Professional Documents
Culture Documents
uapkan 20 ml filtrat hingga kering dalam cawan dangkal berdasar rata yang telah
ditara, panaskan sisa pada suhu 105C hingga bobot tetap. Hitung kadar dalam
persen sari yang larut dalam air, dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan
di udara (DEPKES RI, 1979).
4. Penetapan Kadar Sari yang Larut dalam Etanol
Keringkan serbuk (4/18) di udara, maserasi 24 jam 5 g serbuk dengan 100
ml etanol (95% P), menggunakan labu bersumbat sambil berkali-kali dikocok
selama 6 jam pertama dan kemudian dibiarkan selama 18 jam. Saring cepat
dengan menghindarkan penguapan etanol (95%), uapakan 20 ml fitrat hingga
kering dalam cawaan dangkal berdasar rata yang telah ditara, panaskan sisa pada
suhu 105C hingga bobot tetap. Hitung kadar dalam persen sari yang larut dalam
etanol (95%), dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan (DEPKES RI,
1979).
5. Klasifikasi Tanaman
Berdasrakan karakteristiknya tanaman simplisia memiliki ketepatan masing
masing, yaitu :
a) Lada hitam (Piper nigrum L.)
Klasifikasi tanaman lada hitam yaitu berasal dari kingdom Plantae, divisi
Angiospermae, kelas Dycolilledonae, bangsa Piperales, suku Piperecae, marga
Piper, jenis Piper nigrum L.
Kadar abu tidak lebih dari 6%, kadar abu yang tidar larut dalam asam tidak
lebih dari 1%, kadar sari yang larut dalam air tidak kurang dari 2,5%, kadar sari
yang larut dalam esanol tidak kurang dari 8%.
b) Daun ketepeng (Cassia alata L.)
Klasifikasi tanaman ketepeng yaitu berasal dari kingdom Plantae, divisi
Spermathophyta, kelas Dycotyledonae, bangsa Rosales, suku Leguminusae, marga
Cassia, jenis Cassia alata L.
Kadar abu tidak lebih dari 6%, kadar abu yang tidak larut dalam asam tidak
lebih dari 1%, kadar sari yang larut dalam air tidak kurang dari 20%, kadar sari
yang larut dalam etanol tidak kurang dari 20%, bahan organik asing tidak lebih
dari 2%.
e. Alamiah
Kerugian penggunaan air sebagai penyari:
a. Tidak selektif
b. Sari dapat ditumbuhi kapang dan kuman serta cepat rusak
c. Untuk pengeringan diperlukan waktu lama.
Air disamping melarutkan garam alkaloid, minyak menguap, glikosida,
tanin dan gula, juga melarutkan gom, pati, protein, lendir, enzim, lilin, lemak,
pektin, zat warna dan asam organik. Dengan demikian penggunaan air sebagai
cairan penyari kurang menguntungkan. Di samping zat aktif ikut tersari juga zat
lain yang tidak diperlukan atau malah mengganggu proses pembuatan sari seperti
gom, pati, protein, lemak, enzim, lendir dan lain-lain.
Air merupakan tempat tumbuhan bagi kuman, kapang dan khamir, karena
itu pada pembuatan sari dengan air harus ditambah zat pengawet. Pada beberapa
sediaan sering ditambah etanol, gleserin, gula atau kloroform.
Air dapat melarutkan enzim. Enzim yang terlarut dengan adanya air akan
menyebabkan reaksi enzimatis yang mengakibatkan penurunan mutu. Disamping
itu adanya air akan mempercepat proses hidrolisa.
Untuk memekatkan sari air di butuhkan waktu dan bahan bakar lebih
banyak bila di bandingkan dengan etanol (DEPKES RI, 1986).
2) Etanol
Etanol dipertimbangkan sebagai penyari karena :
a. Lebih selektif
b. Kapang dan kuman sulit tumbuh dalam etanol 20% keatas
c. Tidak beracun
d. Netral
e. Absorbsinya baik
f. Etanol dapat bercampur dengan air pada segala perbandingan
g. Panas yang di perlukan untuk pemakaian lebih sedikit sedangkan kerugian
etanol adalah mahal harganya
Etanol dapat melarutkan alkaloida basa, minyak menguap, glikosida,
kurkumin, antra kinon, flavonoid, steroid, damar dan klorofil, lemak, malam,
tanin dan sapanin hanya sedikit larut. Dengan demikian zak pengganggu yang
larut hanya sedikit.
