You are on page 1of 21

PERILAKU KEORGANISASIAN

RMK KEKUASAAN DAN POLITIK


&
Kasus 3 Membangun Koalisi

Oleh: Kelompok 3

Ni Luh Putu Mita Miati

1391661012

I Nyoman Sutapa

1391661013

I Gusti Agung Krisna Lestari

1391661014

I Gede Wilda Budiartha

1391661015

I Nyoman Trisna Supradnya

1391661016

MAGISTER AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS UDAYANA
2014

KEKUASAAN DAN POLITIK

1. KEKUASAAN
Kekuasaan (power) merupakan kapasitas yang dimiliki A untuk memengaruhi prilaku
B sehingga B melakukannya sesuai keinginan A. Aspek yang paling penting dari
kekuasaan adalah apakah terdapat fungsi ketergantungan. Semakin besar ketergantungan
B terhadap A, semakin besar kekuasaan A dalam hubungan tersebut. Ketergantungan
berdasarkan pada alternatif yang diterima A dan seberapa penting bagi B mengenai
altrnatif kontrol A. Seseorang dapat memiliki kekuasaan atas Anda hanya jika dia
memiliki kontrol terhadap apa yang anda inginkan.

1.1

Membedakan Kepempinan dengan Kekuasaan


Kekuasaan tidak memerlukan kesesuaian tujuan, hanya ketergantungan sementara.
Kepemimpinan, pada sisi lain memerlukan beberapa kesesuaian diantara tujuantujuan pemimpin dengan yang dipimpin. Perbedan kedua terkait dengan arahan dari
pengaruh. Kepemimpinan menitikberatkan pada pengaruh kearah bawah pada para
pengikut. Hal ini dapat meminimalkan pentingnya pola pengaruh yang lateral dan
kearah bawah. Kekuasaan tidak demikian. Masih dalam perbedaan lainnya, riset
mengenai kepemimpinan, pada sebagian besar bagian, lebih menekankan pada gaya.

1.2

Dasar Kekuasaan
Dasar kekuasaan dibagi menjadi dua kelompok yaitu pengelompokan umum
formal dan pribadi kemudaian membagi tiap-tiap kelompok tersebut kedalam
kategori-kategori yang lebih spesifik :
1) Kekuasaan Formal
Kekuasaan formal diasarkan pada posisi seseorang individu didalam organisasi.
Ini dapat berasal dari kemampuan untuk memaksa atau memberikan imbalan, atau
dari wewenang formal.
a. Kekuasaan Paksaa. Dasar kekuasaan paksaan bergantung pada ketakutan
atas hasil yang negatif akibat kegagalan untuk memenuhi. Hal ini bertumpu
pada penerapan, atau ancaman penerapan, atas sanksi fisik seperti
timbulnya

rasa

sakit,

frustasi

atas

hambatan

pergerakan,

atau

mengendalikan dengan kekuatan dasar psikologis atau kebutuhan keamanan

b. Kekuasaan imbalan. Kebalikan dari kekuasaan untuk memaksa adalah


kekuasaan imbalan, kepada orang-orang yang patuh karena menghasilkan
manfaat yang positif; seseorang yang dapat mendistribusikan imbalan yang
mana orang lain akan memandangnya berharga akan memiliki kekuasaan
atas mereka.
c. Kekuasaan Legistimasi. Dalam kelompok dan organisasi yang formal,
kemungkinan sebagian besar akses kesalah satu atau lebih dasar kekuasaan
adalah melalui kekuasaan legistimasi. Kekuasaan legistimasi (legitimate
power) merupakan kekuatan yang diterima oleh seseorang sebagai hasil
dari posisinya di dalam hierarki formal suatu organisasi.
2) Kekuatan Pribadi
Kekuasaan pribadi berasal dari kekuatan individu. Terdapat dua kekuasaan pribadi
yang mendasar: keahlian dan rasa menghormati serta mengagumi orang lain.
a. Kekuasaan Karena Keahlian. Kekuasaan karena keahlian (expert power)
merupakan pengaruh yang dikerahkan sebagai hasil dari keahlian,
keterampilan khusus,atau pengetahuan.
b. Kekuasaan Acuan. Kekuasaan acuan (referent power) didasarkan pada
identifikasi dengan seseorang yang memiliki sumber daya atau sifat pribadi
yang diinginkan.

1.3

Dasak Kekuatan yang Paling Efktif


Dari ketiga dasar kekuatan formal (paksaan, pemberian imbalan, legistimasi)
dan dua basis kekuasaan pribadi (ahli, acuan), yang manakah yang paling penting
untuk dimiliki? Riset menyatakan dengan cukup jelas bahwa sumber kekuasaan
pribadi adalah yang paling efektif. Keduanya, kekuasaan acuan maupun karena
keahlian, secara positif terkait dengan kepuasan para pekerja dengan survei,
komitmen organisasi, dan kinerja mereka, sedangkan kekuatan untuk memberikan
imbalan dan kekuasaan legistimasi terlihat tidak terkait dengan hasil tersebut. Salah
satu sumber daya kekuasaan formal-kekuasaan untuk memaksa- sebenarnya dapat
menjadi bumerang karena secara negatif terkait dengan kepuasan dan komitmen dari
pekerja.

