You are on page 1of 20

I.

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyakit kulit parasit menyebar di seluruh belahan dunia dan dikenal
sejak zaman kuno. Terdapat 2 penyakit yang yang disebabkan oleh golongan
artropoda yaitu, di antaranya adalah skabies dan pedikulosis. Pada penyakit
kulit parasit ini, interaksi host dan parasit terbatas pada stratum korneum,
bagian teratas epidermis. Di bagian itu, ektoparasit menyelesaikan siklus
hidup mereka.1
Skabies, pedikulosis kapitis dan pedikulosis pubis terdapat di seluruh
belahan dunia, tetapi pedikulosis korporis terbatas pada negara yang beriklim
dingin dan hampir tidak ada di daerah tropis. Distribusi penyakit kulit ini
tidak teratur, insidensi dan prevalensinya sangat beragam. Sebagai contoh
suatu penelitian di bangladesh, menunjukkan bahwa pada anak-anak yang
berusia kurang dari 6 tahun mengalami skabies dalam periode 12 bulan. Di
Tanzania, prevalensinya 6 %, di Brazil 8-10 %, dan di India sebesar 13 %.
Pada anak-anak di Mesir, prevalensinya diperkirakan sebesar 5 %, tetapi di
suatu komunitas aborigin Australia, prevalensinya mencapat 50%. Pada anakanak yang berusia 5-9 tahun yang tinggal di sebuah kamp penampungan di
Sierra Leone, 86% dari anak-anak tersebut diinfestasi oleh S. Scabiei.3
Faktor yang berpengaruh terhadap tingginya angka kejadian penyakit
parasit pada komunitas yang cenderung miskin ini sangat kompleks.
Kepadatan, tidur dalam kasur yang sama, mobilitas populasi yang tinggi,
higiene yang rendah, kurangnya akses terhadap pelayanan kesehatan,
pengobatan yang tidak adekuat, dan malnutrisi, berkontribusi terhadap
tingginya angka kejadian penyakit parasit kulit ini.4
Dalam populasi yang miskin, beberapa kelompok mempunyai risiko
tinggi untuk menderita penyakit tersebut. Perempuan lebih cenderung
mengalami infestasi Pediculus humanus var. capitis, anak-anak (infestasi
Pediculus humanus var. capitis, skabies, creeping eruption), orang dewasa
(skabies), dan pada orang yang tidak punya rumah lebih cenderung menderita
skabies, pedikulosis korporis, dan pedikulosis pubis.4
B. Tujuan
1. Tujuan umum

Penulisan referat ini bertujuan untuk mengetahui lebih mendalam


mengenai penyakit kulit yang disebabkan oleh golongan Arthopoda.
2. Tujuan khusus
Tujuan khusus dari penulisan referat ini adalah untuk mengetahui tentang
scabies dan pedikulosis.
C. Manfaat
Manfaat dari penulisan referat adalah menambah wawasan mengenai
scabies dan pedikulosis..

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. PEDIKULOSIS
1. Definisi
Pedikulosis adalah infeksi kulit/rambut pada manusia yang
disebabkan oleh Pediculus (tergolong famili Pediculidae). Selain
menyerang manusia, penyakit ini juga menyerang binatang, oleh karena
itu dibedakan Pediculus humanus dan Pediculus animalis. Pediculus ini
merupakan parasit obligat artinya harus menghisap darah manusia
untuk mempertahankan hidup 5.
Pedikulosis adalah gangguan yang disebabkan infestasi tuma,
termasuk famili Pediculidae. Pediculus ini merupakan parasit obligat
yakni menghisap darah manusia untuk mempertahankan hidup.
Pediculus menghisap darah setelah memasukkan saliva ke dalam tubuh.
Saliva ini menyebabkan keluhan gatal. Pediculus bisa bertahan hidup
jauh dari host-nya, yaitu manusia. Bagaimanapun juga, pediculus akan
mati dalam 10 hari setelah dipisahkan dari tubuh manusia 6.
2. Klasifikasi
Pada manusia sendiri, terdapat klasifikasi pedikulosis berdasarkan
spesies pediculus yang menyerang beserta tempat predileksinya yaitu:
a) Pedikulosis Kapitis
1) Definisi
Pedikulosis kapitis yaitu infeksi kulit dan rambut kepala
yang disebabkan oleh Pediculus humanus var. Capitis 5.
2) Epidemiologi
Penyakit ini terutama menyerang anak-anak usia muda
dan cepat meluas dalam lingkungan hidup yang padat,
misalnya di asrama dan panti asuhan. Tambahan pula pula
dalam kondisi higiene yang tidak baik, misalnya jarang
membersihkan rambut atau rambut yang relatif susah
dibersihkan (rambut yang sangat panjang pada wanita). Cara
penularannya biasanya melalui perantara (benda), misalnya
sisir, bantal, kasur, dan topi 5.

