You are on page 1of 29

BAB I PENDAHULUAN

Insiden kolelitiasis atau batu kandung empedu di Amerika Serikat diperkirakan 20 juta orang
yaitu 5 juta pria dan 15 juta wanita. Pada pemeriksaan autopsy di Amerika, batu kandung
empedu ditemukan pada 20 % wanita dan 8 % pria. Insiden batu kandung empedu di Indonesia
belum diketahui dengan pasti, karena belum ada penelitian. Banyak penderita batu kandung
empedu tanpa gejala dan ditemukan secara kebetulan pada waktu dilakukan foto polos abdomen,
USG, atau saat operasi untuk tujuan yang lain. Dengan perkembangan peralatan dan teknik
diagnosis yang baru USG maka banyak penderita batu kandung empedu yang ditemukan secara
dini sehingga dapat dicegah kemungkinan terjadinya komplikasi. Semakin canggihnya peralatan
dan semakin kurang invasifnya tindakan pengobatan sangat mengurangi morbiditas dan
moralitas. Batu kandung empedu biasanya baru menimbulkan gejala dan keluhan bila batu
menyumbat duktus sistikus atau duktus koledokus. Oleh karena itu gambaran klinis penderita
batu kandung empedu bervariasi dari yang berat atau jelas sampai yang ringan atau samar
bahkan seringkali tanpa gejala (silent stone).

BAB II ISI PEMBAHASAN


A. ANAMNESIS
Sebelum melakukan pemeriksaan yang melibatkan sesuatu tindakan fisikal terhadap pasien,
dokter haruslah terlebih dahulu melakukan anamnesis.1
Anamnesis adalah pengambilan data yang dilakukan oleh seorang dokter dengan cara
melakukan serangkaian wawancara dengan pasien atau keluarga pasien atau dalam keadaan
tertentu dengan penolong pasien. Berbeda dengan wawancara biasa, anamnesis dilakukan dengan
cara yang khas, berdasarkan pengetahuan tentang penyakit dan dasar-dasar pengetahuan yang
ada di balik terjadinya suatu penyakit serta bertolak dari masalah yang dikeluhkan oleh pasien.
Berdasarkan anamnesis yang baik dokter akan menentukan beberapa hal mengenai hal-hal
berikut:
i.

Penyakit atau kondisi yang paling mungkin mendasari keluhan pasien (kemungkinan

ii.

diagnosis).
Penyakit atau kondisi lain yang menjadi kemungkinan lain penyebab munculnya keluhan

iii.

pasien (diagnosis banding).


Faktor-faktor yang meningkatkan kemungkinan terjadinya penyakit tersebut (faktor

iv.
v.

predisposisi dan faktor risiko).


Kemungkinan penyebab penyakit (kausa/etiologi).
Faktor-faktor yang dapat memperbaiki dan yang memperburuk keluhan pasien (faktor

vi.

prognostik, termasuk upaya pengobatan).


Pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang medis yang diperlukan untuk menentukan
diagnosisnya.

Antara aspek yang ditanya adalah nama, umur, agama, budaya, pekerjaan sehari harian.
Ditanyakan juga keluhan utamanya yaitu keluhan yang menyebabkan nya datang ke rumah sakit
serta keluhan-keluhan penyerta yang lain. Faktor yang memperberat penyakit serta jika pernah
mendapat pengobatan serta bagaimana hasilnya.
Setengah sampai dua pertiga penderita batu empedu adalah asimptomatik. Keluhan yang
mungkin berupa dispepsia, yang kadang disertai intoleransi terhadap makanan berlemak. Pada
yang simptomatik, keluhan utama adalah nyeri di daerah epigastrium , kuadran atas kanan, atau
prekordium. Rasa nyeri lainnya adalah kolik bilier yang mungkin memanjang lebih dari 15
4

