Professional Documents
Culture Documents
Disusun Oleh :
Galvan Yudistira (A24070040)
A. Latar Belakang
Pepaya merupakan tanman buah berupa herba dari famili Caricaceae yang
berasal dari Amerika Tengah dan Hindia Barat bahkan kawasan sekitar Meksiko
dan Coasta Rica. Tanaman pepaya banyak ditanamn orang , baik di sekitar daerah
tropis maupun subtropis. Didaerah-daerah basah dan kering atau di daerah-daerah
dataran dan pegunungan (sampai 1000 mdpl). Buah pepaya merupakan buah meja
bermutu dan bergizi yang tinggi (Prihatman, 2000).
Dalam bidang bioteknologi, teknologi kultur antera sudah lama
dikembangkan sebagai bagian dari teknik kultur jaringan. Melalui cara ini,
tanaman diperoleh dari antera tanaman sehingga mengalami sebagian dari siklus
generatif tetapi tidak melalui persilangan antara tetua jantan dan betina. Tanaman
yang dapat dihasilkan melalui cara ini antara lain adalah tanaman haploid ganda,
yaitu tanaman homozigot dengan sifat bawaan dari induk asal antera. Dengan kata
lain, hanya dengan satu kali siklus perkawinan diikuti dengan teknik kultur antera
dapat langsung diperoleh galur yang stabil (Anonim, 2006).
Teknik untuk menginduksi haploidi mulai dikembangkan sejak Bergener
pada tahun 1921 menemukan tanaman-tanaman haploid pada Datura stramonium.
Teknik tersebut dapat dikelaskan menjadi in-vivo dan in vitro. Metode in-vitro
meliputi kultur antera, kultur pollen, kultur ovul/ovari yang belum dibuahi, dan
eliminasi kromosom pada metode bulbosum (Poehlman dan Sleeper, 2005 dalam
Dewi I.S, 2003)
Untuk memperoleh galur tanaman haploid ganda dengan keragaman
genetik dan sifat-sifat agronomis yang diinginkan, maka tanaman dengan
heterozigositas tinggi (F1 atau F2 yang sudah diseleksi) dapat digunakan sebagai
sumber antera (Fehr, 1987 dalam Dewi, I.S., 2003). Dengan menggunakan kultur
antera, karakter kedua tetua dapat berkombinasi di dalam tanaman haploid ganda
yag berasal dari butir tepung sari tanaman F1 tersebut, sehingga galur murni
dengan homozigositas tinggi dapat diperoleh hanya dari satu generasi saja
(generasi awal/DHO). Karakteristik agronomis utama seperti hasil dan kualitas
biji dan sifat lain seperti toleransi terhadap cekaman biotik atau abiotik yang
dikendalikan oleh gen minor dapat segera diefaluasi pada generasi DH1 dan DH2
(Chung, 1992; Li, 1992; Fehr, 1987 dalam Dewi, I.S., 2003). Karakter tanaman
haploid ganda tetap stabil dari generasi ke generasi, sehingga seleksi dapat
dilakukan langsung pada generasi awal (Zhang, 1989 dalam Dewi, I.S, 2003).
Proses seleksi yang dilakukan diantara tanaman haploid ganda yang
homogen dapat lebih efisien dibandingkan bila proses seleksi dilakukan diantara
turunan turunan yang heterogen, misalnya populasi F2 – F8 seperti pada
pemuliaan koonvensional, karena seleksi diantara tanaman haploid ganda untuk
karakter-karakter yang dikendalikan oleh alel domonan tidak disulitkan oleh
masalah membedakan individu diploid homozigos-domonan dengan heterozigos
(Fehr, 1987 dalam Dewi,I.S., 2003).
Karakter morfologi dan agronomi yang diamati pada populasi tanaman
haploid ganda generasi pertama (DH1) menunjukkan variasi. Ada yang serupa
dengan salah satu tetuanya , ada yang intermediete, ada yang melebihi kedua
tetuanya bahkan ada karakter baru yang tidak ditemukan pada kedua tetuanya
(Dewi, 2002 dalam Dewi,I.S., 2003). Kultur Antera sudah diakui sebagai
teknologi yang cepat dan sangat efisien dalam perbaikan tanaman (Li, 1992;
Chung, 1992 dalam Dewi,.I.S., 2003).