1.4

Ketergantungan Kunci Menuju Kesuksesan


Aspek

yang

paling

penting

dari

kekuasaan

adalah

fungsi

dari

keterbegantungan.
Merumuskan Kebergantungan Secara Umum. Semakin tinggi kebergantungan B
terhadap A, maka akan semakin tinggi kekuasaan yang dimiliki oleh A atas B. Ketika
anda memiliki segala sesuatu yang diperlukan oleh orang lain dan hanya anda yang
memilikinya, maka anda dapat membuat mereka menjadi bergantung kepada anda dan
oleh karenanya anda memperoleh kekuasaan atas mereka.
Ketergantungan akan meningkat ketika sumber daya yang akan anda kendalikan
tersebut adalah sangat penting, langka, dan tidak dapat tergantikan.
1) Pentingnya. Jika tidak ada seseorang pun yang mengunginkan apa yang anada
miliki, maka tidak akan mampu menciptakan kebergantungan. Oleh karena
organisasi, secara aktif berupaya untuk menghindari ketidak pastian.
2) Kelangkaan. Kita mengamati kelangkaan- hubungan kebergantungan dalam
kategori kekuasaan jabatan. Dimana penawaran tenaga kerja relatif rendah
terhadap permintaan, sehingga para pekerja dapat melakukan negosiasi
menganai kompensasi dan paket manfaat yang jauh lebih menarik dari pada
melakukannya dalam jabatan dengan banyak sekali para kandidatnya.
3) Tidak Tergantikan. Semakin sedikit yang dapat menggantikan dengan layak
suatu sumber daya, semakin besar pengendalian kekuasaan yang dimiliki oleh
sumber daya tersebut.

1.5

Kekuasaan Taktik
Kekuasaan taktik (power tactic) adalah cara-cara yang mana para individu akan
menerjemahkan kekuasaan yang mendasari ke dalam tindkan-tindakan yang spesifik.
Riset telah mengudentifikasi sembilan pengaruh taktik yang berbeda:
1) Legistimasi. Berdasarkan pada posisi wewenang anda atau menyampaikan
permintaan yang sesuai dengan kebijakan atau aturan oganisasi.
2) Bujukan yang rasional. Menyajikan argumen-argumen yang logis dan buktibukti nyata untuk memperlihatkan bahwa sebuah permintaan tersebut wajar.
3) Daya tarik yang menjadi sumber inspirasi. Mengembangkan komitmen secara
emosional yang menarik bagi sasaran nilai-nilai, kebutuhan, pengarapan dan
aspirasi.
3

4) Konsultasi. Meningkatkan dekungan kepada sasaran dengn melibatkannya


dalam memutuskan bagaimana anda mewujudkan rencana anda.
5) Pertukaran. Memberikan imbalan kepada target dengan manfaat atau
keuntungan sebagai pertukaran karena telah mengikuti permintaan.
6) Daya tarik pribadi. Meminta kepatuhan yang didasarkan pada persahabatan
atau kesetiaan.
7) Menjilat. Dengan mengungkapkan bujukan, pujian, atau perilaku yang ramah
sebelum membuat permintaan.
8) Tekanan. Dengan mengungkapkan peringatan, pertimbangan yang diulangulang, dan ancaman.
9) Koalisi. Membuat daftar tujuan atau dukungan dari orang lain untuk
membujuk target agar menyetujuinya.

1.6

Kekuasaan dalam Kelompok: Koalisi


Koalisi (coalition) adalah suatu kelompok informal yang diikat bersama dengan
sebuah isu yang diperjuangkan bersama pula. Koalisi yang berhasil terdiri atas
anggota-anggota yang sifatnya cair dan bisa terbentuk secara cepat, menjangkau isu
yang menjadi sasaran mereka, dan cepat pula bubarnya.
Prediksi yang dapat kita buat mengenai pembentukan koalisi:
1) Penting bagi koalisi dalam organisasi untuk mencari dukungan seluas-luasnya
demi tercapainya sasaran ,mereka. Ini berarti memperluas koalisi untuk
sebanyak mungkin menampung kepentingan sebanyak mungkin.
2) Kadar kesalingtergantungan dalam organisasi. Lebih banyak koalisi tercipta
bilaman terdapat banyak ketergantungan tugas dan sumber daya. Sebaliknya,
kesalingtergantungan dan aktivitas pembentukan koalisi diantara berbagai
subunit akan lebih sedikit, bilamana berbagai subunit itu mandiri dengan
sumber daya yang melimpah.
3) Tugas-tugas aktual yang akan dijalankan oleh para pekerja. Semakin rutin
tugas sebuah kelompok, semakin besar kemungkinan akan terbentuk koalisi.

1.7

Pelecehan Seksual: Ketidakseimbangan Kekuasaan di Tempat Kerja


Pelecehan seksual (sexual harassment) didefinisikan sebagai segala aktivitas yang
bersifat seksual yang tidak diinginkan dan mempengaruhi pekerjaan seorang individu,
serta menciptakan suasana kerja yang tak nyaman. Pelecehan seksual tidak hanya
4

menimbulkan masalah hukum, namun juga jelas-jelas berdampak negatif terhadap


suasana kerja.
Para manajer memiliki tanggung jawab untuk melindungi karyawan mereka dari
lingkungan kerja yang tak menyenangkan, tetapi mereka juga perlu melindungi diri
mereka sendiri. Para manajer mungkin tidak menyadari bahwa salah seorang
karyawan mereka mengalami pelecehan seksual. Tetapi, hal itu tidak akan melindungi
mereka atau organisasi mereka. Jika para penyelidik hukum meyakini bahwa seorang
manajer tahu tentang adanya pelecehan seksual di lingkungan dibawah tanggung
jawabnya, baik si manajer maupun perusahaan dapat dikenai tanggung jawab.