menit, dan kadang baru menghilang beberapa jam kemudian. Timbul awal nyeri kebanyakan
perlahan - lahan, tetapi pada sepertiga kasus timbul tiba -tiba.Penyebaran nyeri dapat ke
punggung bagian tengah, skapula, atau kepuncak bahu, disertai mual dan muntah. Lebih kurang
seperempat penderita melaporkan bahwa nyeri menghilang setelah makan antasid. Kalau terjadi
kolesistitis, keluhan nyeri menetap dan bertambah pada waktu menarik nafas dalam dan sewaktu
kandung empedu tersentuh ujung jari tangan sehingga pasien berhenti menarik nafas yang
merupakan tanda rangsang dari peritonitis setempat ( tanda murphy ).Pada batu duktus
koledokus, riwayat nyeri atau kolik di epigastrium dan perut kanan atas akan disertai tanda sepsis
seperti demam dan menggigil bila terjadi kolangitis. Biasanya terdapat ikterus dan urin berwarna
gelap yang hilang timbul. Pruritis ditemukan pada ikterus obstruktif yang berkepanjangan dan lebih
banyak ditemukan di daerah tungkai daripada di daerah badan.Pada kolangitis dengan sepsis
yang berat, dapat terjadi keadaan kegawatan disertai syok dan gangguan kesadaran.
B. PEMERIKSAAN
Selepas dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik harus dilakukan untuk melihat jika terdapat
kelainan dari fisik pasien. Pemeriksaan tanda-tanda vital juga turut dilakukan.
Antara pemeriksaan fisik yang dilakukan adalah :

Inspeksi :
o Inspeksi adalah cara memeriksa dengan melihat dan mengamati bagian tubuh pasien yang
diperiksa. Dilihat bagian dada, perut, kepala, anggota tangan dan kaki, warna kulit,
bentuk tubuh, ukuran tubuh dan gerakan tubuh spontan.

Perkusi:
o Perkusi adalah pemeriksaan fisik dengan cara mengetuk permukaan tubuh untuk
mengetahui keadaan organ-organ dalam tubuh yang mana akan menghasilkan bunyi
timpani bagi lambung atau usus, bunyi sonor pada paru, bunyi redup pada hati dan bunyi
pekak pada massa padat.

Palpasi:
o Palpasi adalah pemeriksaan secara perabaan dengan menggunakan rasa propioseptif
ujung jari tangan. Dengan palpasi dapat diketahui batas organ, permukaan tubuh,
konsistensi organ, nyeri dan denyutan nadi.

Pada pemeriksaan didapatkan nyeri tekan dengan punktum m a k s i m u m d i d a e r a h l e t a k


a n a t o m i k a n d u n g e m p e d u . Tan d a M u r p h y positif apabila nyeri tekan bertambah
sewaktu penderita menarik napas panjang dan sewaktu kandung empedu tersentuh
oleh ujung jari tangan pemeriksa sehingga pasien berhenti menarik napas, yang merupakan
tanda rangsangan peritoneum setempat karena kandung empedu yang meradang.2
Pemeriksaan laboratorium
Batu kandung empedu yang asimtomatik umumnya tidak menunjukkan kelainan pada
pemeriksaan laboratorium. Apabila terjadi peradangan akut dapat terjadi leukositosis, biasanya
akan diikuti kenaikan ringan bilirubin serum akibat penekanan duktus koledokus oleh batu.
Kadar bilirubin serum yang yang tinggi mungkin disebabkan oleh batu di dalam duktus
koledokus. Kadar fosfatase alkali serum dan mungkin kadar amylase serum biasanya meningkat
sedang setiap kali terjadi serangan akut.1
Pemeriksaan Pendukung Lainnya
Untuk pasien dengan penyakit kolelitiasis 8tat dilakukan pemeriksaan penunjang seperti
pemeriksaan radiologi :
1) Foto polos abdomen 1
Foto polos abdomen biasanya tidak memberikan gambaran yang khas karena hanya sekitar 1015% batu kandung empedu yang bersifat radioopak. Kadang kandung empedu yang
mengandung cairan empedu berkadar kalsium tinggi dapat dilihat dengan foto polos. Pada
peradangan a k u t d e n g a n k a n d u n g

empedu yang

membesar

atau

hidrops,

k a n d u n g empedu kadang terlihat sebagai massa jaringan lunak di kuadran kanan


atas yang menekan gambaran udara dalam usus besar, di fleksura 8tatisti.
Batu empedu opaque akan dapat dengan mudah diperlihatkan. Tampak dalam jenis yang
bervariasi. Sebagai struktur berlapis yang besar yang biasanya tunggal dan dalam
6

jumlah sedikit. Disamping itu kalkuli yang k e c i l d a n m u l t i p l e d a n s a n g a t


ban yak.
Gambar 1. Gambaran Foto Polos Abdomen

2) Ultra Sonografi (USG)


Penggunaan USG dalam mendeteksi batu di saluran empedu sensitivitasnya sampai 98
% dan spesifitas 97,7 %. Keuntungan lain dari pemeriksaan cara ini adalah mudah
dikerjakan, aman karena tidak infasif dan tidak perlu persiapan khusus. Selain itu,
USG dapat dilakukan pada penderita yang sakit berat, alergi kontras, wanita hamil dan
tidak tergantung

pada

keadaan

faal

hati.

