You are on page 1of 31

LAPORAN TUTORIAL

BLOK GASTROINTESTINAL

SKENARIO 3
Ini Benjolan Apa?

KELOMPOK 11
AGUSTIN FEBRIANA

G0012008

DEWI NARESWARI

G0012058

KATHERINE GOWARY S

G0012104

OKI SARASWATI UTOMO

G0012156

RAISA CLEIZERA REMBULAN

G0012174

RR. MIRANDA MUTIA

G0012196

YUNITA DESY WULANSARI

G0012238

ANTON GIRI MAHENDRA

G0012022

MASYOLA GUSTA ALIM

G0012128

RIDHO FRIHADANANTA

G0012182

SORAYA SAHIDHA

G0012214

TUTOR:
dr. Dwi Rahayu

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
2014

BAB I
PENDAHULUAN

SKENARIO 3
Seorang laki-laki usia 60 tahun datang ke puskesmas dengan keluhan
utama muncul benjolan di duburnya saat buang air besar sejak 1 tahun lalu,
kadang-kadang BAB disertai nyeri dan darah segar menetes. Benjolan masih
dapat masuk kembali dengan bantuan jari tangan. Tidak ada riwayat BAB seperti
kotoran kambing, tidak ada riwayat diare. Dari riwayat pasien sebelumnya
diketahui juga bahwa pasien pernah mengalami benjolan di pangkal pahanya,
kadang muncul kadang hilang, biasanya muncul bila pasien mengejan dan pada
saat mengangkat benda berat.
Dari pemeriksaan fisik saat ini, abdomen dalam batas normal. Pada
pemeriksaan anorectal, tidak didapatkan adanya abses, saluran abnormal maupun
robekan di sekitar anus. Kemudian dokter menggunakan sarung tangan dan
meminta izin pada pasien untuk dilakukan pemeriksaan colok dubur, didapatkan
hasil pemeriksaan: sfingter normal, mukosa licin, ampula tidak kolaps, lendir(-),
darah (+), feses (+) warna kuning, teraba benjolan di arah jam 3 dan 11 lunak,
permukaan licin tidak berbenjol-benjol, nyeri tekan (+). Dokter kemudian
melakukan pemeriksaan anoscopy dan merujuk pasien agar mendapatkan
penatalaksanaan lebih lanjut.

BAB II
DISKUSI DAN TINJAUAN PUSTAKA

Seven Jump
Jump I: Klarifikasi Istilah
Dalam skenario ini beberapa istilah yang perlu diklasifikasi adalah sebagai
berikut:
1. Diare : Peningkatan frekuensi buang air besar dibandingkan dengan
normal, atau buang air besar lebih encer dari biasanya. Penyebab
terjadinya meliputi infeksi system pencernaan, penggunaan obat-obatan
seperti antibiotic, malabsorbsi, dan sindrom iritasi usus besar.

2. Anoskopi: Pemeriksaan yang digunakan untuk melihat bagian dalam dari


pada anus. Alat ini dapat melihat adanya anal fissures, fistula, hemorrhoid,
ataupun kanker. Anoskopi dimasukan pada 4 kuadran dan akan terlihat
sebagai struktur vaskuler yang menonjol kedalam lumen.

3. Ampula recti: Bagian yang melebar dari pada tractus digestivus yang
mengatur pengeluaran faeces, otot disini dikelilingi oleh otot tidak sadar
dan sadar. Jika ampula recti pada kondisi penuh dengan feses maka akan
terjadi rasa ingin defekasi dan otak memerintahkan m.scspinchter ani
exsternus membuka.

4. Abses: kumpulan darah pada suatu rongga, dapat disebabkan karena


perdarahan kronik, perforasi, dan lain-lain. Abses di rectum memiliki cirri
merah, terdapat pembengkakan, nyeri tekan.

5. Anorektal: Nama lainnya adalah rectal toucher atau digital rectal


examination. Merupakan pemeriksaan fisik abdomen dan juga genitalia.

Pemeriksaan ini didahului dengan pengosongan vesica urinaria. Dalam


pemeriksaan ini digunakan pelumas sebagai relaksan.

6. Spinchter: Struktur berotot seperti cincin yang jika tersumbat akan


menyebabkan gangguan penyaluran. Spinchter juga berfungsi untuk
mengendalikan penyaluran dan mencegah terjadinya pembalikan.

Jump II: Menentukan/mendefinisikan permasalahan


Permasalahan pada skenario ini yaitu sebagai berikut:
1. Bagaimana anatomi rectum?
2. Bagaimanakah fisiologi defekasi?
3. Apa yang menyebabkan adanya darah segar yang menetes?
4. Apa yang menyebabkan munculnya benjolan saat BAB dan mengapa
benjolan dapat masuk kembali dengan bantuan jari?
5. Mengapa timbul benjolan pada pangkal paha yang kadang muncul dan
kadang hilang dan mengapa muncul terutama pada saat mengejan dan
mengangkat benda berat?
6. Apakah hubungan usia dan jenis kelamin dengan keluhan yang dialami
pasien?
7. Bagaimana cara pemeriksaan anoskopi?
8. Mengapa dokter mencari riwayat BAB seperti kotoran kambing dan juga
diare?
9. Bagaimanakah interpretasi dari pemeriksaan rectal toucher pada scenario?
10. Bagaimana prosedur patient safety pada scenario diatas?
11. Bagaimana penatalaksanaan kasus pada scenario diatas?

Jump III: Menganalisis permasalahan dan membuat penyataan sementara


mengenai permasalahan
Untuk pertanyaan yang belum terjawab, dimasukkan ke dalam LO (Learning
Objective) pada Jump V

1. Bagaimana anatomi dari rectum?


Rectum Merupakan bagian terminal dari intestinum crassum yang
merupakan kelanjutan dari colon sigmoideum. Dengan panjang sekitar 12
cm, rectum terletak di linea mediana sebelah anterior dari sacrum. Dia
berjalan descenden dari flexura sigmoidea sampai orifficium anal,
penggantungnya disebut mesorectum.
Rectum dapat dibagi menjadi 2 bagian:
a. Rectum proprium
Sisi luarnya terdapat flexura sacralis dan flexura perianalis, sedang sisi
dalamnya (tunica mucosa) terdapat lipatan lipatan transversal yang disebut
plicae transversalis recti. Batas antara rectum proprium dengan canalis
analis disebut ampulla recti.
b. Canalis analis
Pada bagian ini lapisan otot berkembang baik dan stratum longitudinalnya
lengkap.
Pada permukaan dalam dijumpai :

Columna rectalis

Merupakan cabang lipatan tunica mucosa longitudinal karena adanya


anastomose arteri dan vena cabang cabang dari pars intramuscularis a.
Rectalis superior.

Vulvalae anales

Merupakan pelipatan mucosa yang menghubungkan tiap 2 columna pada


bagian caudal.

Sinus rectalis

Cekungan diantara valvulae anales.

Zona haemorrhoidales

Tempat yang memungkinkan terjadinya benjolan haemmoroid.


