(m)

i =

Kemiringan memanjang Saluran

(m/m)

m=

Kemiringan Talud

n=

B/h

P=

Keliling Basah

(m)

Qp =

Debit Rencana

(m3/dtk)

R=

jari-jari Hidrolis

(m)

T=

Lebar Permukaan air

(m)

V=

Kecepatan Aliran

(m/dtk)

W=

Waking/Jagaan

(m)

(1 tegak:m datar)

Tabel 8.1 Rumus rumus untuk menghitung hidrolis saluran

SID Embung Lua, Jaringan Air Baku dan Jaringan Irigasi Menebel, Roboh

8-1

Final Report

Faktor
A =
=
8.1.1.2
P =
=
T =
R =
D =

Rumus Umum
(Bh + mh2)
h (B + mh)
(B + 2 x)
B + 2 h (1 + m2)0.5
(B + 2 m h)
A/P
A/T

Rumus dengan m = 1.0


(Bh + h2)
h ( b+h)
( B + 2x )
B + 2 h (1,414)
(B + 2h)
A/P
A/T

Debit

Rencana
A. Debit Untuk Irigasi
Debit rencana dihitung dengan cara yang termuat dalam KP-03, Bagian 2.2.
Debit rencana

Qp [C * ( NFR ) * A] / e

Dimana :

= Koefisien Golongan (tanpa golongan resmi, C = 1.0)

NFR

= Kebutuhan netto air di sawah (lt/dtk/ha)

= luas daerah yang diari (Ha)

= Efisiensi Irigasi secara keseluruhan

Jika tidak diperoleh data terinci, dapat digunakan nilai e sebagai berikut :

pada tingkat tersier, et

: 0.80

pada tingkat saluran sekuender, es

: 0.72

pada tingkat saluran primer, ep

: 0.65

B. Debit untuk saluran fungsi ganda


Untuk saluran-saluran yang membawa aliran air buangan, kapasitas dari saluran harus
diperiksa dengan debit totalnya.
= Qt 0.7 * Qp Qd

Debit Total
Dimana :

Qp

= Debit Rencana irigasi

Qd

= Debit Kemulatif aliran buangan yang masuk

8.1.1.3 Kecepatan Rencana


a. Kemiringan Saluran
Kemiringan memanjang rencana (I) sedapat mungkin disesuaikan dengan kemiringan
di lapangan/lahan. Untuk daerah yang curam, kemiringan rencana harus dipilih
sehingga kecepatan yang didapat tidak melampaui kecepatan maksimum izin.

b. Saluran Tanpa Pasangan

SID Embung Lua, Jaringan Air Baku dan Jaringan Irigasi Menebel, Roboh

8-2

Final Report

Kecepatan minimum saluran primer dan sekuender tanpa pasangan pada debit
rencana adalah 0.20 m/dtk.
Metode ini menerapkan kecepatan maksimum yang diijinkan untuk saluran tanpa
pasangan dibahas dalam KP-03 bagian 3.2.4. bila sifat-sifat tanahnya tak diketahui,
kecepatan dasar yang diijinkan Vb.a untuk saluran yang ada dapat juga diperoleh dari
tabel. Untuk dibandingkan dengan kecepatan dari desain, V, kecepatan desain harus
dikoreksi menjadi :
Kecepatan Desain

: Vb.d V
f

Dimana :

: h 1/6

: kedalaman air

c. Saluran Pasangan
Untuk saluran dengan pasangan, kecepatan maksimum yang diijinkan adalah :

Pasangan Batu

: 2 m/dtk

Pasangan Beton

: 3 m/dtk

8.1.1.4 Tinggi Jagaan Saluran


Untuk saluran-saluran primer dan sekuender, tinggi jagaan minimal diatas elevasi muka air
rencana harus diberikan sesuai dengan Tabel berikut (Sumber : KP-03 Tabel 3.4.4.3)
Tabel 8.2 Tinggi Jagaan untuk Qp

Qp
(m3/dtk)

Tanggul
W (m)

Jagaan Pasangan
W (m)

< 0,5
0,5 1.5
1.5 5.0
5.0 10.0
10.0 15.0
> 15.0

0.40
0.50
0.60
0.75
0.85
1.00

0.20
0.20
0.25
0.30
0.40
0.50

Untuk saluran-saluran yang membawa aliran air buangan, (saluran berfungsi ganda) tinggi
jagaan yang harus diberikan pada debit totalnya Qt, yang besarnya seperti tabel berikut:

SID Embung Lua, Jaringan Air Baku dan Jaringan Irigasi Menebel, Roboh

8-3

Final Report

Tabel 8.3 Tinggi Jagaan Saluran Minimum untuk Qt

QT
(m /dtk)

Tanggul
W (m)

Jagaan Pasangan
(m)

< 0.5
0.5 1.5
1.5 5.0
5.0 10.0
10.0 15.0
> 15.0

0.20
0.30
0.40
0.55
0.65
0.80

0
0
0.05
0.10
0.20
0.30

Untuk saluran fungsi ganda ini, elevasi tanggul direncanakan nilai paling tinggi yang
didapat dari Tabel Qp dan tabel Qt.
8.1.1.5 Tinggi Muka Air Yang Diperlukan
Tinggi minimum muka air air di saluran-saluran primer dan sekuender yang ada, dengan
memperhitungkan penggenangan di sawah, kehilangan tinggi energi di sistem tersier dan
kuarter, serta kehilangan tinggi energi di bangunan pengambilan dan pengukur. Metode
yang dipakai untuk menghitung hidrolis desainnya dijelaskan dalam KP-03, bagian 3.4.1.
Semua bangunan sadap harus didesain sedemikian sehingga tinggi muka air yang
dibutuhkan untuk debit pengambilan 100% pada tersier bisa dilakukan pada saluran
induk/sekuender hanya membawa aliran sebesar 70% dari debit puncaknya.
8.1.1.6 Desain Hidraulis Untuk saluran Tanah
Pada prinsipnya, saluran harus didesain sehingga :

Kecepatan dasar saluran Vb.d < kecepatan dasar ijin Vb.a, supaya tidak terjadi
penggerusan

Nilai I.R1/2 membesar dari hulu ke hilir, supaya tidak terjadi pengendapan
Tabel 8.4 Nilai-nilai k untuk Saluran Tanah

