Professional Documents
Culture Documents
BLOK GASTROINTESTINAL
SKENARIO 3
Ini Benjolan Apa?
KELOMPOK 11
AGUSTIN FEBRIANA
G0012008
DEWI NARESWARI
G0012058
KATHERINE GOWARY S
G0012104
G0012156
G0012174
G0012196
G0012238
G0012022
G0012128
RIDHO FRIHADANANTA
G0012182
SORAYA SAHIDHA
G0012214
TUTOR:
dr. Dwi Rahayu
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
2014
BAB I
PENDAHULUAN
SKENARIO 3
Seorang laki-laki usia 60 tahun datang ke puskesmas dengan keluhan
utama muncul benjolan di duburnya saat buang air besar sejak 1 tahun lalu,
kadang-kadang BAB disertai nyeri dan darah segar menetes. Benjolan masih
dapat masuk kembali dengan bantuan jari tangan. Tidak ada riwayat BAB seperti
kotoran kambing, tidak ada riwayat diare. Dari riwayat pasien sebelumnya
diketahui juga bahwa pasien pernah mengalami benjolan di pangkal pahanya,
kadang muncul kadang hilang, biasanya muncul bila pasien mengejan dan pada
saat mengangkat benda berat.
Dari pemeriksaan fisik saat ini, abdomen dalam batas normal. Pada
pemeriksaan anorectal, tidak didapatkan adanya abses, saluran abnormal maupun
robekan di sekitar anus. Kemudian dokter menggunakan sarung tangan dan
meminta izin pada pasien untuk dilakukan pemeriksaan colok dubur, didapatkan
hasil pemeriksaan: sfingter normal, mukosa licin, ampula tidak kolaps, lendir(-),
darah (+), feses (+) warna kuning, teraba benjolan di arah jam 3 dan 11 lunak,
permukaan licin tidak berbenjol-benjol, nyeri tekan (+). Dokter kemudian
melakukan pemeriksaan anoscopy dan merujuk pasien agar mendapatkan
penatalaksanaan lebih lanjut.
BAB II
DISKUSI DAN TINJAUAN PUSTAKA
Seven Jump
Jump I: Klarifikasi Istilah
Dalam skenario ini beberapa istilah yang perlu diklasifikasi adalah sebagai
berikut:
1. Diare : Peningkatan frekuensi buang air besar dibandingkan dengan
normal, atau buang air besar lebih encer dari biasanya. Penyebab
terjadinya meliputi infeksi system pencernaan, penggunaan obat-obatan
seperti antibiotic, malabsorbsi, dan sindrom iritasi usus besar.
3. Ampula recti: Bagian yang melebar dari pada tractus digestivus yang
mengatur pengeluaran faeces, otot disini dikelilingi oleh otot tidak sadar
dan sadar. Jika ampula recti pada kondisi penuh dengan feses maka akan
terjadi rasa ingin defekasi dan otak memerintahkan m.scspinchter ani
exsternus membuka.
Columna rectalis
Vulvalae anales
Sinus rectalis
Zona haemorrhoidales
M. Levator ani
Vascularisasi
-
Innervasi
-
Simpatis : n.splanchnolumbalis
nn. Thoracales segmen yang berhubungan untuk mengkontraksikan otototot dinding abdomen.
3.
saluran cerna. Gejala klinis perdarahan saluran cerna, ada 3 gejala khas,
yaitu:
a.
Hematemesis
Hematochezia
Melena
1. Hematoskezia adalah: darah segar yang keluar lewat anus/rektum. Hal ini
merupakan manifestasi klinis perdarahan SCBB yang paling sering.
Sumber perdarahan pada umumnya berasal dari anus, rektum, atau kolon
bagian kiri (sigmoid atau kolon descendens), tetapi juga dapat berasal dari
usus kecil atau saluran cerna bagian atas (SCBA) bila perdarahan tersebut
berlangsung masif (sehingga sebagian volume darah tidak sempat kontak
dengan asam lambung) dan masa transit usus yang cepat.