Ditinjau

dari

berbagai

segi

keuntungannya, pemeriksaan USG dianjurkan dipakai sebagai langkah pemeriksaan


awal. Dengan pemeriksaan ini dapat ditentukan lokasi dari b a t u , u k u r a n ,
j u m l a h , u k u r a n k a n d u n g e m p e d u , a d a tidaknya radang akut yang ditandai dengan
menebalnya dinding kandung empedu karena fibrosis atau udem, ukuran CBD (Common Bile
Duct) dan jika ada batu intraduktal. Batu yang terdapat pada duktus koledukus distal kadang sulit
dideteksi karena terhalang oleh udara di dalam usus.

Gambar 2. Gambaran USG

3) Kolesistografi
Kolesistografi digunakan bila USG tidak tersedia atau bila hasil USG meragukan.
Kolangiografi oral dapat dilakukan untuk mendeteksi batu empedu dan mengkaji
kemampuan kandung empedu untuk melakukan pengisian, memekatkan isinya,
berkontraksi serta mengosongkan isinya. Untuk penderita tertentu, kolesistografi dengan
kontras

cukup

baik

untuk melihat batu

karena

radiolusen

relatif

murah, sederhana,

dan cukup

akurat

sehingga dapat dihitung jumlah dan ukuran batu.

Kolesistografi oral akan gagal pada keadaan ileus paralitik, muntah, kadar bilirubun
serum diatas 2 m g / d l ,

obstruksi, dan hepatitis karena pada keadaan-keadaan

tersebut kontras tidak dapat mencapai hati. Pemeriksaan kolesitografi orallebih bermakna pada
penilaian fungsi kandung empedu.
Batu kandung empedu non opaque misalnya batu kolesterol yang besar tidak dapat terdiagnosa
dengan sinar x biasa maka akan membutuhkan zat kontras di dalam pemeriksaan dengan cara di
minum di sore hari sebelum pemeriksaan. Pasien tetap melakukan diet bebas lemak
sampai dilakukan pemeriksaan sinar x kira-kira 16 jam kemudian setelah minum
kontras. Pada tingkat ini kandung empedu biasanya terisi dengan baik dengan zat
kontras. Pada pemeriksaan ini akan menimbulkan bayangan filling defect yang radiolusen.
Gambar 3. Gambaran Foto kolesistografi

4) ERCP (Endoscopic Retrograde Colangiopancreatografi)


8

Foto rontgen dengan kolongipankreatikografi endoskopi dipapila Vater (ERCP)


atau melalui kolongiografi transhepatik perkutan(PTC) berguna untuk pemeriksaan batu
di duktus koledokus. Indikasinya ialah batu kandung empedu dengan gangguan fungsi hati yang
tidak dapat dideteksi dengan ultrasonografi dan kolesistografi oral, misalnya karena
batu kecil. Pemeriksaan ini memungkinkan visualisasi struktur secara langsung yang
hanya dapat dilihat pada saat laparatomi. Pemeriksaan ini meliputi insersi endoskop
serat 8tati yang fleksibel ke dalam esophagus hingga mencapai duodenum pars
desendens. Sebuah kanula dimasukan ke d a l a m d u k t u s k o l e d u k t u s s e r t a d u k t u s
p a n k r e a t i k u s , k e m u d i a n b a h a n kontras disuntikan ke dalam duktus tersebut untuk
menentukan keberadaan batu di duktus dan memungkinkan visualisassi serta evaluasi
percabangan bilier.
Gambar 4. Gambaran ERCP

5) Magnetic Resonance Colangiopancreatography (MRCP)


Teknik pencitraan ini dengan gema magnet tanpa menggunakan zat kontras, instrument
dan radiasi ion. Pada pemeriksaan ini saluran empedu akan terlihat jelas sebagai struktur yang
terang karena mempunyai i n t e n s i t a s

sin yal

tinggi,

sedangkan

batu

saluran

e m p e d u a k a n t e r l i h a t sebagai intensitas sinyal rendah yang dikelilingi empedu dengan


intensitas sinyal tinggi, sehingga metode ini cocok untuk mendiagnosa batu saluran empedu.
Studi terkini MRCP menunjukan nilai sensitifitas antara 91% sampai 100%, nilai
spesifitas antara 92% sampai 100% dan nilai prediktif positif a n t a r a 9 3 % s a m p a i
d e n g a n 1 0 0 % p a d a k e a d a a n d e n g a n d u g a a n b a t u saluran empedu. Nilai diagnosis
MRCP yang tinggi mengakibatkan teknik ini sering dikerjakan untuk diagnosis atau
eksklusi batu saluran empedu khususnya pada pasien dengan kemungkinan kecil
9

mengandung batu. MRCP memiliki beberapa kelebihan dibandingkan ERCP. Salah satu
manfaat yang besar adalah pencitraan saluran empedu tanpa resiko yang berhubungan
dengan instrumentasi, zat kontras dan radiasi. Sebaliknya MRCP juga mempunyai limitasi
mayor yaitu bukan merupakan modalitas terapi dan juga aplikasinya bergantung pada
operator, sedangkan ERCP dapat berfungsi sebagai sarana 8tatistic8 dan terapi yang sama.
Gambar 5. Gambaran Foto MRCP