Saluran
Tersier
Sekuender 1 induk
0 < Q < 1 (m3/dtk)
1 < Q < 5 (m3/dtk)
5 < Q < 10 (m3/dtk)
Q > 10 (m3/dtk)

SID Embung Lua, Jaringan Air Baku dan Jaringan Irigasi Menebel, Roboh

K
35
35
40
42.5
45

8-4

Final Report

Tabel 8.5 Nilai-nilai k untuk Saluran Tanah

Saluran

Pasangan Batu
1 sisi
2 sisi
penuh
Pasangan Beton
1 sisi
2 sisi
penuh
Saluran pasangan batu diplester
atau beton besi dan talang besi

40
42
50
45
50
70
75

Tabel 8.6 Parameter Desain untuk saluran Tanah Biasa

Debit
(m3/dtk)

Kemiringan Talud

Perbandingan

Faktor Kekasaran

(1:m)

n(b/h)

(K)

0.15 0.30
0.30 0.50
0.50 0.75
0.75 1.0
1.0 1.50
1.50 3.00
3.00 4.50
4.50 5.00
5.00 6.00
6.00 7.50
7.50 9.00
9.00 10.00
10.00 11.00
11.00 15.00
15.00 25.00
25.00 40.00

1.0
1.0
1.0
1.0
1.0
1.5
1.5
1.5
1.5
1.5
1.5
1.5
2.0
2.0
2.0
2.0

1.0
1.0 1.2
1.2 1.3
1.3 1.5
1.5 1.8
1.8 2.3
2.3 2.7
2.7 2.9
2.9 3.1
3.1 3.5
3.5 3.7
3.7 3.9
3.9 4.2
4.2 4.9
4.9 6.5
6.5 9.0

35
35
35
35
40
40
40
40
42.5
42.5
42.5
42.5
45
45
45
45

8.1.2

KRITERIA DASAR SALURAN

SID Embung Lua, Jaringan Air Baku dan Jaringan Irigasi Menebel, Roboh

8-5

Final Report

8.1.2.1 Bendung
A. Perhitungan Tinggi Air Sungai di Hilir Bendung
i. Rumus Pengaliran
Dimana :

87

QC*

R*I * A

ci koef .Pengaliranrata rata


n

1.75

A
Jari jari , Hidrolis
P

: Jumlah Penampang melintang Sungai

ii. Tinggi Air Sungai di Hilir Bendung

Untuk menghitung tinggi muka air sungai di hilir bendung dilakukan dengan cara
tabelaris dan lengkung debit.
B. Perhitungan Hidrolik Pelimpah Mercu Bulat
i. Rumus Pengaliran

: Q C0 * C1 * C2 * f * Be * Ho * 2 * g * H1 H 2

Dimana :

Co

: Koefisien pengaliran fungsi H1/r1, untuk P/H1

C1

: Koefisien Pengaliran fungsi P/H1

C2

: Koefisien pengaliran fungsi P/H1 dan kemiringan muka udik


Pelimpah

: Koefisien pengaliran fungsi H2/H1

H1

: Tinggi energi di Udik dan di atas mercu

H2

: Tinggi energi di hilir dan di atas mercu

: percepatan gravitasi

: Jari-jari mercu

Ho

: Tinggi Air di atas mercu

Be

: ( B 2 (n * kp + ka) *H1)

: Lebar Bukaan

: Jumlah Pilar

kp

: Koefisien kontraksi Pilar

kp

: 0.02 untuk pilar persegi yang sudutnya dibulatkan r=0.1*tebal

ii. Dimensi Hidrolik

SID Embung Lua, Jaringan Air Baku dan Jaringan Irigasi Menebel, Roboh

8-6

Final Report

kp

: 0.01, untuk pilar yang dibulatkan dengan r = 0.5 tebal

kp

: 0.00, untuk pilar yang diruncingkan

ka

: koefisien kontraksi tembok pengiring dan sayap

ka

: 0.20, tembok sayap 900 arah aliran

ka

: 0.10, tembok sayap 900 arah aliran dan


0.5 H1 > r > 0.15 H1

: 0, tembok sayap < 450 dan dibulatkan r > 0.5 H1

ka

C. Perhitungan Hidrolik Ruang Olakan Air Loncat


3
i. Tinggi Air di Kaki Pelimpah Q: B * V1 * Y1.......( m / dtk )

Dimana :

: Lebar ruang olakan

V1

2* g
1
( H1 Z
2

H1

: Tinggi energi di atas mercu

: tinggi mercu di atas lantai kolam olakan

: Percepatan Gravitasi

Y1

: Tinggi air di ujung muka hilir pelimpah

ii. Tinggi Air Loncat

Dimana :

1
* Y1
2

Y2

Y2

: Tinggi air loncat

F1

V1
g * Y1

iii. Panjang Air Loncat

(1 8 * F1 1)

Bil.Froude
L j 5 * Y2

Dimana :

Lj

: Panjang Ambang lantai ruang olakan

Y2

: Tinggi Air Loncat

D. Perhitungan Hidrolik Ruang Olakan Bulat


i. Tinggi Air kritis diatas mercu

Dimana :

q2

hc
g

1/ 3

: Tinggi kritis di atas mercu


Q

debit / lebar
B

ii. Jari-jari Kolam Olakan

R:min
hc

E. Perhitungan Hidrolik Panjang Rembesan di bawah Pondasi


Lane L C * L * H
SID Embung Lua, Jaringan Air Baku dan Jaringan Irigasi Menebel, Roboh

Lv 3 Lh
8-7

Final Report

i. Panjang Rembesan

Dimana :

: Panjang rembesan

CL

: Koefisien Rembesan tanah

Lv

: Panjang rembesan vertikal

Lh

: Panjang rembesan horizontal

: H1 H2 = perbedaan tinggi energi di udik dan di hilir pelimpah

H1

: Tinggi Energi di udik mercu

H2

: Tinggi Energi di udik ruang olakan

ii. Nilai-nilai CL
Nilai-nilai CL untuk berbagai jenis tanah menutut lane adalah seperti tersebut dalam
tabel di bawah ini, angka rembesan diambil :

100%, kalau tidak ada pembuang rembesan

80%, kalau ada pembuang rembesan tetapi tidak ada jaringan pembuang

70%, kalau ada jaringan rembesan dan pembuang


Tabel 8.7 Nilai Koefisien Rembesan Lane

Jenis Tanah Pondasi


Pasir sangat halus atau lanau (SIH)
Pasir Halus (Silty Sand)
Pasir Sedang (Fine Sand)
Pasir Kasar (Course Sand)
Kerikil halus
Kerikil sedang
Kerikil kasar
Bongkah dan kerikil
Lempung lunak
Lempung sedang
Lempung keras
Lempung sangat keras

Cl
8.50
7.00
6.00
5.00
4.00
3.50
3.00
2.50
3.00
2.00
1.80
1.60

8.1.2.2 Bangunan Ukur


Dalam tiap jaringan irigasi, maksimum dua tipe bangunan ukur yang boleh dipakai untuk
menyederhanakan jaringan tersebut. Tipe ketiga dapat dipakai pada bangunan utama pada
awal saluran induk.

