You are on page 1of 62

EDISI.

02

MODUL
MANAJEMEN KAS
DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
Program Percepatan Akuntabilitas Keuangan Pemerintah
2008

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI

DAFTAR BAGAN .......................................................................................................

iii

BAB I. PENDAHULUAN ..........

BAB II. PENGELOLAAN KAS NEGARA......

2.1. Dasar Hukum ......

2.2. Bendahara Umum Negara (BUN) dan Bendahara Umum Daerah (BUD).....

2.3. Pembagian Pengelolaan Kas Negara.......

2.4. Bagan Arus Kas/Uang Pada KPPN Kantor Bank Indonesia (KBI )........

2.5. Bagan Arus Kas/Uang Pada KPPN Non KBI.....

12

BAB III. REKENING TUNGGAL PEMERINTAH (TREASURY SINGLE


ACCOUNT) .......

16

3.1. Latar Belakang.....

16

3.2. Pengertian TSA.............................

17

3.3. Landasan Hukum. ...................................................................

18

3.4. Langkah-langkah Penerapan TSA .........

18

3.5.. Mekanisme Pelaksanaan TSA di KPPN untuk Rekening Pengeluaran ..............

19

3.6. Mekanisme Pelaksanaan TSA di KPPN untuk Rekening Penerimaan ................

21

3.7. Inernational Best Practice TSA ...............................................

22

3.8. Tahapan Pelaksanaan TSA .................................................................................

24

3.9. Kesimpulan ........................................................................................................

25

BAB IV. PERENCANAAN KAS PEMERINTAH..........................................

29

4.1. Dasar Hukum.......

29

4.2. Latar Belakang ...............................................

30

4.3. Perencanaan Kas dan Manajemen Likuiditas ......................................................

30

4.4. Pelaksanaan Perencanaan Kas....

31

4.5. Mekanisme Penyampaian Laporan..........................................

32

4.6. Inheren Risk dalam Perencanaan Kas ......................................................

32

4.7. Tindak Lanjut Perencanaan Kas ..........................................................................

34

4.8. Kesimpulan ..........................................................................................................

36

BAB V REMUNERASI ATAS SALDO KAS PEMERINTAH.....................................

38

5.1. Latar Belakang .....................................................................................................

38

5.2. Landasan Hukum .................................................................................................

39

5.3. Penempatan di Bank Indonesia ...........................................................................

40

5.4. Penempatan pada Bank Umum ...........................................................................

41

5.5. Penggunaan Repo-Reverse Repo .......................................................................

42

5.6. Hubungan Manajemen Kas Dengan Kebijakan Moneter Dan Fiskal ...................

42

VI. PENGELOLAAN REKENING PEMERINTAH ......................................................

44

6.1. Rekening Bendahara Umum Negara ..................................................................

44

6.2. Rekening Pengguna Anggaran ...........................................................................

45

6.3. Rekening BLU .....................................................................................................

49

6.4. Penertiban Rekening Pemerintah .......................................................................

49

6.5. Pelaporan ............................................................................................................

53

VII. PENUTUP ...................

55

7.1. Beberapa Tantangan Dalam Manajemen Kas

55

7.2. Kesimpulan ..

56

REFERENSI ...............................................................................................................

58

ii

DAFTAR BAGAN

Bagan I. Arus Kas/Uang Pada KPPN Kantor Bank Indonesia (KBI ) ......................
Bagan II : Arus Kas/Uang Pada KPPN Non KBI .......................................................
Bagan III. Mekanisme Pelaksanaan TSA di KPPN untuk Rekening Pengeluaran ..
Bagan IV. Mekanisme Pelaksanaan TSA di KPPN untuk Rekening Penerimaan...
Bagan V. Akurasi Dalam Perencanaan Kas.............................................................
Bagan VI. Perencanaan Kas....................................................................................

iii

BAB I
PENDAHULUAN

Manajemen kas adalah suatu strategi dan rangkaian proses dalam rangka
mengelola aliran kas pemerintah dalam jangka pendek dan saldo kas yang ada secara
efisien, baik didalam pemerintah maupun antara pemerintah dengan pihak lain
khususnya terkait dengan moneter. Definisi tersebut mencakup perlunya suatu
kebijakan dalam mengelola aliran kas dan saldo kas untuk mendapatkan hasil yang
optimal.
Pemerintah Indonesia semakin sadar akan pentingnya penerapan manajemen
kas yang baik terutama untuk meningkatan efisiensi, efektivitas dan pengendalian atas
aliran kas negara. Manajemen kas di Indonesia semakin penting karena pemerintah
Indonesia mengalami cash mismatch dimana saat penerimaan kas dalam jumlah besar
tidak sama dengan waktu pengeluarannnya. Selain itu diharapkan juga dengan
manajemen kas yang lebih baik akan terjadi percepatan penyerapan APBN. Secara
khusus manajemen kas berfungsi untuk memastikan ketersediaan dana pada rekening
pemerintah guna memenuhi pembayaran kegiatan APBN, selain hal tersebut sejalan
dengan yang diamanatkan dalam Undang-undang No.1 tahun 2004.
Beberapa pokok manajemen kas yang baik dalam mendukung upaya
percepatan penyerapan dana meliputi adanya suatu fungsi perencanaan kas yang baik,
pemanfaatan kas yang menganggur semaksimal mungkin, pencegahan terjadinya
penyimpangan penggunaan uang negara dan pencarian sumber pembiayaan yang
paling efisien untuk menutup kekurangan kas. Fungsi manajemen kas yang baik juga
akan mendukung adanya suatu transparansi dan fungsi pertanggungjawaban atas uang
publik yang dikelola oleh pemerintah.
Selama ini pengelolaan kas yang dilaksanakan pemerintah belum berpedoman
pada international best practices

dalam manajemen kas negara. Salah satu

penyebabnya adalah pendekatan yang salah dalam mengelola keuangan negara.


Selama ini pengelolaan uang negara dilakukan dengan pendekatan superioritas negara
yang mengakibatkan terabaikannya prinsip-prinsip yang sangat penting dalam
pengelolaan uang, yang berlaku bagi swasta maupun pemerintahan.

Penerapan prinsip-prinsip manajemen kas yang baik oleh pemerintah


diharapkan akan mampu mengurangi hambatan-hambatan dalam aliran kas pemerintah
baik dari sisi pengeluaran maupun penerimaan. Proses pembayaran kepada rekanan
pemerintah atau pihak-pihak lain dapat lebih lancar sehingga mendukung upaya
percepatan penyerapan anggaran demikian pula dengan proses penerimaan negara
dalam upaya penyediaan dana.
Penerapan manajemen kas dalam keuangan pemerintah dilakukan melalui
implementasi Treasury Single Account (TSA), perencanaan kas, penempatan/investasi
kas jangka pendek, penataan rekening pemerintah dan lainnya. Manajemen kas akan
memberikan nilai tambah dalam bentuk memastikan ketersediaan dana untuk
membiayai kegiatan pemerintah, menambah pendapatan dan menurunkan cost of
financing pemerintah.
Modul ini mencoba untuk melakukan analisa terhadap mekanisme penerimaan
dan pengeluaran uang negara sehubungan dengan pelaksanaan manajemen kas dalam
menuju pengelolaan kas yang berpedoman pada international best practices serta
mendukung upaya percepatan penerapan manajemen kas berstandar internasional.
Modul ini terdiri dari enam bagian:
BAB I berisi pendahuluan menjelaskan latar belakang dari pembuatan modul ini.
Pada BAB II, dijelaskan mengenai mekanisme perbendaharaan yang berjalan
saat ini. Bab ini juga memberikan pengertian dasar mengenai beberapa dasar hukum
baru yang berkaitan langsung dengan reformasi sistem perbendaharaan. Hal ini perlu,
mengingat upaya penerapan manajemen kas harus tetap berpedoman pada peraturanperaturan yang ada. Diharapkan bagian ini dapat memberikan dasar dalam analisa
penerapan manajemen kas khususnya penerapan Treasury Single Account (TSA) pada
bab tiga dan perencanaan kas pada bab empat.
BAB III, menguraikan mengenai manajemen kas secara umum. Bagian ini juga
menjelaskan kaitan manajemen kas dengan kebijakan pada sektor moneter dan fiskal
dan memberikan dasar pemikiran mengenai sasaran yang diharapkan dapat dicapai
dengan penerapan manajemen kas.
BAB IV, memberikan pengertian mengenai Treasury Single Account (TSA),
dasar hukum pelaksanaannya dan latar belakang pelaksanaan. Bagian ini juga
memberikan analisa penerapan TSA di KPPN baik untuk rekening pengeluaran maupun
penerimaan beserta dampaknya. Kemudian, dibahas secara singkat hal-hal penting

mengenai perbedaan antara arus kas yang sedang berjalan sekarang (e xisting) dan
arus kas dengan penerapan TSA. Best international practices dalam pelaksanaan TSA
pada bab ini memberikan suatu kerangka acuan dalam pelaksanaan TSA yang
didasarkan pada praktek pelaksanaan TSA diberbagai negara yang telah berhasil.
BAB V, bagian ini menjelaskan definisi perencanaan kas (cash forecasting),
dasar hukum dan latar belakang pelaksanaan. Pada bagian ini juga dibahas mengenai
pengelolaan cash mismatch (kelebihan atau kekurangan kas).
BAB VI Penutup, pada bab terakhir ini dibahas mengenai beberapa tantangan
yang harus diatasi dalam pelaksanaan manajemen kas. Pada bagian ini juga
memberikan suatu kesimpulan atas hal-hal penting yang dibahas dalam tulisan ini.

BAB II
PENGELOLAAN KAS NEGARA

2.1. Dasar Hukum


Dasar hukum dalam pengelolaan kas negara adalah :
a. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran
Negara Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4287).
b. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara
(Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Nomor
4355).
c. Undang-undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan
Tanggung Jawab Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2004 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4400).
d. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 4437).
e. Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 4438).
f.

Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Uang


Negara/Daerah (Lembaran negara RI Tahun 2007 Nomor 83, Tambahan
Lembaran Negara RI Nomor 4378)

2.2. Bendahara Umum Negara (BUN) dan Bendahara Umum Daerah (BUD)
Dengan adanya otonomi daerah maka diperlukan adanya suatu pemisahan
antara BUN dan BUD. Ketentuan yang diatur dalam Undang-undang Perbendaharaan
Negara memberikan suatu landasan dalam pelaksanaan desentralisasi dan otonomi
daerah khususnya yang terkait dengan pengelolaan uang. Otonomi daerah dibidang
keuangan menuntut pemerintah daerah untuk mampu menggunakan dana yang

dialokasikan pada daerah tersebut sesuai dengan sasaran pembangunan daerah


tersebut sehingga mampu memacu perumbuhan ekonomi daerah.
a. Bendahara Umum Negara
Bendahara

Umum

Negara

adalah

pejabat

yang

diberi

tugas

untuk

melaksanakan fungsi bendahara umum negara dalam hal ini Menteri Keuangan adalah
BUN. Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara mengangkat Kuasa
Bendahara Umum Negara untuk melaksanakan sebagian wewenang BUN dan tugas
kebendaharaan yang berkaitan dengan pengelolaan uang dan surat berharga. Kuasa
Bendahara Umum Negara terdiri dari Kuasa BUN Pusat dan Kuasa BUN di Daerah.
Sesuai dengan Undang-undang No.17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara,
Menteri Keuangan sebagai pembantu Presiden dalam bidang keuangan adalah Chief
Financial Officer (CFO) dari Pemerintah sementara setiap pimpinan lembaga/menteri
adalah Chief Operational Officer (COO) dibidang pemerintahan tertentu.
Pembagian tugas antara menteri keuangan dan menteri lainnya tercermin
dalam pelaksanaan anggaran dimana penyelenggaraan kewenangan administratif telah
diserahkan

kepada

kementerian

negara/lembaga

sementara

pengelenggaraan

kewenangan kebendaharaan diserahkan kepada Menteri keuangan. Kewenangan


administratif meliputi melakukan perikatan atau tindakan-tindakan lainnya yang
mengakibatkan terjadinya penerimaan atau pengeluaran negara, melakukan pengujian
dan pembebanan tagihan yang diajukan kepada kementerian/lembaga sehubungan
dengan realisasi perikatan tersebut serta memerintahkan pembayaran atau menagih
penerimaan yang timbul sebagai akibat pelaksanaan anggaran.
b. Kuasa Bendahara Umum Negara Pusat
Wewenang BUN dalam pengelolaan uang negara yang dikuasakan kepada
Kuasa BUN Pusat terdiri dari:
a. Menetapkan sistem penerimaan dan pengeluaran kas negara;
b. Menunjuk

bank

dan/atau

lembaga

keuangan

lainnya

dalam

rangka

pelaksanaan penerimaan dan pengeluaran anggaran negara;


c. Mengusahakan dan mengatur dana yang diperlukan dalam pelaksanaan
anggaran negara;
d. Menyimpan uang negara;

e. Menempatkan uang negara dan mengelola/menatausahakan investasi dalam


rangka pengelolaan kas melalui pembelian surat utang negara;
f.

Melakukan pembayaran berdasarkan permintaan pejabat Pengguna Anggaran


atas beban rekening kas umum negara;

g. Menyajikan informasi keuangan negara.


Menteri Keuangan selaku BUN dan pejabat lainnya yang ditunjuk sebagai
Kuasa Bendahara Umum Negara bukanlah sekedar kasir yang hanya melaksanakan
penerimaan dan pengeluaran uang negara. Menteri Keuangan mempunyai fungsi
sebagai kasir, pengawas keuangan dan manajer keuangan pada saat yang bersamaan.
c. Kuasa Bendahara Umum Negara di Daerah.
Kuasa Bendahara Umum Negara di daerah bertugas menerima, menyimpan,
membayar, menatausahakan, dan mempertanggungjawabkan uang yang berada dalam
pengelolaannya. Kuasa Bendahara Umum Negara di daerah dilaksanakan oleh Kepala
Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN).

d. Bendahara Umum Daerah


Kepala Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah adalah Bendahara Umum
Daerah. Kepala Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah selaku Bendahara Umum
Daerah melaksanakan tugas-tugas kebendaharaan yang berkaitan dengan pengelolaan
uang dan surat berharga di daerah.
e. Wewenang Bendahara Umum Daerah
Wewenang Bendahara Umum Daerah berkaitan dengan pengelolaan uang
daerah terdiri dari:
a. Memberikan petunjuk teknis pelaksanaan sistem penerimaan dan pengeluaran
kas daerah;
b. Memantau pelaksanaan penerimaan dan pengeluaran APBD oleh bank
dan/atau lembaga keuangan lainnya yang telah ditunjuk;
c. Mengusahakan dan mengatur dana yang diperlukan dalam pelaksanaan
APBD;
d. Menyimpan uang daerah;

e. Melaksanakan penempatan uang daerah dan mengelola/menatausahakan


investasi dalam rangka pengelolaan kas melalui pembelian surat utang negara;
f.

Melakukan pembayaran berdasarkan permintaan pejabat Pengguna Anggaran


atas beban rekening kas umum daerah;

g. Menyajikan informasi keuangan daerah.