2. POLITIK: KEKUASAAN BERAKSI


Perilaku politik didefinisikan sebagai kegiatan yang tidak dipandang sebagai bagian
dari peran formal seseorang di dalam organisasi, tetapi yang mempengaruhi atau berusaha
mempengaruhi, distribusi keuntungan dan kerugian di dalam organisasi. Perilaku politik
dibagi atas perilaku politik yang sah yaitu politik sehari hari yang normal dan perilaku
politik yang tidak sah yaitu perilaku politik berat yang menyimpang dari aturan main
yang telah ditentukan.

2.1 Realita Politik


Wawancara dengan para manajer yang berpengalaman menunjukan bahwa sebagian besar
meyakini prilaku berpolitik merupakan bagian utama dari keberlangsungan organisasi.
Organisasi terdiri atas para individu dan kelompok dengan nilai, tujuan, kepentingan yang
berbeda-beda. Hal ini mengatur potensi konflik atas alokasi dari sumber daya yang
terbatas, seperti misalnya anggaran departemen, ruang, tanggung jawab proyek dan
penyesuaian gaji. Jika sumber daya melimpah, maka kemudian semua konstituen di
dalam organisasi dapat memenuhi tujuan-tujuan mereka. Tetapi karena mereka terbatas,
tidak setiap kepentingan orang tidak dapat terpenuhi semuanya. Lebih lanjut lagi,
keuntungan oleh salah seorang individu atau kelompok sering kali dipandang berada pada
pembebanan lainnya didalam organisasi (apakah mereka benar atau tidak). Paksaan ini
menciptakan persaingan yang nyata antara para anggota bagi sumber daya organisasi
yang terbatas.

2.2 Faktorfaktor yang mempengaruhi perilaku poltik yaitu;


1) Faktor-faktor individu
5

Pada level individu, para peneliti telah mengidentifikasi sifatsifat kepribadian tertentu,
kebutuhan, dan faktor-faktor lain yang biasanya berkaitan dengan prilak politik. Dalam
hal sifat kita mendapati bahwa para pekerja yang memiliki pengawasan diri yang tinggi,
memiliki tempat kendli secara internal, dan memilikikebutuhan terhadap kekuasaan yang
tinggi akan lebih cenderung untuk terlibat dalam prilaku politik.
a. Kemampuan merefleksikan diri yang baik
b. Pusat kendali internal
c. Kepribadian High Marc (Lincah)
d. Investigasi Organisasi
e. Alternatif pekerjaan yang diyakini ada
f. Harapan akan kesuksesan

2) Faktor- faktor organisasi


Realokasi sumber daya, Peluang informasi, Tingkat kepercayaan rendah, Ambigutas
peran, System evaluasi kinerja tidak jelas, Praktik-praktik imbalan zero-sum,
Pengambilan keputusan yang demokratis, Tekanan kinerja tinggi, Para manajer senior
yang egois. Berikut ini pembahasan menurut Farrell dan Petersen, 1990:
a. Tingkat kepercayaan yang rendah
Semakin kecil kepercayaan yang ada dalam organisasi, semakin tinggi tingkat
perilaku politik dan semakin mungkin perilaku politik itu akan tidak sah. Maka,
tingkat kepercayaan yang sangat tinggi umumnya menekan tingkat perilaku
politik dan secara khusus akan menghambat tindakan politik yang tidak sah.
b. Ambiguitas peran
Artinya perilaku yang ditentukan untuk karyawan tidak jelas. Karena kegiatan
politik didefinisikan sebagai kegiatan yang tidak disyaratkan sebagai bagian dari
peran formal seseorang, semakin besar ambiguitas peran semakin banyak
seseorang dapat terlibat dalam kegiatan politik dengan peluang kegiatan terlihat
kecil.
c. Sistem evaluasi kinerja yang tidak jelas
Semakin banyak organisasi yang menggunakan kriteria subjektif dalam penilaian,
menekankan ukuran hasil yang sifatnya tunggal atau memakan waktu yang lama
antara suatu tindakan dan pemberian penghargaan, semakin besar pula
kemungkinan karyawan lari dan menjalankan politisasi.
d. Praktik-praktik alokasi imbalan zero sum
6

Semakin menekankan pendekatan zero sum dalam kebijakan alokasi imbalannya


maka karyawan akan semakin termotivasi untuk melibatkan diri dalam politisasi.
Pendekatan ini menganggap bahwa imbalan adalah harga mati, jadi keuntungan
apa pun yang didapat satu individu atau kelompok harus diperoleh dengan
mengorbankan individu atau kelompok lain.
e. Pengambilan keputusan secara demokratis
Demokratis disini yaitu para manajer organisasi dituntut untuk lebih terbuka
terhadap masukan dari karyawan dalam proses pengambilan keputusan dan mau
mendengarkan saran dari kelompok dalam proses yang sama. Sayangnya gerakan
demokrasi ini tidak dianut oleh semua manajer. Mayoritas mereka menggunakan
kedudukannya untuk melegitimasikan kekuasaan dan membuat keputusan
sepihak.
f. Tekanan yang tinggi atas kinerja
Semakin besar tekanan terhadap karyawan, semakin besar kemungkinan karyawan
terlibat dalam proses politisasi.
g. Manajer-manajer senior yang egois
Ketika para karyawan melihat para manajer puncak berlaku politik, khususnya
ketika mereka berhasil melakukannya dan memperoleh imbalan atas keberhasilan
itu, terciptalah sebuah suasana yang mendukung politisasi.