Pada infeksi berat dengan P. humanus capitis, helaian


rambut akan sering melekat satu dengan yang lain dan
mengeras, dapat ditemukan banyak tuma dewasa, telur, dan
eksudat nanah yang berasal dari luka gigitan yang meradang.
Keadaan ini disebut "plica palonica" yang dapat ditumbuhi
jamur. Infestasi mudah terjadi melalui kontak langsung. 7

Gambar 2.1. Morfologi Pediculus humanus capitis: A. Jantan;

B. Betina; C. Larva; dan D. Telur.


3) Etiologi
Kutu ini mempunyai 2 mata dan 3 pasang kaki, berwarna
abu-abu dan menjadi kemerahan jika telah menghisap darah.
Terdapat 2 jenis kelamin ialah jantan dan betina, yang betina
dengan ukuran panjang 1,2 3,2 mm dan lebar lebih kurang
panjangnya, jantan lebih kecil dan jumlahnya hanya sedikit.
Siklus hidupnya melalui stadium telur, larva, nimfa, dan dewasa.
Telur (nits) dilerakkan di sepanjang rambut dan mengikuti
tumbuhnya rambut, yang berarti makin ke ujung terdapat telur
yang lebih matang 5.
4) Patogenesis
Kelainan kulit yang timbul disebabkan oleh garukan untuk
menghilangkan rasa gatal. Gatal tersebut timbul karena
pengaruh liur dan ekskreta dari kutu yang dimasukkan ke
dalam kulit waktu menghisap darah. Selain gatal, air liur ini
juga dapat menimbulkan papula eritematosa.5
5) Gejala Klinis
Gejala mula yang dominan hanya rasa gatal, terutama pada
daerah oksiput dan temporal serta dapat meluas ke seluruh
kepala. Kemudian karena garukan, terjadi erosi, ekskoriasi,

dan infeksi sekunder (pus, krusta). Bila infeksi sekunder berat,


rambut akan bergumpal disebabkan oleh banyaknta pus dan
krusta (plikapelonika) dan disertai pembesaran kelenjar getah
bening regional (oksiput dan retroaurikular). Pada keadaan
tersebut kepala memberikan bau yang busuk 5.
Kadang-kadang serpihan ketombe atau lapisan keratin yang
melekat pada batang-batang rambut bisa dikelirukan dengan
telur-telur tersebut, sedangkan untuk membedakannya dengan
jelas adalah dengan pemeriksaan mikroskopik. 7,8
6) Pembantu Diagnosis
Cara yang paling diagnostik adalah menemukan kutu atau
telur, terutama dicari di daerah oksiput dan temporal. Telur
berwarna abu-abu dan berkilat 5.
7) Diagnosis Banding
- Tinea kapitis
- Pioderma (impetigo krustosa)
- Dermatitis seboroik
8) Pengobatan
Pengobatan bertujuan memusnahkan semua kutu dan
telur serta mengobati infeksi sekunder. Menurut kepustakaan
pengobatan yang dianggap terbaik ialah secara topikal
dengan malathion 0,5% atau 1% dalam bentuk losio atau
spray. Caranya : malam sebelum tidur rambut dicuci dengan
sabun kemudian dipakai losio malathion, lalu kepala ditutup
dengan kain. Keesokan harinya rambut dicuci lagi dengan
sabun lalu disisir dengan sisir yang halus dan rapat (serit).
Pengobatan ini dapat diulang lagi seminggu kemudian, jika
masih terdapat kutu atau telur. Obat tersebut sukar didapat 8.
Di Indonesia obat yang mudah didapat dan cukup efektif
adalah krim gama benzen heksaklorida (gameksan =
gammexane) 1%. Cara pemakaiannya : setelah dioleskan lalu
didiamkan 12 jam, kemudian dicuci dan disisir dengan serit
agar semua kutu dan telur terlepas. Jika masih terdapat telur,
seminggu kemudian diulangi dengan cara yang sama. Obat
lain adalah emulsi benzil benzoat 25%, dipakai dengan cara
yang sama 8.

