Professional Documents
Culture Documents
REAKSI ALERGI
Seorang perempuan berusia 20 tahun, dating ke dokter dengan keluhan gatal-gatal serta bentolbentol merah yang hampir merata di seluruh tubuh, timbul bengkak pada kelopak mata dan bibir sesudah
minum obat penurun panas (Parasetamol). Pada pemeriksaan fisik didapatkan angioedema di mata dan
bibir serta urtikaria di seluruh tubuh. Dokter menjelaskan keadaan ini diakibatkan oleh reaksi alergi
(hipersensitivitas tipe cepat), sehingga ia mendapatkan obat anti histamine dan kortikosteroid. Dokter
memberikan saran agar selalu berhati-hati dalam meminum obat serta berkonsultasi dulu dengan dokter.
KATA SULIT
Urtikaria : hives, reaksi vascular lapisan dermis bagian atas yang ditandai dengan gambaran
sementara bercak (bentol) yang agak menonjol dan lebih merah atau lebih pucat dari pada kulit
sekitarnya dan seringkali disertai dengan gatal yang hebat.
Angioedema : reaksi vascular pada dermis bagian dalam atau jaringan subkutan atau submucosa.
Hypersensitivitas : keadaan berubahnya reaktivitas, ditandai dengan reaksi tubuh berupa respons
imun yang berlebihan terhadap sesuatu yang dianggap sebagai benda asing.
Kortikosteroid : setiap steroid yang dikeluarkan oleh korteks adrenal (tidak termasuk hormone
seks) atau setiap hormone sintetik yang setara dengan steroid ini
Antihistamin : agen yang melawan kerja histamine
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
Reaksi cepat
Reaksi intermediet
Reaksi lambat
Mengapa pasien pada kasus di atas diberi obat antihistamin?
Untuk mengobati angioedema yang disebabkan oleh histamine yang dikeluarkan oleh sel mast
Kenapa dokter mengatakan pasien mengalami hypersensitivitas tipe cepat?
Karna reaksi alerginya timbul tanpa ada jeda waktu lama setelah mengkonsumsi obat
Apa saja factor yang menyebabkan alergi?
Makanan, obat, lingkungan, stress, keturunan, dll.
Kenapa angioedema muncul di daerah mata dan bibir?
Karna jaringan ikat pada kelopak mata dan bibir merupakan jaringan ikat longgar, yang terjadi
pada mukosa dan submucosa tubuh.
Adakah efek samping dari pemberian obat antihistamin dan kortikosteroid?
Efek samping antihistamin : lelah, insomnia, penglihatan kabur sementara
Efek samping kortikosteroid : gangguan psycologis, hypertensi, gangguan pertumbuhan pada
anak
Kenapa pasien mengalami bentol merah?
Karna meningkatnya kadar histamin
Apa sajaa tes yang dapat dilakukan untuk mengetahui reaksi alergi?
Skin test, tes prokasi, skin prick test, patch test, rast test
Antibody apa yang meningkat pada kasus ini?
IgE
Apa saja gejala-gejala reaksi alergi?
Gatal, kemerah-merahan, bersin-bersin, batuk, demam, bentol-bentol, pembengkakkan, dll.
2
HIPOTESIS
Reaksi alergi atau hipersensitivitas diklasifikasikan dalam beberapa golongan, reaksi alergi
tersebut disebabkan oleh beberapa factor, salah satunya adalah pemberian obat tertentu yang dapat
menimbulkan manifestasi seperti angioedema dan urtikarian yang dapat diatasi dengan pemberian
antihistamin dan kortikosteroid.
SASARAN BELAJAR !