Pemilihan tipe bangunan ukur pada dasarnya tergantung dari faktor0faktor berikut :

SID Embung Lua, Jaringan Air Baku dan Jaringan Irigasi Menebel, Roboh

8-8

Final Report

Tipe bangunan ukur yang sudah ada di jaringan utama (ika ada)

Fluktuasi muka air saluran

Beda tinggi energi yang tersedia

Banyaknya endapan di saluran

Kemudahan eksploitasi dan pemeliharaan

Biaya konstruksi

Pemilihan bangunan-bangunan yang digunakan untuk suatu daerah irigasi harus dilakukan
sebagai berikut:
a. Umum
i. Di suatu jaringan irigasi teknis yang lama, bangunan ukur yang ada harus
dievaluasi kembali. Bangunan-bangunan yang bekerja dengan benar/baik
harus dipertahankan.
ii. Bila fluktuasi debit saluran pembawa besar karena aliran drainase masuk,
penggunaan pintu romijn harus dikesampingkan, karena tipe-tipe standar,
yang mempunyai standar gerak pintu, tidak dapat digunakan untuk mengikuti
perubahan-perubahan besar pada elevasi muka saluran pembawa. Dalam hal
ini, sadap saluran sekuender dan tersier harus menggunakan pintu sorong
dengan bangunan ukur di hilir yang terpisah, yang dipilih dari tipe yang sesuai
untuk daerah irigasi rencana adalah ambang lebar
b. Alat ukur Ambang Lebar
i. Tipe 1
Ini merupakan tipe bangunan yang dianjurkan untuk saluran-saluran
sekuender jika kehilangan tinggi energi yang ada pada debit rencana lebih
dari 0.3 m
ii. Tipe 3
Ini merupakan bangunan ambang lebar yang disederhanakan, dimana
ambang dikonstruksi pada dinding vertikal yang dibangun melintang saluran,
tanpa dinding sisi pararel. Bangunan ini lebih murah daripada Tipe 1 dan 2,
pada debit rencana lebih besar dari 0.25 m.
iii. Persamaan Debit
Q C d * Cv *

2 2* g
*

3 3

1/ 2

* b * h3 / 2

h1
P1

P2
L

SID Embung Lua, Jaringan Air Baku dan Jaringan Irigasi Menebel, Roboh

8-9

Final Report

Di mana :
Q

= debit aliran (m3/det)

Cd = koefisien debit, 0,93 + 0,10 H1/L untuk 0,1 < H1/L < 1,0, di mana
H1

= tinggi energi hulu (m)

= panjang mercu (m)

Cv = koefisien kecepatan datang (m/det)


g

= percepatan gravitasi (m/det2)

bc

= lebar mercu (m)

h1

= kedalaman air hulu terhadap ambang bangunan ukur (m)

Tabel 8.8 berikut memuat standar dimensi untuk Bangunan Ambang Lebar Tipe 3 dari tabel
tersebut kita dapat menentukan ukuran dimensi yang akan digunakan berdasarkan
besarnya debit pada saluran yang akan direncanakan.
Tabel 8.8 Dimensi Untuk Standar Bangunan Ukur Ambang Lebar Tipe 3

Lebar Mercu
Tinggi Air Minimum
Tinggi Air
Maksimum
Debit Minimum
(lt/dtk)
Debit Maksimum
(lt/dtk)
Batas Umum Qp
Untuk menentukan
B1
*Tebal Mercu
*Jari-jari Mercu
* Jari-jari Dinding
Kedalaman hulu
min
Dibawah mercu
Kedalaman hilir
min
Dibawah mercu
Jrk Min dari mercu
Ke dinding tepi
Tinggi Dinding Min
Diatas mercu
Lebar dasar min.

B1 =
(m)
H(mim)
H(mak)

0.3
ST
0.06
0.25

0.40
ST
0.06
0.28

0.50
ST
0.06
0.34

0.60
ST
0.06
0.40

0.80

1.00

1.25

1.50

0.06
0.40

0.07
0.45

0.08
0.50

0.08
0.05

Q min
Q mak

8
64

10
101

13
170

15
260

20
346

32
516

48
757

58
907

(lt/dtk)

<60

60
100

100
170

170
260

260
340

340
500

500
750

750
900

L (m)
R (m)
R (m)
P min
(m)

0.5
0.05
0.05
0.20

0.6
0.1
0.1
0.25

0.70
0.10
0.1
0.25

0.80
0.10
0.10
0.30

0.80
0.10
0.10
0.30

0.90
0.10
0.15
0.30

1.00
0.10
0.20
0.40

1.00
0.10
0.30
0.40

P min
(m)

0.30

0.35

0.40

0.45

0.50

0.50

0.60

0.60

e min
(m)
T min
(m)
B2 min

0.20

0.25

0.25

0.30

0.30

0.30

0.40

0.40

0.55

0.60

0.65

0.80

0.80

0.85

1.00

1.00

0.40

0.60

0.75

0.90

1.00

1.25

1.50

1.80

SID Embung Lua, Jaringan Air Baku dan Jaringan Irigasi Menebel, Roboh

8 - 10

Final Report

Saluran hulu
*Jarak dari mistar
ukur
hulu ke mercu
Panjang Min, Pas
Batu kosong di hilir

(m)
F
(m)

0.60

0.70

0.80

1.00

1.00

1.25

1.25

1.25

1.5

2.00

2.50

3.00

3.00

3.50

4.00

4.00

Y min
(m)