Pada keadaan infeksi sekunder yang berat sebaiknya


rambut dicukur, infeksi sekunder diobati dulu dengan
antibiotika sistemik dan topikal. Lalu disusul dengan obat di
atas dalam bentuk sampo. Higiene merupakan syarat supaya
tidak terjadi residif 5.
9) Prognosis
Prognosis baik bila higiene diperhatikan 5.
b) Pedikulosis Korporis
1) Definisi
Infeksi kulit yang disebabkan oleh Pediculus humanus
var. Corporis 5.
2) Epidemiologi
Penyakit ini biasanya menyerang orang dewasa terutama
pada

orang

dengan

higiene

yang

buruk,

misalnya

penggembala, disebabkan mereka jarang mandi atau jarang


mengganti dan mencuci pakaian. Maka itu penyakit ini sering
disebut penyakit vagabond. Hal ini disebabkan kutu tidak
melekat pada kulit, tetapi pada serat kapas di sela-sela lipatan
pakaian dan hanya transien ke kulit untuk menghisap darah.
Penyebaran penyakit ini bersifat kosmopolit, lebih sering
pada daerah beriklim dingin karena prang memakai baju yang
tebal serta jarang dicuci 5.
3) Cara Penularan
- Melalui pakaian
- Pada orang yang dadanya berambut terminal kutu ini dapat
melekat pada rambut tersebut dan dapat ditularkan melalui
kontak langsung.
4) Etiologi
Pediculus humanus var. corporis mempunyai ukuran yang
lebih besar daripada Pediculus humanus var. capitis.
Tubuhnya berukuran antara 2-4 mm dengan ukuran betina
yang lebih besar daripada jantan. Tidak seperti P. humanus
var. corporis dan P. pubis, P. humanus corporis tidak hidup
pada tubuh manusia. Pediculus ini lebih suka temperatur yang
lebih dingin, hidup di pakaian manusia dan hanya
menginfestasi manusia ketika malam hari untuk makan.

Betina bisa bertelur 10-15 telur setiap hari pada serat pakaian.
Rata-rata, 20 betina dewasa bisa ditemukan pada orang yang
terinfestasi pediculus ini. 5

Gambar 2.2. Morfologi Pediculus humanus corporis: A.


Jantan dan B. Betina
5)

Patogenesis
Kelainan kulit yang timbul disebabkan oleh garukan
untuk menghilangkan rasa gatal. Rasa gatal ini disebabkan
oleh pengaruh liur dan ekskreta dari kutu pada waktu

6)

menghisap darah 5.
Manifestasi Klinis
Umumnya hanya ditemukan kelainan berupa bekas-bekas
garukan pada badan, karena gatal baru berkurang dengan
garukan yang lebih intensif. Pada pemeriksaan fisik
ditemukan adanya lesi yang multipel yang disebabkan oleh
gigitan kutu. Gigitan ini dapat dilihat sebagai papula
eritematosa dengan diameter 2-4 mm. Penemuan makula
serulea dipecaya merupakan tanda patognomonik. Enzim
pada kutu ketahui menyebabkan konversi bilirubin menjadi
biliverdin dan menyebabkan perubahan pada warna kulit

7)
8)
9)

yang disebut makula serulea 6.