LO. 1. Memahami dan Menjelaskan Hypersensitivitas
1.1 Definisi dan Etiologi
1.2 Klasifikasi
LO. 2. Memahami dan Menjelaskan Hypersensitivitas Type I
2.1 Etiologi
2.1 Mekanisme
2.1 Manifestasi
2.1 Penanganan
LO. 3. Memahami dan Menjelaskan Hypersensitivitas Type II
3.1 Etiologi
3.2 Mekanisme
3.3 Manifestasi
3.4 Penanganan
LO. 4. Memahami dan Menjelaskan Hypersensitivitas Type III
4.1 Etiologi
4.2 Mekanisme
4.3 Manifestasi
4.4 Penanganan
LO. 5. Memahami dan Menjelaskan Hypersensitivitas Type IV
5.1 Etiologi
5.2 Mekanisme
5.3 Manifestasi
5.4 Penanganan
LO. 6. Memahami dan Menjelaskan Antihistamin dan Kortikosteroid
LO. 7. Pandangan Islam mengenai Mengkonsumsi dan Pemilihan Pengobatan
1.2 Klasifikasi
A. Menurut waktu timbulnya reaksi
Reaksi Cepat
Terjadi dalam hitungan detik, menghilang dalam 2 jam. Ikatan silang antara
allergen dan IgE pada permukaan sel mast menginduksi penglepasan
mediator vasoaktif. Manifestasi reaksi cepat berupa anafilaksis sistemik dan
anafilaksis berat.
Reaksi Intermediet
Terjadi setelah beberapa jam dan menghilang dalam 24jam. Reaksi
intermediet diawali oleh IgG dan kerusakan jaringan penjamu yang
disebabkan oleh sel neutrophil atau sel NK. Manifestasi reaksi intermediet
berupa :
a. Reaksi Transfusi darah (eritroblastosis, fetalis, dan anemia
hemolitik autoimun)
2.2 Mekanisme
Terdapat beberapa fase, yaitu :
Fase sensitasi : waktu yang dibutuhkan untuk membentuk IgE sampai diikat
silang oleh reseptor spesifik pada permukaan sel mast/basophil
Fase aktivasi : waktu yang diperlukan antara pajanan ulang dengan antigen
yang spesifik dan sel mast/basophil melepas isinya yang berisikan granul
yang menimbulkan reaksi. Hal ini terjadi oleh ikatan silang antara antigen
dan IgE.
Fase efektor : waktu terjadi respon yang kompleks (anafilaksis) sebagai efek
mediator-mediator yang dilepas sel mast/basophil dengan aktivasi
farmakologik.
Proses :
Mekanisme reaksi hipersensitivitas tipe I, antigen (alergen) yang masuk ke dalam
tubuh melalui membran mukosa diproses dan dipresentasikan oleh sel penyaji antigen
(APC) pada sel T-helper. Sel T-helper2 mensekresi sitokin yang menginduksi poliferasi
sel B dan mengarahkan ke dihasilkannya respons IgE spesifik alergen. IgE melalui
reseptornya FcR1, berikatan dan mensensitisasi sel mast. Bila alergen bertemu dengan
sel mast, maka
1. alergen akan membuat ikatan silang antar IgE pada permukaan sel mast
2. menimbulkan influks ion kalsium ke intraseluler yang kemudian akan memicu
degranulasi sel mast dan pelepasan mediator, seperti histamin dan golongan protease
3. menginduksi pembentukan dan pelepasan mediator dari asam arakhidonat, seperti
golongan leukotrien dan prostaglandin.
Mediator-mediator inilah yang akan menimbulkan gejala klinis alergi. Sitokin yang juga
dilepaskan pada saat degranulasi sel mast akan memperberat respons radang dan IgE
yang terjadi.
2.3 Manifestasi
a. Reaksi Lokal
Reaksi hipersensitivitas tipe 1 lokal terbatas pada jaringan atau organ spesifik yang
biasanya melibatkan permukaan epitel tempat allergen masuk. Kecendrungan untuk
menunjukkan reaksi tipe 1 adalah diturunkan dan disebut atopi. Sedikitnya 20% populasi
menunjukkan penyakit yang terjadi melalu IgE seperti rhinitis alergi, asma dan dermatitis
atopi. IgE yang sudah ada pada permukaan sel mast akan menetap untuk beberapa
minggu. Sensitasi dapat pula terjadi secara pasif bila serum (darah) orang yang slergi
dimasukkan ke dalam kulit/sirkulasi orang normal. Reaksi alergi yang mengenai kulit,
mata, hidung dan saluran nafas.
b. Reaksi sistemik anafilaksis
Anafilaksis adalah reaksi tipe 1 yang dapat fatal dan terjadi dalam beberapa menit saja.