2. Maroon stool: darah yang berwarna merah hati (kadang bercampur
dengan melena) yang biasanya berasal dari perdarahan di kolon bagian
kanan (ileo-caecal) atau juga dapat dari SCBA/usus kecil bila waktu transit
usus cepat.
3. Melena adalah buang air besar atau feses yang berwarna hitam seperti
kopi (bubuk kopi) atau seperti ter (aspal), berbau busuk dan hal ini
disebabkan perubahan hemoglobin menjadi hematin Perubahan ini dapat
terjadi akibat kontak hemoglobin dengan asam lambung (khas pada
perdarahan SCBA) atau akibat degradasi darah oleh bakteri usus. Misalnya
pada perdarahan yang bersumber di kolon bagian kanan yang disertai
waktu transit usus yang lambat. Perdarahan SCBB akan tersamar bila
jumlah darah sedikit sehingga tidak mengubah warna feses yang
keluar.Gambaran klinis lainnya akan sesuai dengan penyebab perdarahan
(misalnya pada tumor rektum, teraba massa pada pemeriksaan colok
dubur) dan dampak hemodinamik yang terjadi akibat perdarahan tersebut
(misalnya anemia atau adanya renjatan).Sebagian besar perdarahan
SCBB (lebih kurang 85%) berlangsung akut, berhenti spontan, dan tidak
menimbulkan gangguan hemodinamik.
Lokasi lesi sumber perdarahan pada kasus dengan hematoskezia
(sebagai tanda yang paling umum untuk SCBB): 74% berada di kolon,
11% berasal dari SCBA, 9% usus kecil, dan 6% tidak diketahui
sumbernya. Perdarahan akut dan hebat pada umumnya disebabkan oleh
angiodisplasia dan divertikulosis. Sedangkan yang kronik intermiten
disebabkan oleh hemoroid dan keganasan kolon. Etiologi perdarahan
5.
6. Apakah hubungan usia dan jenis kelamin dengan keluhan yang dialami
pasien?
Hubungan usia: semakin tua jaringan ikat akan semakin melemah,
otot spinchter juga menipis, secara anatomis vena didaerah rectal tidak
memiliki katup, secara mekanis keadaan yang menyebabkan peningkatan
tekanan intra abdominal, keturunan berupa dinding pada region rectum
yang tipis.
Hubungan jenis kelamin: pada laki-laki, pembesaran prostat meningkatkan
risiko, wanita yang sedang mengandung juga dapat meningkatkan risiko
karena adanya pendesakan pada rektum oleh uterus.
7. Bagaimana cara pemeriksaan anoskopi?
Pemeriksaan anoscopi dapat digunakan untuk melihat hemoroid internus
yang tidak menonjol keluar. Anoskop dimasukkan untuk mengamati
keempat kuadran. Penderita dalam posisi litotomi. Anoskop dan
penyumbatnya dimasukkan dalam anus sedalam mungkin, penyumbat
diangkat dan penderita disuruh bernafas panjang. Hemoroid interna terlihat
sebagai struktur vaskuler yang menonjol ke dalam lumen. Apabila
penderita diminta mengejan sedikit maka ukuran hemoroid akan
membesar dan penonjolan atau prolaps akan lebih nyata. Banyaknya
benjolan, derajatnya, letak ,besarnya dan keadaan lain dalam anus seperti
polip, fissura ani dan tumor ganas harus diperhatikan.
8. Mengapa dokter mencari riwayat BAB seperti kotoran kambing dan juga
diare?
Dokter mencari riwayat BAB seperti kotoran kambing dan diare guna
untuk menyingkirkan diagnosis banding. BAB kotoran kambing
merupakan ciri-ciri daripada CA Colon. BAB kotoran kambing ini
memiliki ciri-ciri konsistensi keras, kecil-kecil (scibala) jika terjadi di
saluran pencernaan atas.
