Professional Documents
Culture Documents
Oleh:
Jefri Karsoni, S.Ked
04101001037
Pembimbing 1:
Dr.
Pembimbing 2:
Dr.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah proses infeksi akut
berlangsung selama 14 hari, yang disebabkan oleh mikroorganisme dan
menyerang salah satu bagian, dan atau lebih dari saluran napas, mulai dari
hidung (saluran atas) hingga alveoli (saluran bawah), termasuk jaringan
adneksanya, seperti sinus, rongga telinga tengah dan pleura.1 Gejala awal
yang timbul biasanya berupa batuk pilek, yang kemudian diikuti dengan
napas cepat dan napas sesak. Pada tingkat yang lebih berat terjadi
kesukaran bernapas dan tidak dapat minum. Usia Balita adalah kelompok
yang paling rentan dengan infeksi saluran pernapasan. Kenyataannya
bahwa angka morbiditas dan mortalitas akibat ISPA, masih tinggi pada
balita di Negara berkembang.
World Health Organization (WHO) memperkirakan insidens
Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) di negara berkembang dengan
angka kematian balita di atas 40 per 1000 kelahiran hidup adalah 15%20% pertahun pada golongan usia balita. Menurut WHO, 13 juta anak
balita di dunia meninggal setiap tahun dan sebagian besar kematian
tersebut terdapat di Negara berkembang, di mana pneumonia merupakan
salah satu penyebab utama kematian dengan membunuh 4 juta anak balita
setiap tahun.2
Di Indonesia, Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) selalu
menempati urutan pertama penyebab kematian pada kelompok bayi dan
balita. Selain itu ISPA juga sering berada pada daftar 10 penyakit
terbanyak di rumah sakit. Di Indonesia terjadi lima kasus diantara 1000
bayi atau Balita, ISPA mengakibatkan 150.000 bayi atau Balita meninggal
tiap tahun atau 12.500 korban perbulan atau 416 kasus perhari, atau 17
anak perjam atau seorang bayi tiap lima menit (Siswono, 2007). Sebagai
udara
rokok
peran
aktif
2009).
Kebiasaan merokok di dalam rumah dapat berdampak negative
bagi anggota keluarga khususnya
juta
perokok atau 225 miliar batang per tahun (WHO, 2008). Nikotin dan
ribuan zat beracun lainnya yang berasal dari asap rokok masuk ke
saluran
saluran
pernapasan
pernapasan
bayi
yang
dapat
menyebabkan
Infeksi pada
saluran pernapasan dapat juga masuk ke tubuh melalui ASI ibunya lalu
berakumulasi di tubuh bayi dan membahayakan kesehatan bayi tersebut.
Sebuah
penelitian
di
wilayah
kerja
Puskesmas
Rembang
1.2
Rumusan Masalah
Bagaimana hubungan prilaku merokok orang tua dengan kejadian
ISPA pada balita di Puskesmas Palembang?
1.3
Tujuan Penelitian
1.3.1
Tujuan Umum
Mengetahui hubungan prilaku merokok orang tua dengan
kejadian ISPA pada balita di Puskesmas Palembang.
1.3.2
Tujuan Khusus
1. Untuk mendeskripsikan prilaku merokok orang tua balita di
wilayah kerja Puskesmas.. tahun .
2. Untuk mengetahui hubungan antara prilaku merokok orang tua
terhadap kejadian ISPA pada balita di wilayah kerja
Puskesmas. Tahun
1.4
Manfaat Penelitian
1.4.1
Manfaat Teoritis
1. Sebagai bahan informasi dan masukan bagi Puskesmas
Palembang mengenai hubungan antara prilaku merokok orang
tua dengan kejadian ISPA pada balita yang merupakan
penyakit tersering diderita oleh balita yang berobat ke
pelayanan kesehatan anak Puskesmas.Palembang tahun.
2. Sebagai bahan masukan bagi penelitian selanjutnya dan bahan
referensi bagi perpustakaan FK UNSRI Palembang.