Pembantu Diagnosis
Menemukan kutu dan telur pada serat pakaian.
Diagnosis Banding
Neurotic excoriation.
Penatalaksanaan
Penatalaksanaannya ialah dengan krim gameksan 1% yang
dioleskan tipis di seluruh tubuh dan didiamkan 24 jam,
setelah itu penderita disuruh mandi. Jika masih belum

sembuh, diulangi 4 hari kemudian. Obat lain ialah emulsi


benzil benzoat 25% dan bubuk malathion 2%. Pakaian agar
direbus dan disetrika untuk membunuh kutu. Jika terdapat
infeksi sekunder, dapat diobati dengan antibiotik secara
sistemik dan topikal 8.
10) Prognosis
Baik dengan menjaga higiene.
c) Pedikulosis Pubis
1) Definisi
Pedikulosis pubis adalah infeksi rambut di daerah pubis
dan sekitarnya oleh Phthirus pubis. Pedikulosis pubis dulu
dianggap Phthirus pubis secara morfologi sama dengan
Pediculus, maka itu dinamakan juga Pediculus pubis. Tetapi
ternyata morfologi keduanya berbeda, Phthirus pubis lebih
kecil dan lebih pipih 5.
2) Epidemiologi
Penyakit ini

menyerang

orang

dewasa

dan

dapat

digolongkan dalam Penyakit akibat Hubungan Seksual (P.H.S)


serta dapat pula menyerang jenggot dan kumis. Infeksi ini juga
dapat terjadi pada anak-anak, yaitu di alis atau bulu mata
(misalnya blefaritis) dan pada tepi batas rambut kepala 5.
3) Cara Penularan
Umumnya dengan kontak langsung
4) Etiologi
P. pubis mempunyai ukuran 0,8-1,2 mm dengan bentuk oval
dan mempunyai abdomen yang lebih kecil dibandingkan P.
humanus capitis danP. humanus corporis. Rata-rata siklus
hidup P. pubis sekitar 35 hari. P. pubis betina mengeluarkan
telur sebanyak 1-2 telur per hari. Infestasi yang berat dari P.
pubis bisa juga meliputu alis, bulu mata, rambut wajah, dan
rambut ketiak. P. pubis lebih mobile daripada P. humanus dan
P. corporis. Mereka tidak bisa bertahan hidup lebih dari sehari
jika dipisahkan dari tubuh manusia.6

Gambar 2.3. Morfologi Phthirus pubis: A. Dewasa dan B.


Larva
Kutu ini juga mempunyai 2 jenis kelamin, yang betina
lebih besar daripada yang jantan, panjang sama dengan
lebar adalah 1 2 mm 5.

5) Patogenesis
Rasa gatal terjadi pada tempat tusukan dan kadang-kadang
kulit di sekitar tusukan tampak pucat. gangguan utama
disebabkan perasaan gatal pada kulit daerah pubis 1.
6) Gejala Klinis
Gejala yang terutama adalah gatal di daerah pubis dan
sekitarnya. Gatal ini dapat meluas sampai ke daerah abdomen
dan dada, di situ dijumpai bercak-bercak yang berwarna abuabu atau kebiruan yang disebut sebagai makula serulae. Kutu
ini dapat dilihat dengan mata biasa dan susah dilepaskan
karena kepalanya dimasukkan ke dalam muara folikel rambut
5

.
Gejala patognomoniklainnya adalah black dot, yaitu

adanya bercak-bercak hitam yang tampak jelas pada celana


dalam berwarna putih yang dilihat oleh penderita pada waktu

bangun tidur. Bercak hitam ini merupakan krusta berasal dari


darah yang sering diinterpretasikan salah sebagai hematuria.
Kadang-kadang terjadi infeksi sekunder dengan pembesaran
kelenjar getah bening regional 5.
7) Penegakan Diagnosis
Diagnosis ditegakkan dengan menemukan P. pubis dewasa,
nimfa atau telurnya dari rambut pubis atau dari rambut
lainnya.10
8) Diagnosis Banding
- Dermatitis seboroika
- Dermatomikosis
9) Pengobatan
Pengobatannya sama dengan pengobatan pedikulosis
korporis, yakni dengan krim gameksan 1% atau emulsi benzil
benzoat 25% yang dioleskan dan didiamkan selama 24 jam.
Pengobatan diulangi 4 hari kemudian, jika belum sembuh.
Sebaiknya rambut kelamin dicukur. Pakaian dalam direbus
atau disetrika. Mitra seksual harus pula diperiksa dan jika perlu
diobati 5.
10) Prognosis
Baik.
B. SKABIES
1. Definisi
Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh investasi dan
sensitisasi terhadap terhadap Sarcoptes scabei var. hominis dan
produknya. Nama lain skabies adalah the itch, kudis, budukan dan
gatal agogo 11.
2. Epidemiologi
Skabies ditemukan di semua negara dengan prevalensi yang
bervariasi. Daerah endemik skabies adalah daerah tropis dan subtropis
seperti Mesir, Afrika, Amerika Tengah, Amerika Selatan, Amerika
Utara, Kepulauan Karibia, India dan asia Tenggara. Diperkirakan
bahwa terdapat lebih dari 300 juta orang di seluruh dunia terjangkit
tungau skabies 12.
Studi epidemiologi memperlihatkan bahwa prevalensi skabies
cenderung tinggi pada anak-anak serta remaja dan tidak dipengaruhi