2.3 Bagaimana Orang Menanggapi Politik Organisasi


Individu yang memiliki pemahaman yang jelas tentang siapa yang bertanggungjawab
untuk mengambil keputusan dan mengapa mereka dipilih dan proses pengambilan
keputusan organisasi. Perilaku defensif yaitu perilaku reaktif dan protektif untuk
menghindari aksi disalahkan atau perubahan. Pengelolaan atau manajemen kesan dimana
merupakan proses yang dengannya individu-individu berupaya mengendalikan kesan
yang dibentuk orang lain terhadap diri mereka.

2.4 Etika dalam Prilaku Berpolitik


Etika Politik adalah sarana yang diharapkan mampu menciptakan suasana harmonis
antar pelaku dan antar kekuatan sosial politik serta antar kelompok kepentingan lainnya
untuk mencapai sebesar-besar kemajuan bangsa dan negara dengan mendahulukan
kepentingan bersama dari pada kepentingan pribadi dan golongan. Etika politik mutlak
diperlukan bagi perkembangan kehidupan politik. Etika politik merupakan prinsip
7

pedoman dasar yang dijadikan sebagai fondasi pembentukan dan perjalanan roda
pemerintahan yang biasanya dinyatakan dalam konstitusi negara (Dharma Setywan
Salam: 2006). Di Indonesia Eika Politik dan Pemerintahan diatur dalam Ketetapan MPR
RI No. VI Tahun 2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa. Dalam Ketetapan tersebut
diuraikan bahwa etika kehidupan berbangsa tidak terkecuali kehidupan berpolitik
merupakan rumusan yang bersumber dari ajaran agama, khususnya yang bersifat
universal, dan nilai-nilai luhur budaya bangsa yang tercermin dalam Pancasila sebagai
acuan dasar dalam berpikir, bersikap dan bertingkah laku dalam kehidupan berbangsa.

2.5 .Etika Berperilaku secara Politis


Menurut buku Stephen Robbins dan Timothy Judge, ada beberapa pertanyaan yang
harus dipertimbangkan dalam membedakan proses politik yang etis ataupun tidak etis,
yaitu:
1) Apa gunanya berperilaku seperti itu?
Contohnya, Alvin bekerja di PT PLN (Persero) tetapi mengklaim dirinya bekerja di
PT Pertamina (Persero), padahal sebenarnya tidak bekerja di Pertamina.
Kebohongan terang-terangan seperti ini bisa menjadi contoh yang agak ekstrim
dari pengaturan kesan tetapi banyak dari kita mendistorsi informasi menjadi sebuah
kesan yang menyenangkan. Sebelum kita berbuat demikian, kita harus mengingat
apakah hal tersebut sepadan dengan risikonya.
2) Bagaimana manfaat terlibat dalam perilaku politik mengimbangi segala bahaya
yang akan mengenai orang lain?
Contohnya, memuji penampilan seorang manajer untuk cari perhatian/nama lebih
aman daripada merampas kepercayaan proyek yang menjadi hak orang lain.
3) Apakah kegiatan politik selaras dengan standar kesetaraan dan keadilan?
Misalnya, kepala departemen membaguskan evaluasi kinerja terhadap seorang
karyawan yang disukai dan menjelekkan evaluasi terhadap seorang karyawan yang
tidak disukai. Disini kepala departemen bertindak subjektif dan menimbulkan
ketidaksetaraan dan ketidakadilan.

KONFLIK DAN NEGOSIASI


3. KONFLIK
3.1 Pengertian Konflik
konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih (bisa juga
kelompok) dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan
menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya. Konflik dilatarbelakangi oleh
perbedaan ciri-ciri yang dibawa individu dalam suatu interaksi. Perbedaanperbedaan tersebut diantaranya adalah menyangkut ciri fisik, kepandaian,
pengetahuan, adat istiadat, keyakinan, dan lain sebagainya. Dengan dibawasertanya
ciri-ciri individual dalam interaksi sosial, konflik merupakan situasi yang wajar
dalam setiap masyarakat dan tidak satu masyarakat pun yang tidak pernah
mengalami konflik antar anggotanya atau dengan kelompok masyarakat lainnya,
konflik hanya akan hilang bersamaan dengan hilangnya masyarakat itu sendiri.
Konflik bertentangan dengan integrasi. Konflik dan Integrasi berjalan sebagai
sebuah siklus di masyarakat. Konflik yang terkontrol akan menghasilkan integrasi.
Sebaliknya, integrasi yang tidak sempurna dapat menciptakan konflik.

3.2 Pandangan Tentang Konflik


Terdapat tiga sudut pandang atau pandangan terhadap konflik yang terjadi dalam
organisasi, antara lain:
1) Pandangan Tradisional
Pandangan tradisional menyatakan bahwa konflik dipandang sebagai sesuatu
yang jelek, tidak menguntungkan, dan selalu menimbulkan kerugian dalam
organisasi. Oleh karena itu konflik harus dicegah dan dihindari sebisa
mungkin dengan mencari akar permasalahannya (Muhyadi dalam Soetopo,
2010).

2) Pandangan Hubungan Kemanusiaan (Behavioral)


Pandangan ini menyatakan bahwa konflik merupakan peristiwa yang wajar
dalam semua kelompok organisasi (Robbins, 2002). Menurut Soetopo (2010),
tanpa diciptakan konflik mesti terjadi dalam organisasi. Atas dasar itu, konflik
tidak selamanya merugikan, tetapi juga menguntungkan. Oleh sebab itu,
konflik yang terjadi harus dikelola dengan baik.
9

3) Pandangan Interaksi
Pandangan ini menganggap bahwa konflik dalam organisasi perlu diciptakan.
Konfik bukan hanya suatu kekuatan positif dalam suatu organisasi tetapi juga
diperlukan agar kinerja organisasi lebih efektif. Selain itu, organisasi yang
tenang, harmonis, penuh kedamaian, maka kondisinya akan menjadi statis dan
tidak inovatif. Akibat selanjutnya adalah organisasi tersebut tidak dapat
bersaing untuk maju.