Wattimena (1992) dalam Sasmita (2001) mengemukakan bahwa antera
adalah kultur yang menghasilkantanaman haploid yaitu tanamn yang mempunyai
jumlah kromosom sama dengan kromosom gamet. Tanaman haploid diperoleh
melalui induksi embriogenesis dari pembelahan berulang-ulang spora monoploid
baik dari mikrospora atau butir tepung sari yang masih muda.
Jaringan dinding antera memainkan peranan sangat penting dalam induksi
awal pembelahan bakal spora dalam perkembangan polen (Sasmita, 2001)
Tanaman regeneran yang dihasilkan dari induksi kalus polen memiliki
ploidi yang berbeda (Sasmita, 2001). Chu (1982) dalam Sasmita (2001)
mengemukakan bahwa ploidi tanaman hasil induksi kalus polen terdiri atas x, 2x,
3x, 4x, dan 5x. Dikemukakan pula hasil analisis genetik menunjukkan bahwa 90%
progeni haploid ganda (dihaploid) dari hibrida hasil kultur antera adalah
homosigos. Hal ini menunjukkan bahwa tanaman haploid ganda disebabkan
pengggandaan kromosom selama kultur, bukan berasal dari sel-sel somatik.
Banyak faktor yang mempengaruhi ploidi tanaman hasil regenerasi dari kultur,
yaitu pertumbuhan mikrospora pada saat kultur, perlakuan awal secara alami,
genotipa tanaman donor, komposisi media kultur, dan umur tanaman.
Tanaman haploid dan dihaploid dapat memperlihatkan perbedaan
morfologis yang nyata. Tanaman haploid ditandai dengan tidak adanya ligule dan
auricle, jumlah tiller yang hampir dua kali lebih banyak, serta ukuran tinggi
tanaman , panjang panicle dan panjang daun sekitar 60-70% dari tanaman diploid,
Tanaman haploid yang dihasilkan dari kultur antera tidak dapat mgnhasilkan biji.
Untuk keperluar pemuliaan tanaman, tanaman haploid harus dibuat di
haploiduntuk memperbaiki fertilitasnya. Penggandaan kromosom dapat dilakukan
dengan cara merendam akar dan buku-buku dari anakan di dalam larutan
colchicin 0,2% atau dengan cara diratun, yaitu dengan memangkas tanaman
haploid setelah berbunga 1-4 kali (Rush, 1981 dalam Sasmita, 2001).
B. Tujuan
Tujuan percobaan ini adalah melatih mahasiswa untuk mengisolasi antera
dari bunga dan menanam antera secara in vitro untuk mendapatkan tanaman
haploid.
METODOLOGI
C. Metode
Kuncup bunga jantan dipisahkan dari tanaman pepaya sesuai ukurannya
karena ukuran kuncup bunga berkorelasi dengan umur bunga. Kemudian kuncup
bunga disterilisasi dengan dicelupkan ke dalam alkohol 70% dan dilewatkan di
atas api Bunsen. Perlakuan ini dilakukan sebanyak dua kali. Kuncup bunga dibuka
dengan pinset dan korolanya dibuang secara hati-hati. Antera dilepaskan dari
tangkai bunga dan ditanam pada media kultur N6. Selanjutnya kultur antera
disimpan dalam gelap selama dua bulan untuk induksi pertumbuhan kalus antera
yang berasal dari kuncup bunga. Antera yang berasal dari kuncup bunga yang
berukuran sama dikulturkan dalam botol yang sama.