Otot otot fungsional rectum :
-

M. Levator ani

M. Sphincter ani internus

M. Sphincter ani externus

Vascularisasi
-

A. Rectalis superior cabang a. Mesenterica inferior

A. Rectalis media cabang a. Hypogastrica

A. Rectalis inferior cabang a. Pudenda interna

Vena menuju ke vena porta hepatis

Innervasi
-

Simpatis : n.splanchnolumbalis

Parasimpatis : n. Splanchnici pelvici/ n. Erigentes

Rectum bagian caudal juga mendapat innervasi dari cabang plexus

sacralis yaitu n. Pudendus yang disebut n. Haemorroidales

2. Bagaimanakah fisiologi dari defekasi?


Defekasi diawali dengan adanya feces di colon sigmoideum, saat
jumlah feces sudah melebihi kapasitas penyimpanan di colon sigmoideum,
maka feces akan turun menuju ke rectum. Rectum biasanya kosong dan
hanya terisi saat akan memulai defekasi. Dinding rectum mempunyai
reseptor regangan yang dipersarafi oleh serabut viscero sensible
parasymphatis segmen sacral 2-4. Rangsang yang diterima dari reseptor
regang menjalar melalui saraf kemudian masuk ke cornu posterior medulla
spinalis dan akan naik ke otak. Rangsang akan diproses di otak, apakah
akan ditahan atau meneruskan proses defekasi.
Jika kita memutuskan untuk menahan defekasi, maka impuls akan turun
menuju cornu anterior medulla spinalis segmen sacral 2-4 yaitu ke nervus
pudendus yang mensarafi m. levator ani, lalu terus menuju ke cabangnya
yaitu nervus rectalis inferior yang mensarafi musculus sphincter ani
externus dan. Hal ini menyebabkan m. sphincter ani externus dan m.
levator ani berkontraksi untuk menahan defekasi.

Jika kita memutuskan untuk meneruskan proses defekasi, maka impuls


akan turun menuju ke berbagai saraf:
-

N. facialis (VII) untuk mengkontraksikan otot2 wajah.

N. vagus (X) untuk menutup epiglottis.

n. Phrenicus untuk memfiksasi diapraghma.

nn. Thoracales segmen yang berhubungan untuk mengkontraksikan otototot dinding abdomen.

n. splanchnicus pelvicus, yang berisi pesan untuk mengurangi kontraksi m.


sphincter ani internus.

n. pudendus, yang berisi pesan untuk mengurangi kontraksi m. sphincter


ani externus dan m. levator ani.

n. ischiadicus, untuk mengkontraksikan otot-otot hamstring.


Penutupan epiglottis dan kontraksi otot-otot dinding abdomen
berfungsi untuk meningkatkan tekanan intra abdominal, sehingga
mendukung pengeluaran feces. Selanjutnya feces dikeluarkan melalui
canalis analis. Tunica mucosa bagian bawah canalis analis menonjol
melalui anus mendahului massa feces. Pada akhirdefekasi, tunica mucosa
kembali ke canalis analis akibat tonus serabut-serabut longitudinal dinding
canalis analis serta penarikan ke atas oleh m. puborectalis (bagian dari m.
levator ani). Kemudian lumen canalis analis yang kosong ditutup oleh
kontraksi tonik m. sphincter ani.
Tetapi terkadang ada suatu kelainan dimana seseorang tidak dapat
mengontrol defekasinya, kelainan tersebut adalah incontinentia alvi (in=
tidak, continentia= menahan, alvi=defekasi). Hal ini disebabkan jika
terjadi kerusakan medulla spinalis di atas segmen sacral. Refleks defekasi
masih tetap terjadi karena semua komponen refleksnya masih utuh,
namun, impuls rangsang tidak akan bisa diproses ke otak karena kabel
penghubungnya ke otak yaitu medulla spinalis putus di tengah jalan.
Sehingga orang yang mengalami kerusakan ini akan mengalami
pengosongan colon secara tidak sadar atau buang air besar tanpa aba
aba.

Jika kerusakan medulla spinalis berada di segmen sacral, maka reflex


defekasi tidak akan terjadi sama sekali, jadi manifestasi dari kerusakan ini
adalah konstipasi.

3.

Apa yang menyebabkan adanya darah segar yang menetes?


Darah yang menetes dapat disebakan oleh adanya pendarahan pada

saluran cerna. Gejala klinis perdarahan saluran cerna, ada 3 gejala khas,
yaitu:
a.

Hematemesis

Muntah darah dan mengindikasikan adanya perdarahan saluran cerna atas,


yang berwarna coklat merah atau coffee ground. (Porter, R.S., et al.,
2008)
b.

Hematochezia

Keluarnya darah dari rectum yang diakibatkan perdarahan saluran cerna


bahagian bawah, tetapi dapat juga dikarenakan perdarahan saluran cerna
bahagian atas yang sudah berat. (Porter, R.S., et al., 2008)
c.

Melena

Kotoran (feses) yang berwarna gelap yang dikarenakan kotoran bercampur


asam lambung; biasanya mengindikasikan perdarahan saluran cerna
bahagian atas, atau perdarahan daripada usus-usus ataupun colon bahagian
kanan dapat juga menjadi sumber lainnya. (Porter, R.S., et al., 2008)
Disertai gejala anemia, yaitu: pusing, syncope, angina atau dyspnea.
Perdarahan saluran cerna bagian bawah (SCBB) dapat didefinisikan
sebagai perdarahan yang terjadi atau bersumber pada saluran cerna di
bagian distal dari ligamentum Treitz. Jadi dapat berasal dari usus kecil dan
usus besar. Pada umumnya perdarahan ini (sekitar 85%) ditandai dengan
keluarnya darah segar per anum/per rektal yang bersifat akut, transient,
berhenti sendiri, dan tidak mempengaruhi hemodinamik
Perdarahan SCBB dapat bermanifestasi dalam bentuk hematoskezia, maroon
stool, melena, atau perdarahan tersamar.

1. Hematoskezia adalah: darah segar yang keluar lewat anus/rektum. Hal ini
merupakan manifestasi klinis perdarahan SCBB yang paling sering.
Sumber perdarahan pada umumnya berasal dari anus, rektum, atau kolon
bagian kiri (sigmoid atau kolon descendens), tetapi juga dapat berasal dari
usus kecil atau saluran cerna bagian atas (SCBA) bila perdarahan tersebut
berlangsung masif (sehingga sebagian volume darah tidak sempat kontak
dengan asam lambung) dan masa transit usus yang cepat.
2. Maroon stool: darah yang berwarna merah hati (kadang bercampur
dengan melena) yang biasanya berasal dari perdarahan di kolon bagian
kanan (ileo-caecal) atau juga dapat dari SCBA/usus kecil bila waktu transit
usus cepat.
3. Melena adalah buang air besar atau feses yang berwarna hitam seperti
kopi (bubuk kopi) atau seperti ter (aspal), berbau busuk dan hal ini
disebabkan perubahan hemoglobin menjadi hematin Perubahan ini dapat
terjadi akibat kontak hemoglobin dengan asam lambung (khas pada
perdarahan SCBA) atau akibat degradasi darah oleh bakteri usus. Misalnya
pada perdarahan yang bersumber di kolon bagian kanan yang disertai
waktu transit usus yang lambat. Perdarahan SCBB akan tersamar bila
jumlah darah sedikit sehingga tidak mengubah warna feses yang
keluar.Gambaran klinis lainnya akan sesuai dengan penyebab perdarahan
(misalnya pada tumor rektum, teraba massa pada pemeriksaan colok
dubur) dan dampak hemodinamik yang terjadi akibat perdarahan tersebut
(misalnya anemia atau adanya renjatan).Sebagian besar perdarahan
SCBB (lebih kurang 85%) berlangsung akut, berhenti spontan, dan tidak
menimbulkan gangguan hemodinamik.
Lokasi lesi sumber perdarahan pada kasus dengan hematoskezia
(sebagai tanda yang paling umum untuk SCBB): 74% berada di kolon,
11% berasal dari SCBA, 9% usus kecil, dan 6% tidak diketahui
sumbernya. Perdarahan akut dan hebat pada umumnya disebabkan oleh
angiodisplasia dan divertikulosis. Sedangkan yang kronik intermiten
disebabkan oleh hemoroid dan keganasan kolon. Etiologi perdarahan