Anafilaksis adalah reaksi hipersensitifitas Gell dan Coombs tipe 1 atau reaksi alergi yang
cepat, ditimbulkan IgE yang dapat mengancam nyawa. Sel mast dan basophil merupakan
sel efektor yang melepas berbagai mediator. Reaksi dapat dipicu berbagai alergan seperti
makanan (asal laut, kacang-kacangan), obat atau sengatan serangga dan juga lateks,
latihan jasmani dan bahan anafilaksis, pemicu spesifiknya tidak dapat diidentifikasi.
c. Reaksi Pseudoalergi atau anafilaktoid
Reaksi pseudoalergi adalah reaksi sistemik umum yang melibatkan penglepasan mediator
oleh sel mast yang terjadi tidak melalui IgE. Mekanisme pseudoalergi merupakan
mekanisme jalur efektor nonimun. Secara klinis reaksi ini menyerupai reaksi tipe 1 sperti
syok, urtikaria, bronkospasme, anafilaksis, pruritis, tetapi tidak berdasarkan atas reaksi
imun. Manifestasi klinisnya sering serupa, sehingga kulit dibedakan satu dari lainnya.
Reaksi ini tidak memerlukan pajanan terdahulu untuk menimbulkan sensitasi. Reaksi
anafilaktoid dapat ditimbulkan antimikroba, protein, kontras dengan yodium, AINS,
etilenoksid, taksol, penisilin, dan pelemas otot.
Jenis Alergi
Alergen Umum
Gambaran
Anafilaksis
Urtikaris akut
Sengatan serangga
Bentol, merah
Rinitis alergi
Asma
Makanan
Ekzem atopi
2.4 Penanganan
Penanganan gangguan alergi berlandaskan pada empat dasar :
1) Menghindari allergen
2) Terapi Farmakologis
Adrenergic
3.1 Etiologi
Hipersensitivitas sitotoksik terjadi kalau system kekebalan secara keliru mengenali
konstituen tubuh yang normal sebagai benda asing. Reaksi ini mungkin merupakan akibat dari
antibody yang melakukan reaksi silang dan pada akhirnya dapat menimbulkan kerusakan sel.
9
Hipersensitivitas tipe II meliputi pengikatan antibody IgG atau IgM dengan antigen yang teriikat
sel. Akibat pengikatan antigen-antibodi berupa pengaktifan rantai komplemen dan dekstruksi sel
menjadi 4 antigen terikat.
Reaksi hipersensitivitas tipe II terlibat dalam penyakit miastenia gravis dimana tubuh
secara keliru menghasilkan antibody terhadap reseptor normal ujung saraf. Contoh lainnya adalah
sindrom Goodpasture yang pada sindrom ini dihasilkan antibody terhadap jaringan paru dan
ginjal sehingga terjadi kerusakan paru dan gagal ginjal. Anemia hemolitik imun karena obat,
kelainan hemolitik Rh pada bayi baru lahir dan reaksi transfuse darah yang tidak kompatibel
merupakan contoh hipersensitivitas tipe II yang menimbulkan desktruksi sel darah merah.
3.2 Mekanisme
Antibodi yang diarahkan pada antigen permukaan sel atau jaringan berinteraksi dengan
komplemen dan berbagai sel efektor untuk menimbulkan kerusakan sel target. Setelah antibodi
melekat pada permukaan sel atau jaringan, maka akan diaktifkan komponen komplemen C1.