1.4.2
Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan
masukan tentang pentingnya mengetahui hubungan antara prilaku
merokok orang tua
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1
Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian analitik dengan
desain penelitian case control.
3.2
3.3
Populasi
Semua orang tua yang mempunyai balita dan berada di
wilayah kerja puskesmas pada tahun
3.3.2
Sampel
Semua balita yang berobat ke Balai Pengobatan Anak
Puskesmas Palembang selama bulan 2014 yang memenuhi
kriteria inklusi. Sampel diambil dengan metode simple Random
sampling. Dengan kelompok kasus adalah semua orang tua dengan
balita yang menderita ISPA dan berobat ke Puskesmas.. bulan
Tahun yang memenuhi kriteria inklusi, sedangkan kelompok
kontrol adalah orang tua dengan balita yang tidak menderita ISPA.
1. Kriteria Inklusi
Semua balita yang berusia 12 bulan 60 bulan (5 tahun) yang
berobat ke Balai Pengobatan Anak Puskesmas.. Palembang
bulan 2014 dengan pertimbangan anak balita usia 12 bulan
telah
mendapatkan
imunisasi
dasar
lengkap,
tidak
3.4
Variabel Penelitian
3.4.1
3.4.2
3.5
Definisi Operasional
3.5.1
Balita
Anak laki-laki dan perempuan yang berusia 12 bulan 60
bulan (5 tahun) yang berobat ke Balai Pengobatan Puskesmas
Sekip Palembang pada bulan 2014.
3.5.2
3.5.3
Kejadian ISPA
Frekuensi terjadinya penyakit infeksi saluran pernafasan
akut yang terjadi pada bulan 2014, yang ditandai dengan salah satu
3.6
Pengumpulan Data
Pengumpulan data yang dipakai adalah data primer dan sekunder
catatan registrasi PuskesmasPalembang bulan ..2014 dengan instrument
penelitian menggunakan kuesioner
3.7
Analisa Data
Data dikumpulkan dan dianalisis serta disajikan dalam tabel
distribusi dan grafik kemudian dilakukan analisis dengan menggunakan
SPSS dan diinterpretasi:
a.
Analisis Univariat
Untuk mendeskripsikan kondisi variabel penelitian.
b.
Analisis Bivariat
Analisis ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara variabel
bebas dengan variabel terikat, digunakan metode Chi-square. Dan
penghitungan OR
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Lokasi Anatomik
Penyakit ISPA dapat dibagi dua berdasarkan lokasi
anatominya, yaitu: ISPA atas dan ISPA bawah. Contoh ISPA atas
adalah batuk pilek (common cold), Pharingitis, Tonsilitis, Otitis,
Ffluselesmas, radang tenggorok, Sinusitis dan lain-lain yang relatif
tidak berbahaya. ISPA bawah diantaranya Bronchiolitis dan
pneumonia yang sangat berbahaya karena dapat menyebabkan
kematian.9
2.1.2
Klasifikasi penyakit
Penyakit ISPA juga dibedakan berdasarkan golongan umur, yaitu :
1. Kelompok umur kurang dari 2 bulan, dibagi atas: pneumonia
berat dan bukan pneumonia. Pneumonia berat ditandai dengan
adanya
napas
cepat
(Fast
breathing),
yaitu
frekuensi
2.1.3
10
2.1.4
11
2.1.5
2.1.6
12
1. Pemeriksaan
Pemeriksaan dilakukan untuk mengidentifikasi gejala
yang ada pada penderita.