C. DIAGNOSIS
DIAGNOSIS KERJA
KOLELITIASIS
Kolelitiasis (kalkuli/kalkulus,batu empedu) merupakan suatu keadaan dimana terdapatnya batu
empedu di dalam kandung empedu (vesika felea) yang memiliki ukuran,bentuk dan komposisi
yang bervariasi. Kolelitiasis lebih sering dijumpai pada individu berusia diatas 40 tahun terutama
pada wanita dikarenakan memiliki 8tatis resiko, yaitu : obesitas, usia lanjut, diet tinggi lemak
dan 8tatist.
DIAGNOSIS DIFERENSIAL

10

KOLESISTITIS 3
Definisi

Peradangan pada kandung empedu (vesika felea)

Patogenesis
Obstruksi duktus sistikus oleh batu empedu
Manifestasi klinis
Anamnesis : mual, muntah, demam, nyeri di abdomen kuadran kanan atas dan
mid-epigastrium yang berat dan menetap.
Pemeriksaan fisik : nyeri tekan di abdomen kuadran kanan atas, tanda Murphy
+ rasa nyeri di kuadran kanan atas pada saat inspirasi, palpasi vesika felea
8tat +.

Evaluasi laboratorium : jumlah leukosit , bilirubin dan AP +

Pemeriksaan Penunjang
USG abdomen kuadran kanan atas : sensitivitas dan spesifisitas tinggi untuk
batu empedu; tanda spesifik kolesistitis meliputi cairan perikolesistik, edema
dinding vesika felea, dan tanda Murphy pada sonografi
Koleskintigrafi (HIDA-scan) : uji paling sensitif terhadap kolesistitis akut.
Prosedurnya meliputi injeksi HID intravena yang berlabel radioaktif, yang secara selektif
melakukan sekresi ke dalam percabangan biliaris. Padakolesistitis akut, HIDA memasuki
duktus kolekodus (CBD), tapi tidak ke vesika felea.
Komplikasi 4
Perforasi

Empiema

Vesika felea emfisematosa karena infeksi oleh bakteri yang membentuk gas.

Fistula kolesisenterik (ke duodenum, kolon, atau gaster) : dapat terlihat udara

pada

percabangan biliaris.
Ileus batu empedu : obstruksi usus (biasanya pada ileum terminalis) karena batu dalam usus
yang melewati suatu fistula.

11

KOLEDOKOLITIASIS 5
Definisi
Batu empedu bersarang di duktus koledokus (CBD)
Epidemiologi

Terjadi pada 15% pasien dengan batu empedu

Manifestasi klinis
Asimtomatik (50%)

Kolik biliaris

Ikterik

Pemeriksaan Penunjang
USG abdomen kuadran kanan atas : tampak dilatasi duktus (namun
sensitivitas hanya 33% untuk mendeteksi batu di duktus koledokus).
Kolangiogram (ERCP, perkutaneus atau operasif)
Komplikasi

Kolangitis

Pankreatitis

Kolesistitis

Striktur
Penatalaksanaan
ERCP dan papilotomi dengan ekstraksi batu
Komplikasi

Kolangitis

Pankreatitis

Kolesis titis

Striktur
KOLANGITIS
Definisi
Obstruksi duktus koledokus (CBD) infeksi proksimal dari lokasi obstruksi
(pus di bawah tekanan)
Etiologi
12

Batu duktus koledokus


Striktur

Neoplasma (biliaris atau pankreatik)

Infiltrasi dengan parasit (cacing) (Clonorchis sinensis, Opisthorchis viverrini)

Manifestasi klinis
Trias Charcot : Nyeri kuadran kanan atas, ikterik, demam / menggigil
Panca Reynold : Trias Charcot + syok dan perubahan status mental
Pemeriksaan 8tatistic8
USG abdomen kuadran kanan atas