Akibat dari aktivitas ini :
a. C3a dan C5a yang dihasilkan oleh aktivasi komplemen akan menarik makrofag dan sel-sel
PMN ke lokasi reaksi dan merangsang sel mast dan basofil untuk mengahasilkan molekulmolekul yang dapat menarik dan mengaktifkan sel efektor lain.
b. Jalur komplemen klasik dan lengkung aktivasi mengakibatkan pengendapan C3B, C3bi dan
C3d pada membran sel target.
c. Jalur komplemen klasik memproduksi kompleks serangan membran C5b-9 dan menyelipkan
kompleks tersebut ke dalam mebran sel target.
Sel efektor seperti makrofag, neutrofil, eosinofil dan sel K mengikat kompleks antibodi
melalui reseptor Fc-nya atau fragmen komplemen C3 yang terikat membran melalui reseptor C3nya. Antibodi yang melekat pada reseptor Fc merangsang fagosit untuk menghasilkan lebih
banyak leukotrien dan prostaglandin. Molekul khemokin dan khemotaktik termasuk C5a
mengaktifkan sel yang baru. Sel efktor yang terikat kuat pada sel target dan diaktifkan penuh
dapat mengakibatkan kerusakan.
Pada berbagai isotip antibodi yang memiliki kemampuan merangsang reaksi ini
tergantung pada kemampuan mengikat C1q. Fragmen-fragmen komplemen atau IgG berperan
sebagai opsonin yang melekat pada jaringan hospes. Kemudaian fagosit akan mengambil partikel
yang teropsonisasi. Dengan meningkatkan aktivitas lisosom fagosit dan memperkuat kapasitas
menghasilkan oksigen reaktif, opsonin tidak hanya dapat meningkatkan kemampuan fagosit
menghancurkan patogen tetapi juga menimbulkan kerusakan imunopatologis.
Bila tidak resisten terhadap serangan fagosit maka patogen akan terbunug di dalam
fagolisosom, jika ptogen terlalu besar untuk difagositosis, isi granula dan lisosom dilepaskan
menuju sasaran yang telah tersensitisasi dakam suatu proses yang disebut eksositosis.
10
3.3 Manifestasi
1) Transfusi Darah (Destruksi sel darah merah akibat reaksi transfuse)
Sejumlah besar protein dan glikoprotein pada membran sel darah merah disandi
oleh berbagai gen. Bila darah individu golongan darah A mendapat transfusi golongan B
terjadi reaksi transfusi, oleh karena anti B isohemaglutinin berikatan dengan sel darah B
yang menimbulkan kerusakan darah direk oleh hemolisis masif intravaskular. Reaksi
dapat cepat atau lambat.
Reaksi cepat biasanya disebabkan oleh inkompatibilitas golongan darah ABO
yang dipacu oleh IgM. Dalam beberapa jam hemoglobin bebas dapat ditemukan dalam
plasma dan disaring melalui ginjal dan menimbulkan hemoglobinuria. Beberapa
hemoglobin diubah menjadi bilirubin yang pada kadar tinggi bersifat oksik.
Gejala khasnya berupa demam, menggigil, nausea, bekuan dalam pembuluh
darah, nyeri pinggang bawah dan hemoglobinuria. Reaksi transfusi darah yang lambat
terjadi pada mereka yang pernah mendapat transfusi berulang dengan darah yang
kompatibel ABO namun inkompatibel dengan golongan darah lainnya. Reaksi terjadi 2
sampai 6 hari setelah transfusi. Darah yang ditransfusikan memacu pembentukan IgG
terhadap berbagai antigen membran golongan darah, tersering adalah golongan Rhesus,
Kidd, Kell, dan Duffy.
11
2) Anemia Hemolitik
Antibiotika tertentu seperti penisilin, sefalosporin, dan streptomisin dapat
diabsorpsi nonspesifik pada protein membran SDM yang membentuk kompleks serupa
kompleks molekul hapten pembawa. Pada beberapa penderita, kompleks membentuk
antibodi yang selanjutnya mengikat obat pada SDM dan dengan bantuan komplemen
menimbulkan lisis dengan dan anemia progresif.