2. Penentuan ada tidaknya tanda bahaya
Tanda bahaya, pada bayi umur kurang dari 2 bulan
adalah tidak bisa minum, kejang, kesadaran menurun, Stridor,
Wheezing, demam atau dingin. Tanda bahaya pada umur 2
bulan sampai kurang dari 5 tahun adalah tidak bisa minum,
kejang, kesadaran menurun, Stridor dan gizi buruk.10
3. Tindakan dan Pengobatan
Pada penderita umur kurang dari 2 bulan yang
terdiagnosa pneumonia berat, harus segera dibawa ke sarana
rujukan dan diberi antibiotik 1 dosis. Pada penderita umur 2
bulan sampai kurang dari 5 tahun yang terdiagnosa pneumonia
dapat dilakukan perawatan di rumah, pemberian antibiotik
selama 5 hari, pengontrolan dalam 2 hari atau lebih cepat bila
penderita memburuk, serta pengobatan demam dan yang ada.10
Penderita di rumah untuk penderita pneumonia umur 2
bulan sampai kurang dari 5 tahun, meliputi :
a. Pemberian makanan yang cukup selama sakit dan
menambah jumlahnya setelah sembuh.
b. Pemberian cairan dengan minum lebih banyak dan
meningkatkan pemberian ASI.
c. Pemberian obat pereda batuk dengan ramuan yang aman
dan sederhana.10
Penderita umur 2 bulan sampai kurang dari 5 tahun
yang terdiagnosa pneumonia berat harus segera dikirim ke
sarana rujukan, diberi antibiotik 1 dosis serta analgetik sebagai
penurun demam dan wheezing yang ada.10
13
2.2
pemeriksaan
perkembangan
dan
pertumbuhan
fisiknya,
2.3
Asap Dapur
Gangguan saluran pernapasan yang diderita masyarakat
selain disebabkan oleh infeksi kuman
14
15
4. Carbonmonoksida (CO)
Pengaruh akut inhalasi CO adalah berkurangnya
persediaan oksigen dalam tubuh, yang disebabkan oleh
bergabungnya CO dalam darah dengan molekul hemoglobin
membentuk CO-Hb.
5. Nitrogendioksida (NO2)
Nitrogendioksida merupakan bahan pencemar udara
yang paling banyak mempengaruhi kesehatan paru bagian
dalam. Paparan NO2 yang berlangsung lama dapat menambah
kerentanan terhadap infeksi alat pernapasan oleh bakteri
(pneumonia) atau virus (influenza).
6. Sulfurdioksida (SO2)
Sulfurdioksida mempunyai sifat yang lebih mudah larut
dalam air membentuk asam sulfat aerosol, yang dapat masuk
ke dalam paru dan mangganggu fungsi paru.
Anak-anak/balita biasanya berada di dekat api atau
berada di pangkuan ibunya ketika sedang memasak dan saat
menyiapkan makanan bagi keluarga sehingga kontak dengan
polusi dari bahan bakar biomassa dalam dapur, yang
berlangsung secara terus menerus menyebabkan iritasi pada
mukosa saluran pernapasan, sehingga memudahkan terjadinya
infeksi.
2.3.2
16
dan anak-anak. Hal ini tidak bisa dianggap sepele karena beberapa
penelitian memperlihatkan bahwa justru perokok pasiflah yang
mengalami risiko lebih besar daripada perokok sesungguhnya.15
Asap rokok yang diisap oleh perokok adalah asap
mainstream sedangkan asap dari ujung rokok yang terbakar
dinamakan asap sidestream. Polusi udara yang diakibatkan oleh
asap sidestream dan asap mainstream yang sudah terekstrasi
dinamakan asap tangan kedua atau asap tembakau lingkungan.