SCBB yang harus dipertimbangkan dan cukup sering dihadapi di


Indonesia adalah perdarahan di usus kecil pada demam tifoid.
4. Apa yang menyebabkan munculnya benjolan saat BAB dan mengapa
benjolan dapat masuk kembali dengan bantuan jari?
BenjolanHemoroid. Hemoroid adalah kumpulan dari pelebaran satu
segmen atau lebih vena hemoroidalis di daerah anorektal. Hemoroid bukan
sekedar pelebaran vena hemoroidalis, tetapi bersifat lebih kompleks yakni
melibatkan beberapa unsure berupa pembuluh darah, jaringan lunak dan
otot di sekitar anorektal. Beberapa faktor pendukung yang terlibat
diantaranya adalah:
a. Penuaan
b. Kehamilan
c. Hereditas
d. Hipertensi portal
e. Konstipasiataudiarekronik
f. Penggunaan toilet yang berlama-lama
g. Posisitubuh, misaldudukdalamwaktu yang lama
h. Obesitas
i. Pembesaranprostat
j. Tumor rectum
Klasifikasi:
a. Eksterna : vena haemorrhoidalis inferior melebar. Benjolan dapat terlihat
diluar, bulat kebiruan, kadang menimbulkan nyeri dan gatal.
b. Interna: vena haemorrhoidales superior dan media melebar. Ada 4 derajat:
-

Derajat1 : Bila terjadi pembesaran hemoroid yang tidak prolaps keluar


kanal anus. Hanya dapat dilihat dengan anorektoskop.

Derajat2 : Pembesaran hemoroid yang prolaps dan menghilang atau


masuk sendiri kedalam anus secara spontan.

Derajat3 : Pembesaran hemoroid yang prolaps dapat masuk lagi


kedalam anus dengan bantuan dorongan jari.

Derajat4 :Prolaps hemoroid yang permanen. Rentan dan cenderung


untuk mengalami thrombosis dan infark.

5.

Mengapa Mengapa timbul benjolan pada pangkal paha yang kadang


muncul dan kadang hilang dan mengapa muncul terutama pada saat
mengejan dan mengangkat benda berat? (LO)

6. Apakah hubungan usia dan jenis kelamin dengan keluhan yang dialami
pasien?
Hubungan usia: semakin tua jaringan ikat akan semakin melemah,
otot spinchter juga menipis, secara anatomis vena didaerah rectal tidak
memiliki katup, secara mekanis keadaan yang menyebabkan peningkatan
tekanan intra abdominal, keturunan berupa dinding pada region rectum
yang tipis.
Hubungan jenis kelamin: pada laki-laki, pembesaran prostat meningkatkan
risiko, wanita yang sedang mengandung juga dapat meningkatkan risiko
karena adanya pendesakan pada rektum oleh uterus.
7. Bagaimana cara pemeriksaan anoskopi?
Pemeriksaan anoscopi dapat digunakan untuk melihat hemoroid internus
yang tidak menonjol keluar. Anoskop dimasukkan untuk mengamati
keempat kuadran. Penderita dalam posisi litotomi. Anoskop dan
penyumbatnya dimasukkan dalam anus sedalam mungkin, penyumbat
diangkat dan penderita disuruh bernafas panjang. Hemoroid interna terlihat
sebagai struktur vaskuler yang menonjol ke dalam lumen. Apabila
penderita diminta mengejan sedikit maka ukuran hemoroid akan
membesar dan penonjolan atau prolaps akan lebih nyata. Banyaknya
benjolan, derajatnya, letak ,besarnya dan keadaan lain dalam anus seperti
polip, fissura ani dan tumor ganas harus diperhatikan.

8. Mengapa dokter mencari riwayat BAB seperti kotoran kambing dan juga
diare?

Dokter mencari riwayat BAB seperti kotoran kambing dan diare guna
untuk menyingkirkan diagnosis banding. BAB kotoran kambing
merupakan ciri-ciri daripada CA Colon. BAB kotoran kambing ini
memiliki ciri-ciri konsistensi keras, kecil-kecil (scibala) jika terjadi di
saluran pencernaan atas.
Pembagian Diare:
-

Diare osmotic: akibat absorbs makanan yang jelek sehingga terjadi


retensi air di lumen usus. Dapat disebabkan juga oleh penyerapan
antasida.

Diare sekretorik: akibat meningkatnya sekresi ion di lumen usus yang


meningkatkan cairan intralumen, biasanya terjadi karena konsumsi
obat-obatan , toksin, dan lain-lain

Diare inflamatorik (eksudat): ada perubahan pada mukosa usus


sehingga absorbsi cairan terganggu dan protein meningkat dan
menyebabkan retensi cairan di lumen usus.

Diare akibat peningkatan motilitas: ketika kontak makanan dan


mukosa usus mengalami gangguan atau penurunan reabsorbsi
makanan dan juga terjadi peningkatan cairan pada feses. Dapat
disebabkan oleh sindroma iritasi.

9. Bagaimanakah interpretasi dari pemeriksaan rectal toucher pada scenario?


(LO)
10. Bagaimana prosedur patient safety pada scenario diatas? (LO)
11. Bagaimana penatalaksanaan kasus pada scenario diatas? (LO)

Jump IV: Menginventarisasi permasalahan secara sistematis dan pernyataan


sementara mengenai permasalahan pada langkah 3.
Benjolan pada dubur

Kasus benjolan pada


skenario

hemmorhoid
Neoplasma
Pelebaran
v.hemmorhoidales

Timbul benjolan
yang dapat
dimasukkan
manual
Darah segar
menetes
(hematochezia)

Hemmorhoid interna
derajat 3

Jump V: Merumuskan tujuan pembelajaran


LO (Learning Objection) yang perlu diketahui dan dicari pada pertemuan kedua
adalah:
1. Mengapa Mengapa timbul benjolan pada pangkal paha yang kadang
muncul dan kadang hilang dan mengapa muncul terutama pada saat
mengejan dan mengangkat benda berat?
2. Bagaimanakah interpretasi dari pemeriksaan rectal toucher pada scenario?
3. Bagaimana prosedur patient safety pada scenario diatas?

4. Bagaimana patofisiologi, komplikasi, penatalaksanaan hemorrhoid?


5. Apa saja pemeriksaan penunjang lain yang dapat digunakan pada kasus
diatas?
6. Bagaimana katup yang terdapat pada vena hemorhoidalis?
Jump VI : Mengumpulkan Informasi Baru (Belajar Mandiri).