oleh jenis kelamin,ras, umur, maupun kondisi sosial ekonomi. Faktor


primer yang berkontribusi adalah kemiskinan dan kondisi hidup
didaerah padat penghuni, sehingga penyakit ini lebih sering di daerah
perkotaan (13;14).
Di beberapa negara berkembang, penyakit ini dapat menjadi
endemik secara kronik pada beberapa kelompok. Sebagai contoh,
survey di sepanjang sungai Ucayali, Peru tahun 1983 menemukan
bahwa di beberapa desa semua anak penduduk asli telah mengidap
skabies. Penelitian lain di India tahun 1985 menemukan bahwa
prevalensi skabies pada anak-anak di banyak desa sebesar 100%.
Hasil survey di Kuna tahun 1986 menemukan 61% dari 756 penderita
skabies berusia 1-10 tahun dan 84% pada bayi kurang 1 tahun. Di
daerah Malawi, suatu penelitian memperlihatkan bahwa insidens
tertinggi terdapat pada usia 0-9 tahun 15.
Ada dugaan bahwa setiap siklus 30 tahun terjadi epidemi skabies.
Banyak faktor yang menunjang perkembangan penyakit ini, antara
lain: sosial ekonomi yang rendah, higiene yang buruk, hubungan
seksual yang sifatnya promiskuitas, kesalahan diagnosis, dan
perkembangan dermografik serta ekologik 11.
3. Etiologi
Sarcoptes scabiei termasuk filum Arthopoda , kelas Arachnida,
ordo Ackarina, superfamili Sarcoptes. Pada manusia disebut
Sarcoptes scabiei var. hominis. Secara morfologik skabies merupakan
tungau kecil, berbentuk oval, punggungnya cembung dan bagian
perutnya rata. Tungau ini transient, berwarna putih, kotor, dan tidak
bermata 8.

Gambar 2.4. Sarcoptes scabiei var. hominis


4. Cara penularan
Penularan skabies pada manusia dapat melalui kontak langsung
(Kulit dengan kulit) maupun kontak tak langsung dengan penderita.
Kontak langsung misalnya berjabat tangan, tidur bersama dan
hubungan seksual sedangkan secara tidak langsung seperti melalui
pakaian, handuk, sprai dan barang-barang lainnya yang pernah
digunakan oleh penderita. Jumlah rata-rata tungau pada awal infestasi
adalah sekitar lima sampai sepuluh ekor. Penyakit ini sangat erat
kaitannya dengan kebersihan perseorangan dan lingkungan, atau
apabila banyak orang yang tinggal secara bersama-sama disatu tempat
yang relative sempit 11.
5. Manifestasi klinis
Ketika seseorang terinfestasi oleh skabies untuk yang pertama
kalinya, gejala biasanya tidak nampak hingga mencapai 2 bulan
kemudian (2-6 minggu) setelah terinfestasi. Namun, seseorang yang
terinfestasi masih bisa menyebarkan skabies ini kepada orang lain.
Jika seseorang telah pernah menderita skabies sebelumnya, gejala
akan muncul dengan segera (1-4 hari) setelah terpapar. Seseorang
yang terinfestasi skabies juga dapat menularkan penyakitnya,
walaupun mereka tidak memiliki gejala lagi. Hal ini berlaku sampai
skabies pada penderita tersebut diberantas beserta tungau dan telurtelurnya (5;8).
Diagnosis skabies dapat ditegakkan dengan menemukan 2 dari 4
tanda cardinal sebagai berikut:

1. Pruritus nokturnal
Gatal pada malam hari yang disebabkan karena aktivitas tungau
lebih tinggi pada suhu yang lebih lembab dan panas. Gejala ini
adalah yang sangat menonjol. Sensasi gatal yang hebat seringkali
mengganggu tidur dan penderita menjadi gelisah (5;8).
2. Kelompok Orang
Penyakit ini menyerang manusia secara kelompok, misalnya
dalam sebuah keluarga biasanya seluruh anggota keluarga terkena
infeksi. Begitu juga dalam sebuah perkampungan yang padat
penduduknya, sebagian besar tetangga yang berdekatan akan
diserang oleh tungau tersebut. Dikenal keadaan hiposensitisasi,
yang seluruh anggota keluarganya terkena. Walaupun mengalami
infestasi tungau, tetapi tidak memberikan gejala. Penderita ini
bersifat sebagai pembawa (carrier) bagi individu lain 11.
3. Terowongan (kanalikulus)
Adanya terowongan (kanalikulus) pada tempat-tempat predileksi
yang berwarna putih atau keabu-abuan, berbentuk garis lurus atau
berkelok, rata-rata panjang 1 cm, pada ujung terowongan itu
ditemukan papul atau vesikel. Jika timbul infeksi sekunder, ruam
kulitnya menjadi polimorf (pustul, ekskoriasi dan lain-lain).
Umumnya tempat predileksi tungau adalah lapisan kulit yang
tipis, seperti di sela-sela jari tangan, pergelangan tangan, siku
bagian luar, lipatan ketiak depan, pinggang, punggung, pusar,
dada termasuk daerah sekitar alat kelamin pada pria dan daerah
periareolar pada wanita. Telapak tangan, telapak kaki, wajah,
leher dan kulit kepala adalah daerah yang sering terserang tungau
pada bayi dan anak-anak 11.
4. Menemukan tungau, merupakan hal yang paling diagnostik
Apabila kita dapat menemuan terwongan yang masih utuh
kemungkinan besar kita dapat menemukan tungau dewasa, larva,
nimfa dan ini merupakan hal yang paling diagnostik. Akan tetapi
kriteria yang keempat ini agak susah ditemukan karena hampir

sebagian besar pendeita pada umumnya datang dengan lesi


variatif dan tidak spesifik (5;8;11).
Gambar 2.5. Kelainan kulit pada skabies
5. Patogenesis
Setelah terjadi perkawinan (kopulasi) biasanya tungau jantan
akan mati, namun kadang-kadang masih dapat hidup beberapa
hari dalam terowongan yang digali oleh betina. Setelah tungau
betina dibuahi, tungau ini akan membentuk terowongan pada kulit
sampai perbatasan stratum korneum dan stratum granulosum
dengan panjangnya 2-3 mm perhari serta bertelur sepanjang
terowongan sampai sebanyak 2 atau 4 butir sampai sehari
mencapai 40-50 butir. Telur-telur ini akan menetas dalam waktu
3-5 hari dan menjadi larva yang mempunyai 3 pasang kaki. Larva
tersebut sebagian ada yang tetap tinggal dalam terowongan dan
ada yang keluar dari permukaan kulit, kemudian setelah 2-3 hari
masuk ke stadium nimfa yang mempunyai 2 bentuk, jantan dan
betina dengan 4 pasang kaki. Waktu yang diperlukan mulai dari
telur menetas sampai menjadi dewasa sekitar 8-12 hari (11;15).