Catatan : * = Dimensi tetap


ST = Lebar Standar untuk sadap tersier Tipe 1
8.1.2.3 Bangunan Sadap
Pada beberapa kondisi, pemilihan sadap pipa dianjurkan, apabila tersedia head loss yang
mencukupi. Beberapa keuntungannya dibandingkan sadap dengan saluran terbuika
adalah:

Debit yang masuk ke petak tersier bisa dibatasi oleh diameter pipanya

Bisa diletakan di bawah jalan inspeksi, tanpa perlu membangun jembatan seperti
lainnya kalau pada saluran terbuka

Disarankan dimana situasi lapangan memungkinkan, untuk memakai tipe sadap pipa.
Pada album gambar standart perencanaan irigasi telah disediakan 4 tipe standar sebagai
berikut:

Tipe 1 : dengan bangunan ukur ambang lebar

Tipe 2 : dengan alat ukur flum, petak tersier terkecil 10 Ha

Tipe 3 : dengan alat ukur cipoleti, petak tersier terbesar 10 Ha

Tipe 4 : dengan pipa PVC dan got miring, petak tersier kecil di perbukitan

1) Bangunan sadap sekunder


Bangunan sadap sekunder akan memberi air ke saluran sekunder dan melayani
lebih dari satu petak tersier. Kapasitas bangunan-bangunan sadap ini lebih dari
sekitar 0,25 m3/det. Tipe bangunan yang dipakai untuk bangunan sadap dalam
perencanaan adalah pintu aliran bawah dengan alat ukur ambang lebar.
2) Bangunan sadap tersier
Bangunan sadap tersier akan memberi air kepada petak-petak tersier. Kapasitas
bangunan sadap ini berkisar antara 50 l/det sampai 250 l/det.
8.1.2.4 Bangunan Pengatur
Bangunan pengatur adalah bangunan yang mengatur pembagian ke seluruh petak sawah.
Pada buku Standart Perencanaan Irigasi indonesia, bangunan pengatur terdiri dari 3 buah,
yaitu :

SID Embung Lua, Jaringan Air Baku dan Jaringan Irigasi Menebel, Roboh

8 - 11

Final Report

Ambang Bulat

Ambang Lebar

Balok sekat

Dan Pintu Sorong.

Dimana Rumus umum yang berlaku pada bangunan pengatur adalah :

Q Cd * Cv * 1,704 * b * h11,5
Dimana :

Cd

: Koefisien Pengaliran

Cv

: Koefisien Pengaliran khusus buat balok sekat

: Panjang Mercu/ balok

h1

: Tinggi air di udik dan di atas mercu

8.1.2.5 Bangunan Terjun


Bangunan terjun diperlukan jika kemiringan permukaan tanah lebih curam daripada
kemiringan maksimum saluran yang diizinkan. Rumus hidrolis bangunan terjun tersebut
adalah sebagai berikut ;
Q Cd *

2
3

2
g * B * H 3/ 2
3

Di mana :

= debit aliran (m3/det)

Cd

= koefisien debit, 0,93 + 0,10 H1/L

= panjang bagian pengontrol (m)

= percepatan gravitasi (m/det2)

= lebar bukaan pengontrol (m)

= kedalaman energi (m)

8.1.2.6 Bangunan Got Miring


Bila saluran irigasi terletak pada medan yang curam dan panjang dengan tinggi terjun > 3.0
meter maka lebih tepat apabila dibangun Got Miring. Untuk lebih jelas dapat dilihat di buku
Standar Perencanaan Irigasi Indonesia
Dimensi dan parameter desainnya adalah sebagai berikut :

Qd

: Debit Rencana

: Kemiringan Saluran

H1

: Kedalaman Air di Hulu

SID Embung Lua, Jaringan Air Baku dan Jaringan Irigasi Menebel, Roboh

8 - 12

Final Report

H2

: Kedalaman air di Udik

b1 = b3

: Lebar saluran di hulu dan di udik

Eo

: Muka air di hulu

E1

: Muka Air di Hilir

: Beda Tinggi

: Panjang Got Miring

8.1.2.7 Bangunan Gorong-gorong


Rumus hidrolis :
Q = . A 2gz
Dimana :

Q =

Debit (m3/dt)

Koefisien debit, 0,80

percepatan gravitasi (m/det2)

= kehilangan tinggi energi (m)

= luas penampang (m2)

8.1.2.8 Bangunan Pelimpah Samping


Standar gambar diberilan dalam album standar penggambaran Kriteria Perencanaan
Irigasi Indonesia untuk bangunan pelimpah samping dengan pintu penguras. Bangunan ini
harus diletakkan di udik bangunan pengatur atau bangunan ukur, atau tipe bangunan lain
yang akan berfungsi sebagai pembatas, sehingga muka air saluran pembawa di hilir
pelimpah akan naik pada waktu debit berlebihan, menyebabkan aliran yang terbendung
melimpas di atas pelimpah. Pintu penguras hanya digunakan untuk menggelontorkan
endapan yang akan mengendap di hulu. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada buku Kriteria
Perencanaan.
8.1.2.9 Bangunan Talang Persegi
Rumus aliran yang digunakan untuk merencanakan bangunan talang adalah sebagai
berikut ;
Q = F . k . R2/3 . I1/2
di mana :

Q = debit (m3/det)

F = Luas penampang basah (m2)

k = koefisien kekasaran

R = jari-jari hidrolis talang (m)

I = kemiringan talang

SID Embung Lua, Jaringan Air Baku dan Jaringan Irigasi Menebel, Roboh

8 - 13

Final Report

Kehilangan energi yang terjadi pada talang adalah :


Ztotal = Z1 + Z2 + Z3 + Z4
di mana :

Z = kehilangan energi total (m)

Z1 = kehilangan energi pada pemasukan (m)

Z2 = kehilangan energi akibat kemiringan talang (m)

Z3 = kehilangan energi akibat gesekan sepanjang talang (m)

Z4 = kehilangan energi pada saat keluar (m)

8.1.3

KRITERIA DESAIN STRUKTUR

8.1.3.1 Berat Volume Bahan Bangunan


Berat volume massa untuk berbagai jenis bahan konstruksi yang diperhitungkan adalah
beban mati dan beban bergerak. Beban mati adalah beban yang timbul akibat dari berat
bangunan itu sendiri. Sedangkan beban bergerak dapat disebutkan manusia, hewan dan
kendaraan. Kendaraan disini adalah kendaraan yang dipakai pada standar Dinas Bina
marga. Berat jenis bahan konstruksi sesuai dengan standar yang berlaku di Indonesia.
a. Tekanan Tanah Horizontal Pada Tembok
i. Aktif