3) Reaksi Obat
Obat dapat berfungsi sebagai hapten (molekul kecil yang bila bergabung dengan
molekul besar seperti protein serum akan berubah menjadi imunogenik) dan diikat pada
permukaan eritrosit yang menimbulkan pembentukan Ig dan kerusakan sitotoksik.
Sedormid (sedatif) (obat-obat yang memberikan efek tidur) dapat mengikat trombosit dan
Ig yang dibentuk terhadapnya akan menghancurkan trombosit dan menimbulkan purpura.
Chloramphenicol dapat mengikat sel darah putih, phenacetin dan chloropromazin
(tranguilizer) mengikat sel darah merah. Akibatnya ialah agranulositosis dan anemia
hemolitik. Kerusakn sel terjadi oleh karena sitolisis melalui komplemen atau fagositosis
melalui reseptor Fc atau C3b.
4) Kerusakan jaringan pada penyakit autoimun
Akibat suatu infeksi. Terjadi pembentukan Ig terhadap sel darah merah sendiri.
Melalui fagositosis via reseptor untuk Fc dan C3b, terjadi anemia yang progesif.
12
3.4 Penanganan
Anemia hemolitik autoimun
Mengelola anemia hemolitik termasuk menghindari obat-obatan tertentu, mengobati infeksi
terkait dan menggunakan obat-obatan yang menekan sistem kekebalan Anda, yang dapat
menyerang sel-sel darah merah. Pengobatan singkat dengan steroid, obat penekan kekebalan atau
Gamma Globulin, dapat membantu menekan sistem kekebalan tubuh menyerang sel-sel darah
merah.
Vaskulitis nekrotis
penurunan prednisonmenghentikan serangan agen secara cepat
13
4.2 Mekanisme
Dalam keadaan normal, kompleks imun yang terbentuk akan diikat dan diangkut oleh eritrosit ke
hati, limpa dan paru untuk dimusnahkan oleh sel fagosit dan PMN. Kompleks imun yang besar
akan mudah untuk di musnahkan oleh makrofag hati. Namun, yang menjadi masalah pada reaksi
hipersensitivitas tipe III adalah kompleks imun kecil yang tidak bisa atau sulit dimusnahkan yang
kemudian mengendap di pembuluh darah atau jaringan.
a. Kompleks Imun Mengendap di Dinding Pembuluh Darah
Makrofag yang diaktifkan kadang belum dapat menyingkirkan kompleks imun ofag dirangsang
terus menerus untuk melepas berbagai bahan yang dapat merusak jaringan. Kompleks yang
terjadi dapat menimbulkan:
Agregasi trombosit
Aktivasi makrofag
Perubahan permeabilitas vaskuler
Aktivasi sel mast
Produksi dan pelepasan mediator inflamasi
Pelepasan bahan kemotaksis
Influks neutrophil
4.3 Manifestasi
1. Reaksi Arthus
Pada mulanya, Arthus menyuntikkan serum kuda ke kelinci secara berulang di tempat
yangsama. Dalam waktu 2-4 jam, terdapat eritema ringan dan edem pada kelinci. Lalu setelah
sekitar 5-6 suntikan, terdapat perdarahan dan nekrosis di tempat suntikan. Hal tersebut adalah
14
fenomenaArthus yang merupakan bentuk reaksi kompleks imun. Antibodi yang ditemukan
adalah presipitin. Reaksi Arthus dalam kilinis dapat berupa vaskulitis dengan
nekrosis.Mekanisme pada reaksi arthus adalah sebaga berikut :1. Neutrofil menempel pada
endotel vaskular kemudian bermigrasi ke jaringan tempat kompleksimun diendapkan. Reaksi
yang timbul yaitu berupa pengumpulan cairan di jaringan (edema)dan sel darah merah (eritema)
sampai nekrosis.2. C3a dan C5a yag terbentuk saat aktivasi komplemen meningkatkan
permeabilitas pembuluhdarah sehingga memperparah edema. C3a dan C5a juga bekerja sebagai
faktor kemotaktik sehingga menarik neutrofil dan trombosit ke tempat reaksi. Neutrofil dan
trombosit inikemudian menimbulkan statis dan obstruksi total aliran darah.3. Neutrofil akan
memakan kompleks imun kemudian akan melepas bahan-bahan seperti protease, kolagenase dan
bahan-bahan vasoaktif bersama trombosit sehingga akanmenyebabkan perdarahan yang disertai
nekrosis jaringan setempat.