Jump VII: Melaporkan, Membahas, dan Menata Kembali Informasi Baru


yang Diperoleh.
1. Mengapa Mengapa timbul benjolan pada pangkal paha yang kadang
muncul dan kadang hilang dan mengapa muncul terutama pada saat
mengejan dan mengangkat benda berat? Bagaimana penatalaksanaan kasus
tersebut?
Kami mencurigai benjolan di daerah inguinalis ini adalah hernia
inguinalis. Kecurigaan kami didasari dari hasil anamnesis, benjolan hanya
akan keluar bila mengangkat benda berat ataupun mengejan. Sebelum
membahas hernia ingunalis kami juga akan membahas sedikit tentang hernia
abdominalis.
Hernia abdominalis adalah kelainan yang paling paling sering ditemui
pada bagian bedah. Lebih dari 1 juta operasi hernia abdominalis dilakukan
setiap tahun di Amerika Serikat, dengan operasi hernia inguinal merupakan
hampir 770.000 kasus ini; sekitar 90% dari semua operasi hernia inguinal
dilakukan pada laki-laki.
Berikut ini adalah karakteristik dari beberapa jenis hernia yang terjadi
pada dinding abdomen:
a. Hernia inguinalis - Bulging di daerah inguinal atau skrotum, kadangkadang dapat keluar masuk; dapat disertai dengan rasa nyeri atau nyeri
terbakar, yang sering memburuk ketika mengangkat beban berat ,
mengejan atau batuk.
b. Spigelian hernia - rasa sakit secara lokal dan tanda-tanda obstruksi
inkarserata; rasa sakit meningkat ketika terjadi kontraksi otot-otot perut.

c. Interparietal hernia - Mirip dengan hernia spigelian.


d. Hernia supravesical internal - Gejala obstruksi gastrointestinal (GI) atau
gejala menyerupai infeksi saluran kemih.
e. Lumbar hernia - ketidaknyamanan pada daerah flank ditambah dengan
massa yang membesar di panggul.
f. Obturator hernia - Intermittent, akut, dan hyperesthesia berat atau nyeri di
paha sebelah medial atau di wilayah trokanter mayor, biasanya berkurang
dengan paha fleksi dan diperburuk oleh rotasi medial, adduksi, atau
ekstensi pada pinggul.
g. Hernia siatik - massa lunak disertai peningkatan ukuran di daerah
gluteal;dapat ditemukan neuropati dan gejala obstruksi usus atau ureter
siatik.
h. Perineum hernia - massa pada perineum dengan ketidaknyamanan saat
duduk dan kadang-kadang gejala obstruktif inkarserata.
i. Hernia umbilikalis - tonjolan pada umbilikus.
j. Epigastrium hernia - benjolan kecil di sepanjang linea alba.

Sekarang kami akan membahas lebih dalam tentang hernia inguinalis.


Hernia inguinalis adalah penonjolan isi rongga perut melalui kanalis
inguinalis. Ada dua jenis hernia inguinalis, langsung dan tidak langsung, yang
didefinisikan berdasarkan hubungan mereka dengan pembuluh epigastrika
inferior. Hernia inguinalis langsung, menonjol ke arah medial pembuluh
darahepigastrika inferior ketika isi perut herniasi melalui annulus inguinalis
eksternus. Hernia inguinalis tidak langsung, terjadi ketika isi perut menonjol
melalui annulus ingunalis internus, ke lateral pembuluh epigastrika inferior ;
mungkin ini disebabkan oleh kegagalan penutupan prosesus vaginalis ketika
dalam masa embrional.
Hernia inguinalis mungkin bawaan atau diperoleh, tetapi lebih umum
ditemukan hernia yang diperoleh. Pada dasarnya setiap faktor risiko, baik
peningkatan tekanan intra abdomen atau melemahnya dinding perut anterior dapat
menyebabkan pembentukan hernia inguinalis.

Faktor risiko yang diketahui berhubungan dengan terjadinya hernia


adalah :
a. Merokok
b. Riwayat keluarga positif
c. Prosesus vaginalis Paten
d. Penyakit kolagen
e. Apendisektomi Sebelumnya ( terbuka ) dan
prostatektomi
f. Pasien dengan ascites
g. Dialisis peritoneal
h. Setelah melakukan pekerjaan berat dengan durasi yang lama.
i. Penyakit paru obstruktif kronis ( PPOK )
Etiologi/Predisposisi
Penyebab dari hernia adalah adanya peningkatan tekanan intra abdominal
akibat adanya tindakan valsava maneuver seperti batuk, mengejan, mengangkat
benda berat atau menangis.
Hernia inguinalis dapat terjadi karena anomaly congenital atau karena
sebab yang didapat. Berbagai faktor penyebab berperan pada pembentukan pintu
masuk hernia pada anulus internus yang cukup lebar, sehingga dapat dilalui oleh
kantong dan isi hernia. Selain itu diperlukan pula faktor yang dapat mendorong isi
hernia melewati pintu yang sudah terbuka cukup lebar itu.
Faktor yang dipandang berperan kausal adalah adanya prosesus vaginalis
yang terbuka, peninggian tekanan di dalam rongga perut dan kelemahan otot
dinding perut karena usia. Tekanan intra abdominal yang meninggi serta kronik
seperti batuk kronik, hipertrofi prostat, konstipasi dan asites sering disertai hernia
inguinalis. Anak yang menjalani operasi hernia pada waktu bayi mempunyai
kemungkinan mendapat hernia kontralateral pada usia dewasa (16%).

Patofisiologi
Terjadinya hernia disebabkan oleh dua faktor yang pertama adalah faktor
kongenital yaitu kegagalan penutupan prosesus vaginalis pada waktu kehamilan

yang dapat menyebabkan masuknya isi rongga perut melalui kanalis inguinalis,
faktor yang kedua adalah faktor yang didapat seperti hamil, batuk kronis,
pekerjaan mengangkat benda berat dan faktor usia, masuknya isi rongga perut
melalui kanal ingunalis, jika cukup panjang maka akan menonjol keluar dari
anulus ingunalis eksternus.
Apabila hernia ini berlanjut tonjolan akan sampai ke skrotum karena kanal
inguinalis berisi tali sperma pada lakilaki, sehingga menyebakan hernia. Hernia
ada yang dapat kembali secara spontan maupun manual juga ada yang tidak dapat
kembali secara spontan ataupun manual akibat terjadi perlengketan antara isi
hernia dengan dinding kantong hernia sehingga isi hernia tidak dapat dimasukkan
kembali.
Keadaan ini akan mengakibatkan kesulitan untuk berjalan atau berpindah
sehingga aktivitas akan terganggu. Jika terjadi penekanan terhadap cincin hernia
maka isi hernia akan mencekik sehingga terjadi hernia strangulate yang akan
menimbulkan gejala ileus yaitu gejala obstruksi usus sehingga menyebabkan
peredaran darah terganggu yang akan menyebabkan kurangnya suplai oksigen
yang bisa menyebabkan Iskemik. Isi hernia ini akan menjadi nekrosis.
Kalau kantong hernia terdiri atas usus dapat terjadi perforasi yang akhirnya
dapat menimbulkan abses lokal atau prioritas jika terjadi hubungan dengan rongga
perut. Obstruksi usus juga menyebabkan penurunan peristaltik usus yang bisa
menyebabkan konstipasi. Pada keadaan strangulate akan timbul gejala ileus yaitu
perut kembung, muntah dan obstipasi pada strangulasi nyeri yang timbul letih
berat dan kontineu, daerah benjolan menjadi merah (Syamsuhidajat 2004).