3.3 Jenis konflik


Menurut Dahrendorf, konflik dibedakan menjadi 6 macam :
1) Konflik antara atau dalam peran sosial (intrapribadi), misalnya antara
peranan-peranan dalam keluarga atau profesi (konflik peran (role))
2) Konflik antara kelompok-kelompok sosial (antar keluarga, antar gank).
3) Konflik kelompok terorganisir dan tidak terorganisir (polisi melawan
massa).
4) Konflik antar satuan nasional (kampanye, perang saudara)
5) Konflik antar atau tidak antar agama
6) Konflik antar politik.
7) konflik individu dengan kelompok

3.4 Proses Konflik


Proses konflik dapat dipahami sebagai sebuah proses yang terdiri atas lima tahapan:
potensi pertentangan atau ketidakselarasan, kognisi dan personalisasi, maksud,
perilaku, dan akibat.
1) Potensi Pertentangan Dan Ketidakselarasan
Tahap pertama adalah munculnya kondisi yang member peluang terciptanya konflik.
Kondisi-kondisi tersebut juga bisa dianggap sebagai sebab atau sumber konflik.
Kategori umumnya antara lain :
a. Komunikasi
b. Strukur
c. variabel-variabel pribadi
2) Kognisi Dan Personalisasi

10

Tahap ini penting karena dalam tahap inilah biasanya isu-isu konflik
didefinisikan. Pada tahap ini pula para pihak memutuskan konflik itu tentang apa.
Konflik yang dipersepsi adalah kesadaran oleh satu atau lebih pihak akan adanya
kondisi-kondisi yang menciptakan peluang munculnya konflik. Konflik yang
dirasakan adalah keterlibatan dalam sebuah konflik yang menciptakan
kecemasan, ketegangan, frustasi atau rasa bermusuhan.
3) Maksud
Maksud adalah keputusan untuk bertindak dengan cara tertentu. Banyak konflik
semakin rumit karena salah satu pihak salah dalam memahami maksud pihak
lain. Di sisi lain, biasanya ada perbedaan yang besar antara maksud dan perilaku,
sehingga perilaku tidak selalu mencerminkan secara akurat maksud seseorang.
4) Perilaku
Pada tahap inilah konflik mulai terlihat jelas. Tahap perilaku ini meliputi
pernyataan, aksi, dan reaksi yang dibuat oleh pihak-pihak yang berkonflik.
Perilaku konflik ini biasanya merupakan upaya untuk menyampaikan maksud
dari masing-masing pihak.
5) Akibat
Jalinan

aksi-reaksi

konsekuensi.

antara

pihak-pihak

yang

berkonflik

menghasilkan

Konsekuensi atau akibat ini bisa saja bersifat fungsional atau

disfungsional. Dikatakan bersifat fungsional ketika konflik tersebut justru


menghasilkan perbaikan kinerja kelompok, sedangkan disfungsional adalah
ketika konflik tersebut menjadi penghambat kinerja kelompok.

4. NEGOSIASI
Dalam buku Teach Yourself Negotiating, karangan Phil Baguley, dijelaskan tentang
definisi NEGOSIASI yaitu suatu cara untuk menetapkan keputusan yang dapat disepakati
dan diterima oleh dua pihak dan menyetujui apa dan bagaimana tindakan yang akan
dilakukan di masa mendatang.

4.1 Karakteristik Negosiasi


1) Senantiasa melibatkan orang baik sebagai individual, perwakilan organisasi
atau perusahaan, sendiri atau dalam kelompok
2) Memiliki ancaman terjadinya atau di dalamnya mengandung konflik yang
terjadi mulai dari awal sampai terjadi kesepakatan dalam akhir negosiasi
11

3) Menggunakan cara-cara pertukaran sesuatu baik berupa tawar menawar


(bargain) maupun tukar menukar (barter)
4) Hampir selalu berbentuk tatap-muka yang menggunakan bahasa lisan, gerak
tubuh maupun ekspresi wajah
5) Negosiasi biasanya menyangkut hal-hal di masa depan atau sesuatu yang
belum terjadi dan kita inginkan terjadi
6) Ujung dari negosiasi adalah adanya kesepakatan yang diambil oleh kedua
belah pihak, meskipun kesepakatan itu misalnya kedua belah pihak sepakat
untuk tidak sepakat.

4.2 Strategi Negosiasi


1) Negosiasi Menang-Kalah ( Win-Lose )
Pandangan klasik menyatakan bahwa negosiasi terjadi dalam bentuk sebuah
permainan yang nilai totalnya adalah nol ( zero sum game ). Artinya apapun
yang terjadi dalam negosiasi

pastilah salah satu pihak akan menang,

sedangkan pihak yang lainnya kalah, atau biasa dikenal dengan pendekatan
distributif.
2) Negosiasi Menang-Menang ( Win-Win )
Pendekatan yang sama-sama menguntungkan, atau pendekatan integratif ,
dalam bernegosiasi memberikan cara pandang yang berbeda dalam proses
negosiasi. Negosiasi menang-menang adalah pendekatan penjumlahan positif.
Situasi situasi penjumlahan positif adalah pendekatan di mana setiap pihak
mendapatkan keuntungan tanpa harus merugikan pihak lain.