Pembagian Diare:
-
hemmorhoid
Neoplasma
Pelebaran
v.hemmorhoidales
Timbul benjolan
yang dapat
dimasukkan
manual
Darah segar
menetes
(hematochezia)
Hemmorhoid interna
derajat 3
Patofisiologi
Terjadinya hernia disebabkan oleh dua faktor yang pertama adalah faktor
kongenital yaitu kegagalan penutupan prosesus vaginalis pada waktu kehamilan
yang dapat menyebabkan masuknya isi rongga perut melalui kanalis inguinalis,
faktor yang kedua adalah faktor yang didapat seperti hamil, batuk kronis,
pekerjaan mengangkat benda berat dan faktor usia, masuknya isi rongga perut
melalui kanal ingunalis, jika cukup panjang maka akan menonjol keluar dari
anulus ingunalis eksternus.
Apabila hernia ini berlanjut tonjolan akan sampai ke skrotum karena kanal
inguinalis berisi tali sperma pada lakilaki, sehingga menyebakan hernia. Hernia
ada yang dapat kembali secara spontan maupun manual juga ada yang tidak dapat
kembali secara spontan ataupun manual akibat terjadi perlengketan antara isi
hernia dengan dinding kantong hernia sehingga isi hernia tidak dapat dimasukkan
kembali.
Keadaan ini akan mengakibatkan kesulitan untuk berjalan atau berpindah
sehingga aktivitas akan terganggu. Jika terjadi penekanan terhadap cincin hernia
maka isi hernia akan mencekik sehingga terjadi hernia strangulate yang akan
menimbulkan gejala ileus yaitu gejala obstruksi usus sehingga menyebabkan
peredaran darah terganggu yang akan menyebabkan kurangnya suplai oksigen
yang bisa menyebabkan Iskemik. Isi hernia ini akan menjadi nekrosis.
Kalau kantong hernia terdiri atas usus dapat terjadi perforasi yang akhirnya
dapat menimbulkan abses lokal atau prioritas jika terjadi hubungan dengan rongga
perut. Obstruksi usus juga menyebabkan penurunan peristaltik usus yang bisa
menyebabkan konstipasi. Pada keadaan strangulate akan timbul gejala ileus yaitu
perut kembung, muntah dan obstipasi pada strangulasi nyeri yang timbul letih
berat dan kontineu, daerah benjolan menjadi merah (Syamsuhidajat 2004).
Bertambahnya
umur
menjadi
faktor
risiko,
dimungkinkan
karena
Manifestasi Klinis
Pada umumnya keluhan orang dewasa berupa benjolan di inguinalis yang
timbul pada waktu mengedan, batuk, atau mengangkat beban berat dan
menghilang pada waktu istirahat berbaring. Pada inspeksi perhatikan keadaan
asimetris pada kedua inguinalis, skrotum, atau labia dalam posisi berdiri dan
berbaring. Pasien diminta mengedan atau batuk sehingga adanya benjolan atau
keadaan asimetris dapat dilihat. Palpasi dilakukan dalam keadaan ada benjolan
hernia, diraba konsistensinya, dan dicoba mendorong apakah benjolan dapat
direposisi. Setelah benjolan dapat direposisi dengan jari telunjuk, kadang cincin
hernia dapat diraba berupa anulus inguinalis yang melebar (Jong,2004).
Gejala dan tanda klinis hernia banyak ditentukan oleh keadaaan isi hernia.
Pada hernia reponibel keluhan satu-satunya adanya benjolan dilipat paha yang
muncul pada waktu berdiri, batuk bersin, atau mengejan dan menghilang setelah
berbaring. Keluhan nyeri jarang dijumpai, kalau ada biasanya dirasakan di daerah
epigastrium atau paraumbilikal berupa nyeri
viseral karena regangan pada mesenterium sewaktu satu segmen usus halus masuk
ke dalam kantong hernia. Nyeri yang disertai mual atau muntah baru timbul kalau
terjadi inkarserasi karena ileus atau strangulasi karena nekrosis atau gangren.