2.3. Pembagian Pengelolaan Kas Negara
Pengelolaan Kas Negara terdiri dari pengelolaan di tingkat pusat dan daerah.
Tujuan pengelolaan kas negara pada prinsipnya adalah penggunaan dana yang dimiliki
negara secara efisien dan efektif. Hal tersebut dapat dicapai dengan cara antara lain :
a. Menentukan jumlah dan alokasi dana untuk keperluan pelaksanaan kegiatan
operasional pemerintahan dan kegiatan investasi.
Negara memiliki sumber daya keuangan yang terbatas oleh karena itu sangat
penting adanya suatu perencanaan dalam pengalokasian dana yang dimiliki.
Kegiatan ini sangat penting untuk memastikan semua kegiatan operasional
pemerintah dapat dibiayai, jika kemudian setelah semua kegiatan telah
dialokasikan dananya dan masih terdapat sisa dana, maka sisa dana tersebut
dapat dipergunakan untuk kegiatan investasi sebagaimana yang diatur pada
Undang-Undang No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara.
b. Mendapatkan sumber dana yang paling efisien untuk membiayai kegiatankegiatan pemerintahan.
Jika pemerintah tidak memiliki dana yang cukup untuk menutup semua
kegiatan operasionalnya yang berasal dari penerimaan maka diperlukan
adanya pembiayaan. Pembiayaan tersebut dapat berasal dari dalam dan luar
negeri. Pemerintah perlu melakukan perhitungan yang cermat sebelum
memutuskan sumber pembiayaannya sehingga biaya yang timbul atas
pembiayaan tersebut dapat ditekan seminimal mungkin.
c. Meminimalisasi kas yang menganggur (idle cash).
Setiap rupiah uang yang dimiliki oleh negara harus dipergunakan sebaik
mungkin. Hingga saat ini masih banyak uang negara yang masih
menganggur dengan kata lain tidak memberikan return yang memadai.
Dalam manajemen kas yang baik, jika kas yang dimiliki pemerintah belum
dipergunakan

untuk

belanja

negara

maka

kas

tersebut

dapat

ditempatkan/diinvestasikan jangka pendek dan dikelola secara profesional


sehingga memberikan tambahan pendapatan bagi negara.
d. Mempercepat penyetoran penerimaan negara.
Percepatan penyetoran penerimaan penting dalam dua hal :

Mendukung peningkatan realisasi anggaran dan perekonomian.


Dana yang bersumber dari penerimaan negara perlu segera disetor ke
Rekening

Kas

Umum

Negara

(RKUN)

sehingga

dapat

segera

dipergunakan untuk membiayai kegiatan pemerintah, dengan demikian


mencegah terhambatnya kegiatan pemerintah karena kelangkaan kas
negara. Kelancaran aliran penerimaan negara akan berdampak langsung
pada kelancaran kegiatan pemerintah yang terlihat pada meningkatnya
realisasi anggaran dan perekonomian secara nasional.

Menekan cost of money dan meningkatkan penerimaan pemerintah


Dana yang tidak segera disetorkan ke kas negara dapat dipergunakan oleh
bank umum untuk keuntungan bank tersebut disisi lain, pemerintah
dirugikan sebesar selisih bunga yang diterima pemerintah dan tingkat
return yang diterima oleh bank umum tersebut dari hasil investasinya.
Dengan penyetoran penerimaan langsung ke rekening kas negara kerugian
ini dapat diminimalisasi. Pemerintah juga akan mendapatkan keuntungan
dari investasi jangka pendek atas penerimaan negara yang segera disetor.

e. Melakukan pembayaran atas pengeluaran negara secara tepat waktu.


Pemerintah perlu melakukan perhitungan yang cermat atas saat yang tepat
untuk melunasi kewajibannya. Pemerintah dapat saja melunasi kewajibannya
lebih cepat atau lebih lambat jika memang hal tersebut lebih menguntungkan.
Sebagai contoh, pemerintah dapat melunasi utang lebih cepat jika negara
donor memberikan potongan bunga jika pemerintah melakukan pelunasan dini.
Pada umumnya hal-hal diatas belum dilaksanakan sepenuhnya dalam pengelolaan kas
sekarang ini.
2.4. Bagan Arus Kas/Uang Pada KPPN Kantor Bank Indonesia (KBI )
Untuk dapat memahami dampak penerapan manajemen kas lebih baik maka
perlu dipahami sistem yang ada selama ini. Berikut ini adalah bagan arus kas pada
KPPN KBI sebelum implementasi TSA dan penjelasan secara singkat:

Keterangan :
a. KPPN KBI terdiri dari KPPN KBI Induk dan Non Induk

KPPN KBI Induk adalah KPPN yang bermitra dengan KBI yang berlokasi
satu kota dengan KPPN dan melakukan transfer dana untuk membiayai
pengeluaran anggaran kepada KPPN lainnya.

KPPN KBI Non Induk adalah KPPN yang bermitra dengan KBI yang
berlokasi satu kota dengan KPPN tetapi tidak melakukan transfer dana
untuk membiayai pengeluaran anggaran KPPN lainnya.

b. Bank Operasional (BO) terdiri dari BO I, BO II dan BO III

BO I Mitra Kerja KPPN Induk dan Non Induk yang sekota dengan Bank
Indonesia

adalah

bank

yang

ditunjuk

oleh

Direktur

Jenderal

Perbendaharaan untuk mengelola pengeluaran yang membebani rekening


Kas Negara. BOI terdiri dari BO I Gaji dan Non Gaji.

BO II adalah bank yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Perbendaharaan


untuk melakukan pembayaran Gaji untuk Pegawai Negeri Sipil (PNS) Pusat,
anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan anggota Kepolisian Negara
Republik Indonesia (Polri).

BO III adalah bank yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Perbendaharaan


untuk mengelola Pajak Bumi dan bangunan (PBB), Bea Perolehan Hak
atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).

c. Sentral Giro Gabungan (SGG) adalah Mitra Kerja KPPN Induk dan Non Induk
yang sekota dengan Bank Indonesia yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal
Perbendaharaan untuk mengelola penerimaan Kas Negara dan pengeluaran
yang membebani rekening Kas Negara yang tediri dari SGG Penerimaan dan
SGG Pengeluaran.
d. Bank Persepsi adalah merupakan Bank Umum Mitra Kerja KPPN Induk dan
Non Induk yang sekota dengan Bank Indonesia yang ditunjuk oleh Direktur
Jenderal Perbendaharaan untuk mengelola/menampung seluruh penerimaan
yang akan masuk ke Kas Negara.
Berikut ini adalah bagan arus kas antara KPPN, bank persepsi, bank operasional dan
Bank Indonesia :

Bagan I. Arus Kas/Uang Pada KPPN Kantor Bank Indonesia (KBI )


BI PUSAT
500.000.000

BI PUSAT
502.000.000

MA 814112/
824112

BANK INDONESIA
7

REK.501.000.000

MA814312/
824312

MA814312/
824312

BO I
1

REKENING
GAJI

MA 814313/824313

REKENING
NON GAJI
5

MA 814313/824313

BO II
KHUSUS GAJI

PERSEPSI
PBB

PBB

BO III
BPHTB

PERSEPSI
BPHTB

10

BANK PERSEPSI/
DEVISA PERSEPSI

11

MA 814316/824316

REKENING KAS
NEGARA
GABUNGAN

MA 814315/
824315

12
MA814314/
824314

SG/SGG/SGGK
PENGELUARAN

PENERIMAAN
(GABUNGAN)

11

POS
PERSEPSI
13

MA 814315/
824315

10

Penjelasan bagan arus :


(1) Rekening Gaji pada BO I diisi dari rekening No.501.000.000 pada Bank Indonesia
paling cepat 7 (tujuh) hari sebelum tanggal 1 (tanggal pembayaran gaji) dengan
jumlah pagu maksimal sebesar plafon yang telah ditentukan oleh Kantor Pusat
DJPB atau sebesar kebutuhan riil satu bulan.
(2) Untuk mengisi rekening Non Gaji pada BO I dapat dilakukan dengan
pemindahbukuan/pergeseran uang dari rekening Kas Negara No. 501.000.000
pada Bank Indonesia dengan menerbitkan Bilyet Giro Bank Indonesia (BG-BI).
Pagu pada rekening Non Gaji maksimal sebesar pagu yang telah ditetapkan oleh
Kantor Pusat DJPB.
(3) Rekening Gaji pada BO I disalurkan ke BO II dan ke Pos Pengeluaran paling cepat
6 (enam) hari sebelum tanggal 1 (tanggal pembayaran Gaji).
(4) Bila ternyata setelah tanggal 7 (tujuh) dibutuhkan dana untuk pembayaran
kekurangan Gaji melebihi dana yang tersedia, maka kekurangan tersebut dapat
diambil dengan pemindahbukuan dari rekening non gaji pada BO I, demikian juga
untuk POS Pengeluaran.
(5) Rekening Gaji pada BO II setelah tanggal 1 (setelah pembayaran Gaji) mempunyai
saldo maksimal 5% dari realisasi gaji tanggal 1 bulan bersangkutan, sehingga bila
masih ada sisa melebihi 5% harus dipindahbukukan ke rekening Gaji pada BO I.
(6) Sisa dana Gaji pada rekening Gaji BO I harus dinihilkan dan dipindahbukukan ke
rekening 501.000.000 pada Bank Indonesia selambat-lambatnya tanggal 7 (tujuh)
setiap bulannya.
(7) Bilamana terdapat saldo pada rekening non gaji melebihi pagu yang telah
ditetapkan maka kelebihan tersebut harus dipindahbukukan dengan menerbitkan
Bilyet Giro Bank Indonesia (BG-BI) ke rekening No.501.000.000 pada Bank
Indonesia.
(8) Setiap Bank Persepsi PBB dan Bank Persepsi BPHTB harus melimpahkan ke BO
III PBB dan BPHTB semua penerimaannya pada setiap hari Jumat atau hari kerja
berikutnya bila hari Jumat jatuh pada hari libur.
(9) BO III BPHTB pada setiap hari Rabu atau hari kerja berikutnya bila hari Rabu jatuh
pada hari libur harus membagi habis penerimaan BPHTB dan memindahbukukan
ke rekening No.501.000.000 pada Bank Indonesia untuk pembagian pemerintah
pusat dan ke rekening Kas Daerah untuk pembagian pemerintah Daerah.

11

(10) BO III PBB pada setiap hari Jumat atau hari kerja berikutnya bila hari Jumat jatuh
pada hari libur harus membagi habis hasil penerimaan PBB dan memindahbukukan
ke rekening No.501.000.000 pada Bank Indonesia untuk pembagian pemerintah
pusat dan ke rekening Kas Daerah untuk pembagian pemerintah Daerah.
(11) Saldo

pada

Bank

Persepsi/Devisa

Persepsi

dan

Pos

Persepsi

harus

dipindahbukukan ke rekening Kas Negara Gabungan setiap harinya.


(12) Saldo pada rekening Kas Negara Gabungan harus dipindahbukukan ke rekening
Nomor 501.000.000 pada Bank Indonesia setiap hari Selasa, Jumat dan tanggal 1
atau pada hari kerja berikutnya bila hari-hari tersebut jatuh pada hari libur.
(13) Khusus rekening Kas Negara Gabungan pada Sentral Giro (SG)/ Sentral Giro
Gabungan (SGG) harus dilimpahkan setiap awal hari kerja Selasa, Jumat, dan
tanggal 1. Sedangkan Sentral Giro Gabungan Khusus (SGGK) harus dilimpahkan
setiap tanggal 7, 15, 23, dan akhir bulan ke rekening No 501.000.000 pada Bank
Indonesia. Biasanya untuk Provinsi terdapat SG/SGG sedangkan SGGK hanya
terdapat di KPPN Non KBI.

2.5. Bagan Arus Kas/Uang Pada KPPN Non KBI


Berikut ini adalah bagan arus kas/uang pada KPPN Non KBI, yang ada
sebelum implementasi TSA. Pada prinsipnya aliran kasnya tidak jauh berbeda dengan
KPPN yang ada BI, perbedaan adalah disini fungsi BI tersebut diambil alih oleh BOI
serta adanya KPPN Induk.
Keterangan :
a. KPPN Non KBI adalah KPPN yang berlokasi tidak satu kota dengan KBI.
b. Bank Operasional (BO) I pada KPPN Non KBI adalah bank yang ditunjuk oleh
Direktur Jenderal Perbendaharaan yang berfungsi menerima dan mengirimkan
dana dari/ke ke Bank Indonesia mitra KPPN Induk serta menerima/menyalurkan
dana ke BO II, BO III, dan SGG Pengeluaran baik Gaji dan Non Gaji.

12

Bagan II : Arus Kas/Uang Pada KPPN Non KBI

BI PUSAT
500.000.000

BI PUSAT
502.000.000

MA 814112/
824112

KPPN INDUK
Rek.501.000.000

MA 814111/
824111

MA 814111/
824111

BO I
REKENING
REKENING
GAJI
NON GAJI

MA 814313/824313

MA 814313/824313

4
5

BO II
KHUSUS GAJI
4

PERSEPSI
PBB

BO III
PBB
BPHTB

PERSEPSI
BPHTB
9

10

BANK PERSEPSI/
DEVISA PERSEPSI

11

MA 814316/824316

REKENING KAS
NEGARA
GABUNGAN

12

MA 814314/824314

3
MA 814315/
824315

SG/SGG/SGGK
PENGELUARAN

11

PENERIMAAN
(GABUNGAN)

POS PERSEPSI

13

MA 814315/824315

13

Penjelasan bagan arus :

(1)

Rekening Gaji pada BO I diisi dengan cara meminta Tambahan Uang Kas (TUK)
kepada KPPN Induk paling cepat 7 (tujuh) hari sebelum tanggal 1 (tanggal
pembayaran gaji) dengan jumlah pagu maksimal sebesar plafon yang telah
ditentukan oleh Kantor Pusat Ditjen PBN atau sebesar kebutuhan riil satu bulan.

(2)

Untuk mengisi rekening non gaji pada BO I dilakukan dengan jalan meminta
Tambahan Uang Kas (TUK) kepada KPPN Induk. Pagu pada rekening non gaji
maksimal sebesar pagu yang telah ditetapkan oleh Kantor Pusat DJPB.

(3)

Rekening Gaji pada BO I disalurkan ke BO II dan ke POS Pengeluaran paling


cepat 6 (enam) hari sebelum tanggal 1 (tanggal pembayaran Gaji).

(4)

Bila ternyata setelah tanggal 7 (tujuh) dibutuhkan dana untuk pembayaran


kekurangan Gaji melebihi dana yang tersedia, maka kekurangan tersebut dapat
diambil dengan pemindahbukuan dari rekening non gaji pada BO I, demikian
juga untuk POS Pengeluaran.

(5)

Rekening Gaji pada BO II setelah tanggal 1 (setelah pembayaran Gaji)


mempunyai saldo maksimal 5% dari realisasi gaji tanggal 1 bulan bersangkutan,
sehingga bila masih ada sisa melebihi 5% harus dipindah bukukan ke rekening
Gaji pada BO I.

(6)

Sisa dana Gaji pada rekening Gaji BO I harus dinihilkan dan dipindahbukukan
ke rekening KPPN Induk No.501.000.000 pada Bank Indonesia selambatlambatnya tanggal 7 (tujuh) setiap bulannya.

(7)

Bila mana terdapat saldo pada rekening non gaji melebihi pagu yang telah
ditetapkan maka kelebihan tersebut harus dipindahbukukan ke rekening KPPN
Induk No.501.000.000 pada Bank Indonesia.

(8)

Setiap Bank persepsi PBB dan Bank Persepsi BPHTB harus melimpahkan ke
BO III PBB dan BPHTB semua penerimaannya pada setiap hari Jumat atau hari
kerja berikutnya bila hari Jumat jatuh pada hari libur.

(9)

BO III BPHTB pada setiap hari Rabu atau hari kerja berikutnya bila hari Rabu
jatuh pada hari libur harus membagi habis penerimaan BPHTB dan
memindahbukukan ke rekening non Gaji pada BO I untuk pembagian pemerintah
pusat dan ke rekening Kas Daerah untuk pembagian pemerintah Daerah.