Mereka yang menghisap asap inilah yang dinamakan perokok pasif
atau perokok terpaksa.16
Terdapat seorang perokok atau lebih dalam rumah akan
memperbesar risiko anggota keluarga menderita sakit, seperti
gangguan pernapasan, memperburuk asma dan memperberat
penyakit angina pectoris serta dapat meningkatkan resiko untuk
mendapat serangan ISPA khususnya pada balita. Anak-anak yang
orang tuanya perokok lebih mudah terkena penyakit saluran
pernapasan seperti flu, asma pneumonia dan penyakit saluran
pernapasan lainnya. Gas berbahaya dalam asap rokok merangsang
pembentukan lendir, debu dan bakteri yang tertumpuk tidak dapat
dikeluarkan, menyebabkan bronchitis kronis, lumpuhnya serat
elastin di jaringan paru mengakibatkan daya pompa paru
berkurang, udara tertahan di paru-paru dan mengakibatkan
pecahnya kantong udara.15
2.3.3
17
bulan
pertama
hanya
membutuhkan
ASI
Ekslusif
2.3.4
Status Imunisasi
Imunisasi adalah pemberian kekebalan tubuh terhadap
suatu penyakit dengan memasukkan sesuatu ke dalam tubuh agar
tubuh tahan terhadap penyakit yang sedang mewabah atau
berbahaya bagi seseorang. Imunisasi berasal dari kata imun yang
berarti kebal atau resisten. Imunisasi terhadap suatu penyakit hanya
akan memberikan kekebalan atau resistensi pada penyakit itu saja,
sehingga untuk terhindar dari penyakit lain diperlukan imunisasi
lainnya.18
Imunisasi biasanya lebih fokus diberikan kepada anak-anak
karena sistem kekebalan tubuh mereka masih belum sebaik orang
dewasa, sehingga rentan terhadap serangan penyakit berbahaya.
Imunisasi tidak cukup hanya dilakukan satu kali, tetapi harus
dilakukan secara bertahap dan lengkap terhadap berbagai penyakit
yang sangat membahayakan kesehatan dan hidup anak.
18
2.3.5
Status Gizi
Keadaan gizi yang buruk muncul sebagai faktor resiko yang
penting
untuk
terjadinya
ISPA.
Banyak
penelitian
yang
2.3.6
19
2.4
Kerangka Konsep
ISPA merupakan penyakit infeksi yang di sebabkan oleh bakteri
maupun virus, lebih sering terjadi pada anak berusia dibawah lima tahun
(balita). Anak balita yang menderita ISPA apabila tidak mendapat
pengobatan dapat mengalami kematian. ISPA di pengaruhi oleh berbagai
faktor antara lain adalah:
20
1. Asap dapur sebagai sisa hasil pembakaran rumah tangga, bila terhirup
secara terus menerus dapat mempengaruhi kesehatan penghuni rumah
terutama kelompok balita, sehingga dapat berisiko terjadinya sakit.
2. Asi banyak mengandung protein, kalori dan vitamin yang dibutuhkan
oleh tubuh untuk membentuk sistem kekebalan tubuh sehingga
terhindar dari penyakit dan infeksi. Pemberian makanan pendamping
menyebabkan bayi kenyang sehingga tidak mau menetek.
3. Pemberian imunisasi yang tidak lengkap dapat menyebabkan kekebalan tubuh
anak berkurang. Dengan pemberian imunisasi campak dan DPT diharapkan
anak balita akan terhindar dari penyakit difteri, pertusis dan campak yang
menyebabkan komplikasi pneumonia.
4. Status gizi yang buruk menjadi faktor imunitas tubuh balita karena
pada gizi buruk, kemampuan reaksi imun dalam menghadapi agen
penyebab infeksi juga akan menurun.
5. Kebiasaan merokok di dalam rumah dapat mencemari ruangan
sehingga asap rokok dapat terisap oleh anak balita.
6. Bayi dengan BBLR mudah menderita penyakit infeksi terutama
pneumonia dan saluran pernafasan lainnya karena perkembangan zat
kekebalan tubuh kurang sempurna.
Berdasarkan pola pemikiran di atas maka dibuatlah kerangka
konsep variabel yang diteliti sebagai berikut:
21
Status gizi
Status imunisasi
BBLR
Faktor Lingkungan:
Faktor Perilaku:
Pencemaran udara
dalam rumah (asap
dapur dan asap rokok)
Ventilasi rumah
Kepadatan hunian rumah
Pemberian ASI
Pendidikan orang tua
Status social ekonomi
Penggunaan fasilitas
kesehatan
2.5
Hipotesis Penelitian.
1. H0: Tidak ada hubungan antara prilaku merokok orang tua dengan
kejadian ISPA di Puskesmas..Palembang.
2. H1 : Terdapat hubungan antara prilaku merokok orang tua dengan
kejadian ISPA di Puskesmas Palembang.
22