4.3 G. Proses Negosiasi


Robbins (2008) menjelaskan tahap-tahap negosiasi sebagai berikut:
1) Persiapan dan perencanaan :sebelum bernegosiasi perlu mengetahui apa
tujuan dari Anda bernegosiasi dan memprediksi rentangan hasil yang
mungkin diperoleh dari paling baik hingga paling minimum bisa
diterima.
2) Penentuan aturan dasar: begitu selesai melakukan perencanaan dan menyusun
strategi, selanjutnya mulai menentukan aturan-aturan dan prosedur dasar
dengan pihak lain untuk negosiasi itu sendiri. Siapa yang akan melakukan
perundingan? Di mana perundingan akan dilangsungkan? Kendala waktu apa,
12

jika ada , yang mungkin akan muncul? Pada persoalan-persoalan apa saja
negosiasi dibatasi? Adakah prosedur khusus yang harus diikuti jika menemui
jalan buntu? Dalam fase ini, para pihak juga akan bertukar proposal atau
tuntutan awal mereka.
3) Klarifikasi dan justifikasi: ketika posisis awal sudah saling dipertukarkan,
baik pihak pertama maupun kedua akan memaparkan, menguatkan,
mengklarifikasi, mempertahankan, dan menjustifikasi tuntutan awal.
4) Penutupan dan implementasi : tahap akhir dalam negosiasi adalah
memformalkan kesepakatan yang telah dibuat serta menyusun prosedur yang
diperlukan untuk implementasi dan pengawasan pelaksanaan.

4.4 Negosiasi Menggunakan Pihak Ketiga


Pihak ketiga dilibatkan saat pihak-pihak yang bernegosiasi mengalami jalan
buntu,adakalanya pihak ketiga sengaja dilibatkan sejak awal proses negosiasi. Dalam
keadaan apapun, negosiasi yang melibatkan pihak ketiga semakin banyak digunakan,
salah satu tipologi menyebutkan setidaknya terdapat empat macam intervensi pihak
ketiga yang mendasar:
1) Mediasi adalah situasi di mana pihak ketiga yang netral menggunakan
penalaran, pemberian usulan, dan persuasi dalam kapasitasnya sebagai
fasilitator. Para mediator ini memfasilitasi penyelesaian masalah dengan
mempengaruhi bagaimana pihak-pihak yang terlibat dalam negosiasi
berinteraksi. Para mediator tidak memiliki otoritas yang mengikat, pihakpihak yang terlibat bebas mengacuhkan usaha mediasi ataupun rekomendasi
yang dibuat oleh pihak ketiga
2) Arbitrase adalah situasi di mana pihak ketiga memiliki wewenang memaksa
terjadinya kesepakatan. Robbins ( 2008 ) kelebihan arbitrase dibanding
mediasi adalah bahwa arbitrase selalu menghasilkan penyelesaian.
3) Konsiliasi adalah seseorang yang dipercaya oleh kedua pihak dan bertugas
menjembatani proses komunikasi pihak-pihak yang bersitegang. Seorang
konsiliator tidak memiliki kekuasaan formal untuk mempengaruhi hasil
akhir negosiasi seperti seorang mediator.
4) Konsultasi adalah situasi di mana pihak ketiga, yang terlatih dalam isu
konflik dan memiliki keterampilan penyelesaian konflik, berupaya

13

memfasilitasi pemecahan permasalahan dengan lebih memusatkan hubungan


antarpihak ketimbang isu-isu yang substantif.

4.5 Strategi Manajemen Konflik


Karena setiap negosiasi memiliki potensi konflik dalam seluruh prosesnya, penting
sekali bagi kita untuk memahami cara mengatasi atau menyelesaikan konflik. Untuk
menjelaskan berbagai alternatif penyelesaian konflik dipandang dari sudut menang
kalah masing-masing pihak, ada empat kuadran manajemen konflik:
1) Kuadran Kalah-Kalah (Menghindari konflik)
Kuadran keempat ini menjelaskan cara mengatasi konflik dengan menghindari
konflik dan mengabaikan masalah yang timbul. Atau bisa berarti bahwa kedua
belah pihak tidak sepakat untuk menyelesaikan konflik atau menemukan
kesepakatan untuk mengatasi konflik tersebut. Kita tidak memaksakan
keinginan kita dan sebaliknya tidak terlalu menginginkan sesuatu yang
dimiliki atau dikuasai pihak lain. Cara ini sebetulnya hanya bisa kita lakukan
untuk potensi konflik yang ringan dan tidak terlalu penting. Jadi agar tidak
menjadi beban dalam pikiran atau kehidupan kita, sebaiknya memang setiap
potensi konflik harus dapat segera diselesaikan.
2) Kuadran Menang-Kalah (Persaingan)
Kuadran kedua ini memastikan bahwa kita memenangkan konflik dan pihak
lain kalah. Biasanya kita menggunakan kekuasaan atau pengaruh kita untuk
memastikan bahwa dalam konflik tersebut kita yang keluar sebagai
pemenangnya. Biasanya pihak yang kalah akan lebih mempersiapkan diri
dalam pertemuan berikutnya, sehingga terjadilah suatu suasana persaingan
atau kompetisi di antara kedua pihak. Gaya penyelesaian konflik seperti ini
sangat tidak mengenakkan bagi pihak yang merasa terpaksa harus berada
dalam posisi kalah, sehingga sebaiknya hanya digunakan dalam keadaan
terpaksa yang membutuhkan penyelesaian yang cepat dan tegas.
3) Kuadran Kalah-Menang (Mengakomodasi)
Agak berbeda dengan kuadran kedua, kuadran ketiga yaitu kita kalah mereka
menang ini berarti kita berada dalam posisi mengalah atau mengakomodasi
kepentingan pihak lain. Gaya ini kita gunakan untuk menghindari kesulitan
atau masalah yang lebih besar. Gaya ini juga merupakan upaya untuk
mengurangi tingkat ketegangan akibat dari konflik tersebut atau menciptakan
14