Gambar 2.6. Patogenesis Skabies


Siklus hidup tungau scabies paling cepat terjadi selama 30
hari dan selama itu juga tungau-tungau tersebut berada dalam
epidermis manusia. Tungau yang akan berpindah ke lapisan kulit
teratas memproduksi substansi proteolitik (sekresi saliva) yang
berperan dalam pembuatan terowongan dimana saat itu juga
terjadi aktivitas makan dan pelekatan telur pada terowongan
tersebut. Tungau-tungau ini memakan jaringan-jaringan yang
hancur, namun tidak mencerna darah. Feses (Scybala) tungau
akan ditinggalkan di sepanjang perjalanan tungau menuju ke
epidermis dan membentuk lesi linier sepanjang terowongan 16.
Kelainan kulit dapat disebabkan tidak hanya oleh tungau
skabies, tetapi juga oleh penderita sendiri akibat garukan. Gatal
yang terjadi disebabkan oleh sensitisasi terhadap sekreta dan
ekskreta tungau yang memerlukan waktu kira-kira sebulan setelah
infestasi. Sensitisasi terjadi pada penderita yang terkena infeksi
scabies pertama kali. Pada saat itu kelainan kulit menyerupai

dermatitis dengan ditemukannya papul, vesikel, urtika dan lainlain. Dengan garukan dapat timbul erosi, ekskoriasi, krusta dan
infeksi sekunder. Apabila terjadi immunocompromised pada host,
respon imun yang lemah akan gagal dalam mengontrol penyakit
dan megakibatkan invasi tungau yang lebih banyak bahkan dapat
menyebabkan crusted scabies. Jumlah tungau pada pasien crusted
scabies bisa melebihi 1 juta tungau (11; 17).
6. Diagnosis banding Skabies
Ada pendapat lain yang mengatakan penyakit skabirs ini
merupakan The great imitator k arena dapat menyerupai banyak
penyakit kulit dengan keluhan gatal. Sebagai diagnosis banding
ialah : prurigo, pedikulosis korporis, dermatitis, dan lain-lain 8.
7. Penatalaksanaan skabies
a. Penatalaksanaan secara umum.
Pada pasien dianjurkan untuk menjaga kebersihan dan mandi
teratur setiap hari. Semua pakaian, sprei, dan handuk yang
telah digunakan harus dicuci secara teratur dan bila perlu
direndam dengan air panas. Demikian pula halnya dengan
anggota keluarga yang beresiko tinggi untuk tertular,
terutama

bayi

dan

anak-anak,

juga

harus

dijaga

kebersihannya dan untuk sementara waktu menghindari


terjadinya kontak langsung. Secara umum tingkatkan
kebersihan lingkungan maupun perorangan dan tingkatkan
status gizinya. Beberapa syarat pengobatan yang harus
diperhatikan :
-

Semua anggota keluarga harus diperiksa dan mungkin


semua harus diberi pengobatan secara serentak.

Hygiene perorangan : penderita harus mandi bersih, bila


perlu menggunakan sikat untuk menyikat badan. Sesudah
mandi pakaian yang akan dipakai harus disetrika.

Semua perlengkapan rumah tangga seperti bangku, sofa,


sprei, bantal, kasur, selimut harus dibersihkan dan
dijemur dibawah sinar matahari selama beberapa jam.

b. Penatalaksanaan secara khusus.


Obat-obat anti skabies yang tersedia dalam bentuk
topikal antara lain: 8
1) Belerang endap (sulfur presipitatum), dengan kadar 420% dalam bentuk salap atau krim. Kekurangannya ialah
berbau dan mengotori pakaian dan kadang-kadang
menimbulkan iritasi. Dapat dipakai pada bayi berumur
kurang dari 2 tahun.
2) Emulsi benzil-benzoas (20-25%), efektif terhadap semua
stadium, diberikan setiap malam selama tiga hari. Obat
ini sulit diperoleh, sering memberi iritasi, dan kadangkadang makin gatal setelah dipakai.
3) Gama benzena heksa klorida (gameksan=gammexane)
kadarnya 1% dalam krim atau losio, termasuk obat
pilihan karena efektif terhadap semua stadium, mudah
digunakan, dan jarang memberi iritasi. Pemberiannya
cukup sekali, kecuali jika masih ada gejala diulangi
seminggu kemudian.
4) Krotamiton 10% dalam krim atau losio juga merupakan
obat pilihan, mempunyai dua efek sebagai anti skabies
dan anti gatal. Harus dijauhkan dari mata, mulut, dan
uretra.
5) Permetrin dengan kadar 5% dalam krim, kurang toksik
dibandingkan gameksan, efektifitasnya sama, aplikasi
hanya sekali dan dihapus setelah 10jam. Bila belum
sembuh diulangi setelah seminggu. Tidak dilanjutkan
pada bayi di bawah umur 12 bulan.
8. Prognosis

Dengan memperhatikan pemilihan dan cara pemakain obat, serta


syarat pengobatan dapat menghilangkan faktor predisposisi, maka
penyakit ini memberikan prognosis yang baik.

