Professional Documents
Culture Documents
Oleh Kelompok 6:
Dwi Novia Sari
125040201111279
Dwi Ismachatul C
125040201111280
Amalia Pratiwi K
125040201111281
125040201111293
Abdul Aziz
125040201111301
125040201111306
125040202111005
125040207111040
Berkaitan dengan keberadaan secara legal dimana proyek akan dibangun yang
meliputi ketentuan hukum yang berlaku termasuk:
a. Perijinan:
i) Izin lokasi, seperti sertifikat (akte tanah), bukti pembayaran PBB yang
terakhir, rekomendasi dari RT / RW / Kecamatan.
ii) Izin usaha, seperti Akte pendirian perusahaan dari notaris setempat
PT/CV atau berbentuk badan hukum lainnya, NPWP (nomor pokok wajib
pajak), Surat tanda daftar perusahaan, Surat izin tempat usaha dari pemda
setempat, Surat tanda rekanan dari pemda setempat, SIUP setempat, Surat
tanda terbit yang dikeluarkan oleh Kanwil Departemen Penerangan.
2. Aspek sosial ekonomi dan budaya
Berkaitan dengan dampak yang diberikan kepada masyarakat karena adanya
suatu proyek tersebut:
a. Dari sisi budaya
Mengkaji tentang dampak keberadaan peroyek terhadap kehidupan
masyarakat setempat, kebiasaan adat setempat.
b. Dari sudut ekonomi
Apakah proyek dapat mengubah atau justru mengurangi income per capita
panduduk setempat. Seperti seberapa besar tingkat pendapatan per kapita
penduduk, pendapatan nasional atau upah rata-rata tenaga kerja setempat
atau UMR, dll.
c. Dan dari segi sosial
Apakah dengan keberadaan proyek wilayah menjadi semakin ramai,
lalulintas semakin lancar, adanya jalur komunikasi, penerangan listrik dan
lainnya, pendidikan masyarakat setempat.
Untuk mendapatkan itu semua dengan cara wawancara, kuesioner,
dokumen, dll. Untuk melihat apakah suatu proyek layak atau tidak
dilakukan dengan membandingkan keinginan investor atau pihak yang
terkait dengan sumber data yang terkumpul.
3. Aspek pasar dan pemasaran
Berkaitan dengan adanya peluang pasar untuk suatu produk yang akan di
tawarkan oleh suatu proyek tersebut:
a. Potensi pasar
perilaku,
kebiasaan,
preferensi
konsumen,
kecenderungan
tergantung dari besarnya kapasitas industri yang dimiliki, sehingga jika produksi
kapuk di Kabupaten Pati tidak mencukupi, para pengrajin harus mendatangkan dari
luar daerah. Kabupaten Pati merupakan sentra penghasil kapuk terbesar di Propinsi
Jawa Tengah. Produksi kapuk Pati memberikan kontribusi yang besar terhadap
ekspor kapuk Indonesia ke luar negeri. Namun demikian dalam beberapa tahun
terakhir luas lahan kapuk terus menurun setiap tahunnya. Pada tahun 1998 luas
lahan kapuk sebesar 18.041,40 ha, tahun 1999 sebesar 17.954,55 ha, tahun 2000
sebesar 17.955 ha tahun 2001 sebesar 17.858,50 ha dan tahun 2002 sebesar 16812
ha. Walaupun sebagai penghasil kapuk terbesar di Jawa Tengah namun luas lahan
kapuk di Kabupaten Pati setiap tahunnya terus menurun. Namun perkembangannya
pada saat ini luas lahan dari kapuk tersebut semakin berkurang sehingga
mengakibatkan produksi kapuk menurun. Hal ini menarik untuk diteliti dari segi
finansialnya, berapa keuntungan yang diterima petani jika mengusahakan tanaman
kapuk di lahan yang dimilikinya. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui
tingkat keuntungan usahatani kapuk bagi petani kapuk dan kepekaan harga kapuk
terhadap perubahan harga input dan harga output.