: Ea

: Ka.gH12 2c.H1ka

ii. Pasif

: Ep

: Ka.gH12 + 2c.H1ka

Dimana

Ea : Tekanan Tanah Aktif (Kn/m)

Ep : Tekanan Tanah Pasif (Kn/m)

Ka : Koefisien tekanan aktif

Kp : Koefisien tekanan pasif

H1 : Tinggi Tanah Tekanan aktif

: Berat Volume Tanah

b. Nilai nilai Q dan C


Nilai-nilai Q (Sudut geser dalam) dan C (Kohesi) tanah disajikan dalam tabel berikut ini,
Tabel 8.9 Jenis Tanah dan Nilai Q dan C

Jenis Tanah

Pasir Lepas
Pasir Padat
Pasir Lempung
Lempung

27 30
30 33
18 22
15 - 30

0
0
36
1-6

SID Embung Lua, Jaringan Air Baku dan Jaringan Irigasi Menebel, Roboh

8 - 14

Final Report

Adapun parameter tanah lainnya yang diperhitungkan dalam mendesain bangunan utama,
antara lain adalah :

Tekanan Aktif Lumpur

Tekanan Horizontal Air

Tekanan Angkat air

Tekanan Gempa

Tekanan izin

8.1.3.2 Faktor Keamanan


Faktor keamanan adalah salah satu faktor yang sangat diperhatikan dalam pendesaianan
bangunan utama. Faktor ini memberikan nilai koreksi terhadap angka yang diijinkan dalam
mendesain. Biasanya besaran ini menunjukkan tingkat keselamatan ataupun nilai
konservatif dalam perancangan. Yang termasuk dalam dalam faktor keamanan adalah :

Angka Rembesan

SF terhadap Guling

SF terhadap Geser

SF terhadap daya Dukung Tanah

SF terhadap Stabilitas Lereng Tebing

SF terhadap Penurunan Tanah

Agar lebih jelas terhadap penggunaan rumus dan faktor keamanan tersebut diatas dapat
dilihat pada buku Kriteria Perencanaan Standar Perencanaan Irigasi Indonesia, ataupun
literaur-literatur maupun referensi lain yang dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.

8.2

JARINGAN AIR BAKU

Kebutuhan air baku untuk Desa Bantik, Kota Beo dan kemungkinan pengembangan
Pelabuhan Beo, ditunjukkan pada tabel berikut:

Tabel 8.10 Kebutuhan Air Baku Tahun 2025


No
1
2
3

Komponen
Penduduk Kota Beo
Penduduk Kota Bantik
Pelabuhan

Jml. Pend.

Keb. Air (l/hari)

6,389
2,116

7.39
2.45
1.00

Jumlah

SID Embung Lua, Jaringan Air Baku dan Jaringan Irigasi Menebel, Roboh

10.84

8 - 15

Final Report

8.2.1

Bangunan Intake

8.2.1.1 Bar Screen


a. Fungsi
Bar screen berfungsi untuk menyisihkan bahan-bahan kasar dan zat padat lain
yangmengapung dalam air sungai, misalnya kayu daun-daunan, bangkai binatang, dan lain
lain.
b. Kriteria Perencanaan
-

Jarak kisi-kisi : 2,54 cm

Perletakan kisi dengan kemiringan 60

Kisi bulat diameter 12.7 mm

Faktor Kerchmer = 1,79

Kecepatan aliran melalui kisi 0,90 m/det

c. Perhitungan
c.1. Sketsa gambar

c.2. Dimensi Screen


Q = A . V , dimana Q = debit rencana
V = kecepatan aliran melalui kisi
A = d . B / Sin

, dimana
d = ketebalan air ( direncanakan sesuai dengan
kondisi muka air minimum dari sungai yang
disadap.
B = lebar total bukaan saringan
= 60

W = B + n . a , dimana n = jumlah kisi


a = tebal kisi
n = B/b1
SID Embung Lua, Jaringan Air Baku dan Jaringan Irigasi Menebel, Roboh

8 - 16

Final Report

c.3. Head Loss


Formula:
H=

( a / b ) 4/3

V 2 / 2g . Sin

dimana
H = head loss ( ft )
= 1,79
a = ( inch )
b=

( inch )

V=

( ft / sec )

60

g=

31.75 ft / sec 2

8.2.1.2 Pintu Penyadap


a. Fungsi
Pintu Penyadap berfungsi untuk mengatur pengambilan air dari sungai sesuai kebutuhan.
b. Kriteria Perencanaan
- Kecepatan aliran V = 0,5 m / det
c. Perhitungan
Q = V .A
dengan Q yang ditentukan dari kebutuhan, A dapat diketahui. Tinggi bukaan pintu = d
adalah pada kondisi muka air minimum sungai, sehingga b = lebar bukaan pintu dapat
dihitung dengan A/d untuk menentukan jenis dan dimensinya.

8.2.1.3 Pintu Penyekat


Pintu penyekat berfungsi untuk memisahkan bak air dengan bagian lain dari intake,
misalnya bila sewaktu waktu ada perbaikan. Lewat pintu penyekat ini harus dapat dialirkan
debit sebesar debit penyadap dari intake.

8.2.1.4 Alat Ukur


Alat ukur berfungsi untuk mengukur debit air yang akan disalurkan ke IPA.

SID Embung Lua, Jaringan Air Baku dan Jaringan Irigasi Menebel, Roboh

8 - 17

Final Report

8.2.1.5 Driving Head pada Pipa


Pada pipa out take diberi anti vorteks , agar tidak terjadi vorteks yang mana menyertakan
gelembung-gelembung udara, sehingga membahayakan pipa.