BAB III
KESIMPULAN
1. Terdapat 2 penyakit yang yang disebabkan oleh golongan artropoda yaitu, di
antaranya adalah skabies dan pedikulosis.
2. Pedikulosis adalah infeksi kulit/rambut pada manusia yang disebabkan oleh
Pediculus (tergolong famili Pediculidae).
3. Klasifikasi pedikulosis berdasarkan spesies pediculus yang menyerang
beserta tempat predileksinya yaitu pedikulosis kapitis, korporis, dan pubis.
4. Skabies, pedikulosis kapitis dan pedikulosis pubis terdapat di seluruh belahan
dunia, tetapi pedikulosis korporis terbatas pada negara yang beriklim dingin
dan hampir tidak ada di daerah tropis.
5. Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh investasi dan sensitisasi
terhadap terhadap Sarcoptes scabei var. hominis dan produknya.

6. Diagnosis skabies dapat ditegakkan dengan menemukan 2 dari 4 tanda


cardinal yaitu pruritus nikturna, menyerang sekelompok orang, terowongan,
menemukan tungau.

DAFTAR PUSTAKA

1.

Hawker, J. et al., 2006. Communicable Disease Control Handbook.


Blackwell: Oxford.

2.

Heukelbach, J. & Feldmieier, H., 2008. Epidemiological And Clinical


Characteristics Of Hookworm-Related Cutaneous Larva Migrans. Lancet
Infect Dis, 8, pp.302-9.

3.

Terry, B. et al., 2001. Sarcoptes Scabiei Infestation Among Children In A


Displacement Camp In Sierra Leone. Public Health, 115, pp.208-11.

4.

Feldmeier, H. & Heukelbach, J., 2008. Epidermal Parasitic Skin Diseases: A


Neglected Category Of Poverty-Associated Plagues. WHO.

5.

Amiruddin MD. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Ed.1. Makassar: Fakultas
Kedokteran Universitas Hasanuddin ; 2003. 5-10.

6.

Guenther,

L.,

2012.

Pediculosis

(Lice).

[Online]

Available

at:

http://emedicine.medscape.com/article/225013-overview [Accessed 2 April


2012].
7.

Natadisastra, D. & Ridad, A., 2009. Parasitologi Kedokteran: Ditinjau dari


Organ Tubuh yang Diserang. Jakarta: EGC.

8.

Djuanda, A. et al., 2007. Ilmu penyakit Kulit dan Kelamin. 7th ed. Jakarta:
FKUI.

9.

Graham, R. & Burns, T., 2005. Lecture Notes Dermatologi. 8th ed. Jakarta:
Erlangga.

10. Natadisastra, D. & Ridad, A., 2009. Parasitologi Kedokteran: Ditinjau dari
Organ Tubuh yang Diserang. Jakarta: EGC.
11. Handoko, Ronny P. 2007. Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin. Edisi 5. Jakart:
FKUI;122-25
12. Chosidow O. 2006. Scabies. New England J Med.. July :354/1718-27
13. Orkin Miltoin, Howard L. Maibach. 2008. Scabies And Pedicuosis.
Fitzpatricks Dermatology In General Medicine, 7th. USA:Mcgrawhill .202931
14. Walton SF, Currie BJ. 2007. Problems In Diagnosing Scabies, A Global
Disease In Human And Animal Ppulations. Clin Microbiol Rev. 268-79
15. Burns DA. 2004. Disease Caused By Arthropods And Other Noxious
Animals, In: Rooks Textbook Of Dermatology. Vol 2. USA; Blackwell
Publishing 37-47
16. Hicks MI, Elston DM. Scabies. Dermatoogic Therapy. 2009.
November:22/279-292
17. Harahap M. Ilmu Penyakit Kulit. Ed 1. Jakarta:Hipokrates;2000.109-13

You might also like