Tanda klinis pada pemeriksaan fisik bergantung pada isi hernia. Pada
inspeksi saat pasien mengedan, dapat dilihat hernia inguinalis lateralis muncul
sebagai penonjolan di regio ingunalis yang berjalan dari lateral atas ke medial
bawah. Kantong hernia yang kosong kadang dapat diraba pada vunikulus
spermatikus sebagai gesekan dari dua lapis kantong yang memberikan sensasi
gesekan dua permukaan sutera. Tanda ini disebut tanda sarung tangan sutera,
tetapi umumnya tanda ini sukar ditentukan. Kalau kantong hernia berisi organ,
tergantung isinya, pada palpasi mungkin teraba usus,omentum (seperti karet), atau
ovarium. Dengan jari telunjuk atau kelingking pada anak, dapat dicoba
mendorong isi hernia dengan menekan kulit skrotum melalui anulus eksternus
sehingga dapat ditentukan apakah isi hernia dapat direposisi atau tidak.
Dalam hal hernia dapat direposisi, pada waktu jari masih berada dalam
anulus eksternus, pasien diminta mengedan. Kalau ujung jari menyentuh hernia,
Perirektal
dan
Abses
Perianal.
Abses
perirektal
adalah
kegelisahan (malaise atau rasa tidak enak badan), panas dingin atau
menggigil, pembengkakan di sekitar dubur, rasa sakit di sekitar daerah
dubur yang memburuk ketika duduk, rasa sakit selama buang air besar.
Selain tidak ditemukannya abses, tidak ditemukan pula saluran abnormal
dan robekan pada anus. Pernyataan tersebut dapat menyingkirkan
diagnosis banding lainnya yakni Fistula ani dan Fisura ani. Fistula Ani
adalah suatu kondisi medis yang ditandai dengan kelainan saluran dengan
pembukaan internal pada saluran anus yang meluas dan terbuka pada kulit
di dekat anus. Akibatnya, permukaan kulit di sekitar anus dapat terlihat
sebagai suatu lubang, yang menyebabkan nyeri dan perdarahan seiring
dengan pergerakan usus. Gejala lain yang mungkin timbul seperti
demamdan rasa gatal di sekitar anus. Fistula ani kebanyakan merupakan
komplikasi dari abses anus, suatu kondisi yang ditandai dengan
terkumpulnya nanah dalam anus. Ada dua tipe utama fistula ani: Fistula
Intersfingter dan Fistula Transsfingter. Pada fistula intersfingter, saluran
yang terinfeksi tersebut melintas isfingter ani interna (cincin otot polos
yang tidak dapat dikendalikan, yang menjaga anus tetap tertutup) dan
terbuka pada permukaan kulit di sebelah anus. Pada fistula transsfingter,
saluran fistula melewati baik sfingter interna maupun eksterna (cincin otot
yang dapat dikendalikan, yang menjaga anus tetap tertutup) dan terbuka
pada permukaan
yang
memalukan,
seperti
inkontinensia
yang
akan
terjadi pada segala usia, tetapi lebih sering terjadi pada remaja dan dewasa
muda. Hal ini sering kali berhubungan dengan konstipasi karena
peregangan akibat feses yang keras dapat merobek dinding bagian dalam
dari anus. Akan tetapi, penderita penyakit radang perut, seperti colitis
ulseratif atau penyakit Crohn, juga memiliki risiko tinggi untuk terjadinya
fisura ani. Tergantung dari durasi gejala, fisura ani dapat diklasifikasikan
sebagai akut (terjadi tidak lebih dari 6 minggu) atau kronis (bertahan lebih
dari 6 minggu). Untungnya, fisura ani akut biasanya tidak berbahaya dan
robekan akan sembuh dengan sendirinya setelah beberapa minggu tanpa
memerlukan penanganan. Fisura ani kronis biasanya diobati dengan
laksatif atau merubah ke pola makan kaya akan serat untuk memudahkan
buang air besar.
keamanan
dan
kenyamanan
pasien,
jangan
membahayakan pasien!
f. Bila diperlukan, minta temani perawat atau pendamping pasien.
jaringan ikat pada anal cushions. Varut, 2012 dalam Journal of Gastroenterology
menyebutkan bahwa kerusakan jaringan ikat pada bantalan anus juga
mengakibatkan dilatasi vena akibat berkurangnya stabilisasi yang selama ini
dilakukan oleh jaringan ikat yang menyangga vena hemoroidalis. Hal ini
dibuktikan dengan penelitian bahwa terjadi perubahan pada anal cushions yang
signifikan, di antaranya dilatasi abnormal vena, thrombosis vascular, proses
degenerative pada jaringan ikat dan rupture otot subepitelial.