Tinggi air diatas pipa juga harus cukup agar tidak terjadi hisapan. Tinggi minimum yang
diperlukan :
H = ( 1 + k ) V2 / 2g, yang mana k = faktor gesekan
V = kecepatan air dalam pipa

8.2.1.6 Bak Pengumpul


a. Fungsi
Untuk menampung curahan air dari intake yang kemudian akan dialirkan ke bak penenang
b. Kriteria Disain
-

Waktu retensi 5 menit

8.2.1.7 Bak Penenang


a. Fungsi
Bak penenang dibuat dengan maksud agar air yang memesuki pipa transmisi dalam
keadaan steady. Antara bak penenang dan bak pengumpul dibatasi oleh pintu sekat untuk
keperluan perbaikan bak penenang.
b. Kriteria Disain
-

Waktu retensi 5 menit

8.2.1.8 Penguras
a. Fungsi
Penguras dimaksud untuk membersihkan bangunan intake dari endapan Lumpur.

SID Embung Lua, Jaringan Air Baku dan Jaringan Irigasi Menebel, Roboh

8 - 18

Final Report

b. Kriteria Perencanaan
-

Kecepatan aliran harus tinggi, +/- 2.50 m/det, dengan demikian diharapkan endapan
lumpur dapatterbawa aliran.

8.2.2

Pipa Transmisi Air Baku

Pipa transmisi air baku berfungsi untuk memindahkan air baku dari kali Lua dengan
bantuan bendung Lua yang sudah ada, dengan membuat intake tambahan disamping
intake yang sudah ada, ke Instalasi Pengolah Air (IPA) yang berlokasi didekat perumahan
desa Bantik Resduk.

8.2.2.1 Profil Hidrolis


Perhitungan hidraulis pipa transmisi air baku, pada dasarnya menggunakan Hukum
Kekekalan Energi. Dalam pipa menggunakan formula Darcy Weisbach :
HL = f x L/D x v2/2g
dimana:
HL = Head loss ( m )

V = Kecepatan air dalam pipa ( m/det )

L = Panjang pipa ( m )

g = Percepatan grafitasi ( m/det 2)

D = Diameter pipa ( m )

f = Konstanta gesekan dalam pipa

8.2.2.2 Material pipa


Untuk pipa transmisi dipilih pipa uPVC ,dilengkapi dengan fitting

8.2.2.3 Bangunan Pelengkap


Pada sistim pipa transmisi air baku, bangunan pelengkap terdiri dari :
-

Instalasi Katup Penguras

Instalasi katup udara

Pada dasarnya peletakan instalasi katup udara diletakkan pada posisi

8.3

DESAIN EMBUNG

Ada berbagai langkah untuk mendesain embung, yaitu:


1. Penentuan lokasi dan tempat embung.

SID Embung Lua, Jaringan Air Baku dan Jaringan Irigasi Menebel, Roboh

8 - 19

Final Report

2. Pengukuran
3. Penyelidikan sederhana geoteknik.
4. Penentuan tata letak.
5. Analisa hidrologi
6. Penentuan tipe dan tinggi tubuh bendung.
7. Desain bangunan dan jaringan distribusi.

8.3.1

Penentuan Lokasi dan Tempat Embung

Dalam menentukan lokasi embung perlu dipertimbangkan hal-hal berikut:


1. Tempat embung merupakan cekungan yang cukup untuk menampung air
2.

Keadaan tanahnya tidak lulus air sehingga sedikit kehilangan air.

3. Lokasi dekat dengan desa sehingga jaringan distribusi tidak begitu panjang.
4. Lokasi dekat dengan jalan sehingga mudah diakses.

8.3.2

Pengukuran dan Penyelidikan Geoteknik

8.3.2.1 Pengukuran
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengukuran:
1. Pengukuran diharapkan meliputi daerah genangan dan lokasi embung.
2. Hasil pengukuran berupa peta situasi berskala minimal 1:500 dengan perbedaan kontur
maksimal 1 m.

8.3.2.2 Penyelidikan Geoteknik


Hal-hal yang perlu dilakukan dan diperhatikan dalam penyelidikan ini adalah:
1. Pemboran tangan, pembuatan sumur uji atau parit uji.
2. Menilai karakteristik fondasi, bahan bangunan, dan dinding kolam embung.
3. Pengujian contoh tanah di laboratorium.

8.3.3

Penentuan Tata Letak Embung

Dari hasil penyelidikan geoteknik dihasilkan penentuan secara tentatif tata letak embung.
Tata letak ini kemudian diatur kembali sehingga diperoleh tata letak embung yang asli.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penentuan tata letak embung adalah:

SID Embung Lua, Jaringan Air Baku dan Jaringan Irigasi Menebel, Roboh

8 - 20

Final Report

1. Tempat tubuh bendung dipilih pada lembah paling sempit sehingga panjang puncak
embung pendek.
2. Fondasi batu lebih disukai daripada fondasi tanah tebal.
3. Pelimpah dan saluran terbuka ditempatkan terpisah dengan tubuh embung (tipe
urugan) dan dipilih di celah bukit/dinding kolam sehingga galian tidak banyak.
4. Untuk pelimpah dan saluran terbuka, topografi yang agak landai dan fondasi berupa
batu lebih sesuai karena kerusakan akibat erosi lebih kecil.
5. Pipa sadap ditempatkan pada fondasi batu di bukit tumpu, di sebelah kiri atau kanan
tergantung pada desa yang akan diairi.

8.3.4

Analisa Hidrologi

Dalam analisa hidrologi dihasilkan kebutuhan tampung kolam, ketersediaan air, dan
puncak banjir desain.
Kebutuhan air ditentukan berdasarkan jumlah kepala keluarga (KK) yang ada. Selain
kebutuhan air sebagai faktor utama, dalam penentuan kebutuhan tampung suatu embung
perlu disiapkan cadangan untuk mengantisipasi kehilangan air akibat penguapan dan
resapan, serta ruang untuk sedimen. Setelah itu diperkirakan potensi air yang akan
mengisi embung. Kebutuhan tampung embung perlu dibandingkan dengan ketersediaan
air dan daya tampung yang ada. Dari ketiganya dipilih yang terkecil sebagai kapasitas
desain kolam embung. Disamping itu perlu juga dianalisa puncak aliran banjir untuk desain
pelimpah.

8.3.5

Penentuan Tipe dan Tinggi Tubuh Embung

Tubuh embung dapat dipilih tipe urugan, pasangan batu atau beton, atau komposit.
Penentuan tipe tubuh embung tergantung dari jenis fondasi, ketersediaan air, ketersediaan
bahan di tempat, dan lebar lembah.
Fondasi batu dapat mendukung semua tipe tubuh embung. Dalam hal ini bila lembah
sempit (berbentuk V) tubuh embung bertipe pasangan batu / beton, bila lembah cukup
lebar, tipe komposit akan lebih murah. Fondasi tanah hanya dapat mendukung tubuh
embung tipe urugan. Namun semuanya harus mempertimbangkan jenis dan jumlah bahan
yang ada di tempat.