Bertambahnya

umur

menjadi

faktor

risiko,

dimungkinkan

karena

meningkatnya penyakit yang meninggikan tekanan intra abdomen dan


berkurangnya kekuatan jaringan penunjang.
Setelah apendektomi menjadi faktor risiko terjadi hernia inguinalis karena
kelemahan otot dinding perut antara lain terjadi akibat kerusakan nervus
ilioinguinalis dan nervus iliofemoralis.(Jong, 2004).

Manifestasi Klinis
Pada umumnya keluhan orang dewasa berupa benjolan di inguinalis yang
timbul pada waktu mengedan, batuk, atau mengangkat beban berat dan
menghilang pada waktu istirahat berbaring. Pada inspeksi perhatikan keadaan
asimetris pada kedua inguinalis, skrotum, atau labia dalam posisi berdiri dan
berbaring. Pasien diminta mengedan atau batuk sehingga adanya benjolan atau
keadaan asimetris dapat dilihat. Palpasi dilakukan dalam keadaan ada benjolan
hernia, diraba konsistensinya, dan dicoba mendorong apakah benjolan dapat
direposisi. Setelah benjolan dapat direposisi dengan jari telunjuk, kadang cincin
hernia dapat diraba berupa anulus inguinalis yang melebar (Jong,2004).
Gejala dan tanda klinis hernia banyak ditentukan oleh keadaaan isi hernia.
Pada hernia reponibel keluhan satu-satunya adanya benjolan dilipat paha yang
muncul pada waktu berdiri, batuk bersin, atau mengejan dan menghilang setelah
berbaring. Keluhan nyeri jarang dijumpai, kalau ada biasanya dirasakan di daerah
epigastrium atau paraumbilikal berupa nyeri
viseral karena regangan pada mesenterium sewaktu satu segmen usus halus masuk
ke dalam kantong hernia. Nyeri yang disertai mual atau muntah baru timbul kalau
terjadi inkarserasi karena ileus atau strangulasi karena nekrosis atau gangren.
Tanda klinis pada pemeriksaan fisik bergantung pada isi hernia. Pada
inspeksi saat pasien mengedan, dapat dilihat hernia inguinalis lateralis muncul
sebagai penonjolan di regio ingunalis yang berjalan dari lateral atas ke medial
bawah. Kantong hernia yang kosong kadang dapat diraba pada vunikulus
spermatikus sebagai gesekan dari dua lapis kantong yang memberikan sensasi
gesekan dua permukaan sutera. Tanda ini disebut tanda sarung tangan sutera,
tetapi umumnya tanda ini sukar ditentukan. Kalau kantong hernia berisi organ,
tergantung isinya, pada palpasi mungkin teraba usus,omentum (seperti karet), atau
ovarium. Dengan jari telunjuk atau kelingking pada anak, dapat dicoba
mendorong isi hernia dengan menekan kulit skrotum melalui anulus eksternus
sehingga dapat ditentukan apakah isi hernia dapat direposisi atau tidak.
Dalam hal hernia dapat direposisi, pada waktu jari masih berada dalam
anulus eksternus, pasien diminta mengedan. Kalau ujung jari menyentuh hernia,

berarti hernia inguinalis lateralis, disebut hernia inguinalis lateralis karena


menonjol dari perut di lateral pembuluh epigastrika inferior. Disebut juga indirek
karena keluar melalui dua pintu dan saluran yaitu, anulus dan kanalis inguinalis.
Pada pemeriksaan hernia lateralis akan tampak tonjolan berbentuk lonjong,
sedangkan hernia medialis berbentuk tonjolan bulat. Dan kalau sisi jari yang
menyentuhnya, berarti hernia inguinalis medialis. Jika kantong hernia inguinalis
lateralis mencapai skrotum, disebut hernia skrotalis. Hernia inguinalis lateralis
yang mencapai labium mayus disebut hernia labialis.
Diagnosis ditegakkan atas dasar benjolan yang dapat direposisi, atau jika
tidak dapat direposisi, atas dasar tidak adanya pembatasan yang jelas di sebelah
cranial dan adanya hubungan ke cranial melalui anulus eksternus. Hernia ini harus
dibedakan dari hidrokel atau elefantiasis skrotum. Testis yang teraba dapat dipakai
sebagai pegangan untuk membedakannya.(Jong, 2004).
Penatalaksanaan
Pengobatan konservatif terbatas pada tindakan melakukan reposisi dan
pemakaian penyangga atau penunjang untuk mempertahankan isi hernia yang
telah direposisi. Reposisi tidak dilakukan pada hernia inguinalis strangulata,
kecuali pada pasien anak-anak, reposisi spontan lebih sering (karena cincin hernia
yang lebih elastis). Reposisi dilakukan secara bimanual. Tangan kiri memegang
hernia membentuk corong sedangkan tangan kanan mendorongnya ke arah cincin
hernia dengan sedikit tekanan perlahan yang tetap sampai terjadi reposisi.
Pemakaian bantalan penyangga hanya bertujuan menahan hernia yang telah
direposisi dan tidak pernah menyembuhkan, sehingga harus dipakai seumur
hidup. Namun, cara yang sudah berumur lebih dari 4000 tahun ini masih saja
dipakai sampai sekarang. Sebaiknya cara seperti ini tidak dianjurkan karena
menimbulkan komplikasi, antara lain merusak kulit dan tonus otot dinding perut
di daerah yang tertekan, sedangkan strangulasi tetap mengancam.
Pengobatan operatif merupakan satu-satunya pengobatan hernia inguinalis
yang rasional. Indikasi operatif sudah ada begitu diagnosa ditegakkan. Prinsip
dasar operatif hernia terdiri atas herniotomi dan hernioplastik.

Pada herniotomi dilakukan pembebasan kantong hernia sampai ke lehernya,


kantong dibuka dan isi hernia dibebaskan kalau ada perlekatan, kemudian
direposisi. Kantong hernia dijahit-ikat setinggi mungkin lalu dipotong.
Pada hernioplastik dilakukan tindakan untuk memperkecil annulus
inguinalis internus dan memperkuat dinding belakang kanalis iguinalis.
Hernioplastik lebih penting dalam mencegah terjadinya residif dibandingkan
dengan herniotomi. Hernia bilateral pada orang dewasa, dianjurkan melakukan
operasi dalam satu tahap kecuali jika ada kontra indikasi. Begitu juga pada anakanak dan bayi, operasi hernia bilateral dilakukan dalam satu tahap, terutama pada
hernia inguinalis sinistra (Jong, 2004).

2. Bagaimanakah interpretasi dari pemeriksaan rectal toucher pada skenario?


Pada rectal toucher, tidak didapatkan adanya abses, hal ini
sekaligus menyingkirkan salah satu diagnosis banding yakni abses anus.
Abses Anus adalah suatu kondisi medis yang ditandai dengan
terkumpulnya nanah di daerah anus yang disebabkan oleh infeksi bakteri
dari lesi-lesi di kulit atau kelenjar yang tersumbat pada anus, sering
menyerang laki-laki daripada perempuan. Ada dua tipe dari abses anus:
Abses

Perirektal

dan

Abses

Perianal.