ERCP

Penatalaksanaan

Antibiotik

Dekompresi cabang biliaris dengan ERCP atau tindakan pembedahan


D. ETIOLOGI
Batu empedu selalu dibentuk dalam kandung empedu dan jarang dibentuk pada bagian
saluran empedu lainnya. Etiologi batu empedu masih belum diketahui sepenuhnya akan tetapi ,
tampaknya predisposisi terpenting adalah gangguan yang menyebabkan terjadinya perubahan
komposisi empedu, stasis empedu, dan infeksi kandung empedu. Perubahan komposisi empedu
kemungkinan merupakan hal terpenting dalam pembentukan batu empedu. Sejumlah penelitian
menunjukkan bahwa hati penderita batu empedu kolesterol menyekresikan empedu yang sangat
jenuh dengan kolesterol. Kolesterol yang berlebihan ini mengendap dalam kandung empedu
untuk membentuk kandung empedu. Stasis empedu dalam kandung empedu dapat mengakibatkan
supersaturasi progresif, perubahan komposisi kimia, dan pengendapan komponen tersebut.
Gangguan kontraksi kandung empedu, atau spasme sfingter oddi, atau keduanya dapat
menyebabkan terjadinya stasis. Faktor hormonal (terutama selama kehamilan) dapat dikaitkan
dengan perlambatan pengosongan kandung empedu dan menyebabkan tingginya insidensi dalam
kelompok ini. Infeksi bakteri dalam saluran empedu dapat berperan dalam pembentukan batu.
Mucus meningkatkan viskositas empedu, dan bakteri dapat berperan sebagai pusat presipitasi.

13

Akan tetapi, infeksi mungkin lebih sering timbul akibat dari terbentuknya batu empedu,
dibandingkan sebagai penyebab terbentuknya batu empedu.

E. EPIDEMIOLOGI & FAKTOR RESIKO


Di Negara barat, batu empedu mengenai 10% orang dewasa. Angka prevalensi orang dewasa
lebih tinggi di Negara amerika latin 20% hingga 40% dan rendah di Negara asia 3% hingga 4%.
Batu empedu menimbulkan masalah kesehatan yang cukup besar, seperti yang ditunjukkan dibawah
ini :
- Lebih dari 20 juta pasien diperkirakan mengidap batu empedu,yang total beratnya beberapa ton.
- Sekitar 1 juta pasien baru terdiagnosis mengidap batu empedu per tahun, dengan dua
pertiganya menjalani pembedahan.
- Angka kematian akibat pembedahan untuk bedah saluran empedu secara keseluruhan sangat
rendah, tetapi sekitar 1000 pasien meninggal setiap tahun akibat penyakit empedu atau penyulit
pembedahan.
Kolelitiasis dapat terjadi dengan atau tanpa faktor resiko dibawah ini. Namun, semakin banyak
faktor resiko yang dimiliki seseorang,semakin besar kemungkinan untuk terjadinya kolelitiasis.
Faktor resiko tersebut antara lain :
Jenis Kelamin. Wanita mempunyai resiko 3 kali lipat untuk terkena kolelitiasis dibandingkan
dengan pria. Ini dikarenakan oleh hormon esterogen berpengaruh terhadap peningkatan eskresi
kolesterol oleh kandung empedu. Kehamilan, yang meningkatkan kadar esterogen juga
meningkatkan resiko terkena kolelitiasis. Penggunaan pil kontrasepsi dan terapi hormon
(esterogen) dapat meningkatkan kolesterol dalam kandung empedu dan penurunan aktivitas
pengosongan kandung empedu.
Usia. Resiko untuk terkena kolelitiasis meningkat sejalan dengan bertambahnya usia. Orang
dengan usia > 60 tahun lebih cenderung untuk terkena kolelitiasis dibandingkan dengan orang
dengan usia yang lebih muda.