Untuk meningkatkan penyarian biasanya digunakan campuran antara etanol
dan air. Perbandingan jumlah etanol dan air tergantung pada bahan yang akan di
sari. Dari pustaka dapat di telusuri kandungannya baik zak aktivmaupun zat
lainya. Dengan diketahuinya kandungan tersebut dapat di lakukan beberapa
percobaan untuk mencari perbandingan pelarut yang tepat (DEPKES RI, 1986).
E. Hasil Pengamatan
1.
Tabel Pengamatan
a.
Susut Pengeringan
Sampel
Daun Salam
Daun Sirih hijau
Cabai Rawit
Daun Jambu Biji
Daun Senggani
b.
Berat Awal
101,9 g
100 g
100 g
100 g
100,3 g
Berat Akhir
40,66 g
86,54 g
25,43 g
53,66 g
35,32 g
Susut
Pengeringan
61,24 g
13,46 g
74,57 g
46,34 g
65,48 g
Kadar Sari
Sampel
Daun Salam
Daun Sirih hijau
Cabai Rawit
Daun Jambu Biji
Daun Senggani
2.
Perhitungan
a.
1) Daun Salam
= 60,09 %
= 86,54 %
3) Cabai Rawit
= 74,57 %
= 46,34 %
5) Daun Senggani
= 64,78 %
b.
1)
Daun Salam
= 4,00 %
2)
=7%
3)
Cabai Rawit
= 10,4 %
4)
= 3,7 %
5)
Daun Senggani
= 4,8 %
c.
1)
Daun Salam
= 1,6 %
2)
= 1,8 %
3)
Cabai Rawit
=2%
4)
=4%
5)
Daun Senggani
= 1,4 %
F. Pembahasan
Percobaan
penetapan
karakteristik
simplisia
ini
bertujuan
untuk
Kadar cara ini didasarkan pada kelarutan senyawa yang terkandung dalam
simplisia.
Hal yang pertama kali dilakukan adalah penyiapan simplisia. Sejumlah
serbuk simplisia dari masing-masing sampel ditimbang dan dimaserasi dalam labu
tertutup. Untuk kadar sari larut air yang digunakan adalah pelarut air yang
dijenuhkan dengan kloroform (1:1), sedangkan untuk kadar sari larut etanol
menggunakan pelarut etanol 97%. Pencampuran antara air dan kloroform
memiliki tujuan untuk penjenuhan agar pelarut tidak menarik kembali senyawa
lain yang semipolar, tetapi murni sari yang larut dalam air (polar). Simplisia
dalam pelarut kemudian dikocok yang bertujuan untuk mempercepat tingkat
kelarutan, sehingga kadar yang tersari dalam masing-masing pelarut semakin
banyak.
Selanjutnya dilakukan penyaringan menggunakan kertas saring. Filtrat
dioven pada suhu 105C dalam cawan hingga menguap kemudian cawan
didinginkan. Pendinginan dilakukan dengan seksama karena dapat mempengaruhi
massa filtrat yang telah dipanaskan dalam cawan. Setelah cawan dingin,
selanjutnya dilakukan penimbangan dan perhitungan kadar sari larut air dapat
dilakukan.
Prosedur untuk penetapan kadar sari larut etanol hampir serupa dengan
penetapan kadar sari larut air, namun penjenuhan dengan kloroform tidak
diperlukan karena etanol sudah merupakan pelarut organik universal yang dapat
menyari senyawa dalam simplisia secara baik. Pada proses penyaringan, terdapat
perbedaan yang signifikan antara pembentukan filtrat pada sari larut air dan
etanol. Simplisia lebih cepat terlarut dalam etanol dan filtrat lebih cepat terbentuk,
selain itu pada proses penguapan menggunakan oven, simplisia dalam etanol lebih
cepat menguap karena titik didih etanol yang jauh dibawah titik didih air.