Pengamatan dilakukan terhadap ukuran bunga (panjang korola), jumlah
antera per bunga, dan warna antera, jumlah antera yang tetap kuning dan jumlah
yang coklat, jumlah kultur yang mengalami kontaminasi dan saat terbentuk kalus
dan jumlah antera yang membentuk kalus.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berikut adalah hasil dari pengamatan terhadap kultur anter pepaya secara
in vitro tanggal 17 November 2009,
Tabel1. Jumlah Antera per Bunga dan Warna Antera
Kelompok Jumlah antera / bunga Warna antera
Bk Bs Bb Bk Bs Bb
1 10 10 9 kuning kuning kuning
2 10 10 10 kuning kuning kuning
3 9 9 10 kuning kuning kuning
4 46 33 33 kuning kuning kuning
5 9 9 9 kuning kuning kuning
6 10 9 8 kuning kuning kuning
7 47 52 48 kuning kuning kuning
8 10 10 10 kuning kuning kuning
9 10 10 10 kuning kuning kuning
10 8,4 8 10 kuning kuning kuning
11 49 48 47 kuning kuning kuning
12 6 7 8 kuning kuning kuning
18.7 ± 17.917 ± 17.667 ±
µ ± sd 17.316 16.517 15.511 kuning kuning kuning
Tabel3. Rata- rata dan Standar Deviasi Jumlah Antera yang Tetap Kuning
Umur Rata- rata dan standar deviasi jumlah antera yang tetap kuning
Simpan Bk Bs Bb
1 MST 32.083 ± 18.84 32.926 ± 19.081 31.583 ± 18.613
2 MST 26.583 ± 20.825 24.916 ± 21.513 24 ± 22.275
3 MST 13.75 ± 16.410 13.25 ± 18.926 15.25 ± 19.287
4 MST 8.667 ± 10.183 10.25 ± 14.046 9.75 ± 16.254
Tabel5. Rata- rata dan Standar Deviasi Jumlah Antera yang Terkontaminasi
Umur Rata- rata dan standar deviasi jumlah antera yang terkontaminasi
Simpan Bk Bs Bb
1 MST 4.333 ± 11.539 5.167 ± 14.364 1.416 ± 3.029
2 MST 5.167 ± 11.487 5.25 ± 14.334 4.416 ± 8.826
3 MST 6 ± 12.1355 7 ± 14.905 10.333 ± 16.587
4 MST 7.416 ± 14.323 7.167 ± 14.953 11.25 ± 17.965
Tabel6. Rata- rata dan Standar Deviasi Jumlah Antera yang Membentuk Kalus
Umur Rata- rata dan standar deviasi jumlah antera yang membentuk kalus
Simpan Bk Bs Bb
1 MST 0±0 0±0 0.833 ± 2.886
2 MST 0±0 0±0 0.833 ± 2.886
3 MST 0.583 ± 2.021 0.833 ± 2.886 1.58 ± 3.70
4 MST 0.75 ± 2.598 0.916 ± 3.175 1.83 ± 4.303
Keterangan :
Bk : Bunga kecil
Bs : Bunga sedang
Bb : Bunga besar
Gambar1. Anter pepaya yang steril
A. Kesimpulan
Kultur anther merupakan salah satu teknik kultur In Vitro yang dapat
mempercepat perolehan galur murni melaui tanaman haploid. Salah satu faktor
yang mempengaruhi keberhasilan kultur anter adalah umur anter, oleh karena itu,
munculnya kalus tercepat terjadi pada bunga papaya berukuran besar. Pada
praktikum ini tidak diperoleh tunas. Anter yang tua mempunyai tingkat
keberhasilan yang lebih tinggi
B. Saran
Praktikan hendaknya lebih memerhatikan kebersihan dalam melaksanakan
praktikum di laboratorium karena kemampuan praktikan dalam sterilisasi dalam
kultur anther masih rendah.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2006. Bersama Memicu Perbaikan Padi Hibrida. Warta Penelitian dan
Pengembangan Pertanian Vol. 28 No. 5 2006. Balai besar Penelitian dan
Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian. Bogor
http://www.pustaka-deptan.go.id/ [10 Januari 2010]
Bakhtiar. 2007. Penapisan Galur Padi Gogo (Oryza sativa L.) Hasil KulturAntera
Untuk Ketengganan Aluminium dan Ketahanan Terhadap Penyakit Blas.
Disertasi. Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor.
Dewi, I.S., Purwoko, B.S., Aswidinnoor H., dkk. 2004. Kultur Antera Padi pada
Beberapa Formulasi Media yang Mengandung Poliamin.. Balai Besar Penelitian
dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian, Bogor
dalam Jurnal Bioteknologi Pertanian, Vol. 9, No. 1, 2004, pp. 14-19
http://www.pustaka-deptan.go.id [10 Januari 2010]
Prihatman, Kemal. 2000. Pepaya (Carica papaya, L). Jakarta. Sistem Informasi
Manajemen Pembangunan di Pedesaan, BAPPENAS.
Sasmita, P. 2001. Klutur Antera Padi Gogo dan F1 Terpilih (Hasil Persilangan
Kultivar Dengan Aksesi Toleran Naungan). Tesis. Program Pascasarjana Institut
Pertanian Bogor.
Suhartini, Tintin. 2004. Perbaikan Varietas Padi untuk Lahan Keracunan Fe.
Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik
Pertanian, Bogor. dalam Buletin Plasma Nutfah Vol. 10 No. 1 Th. 2004
http://indoplasma.or.id [10 Januari 2010]