(10)

BO III PBB pada setiap hari jumat atau hari kerja berikutnya bila hari jumat
jatuh pada hari libur harus membagi habis hasil penerimaan PBB dan

14

memindahbukukan ke rekening non Gaji pada BO I untuk pembagian pemerintah


pusat dan ke rekening Kas Daerah untuk pembagian pemerintah Daerah.
(11)

Saldo pada Bank Persepsi/Devisa Persepsi dan Pos Persepsi harus


dipindahbukukan ke rekening Kas Negara Gabungan setiap harinya.

(12)

Saldo pada rekening Kas Negara Gabungan harus dipindahbukukan ke rekening


non Gaji pada BO I setiap hari Selasa, Jumat dan tanggal 1 atau pada hari
berikutnya bila hari-hari tersebut jatuh pada hari libur.

(13)

Khusus rekening Kas Negara Gabungan pada Sentral Giro (SG)/ Sentral Giro
Gabungan (SGG) harus dilimpahkan setiap awal hari kerja Selasa, Jumat, dan
tanggal 1. Sedangkan Sentral Giro Gabungan Khusus (SGGK) harus
dilimpahkan setiap tanggal 7, 15, 23, dan akhir bulan ke rekening No
501.000.000 pada Bank Indonesia. Biasanya untuk Provinsi terdapat SG/SGG
sedangkan SGGK hanya terdapat di KPPN Non KBI.

15

BAB III
REKENING TUNGGAL PEMERINTAH (TREASURY SINGLE ACCOUNT)

Sebagai salah satu upaya pemerintah dalam memperbaiki pengelolaan kas


negara adalah dengan menerapkan Rekening Tunggal Pemerintah (Treasury Single
Account - TSA). Dengan penerapan TSA ini akan memungkinkan aliran kas yang
terkonsolidasi dimana penerimaan dan pengeluaran berasal dari satu rekening. Prinsipprinsip ini mencakup adanya pengendalian atas aliran kas. Dalam pelaksanaan TSA
diperlukan perubahan mekanisme penyaluran dana APBN (pengeluaran kas) serta
mekanisme pengelolaan penerimaan negara melalui bank persepsi yang ada saat ini.
Hal ini dilakukan untuk mencapai penerimaan negara diterima pada hari yang sama,
pengeluaran negara dilakukan secara tepat waktu, adanya transparansi berdasarkan
prinsip-prinsip pengelolaan kas yang baik.
3.1. Latar Belakang

Pada Bab II telah dijelaskan aliran kas yang berlaku sebelum adanya TSA.
Mekanisme tersebut mengandung berbagai kelemahan yang pada prinsipnya belum
mengacu kepada prinsip pengelolaan kas yang baik. Kelemahan tersebut secara singkat
sebagai berikut :
a. Rekening pengeluaran
Untuk mendukung pelaksanaan pengeluaran negara yang dilaksanakan oleh KPPN
disediakan dananya pada rekening bank operasional (BOI dan BOII). BOI
menampung pagu dana baik untuk pengeluaran belanja pegawai maupun belanja
non pegawai (BOI gaji dan BOI non gaji). Untuk mekanismenya telah dijelaskan di
Bab II. Pada intinya kelemahan pada mekanisme pengeluaran adalah banyaknya
dana yang menganggur karena pengeluaran tidak dilakukan tepat waktu. Selain itu,
masih banyak uang negara yang berada dalam penguasaan Kementerian
Negara/Lembaga yang tersimpan dalam berbagai rekening di bank umum berupa
penerimaan negara yang belum di setor ke kas negara dan uang persediaan untuk
membiayai pengeluaran operasional harian Kementerian Negara/Lembaga.
b. Rekening penerimaan

16

Penerimaan negara (penerimaan pajak dan non pajak kecuali PBB dan BPHTB)
ditampung pada rekening-rekening di bank persepsi dan tidak setiap hari
dilimpahkan ke rekening BUN di Bank Indonesia. Untuk mekanisme lebih rinci dapat
dilihat di Bab II. Permasalahan pada rekening penerimaan juga terdapat dana yang
tidak langsung disetor ke RKUN di BI selain menyalahi peraturan hal ini juga
menimbulkan opportunity cost yang besar.

Dengan mekanisme penerimaan/pengeluaran uang negara yang ada saat ini


sulit untuk dapat diketahui jumlah uang negara yang dimiliki secara cepat hal ini
menyebabkan tidak mungkin dilaksanakan pengelolaan kas yang baik. Berdasarkan hal
tersebut perlu dilakukan penyempurnaan pengelolaan kas negara dengan menerapkan
TSA.
3.2. Pengertian TSA

Berdasarkan Undang-Undang No.1 tahun 2004, pelaksanaan penerimaan dan


pengeluaran negara diamanahkan untuk melalui satu rekening. Semua uang negara
akan tersimpan dalam rekening ini dan semua pengeluaran negara dilaksanakan melalui
rekening yang sama. Dengan pelaksanaan TSA ini akan memudahkan dalam mencapai
pengelolaan kas negara berdasarkan prinsip pengelolaan kas yang baik. Tujuan
pelaksanaan TSA antara lain mencakup:
a. Adanya pengendalian atas saldo kas dan aliran kas
Untuk pengendalian saldo kas dan aliran kas diperlukan adanya suatu ketentuan
hukum yang mewajibkan penerimaan dan pengeluaran harus melalui rekening
tersebut sehingga dengan demikian saldo kas dapat dikendalikan.
b. Saldo kas setiap hari harus dikonsolidasikan ke rekening TSA
Semua saldo kas yang tersebar dibanyak rekening, untuk keperluan operasional
pemerintah maka saldo tersebut harus dikonsolidasikan kedalam satu rekening
pada setiap akhir hari kerja.
c. Minimalisasi cash float
Cash float adalah uang yang mengendap/menganggur pada bank yang berkaitan
dengan pelaksanaan pengeluaran atau penerimaan. Uang yang menganggur
tersebut harus dapat diminimalisir dengan memanfaatkan dana kas sedemikian
rupa sehingga saldo kas menganggur menjadi minimal.

17

d. Transparansi
Diharapkan dengan TSA akan dapat menjamin transparansi dalam pengelolaan
penerimaan dan pengeluaran negara serta dalam pelaksanaan pengendalian
saldo kas pemerintah dengan adanya laporan yang dapat diketahui oleh publik.
3.3. Landasan Hukum

Landasan hukum pelaksanaan TSA terdapat dalam :

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, Pasal


12 ayat (2) dan Pasal 22 ayat (2) dan (3)
Semua penerimaan dan pengeluaran negara dilakukan melalui satu rekening
(Single Account) - Rekening Kas Umum Negara (RKUN)

Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Uang


Negara/Daerah, Pasal 14 ayat (2)
Semua penerimaan negara masuk ke Rekening Kas Umum Negara dan semua
pengeluaran negara keluar dari Rekening Kas Umum Negara

Peraturan

Menteri

Keuangan

No.98/PMK.05/2007

tentang

Pelaksanaan

Rekening Pengeluaran Bersaldo Nihil pada Bank Umum Mitra Kerja KPPN dalam
Rangka Penerapan TSA, di 178 KPPN
3.4. Langkah-Langkah Penerapan TSA

Langkah-langkah dalam penerapan TSA mencakup hal-hal sebagai berikut:


1. Mengkonsolidasikan penyimpanan uang negara dalam satu rekening, yaitu
Rekening Kas Umum Negara (RKUN).
2. Semua penerimaan negara masuk ke RKUN dan semua pengeluaran negara
dibayar dari RKUN.
3. Semua penerimaan negara harus dilimpahkan ke RKUN setiap hari.
4. Tidak ada lagi dana mengendap di BOI, II dan III dengan menihilkan saldo
yang ada pada setiap akhir hari kerja. Untuk pengeluaran, dana disediakan
pada saat diperlukan untuk pembayaran.
5. Uang persediaan diberikan hanya untuk membiayai kegiatan operasional
sehari-hari (petty cash) dengan jumlah yang minimum.

18

6. Uang yang berada di Bank Indonesia dan bank umum mendapatkan bunga
sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
7. Pemberian imbalan jasa atas pelayanan yang diberikan oleh Bank Indonesia
dan Bank Umum untuk penerimaan dan pengeluaran negara.
8. Membuat perencanaan kas yang baik dan akurat.
9. Berdasarkan perencanaan kas yang akurat, menempatkan uang yang idle ke
rekening yang mendapatkan bunga di Bank Indonesia/Bank Umum atau
melakukan investasi jangka pendek pada instrumen moneter yang aman dan
menguntungkan.
10. Mencari dana dengan tingkat bunga yang paling ekonomis atau menjual Surat
Utang Negara (SUN) yang dimiliki dengan harga yang paling menguntungkan
untuk menutup kekurangan kas.
3.5. Mekanisme Pelaksanaan TSA di KPPN untuk Rekening Pengeluaran

Secara sederhana prinsip mekanisme pelaksanaan TSA dapat digambarkan


sebagai berikut, sedangkan untuk lebih teknisnya dapat dipelajari dari Peraturan Dirjen
Perbendaharaan No. 52/PB/2007 :

Mekanisme Pelaksanaan TSA di KPPN untuk Rekening Pengeluaran

19

Penjelasan bagan arus:


1.

KPPN setiap sore hari (pukul 16.00 waktu setempat) menyampaikan


perkiraan kebutuhan dana ke DJPB (Direktorat Pengelolaan Kas Negara)
untuk keperluan hari berikutnya. Perkiraan dana yang disampaikan
mencakup dana untuk mengisi BOI, BOII dan SGG/Pos.

2.

Direktorat Jenderal Perbendaharaan (dalam hal ini Dit.PKN) setiap pagi hari
(sekitar pukul 07.00) meminta Bank Indonesia untuk melakukan transfer dana
dari RKUN ke kantor pusat bank umum untuk mengisi dana di Rekening
Pengeluaran Kuasa BUN Pusat (RPK-BUN-P) pada kantor pusat bank umum
berdasarkan jumlah kebutuhan semua KPPN yang telah disampaikan ke
Ditjen Perbendaharaan sore sehari sebelumnya.

3.

Bank Indonesia melakukan transfer dana ke kantor pusat bank umum (RPKBUN-P) melalui RTGS.

4.

BOI menarik dana dari RPK-BUN-P sesuai dengan SP2D yang dikirimkan
oleh KPPN dan permintaan transfer ke SGG/Pos dan BOII.

5.

BOI melakukan transfer ke BOII Gaji untuk pembayaran gaji bulanan sesuai
permintaan KPPN sebesar jumlah SP2D gaji bulanan yang diterbitkan. BOI

20

melakukan transfer ke SGG berdasarkan permintaan KPPN sesuai dengan


jumlah SP2D gaji yang diterbitkan.
6.

SGG membayar/melakukan transfer dana ke bendahara/rekanan sesuai


SP2D yang disampaikan oleh KPPN.

7.

BOI membayar/mentransfer dana kepada rekanan/bendahara sesuai dengan


SP2D non-gaji yang dikirimkan.

8.

BOII membayar/transfer dana kepada bendaharan/pegawai sesuai SP2D gaji


yang disampaikan oleh KPPN.

9.

Pada setiap akhir hari kerja BOII dan SGG/Pos menihilkan sisa dana ke BOI.

10. BOI pada setiap akhir hari kerja menihilkan sisa dana ke RPK-BUN-P.
11. BOIII membayar/mencairkan dana kelebihan pembayaran PBB/BPHTB
kepada wajib bayar PBB/BPHTB sesuai dengan SP2D pengembalian yang
dikirimkan.
3.6. Mekanisme Pelaksanaan TSA di KPPN untuk Rekening Penerimaan
Saat ini mekanisme TSA untuk rekening penerimaan belum diterapkan. Berikut ini
adalah bagan arus kas, penerapan TSA untuk rekening penerimaan. Pada prinsipnya
mekanismenya tidak jauh berbeda dengan yang ada tetapi pelimpahannya dengan TSA
dilakukan setiap hari.

Mekanisme Pelaksanaan TSA di KPPN untuk Rekening Penerimaan

21

Penjelasan bagan arus:


1.

Wajib bayar atau wajib pajak akan melakukan penyetoran kewajibannya


pada bank persepsi.

2.

Pada setiap akhir hari kerja, bank persepsi melimpahkan seluruh penerimaan
pada hari itu ke Bank Indonesia.

3.

Bank persepsi menyampaikan Laporan Harian Penerimaan (LHP) kepada


KPPN setiap akhir hari kerja.

4.

Wajib bayar PBB/BPHTB melakukan penyetoran pada bank persepsi


PBB/BPHTB yang ditunjuk.

5.

Bank Persepsi PBB/BPHTB melimpahkan seluruh penerimaan setiap ke


BOIII

6.

BOIII memberikan laporan penerimaan PBB/BPHTB setiap harinya kepada


KPPN.

7.

BOIII membagi habis penerimaan PBB/BPHTB antara bagian pemerintah


pusat dan pemerintah daerah setiap akhir hari kerja.

8.

KPPN menyampaikan laporan penerimaan ke DJPBN

9.

DJPBN dan Bank Indonesia melakukan rekonsiliasi.

Penjelasan lebih rinci mengenai perbedaan mekanisme penerimaan dan pengeluaran


negara sebelum dan sesudah pelaksanaan TSA dapat dilihat pada lampiran 1.
3.7. International Best Practices TSA
TSA telah dilaksanakan di berbagai negara maju antara lain Amerika Serikat,
Perancis, Inggris, New Zaeland, Australia (negara-negara OECD). TSA berdasarkan
international best practices perlu dilaksanakan dalam mengelola kas, mengingat prinsipprinsip TSA dapat memperbaiki berbagai kelemahan yang ada pada mekanisme
penerimaan dan pengeluaran yang ada sekarang ini.
Untuk mengurangi kemungkinan bermasalah setelah implementasi, dalam
melaksanakan TSA tetap harus mempertimbangkan kondisi geografis di Indonesia,
sistem informasi yang ada serta sarana dan prasarana yang dimiliki oleh pemerintah.
Berikut beberapa best practices dalam pelaksanaan TSA sebagaimana yang telah
dilakukan oleh negara-negara yang telah berhasil menerapkan TSA.

22

a. Tidak ada dana menganggur pada penerimaan dan pengeluaran


Dengan menerapkan TSA dalam manajemen kas yang baik diharapkan dana
menganggur yang berasal dari penerimaan dan dana yang disediakan untuk
pengeluaran negara yang berada di bank-bank umum dapat diminimalisir. Demikian
pula nantinya untuk dana yang berada pada rekening uang persediaan. Terdapat
dua keuntungan dengan mengelola dana kas yang menganggur ini pertama
keuntungan dari pendapatan bunga jika dana tersebut di investasikan, kedua
keuntungan dari pengurangan beban bunga yang berasal dari pembelian sementara
SUN dalam rangka manajemen kas.
b. Sistem pembayaran elektronik untuk mendukung fungsi perbendaharaan
Sedapat mungkin setiap penerimaan atau pengeluaran pada masa yang akan
datang bisa dilakukan secara elektronik. Sistem pembayaran secara elektronik akan
memberikan keuntungan seperti penghematan waktu, biaya pegawai, biaya
pencetakan, biaya pengamanan kas, meminimalisasi biaya penggunaan kertas,
mempercepat aliran dana, memperbaiki mekanisme pelaporan dan internal control
serta mendukung fungsi perencanaan kas.
c. Adanya imbalan yang diberikan kepada bank atas penyediaan jasa perbankan
Karena tidak ada lagi dana yang mengambang yang dapat dimanfaatkan oleh bank
umum maka tidak ada lagi keuntungan yang diperoleh oleh bank umum dalam
memberikan pelayanan penerimaan dan pengeluaran negara kepada pemerintah.
Untuk itu pemerintah harus memberikan imbalan atas penyediaan jasa perbankan
yang diberikan oleh bank umum mitra kerjanya. Seharusnya biaya ini dapat ditutupi
oleh pendapatan pemerintah dari pengelolaan dana yang menganggur.
d. Bank sentral memberikan imbalan atas saldo TSA pemerintah.
Dengan penerapan TSA secara penuh maka bank sentral memperoleh manfaat dari
terkumpulnya dana pemerintah tersebut berupa pengurangan biaya operasi operasi
moneter. Sesuai dengan amanat Undang-Undang dan hal diatas, maka sewajarnya
pemerintah mendapatkan bunga atas dana yang ada/ditempatkan di bank sentral.
3.8. Tahapan Pelaksanaan TSA

23

Pelaksanaan TSA dilakukan secara bertahap diawali dengan pelaksanaan TSA


untuk rekening pengeluaran. Pada tanggal 1 September 2006 telah dilaksanakan uji
coba di 50 KPPN yang tidak berada di ibu kota propinsi di seluruh wilayah Indonesia,
kecuali untuk KPPN Jakarta II. Uji coba ini dimaksudkan untuk melihat hambatan yang
akan dialami khususnya untuk daerah-daerah di ibu kota kabupaten yang fasilitasnya
relatif tidak semaju di ibu kota propinsi. Meskipun terdapat beberapa hambatan namun
pelaksanaan secara keseluruhan dapat dikatakan cukup berhasil.
Selanjutnya Penerapan TSA untuk rekening pengeluaran diseluruh KPPN (178
KPPN) dilaksanakan sejak tanggal 1 Oktober 2007. Untuk pelaksanaan ini diperlukan
adanya pemilihan BOI secara terbuka (pelelangan umum). BOI yang ada saat ini adalah
hasil dari lelang tersebut.
Dalam pelaksanaan TSA untuk rekening pengeluaran, sesuai ketentuan
Undang-Undang No.1 tahun 2004 pasal 23 ayat (2) dan Pasal 24 ayat (3) pemerintah
berkewajiban untuk membayar biaya sehubungan dengan pelayanan yang diberikan
baik oleh bank sentral maupun bank umum. Berdasarkan hasil lelang BOI yang telah
dilaksanakan, pemerintah tidak perlu memberikan kompensasi atas pelayanan yang
diberikan. Bahkan, hasil lelang Bank Operasional I memberikan tambahan penerimaan
negara sebesar kurang lebih Rp. 22 milyar untuk jangka waktu tiga tahun atas
penunjukan bank umum terkait sebagai Bank Operasional I mitra kerja KPPN.
Untuk rekening penerimaan direncanakan sudah dapat dilaksanakan sebelum
akhir tahun anggaran 2007 (November-Desember 2007). Namun belum dapat
dilaksanakan karena pembicaraan dengan Bank Indonesia khususnya yang terkait
dengan remunerasi uang negara di Bank Indonesia belum terselesaikan. Diharapkan
tahun 2008, Keputusan Bersama Menteri Keuangan dan Gubernur BI mengenai tingkat
bunga atas uang pemerintah di BI bisa ditandatangani sehingga TSA untuk rekening
peneriman bisa dilanjutkan.
Pemerintah juga berhak memperoleh bunga atas dana yang disimpan di bank
umum serta berkewajiban untuk membayar jasa pelayanan yang diberikan oleh bank
umum baik dibidang penerimaan mapun pengeluaran negara sesuai ketentuan Pasal 24
UU No.1 tahun 2004. Sehubungan dengan itu sebelum pelaksanaan TSA untuk
rekening penerimaan perlu dikaji dan ditetapkan terlebih dahulu tarif jasa pelayanan
penerimaan negara yang akan dibayarkan kepada bank umum.
3.9. Kesimpulan

24

Negara memiliki sumber daya keuangan yang terbatas, oleh karena itu sangat
penting adanya suatu manajemen kas yang baik untuk memastikan bahwa pengelolaan
kas pemerintah berjalan dengan efektif dan efisien sehingga dapat memanfaatkan saldo
kas se-optimal mungkin untuk menghasilkan penerimaan negara dan menjaga
ketersediaan dana dalam pelaksanaan APBN. Untuk itu, penerapan rekening tunggal
pemerintah atau Treasury Single Account (TSA) yang dibarengi dengan adanya
perencanaan kas yang baik harus dilaksanakan.
Dengan penerapan TSA diharapkan sebagian besar saldo kas pemerintah
dapat dikonsolidasikan kedalam satu rekening pada setiap akhir hari kerja. Hal ini akan
membuka kemungkinan pemerintah untuk dapat melakukan pengendalian yang lebih
baik atas aliran kas dan mencegah kemungkinan terjadinya penyalahgunaan. Selain itu
dengan adanya konsolidasi kas akan memungkinkan pemerintah untuk dapat
melakukan pengelolaan kas dengan baik. Selain itu, dalam rangka meningkatkan
penerimaan negara pemanfaatan kas dapat dilakukan dalam bentuk penempatan di
Bank Indonesia atau di bank umum yang dapat menghasilkan bunga atau jasa giro.
Untuk mencapai penerapan TSA yang sempurna masih banyak tantangan yang
harus dihadapi. Tantangan tersebut antara lain keterbatasan sarana komunikasi,
perencanaan kas yang belum baik serta perlu adanya koordinasi antara Departemen
Keuangan dan Bank Indonesia. Disamping itu penerapan TSA dalam manajemen kas
menuntut adanya perubahan pola pikir dari setiap pengguna anggaran khususnya dalam
penyediaan dana untuk membiayai pengeluaran negara. Oleh karena itu perlu adanya
pembinaan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia dalam pengeloloaan
keuangan negara. Jika semua tantangan tersebut dapat diatasi maka diharapkan
pelaksanaan TSA di Indonesia dapat berhasil dengan baik.

25

Mekanisme Penerimaan dan Pengeluaran Negara Sebelum dan Sesudah Pelaksanaan TSA
(Treasury Single Account)

No

Uraian

Sebelum TSA

Sesudah TSA

A.

Untuk Penerimaan Kas

Bank Persepsi ditunjuk oleh Menteri Keuangan


dan tidak diberikan imbalan jasa atas pelayanan
penerimaan negara.

Bank Persepsi ditunjuk oleh Menteri Keuangan dan


diberikan imbalan jasa pelayanan penerimaan negara
berdasarkan perjanjian kerja/kontrak.

1.

Bank Persepsi

Penerimaan Negara yang ada di Bank Persepsi,


dilimpahkan setiap hari Selasa, Jumat, dan akhir
bulan ke BI (ada pengendapan uang diluar
hari/waktu tersebut di Bank Persepsi).

Penerimaan Negara yang ada di Bank Persepsi setiap


hari harus dilimpahkan ke RKUN di BI (tidak ada
pengendapan uang di Bank Persepsi)

2.

Bank Persepsi PBB/BPHTB

Penerimaan PBB dilimpahkan ke BO III setiap Penerimaan PBB dan BPHTB berdasarkan TSA harus
hari Jumat.
dilimpahkan dan dibagi setiap hari.
BO III membagi PBB setiap hari Jumat (minggu
berikutnya)
Penerimaan BPHTB dilimpahkan ke BO III setiap
hari Jumat.
BO III membagi BPHTB setiap hari Rabu (minggu
berikutnya)

B.
1.

Untuk Pengeluaran Kas


Bank Operasional (BO)

Tidak diberikan imbalan


pengeluaran negara

jasa

pelayanan

Pemilihan BO sebagai mitra kerja KPPN


ditunjuk langsung oleh Dirjen Perbendaharaan.

Diberikan imbalan jasa pelayanan pengeluaran negara


yang besarnya ditetapkan berdasarkan hasil lelang
terbuka.
Pemilihan BO sebagai mitra kerja KPPN, dilakukan
dengan pelaksanaan tender BO.

BO berdasarkan tugas/fungsinya terdiri dari 3 Berdasarkan tugas/fungsinya BO terdiri dari 3 jenis,


jenis yaitu :
yaitu :
BO I = Menampung dana Gaji dan Non
BO I = Menampung dana Non Gaji

26

Gaji
BO II = Menampung dana Gaji (bulanan
dan kekurangan Gaji)
BO III = Menampung PBB dan BPHTB
2.

Pagu/saldo uang di BO

C.
1.

Lainnya
KPPN

2.

Mekanisme penerimaan
pengeluaran negara

dan

(termasuk kekurangan Gaji)


BO II = Menampung dana Gaji (bulanan)
BO III = Menampung PBB dan BPHTB

Jumlah pagu dana di BO I telah ditetapkan baik


untuk gaji dan non gaji. BO II diisi dana untuk
pembayaran gaji 6 hari sebelum tanggal 1.

Tidak ada penetapan pagu untuk BO I. Dana BO I


disediakan berdasarkan kebutuhan KPPN pada hari
itu. Untuk BO II, saat ini, diisi dana untuk pembayaran
gaji 3 hari kalender sebelum tanggal pembayaran
gaji.

Setiap hari BO I dan II mempunyai saldo guna


persediaan pembayaran belanja negara

Saldo di BO I setiap hari harus nihil, sedangkan untuk


BO II (saat ini) setelah pembayaran gaji harus Nihil
(zero balance),

Berkaitan dengan proses penyediaan dana bagi


penyaluran dana APBN, KPPN dibedakan :
1. KPPN KBI (induk)
2. KPPN KBI (non induk)
3. KPPN non KBI
Pada prinsipnya KPPN menyediakan dananya
sendiri. Untuk KPPN non KBI penyediaan
dananya melalui KPPN KBI (induk)

Pembedaaan KPPN KBI (induk), KPPN KBI (non induk)


dan KPPN non KBI tidak ada lagi.
Penyediaan dana bagi penyaluran dana APBN dilakukan
melalui kantor pusat. Dana disediakan di Rekening
Pengeluaran Kuasa Bendahara Umum Negara Pusat
(RPK-BUN-P) pada Kantor Pusat BO I. Penyediaan
dana untuk BO I mitra KPPN dilakukan oleh masingmasing BO I dengan manarik dana dari RPK-BUN-P.

Penerimaan negara:
a. Wajib Pajak dan Wajib Bayar melakukan
penyetoran pajak dan atau PNBP, ke Bank
Umum yang ditunjuk menjadi Bank Persepsi.
b. Bank Persepsi setiap hari menyampaikan
Laporan Harian Penerimaan (LHP) dimaksud
beserta data/dokumen pendukungnya ke
KPPN yang menjadi mitra kerjanya.
c. Pada setiap hari Selasa, Jumat, dan akhir
bulan, Bank Persepsi harus melimpahkan

Penerimaan negara:
a. Wajib Pajak dan Wajib Bayar melakukan penyetoran
pajak dan atau PNBP, ke Bank Umum yang ditunjuk
menjadi Bank Persepsi.
b. Bank Persepsi setiap hari menyampaikan Laporan
Harian Penerimaan (LHP) dimaksud beserta
data/dokumen pendukungnya ke KPPN yang menjadi
mitra kerjanya.
c. Setiap hari Bank Persepsi harus melimpahkan
penerimaan negara dimaksud ke RKUN di Bank

27

penerimaan negara dimaksud


ke Bank
Indonesia, khusus KPPN Non KBI, pelimpahan
dilakukan ke BO I mitra kerja KPPN tersebut.
Pengeluaran negara :
a. KPPN menerbitkan SP2D berdasarkan SPM
yang diterbitkan KPA, untuk disampaikan ke
BO I dan II.
b. Selanjutnya BO I dan II melakukan pendebetan
rekening
kas
negara
dan
mengkredit/mentransfer
dana
untuk
keuntungan KPA/Rekanan.
c. Apabila saldo kas di BO I dan II tidak
mencukupi atau kurang dari pagu/saldo yang
telah ditetapkan, maka KPPN akan mengisi/
meminta tambahan kas untuk pengisian saldo
BO I dan II
d. Apabila pagu/saldo berlebih dari yang telah
ditetapkan maka BOI/II akan melakukan
transfer ke Bank Indonesia.

Indonesia.

Pengeluaran negara :
a. KPPN menerbitkan SP2D berdasarkan SPM yang
diterbitkan KPA, untuk disampaikan ke BO I dan II.
b. Satu hari sebelum pengeluaran dilakukan KPPN
menyampaikan kebutuhan dana ke Kantor Pusat
Ditjen PBN.
c. Kantor Pusat Ditjen Perbendaharaan meminta BI
melalui RKUN untuk mentransfer dana sebesar
kebutuhan harian ke RPK-BUN-P pada Kantor Pusat
BO I.
d. Selanjutnya BO I menarik dana dari RPK-BUN-P
berdasarkan SP2D non gaji yang diterbitkan oleh
KPPN dan/atau surat permintaan transfer dana ke BO
II atau rekening pengeluaran pada sentral giro/kantor
pos.
e. BO
I/II
selanjutnya melakukan
pendebetan
berdasarkan SP2D yang telah disampaikan oleh
KPPN yang menjadi mitra kerjanya dan melaporkan
perihal pendebetan tersebut ke KPPN.
f. Pada akhir hari, saldo yang terdapat pada BO I/II
harus ditransfer kembali ke Kantor Pusat BO I
berkenaan.

28

BAB IV
PERENCANAAN KAS PEMERINTAH

Perencanaan

Kas

Pemerintah

dapat

didefinisikan

sebagai

kegiatan

memperkirakan penerimaan dan pengeluaran kas pada waktu tertentu untuk


mengetahui kemungkinan terjadinya cash mismatch sehingga dengan demikian dapat
dilakukan tindakan yang sesuai untuk mengatasinya. Perencanaan kas pemerintah
bertujuan untuk memastikan bahwa negara memiliki saldo kas yang cukup untuk
membiayai kewajiban negara dalam rangka pelaksanaan APBN. Oleh karena itu,
perencanaan kas merupakan suatu kegiatan yang terus-menerus (continuous) mulai
dari tahap pengumpulan data, pengolahan data untuk membuat forecast hingga
pelaporan.
Cash mismatch adalah ketidaksamaan antara jumlah kas yang diterima dan kas
yang dikeluarkan. Cash mismatch dapat berupa kekurangan atau kelebihan kas. Hal
tersebut penting untuk diprediksi supaya dapat direncanakan langkah-langkah mencari
sumber pembiayaan untuk menutup kekurangan kas atau melakukan penempatan atau
investasi jangka pendek bila terjadi kelebihan kas.
Ditinjau dari aspek penyerapan anggaran, perencanaan kas merupakan suatu
bagian penting dalam upaya percepatan penyerapan anggaran karena dengan adanya
perencanaan kas yang baik akan memastikan tersedianya dana untuk membiayai
kegiatan pemerintah sehingga dapat mencegah kemungkinan terhambatnya suatu
kegiatan karena tidak tersedianya dana.
4.1. Dasar Hukum

Peraturan yang mengatur perencanaan kas adalah Peraturan Pemerintah


Nomor 39 tahun 2007 tentang Pengelolaan Uang Negara/Daerah. Pada pasal pasal 32
ayat (1) dinyatakan Menteri Keuangan selaku BUN atau Kuasa BUN Pusat
bertanggungjawab untuk membuat perencanaan kas dan menetapkan saldo kas
minimal

dan pada pasal 32 ayat (4) dinyatakan Dalam rangka penyusunan

perencanaan kas, kementerian negara/lembaga dan pihak-pihak lain yang terkait


dengan penerimaan dan pengeluaran APBN wajib menyampaikan proyeksi penerimaan
dan pengeluaran secara periodik kepada Bendahara Umum Negara/Kuasa Bendahara
Umum Negara.

29

4.2. Latar Belakang


Pemerintah selama ini berupaya memastikan ketersediaan kas dengan cara
menempatkan uang dalam jumlah besar di Bank Indonesia untuk memenuhi
pengeluaran negara sebagai upaya antisipasi. Hal ini mengakibatkan tingginya cost of
money pemerintah karena pada saat kas pemerintah sebenarnya mencukupi,
pemerintah masih membuat utang baru sebagai tindakan berjaga-jaga, sementara disisi
lain pemerintah tidak dapat memanfaatkan kelebihan kas untuk investasi jangka pendek.
Hal tersebut tidak dapat lagi dilanjutkan karena tidak sesuai dengan prinsipprinsip manajemen kas yang baik dimana pemerintah seharusnya memegang kas dalam
jumlah tertentu dan menginvestasikan sisanya. Perencanaan kas juga semakin penting
karena negara saat ini dalam anggaran yang defisit dengan kata lain sebenarnya
pendapatan negara kita tidak mencukupi untuk menutup belanja nagara sehingga
pemerintah perlu meminjam uang dari dalam dan luar negeri. Selain itu penerapan
perencanaan kas perlu untuk merubah pola pikir di satuan kerja yang beranggapan
bahwa kas bukanlah sumber daya ekonomi yang langka dan selalu tersedia kapan saja
diperlukan.
4.3. Perencanaan Kas dan Manajemen Likuiditas
Salah satu sasaran penting dari penerapan manajemen kas adalah untuk
memastikan negara memiliki kas yang cukup untuk menyelesaikan semua kewajiban
yang jatuh tempo. Untuk itu diperlukan manajemen likuiditas. Manajemen likuiditas
sangat penting mengingat terjadinya cash mismatch dimana kegiatan pemerintah antara
lain pembayaran gaji dan DAU dan penyediaan dana untuk kegiatan semua unit
organisasi (uang persediaan) sudah dimulai sejak awal tahun sementara itu penerimaan
negara seperti pajak dan penerimaan lainnya belum mencukupi.
Untuk mendukung percepatan penyerapan anggaran terutama sejak awal
tahun, pemerintah perlu melakukan langkah-langkah untuk mengelola kas sehingga
pada awal tahun pemerintah tetap memiliki dana yang cukup dalam membiayai
kegiatannya. Pada awal tahun biasanya dana yang dimiliki pemerintah yang berasal dari
pendapatan negara tidak mencukupi untuk menutupi pengeluaran oleh karena itu
pemerintah harus mampu mencari alternatif pembiayaan yang paling efisien untuk
menutup kekurangan dana tersebut. Untuk manajemen likuiditas yang baik diperlukan
perencanaan kas yang baik. Perencanaan kas diperlukan untuk mengetahui saat

30

terjadinya kekurangan dan kelebihan kas dan melakukan tindakan untuk mengatasi hal
tersebut.
4.4. Pelaksanaan Perencanaan Kas
Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara/Kuasa Bendahara Umum
Negara Pusat bertanggungjawab untuk membuat perencanaan kas dan menetapkan
saldo kas minimal. Saldo kas minimal ini merupakan buffer cash yaitu suatu cadangan
kas yang harus ada di kas negara yang dipergunakan untuk menutup pengeluaran rutin
dan pengeluaran yang tidak dapat diperkirakan sebelumnya.
Sebagai contoh di Amerika Serikat saldo tersebut ditetapkan sejumlah sekitar
US$5 milyar sedangkan di Australia ditetapkan sekitar AUS$750 juta. Jika saldo kas
minimal telah ditetapkan maka saldo kas pemerintah setiap hari diupayakan untuk
mendekati patokan tersebut dan setiap rupiah diatas saldo kas minimal tersebut akan
ditempatkan atau diinvestasikan jangka pendek (sangat likuid). Untuk mampu
menerapkan hal yang sama maka pemerintah perlu melakukan perencanaan yang
akurat setiap hari dimana setiap unit terkait setiap hari menyampaikan perencanaan kas
untuk dikonsolidasikan. Perencanaan kas harian ini dibuat hingga tiga bulan kedepan
dan dilakukan update secara terus menerus.
Untuk mencapai hal tersebut, dibutuhkan dukungan dari setiap kementerian
negara/lembaga dan pihak terkait untuk menyampaikan proyeksi penerimaan dan
pengeluaran secara periodik kepada Kuasa Bendahara Umum Negara. Laporan
tersebut kemudian dikompilasi untuk membuat perencanaan kas nasional yang juga
merupakan rencana realisasi anggaran secara harian. Tingkat akurasi dari perencanaan
kas nasional sangat dipengaruhi oleh kecermatan dalam pembuatan perencanaan
penerimaan dan pengeluaran kas masing-masing departemen/lembaga.
Semakin jauh waktu perencanaan maka akurasinya akan semakin rendah.
Oleh karena itu perlu dilakukan update atas perencanaan secara terus menerus.
Dengan melakukan update ini akurasi dari perencanaan jangka pendek akan tetap
terjaga akurat. Untuk meningkatkan akurasi perencanaan tersebut, perlu dibentuk suatu
jaringan informasi yang baik antara instansi yang menjadi sumber data di dalam maupun
diluar Departemen Keuangan dengan pihak yang mengolah dan melaporkan
perencanaan kas (Ditjen Perbendaharaan c.q. Direktorat Pengelolaan Kas Negara).

31

Peningkatan akurasi merupakan proses yang membutuhkan waktu cukup lama.


Diperlukan suatu upaya terus-menerus dalam meneliti selisih antara proyeksi dan
realisasi sehingga faktor-faktor yang menyebabkan selisih tersebut dapat diantisipasi.
Langkah antisipasi tersebut penting supaya dalam perencanaan kas selanjutnya
kesalahan serupa tidak terulang. Dengan koordinasi yang baik dengan semua pihak
yang memberikan data perencanaan kas diharapkan pemerintah akan mampu membuat
suatu perencanaan kas harian yang baik
4.5. Mekanisme Penyampaian Laporan

Kecepatan penyampaian laporan dan akurasi laporan merupakan salah satu


faktor penting dari perencanaan kas yang baik. Untuk itu mekanisme pelaporan yang
dipergunakan sangat tepat jika menggunakan internet, telepon dan faximile. Mekanisme
pelaporan dengan menggunakan surat sangat tidak mendukung perencanaan kas yang
baik karena membutuhkan waktu berminggu-minggu. Sementara itu sangat perlu
dipahami bahwa semakin jauh waktu pelaporan dan saat melakukan forecast maka
semakin tidak reliable forecast yang disajikan.
Perencanaan bukanlah perlaporan atas kegiatan yang telah terjadi tetapi
kegiatan yang akan terjadi. Selain itu, perlu juga penyederhanaan laporan sehingga
laporan dapat dibuat dan dikompilasi dengan cepat di pusat. Proses pembuatan dan
pelaporan perencanaan harus dirancang sesederhana mungkin sehingga tidak
membebani

satker

sehingga

menurunkan

kualitas

laporan.

Idealnya

laporan

perencanaan kas hanya satu lembar kertas faximile saja atau beberapa baris kalimat
dalam e-mail.
4.6. Inherent risk dalam Perencanaan Kas

Penting untuk dipahami bahwa perencanaan kas sangat berbeda dengan


perencanaan anggaran, sehingga sifat laporan perencanaan kas juga sangat berbeda
dengan laporan pelaksanaan anggaran atau laporan keuangan. Laporan keuangan atau
realisasi anggaran adalah melaporkan transaksi keuangan yang telah terjadi
berdasarkan bukti-bukti transaksi, setiap angka yang dilaporkan dapat di validasi karena
memang benar-benar terjadi. Dalam laporan perencanaan kas, yang dilaporkan adalah
recana pengeluaran atau penerimaan kas, karena belum terjadi maka angka-angka

32

tersebut tidak bisa divalidasi ke dokumen sumber. Oleh karena itu, judgement untuk
menentukan angka forecast sangat berperan.
Mengingat laporan perencanaan kas adalah melaporkan sesuatu yang akan
terjadi, kecepatan penyampaian data untuk membuat perencanaan kas menjadi sangat
penting, sebab ketika kejadian tersebut telah menjadi kenyataan (direalisasikan) maka
laporan perencanaan kas tersebut tidak lagi berguna. Fungsinya telah berubah menjadi
laporan realisasi anggaran yaitu melaporkan transaksi ekonomi yang telah terjadi.
Skema dibawah ini menunjukkan bagaimana akurasi perencanaan kas dan kegunaan
laporan meningkat seiring dengan semakin dekat saat kejadian.

belum terjadi

Sudah terjadi
Saat
kejadian

Tingkat akurasi forecasting


0%

50%

Fungsi forecasting
0%

100%

Hari
(sesudah)

Hari
(sebelum)

10

10

100%

0%

50%

Tingkat kegunaan forecasting

Tingkat kegunaan laporan

Fungsi perencanaan

Fungsi pelaporan/realisasi

Kualitas/akurasi laporan perencanaan kas akan semakin meningkat jika jarak


pembuatan laporan dan waktu kejadian yang direncanakan semakin dekat. Sebagai
contoh, jika satu bulan dari sekarang direncanakan akan melakukan pembelian senilai
Rp.10 juta maka kemungkinan bahwa pengeluaran tersebut benar-benar Rp.10 juta
mungkin

hanya

50%.

Hal

ini

disebabkan

karena banyaknya

variabel

yang

mempengaruhi rencana pengeluaran tersebut. Seiring dengan berjalannya waktu maka


seharusnya tingkat kepastian pengeluaran tersebut semakin tinggi dan angka yang
disajikan akurasinya juga semakin meningkat. Contoh, sehari sebelum dilakukan
pengeluaran dapat dipastikan dengan tingkat akurasi 97% (perkiraan) bahwa
pengeluaran yang akan terjadi adalah Rp. 11,5 juta bukan Rp. 10 juta. Prediksi yang
hampir mencapai 100% dimungkinkan karena variable yang mempengaruhi sudah
semakin sedikit. Sehari sebelum pengeluaran pasti kontrak-kontrak jual beli sudah
selesai, harga jual beli juga sudah disepakati dan bisa dikatakan tidak ada
lagi judgement dalam angka tersebut.

33

Kenaikan tingkat akurasi angka yang dilaporkan seiring dengan semakin


dekatnya waktu pelaporan dengan waktu kejadian sebenarnya adalah berlaku umum
untuk setiap angka yang dilaporkan dalam perencanaan kas. Oleh karena itu membuat
suatu forecast yang terinci dalam jangka waktu yang terlalu jauh dari waktu kejadian
adalah tidak efektif dan efisien. Ilustrasi diatas juga menggambarkan pentingnya
melakukan update terus menerus atas forecast tersebut untuk meningkatkan akurasinya.
4.7. Tindak Lanjut Perencanaan Kas
Perencanaan kas bisa dikatakan akurat jika berhasil menekan perbedaan
antara realisasi dan perencanaan tidak lebih dari 5%. Jika hal ini berhasil dicapai maka
perencanaan kas yang dilakukan dapat dijadikan dasar untuk pengambilan keputusan
manajerial berupa keputusan untuk melakukan investasi jangka pendek atau pinjaman
sesuai dengan hasil perencanaan kas. Tindakan untuk melakukan investasi atau
pinjaman tersebut merupakan upaya untuk mempertahankan agar saldo kas selalu
mendekati patokan cash buffer.

Rp (+)

Beli SUN

Saldo kas yang


diharapkan

Idle cash
Jual SUN

Kelebihan Kas
Buffer cash
T+ n

Rp 0

Perkiraan
saldo Kas

Kekurangan kas

Rp (-)

Skema diatas menunjukkan bagaimana perencanaan kas berperan dalam


menstabilkan saldo kas pemerintah dengan menggunakan satu instrumen yaitu SUN
sebagai stabilisator likuiditas. Ada dua skenario pada diagram tersebut yaitu pada saat
kelebihan kas dan kekurangan kas. Mungkin penggunaan SUN sebagai alat stabilisasi
likuiditas kurang tepat karena SUN tergolong investasi jangka panjang (tidak likuid) pada
negara maju ada berbagai surat berharga jangka pendek pemerintah yang
dipergunakan untuk hal tersebut.

34

a. Pengelolaan kekurangan kas

Dalam hal pemenuhan kekurangan kas pemerintah (defisit kas) perlu perhatian
khusus karena tidak mungkin dilakukan dengan cepat terutama jika pemenuhan tersebut
berasal dari luar negeri. Untuk itu perlu antisipasi lebih awal untuk kekurangan kas, jika
berdasarkan perencanaan kas diperkirakan akan terjadi kekurangan kas pada saat
tertentu maka BUN harus melakukan pencarian pinjaman atau menjual investasi jangka
pendek sehingga saldo kas kembali mendekati jumlah buffer cash.
Pada masa yang akan datang diharapkan pemerintah akan memiliki surat hutang
jangka pendek (harian atau mingguan) yang bisa dengan segera menutupi kekurangan
kas jangka pendek. Dalam hal terjadi kekurangan kas, BUN dapat melakukan :
a. Mencairkan penempatan di bank umum atau di Bank Indonesia;
b. Menjual surat utang negara yang dimiliki;
c. Melakukan repo
Sesuai dengan prinsip pengelolaan kas yang baik, pencairan pinjaman dalam rangka
menutup kekurangan kas harus sedekat mungkin dengan saat terjadinya kekurangan
kas untuk menghindari kerugian atas pembayaran bunga. Selain itu jika masih
memungkinkan kekurangan kas tersebut ditutupi dengan menjual investasi jangka
pendek yang dimiliki daripada mengeluarkan surat utang.
b. Pengelolaan kelebihan kas
Sebaliknya untuk investasi jangka pendek atas kelebihan kas perlu dilakukan
secara hati-hati dan harus memperhatikan prisip keamanan dan likuiditas. Dalam hal
terjadi kelebihan kas, Bendahara Umum Negara dapat melakukan :
a. Menempatkan uang negara pada rekening di bank sentral/bank umum yang
menghasilkan bunga/jasa giro dengan tingkat bunga yang berlaku umum.
b. Pembelian Surat Utang Negara;
c. Melakukan reverse repo.
Kelebihan kas adalah setiap rupiah diatas buffer cash. Dana tersebut dapat
dipergunakan untuk investasi jangka pendek dengan memperhatikan prinsip keamanan
dan kehati-hatian dalam penempatan uang negara. Jika pada saat tertentu terjadi
kekuarangan kas maka investasi jangka pendek yang berasal dari kelebihan kas

35

merupakan prioritas utama untuk dicairkan kecuali ada sumber pembiayaan lain yang
terbukti lebih menguntungkan.
Secara umum prinsip keamanan ini diperlukan untuk mencegah kegagalan
penarikan investasi pemerintah pada pihak ketiga yang dapat mengakibatkan
terhambatnya realisasi anggaran karena kesalahan jumlah/waktu dalam penempatan
uang negara.
4.8. Kesimpulan

Perencanaan kas merupakan suatu perencanaan yang relatif sederhana, mudah


untuk dimengerti tetapi sulit untuk di implementasikan dengan baik, terlebih lagi untuk
membuat suatu perencanaan yang akurat yang bisa dipergunakan untuk kepentingan
pengambilan keputusan oleh manajemen. Untuk mendapatkan suatu perencanaan kas
yang baik diperlukan suatu usaha yang konsisten dari instansi yang memberikan data
dan pihak yang mengolah data untuk meningkatkan akurasi perencanaan. Peningkatan
kualitas/akurasi perencanaan kas sendiri adalah suatu proses belajar terus menerus
yang diharapkan akan semakin baik dalam waktu yang lama.
Sebagai tindak lanjut perencanaan kas, penting untuk menempatkan dana yang
belum dipergunakan pada investasi yang menguntungkan. Walaupun demikian perlu
dipahami bahwa dana pemerintah berbeda dengan dana swasta sehingga metode
investasinya juga berbeda. Faktor keamanan merupakan pertimbangan utama, investasi
pemerintah harus dijamin sepenuhnya. Koordinasi dengan Bank Indonesia sangat
diperlukan dalam menentukan instrumen investasi atas kelebihan kas pemerintah.
Selain itu perencanaan kas akan sangat tergantung pada kemampuan sumber
daya manusia di setiap instansi dalam membuat perencanaan kas yang baik. Untuk itu
sosialisasi dan pendidikan untuk meningkatkan pemahaman mengenai pentingnya
perencanaan kas dan bagaimana membuat perencanaan kas yang baik sangat
diperlukan. Peningkatan kualitas sumber daya manusia tersebut juga perlu didukung
dengan tersedianya sarana komunikasi yang memadai.
Pada masa yang akan datang diharapkan dengan seiring meningkatnya
kemampuan perencanaan kas, meningkat pula kemampuan pemerintah dalam
mengelola kelebihan maupun kekurangan kas. Instrumen yang dapat dipergunakan
pemerintah dalam mengelola dana yang dimiliki juga diharapkan bertambah. Walaupun
hal tersebut masih jauh dari kenyataan diharapkan dengan upaya serius dan dukungan

36

semua pihak yang terkait, suatu saat nanti pemerintah akan mampu melakukan
perencanaan kas sebagaimana yang dilakukan dinegara-negara maju.

37

BAB V
REMUNERASI ATAS SALDO KAS PEMERINTAH

Sudah saatnya bagi pemerintah untuk memberdayakan saldo kas yang


dimilikinya untuk menambah pendapatan sebagaimana yang telah dilakukan oleh
negara maju. Selama ini saldo kas yang dimiliki oleh pemerintah yang berada di Bank
Indonesia (BI) dan di Bank Umum belum menghasilkan bunga secara optimal.
Penerapan manajemen kas dalam bentuk Treasury Single Account (TSA) untuk
pengeluaran pada 178 KPPPN semakin mendorong perlunya suatu mekanisme yang
mampu mengelola saldo kas pemerintah sehingga memberikan tambahan pendapatan.
Apabila TSA untuk pengeluaran dan penerimaan telah berjalan, maka sebagian besar
saldo kas pemerintah akan terkonsentrasi di BI. Konsentrasi dana yang belum
dipergunakan dalam jumlah besar membuka peluang untuk melakukan investasi dalam
jangka pendek atau penempatan untuk menambah penghasilan pemerintah.
5.1. Latar Belakang
Meskipun kasus kelebihan kas tidak mengakibatkan dampak seburuk
kekurangan kas pada pembangunan, kelebihan kas harus dijaga pada tingkat yang
minimal. Tingkat kas minimal yang harus dijaga tersebut merupakan suatu buffer cash
yang merupakan cadangan kas untuk berjaga-jaga jika terjadi pengeluaran kas
mendadak atau gagalnya penerimaan kas. Jumlah cadangan kas yang sengaja
dibiarkan menganggur tersebut dapat ditentukan dengan berbagai metode, namum
prinsip keuangan yang harus diperhatikan adalah pada dasarnya kas yang menganggur
adalah tidak baik.
Kas yang menganggur tidak memberikan return kepada pemerintah. Oleh
karena itu setiap kas yang belum dipergunakan untuk membiayai kegiatan pemerintah
perlu dikumpulkan dan diinvestasikan sehingga memberikan keuntungan bagi
pemerintah. Hingga saat ini sejumlah besar uang pemerintah masih menganggur di
Bank

Indonesia,

bank-bank

operasional,

persepsi

dan

pada

rekening

departemen/lembaga tanpa memberikan return yang maksimal. Seharusnya kas


tersebut dapat dikumpulkan dalam suatu rekening untuk dikelola secara profesional
sehingga memberikan return yang optimal. Pengelolaan kas yang menganggur akan
dapat memberikan manfaat :

38

Ketidakmampuan pemerintah untuk melakukan pemanfaatan atas saldo kasnya


yang menganggur secara efektif dan efisien menimbulkan opportunity cost yang sangat
tinggi. Sebagai ilustrasi jika diasumsikan saldo rata-rata pemerintah yang terkonsolidasi
di BI dalam setahun adalah Rp 40 trilyun dengan tingkat bunga 3% saja maka
pemerintah mempunyai potensi pendapatan bunga sebesar Rp 1,2 trilyun pertahun.
5.2. Landasan Hukum

Secara hukum kemungkinan pemerintah untuk mengelola uangnya untuk


memperoleh pendapatan telah diatur pada Undang-Undang No.1 tahun 2004 tentang
Perbendaharaan Negara. Pada Peraturan Pemerintah No. 39 tahun 2007 tentang
Pengelolaan Uang Negara/Daerah. Berikut pasal-pasal pada Undang-undang No.1 yang
dijadikan landasan hukum dalam melakukan manajemen kas :
1. Pasal 7, dinyatakan bahwa Menteri Keuangan dapat melakukan :
a. Penyimpanan uang negara (ayat g)
b. Menempatkan uang negara dan (ayat h)
c. Mengelola/menatausahakan investasi (ayat h)
Pada penjelasan ayat tersebut dinyatakan bahwa investasi yang
dimaksud adalah pembelian Surat Utang Negara.
2. Pasal 23, dinyatakan bahwa pemerintah pusat memperoleh bunga dan/atau jasa
giro

atas dana yang disimpan di bank sentral. Jenis dana, tingkat bunga

dan/atau jasa giro serta biaya sehubungan dengan pelayanan yang diberikan
oleh bank sentral, ditetapkan berdasarkan kesepakatan atara Gubernur BI dan
Menteri Keuangan.
Pasal 71, membatasi pelaksanaan pasal 23 dengan menyatakan bahwa
pemberian bunga dan/atau jasa giro mulai dilaksanakan pada saat penggantian
SBI dengan SUN sebagai instrumen moneter.
3. Pasal 24, dinyatakan bahwa pemerintah pusat berhak memperoleh bunga
dan/atau jasa giro pada tingkat suku bunga dan/atau jasa giro yang berlaku atas
dana yang disimpan pada bank umum.
4. Pasal 28, pokok-pokok peraturan mengenai pengelolaan kas diatur dengan
peraturan pemerintah setelah dikonsultasikan dengan bank sentral.

39

Sebelum pembahasan lebih lanjut perlu dibedakan antara penyimpanan,


penempatan dan investasi. Penyimpanan didefinisikan sebagai kegiatan menyimpan kas
yang berada di BI (pasal 7 ayat g). Penyimpanan disini dapat disamakan dengan
rekening giro dimana keluar dan masuknya dana tidak dibatasi sama sekali sehingga
sulit untuk mendapatkan bunga yang tinggi.
Penempatan (pasal 7 ayat h) disini dapat diartikan sebagai investasi dalam
jangka pendek yang dapat disetarakan dengan kas seperti halnya deposito atau
overnight. Penempatan dapat dibedakan menjadi dua yaitu penempatan di bank umum
dan di bank sentral. Pada negara maju seperti Australia penempatan hanya
diperbolehkan di bank sentral yaitu Reserve Bank of Australia dalam bentuk term
deposits yang bisa dicairkan sesuai keperluan manajemen kas. Di Amerika penempatan
dapat

dilakukan

diluar

bank

sentral

dengan

cara

memberikan

sejumlah

jaminan/collateral. Jenis jaminan yang diterima oleh pemerintah telah diatur tersendiri
sehingga risiko kerugian atas kegagalan pencairan penempatan bisa ditekan seminimal
mungkin.
Investasi (pasal 7 ayat h) hanya dapat dilakukan dalam bentuk Surat Utang
Negara. Hal ini mungkin dilakukan dalam rangka minimalisasi risiko investasi mengingat
investasi diluar SUN akan memberikan risiko tinggi yang dapat membahayakan likuiditas
pemerintah.
5.3. Penempatan di Bank Indonesia

Berdasarkan prinsip manajemen kas yang baik, penempatan yang terbaik untuk
saldo kas pemerintah adalah di bank sentral. Hal ini didasarkan pada pertimbangan
resiko atas dana pemerintah dan kestabilan moneter.
Penempatan kas pemerintah di Bank Indonesia akan meminimalisasi dampak
dari pelaksanaan manajemen kas pemerintah pada kestabilan moneter. Dengan
melakukan penempatan di BI berarti tidak ada aliran kas keluar dari BI, dengan kata lain
tidak ada biaya operasi moneter untuk menarik kelebihan likuiditas melalui penerbitan
SBI. Hal ini penting mengingat saat ini sedang terjadi kelebihan likuiditas moneter.
Kegiatan penempatan yang dilakukan oleh pemerintah hanya sebatas pemindahan
saldo dari rekening penyimpanan ke rekening penempatan yang juga berada di BI
demikian pula bunga yang didapat dari hasil penempatan akan masuk ke rekening
penyimpanan.

40

Disisi pemerintah, penempatan di BI lebih baik karena adanya jaminan


keamanan dan likuiditas. Dengan menempatkan uang di BI, pemerintah tidak perlu
menuntut jaminan apapun karena penempatan di BI menjamin pencairan dana setiap
saat diperlukan dan dalam jumlah berapapun.
5.4. Penempatan pada Bank Umum
Penempatan di Bank Umum merupakan alternatif kedua untuk melakukan
diversifikasi penempatan. Penempatan ini lebih berisiko dibandingkan dengan
penempatan di BI karena adanya unsur ketidakpastian yang menyertainya. Ada
beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam penempatan ini antara lain cara untuk
meminimalisasi risiko, tingkat bunga yang diharapkan, pilihan tempat (bank umum yang
dipilih), jangka waktu penempatan dan dampaknya pada stabilitas moneter.
Bagi pemerintah, keuntungan utama dari penempatan di bank umum adalah
tingkat bunga yang lebih menarik. Jika penempatan di bank sentral bisa dipastikan
tingkat bunga yang didapat jauh dibawah tingkat bunga yang ditawarkan bank umum,
dengan melakukan penempatan di bank umum pemerintah dapat berharap untuk
mendapatkan return sesuai pasar.
Hal yang tidak dapat dihindari dengan penempatan diluar bank sentral adalah
timbulnya risiko. Sebagai langkah untuk menekan risiko tersebut maka diperlukan
jaminan SUN atas setiap penempatan pemerintah diluar BI. Pada negara yang
memperbolehkan penempatan diluar bank sentral penempatannya selalu disertai
dengan jaminan. Jaminan tersebut setidaknya bernilai sama dengan penempatan yang
dilakukan dan akan dicairkan bila penempatan pada bank umum tersebut gagal
dicairkan.
Ganguan terhadap stabilitas moneter merupakan suatu hal yang perlu menjadi
pertimbangan pemerintah dalam melakukan penempatan di bank umum. Penempatan di
bank umum mengakibatkan adanya aliran dana keluar dari BI ke bank umum.
Hal lain yang sangat penting adalah koordinasi dengan bank sentral. Koordinasi
yang dapat dilakukan dengan bank sentral yang terkait dengan penempatan adalah
dalam bentuk jumlah dan waktu penempatan. Koordinasi ini penting dalam rangka
menjaga stabilitas moneter. Bank sentral setiap saat akan mengetahui apakah pasar
kelebihan likuiditas atau tidak serta seberapa besar kelebihan atau kekurangan tersebut.
berdasarkan informasi ini pemerintah dapat menentukan saat dan jumlah yang tepat
untuk ditempatkan di bank umum tanpa harus berakibat buruk terhadap sistem moneter.

41

5.5. Penggunaan Repo-Reverse Repo


Perjanjian pembelian kembali (repurchase agreement - repo) adalah transaksi
jual efek dengan janji beli kembali pada waktu dan harga yang telah ditetapkan.
Kegiatan seperti ini sebenarnya hal yang biasa dilakukan oleh berbagai negara dengan
sistem manajemen kas yang telah berjalan dengan baik. Hal ini menarik dan mudah
dilakukan untuk memenuhi kebutuhan kas dalam jangka pendek. Karena repo ini
menggunakan surat utang negara maka tentunya resiko yang harus ditanggung juga
relatif rendah. Kegiatan repo ini biasanya dipaket dalam bentuk master repurchase
agreement yang berlaku bagi setiap pihak yang terkait repo ini.
Jika pemerintah dalam keadaan kelebihan kas maka transaksi yang dilakukan
adalah perjanjian pembelian kembali terbalik (reverse repurchase agreement-reverse
repo). Reverse repo adalah transaksi beli efek dengan janji jual kembali pada waktu dan
harga yang telah ditetapkan. Pada prinsipnya transaksi ini serupa dengan repo hanya
saja terbalik (reversed). Kegiatan repo atau reverse repo ini akan semakin menarik
untuk dilakukan jika jenis surat utang yang diperdagangkan semakin banyak dan
semakin aktif. Seperti transaksi repo, transaksi reverse repo juga biasanya dipaket
dalam bentuk kontrak dan jaminan yang distandarisasi dalam satu master agreement.
5.6. Hubungan Manajemen Kas Dengan Kebijakan Moneter Dan Fiskal
Penerapan manajemen kas tidak dapat dianggap sebagai bagian yang terpisah dari
sistem keuangan lainnya. Manajemen kas merupakan bagian dari kegiatan yang lebih
besar yaitu kebijakan moneter dan fiskal, karena:
a. Manajemen kas terkait erat dengan kebijakan moneter
Dengan jumlah belanja dan penerimaan ratusan triliun, pemerintah merupakan
satu-satunya entitas di Indonesia dengan jumlah pengeluaran dan penerimaan
terbesar. Tindakan pemerintah yang berhubungan dengan pengeluaran,
penerimaan atau pembiayaan dapat mempengaruhi secara signifikan jumlah
uang yang beredar pada suatu saat tertentu. Pengeluaran atau penerbitan surat
utang dalam jumlah besar akan mempengaruhi pasar uang yang dapat
mengganggu stabilitas moneter. Oleh karena itu, pemerintah perlu melakukan
kajian bersama dengan Bank Indonesia mengenai dampak dari kegiatan
manajemen kas terhadap kebijakan moneter.
b. Terkait erat dengan manajemen hutang (debt management)

42

Diperlukan adanya suatu sikronisasi khususnya pertukaran informasi antara


pihak yang menerbitan utang dan pihak yang mengetahui kondisi keuangan
negara. Hal ini sangat diperlukan untuk mencegah terjadinya pemborosan
keuangan negara sebagai akibat dari penerbitan Surat Utang Negara (SUN)
pada saat negara sedang mengalami surplus keuangan.
c. Tempat dimana pemerintah menyimpan uang akan berpengaruh pada kebijakan
moneter
Mengingat jumlah uang yang dimiliki pemerintah sangat besar maka
penempatan uang pemerintah pada bank umum atau bank sentral memiliki
dampak berbeda. Jika pemerintah menempatkan sebagian besar dana
pemerintah pada bank umum maka hal ini akan mengakibatkan terjadinya
ekspansi moneter yang mana dapat berdampak pada naiknya inflasi dan
instabilitas nilai rupiah. Bank Indonesia akan melakukan normalisasi jumlah uang
yang beredar dengan melakukan kebijakan moneter untuk mengurangi uang
yang beredar misalnya dengan menerbitkan SBI. Hal tersebut tidak akan terjadi
jika pemerintah menempatkan uangnya pada Bank Indonesia.

43

BAB VI
REKENING KEMENTERIAN NEGARA LEMBAGA
Sesuai dengan penjelasan umum Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003,
Presiden selaku Kepala Pemerintahan memegang kekuasaan pengelolaan keuangan
negara sebagai bagian dari kekuasaan pemerintahan. Kekuasaan tersebut meliputi
kewenangan yang bersifat umum dan kewenangan yang bersifat khusus. Untuk
membantu Presiden dalam penyelenggaraan kekuasaan dimaksud, sebagian dari
kekuasaan tersebut dikuasakan kepada Menteri Keuangan selaku pengelola Fiskal dan
Wakil Pemerintah dalam kepemilikan kekayaan negara yang dipisahkan, serta kepada
Menteri/Pimpinan Lembaga selaku Pengguna Anggaran/Pengguna Barang kementerian
negara/lembaga yang dipimpinnya.
6.1. Rekening Bendahara Umum Negara

Sesuai Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang No 1 Tahun 2004, Menteri Keuangan


selaku Bendahara Umum Negara mengangkat Kuasa Bendahara Umum Negara untuk
melaksanakan tugas kebendaharaan yang meliputi kegiatan menerima, menyimpan,
membayar atau menyerahkan, menatausahakan, dan mempertanggungjawabkan uang
dan surat berharga yang berada dalam pengelolaannya. Selanjutnya pasal 12 ayat (2)
menjelaskan bahwa semua penerimaan dan pengeluaran negara dilakukan melalui
Rekening Kas Umum Negara.
Rekening Kas Umum Negara adalah rekening tempat penyimpanan uang negara
yang ditentukan oleh Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara untuk
menampung seluruh penerimaan negara dan membayar seluruh pengeluaran negara
pada Bank Sentral.
Sampai dengan saat ini, penerimaan negara dilakukan secara berjenjang mulai dari
bank penerima (Bank Persepsi), Bank Tunggal, Rekening 500.000000 sampai dengan
ke rekening akhir di bank sentral yaitu Rekening 502.000000. Demikian juga halnya
pengeluaran yang dilakukan secara berjenjang dari mulai rekening 502.000000,
RPKBUNP dan terakhir dibayar oleh Bank Operasional.
Berdasarkan penjelasan di atas, rekening pemerintah yang dikelola oleh
Bendahara Umum Negara dapat dibedakan menjadi:

44

a. Rekening pada BUN Pusat yang terdiri dari antara lain rekening
502.000000, rekening valuta asing dalam bentuk USD
b. Rekening pada Kuasa BUN di Daerah yang antara lain terdiri dari rekening
501.000000, rekening BOI, BOII, BOIII dan rekening di Bank Persepsi
c. Rekening Pemerintah Lainnya yang antara lain terdiri dari RDI/RPD,
Rekening pemerintah lainnya dan rekening hasil minyak perjanjian KPS.
6.2. Rekening Pengguna Anggaran

Sesuai Pasal 10 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan


Negara, Menteri/pimpinan lembaga/ gubernur/ bupati/walikota mengangkat Bendahara
penerimaan untuk melaksanakan tugas kebendaharaan dalam rangka pelaksanaan
anggaran

pendapatan

pada

kantor/satuan

kerja

di

lingkungan

kementerian

negara/lembaga/satuan kerja perangkat daerah. Selanjutnya pada ayat (2) diuraikan


bahwa menteri/pimpinan lembaga/gubernur/bupati/walikota mengangkat Bendahara
Pengeluaran untuk melaksanakan tugas kebendaharaan dalam rangka pelaksanaan
anggaran

belanja

pada

kantor/satuan

kerja

di

lingkungan

kementerian

negara/lembaga/satuan kerja perangkat daerah.


Menurut Pasal 12 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 dan pasal 2
ayat (2) Keputusan Presiden Republik Indonesai Nomor 42 Tahun 2002 tentang
Pedoman Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, semua penerimaan
dan pengeluaran negara dilakukan melalui Rekening Kas Umum Negara. Rekening Kas
Umum Negara adalah rekening tempat penyimpanan uang negara yang ditentukan oleh
Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara untuk menampung seluruh
penerimaan negara dan membayar seluruh pengeluaran negara pada bank sentral.
Menteri/pimpinan

lembaga/kepala

kantor/satuan

kerja

selaku

pengguna

anggaran/kuasa pengguna anggaran dapat membuka rekening penerimaan dan/atau


rekening pengeluaran dengan persetujuan Bendahara Umum Negara. Rekening
Penerimaan adalah rekening pada bank sentral/bank umum/kantor pos yang
dipergunakan untuk menampung uang pendapatan negara dalam rangka pelaksanaan
APBN pada kantor/satuan kerja kementerian negara/lembaga. Rekenning Pengeluaran
adalah rekening pada bank umum/kantor pos yang dipergunakan untuk menampung
uang bagi keperluan belanja negara dalam rangka pelaksanaan APBN pada

45

kantor/satuan kerja kementerian negara/lembaga. Bendahara penerimaan/pengeluaran


dilarang menyimpan uang dibank atas nama pribadi.
a.

Rekening Satuan Kerja


Sesuai dengan Pasal 20 PP No.39/2007, Menteri/Pimpinan Lembaga dapat

membuka rekening penerimaan dan pengeluaran dan/atau rekening lainnya pada bank
umum atau bank sentral (untuk keperluan tertentu) setelah mendapat persetujuan dari
Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara atau Kuasa BUN. Rekening
tersebut digunakan sebagai tempat untuk menyimpan uang yang ada dalam
pengelolaan bendahara yang sering disebut kas.
Kas yang disajikan pada neraca satuan kerja berasal dari Uang Persediaan
seperti diamanatkan Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor PER66/PB/2005 tentang Mekanisme Pelaksanaan Pembayaran atas Beban Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara. Disamping itu, Kas satuan kerja juga berasal dari
penerimaan negara yang belum disetorkan ke rekening kas negara. Kas disajikan di
neraca adalah kas yang dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya, sehingga
sebelum melaporkan di neraca perlu dilakukan tindakan-tindakan untuk meyakini
penyajian kas tersebut. Upaya yang dilakukan untuk meyakini kas yang disajikan seperti
melakukan pembukuan dengan tertib, Melakukan Opname Kas dan melakukan
rekonsiliasi bank.
Sistem pengendalian intern mengharuskan agar seluruh penerimaan dan
pengeluaran harus dibukukan. Apabila bendahara/pemegang kas menyimpan uangnya
di bank, maka ia harus menyimpannya atas rekening jabatan. Transaksi penerimaan
dan pengeluaran yang dilakukan oleh bendahara harus dibukukan pada buku kas umum
negara dan setiap berkala akan menerima laporan dari bank berupa rekening koran
bank. Pada prinsipnya saldo buku bank menurut KPPN harus sama dengan saldo
rekening koran bank, akan tetapi ada kemungkinan perbedaan antara kedua saldo
tersebut.
Perbedaan atau selisih antara saldo kas menurut buku KPPN yang dicatat oleh seksi
Bendum dengan saldo kas menurut Rekening Koran pada setiap akhir periode dapat
terjadi karena :
Time Lag : perbedaan waktu pencatatan transaksi dalam suatu periode
Error : kesalahan pencatatan yang dilakukan oleh bank/bendahara.

46

Untuk menyelesaikan hal tersebut perlu dilakukan Rekonsiliasi Bank dengan mengikuti
tahapan sebagai berikut:
a. Pada setiap akhir periode, bendahara akan menerima Rekening Koran Bank
dari setiap rekening yang dimiliki;
b. Bandingkan antara saldo buku kas umum dengan saldo Rekening Koran Bank;
c. Telusuri penyebab terjadinya perbedaan antara saldo Rekening Koran Bank
dengan saldo buku kas umum;
d. Sajikan laporan rekonsiliasi bank yang memperlihatkan

penyesuaian

terhadap saldo kas, baik menurut Rekening Koran Bank maupun menurut
saldo buku kas umum;
e. Setelah dilakukan penyesuaian terhadap penyebab terjadinya selisih maka
jumlah saldo kas menurut Rekening Koran Bank harus sama dengan jumlah
saldo kas menurut saldo buku kas umum;
f.

Penyesuaian yang mempengaruhi saldo kas menurut buku kas umum harus
dilakukan koreksi data sehingga saldo kas menurut rekonsiliasi bank sama
dengan saldo kas menurut data buku kas umum;

g. Penyesuaian pada buku kas umum dilakukan mengikuti petunjuk koreksi yang
ditetapkan (diatur dalam suatu ketetapan).
h. Saldo Kas Penyesuaian ini akan menjadi Saldo Kas bendahara pengeluaran;
Pedoman Penyesuaian :
Saldo menurut Rekening Koran
Penyesuaian :

Saldo menurut Buku Kas Umum


Penyesuaian :

1. Deposit in Transit (+)

1. Nota kredit atas jasa giro (+)

2. Outstanding cek (-)

2. Nota debet lainnya (-)

3. Kesalahan bank ( + atau - )

3. Kesalahan pencatatan BKU (+/-)

Saldo akhir kas setelah penyesuaian

Saldo akhir kas setelah penyesuaian

1. Deposit in Transit
Hal ini terjadi jika penerimaan sudah dicatat oleh bendahara sebagai setoran ke
bank, sedangkan oleh Bank belum dicatat sebagai penerimaan pada Rekening
Koran yang diterima dari Bank. Penyesuaian perlu dilakukan pada Rekening Koran
Bank dengan menambah saldo kas menurut Rekening Koran pada akhir periode
tersebut.

47

2. Outsanding Check
Hal ini terjadi jika cek/giro telah dikeluarkan dan dicatat sebagai pengurang kas oleh
bendahara tetapi belum disajikan sebagai pengurang kas di bank pada rekening
koran bank. Penyesuaian perlu dilakukan pada Rekening koran bank dengan
mengurangi saldo kas menurut Rekening Koran pada akhir periode tersebut.
3. Jasa Giro
Hal ini terjadi karena Bank memberikan jasa giro atas saldo kas yang ada pada bank
dimana uang disimpan oleh bendahara. Oleh sebab itu, saldo kas menurut buku kas
umum harus ditambahkan sejumlah jasa giro tersebut.
4. Nota Debet
Peristiwa ini terjadi manakala terdapat pengurangan kas pada rekening koran bank
atas biaya-biaya antara lain biaya administrasi bank, pajak atas bunga dan lain
sebagainya yang belum dibukukan sebagai pengurang kas pada buku kas umum.
Penyesuaian terhadap saldo kas buku bank Bendum dilakukan dengan mengurangi
saldo menurut buku kas umum.
5. Kesalahan Bank
Kesalahan pencatatan yang dilakukan oleh bank dapat disebabkan oleh berbagai
hal antara lain; kesalahan jumlah dan kesalahan pemindahbukuan. Penyesuaian
atas kesalahan dimaksud dilakukan dengan menambah atau mengurang saldo kas
Rekening Koran sesuai dengan kesalahan yang terjadi.
Contoh : bank salah membukukan jumlah rupiah dari SP2D, Nota Kredit atau Nota
Debet yang ada.
6. Kesalahan pencatatan oleh Bendum
Kesalahan pencatatan yang dilakukan oleh Bendahara dapat disebabkan oleh
berbagai macam hal antara lain kesalahan jumlah, kesalahan pemindah bukuan dan
lain sebagainya, maka penyesuaian dilakukan dengan menambah atau mengurangi
saldo kas buku bank Bendum sesuai dengan kesalahan yang terjadi.
Contoh : Bendahara salah membukukan jumlah rupiah Cek, Nota Kredit atau Nota
Debet yang ada.

48

Transaksi penerimaan dan pengeluaran melalui Bendahara disamping dibukukan


dalam Buku Kas Umum, juga dilaporkan pada Laporan Realisasi Anggaran dan Neraca
Satker. Transaksi pengeluaran melalui bendahara yang telah disahkan pengeluaran
melalui SPM GU/GU Nihil dilaporkan dalam Laporan Realisasi Anggaran bersama-sama
SPM LS dan SPM pengesahan lainnya pada posnya masing-masing. Saldo Kas
bendahara yang belum digunakan baik yang disimpan di bank maupun yang ada
ditangan bendahara dan Bukti-bukti pengeluaran yang belum disahkan dilaporkan dalam
neraca satker pada pos Kas Bendahara Pengeluaran.
6.3. Rekening BLU
Laporan Keuangan BLU merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Laporan
Keuangan Kementerian Negara/Lembaga. Oleh sebab itu Laporan Keuangan BLU
harus

digabungkan/dikonsolidasikan

dengan

Laporan

Keuangan

Kementerian

Negara/Lemabga yang disusun berdasarkan Standar Akuntansi Pemerintahan.


Sehubungan dengan itu, maka seluruh transaksi BLU yang tidak berasal dari APBN
harus didukung DIPA seperti transaksi APBN. DIPA tersebut digunakan sebagai dasar
pengesahan pendapatan dan belanja operasional BLU yang tidak berasal dari APBN.
Pengesahan pendapatan dan belanja dilakukan setiap triwulan.
Sistem pengendalian intern mengharuskan agar seluruh penerimaan dan
pengeluaran harus dilakukan melalui bank. Untuk keperluan itu, maka BLU harus
membuka rekening di Bank. BLU sebagai bagian dari pemerintah mengharuskan
pembukaan rekening di bank harus mendapatkan persetujuan dari Menteri Keuangan
sebagai Bendahara Umum Negara. Saldo kas BLU juga dibukukan pada Bendahara
Umum Negara (KPPN) sebagai dampak dari terbitnya SPM/SP2D pengesahan untuk
mengesahkan pendapatan dan pengeluaran BLU.
6.4. Penertiban Rekening Pemerintah
Sejak awal reformasi, Pemerintah melakukan inisiatif dalam upaya penertiban
rekening-rekening nonbudgeter dengan menerbitkan Instruksi Presiden (Inpres) No. 9
tahun 1999 yang mengharuskan semua departemen/lembaga pemerintah non
departemen untuk melaporkan seluruh rekeningnya dan memindahkannya ke rekening
Menteri Keuangan selambat-lambatnya 30 September 1999. Pada tahun 2000
diterbitkan Inpres No.4 Tahun 2000 tentang Penertiban Rekening Departemen/Lembaga

49

Pemerintah Non Departemen yang merupakan penegasan dari Inpres No 9 Tahun 1999.
Namun pelaksanaan kedua Inpres tersebut tidak jelas sejauh mana efektifitasnya.
Sejak Tahun 2004, Pemerintah telah berhasil menyajikan Laporan Keuangan
Pemerintah Pusat (LKPP). Dalam LKPP tersebut telah diungkapkan saldo kas
pemerintah, termasuk kas di Bendahara Umum Negara (BUN) tahun 2004 sebesar Rp
52.307.558.814.276, tahun 2005 sebesar Rp 46.187.299.854.447 dan tahun 2006
sebesar Rp 38.192.834.699.360.
Berdasarkan pemeriksaan BPK tahun 2004 s.d. 2006, ditemukan sebanyak
4.643 rekening pemerintah di seluruh Kementerian Negara/Lembaga dengan jumlah
Rp32.35 triliun yang tidak dilaporkan pada LKPP maupun Laporan Keuangan
Kementerian Negara/Lembaga (LKKL). Rincian rekening temuan pemeriksaan BPK
menurut tahun anggaran dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1
Rekapitulasi Rekening Temuan BPK
pada Kementerian Negara/Lembaga dan BUN
Tahun

Giro

Rupiah

Dep.

Total
Rek

Rupiah

Total Rupiah

A. K/L
2004

651

3.405.779.118.879

2005

680

7.220.263.829.412

623

1.317.472.076.411

1.303

8.537.735.905.823

2006

2.136

3.115.049.445.892

260

144.466.881.095

2.383

3.259.516.326.987

4.337

15.203.031.351.689

306

17.148.306.270.000

4.643

32.351.337.621.689

TOTAL K/L
B. BUN
2004
TOTAL A+B

Keterangan:
Temuan tahun 2004 belum memisahkan antara giro dan deposito. Rekapitulasi rekening
Kementerian Negara/Lembaga dapat dilihat pada Lampiran A
.

temuan BPK per

Sesuai Pasal 22 Undang-Undang No. 1/2004 tentang Perbendaharaan Negara,


Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara berwenang mengatur dan
menyelenggarakan

rekening

pemerintah.

Untuk

menindaklajuti

pasal

tersebut,

Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2007 tentang


Pengelolaan Uang Negara/Daerah.
Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor:
57/PMK.05/2007

tentang

Pengelolaan

Rekening

Milik

Kementerian

Negara

50

/Lembaga/Kantor/Satuan

Kerja.

PMK

ini

mengatur

kewajiban

Kementerian

Negara/Lembaga/kantor/satuan kerja untuk :


(a) Pembukaan Rekening
Seperti telah diuraikan di atas Menteri/pimpinan lembaga/kepala kantor/satuan kerja
selaku pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran dapat membuka rekening
penerimaan dan/atau rekening pengeluaran dengan persetujuan Bendahara Umum
Negara. Persetujuan Bendahara Umum Negara dikuasakan kepada Kuasa
Bendahara Umum Negara Pusat untuk Rekening Lainnya dan Kuasa Bendahara
Umum Negara di Daerah untuk rekening operasional pengeluaran dan penerimaan.
Permohonan persetujuan pembukaan rekening pengeluaran dan penerimaan
anggaran yang disampaikan kepada Menteri Keuangan sebagai Bendahara Umum
Negara dilampiri:
o

Fotokopi dokumen pelaksanaan anggaran; dan

Surat Pernyataan tentang Penggunaan Rekening.

(b) Penutupan Rekening


Dalam rangka pengelolaan kas, Bendahara Umum Negara/Kuasa Bendahara Umum
Negara dapat memerintahkan penutupan dan/atau pemindahbukuan sebagian atau
seluruh dana yang ada pada rekening pengeluaran/penerimaan ke rekening kas
umum negara. Hal semacam ini lazim dilakukan pada akhir penutupan tahun
anggaran. Akan tetapi dalam hal tertentu kewenangan tersebut dapat dilakukan oleh
Bendahara Umum Negara/Kuasa Bendahara Umum Negara.
Rekening Kementerian negara/lembaga/kantor /satuan kerja yang sudah tidak
digunakan

sesuai

dengan

tujuan

pembukaannya

harus

ditutup

oleh

Menteri/pimpinan lembaga/kepala kantor/satuan kerja yang bersangkutan dan


saldonya dipindahkan ke Rekening Kas Umum Negara. Penutupan dan/atau
Pemindahbukuan rekening pengeluaran dan penerimaan harus dilaporkan kepada
Bendahara Umum Negara/Kuasa Bendahara Umum Negara.
(c) Pelaporan
Rekening pemerintah pada kementerian negara/lembaga harus dilaporkan dan
disajikan dalam neraca kementerian negara/lembaga/kantor/satuan kerja pada pos
kas bendahara pengeluaran dan/atau kas bendahara penerimaan. Kemudian rincian

51

dari kas tersebut disajikan dalam daftar lampiran Laporan Keuangan. Laporan
tersebut wajib disampaikan kepada Bendahara Umum Negara/Kuasa Bendahara
Umum Negara setiap akhir semester.
PMK No. 58/PMK.05/2007 tentang Penertiban Rekening Pemerintah pada Kementerian
Negara/Lembaga PMK yang mengatur tentang penertiban rekening di lingkungan
Kementerian Negara/Lembaga/Kantor/Satuan Kerja. Sebagai petunjuk pelaksanaan,
telah diterbitkan Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor 35/PB/2007
tentang Tindak Lanjut Atas Penertiban Rekening Pemerintah Pada Kementerian
Negara/Lembaga/Kantor/Satuan Kerja. Hasil inventarisasi rekening pada Kementerian
Negara/Lembaga menunjukkan adanya 32.750 yang dibedakan menjadi 26.553 yang
dipertahankan, 2.086 rekening sudah ditutup dan 3.931 rekening yang tidak dapat
diselesaikan. Rincian lebih lanjut rekening-rekening tersebut dapat dilihat pada tabel
berikut:
Tabel 2
Kelompok Rekening Yang Telah Selesai Dibahas
s.d. 31 Desember 2007
No.

Pengelopokan Rekening

Rek.

Rupiah

US$

A. Disetujui Untuk Digunakan Secara Permanen (P)/Sementara (S)


1.

Rek. Bend. Penerimaan (P)

6.315

437.538.473.940

8.177.243

2.

Rek. Bend. Pengeluaran (P)

15.047

2.327.022.496.588

44.972.469

3.

Rek. Penampungan Dana Dukungan Pelayanan


Khusus yang Bersifat Permanen (diusulkan menjadi
BLU) (S)

416

12.165.112.324.030

547.166.642
Euro 462.398

4.

Rek. Penampungan Dana Jaminan Pihak Ketiga (S)

3.233

3.202.857.172.082

53.271.671

5.

Rek. Penampungan Dana Titipan (S)

508

868.563.567.574

11.971.364

6.

Rek. Penampungan Hibah dan Kerjasama Terikat (S)

180

156.482.199.236

7.456.648

7.

Rek. Penerimaan Non DIPA (S)

854

94.463.926.102

6.474.423

26.553

19.252.040.159.552

679.490.459
Euro 462.398

Sub Total
B. Sudah Ditutup
1.

Ditutup dan setor ke Kas Negara *)

1.301

6.247.162.863.759

5.667.335

2.

Ditutup dan digabung ke rek. pemerintah lainnya

412

700.487.003.452

36.562

3.

Ditutup dan setor ke Non Kas Negara

366

325.488.135.752

100.108

4.

Ditutup dan setor ke Kas Negara (KN) dan Non Kas


Negara (NKN)

35.519.758
2.020.493.299

7.304
42.854

Sub Total
Total I+II

7
2.086
28.639

KN
NKN

7.275.194.016.020

5.854.163

26.527.234.175.571

685.344.622
Euro 462.398

Keterangan
*) Termasuk setoran dari rekening BUN pada tahun 2006 sebesar Rp5.055.462.940.2522.

52

Tabel 3
Kelompok Rekening Yang Tidak Dapat Diselesaikan/Dilaksanakan
Pembahasannya
s.d. 31 Desember 2007
No.

Pengelompokan Rekening

1.

Penutupan yang belum/tidak dilaksanakan


Tidak jelas identitas pemilik rekening
Pembahasan deadlock (dokumen/informasi tidak
lengkap)

2.
3.

Rek.

Total

Rupiah

US$

2.402

9.122.149.478.070

77.416

550

231.766.392.109

979

874.339.943.641

314.033

3.931

10.228.255.813.820

391.449

Dari rekening-rekening tersebut, terdapat rekening yang direkomendasikan ditutup oleh


Menteri Keuangan dan rekening yang memerlukan investigasi sebagaimana disajikan
dalam tabel berikut ini:

Tabel 4
Kelompok Rekening Direkomendasikan Ditutup Oleh Menteri Keuangan
No.

Pengelompokan Rekening

Rek.

1.

Rekening Penerimaan Non DIPA

2.
3.

Penutupan yang belum/tidak dilaksanakan


Tidak jelas identitas pemilik rekening
Pembahasan deadlock (dokumen/informasi
tidak lengkap)

4.

Total

Rupiah

US$

854

94.463.926.102

6.474.423

2.402

9.122.149.478.070

77.416

550

231.766.392.109

979

874.339.943.641

314.033

4.785

10.322.719.739.922

6.865.873

Tabel 5
Kelompok Rekening Yang Memerlukan Investigasi
No.

Pengelompokan Rekening

1.

Rekening Penerimaan Non DIPA

2.
3.

Ditutup dan disetor ke Kas Negara


Ditutup dan setor ke Non Kas Negara
Ditutup dan setor ke Kas Negara (KN) dan
Non Kas Negara (NKN)
Tidak jelas identitas pemilik rekening

4.
5.

Total

Rek.

Rupiah

US$

854

94.463.926.102

6.474.423

1.301

6.247.162.863.759

5.667.335

325.488.135.752
35.519.758
2.020.493.299

100.108
7.304
42.854

366

KN
NKN

550

231.766.392.109

314.033

3.078

6.900.937.330.779

12.292.024

6.5. Pelaporan
Seperti telah diatur dalam pertauran perundangang, bahwa satuan kerja, kementerian
negara lembaga harus menyampaikan laporan berupa Laporan Realisasi Anggaran,
Neraca dan Catatan atas Laporan Keuangan.

53

Rekening pemerintah pada Satker/kementerian negara lembaga disajikan pada neraca


pada pos kas di bendahara pengeluaran atau kas di bendahara penerimaan.
Selanjutnya rekening-rekning tersebut dilampirkan dalam laporan keuangan.

54

BAB VII
PENUTUP

Implementasi

manajemen

kas

dalam

rangka

mendukung

percepatan

penyerapan dana dan realisasi anggaran mempunyai beberapa kendala/tantangan


mengingat TSA dan perencanaan kas merupakan suatu yang baru dalam sistem
perbendaharaan yang ada sekarang ini. Perlu adanya perubahan paradigma khususnya
dalam pola pikir. Demikian pula perlu adanya suatu change management untuk
mengelola perubahan dari pola pikir administrasi kas menjadi pola pikir manajemen kas
yang berbasis pada international best practices .
7.1. Beberapa Tantangan Dalam Manajemen Kas
Berikut beberapa tantangan dalam implementasi manajemen kas:
a. Sumber daya manusia
Manajemen kas adalah suatu sistem yang komputer intensif serta banyak
berhubungan dengan kegiatan perbankan secara online-realtime, untuk itu
diperlukan sumberdaya yang memadai untuk pengolahan data menjadi informasi
dan mengatur aliran kas secara aktif melalui sistem perbankan. Pelatihan secara
berkelanjutan juga diperlukan untuk memaksimalisasi pemanfaatan dan mengupdate sistem terkait manajemen kas. Pada saat ini sumberdaya yang ada pada
umumnya belum memiliki pengetahuan yang memadai mengenai hal ini.
b. Sistem informasi yang belum memadai
Manajemen kas membutuhkan sistem informasi yang real-time. Pada saat
manajemen kas sudah semakin maju maka jaringan internet yang ada sekarang
tidak lagi memadai untuk pertukaran data dalam jumlah besar dalam waktu yang
singkat. Stabilitas dan keamanan jaringan juga sangat perlu untuk diperhatikan.
Selama ini sistem yang ada hanya berbasis internet dengan kemampuan yang
sangat terbatas dan tidak dapat diandalkan untuk transaksi online-real time
dalam 24 jam penuh.

55

c. Kondisi geografis Indonesia


Mengingat Indonesia terdiri dari banyak pulau diperlukan suatu strategi khusus
dalam membangun sistem informasi khususnya dalam pertukaran informasi yang
cepat. Selain itu masalah investasi yang dibutuhkan juga besar untuk
membangun hal demikian. Bagi satker yang berada di daerah terpencil
pengiriman informasi melalui media fisik seperti kertas atau disket tidak lagi
memungkinkan karena sangat memakan waktu dan tidak aman, salah satu
solusi yang memungkinkan adalah penggunaan satelit komunikasi atau media
komunikasi lain yang lebih murah tetapi dapat diandalkan.

d. Perubahan pola pikir


Penerapan manajemen kas yang baik mengharuskan adanya beberapa
penyesuaian terhadap pola pikir yang telah berjalan selama ini. Jika dalam
sistem yang lama pengendapan uang pada BO atau bank persepsi adalah biasa
maka dalam sistem yang baru pengendapan demikian adalah in-efisiensi dan
merugikan negara. Penyesuaian juga mencakup hal-hal teknis terkait seperti
kebiasaan menggunakan media fisik seperti kertas atau disket dalam bertukar
informasi menjadi menggunakan media elektronik melalui internet.
e. Koordinasi dengan Bank Indonesia, Perbankan dan pihak terkait lainnya
Penerapan manajemen kas khususnya dalam implementasi TSA, perencanaan
kas, penempatan idle cash memerlukan koordinasi yang lebih erat dengan bank
sentral. Koordinasi ini terkait dengan penarikan saldo kas pemerintah dari bank
umum, pemberian renumerasi terhadap saldo pemerintah di BI dan masalah
penempatan kelebihan saldo kas pemerintah serta hal-hal lain yang berkaitan
dengan masalah kebijakan moneter secara umum.
7.2. Kesimpulan
Sejalan dengan perkembangan pengelolaan keuangan negara, dirasakan pula
semakin pentingnya fungsi perbendaharaan dalam rangka pengelolaan sumber daya
keuangan negara secara efektif dan efisien. Fungsi perbendaharaan tersebut antara lain
adalah adanya perencanaan kas yang baik, pencegahan terjadinya penyimpangan
penggunaan uang, pencarian sumber pembiayaan yang paling murah dan upaya untuk
meminimalisasi dana yang menganggur (idle cash). Semua fungsi tersebut bertujuan

56

untuk meningkatkan nilai tambah sumber daya keuangan yang dimiliki negara dalam
meningkatkan laju pembangunan dan efisiensi ekonomi secara nasional.
Negara memiliki sumber daya keuangan yang terbatas, oleh karena itu sangat
penting adanya suatu manajemen kas yang baik untuk memastikan bahwa aliran kas
pemerintah berjalan dengan efektif dan efisien sehingga penyerapan dana dan realisasi
anggaran dapat dipercepat. Penerapan rekening tunggal pemerintah atau Treasury
Single Account (TSA) merupakan upaya untuk mencapai hal tersebut. Selain itu, perlu
adanya suatu perencanaan kas yang baik. Hal ini penting untuk memastikan bahwa
negara selalu memiliki kas yang cukup untuk memenuhi pembayaran kewajiban negara
dan pemanfaatan kas secara optimal.
Selama ini pelaksanaan manajamen kas di Indonesia belum mengacu
sepenuhnya kepada prinsip-prinsip pengelolaan kas yang baik. Diharapkan pada masa
yang akan datang dengan mengacu kepada Undang-Undang No.1 Tahun 2004 tentang
Perbendaharaan Negara dan PP Nomor 39 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Uang
Negara/Daerah implementasi manajemen kas dapat dilaksanakan dengan baik.

57

REFERENSI

1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran


Negara Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4287).
2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara
(Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Nomor
4355)
3. Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Uang
Negara/Daerah (Lembaran negara RI Tahun 2007 Nomor 83, Tambahan
Lembaran Negara RI Nomor 4378)
4. Peraturan Menteri Keuangan No.98/PMK.05/2007 tentang Pelaksanaan
Rekening Pengeluaran Bersaldo Nihil pada Bank Umum Mitra Kerja KPPN
dalam Rangka Penerapan TSA
5. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 58/PMK.05/2007 tentang Penertiban
Rekening Pemerintah Pada Kementerian Negara/Lembaga
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 57/PMK.05/2007 tentang Pengelolaan
Rekening Milik Kementerian Negara /Lembaga/Kantor/Satuan Kerja
6. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 67/PMK.05/2007 tentang Pengenaan
Sanksi dalam Rangka Pengelolaan dan Penertiban Rekening Pemerintah Pada
Kementerian Negara/Lembaga/Kantor/Satuan Kerja
7. Bahan Pembinaan Bendahara Umum KPPN, Direktorat Pengelolaan Kas Negara,
1996

58

You might also like