Mekanisme pada reaksi arthus adalah sebaga berikut:
1. Neutrofil menempel pada endotel vaskular kemudian bermigrasi ke jaringan tempat
kompleks imun diendapkan. Reaksi yang timbul yaitu berupa pengumpulan cairan di
jaringan (edema) dan sel darah merah (eritema) sampai nekrosis.
2. C3a dan C5a yag terbentuk saat aktivasi komplemen meningkatkan permeabilitas pembuluh
darah sehingga memperparah edema. C3a dan C5a juga bekerja sebagai faktor kemotaktik
sehingga menarik neutrofil dan trombosit ke tempat reaksi. Neutrofil dan trombosit ini
kemudian menimbulkan statis dan obstruksi total aliran darah.
3. Neutrofil akan memakan kompleks imun kemudian akan melepas bahan-bahan seperti
protease, kolagenase dan bahan-bahan vasoaktif bersama trombosit sehingga akan
menyebabkan perdarahan yang disertai nekrosis jaringan setempat.
2
15
4.4 Penanganan
Beberapa kelainan hipersensivitas kronik pada manusia disebabkan atau berhubungan
dengan autoantibodi terhadap antigen jaringan kompleks imun. Tatalaksana dan pengobatan
ditujukan terutama untuk mengurangi atau menghambat proses inflamasi dan kerusakan jaringan
yang diakibatkannya dengan menggunakan kortikosteroid. Pada kasus yang berat, digunakan
plasmapheresis untuk mengurangi kadar autoantibodi atau kompleks imun yang beredar dalam
darah.
5.2 Mekanisme
Delayed Type Hypersensitivity Tipe IV :
a. Fase sensitasi
Membutuhkan waktu 1-2 minggu setelah kontak primer dengan antigen. Th diaktifkan oleh
APC melalui MHC-II. Berbagai APC (sel Langerhans/SD pada kulit dan makrofag)
menangkap antigen dan membawanya ke kelenjar limfoid regional untuk dipresentasikan ke
sel T sehingga terjadi proliferasi sel Th1 (umumnya).
b. Fase efektor
Pajanan ulang dapat menginduksi sel efektor sehingga mengaktifkan sel Th1 dan melepas
sitokin yang menyebabkan :
- Aktifnya sistem kemotaksis dengan adanya zat kemokin (makrofag dan sel
inflamasi). Gejala biasanya muncul nampak 24 jam setelah kontak kedua.
- Menginduksi monosit menempel pada endotel vaskular, bermigrasi ke jaringan
sekitar.
- Mengaktifkan makrofag yang berperan sebagai APC, sel efektor, dan menginduksi
sel Th1 untuk reaksi inflamasi dan menekan sel Th2.
Mekanisme kedua reaksi adalah sama, perbedaannya terletak pada sel T yang teraktivasi. Pada
Delayed Type Hypersensitivity Tipe IV, sel Th1 yang teraktivasi dan pada T Cell Mediated
Cytolysis, sel Tc/CTL/ CD8+ yang teraktivasi.
16
5.3 Manifestasi
Dematitis kontak
Merupakan penyakit CD8+ yang terjadi akibat kontak dengan bahan yang tidak berbahaya
seperti formaldehid, nikel, bahan aktif pada cat rambut (contoh reaksi DTH).
Hipersensitivitas tuberkulin
Bentuk alergi spesifik terhadap produk filtrat (ekstrak/PPD) biakan Mycobacterium
tuberculosis yang apabila disuntikan ke kulit (intrakutan), akan menimbulkan reaksi ini
berupa kemerahan dan indurasi pada tempat suntikan dalam 12-24 jam. Pada individu yang
pernah kontak dengan M. tuberkulosis, kulit akan membengkak pada hari ke 7-10 pasca
induksi. Reaksi ini diperantarai oleh sel CD4+.