Abses

perirektal

adalah

terkumpulnya nanah di jaringan dalam sekitar anus sedangkan abses


perianal adalah terkumpulnya nanah secara langsung di bawah kulit sekitar
anus. Abses anus umumnya terjadi pada penderita penyakit menular
seksual, inflammatory bowel disease dan orang yang melakukan anal sex.
Kondisi ini kadang-kadang dapat juga terjadi pada bayi dan balita yang
masih menggunakan popok. Meskipun abses anus bukan merupakan
kondisi yang mengancam jiwa, perawatan yang secepatnya diperlukan
karena kondisi ini dapat menyebabkan komplikasi yang fatal, seperti
sepsis (darah yang keracunan akibat infeksi bakteri dalam darah).
Untungnya, abses tersebut dapat dihilangkan melalui pembedahan untuk
mengeluarkan nanah (drainase). Gejalanya berupa : Demam, keluar nanah
dari rectum, kemerahan di sekitar dubur, merasakan ketidaknyamanan atau

kegelisahan (malaise atau rasa tidak enak badan), panas dingin atau
menggigil, pembengkakan di sekitar dubur, rasa sakit di sekitar daerah
dubur yang memburuk ketika duduk, rasa sakit selama buang air besar.
Selain tidak ditemukannya abses, tidak ditemukan pula saluran abnormal
dan robekan pada anus. Pernyataan tersebut dapat menyingkirkan
diagnosis banding lainnya yakni Fistula ani dan Fisura ani. Fistula Ani
adalah suatu kondisi medis yang ditandai dengan kelainan saluran dengan
pembukaan internal pada saluran anus yang meluas dan terbuka pada kulit
di dekat anus. Akibatnya, permukaan kulit di sekitar anus dapat terlihat
sebagai suatu lubang, yang menyebabkan nyeri dan perdarahan seiring
dengan pergerakan usus. Gejala lain yang mungkin timbul seperti
demamdan rasa gatal di sekitar anus. Fistula ani kebanyakan merupakan
komplikasi dari abses anus, suatu kondisi yang ditandai dengan
terkumpulnya nanah dalam anus. Ada dua tipe utama fistula ani: Fistula
Intersfingter dan Fistula Transsfingter. Pada fistula intersfingter, saluran
yang terinfeksi tersebut melintas isfingter ani interna (cincin otot polos
yang tidak dapat dikendalikan, yang menjaga anus tetap tertutup) dan
terbuka pada permukaan kulit di sebelah anus. Pada fistula transsfingter,
saluran fistula melewati baik sfingter interna maupun eksterna (cincin otot
yang dapat dikendalikan, yang menjaga anus tetap tertutup) dan terbuka
pada permukaan

kulit di sebelah anus. Meskipun fistula ani bukan

merupakan kondisi yang mengancam jiwa, hal ini dapat menyebabkan


komplikasi

yang

memalukan,

seperti

inkontinensia

yang

akan

mengakibatkan hilangnya kemampuan untuk mengontrol buang air besar.


Karena fistula ani tidak dapat disembuhkan tanpa perawatan, pembedahan
selalu diperlukan untuk menangani kondisi ini. Fisura Ani adalah kondisi
medis yang ditandai dengan nyeri seperti tertusuk pisau, terasa tajam, yang
disertai dengan sejumlah kecil perdarahan, sewaktu buang air besar. Hal
ini disebabkan karena robekan kecil di dalam anus di dekat tempat keluar
anus. Anus adalah bagian akhir dari usus besar, setelah rektum, dimana
materi feses melaluinya untuk keluar dari dalam tubuh. Fisura ani dapat

terjadi pada segala usia, tetapi lebih sering terjadi pada remaja dan dewasa
muda. Hal ini sering kali berhubungan dengan konstipasi karena
peregangan akibat feses yang keras dapat merobek dinding bagian dalam
dari anus. Akan tetapi, penderita penyakit radang perut, seperti colitis
ulseratif atau penyakit Crohn, juga memiliki risiko tinggi untuk terjadinya
fisura ani. Tergantung dari durasi gejala, fisura ani dapat diklasifikasikan
sebagai akut (terjadi tidak lebih dari 6 minggu) atau kronis (bertahan lebih
dari 6 minggu). Untungnya, fisura ani akut biasanya tidak berbahaya dan
robekan akan sembuh dengan sendirinya setelah beberapa minggu tanpa
memerlukan penanganan. Fisura ani kronis biasanya diobati dengan
laksatif atau merubah ke pola makan kaya akan serat untuk memudahkan
buang air besar.

3. Bagaimana prosedur patient safety pada scenario diatas?


Prosedur patient safety pada scenario sudah sesuai prosedur. Pemeriksa
menggunakan sarung tangan sebagai alat proteksi diri dan juga melakukan
pemeriksaan atas izin pasien. Berikut adalah standart patient safety yang
benar:
a. Tanyakan identitas pasien (nama lengkap, tanggal lahir, alamat)
b. Anamnesis keluhan utama dengan benar
c. Anamnesis dengan secret seven dan fundamental four
d. Sebelum melakukan pemeriksaan fisik (utamanya Rectal Toucher
pada skenario) jangan lupa untuk melakukan: Teknik Aseptik
(mencuci tangan dengan 6 langkah), memakai handscoen, dan
memberikan inform consent tentang tujuan pemeriksaan dan yang
akan dilakukan serta dilihat selama pemeriksaan. Teknik Aseptik
juga dilakukan setelah pemeriksaan fisik.
e. Utamakan

keamanan

dan

kenyamanan

pasien,

jangan

membahayakan pasien!
f. Bila diperlukan, minta temani perawat atau pendamping pasien.

4. Bagaimana patofisiologi, komplikasi, penatalaksanaan hemorrhoid?


Patofisiologi
Hemoroid adalah kumpulan dari pelebaran satu segmen atau lebih vena
hemoroidalis di daerah anorektal. Saat ini, teori patofisiologi hemoroid yang
secara luas diterima ialah teori sliding anal canal lining. Teori ini menjelaskan
bahwa hemoroid bukan sekedar pelebaran vena hemoroidalis, tetapi bersifat lebih
kompleks yakni melibatkan beberapa unsure berupa pembuluh darah, jaringan ikat
dan otot di sekitar anorektal (anal cushions).
Letak anal cushions atau bantalan anus secara anatomis terletak di jam tujuh,
jam sebelas dan jam tiga pada anus seperti tertera pada diagram gambar A.
Sehingga di lokasi ini sering terjadi hemoroid. Anal cushions memiliki tiga unsure
penting, yaitu pembuluh darah salah satunya vena hemoroidalis, jaringan ikat dan
otot. Dilatasi atau pelebaran vena

hemoroidalis mengakibatkan kerusakan

jaringan ikat pada anal cushions. Varut, 2012 dalam Journal of Gastroenterology
menyebutkan bahwa kerusakan jaringan ikat pada bantalan anus juga
mengakibatkan dilatasi vena akibat berkurangnya stabilisasi yang selama ini
dilakukan oleh jaringan ikat yang menyangga vena hemoroidalis. Hal ini
dibuktikan dengan penelitian bahwa terjadi perubahan pada anal cushions yang
signifikan, di antaranya dilatasi abnormal vena, thrombosis vascular, proses
degenerative pada jaringan ikat dan rupture otot subepitelial.
Proses degenerative pada jaringan ikat dan rupture otot subepitelial dapat
menjelaskan derajat pada hemoroid. Derajat hemoroid adalah sebagai berikut:

Derajat1 : Anal cushions tidak prolaps keluar kanal anus. Hemoroid


derajat ini hanya dapat dilihat dengan anorektoskop.