Penelitian dilaksanakan di Kecamatan Gembong Kabupaten Pati Propinsi
Jawa Tengah pada bulan Juni 2005. Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara
sengaja (purposive) dnegan pertimbangan bahwa Kecamatan Gembong merupakan
salah satu daerah sentra produksi kapuk di Pati. Pemilihan dua desa dilakukan
secara purposive yaitu satu desa dekat sentra perekonomian dan kemudiaan sampel
dipilih secara simple random sampling yang maisng-masing desa sebesar 25
sampel atau responden sehingga sampel total sebesar 50 responden. Sampel yang
diambil adalah petani kapuk yang menjual hasil produksinya dalam bentuk kapuk
glondongan.
Kecamatan Gembong tidak memiliki data yang akurat tentang tanaman
kapuk. Hal ini dikarenakan kapuk hanya ditanam sebagai pembatas lahan (kebun)
atau ditanam di pinggir-pinggir jalan bukan sebagai tanaman budidaya yang khusus
ditanam di suatu lahan. Sehingga untuk luas lahan tanaman kapuk masih susah
untuk didata.
Kriteria yang digunakan untuk mengetahui tingkat kelayakan usahatani
kapuk yaitu NPV, B/C Ratio dan IRR pada tingkat bunga 14%. Kelayakan investasi
secara finansial pada tingkat suku bungan 14% diperoleh NPV yang positif sebesar
Rp 6.011.609,2. Hal ini berarti bahwa penanaman investasi pada usahatani kapuk
akan memberikan keuntungan sebesar Rp 6.011.609,2 karena NPV > 0 sehingga
layak untuk terus diusahakan dan dikembangkan. Nilai IRR usahatani kapuk adalah
31,53% menunjukkan bahwa investasi pada usahatani kapuk tersebut layak karena
lebh besar dari tingkat suku bunga bank yang berlaku yaitu 14%. Usahatani kapuk
layak untuk diusahakan karena perhitungan B/C Ratio yaitu sebesar 4,82 > 1. Nilai
B/C Ratio menunjukkan bahwa investasi pada usahatani kapuk untuk setiap nilai
pengeluaran sekarang sebesar Rp 1 akan memberikan tambahan nilai pada
pendapatan bersih sekarang sebesar Rp 4,82. Usahatani kapuk layak untuk
diteruskan baik dari pelaksana maupun masyarakat.
Analisa kepekaan dilakukan dengan menaikkan hara output sampai dengan
11% dan menaikkan harga input sampai 11% serta secara bersama-sama menaikkan
harga input dan menurunkan harga output sampai 11% dengan asumsi factor lain
tetap. Persentase 11% ditentukan oleh besarnya laju inflasi harga kapuk rata-rata
selama 5 tahun. Analisa kepekaan (Tabel 1) terhadap tingkat harga input jika naik
11%, harga output turun 11% serta harga input naik dan harga output turun 11%
menunjukkan nilai NPV > 0 sehingga usahatani kapuk tetap layak untuk
diusahakan dan dikembangkan.Tabel 1
B.
Pertanyaan
1. Apa yang dimaksud dengan BEP serta paparkan kurvanya
Break Event point atau BEP adalah suatu titik atau keadaan dimana suatu
perusahaan dalam operasinya tidak mendapatkan keuntungan dan tidak menderita
kerugian.Perusahaan dapat dikatakan dalam keadaan break event point bila mana
penghasilannya (revenue) yang diterima sama dengan ongkosnya dan juga adanya
keseimbagan dalam grafik break even dimana terdapat titik potong antara garis
hasil penjualan dan jumlah biaya-biaya.
a.
Menurut Mulyadi (1997 : 232) Break Even Point adalah suatu usaha yang tidak
memperoleh laba dan tidak menderita rugi dengan kata lain suatu usaha dikatakan
impas jika jumlah pendapatan (revenue) sama dengan jumlah biaya, atau apabila
laba kontribusi hanya dapat digunakan untuk menutup biaya tetap saja.
b.
Menurut Sofyan Syafri Harahap (1998 : 358) break event berarti suatu keadaan
dimana perusahaan tidak mengalami laba dan juga tidak mengalami rugi, artinya
seluruh biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan produksi itu dapat ditutupi oleh
penghasilan penjualan, dimana total biaya (tetap dan variabel) sama dengan total
penjualan sehingga tidak ada laba dan tidak rugi.
= TFC + VC.Q
Keterangan:
TR = Total Pendapatan
TC = Total Biaya
P = Harga
VC = Variable Cost (Biaya variabel) jika biaya variabel belum dinyatakan
sebagai TVC (Total Variable Cost) maka VC dikalikan dengan jumlah Quantity,
menjadi VC.Q,
maka VC.Q = TVC
Dari rumus BEP diatas dapat timbul beberapa rumus lagi:
Jika perusahaan ingin mengetahui berapa quantity (Q) yang harus
dihasilkan perusahaan agar mencapai titik BEP maka rumus menjadi:
TR = TC
P.Q = TFC + VC.Q
P.Q VC.Q = TFC
Q (P-VC) = TFC
Q = TFC/(P-VC)
Jika perusahaan ingin mengetahui berapa harga yang harus ditetapkan untuk
setiap unitnya agar mencapai titik BEP, maka rumusnya adalah:
TR = TC
P.Q = TFC + VC.Q
P = TFC + VC.Q/Q
P = TFC/Q + VC
2. Apa yang dimaksud dengan R/C Ratio jelaskan beserta indikatornya.
Menurut Soekartawi analisis R/C Rasio merupakan salah satu analisisyang
digunakan untuk mengetahui apakah suatu unit usaha dalam melakukanproses
produksi mengalami kerugian, impas, untung. Analisis R/C Rasiomerupakan analisis
yang membagi antara penerimaan dengan total biaya yangdikeluarkan.
Apabila hasil yang diperoleh lebih besar dari satu maka usaha yang
dijalankan
mengalami
keuntungan
nilzi
R/C
ratio
yang
diterima,
maupun
kerugian. Sedangkan apabila nilai R/C Rasio yang diperoleh kurang dari satu
maka usaha tersebut mengalami kerugian.
Adapun R/C Ratio yaitu:
R/C Ratio = TR/TC
Atau
Kriteria:
a. R/C Ratio > 1, usahatani menguntungkan atau layak dikembangkan
b.
R/C Ratio < 1, usahatani tidak menguntungkan atau tidak layak
dikembangkan
c. R/C Ratio = 1, usahatani tidak untung dan tidak rugi atau impas.
3. Apa yang dimaksud NPV dan jelaskan indikatornya
NPV merupakan selisih antara pengeluaran dan pemasukan yang telah
didiskon dengan menggunakan social opportunity cost of capital sebagai diskon
faktor, atau dengan kata lain merupakan arus kas yang diperkirakan pada masa
yang akan datang yang didiskontokan pada saat ini. Untuk menghitung NPV
diperlukan data tentang perkiraan biaya investasi, biaya operasi, dan pemeliharaan
serta perkiraan manfaat/benefit dari proyek yang direncanakan. Jadi perhitungan
NPV mengandalkan pada teknik arus kas yang didiskontokan.
Menurut Kasmir (2003:157) Net Present Value (NPV) atau nilai bersih
sekarang merupakan perbandingan antara PV kas bersih dengan PV Investasi
selama umur investasi. Sedangkan menurut Ibrahim (2003:142) Net Present Value
(NPV) merupakan net benefit yang telah di diskon dengan menggunakan social
opportunity cost of capital (SOCC) sebagai discount factor.
Ct