Penyakit CD8+
Kerusakan jaringan terjadi melalui sel CD8+/CTL/Tc yang langsung membunuh sel sasaran.
Penyakit ini terbatas pada beberapa organ saja dan biasanya tidak sistemik, contoh pada
infeksi virus hepatitis. sistemik, contoh pada infeksi virus hepatitis.
5.4 Penanganan
Dermatitis Kontak
Penanganan dan pengobatan Dermatitis Kontak dapat berbeda tergantung pada
kondisi pasien dan penyakit yang dideritanya. Pilihan pengobatan adalah:
Antihistamin
Disulfiram
Imunomodulator
Imunosupresan
Kortikosteroid
Pelembab
Terapi Kompresi Dingin
Terapi PUVA
17
18
Efek samping : efek samping ringan dan jarang terjadi, seperti sakit kepala, pusing,
konstipasi dan diare, dan tidak menimbulkan efek antiandrogenik.
Nizatidin
Farmakodinamik : potensi nizatidin dalam menghambat sekresi asam lambung.
Famakokinetik : kadar puncak dalam serum setelah pemberian oral dicapai dalam 1
jam, masa paruh plasma sekitar 1,5jam dan lama kerja sampai dengan 10jam,
disekresi melalui ginjal.
Indikasi : efektivitas untuk tukak duodenum diberikan satu atau dua kali sehari
selama 8 minggu, tukak lambung, refluks esophagitis, sindrom Zollinger-Ellion.
Efek samping : efek samping ringan saluran cerna dapat terjadi, dan tidak memiliki
efek antiandrogenik.
Kortikosteroid
Mekanisme Kerja : kortikosteroid bekerja dengan mempengaruhi kecepatan sintesis
protein. Molekul hormone memasuki sel melewati membrane plasma secara difusi
pasif.
Farmakodinamik : kortikosteroid mempengaruhi metabolism karbohidrat, protein,
dan lemak. Selain itu juga mempengaruhi fungsi system kardiovaskular, ginjal, otot
lurik, system saraf dan organ lain
Dalam klinik umumnya kortikosteroid dibedakan menjadi 2 golongan besar yaitu
glukokortikoid dan mineralokortikoid.
Efek utama glukokortikoid ialah pada penyimpanan glikogen hepar dan efek
anti-inflamasi, sedangkan pengaruhnya pada keseimbangan air dan elektrolit
kecil.
Efek pada mineralokortikoid ialah terhadap keseimbangan air dan elektrolit,
sedangkan pengaruhnya pada penyimpanan glikogen hepar sangat kecil.
Sediaan kortikosteroid dapat dibedakan menjadi 3 golongan berdasarkan masa
kerjanya.
Sediaan kerja singkat mempunyai masa paruh biologis <12 jam
Sediaan kerja sedang mempunyai masa paruh biologis 12-36 jam
Sediaan kerja lama mempunyai masa paruh biologis >36 jam
Farmakokinetik : perubahan struktur kimia sangat mempengaruhi kecepatan absorpsi,
mulai kerja dan lama kerja karena juga mempengaruhi afinitas terhadap reseptor dan
ikatan protein. Glukokortikoid dapat di absorpsi melalui kulit, sakus konjungtiva dan
ruang synovial. Penggunaan jangka panjang atau pada daerah kulit yang luas dapat
menyebabkan efek sistematik, antara lain supresi korteks adrenal.
Indikasi : dari pengalaman klinis diajukan 6 prinsip yang harus diperhatikan sebelum
obat ini digunakan ;
Untuk tiap penyakit pada tiap pasien, dosis efektif harus ditetapkan dengan
trial dan error dan harus di evaluasi dari waktu ke waktu sesuai dengan
perubahan penyakit.
Suatu dosis tunggal besar kortikosteroid umumnya tidak berbahaya
19
Efek samping
dapat timbul karena penghentian pemberian secara tiba-tiba atau pemberian
terus-menerus terutama dengan dosis besar.