Derajat2 : Anal cushions prolaps dan menghilang atau masuk sendiri ke


dalam anus secara spontan.

Derajat3 : Anal cushions prolaps dapat masuk lagi ke dalam anus dengan
bantuan dorongan jari atau manual.

Derajat4 : Prolaps anal cushions yang permanen. Rentan dan cenderung


untuk mengalami thrombosis dan infark.
Prolapsnya hemoroid disebabkan oleh terdorongnya bantalan anus kearah

distal akibat kerusakan jaringan ikat dan otot. Sedangkan hemoroid yang dapat
masuk kembali baik secara spontan atau manual disebabkan oleh jaringan otot di
bantalan anus masih mampu menopang vena yang mengalami dilatasi. Berbeda
dengan derajat empat yang seluruh struktur anal cushions sudah mengalami
perubahan. Dalam hal ini prolapsnya hemoroid secara permanen mengakibatkan
hemoroid terjepit oleh musculus sphincter ani ketika defekasi, sehingga terjadi
nekrosis dan infark. Maka, hemoroid derajat empat sudah diindikasikan untuk
melakukan tindakan bedah.

A. Diagram lokasi anal cushions


interna
Faktor Risiko
-

Mengejan saat BAB

Menggunakan jamban duduk

Kehamilan

Usia tua

Tumor

Hubungan seksual perianal

Kurag makanan berserat

Kurang olahraga/imobilisasi

B. Lokasi tersering terjadi haemmorhoid

Komplikasi
Komplikasi hemoroid yang paling sering adalah perdarahan, trombosis, dan
strangulasi. Trombosis adalah pembekuan darah dalam hemoroid. Hemoroid
strangulasi adalah hemoroid yang prolaps dengan suplai darah dihalangi oleh
sfingter ani.
Penatalaksanaan Hemoroid
Menurut Acheson dan Scholefield (2006), penatalaksanaan hemoroid dapat
dilakukan dengan beberapa cara sesuai dengan jenis dan derajat daripada
hemoroid.
1. Penatalaksanaan Konservatif
Sebagian besar kasus hemoroid derajat I dapat ditatalaksana dengan
pengobatan konservatif. Tatalaksana tersebut antara lain koreksi konstipasi
jika ada, meningkatkan konsumsi serat, laksatif, dan menghindari obat-obatan
yang dapat menyebabkan kostipasi seperti kodein (Daniel, 2010)
Penelitian meta-analisis akhir-akhir ini membuktikan bahwa suplemen serat
dapat memperbaiki gejala dan perdarahan serta dapat direkomendasikan pada
derajat awal hemoroid. Perubahan gaya hidup lainnya seperti meningkatkan
konsumsi cairan, menghindari konstipasi dan mengurangi mengejan saat
buang air besar dilakukan pada penatalaksanaan awal dan dapat membantu
pengobatan serta pencegahan hemoroid, meski belum banyak penelitian yang
mendukung hal tersebut. Kombinasi antara anestesi lokal, kortikosteroid, dan
antiseptik dapat mengurangi gejala gatal-gatal dan rasa tak nyaman pada
hemoroid. Penggunaan steroid yang berlama-lama harus dihindari untuk
mengurangi efek samping. Selain itu suplemen flavonoid dapat membantu
mengurangi tonus vena, mengurangi hiperpermeabilitas serta efek anti
inflamasi meskipun belum diketahui bagaimana mekanismenya.

Pembedahan
Acheson dan Scholfield (2008) menyatakan apabila hemoroid internal
derajat I yang tidak membaik dengan penatalaksanaan konservatif maka dapat

dilakukan tindakan pembedahan. HIST (Hemorrhoid Institute of South Texas)


menetapkan indikasi tatalaksana pembedahan hemoroid antara lain:
a. Hemoroid internal derajat II berulang.
b. Hemoroid derajat III dan IV dengan gejala.
c. Mukosa rektum menonjol keluar anus.
d. Hemoroid derajat I dan II dengan penyakit penyerta seperti fisura.
e. Kegagalan penatalaksanaan konservatif.
f. Permintaan pasien.

Pembedahan yang sering dilakukan yaitu:


1. Skleroterapi. Teknik ini dilakukan menginjeksikan 5 mL oil phenol 5 %
vegetable oil, quinine, dan urea hydrochlorate atau hypertonic salt
solution. Lokasi injeksi adalah submukosa hemoroid. Efek injeksi
sklerosan tersebut adalah edema, reaksi inflamasi dengan proliferasi
fibroblast,

dan

trombosis

intravaskular.

Reaksi

ini

akan

menyebabkanfibrosis pada sumukosa hemoroid. Hal ini akan mencegah


atau mengurangi prolapsus jaringan hemoroid. Senapati (1988) dalam
Acheson dan Scholfield (2009) menyatakan teknik ini murah dan mudah
dilakukan, tetapi jarang dilaksanakan karena tingkat kegagalan yang
tinggi.
2. Rubber band ligation. Ligasi jaringan hemoroid dengan rubber band
menyebabkan nekrosis iskemia, ulserasi dan scarring yang akan
menghsilkan fiksasi jaringan ikat ke dinding rektum. Komplikasi prosedur
ini adalah nyeri dan perdarahan.
3. Infrared thermocoagulation. Sinar infra merah masuk ke jaringan dan
berubah menjadi panas. Manipulasi instrumen tersebut dapat digunakan
untuk mengatur banyaknya jumlah kerusakan jaringan. Prosedur ini
menyebabkan koagulasi, oklusi, dan sklerosis jaringan hemoroid. Teknik
ini singkat dan dengan komplikasi yang minimal.

4. Bipolar Diathermy. Menggunakan energi listrik untuk mengkoagulasi


jaringan hemoroid dan pembuluh darah yang memperdarahinya. Biasanya
digunakan pada hemoroid internal derajat rendah.
5. Laser haemorrhoidectomy.
Cryotherapy. Teknik ini dilakukan dengan menggunakan temperatur yang
sangat rendah untuk merusak jaringan. Kerusakan ini disebabkan kristal
yang terbentuk di dalam sel, menghancurkan membran sel dan jaringan.
Namun prosedur ini menghabiskan banyak waktu dan hasil yang cukup
mengecewakan. Cryotherapy adalah teknik yang paling jarang dilakukan
untuk hemoroid.
6. Stappled Hemorrhoidopexy
Teknik dilakukan dengan mengeksisi jaringan hemoroid pada bagian
proksimal dentate line. Keuntungan pada stappled hemorrhoidopexy
adalah berkurangnya rasa nyeri paska operasi selain itu teknik ini juga
aman dan efektif sebagai standar hemorrhoidectomy.
Pencegahan
Pencegahan hemoroid dapat dilakukan dengan :
a.

Bab teratur satu hari sekali

b.

Konsumsi serat 25-30 gram sehari

c.