14

Berat badan (BMI). Orang dengan Body Mass Index (BMI) tinggi, mempunyai resiko lebih
tinggi untuk terjadi kolelitiasis. Ini karenakan dengan tingginya BMI maka kadar kolesterol
dalam kandung empedu pun tinggi, dan juga mengurangi garam empedu serta mengurangi
kontraksi/ pengosongan kandung empedu.
Makanan. Intake rendah klorida, kehilangan berat badan yang cepat (seperti setelah operasi
gatrointestinal) mengakibatkan gangguan terhadap unsur kimia dari empedu dan dapat
menyebabkan penurunan kontraksi kandung empedu.
Riwayat keluarga. Orang dengan riwayat keluarga kolelitiasis mempunyai resiko lebih besar
dibanding dengan tanpa riwayat keluarga.
Aktifitas fisik. Kurangnya aktifitas fisik berhubungan dengan peningkatan resiko terjadinya
kolelitiasis. Ini mungkin disebabkan oleh kandung empedu lebih sedikit berkontraksi.
Penyakit usus halus. Penyakit yang dilaporkan berhubungan dengan kolelitiasis adalah crohn
disease, diabetes, anemia sel sabit, trauma, dan ileus paralitik.
Nutrisi intravena jangka lama. Nutrisi intravena jangka lama mengakibatkan kandung empedu
tidak terstimulasi untuk berkontraksi, karena tidak ada makanan/ nutrisi yang melewati intestinal.
Sehingga resiko untuk terbentuknya batu menjadi meningkat dalam kandung empedu.
F. PATOFISIOLOGI
a. Batu Kolesterol
Batu kolesterol mengandung paling sedikit 70% kristal kolesterol, dan sisanya adalah kalsium
karbonat, kalsium palmitat, dan kalsium bilirubinat. Bentuknya lebih bervariasi
dibandingkan dengan bentuk batu pigmen. Terbentuknya hampir selalu di dalam kandung
empedu, dapat berupa batus o l i t e r a t a u m u l t i p l e . P e r m u k a a n n y a m u n g k i n l i c i n
a t a u m u l t i f a s e t , b u l a t , berduri, dan ada yang seperti buah marbel. Proses pembentukan
batu kolesterol melalui tiga fase, yaitu:
1) Fase Supersaturasi (penjenuhan empedu oleh kolesterol)

15

Derajat penjenuhan empedu oleh kolesterol dapat dihitung melalui kapasitas


daya larut. Kolesterol, fosfolipid (lecithin) dan garam empedu adalah komponen yang
tak larut dalam air. Ketiga zat ini dalam perbandingan tertentu membentuk micelle
yang mudah larut. Di dalam kandung empedu ketiganya dikonsentrasikan menjadi
lima sampai tujuh kali lipat. Pelarutan kolesterol tergantung dari rasio kolesterol
terhadap lecithin dan garam empedu, dalam keadaan normal antara 1 : 20 sampai 1 :30. Pada
keadaan supersaturasi dimana kolesterol akan relatif tinggi rasio ini bisa mencapai 1 : 13. Pada
rasio seperti ini kolesterol akan mengendap atau terjadi penjenuhan empedu oleh kolesterol.
Penjenuhan ini dapat disebabkan oleh bertambahnya sekresikolesterol atau penurunan
relative garam empedu atau fosfolipid. Peningkatan ekskresi kolesterol empedu antara lain
terjadi misalnya pada keadaan obesitas, diet tinggi kalori dan kolesterol, pemakaian obat
antikolesterol sehingga mobilitas kolesterol jaringan tinggi, dan pemakaian obat tablet KB
(estrogen) yang mengakibatkan sekresi kolesterol meningkat dan kadar kenodeoksikolat
rendah,

padahal

kenodeoksikolat

memiliki efek melarutkan batu kolesterol. Sekresi asam

empedu akan menurun pada penderita dengan gangguan absorbsi di ileum terminal
akibat peradangan atau reseksi (gangguan sirkulasi enterohepatik), gangguan daya
pengosongan primer kandung empedu, dan peradangan dinding kandung empedu yang
menyebabkan absorbsi air, garam empedu,dan fosfolipid jauh lebih banyak.
2) Fase Pembentukan Inti Batu (pembentukan nidus dan kristalisasi)
Penjenuhan kolesterol yang berlebihan tidak dapat membentuk batu, kecuali bila ada nidus
dan ada proses lain yang menkristalisasi.

Nidus

dapat

berasal

dari

pigmen

empedu,

mukoprotein, lendir, protein lain, bakteria, atau benda asing lain. Setelah kristalisasi
meliputi suatu nidus, akan terjadi pembentukan inti batu.
3) Fase Pertumbuhan Batu
Pertumbuhan batu terjadi karena pengendapan kristal kolesterol diatas matriks inorganik dan
kecepatannya ditentukan oleh kecepatan relative pelarutan dan pengendapan. Struktur
matriks agaknya berupa endapan mineral yang mengandung garam kalsium.