SID Embung Lua, Jaringan Air Baku dan Jaringan Irigasi Menebel, Roboh

8 - 21

Final Report

Tabel 8.11 Kesesuaian Antara Tipe Tubuh Embung dengan


Jenis Fondasi, Lembah, dan Bahan Bangunan

Selanjutnya tinggi tubuh embung ditentukan berdasarkan kapasitas desain kolam embung
yang terpilih dengan memperhatikan batasan-batasan:
1. Tinggi tubuh embung maksimum = 10 m untuk tipe urugan, dan 6 m untuk tipe graviti
atau komposit, dimana tinggi tubuh embung diukur dari permukaan galian fondasi
terdalam hingga puncak tubuh embung.
2. Kapasitas tampung embung maksimum 100.000 m3.
3. Luas catchment area maksimum 100 ha = 1 km2.
Untuk itu diperlukan grafik hubungan antara elevasi dan kapasitas kolam yang dapat
diperoleh dengan pengukuran menggunakan peta situasi tempat embung.

8.3.6

Urugan Tanah Homogen

Tubuh embung dapat didesain sebagai urugan homogen, di mana bahan urugan
seluruhnya atau sebagian besar hanya menggunakan satu macam material saja yaitu
lempung atau tanah berlempung.
Tubuh embung yang didesain dengan tipe ini harus memperhatikan kemiringan lereng dan
muka garis preatik atau rembesan. Kemiringan lereng umumnya cukup landai terutama
untuk menghindari terjadinya longsoran di lereng udik pada kondisi surut cepat serta
menjaga stabilitas lereng hilir urugan pada kondisi rembesan langgeng. Untuk mengontrol

SID Embung Lua, Jaringan Air Baku dan Jaringan Irigasi Menebel, Roboh

8 - 22

Final Report

rembesan diperlukan pembuatan sistem penyalir di kaki hilir urugan. Garis preatik harus
diusahakan agar tidak keluar lewat lereng hilir.
8.3.7

Dinding Halang (Cut-off)

Apabila fondasi tubuh embung terdiri dari maaterial tanah yang lulus air di bagian atas,
sedangkan material yang kedap air terletak cukup dalam di bawahnya, maka rembesan
harus dikurangi agar tidak terjadi proses erosi buluh maupun kehilangan air yang cukup
besar. Umumnya diperlukan dinding halang untuk menghubungkan lapisan kedap air di
fondasi dengan zona kedap air dari urugan tubuh embung.
Dinding halang dibangun pada paritan yang digali sejajar sumbu urugan hingga mencapai
lapisan fondasi kedap air, dan dibuat dari lembah sampai pada kedua bukit tumpu. Lebar
dasar paritan minimum 1.50 m dengan kemiringan galian lereng tidak boleh lebih curam
dari 1H:1V. Paritan diisi dengan lapisan urugan kedap air dari lempung yang dipadatkan
pada kondisi kadar air cukup tinggi (basah).

8.3.8

Lebar Puncak Embung

Lebar puncak embung adalah sebagai berikut:

Tabel 8.12 Lebar Puncak Tubuh Embung


Tipe
1. Urugan
2. Pasangan
batu/beton

Tinggi (m)

Lebar puncak (m)

(I) <5.00
(2) 5.00 10.00

2.00 3.00

sampai maksimal
7.00

1.00

Apabila puncak urugan akan digunakan untuk lalu lintas umum, rnaka di kiri dan kanan
badan jalan diberi bahu jalan masing-masing selebar 1.00 m.
Sedangkan puncak tubuh embung tipe pasangan/beton tidak disarankan untuk lalul lintas
karena biaya konstruksi akan menjadi terlalu mahal.

8.3.9

Kemiringan Lereng Urugan

Kemiringan lereng urugan harus ditentukan sedemikian rupa agar stabil terhadap
longsoran. Hal ini sangat tergantung pada jenis material urugan yang hendak dipakai.
Kestabilan urugan harus diperhitungkan terhadap surut cepat muka air kolam, dan
rembesan langgeng, serta harus tahan terhadap gempa. Dengan mempertimbangkan hal

SID Embung Lua, Jaringan Air Baku dan Jaringan Irigasi Menebel, Roboh

8 - 23

Final Report

di atas dan mengambil koefisien sebesar 0.15 g diperoleh kemiringan yang disarankan
seperti tabel berikut.
Tabel 8.13
Material Urugan

1. Urugan homogen

Kemiringan

Lereng

Urugan

untuk Tinggi Maksimum 10 m


Material
Kemiringan lereng
utama
Vertikal:horizontal
Udik

hilir

1:3

1 : 2.25

1 : 1.50

1 : 1.25

1 : 2.50

1 : 1.75

CH
CL
SC
GC
CM
SM

2. Urugan majemuk
2.1. Urugan batu dengan
inti lempung atau
dinding diafragma

Pecahan
batu

2.2. Kerikil-kerakal dengan Kerikilinti Lempung atau


kerakal
dinding diafragma

Stabilitasnya dihitung dengan menggunakan metode A. W. Bishop, sedangkan parameter


urugannya diperoleh dengan pengujian di laboratorium.

8.3.10 Tinggi Jagaan


Tinggi jagaan adalah jarak vertikal antara muka air kolam pada waktu banjir desain (50
tahunan) dan puncak tubuh embung.
Tingi jagaan pada tubuh embung dimaksudkan untuk memberikan keamanan tubuh
embung terhadap peluapan karena banjir. Bila hal itu terjadi akan terjadi erosi kuat pada
tubuh embung tipe urugan.
Besarnya tingi jagaan tergantung dari tipe tubuh embung dan diambil seperti pada tabel
berikut.