Proses degenerative pada jaringan ikat dan rupture otot subepitelial dapat
menjelaskan derajat pada hemoroid. Derajat hemoroid adalah sebagai berikut:
Derajat3 : Anal cushions prolaps dapat masuk lagi ke dalam anus dengan
bantuan dorongan jari atau manual.
distal akibat kerusakan jaringan ikat dan otot. Sedangkan hemoroid yang dapat
masuk kembali baik secara spontan atau manual disebabkan oleh jaringan otot di
bantalan anus masih mampu menopang vena yang mengalami dilatasi. Berbeda
dengan derajat empat yang seluruh struktur anal cushions sudah mengalami
perubahan. Dalam hal ini prolapsnya hemoroid secara permanen mengakibatkan
hemoroid terjepit oleh musculus sphincter ani ketika defekasi, sehingga terjadi
nekrosis dan infark. Maka, hemoroid derajat empat sudah diindikasikan untuk
melakukan tindakan bedah.
Kehamilan
Usia tua
Tumor
Kurang olahraga/imobilisasi
Komplikasi
Komplikasi hemoroid yang paling sering adalah perdarahan, trombosis, dan
strangulasi. Trombosis adalah pembekuan darah dalam hemoroid. Hemoroid
strangulasi adalah hemoroid yang prolaps dengan suplai darah dihalangi oleh
sfingter ani.
Penatalaksanaan Hemoroid
Menurut Acheson dan Scholefield (2006), penatalaksanaan hemoroid dapat
dilakukan dengan beberapa cara sesuai dengan jenis dan derajat daripada
hemoroid.
1. Penatalaksanaan Konservatif
Sebagian besar kasus hemoroid derajat I dapat ditatalaksana dengan
pengobatan konservatif. Tatalaksana tersebut antara lain koreksi konstipasi
jika ada, meningkatkan konsumsi serat, laksatif, dan menghindari obat-obatan
yang dapat menyebabkan kostipasi seperti kodein (Daniel, 2010)
Penelitian meta-analisis akhir-akhir ini membuktikan bahwa suplemen serat
dapat memperbaiki gejala dan perdarahan serta dapat direkomendasikan pada
derajat awal hemoroid. Perubahan gaya hidup lainnya seperti meningkatkan
konsumsi cairan, menghindari konstipasi dan mengurangi mengejan saat
buang air besar dilakukan pada penatalaksanaan awal dan dapat membantu
pengobatan serta pencegahan hemoroid, meski belum banyak penelitian yang
mendukung hal tersebut. Kombinasi antara anestesi lokal, kortikosteroid, dan
antiseptik dapat mengurangi gejala gatal-gatal dan rasa tak nyaman pada
hemoroid. Penggunaan steroid yang berlama-lama harus dihindari untuk
mengurangi efek samping. Selain itu suplemen flavonoid dapat membantu
mengurangi tonus vena, mengurangi hiperpermeabilitas serta efek anti
inflamasi meskipun belum diketahui bagaimana mekanismenya.
Pembedahan
Acheson dan Scholfield (2008) menyatakan apabila hemoroid internal
derajat I yang tidak membaik dengan penatalaksanaan konservatif maka dapat
dan
trombosis
intravaskular.
Reaksi
ini
akan
b.
c.
d.
e.
Hindari stress
5. Apa saja pemeriksaan penunjang lain yang dapat digunakan pada kasus
diatas?
Pemeriksaan Penunjang:
Anamnesis harus dikaitkan dengan faktor obstipasi, defekasi yang
keras, yamg membutuhkan tekanan intra abdominal meninggi (mengejan),
pasien sering duduk berjam-jam di WC, dan dapat disertai rasa nyeri bila
terjadi peradangan. Pemeriksaan umum tidak boleh diabaikan karena
keadaan ini dapat disebabkan oleh penyakit lain seperti sindrom hipertensi
portal. Hemoroid eksterna dapat dilihat dengan inspeksi apalagi bila terjadi
trombosis. Bila hemoroid interna mengalami prolaps, maka tonjolan yang
ditutupi epitel penghasil musin akan dapat dilihat apabila penderita
diminta mengejan.