16

Gambar 6 . Pembentukan Batu Kolesterol


b. Batu Bilirubin / Batu Pigmen
Batu pigmen adalah batu empedu yang kadar kolesterolnya kurang dari 25%. Penampilan batu
bilirubin yang sebenarnya berisi kalsium bilirubinat dan disebut juga batu lumpur atau
batu pigmen, tidak banyak bervariasi. Batu ini sering ditemukan dalam bentuk tidak
teratur, kecil-kecil, dapat berjumlah banyak, warnanya bervariasi antara cokelat,
kemerahan, sampai hitam, dan b e r b e n t u k s e p e r t i l u m p u r a t a u t a n a h y a n g
r a p u h . B a t u i n i s e r i n g b e r s a t u m e m b e n t u k b a t u y a n g l e b i h b e s a r. B a t u
p i g m e n y a n g s a n g a t b e s a r d a p a t ditemukan dalam saluran empedu. Batu pigmen
hitam terbentuk di dalam kandung empedu terutama terbentuk

pada

gangguan

keseimbangan metabolik seperti anemia hemolitik, dan sirosis hati tanpa didahului infeksi.
Pembentukan batu bilirubin terdiri dari 2 fase, yaitu:
1) Saturasi bilirubin
Pada keadaan non infeksi, saturasi bilirubin terjadi karena pemecahan eritrosit yang
berlebihan, misalnya pada malaria dan penyakit Sicklecell. Pada keadaan infeksi
saturasi bilirubin terjadi karena konversi konjugasi bilirubin menjadi unkonjugasi
yang sukar larut. Konversi terjadi karena adanya enzim b-glukuronidase yang dihasilkan
17

oleh E. Coli. Pada keadaan normal cairan empedu mengandung glokaro 1,4 lakton yang
menghambat kerja glukuronidase.
2) Pembentukan inti batu
Pembentukan inti batu selain oleh garam-garam kalsium dan sel bias juga oleh bakteri,
bagian dari parasit dan telur cacing. Tatsuo Maki melaporkan bahwa 55 % batu pigmen dengan
inti telur atau bagian badan dari cacing ascaris lumbricoides. Sedangkan Tung dari Vietnam
mendapatkan 70 % inti batu adalah dari cacing tambang.
Seperti

pembentukan

bertambahnya usia.
merupakan

factor

batu

kolesterol,

terjadinya

batu

bilirubinberhubungan dengan

Infeksi, statis, dekonjugasi bilirubin d a n


kausal. Pada bakteribilia terdapat

ekskresi

kalsium

bakteri gram negatif,

terutama E.Coli. Pada batu kolesterol pun, E.Coli yang tersering ditemukan dalam
biakan empedu.
B e b e r a p a f a k t o r y a n g d i s a n g k a b e r p e r a n a d a l a h f a k t o r g e o g r a f i s , hemolisis,
dan sirosis hepatik. Sebaliknya jenis kelamin, obesitas, gangguan penyerapan di
dalam ileum tidak mempertinggi resiko batu bilirubin. Pada kolingitis oriental atau
kolangitis piogenik rekurens ditemukan batu pigmen intrahepatik primer yang
menimbulkan kolangitis rekurens. Keadaan lain yang berhubungan dengan batu pigmen dan
kolangitis bakteria gram negatif di Asia T i m u r i a l a h i n v e s t a s i p a r a s i t Clonochis sinensis,
Fasciola hepatica, dan Ascaris lumbricoides.
Sebagai pegangan umum, pada penderita batu bilirubin, tidak ditemukan empedu yang sangat
jenuh dengan kolesterol baik di dalam kandung empedu maupun di hati. Pada penderita
batu bilirubin, konsentarsi

bilirubin yang tidak

terkonjugasi meningkat, baik

di dalam kandung empedu maupun di dalam hati.

18

Gambar 7. Batu Pigmen


G. MANIFESTASI KLINIK
Asimtomatik
Batu yang terdapat dalam kandung empedu sering tidak memberikan gejala
( a s i m t o m a t i k ) . D a p a t m e m b e r i k a n g e j a l a n y e r i a k u t a k i b a t k o l e s i s t i t i s , nyer
i bilier, nyeri abdomen kronik berulang ataupun dispepsia, mual. Studi perjalanan
penyakit sampai 50 % dari semua pasien dengan batu kandung empedu, tanpa
mempertimbangkan jenisnya, adalah asimtomatik. K u r a n g d a r i 2 5 % d a r i p a s i e n
y a n g b e n a r - b e n a r m e m p u n y a i b a t u e m p e d u asimtomatik akan merasakan
gejalanya yang membutuhkan intervensi setelah periode waktu 5 tahun. Tidak ada
data yang merekomendasikan kolesistektomi rutin dalam semua pasien dengan batu
empedu asimtomatik
Simtomatik
Keluhan utaman ya berupa nyeri di daerah epigastrium, kuadran
k a n a n atas. Rasa nyeri lainnya adalah kolik bilier yang berlangsung lebih dari 15 menit, d a n
kadang