Minum air sebanyak 6-8 gelas sehari

d.

Hindari makanan yang dapat menyebabkn iritasi lokal (makanan


pedas, alkohol) atau makanan yang merangsang pencernaan

e.

Hindari stress

5. Apa saja pemeriksaan penunjang lain yang dapat digunakan pada kasus
diatas?
Pemeriksaan Penunjang:
Anamnesis harus dikaitkan dengan faktor obstipasi, defekasi yang
keras, yamg membutuhkan tekanan intra abdominal meninggi (mengejan),
pasien sering duduk berjam-jam di WC, dan dapat disertai rasa nyeri bila
terjadi peradangan. Pemeriksaan umum tidak boleh diabaikan karena
keadaan ini dapat disebabkan oleh penyakit lain seperti sindrom hipertensi

portal. Hemoroid eksterna dapat dilihat dengan inspeksi apalagi bila terjadi
trombosis. Bila hemoroid interna mengalami prolaps, maka tonjolan yang
ditutupi epitel penghasil musin akan dapat dilihat apabila penderita
diminta mengejan.

Pemeriksaan Colok Dubur


Pada pemeriksaan colok dubur, hemoroid interna stadium awal
tidak dapat diraba sebab tekanan vena di dalamnya tidak terlalu tinggi dan
biasanya tidak nyeri.Hemoroid dapat diraba apabila sangat besar. Apabila
hemoroid sering prolaps, selaput lendir akan menebal. Trombosis dan
fibrosis pada perabaan terasa padat dengan dasar yang lebar.Pemeriksaan
colok dubur ini untuk menyingkirkan kemungkinan karsinoma rektum.
Pemeriksaan Anoskopi
Dengan cara ini dapat dilihat hemoroid internus yang tidak
menonjol keluar. Anoskop dimasukkan untuk mengamati keempat
kuadran.Penderita dalam posisi litotomi.Anoskop dan penyumbatnya
dimasukkan dalam anus sedalam mungkin, penyumbat diangkat dan
penderita disuruh bernafas panjang.Hemoroid interna terlihat sebagai
struktur vaskuler yang menonjol ke dalam lumen. Apabila penderita
diminta mengejan sedikit maka ukuran hemoroid akan membesar dan
penonjolan atau prolaps akan lebih nyata. Banyaknya benjolan, derajatnya,
letak ,besarnya dan keadaan lain dalam anus seperti polip, fissura ani dan
tumor ganas harus diperhatikan.
Pemeriksaan Proktosigmoidoskopi
Proktosigmoidoskopi perlu dikerjakan untuk memastikan keluhan
bukan disebabkan oleh proses radang atau proses keganasan di tingkat
tinggi, karena hemoroid merupakan keadaan fisiologik saja atau tanda
yang menyertai. Faeces harus diperiksa terhadap adanya darah samar.

6. Bagaimana katup yang terdapat pada vena hemorhoidalis?

Sebagian besar vena memiliki katup yang berfungsi untuk


mencegah refluks darah. Menurut Henry Gray, pada system vena porta
katup vena mengalami rudimenter. Memang, pada sumber lain
menyebutkan bahwa katup tidak ditemukan pada vena porta dancabangcabang besar. Cabang-cabang kecil system vena porta memilik
ikatup.Namun, banyak sumber menyebutkan bahwa tidak seperti vena
lainnya, vena hemoroidalis tidak memiliki katup untuk mencegah
terbendungnya darah. Akibat mudahnya pembendungan darah, tekanan
pada vena hemoroidalis relative tinggi.Tekanan ini menjadi salah satu
yang memacu timbulnya hemoroid.

BAB III
SIMPULAN DAN SARAN

SIMPULAN
Dari hasil diskusi tutorial yang teah dilakukan oleh kelompok B-1, didapatkan
suatu kesimpulkan bahwa pasien kemungkinan terkena hemorrhoid derajat 3
karena benjolan yang muncul dapat dimasukkan kembali dengan bantuan jari
(manual) serta memiliki riwayat sakit hernia inguinalis (benjolan di pangkal paha
yang hilang timbul). Hernia inguinalis yang dimiliki pasien dapat menjadi faktor
pencetus timbulnya hemorrhoid dikarenakan adanya peningkatan tekanan
intraabdomen yang dialami oleh pasien. Penatalaksanaan yang diberikan pada
penderita hemmorhoid derajat 3 adalah terapi bedah yang dapat dilakukan oleh
spesialis bedah. Hemorrhoid dapat dicegah dengan banyak cara seperti yang sudah
tercantum diatas, diantaranya adalah mengonsumsi serat dan air putih yang cukup,
melakukan BAB secara teratur dan menghindari makanan yang dapat
menyebabkan iritasi local.

SARAN
Saran kami berupa evaluasi agar ke depan, diskusi tutorial kelompok dapat
berjalan dengan lancar dan lebih baik lagi. Oleh karena itu, diharapkan agar
masing-masing anggota telah mempersiapkan materi ataupun bahan-bahan yang
akan didiskusikan dengan baik. Selain itu, setiap anggota diperkenankan untuk
mempelajari permasalahan yang ada di skenario sebelum melakukan diskusi.
Tutor scenario 3 blok gastrointestinal yang memimbing kami, telah menuntun dan
mengarahkan kami dalam menjalankan diskusi tutorial dengan sangat baik, dapat
merinci semua bagian dalam skenario sehingga tidak ada hal yang terlewat untuk
kami pelajari. Semoga untuk selanjutnya diskusi tutorial kami berlangsung dengan
lebih baik lagi dan semua LO dapat tercapai dengan hasil yang memuaskan.

DAFTAR PUSTAKA

Arkanda, Sumitro. 1989. Ringkasan Ilmu Bedah. Jakarta: PT. Bina Aksara
Djuhari, Widjajakusumah. 2003.Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta:EGC
Ganong W. F. 19.. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 17. Jakarta : EGC
Guyton A. C, Hall J. E. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. Jakarta :
EGC
Heng Chiow. 2010. Inguinal Hernias: A Current Review of an Old Problem.
http://www.singhealthacademy.edu.sg/Documents/Publications/Vol19No3
2010/06_Inguinal-Hernias.pdf. Diakses : 7 Mei 2014
Lohsiriwat, Varut. 2012. Hemorrhoids: From Basic Pathophysiology To Clinical
Management. World Journal of Gastroenterology : WJGBaishideng
Publishing Group Co., Ltd.
Medscape. 2014. Abdominal Hernia.
http://emedicine.medscape.com/article/189563-overview#showall. Diakses
: 7 Mei 2014
Mubarak, Hasnil. 2011.Karakteristik Penderita Hemoroid Berdasarkan Umur
Dan Jenis Kelamin Di Rsup H. Adam Malik Tahun 2008 2009.
Price, Sylvia A. 2007. Patofisiologi Volume 2. Jakarta: EGC.
Sherwood, L., 2001. Fisiologi Manusia: Dari Sel ke Sistem. Edisi 2. Jakarta:
EGC.
Sudoyo WA, Setiyohadi B, Alwi I, dkk. 2009. Ilmu Penyakit Dalam. Edisi ke-5.
Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam.
Syamsuhidayat

R,

Jong

W.D,2004.Buku

EGC,pemeriksaan penunjang:910 912.

Ajar

Bedah,

Jakarta:

You might also like