Pemberian kortikosteroid jangka lama yang dihentikan tiba-tiba dapat
menimbulkan insifisiensi adrenal akut dengan gejala demam, malgia,
arthralgia dan malaise.
Komplikasi yang timbul akibat pengobatan lama ialah gangguan cairan dan
elektrolit, hiperglikemia dan glikosuria, mudah mendapat infeksi terutama
tuberculosis, pasien tukak peptic mungkin dapat mengalami pendarahan atau
perforasi, osteoporosis dll.
Alkalosis hipokalemik jarang terjadi pada pasien dengan pengobatan derivate
kortikosteroid sintetik.
20
Hilal meriwayatkan bahwa Rasulullah mnjenguk orang sakit lalu bersabda, Panggilkan
dokter! kemudian ada yang bertanya, Bahkan engkau mengatakan hal itu, wahai Rasulullah?
Ya, jawab beliau.
Berdasarkan pemaparan di atas, tampak jelas bagaimana Rasulullah menganjurkan kita
untuk berobat dan berusaha menggunakan ilmu kedokteran yang diciptakan Allah untuk kita. Kita
juga ditekankan agar tidak menyerah pada penyakit karena Rasulullah bersabda, Seorang
mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai Allah daripada mukmin yang lemah. (HR
Muslim (34) dan Ahmad: II/380)
Di antaranya yang ada di Musnad Ahmad. Hadits Ziyadah bin Alaqah dari Usamah bin
Syuraik menuturkan,Aku berada bersama Nabi lalu datanglah sekelompok orang Badui dan
bertanya,Wahai Rasulullah, apakah kita boleh berobat? Rasulullah menjawab, Ya, wahai
hamba Allah, berobatlah. Sesungguhnya Allah tidak menciptakan penyakit kecuali Allah
menciptakan obatnya, kecuali satu macam penyakit. Mereka bertanya,Apa itu? Rasulullah
menjawab,Penyakit tua.(HR Ahmad dalam Musnad : IV/278, Tirmidzi dalam Sunan (2038))
Nabi bersabda,Setiap penyakit pasti ada obatnya. Jika obat tepat pada penyakitnya maka
ia akan sembuh dengan izin Allah. (HR Muslim: I/191)
Abu Hurairah meriwayatkan secara marfu, Tidaklah Allah menurunkan panyakit kecuali
menurunkan obatnya.(HR Bukhari: VII/158)
Dari Ibnu Abbas, Nabi bersabda, Kesembuhan ada pada tiga hal, minum madu, pisau
bekam, dan sengatan api. Aku melarang umatku menyengatkan api. (HR Bukhari dan Muslim)
Dari firman Allah disini dapat dipahami: bahwasanya agama islam di bagun untuk
kemaslahatan artinya : semua syariat dalam perintah dan larangannya serta hukum-hukumnya
adalah untuk mashoolihi (manfaat-manfaat) dan makna masholihi adalah : jamak dari
maslahat artinya : manfaat dan kebaikan.
Misal : Allah melarang minuman keras dan judi karena mudharat (bahayanya) lebih besar dari
pada manfaatnya, sebagaimana dikatakan dalam QS : Al-Baqorah :219
2:219. Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: Pada keduanya itu
terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari
manfaatnya.
Firman Allah taala :
)751 : (
Dan dia menghalalkan yang baik bagi mereka serta mengharamankan bagi mereka segala
sesuatu yang buruk ( al araf : 157 )
Al-Quran obat terbaik
Dan Kami turunkan dari Al-Quran suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang
yang beriman. Dan Al-Quran itu tidaklah menambah kepada orang-orang zalim selain
kerugian. (Al-Isra:82)
Dalam hal ini Rasulullah bersabda, Di dalam tubuh terdapat segumpal darah, jika ia baik
maka seluruh tubuh akan menjadi baik.(HR Bukhari: I/153 (53) dalam Fathul Bari)
21
22