perdamaian yang kita inginkan. Mengalah dalam hal ini bukan berarti kita
kalah, tetapi kita menciptakan suasana untuk memungkinkan penyelesaian
yang paripurna terhadap konflik yang timbul antara kedua pihak. Mengalah
memiliki esensi kebesaran jiwa dan memberi kesempatan kepada pihak lain
untuk juga mau mengakomodasi kepentingan kita sehingga selanjutnya kita
bersama bisa menuju ke kuadran pertama.
4) Kuadran Menang-Menang (Kolaborasi)
Kuadran pertama ini disebut dengan gaya manajemen konflik kolaborasi atau
bekerja sama. Tujuan kita adalah mengatasi konflik dengan menciptakan
penyelesaian melalui konsensus atau kesepakatan bersama yang mengikat
semua pihak yang bertikai. Proses ini biasanya yang paling lama memakan
waktu karena harus dapat mengakomodasi kedua kepentingan yang biasanya
berada di kedua ujung ekstrim satu sama lainnya. Proses ini memerlukan
komitmen yang besar dari kedua pihak untuk menyelesaikannya dan dapat
menumbuhkan hubungan jangka panjang yang kokoh . Secara sederhana
proses ini dapat dijelaskan bahwa masing-masing pihak memahami dengan
sepenuhnya keinginan atau tuntutan pihak lainnya dan berusaha dengan penuh
komitmen untuk mencari titik temu kedua kepentingan tersebut.

15

PEMBAHASAN KASUS KASUS 3


MEMBANGUN KOALISI
1

Skenario

Sebuah agensi layanan sosial nirlaba yang besar, bekerja sama dengan sistem sekolah swasta
di Washington, D.C. Agensi ini bertujuan untuk meningkatkan hasil pembelajaran murid. Hal
yang perlu dilakukan peningkatan antara lain:
1. Sekolah-sekolah bermasalah dengan pembolosan,
2. kinerja murid yang rendah, dan
3. kejahatan.
Banyaknya pergantian pekerja di antara para guru baru sangat tinggi dan banyak dari guru
terbaik mengundurkan diri dikarenakan sekolah yang bermasalah. timbul rencana untuk
menciptakan sebuah program percobaan pascasekolah yang akan menggabungkan
keterampilan

dari

Woodson

Foundation

dalam

menggalang

dana

swasta

dan

mengoordinasikan para pemimpin masyarakat dengan keahlian pendidikan dari staf sekolah.
Tahapan-tahapan yang dilakukan untuk menjalankan rencana ini adalah, Melaksanakan
rencana baru agar segeranya tercapai harapan baru dengan pembentukan rencana
pengembangan eksekutif. Tim ini akan menjangkau banyak area fungsional dan menetapkan
rencana operasional untuk meningkatkan kinerja sekolah.
2

Konflik dan Perjanjian dalam Tim pengembangan


Terapat beberapa keraguan akan munculnya suatu konflik yang dikarenakan perbedaan

antar masing-masing kelompok yang memiliki kepentingannya masing-masing. Para


perwakilan distrik sekolah ingin memastikan pekerjaan yang baru akan terdapat serikat
pekerja dan akan konsisten dengan kebijakan sekolah saat ini, hal tersebut dikarenakan
kekhawatiran bahwa jika Woodson mengasumsikan peranan yang terlalu dominan, dewan
sekolah tidak akan dapat mengendalikan operasional dari sistem yang baru, dan kekhawatiran
bahwa pekerjaan yang akan dilakukan dalam sistem baru akan mengambil pendanaan dari
pekerjaan distrik sekolah lainnya.
NCPIE terdorong oleh sebuah misi

untuk menciptakan pengendalian orang tua.

Organisasi tersebut meyakini dengan adanya kerjasama dari orang tua dan murid akan lebih
baik mencapai keberhasilan bersama-sama.
Beberapa permasalahan demografi yang menyebabkan rumitnya situasi dari tim. NCPIE
pada umumnya dibentuk untuk menyesuaikan keanekaragaman demografis dari area yang
dilayani oleh sekolah publik. Kepemimpinan dari program yang baru akan dapat menyajikan
pesan yang efektif untuk menghasilkan antusiasme bagi program di seluruh kelompok
16

pemangku kepentingan yang beranekaragam. Woodson Foundation serta NCPIE bergabung


yang bertujuan untuk melihat semakin banyak para orang tua yang terlibat dalam sistem.
3