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan diperoleh data kadar sari
larut air dan larut etanol untuk masing-masing simplisia. Untuk simplisia Daun
Sirih memiliki kadar sari larut air sebesar 7 %, Daun Jambu Biji 3,2 % , Cabai
10,4 %, Daun Salam 4 % , dan Daun Senggani 4,8 %, sedangkan kadar sari larut
etanol untuk larut etanol untuk simplisia Daun Sirih 1,8 %, Daun Jambu Biji 4 %,
Cabai 2 %, Daun Salam 1,6 % dan Daun Senggani 1,4 %.
Hasil dalam percobaan tidak memenuhi persyaratan kadar sari larut air an
etanol minimum yang ditetapkan. Untuk Daun Sirih seharusnya kadar sari larut air
tidak kurang dari 14 % dan kadar sari larut etanol 4,5 %. Begitu juga dengan
sampel lain. Ketidaksesuaian ini dapat terjadi akibat beberapa faktor. Diantaranya
proses maserasi yang kurang maksimal sehingga tidak semua sari atau ekstrak
tersari dalam pelarut. Selain itu pada proses penguapan yang kurang sempurna
juga dapat mempengaruhi bobot sari yang diperoleh.
Percobaan selanjutnya adalah penetapan susut pengeringan. Susut
pengeringan adalah prosentase senyawa yang menghilang selama proses
pemanasan (tidak hanya menggambarkan air yang hilang, tetapi juga senyawa
menguap lain yang hilang). Pengukuran sisa zat dilakukan dengan pengeringan
pada temperatur 105C selama 30 menit atau sampai berat konstan dan dinyatakan
dalam persen (metode gravimetri). Berat konstan yaitu berat simplisia yang sudah
tidak berubah setelah dilakukan beberapa kali pengeringan. Susut pengeringan
dihitung terhadap 100 gram bahan simplisia segar.
Untuk simplisia yang tidak mengandung minyak atsiri dan sisa pelarut
organik menguap, susut pengeringan diidentifikkan dengan kadar air, yaitu
kandungan air karena simplisia berada diatmosfer dan lingkungan terbuka
sehingga dipengaruhi kelembapan lingkungan penyimpanan.
Berdasarkan bobot konstan yang diperoleh masing-masing simplisia
diperoleh hasil prosentase susut pengeringan. Untuk simplisia Daun Sirih
memiliki susut pengeringan sebesar 86,54 %, Daun Jambu Biji sebesar 46,34 %,
Cabai 74,57 %, Daun Salam 60,09 %, dan Daun Senggani sebesar 64,78 %.
Beberapa simplisia tidak memenuhi persyaratan standar untuk nilai susut
pengeringan yang ditetapkan. Ketidaksesuaian ini dapat terjadi akibat beberapa
faktor, diantaranya yaitu kondisi lingkungan penyimpanan simplisia sebelum
dikeringkan dimana bobot simplisia dapat berkurang akibat jatuh terkena
hembusan angin. Selain itu dimungkinkan masih adanya pengotor atau
kontaminan dalam simplisiayang sangat mempengaruhi besarnya bobot.
G. Kesimpulan
Berdasarkan pengujian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan
bahwa :
1.
Pada sampel daun sirih hijau diperoleh presentase susut pengeringan sebesar
86,54 %, kadar sari larut air sebesar 7 % dan kadar sari larut etanol 95 %
sebesar 1,8 %.
2.
Pada sampel daun jambu biji diperoleh bobot presentase susut pengeringan
sebesar 46,34 %, diperoleh kadar sari larut air sebesar 3,2 % dan kadar sari
larut etanol 95 % sebesar 4 %.
3.
4.
5.
Pada sampel daun salam diperoleh bobot konstan sebesar 40,66 gram dengan
presentase susut pengeringan sebesar 61,24 %, kadar sari larut air sebesar 4 %
dan kadar sari larut etanol 95 % sebesar 1,6 %.
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1978. Materia Medika Jilid II. Dirjen
POM: Jakarta.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1979. Materia Medika Jilid III.
Dirjen POM: Jakarta.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1980. Materia Medika Jilid IV.
Dirjen POM: Jakarta.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III.
Dirjen POM: Jakarta.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1986. Sediaan Galenik. Dirjen POM:
Jakarta.
Nenden, S. Z, dkk. 2007. Penentuan Indeks Kepedasaan, Indeks Pengembangan,
dan Kadar Tanin dalam Simplisia. ITB: Bandung.