BAB III
SIMPULAN DAN SARAN
SIMPULAN
Dari hasil diskusi tutorial yang teah dilakukan oleh kelompok B-1, didapatkan
suatu kesimpulkan bahwa pasien kemungkinan terkena hemorrhoid derajat 3
karena benjolan yang muncul dapat dimasukkan kembali dengan bantuan jari
(manual) serta memiliki riwayat sakit hernia inguinalis (benjolan di pangkal paha
yang hilang timbul). Hernia inguinalis yang dimiliki pasien dapat menjadi faktor
pencetus timbulnya hemorrhoid dikarenakan adanya peningkatan tekanan
intraabdomen yang dialami oleh pasien. Penatalaksanaan yang diberikan pada
penderita hemmorhoid derajat 3 adalah terapi bedah yang dapat dilakukan oleh
spesialis bedah. Hemorrhoid dapat dicegah dengan banyak cara seperti yang sudah
tercantum diatas, diantaranya adalah mengonsumsi serat dan air putih yang cukup,
melakukan BAB secara teratur dan menghindari makanan yang dapat
menyebabkan iritasi local.
SARAN
Saran kami berupa evaluasi agar ke depan, diskusi tutorial kelompok dapat
berjalan dengan lancar dan lebih baik lagi. Oleh karena itu, diharapkan agar
masing-masing anggota telah mempersiapkan materi ataupun bahan-bahan yang
akan didiskusikan dengan baik. Selain itu, setiap anggota diperkenankan untuk
mempelajari permasalahan yang ada di skenario sebelum melakukan diskusi.
Tutor scenario 3 blok gastrointestinal yang memimbing kami, telah menuntun dan
mengarahkan kami dalam menjalankan diskusi tutorial dengan sangat baik, dapat
merinci semua bagian dalam skenario sehingga tidak ada hal yang terlewat untuk
kami pelajari. Semoga untuk selanjutnya diskusi tutorial kami berlangsung dengan
lebih baik lagi dan semua LO dapat tercapai dengan hasil yang memuaskan.
DAFTAR PUSTAKA
Arkanda, Sumitro. 1989. Ringkasan Ilmu Bedah. Jakarta: PT. Bina Aksara
Djuhari, Widjajakusumah. 2003.Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta:EGC
Ganong W. F. 19.. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 17. Jakarta : EGC
Guyton A. C, Hall J. E. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. Jakarta :
EGC
Heng Chiow. 2010. Inguinal Hernias: A Current Review of an Old Problem.
http://www.singhealthacademy.edu.sg/Documents/Publications/Vol19No3
2010/06_Inguinal-Hernias.pdf. Diakses : 7 Mei 2014
Lohsiriwat, Varut. 2012. Hemorrhoids: From Basic Pathophysiology To Clinical
Management. World Journal of Gastroenterology : WJGBaishideng
Publishing Group Co., Ltd.
Medscape. 2014. Abdominal Hernia.
http://emedicine.medscape.com/article/189563-overview#showall. Diakses
: 7 Mei 2014
Mubarak, Hasnil. 2011.Karakteristik Penderita Hemoroid Berdasarkan Umur
Dan Jenis Kelamin Di Rsup H. Adam Malik Tahun 2008 2009.
Price, Sylvia A. 2007. Patofisiologi Volume 2. Jakarta: EGC.
Sherwood, L., 2001. Fisiologi Manusia: Dari Sel ke Sistem. Edisi 2. Jakarta:
EGC.
Sudoyo WA, Setiyohadi B, Alwi I, dkk. 2009. Ilmu Penyakit Dalam. Edisi ke-5.
Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam.
Syamsuhidayat
R,
Jong
W.D,2004.Buku
Ajar
Bedah,
Jakarta: