Professional Documents
Culture Documents
A. Pohon Kehidupan
Semua mahluk hidup di dunia ini memiliki hubungan dengan nenek moyang yang
sama. Untuk menjelaskan bagian ini, pohon kehidupan merupakan salah satu tujuan
evolusi biologi. Pohon merupakan struktur matematika yang digunakan untuk
menggambarkan sejarah evolusi yang sebenarnya dari kelompok-kelompok sekuen atau
organisme. Pola sebenarnya dari hubungan di masa lalu ini adalah filogeni atau poho n
evolusi yang berusaha ditentukan. Sebuah pohon terdiri dari tangkai pohon yang
terhubung oleh cabang-cabangnya (Holmes, 1998).
Tangkai terminal disebut juga daun atau terminal taksa menunjukkan sekuen
organisme yang telah didata, baik masih ada mapun sudah punah. Tangkai internal
menunjukkan perkiraan mengenai nenek moyang. Tangkai dan cabang pada sebuah
pohon mungkin memiliki variasi jenis informasi yang menghubungkan dengan mereka.
Metode konstruksi filogeni berusaha untuk merekonstruksi karakter tiap perkiraan
mengenai nenek moyang, kebanyakan metode juga memperkirakan jumlah evolusi yang
terjadi antara tiap tangkai pohon yang dapat ditunjukkan oleh panjang cabang (Holmes,
1998).
1. Politomi
Sebuah politomi dapat menunjukkan dua situasi yang berbeda. Pertama, mereka
mungkin menunjukkan perbedaan yang simultan pada keturunan yang telah terungkap
pada waktu bersamaan. Disisi lain politomi mungkin mengindikasikan ketidakpastian
hubungan filogeni (Holmes, 1998).
2. Jenis pohon filogeni
Apa yang ditunjukkan oleh sumbu hirzontal dan vertikal pada pohon? Cladogram,
sumbu vertikal maupun horizontal tidak memiliki arti apa-apa. Pada pohon aditif, sumbu
vertikal menunjukkan besarnya perubahan evolusi, sedangkan smbu horizontal tidak
berarti apa-apa. Pada pohon ultrametrik, sumbu vertikal menunjukkan perbedaan waktu
evolusi, sedang subu horizontal tidak berarti apa-apa.
3. Pohon berakar dan tidak berakar
Pohon cladogram maupun aditif bisa berakar ataupun tidak berakar. Pohon
berakar memiliki sebuah node yang teridentifikasi sebagai akar tempat berakhirnya
semua node keturunan, oleh karena itu pohon berakar memiliki petunjuk. Petunjuk ini
sesuai dengan waktu evolusi. Pohon berakar memudahkan kita menemukan hbungan
antara nenek moyang dan keturunannya diantara node-node tersebut. Node yang dekat
dengan akar adalah nenek moyang, sedangkan node yang jauh adalah keturunannya
(Holmes, 1998).
Pohon tidak berakar tidak bisa menjelaskan hubungan evolusioner mahluk hidup.
Sekuen yang berdekatan pada pohon ini tida berhungan secara evolusioner.
Contohnya pada gambar diatas, gibbon (B) dan orang utan (O) berada pada
sekuen yang berdekatan, namun orang utan memiliki hubungan yang lebih dekat dengan
primata lain termasuk manusia. (keterangan: H= manusia, C=simpanse, G=gorila). Hal
ini karena akar pohon tersebut terletak pada cabang yang mengarah ke gibbon.
Katakanlah kita meletakkan akar pohon ditempat lain, misalnya pada cabang yang
mengarah ke gorila, maka sekuen gibon dan orang utan akan berhubungan secara dekat.
Pada gambar pohon tak berakar diatas kita bisa, meletakkan akarnya pada tujuh
cabang yang berbeda seperti pada gambar dibawah ini (Holmes, 1998).
Oleh sebab itu, pohon tak berakar ini cocok untuk sebuah set dari tujuh pohon
berakar. Tujuh pohon berakar diatas diturunkan dari pohon tak berakar untuk lima sekuen.
Tiap pohon berakar cocok untuk meletakkan akar pada jumlah cabang yang bersesuian
daripohon tak berakar (Holmes, 1998).
meningkat tajam ketika terjadi poliploidi. Namun mekanisme lain perubahan lokasi dan
jumlah sekuen DNA telah dipecahkan oleh penelitian tentang DNA berulang (Davidson
dan Britten 1973, Dover et al. 1982, Arnheim 1983).
Pada semua mahluk eukariot, keluarga sekuen DNA dengan sekuen yang identik
atau sangat mirip telah ditemukan. Jumlah elemen (salinan) pada sebuah famili gen
berjarak dua atau lebih dari 500 ribu salinan. Jumlah famili pergenom sering diukur
dalam ratusan dan jumlah famili mungkin berkelompok pada sebuah kromsom atau
berselang seling diantara gen lain pada seluruh kromosom.
Sebuah unit yang terdiri dari 18s dan 25s gen rRNA bersama-sama berada pada satu
tempat secara berulang sebanyak 100 kali pada satu kromosom Xenopus, sedangkan pada
manusia famili gen ini berkelompok pada lima kromosom berbeda.
E. Evolusi Ukuran Genom
DNA membawa variasi genome per haploid dalam jumlah yang besar diantara
organisme-organisme, bahkan dinatara spesies berkerabat dekat. Jumlah DNA memiliki
efek yang sedikit terlihat pada fenotip organisme, kecuali pengaruhnya pada ukuran sel
dan pada pembelahan sel. Baik pada mitosis maupun meiosis terjadi peningkatan jumlah
DNA. Spesies dengan nilai C yang tinggi frekuensi pekembangannya lebih rendah
daripada spesies dengan nilai C rendah (Fukuyma, 1942).
Mungkin diperkirakan bahwa perubahan jumlah dan distribusi populasi sekuen
berulang mungkin mengurangi jumlah pasangan kromosom anakannya dan mengurangi
kesuburan, mengarah pada spesiasi. Meskipun ada beberapa bukti yang menyebutkan
bahwa perbedaan dalam kandungan DNA dapat mengganggu pasangan kromosom,
efeknya agak slight: keturunan dari spesies berkerabat dekat dalam satu rumpun
memiliki perbedaan sebanyak 50% dalam DNA yang terdapat pasangan kromosom
normal., formasi kiasma dan segregasi. Telah dipostulatkan bahwa sekuen DNA homolog
sepanjang pasangan kromosom normalnya ketika sekuen intersisial berulang yang
membedakan panjangnya, terproyeksi dalam loop yang tidak berpasangan (Fukuyma,
1942).
Genom manusia terdiri dari paket berisi 23 pasang kromosom yang terpisah- pisah.
Dua puluh dua pasangan kromosom diberi nomor berdasarkan urutan ukuran, dari yang
paling besar, nomor 1 sampai yang paling kecil, nomor 22, sedangkan psangan sisanya
adalah kromosom seks (Ridley, 2005)
Kromosom terdiri dari DNA dan protein yang terikat kuat pada DNA. Kompleks
DNA dan protein ini disebut kromatin. Pada mahluk hidup eukariot terdapat dua bentuk
kromatin yang berbeda yaitu eukromatin tempat dimana kebanyakan gen ditemukan dan
dibentuk, dan heterokromatin yang secara permanen berada pada bentuk padat dan tidak
katif pada lokasi tertentu pada suatu kromosom seperti dekat sentromer atau telomer,
diamana bentukan ini mengandung gen dalam jumlah sedikit (Holmes, 1998). Karena
kromosom nomor 1, 11, dan 19 kaya akan gen, maka diperkirakan jumlah eukromatin
ketiga kromosom ini adalah yang paling tinggi diantara 23 kromosom lain.
Daftar Rujukan
Dharyamanti, N.L.P. Indi. 2011. Filogenetika Molekuler: Metode Taksonomi Organisme
Berdasarkan Sejarah Evolusi. Bogor: Wartazoa Vol. 21 No. 1
Futuyma, Douglas J.1942. Evolutionary Biology. Sunderland: Sinaeur Associates, Inc.
Holmes, Edward. C.1998. Molecular Evolution : A Phylogenetic Approach. Oxford: Blackwell
Publishing Ltd.
Karmana, I Wayan. 2009. Kajian Evolusi Berbasis Urutan Nukleotida. Mataram: Gane Swara
Edisi Khusus Vol. 3 No.3
Ridley, Matt. 2005. Kisah Spesies Manusia dalam 23 Bab. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.