Tabel 8.14 Tinggi Jagaan Embung


Tipe
Tinggi
Tubuh Embung
Jagaan (m)
1. Urugan homogen dan majemuk
2. Pasangan batu/beton
SID Embung Lua, Jaringan Air Baku dan Jaringan Irigasi Menebel, Roboh

0.5
0

8 - 24

Final Report

3. Komposit

0.5

8.3.11 Tinggi Tubuh Embung


Tinggi tubuh embung harus ditentukan dengan mempertimbangkan kebutuhan tampungan
air, dan keamanan tubuh embung terhadap peluapan oleh banjir. Dengan demikian tinggi
tubuh embung sebesar tinggi muka air kolam pada kondisi penuh (= kapasitas tampung
desain) ditambah tinggi tampungan banjir, dan tinggi jagaan.
Hd = Hk + Hb + Hf
Hd = tinggi tubuh embung desain (m)
Hk = tinggi muka air kolam pada kondisi penuh (m)
Hb = tinggi tampungan banjir (m)
Hf = tinggi jagaan (m)
Pada tubuh embung tipe urugan diperlukan cadangan untuk penurunan yang secara
praktis dapat diambil sebesar 0.25 m. Cadangan penurunan ini perlu ditambahkan pada
puncak embung di bagian lembah terdalam. Untuk tubuh embung tipe pasangan beton hal
ini tidak diperlukan.

8.3.12 Selimut Lempung Kolam Embung


Di daerah sekitar kolam embung terdapat material lempung, maka selimut lempung dapat
digunakan sebagai selimut kedap air yang murah. Lokasi atau sumber material lempung
yang berjarak jauh dari tempat kolam embung akan dapat menyebabkan biayanya menjadi
mahal.
Material lempung yang akan digunakan sebagai selimut paling baik yang termasuk
klasifikasi CH, tetapi bila kurang, tanah yang mengandung lempung minimal 25%
berdasarkan berat cukup baik pula bila digunakan.
Tebal selimut lempung minimal 50 cm, terdiri atas tiga lapis yang dipadatkan dalam kondisi
basah. Untuk melindungi selimut lempung terhadap retakan pada waktu kering, maka perlu
dilindungi dengan hamparan pasir kerikil setebal 30 cm diatasnya.

8.4 HASIL DETAIL DESAIN


8.4.1

Bangunan Utama

Dari hasil desain untuk bangunan utama yang telah direncanakan pada daerah irigasi
rencana dapat dilihat pada tabel berikut :

SID Embung Lua, Jaringan Air Baku dan Jaringan Irigasi Menebel, Roboh

8 - 25

Final Report

Tabel 8.15 Hasil Desain Bangunan Utama Rencana


No

8.4.2

Keterangan

Bendung Lua

Bendung
Manebel I

Bendung
Manebel II

Tipe Bangunan

Rehab.& Mod
Bendung Lama

Free Intake
Baru

Rehabilitasi
Bendung Lama

Jenis Kontruksi

Pas.Batu Kali

Pas. Batu Kali

Pas. Batu Kali

Lebar dan Tipe Mercu

25.00 meter,
Tipe Lingkaran

6.00 meter,
Tipe Lingkaran

Tipe Pintu Penguras

Underslice
Pintu Sorong
Besi

Tipe Pintu Pengambilan

Pintu Sorong

Pintu Sorong

Pintu Sorong

Lantai Muka

Pas. Batu Kali

Pas. Batu Kali

Pas. Batu Kali

Embung Roboh

Perencanaan Embung Roboh ( gambar 8.1 dan 8.2 ) adalah sebagai berikut :
Dasar Embung :

+ 21.00

Elevasi muka air rencana

+ 22.90

Tinggi Embung rencana

4.00 m

Luas genangan

0.11 ha

Volume Embung

2.900 m3

Gambar 8.1

Luas Genangan dan Volume Genangan Embung Roboh

SID Embung Lua, Jaringan Air Baku dan Jaringan Irigasi Menebel, Roboh

8 - 26

Final Report

Gambar 8.2

Rencana Embung Roboh

8.4.3. Saluran Pembawa dan Bangunan


Saluran direncanakan dari bendung masing-masing berupa saluran pasangan sebagai
saluran induk/sekunder untuk masing masing intake. Pada bagian awal saluran / hilir intake
direncanakan bangunan ukur dengan tipe ambang lebar untuk meminimalkan head loss
yang ada.
Bangunan Sadap direncanakan dengan tipe slide gate dengan pintu tersier sesuai
kebutuhan. Untuk areal yang melebihi 15 ha akan direncanakan bangunan ukur tipe
ambang lebar pada setiap pintu tersier bagian hilir.

Membangun Bangunan Bagi/Sadap dengan memperhatikan titik pengambilan dan


penyadapan yang ada, agar air yang dibagi atau disadap dapat diatur dan diukur
sesuai dengan proporsinya, sehingga air tersebut dapat mencukupi hingga petak
tersier yang paling ujung.

Membangun baru dan merehabilitasi bangunan - bangunan pelengkap. Khusus


untuk Gorong- gorong Jalan yang menyilang Jalan Raya yang dibangun Bina
Marga, akan dipertahankan selama masih memadai.

SID Embung Lua, Jaringan Air Baku dan Jaringan Irigasi Menebel, Roboh

8 - 27

Final Report

Membangun baru, menambah atau menormalisir penampang saluran saluran


pembawa dan pembuang lama disesuaikan dengan kapasitas debit yang
direncanakan

Untuk bangunan sadap yang mengairi areal lebih dari 50 ha akan direncanakan pintu
pengatur berupa slide gate pada bagian menerus. Bangunan pelengkap yang
direncanakan adalah bangunan gorong-gorong dan jembatan serta tangga cuci dan
bangunan lain yang diperlukan.
Dari hasil desain untuk saluran pembawa dan bangunan diperoleh panjang dan jumlah
bangunan sebagai berikut :
Tabel 8.16 Kuantitas Saluran dan Bangunan Rencana
No
1

Daerah
Irigasi

(ha)

- B.L.1.Ka

67.75

- B.L.2.Ka

11.00

- B.L.2.Ki

10.50

Manebel I

Jumlah

Bang.Sadap

Bang.Pelengkap

(m)

/Bagi (bh)

(bh)

2550

2550

49.75

Roboh
- B.RH.O

Sal.Sekunder

10.25

Manebel II
- B.ML.II.O

Areal

Lua

- B.ML.I.O
3

Luas

28.00
177.25

SID Embung Lua, Jaringan Air Baku dan Jaringan Irigasi Menebel, Roboh

8 - 28

You might also like