Para Kandidat Tim Pengembangan


Kandidat tim pengembangan yang akan dibentuk akan terdiri dari atas tiga orang para
perwakilan SDM dari Woodson Foundation, sekolah dan NCPIE. Victoria Adam
merupakan pengawas sekolah bagi Washington, D.C. membangun dukungan di antara
para pengajar dan para kepala sekolah.
Duane Hardy telah menjadi kepala sekolah di area Washington selama lebih dari 15
tahun. Dia juga berpendapat bahwa sekolah harus memiliki kekuasaan yang paling
besar. Dikarenakan ukuran kelas yang semakin besar dan tingkat kelulusan yang
semakin kecil, maka perlu dilakukan perbaikan,
Pengelola komunitas Mason Dupree juga tidak menyukai level birokrasi. Dia
khawatir bahwa jawaban dari sekolah atas permasalahannya adalah dengan
memberikan banyak uang kepada mereka. Mereka tidak khawatir memberikan
uangnya namun uang yang diberikan haruslah digunakan dengan bertanggungjawab,
bukan menghabiskannya dalam kenaikan bagi mereka yang belum menunjukkan
bahwa mereka dapat menyelesaikan pekerjaan dengan baik.
Meredith Watson, dengan Woodson Foundation, sepakat bahwa sekolah semakin
kurang menitikberatkan pada keluarga.
Tidak seperti para koleganya di NCPIE, Candace Sharpe berpendapat bahwa sekolah
telah melakukan yang terbaik semampu mereka.
Victor Martinez telah berada di Woodson Foundation selama 10 tahun, memulai
kariernya sebagai peserta magang langsung dari kampus. Victor Martinez menyatakan
semua mengetahui bahwa di sana terdapat kekurangan di dalam sistem.

Strategi Bagi Tim Program


Ketika keanggotaan dasar dan prinsip bagi tim pengembangan telah ditetapkan, maka tim
program juga harus mengembangkan sebuah pedoman bagi mereka yang akan menjalankan
program baru. ldealnya, rangkaian prinsip ini dapat membantu melatih para pemimpin baru
untuk menciptakan pesan yang menginspirasi yang akan memfasilitasi keberhasilan.
Kandungan dari program yang aktual dan isi dari pesan akan disepakati oleh tim
pengembangan, tetapi mungkin menghasilkan beberapa prinsip utama bagi tim program
sebelum keputusan tersebut.

17

TUGAS KASUS DAN HASIL PENGAMATAN


PADA KASUS 3 MEMBANGUN KOALISI
Tugas
1 Menyediakan beberapa informasi mengenai bagaimana membentuk tim-tim yang
efektif.
2 Mempersiapkan rangkaian singkat tentang prinsip bagi para pemimpin dari program
baru yang ditetapkan.

Hasil pengamatan
1 Untuk membentuk tim-tim yang efektif ada beberapa tahap yaitu:
a. Membentuk tujuan dan sasaran yang jelas atas dasar komitmen bersama
perlu dibentuk tujuan dan sasaran yang jelas atas dasar komitmen bersama
dikarenakan apabila tim sudah mengetahui tujuan dan sasaran dari
terbentuknya tim ini maka, mereka akan bekerjasama untuk memenuhi hal
tersebut. Hal tersebut dapat dilakukan dengan cara melakukan proses rapat
antara Woodson foundation, NCPLE, dan sekolah-sekolah agar menemukan
kesepakatan dalam menentukan tujuan dan sasaran dari tim yang akan
dibentuk.
b. Pembagian peran kepemimpinan
Memilih pemimpin berdasarkan kompetensi seseorang, bukan berasal dari
titel, otoritas dan senioritas. Sehingga tim di setiap fase proyek akan
didelegasikan kepada anggota yang memiliki keahlian dan pengalaman di
bidang itu.
c. Norming
Berbicara terbuka dan saling terbuka tentang masalah dan isu yang ada. Tim
membuat Aturan Dasar Baru, Proses Baru dan Prosedur Baru untuk
penyelesaian Masalah.
d. Pencapaian kinerja
Melakukan evaluasi atas pencapaian kinerja dengan focus pada 5 fungsi utama
yaitu,

Goals

(Tujuan),

Roles

(Peran),

Procedures

(Prosedur),

Relationships(Hubungan) and Leadership (Kepemimpinan).

18

2 Prinsip bagi para pemimpin dari program baru yang ditetapkan.


a. Pemimpin eksekutif mengkomunikasikan harapan untuk kinerja tim dan hasil
yang diinginkan dengan jelas, sesuai dengan apa yang disepakati oleh tim
sebelumnya.
b. Pemimpin selalu menjaga keterbukaan kepada tim, agar masing-masing
anggota memiliki tingkat pemahaman yang sama.
c. Pemimpin mampu manaruh atau memilih peran kepemimpinan dengan baik,
sehingga tujuan dari tim akan efektif dan efisien
d. Mampu menasehati tim untuk mengelola konflik secara efektif.
e. Melakukan evaluasi, apakah program baru yang diterapkan sudah berjalan
dengan sesuai harapan.

19

DAFTAR PUSTAKA
Aryanto Riza. 2013. Membentuk Tim yang Efektif diakses pada tanggal 17-11-2014.
http://manajemenppm.wordpress.com/2013/06/12/membentuk-tim-yang-efektif/
Ferryco Enggi Laventosa. 2010. Konflik Dan Negosiasi. diakses pada tanggal 19-11-2014.
https://www.scribd.com/doc/37560054/Konflik-Dan-Negosiasi#download
ikhtisar.com. 2012. Pentingnya Membangun Tim Kerja Anda yang Efektif diakses pada
tanggal 17-11-2014. http://ikhtisar.com/membangun-tim-kerja-yang-efektif/
Starainisa. 2009. Kekuasaan Dan Politik diakses pada tanggal
https://www.scribd.com/doc/24033727/Kekuasaan-Dan-Politik

17-11-2014.

Stephen P. Robbins dan Timothy A. Judge. Perilaku Organisasi. Buku 2. 2008. Penerbit
Salemba Empat: Jakarta.
Wikipedia.org.
2014.
Konflik.
http://id.wikipedia.org/wiki/Konflik

diakses

pada

tanggal

19-11-2014.

20

You might also like