baru

menghilang

beberapa

jam

kemudian. Kolik biliaris, n yeri

pascaprandial kuadran kanan atas, biasanya dipresipitasi oleh makanan berlemak, terjadi 30-60
19

menit setelah makan, berakhir setelah beberapa jam dan kemudian pulih, disebabkan
oleh batu empedu, dirujuk sebagai kolik biliaris. Mual dan muntah sering kali berkaitan
dengan serangan kolik biliaris
Komplikasi
Kolesistitis akut merupakan komplikasi penyakit batu empedu yang paling umum dan
sering meyebabkan kedaruratan abdomen, khususnya diantara wanita usia pertengahan dan
manula. Peradangan akut dari kandung empedu, berkaitan dengan obstruksi duktus
sistikus atau dalam infundibulum. Gambaran tipikal dari k o l e s i s t i t i s

akut

adalah

n y e r i p e r u t k a n a n a t a s y a n g t a j a m d a n k o n s t a n , b a i k berupa serangan akut


ataupun didahului sebelumnya oleh rasa tidak nyaman didaerah epigastrium post
prandial. Nyeri ini bertambah saat inspirasi atau dengan pergerakan dan dapat
menjalar kepunggung atau ke ujung skapula. Keluhan ini dapat disertai mual, muntah
dan penurunan nafsu makan, yang dapat berlangsung berhari-hari. Pada pemeriksaan
dapat dijumpai tanda toksemia, nyeri tekan pada kanan atas abdomen dan tanda
klasik Murphy sign (pasien berhenti bernafas sewaktu perut kanan atas ditekan).
Masa yang dapat dipalpasi ditemukan hanya dalam 20% kasus. Kebanyakan pasien
akhirnya akan mengalami kolesistektomi terbuka atau laparoskopik.
H. PENATALAKSANAAN
a. Tindakan Operatif
1)

Kolesistektomi

Ter a p i t e r b a n y a k p a d a p e n d e r i t a b a t u k a n d u n g e m p e d u a d a l a h dengan
operasi. Kolesistektomi dengan atau tanpa eksplorasi duktus komunis tetap merupakan
tindakan pengobatan untuk penderita dengan batu empedu simptomatik.
Pembedahan untuk batu empedu tanpa gejala masih diperdebatkan, banyak ahli menganjurkan
terapi konservatif. Sebagian ahli lainnya berpendapat lain mengingat silent stone p a d a
akhirnya

akan

menimbulkan gejala-gejala

bahkan

komplikasi,

maka

m e r e k a s e p a k a t bahwa pembedahan adalah pengobatan yang paling tepat yaitu

20

kolesistektomi efektif dan berlaku pada setiap kasus batu kandung empedu kalau keadaan umum
penderita baik.
Indikasi kolesistektomi adalah sebagai berikut :
- Adanya keluhan bilier yang mengganggu atau semakin sering atau berat.
- A d a n y a k o m p l i k a s i a t a u p e r n a h a d a k o m p l i k a s i b a t u kandung empedu.
- Adanya penyakit lain yang mempermudah timbulnya k o m p l i k a s i m i s a l n y a
D i a b e t e s M e l l i t u s , k a n d u n g e m p e d u y a n g tidak tampak pada foto kontras dan
sebagainya.
a) Kolesistektomi terbuka
Operasi ini merupakan standar terbaik untuk penanganan pasien dengan kolelitiasis simtomatik.
Komplikasi yang paling bermakna yang dapat terjadi adalah cedera duktus biliaris yang terjadi
pada 0,2% pasien.
A n g k a m o r t a l i t a s y a n g d i l a p o r k a n u n t u k p r o s e d u r i n i k u r a n g d a r i 0,5%.
Indikasi yang paling umum untuk kolesistektomi adalah kolik biliaris rekuren, diikuti oleh
kolesistitis akut.
b) Kolesistektomi laparaskopi
Indikasi awal hanya pasien dengan kolelitiasis simtomatik tanpa adanya kolesistitis akut.
Karena semakin bertambahnya pengalaman, banyak ahli bedah mulai melakukan prosedur ini
pada

pasien

dengan

kolesistitis akut dan pasien dengan batu duktus

k o l e d o k u s . S e c a r a teoritis keuntungan tindakan ini dibandingkan prosedur konvensional


adalah

dapat

mengurangi

perawatan

di

rumah

sakit

dan

biaya

yang

dikeluarkan, pasien dapat cepat kembali bekerja, nyeri menurun dan perbaikan kosmetik.
Masalah yang belum terpecahkan adalah keamanan dari prosedur ini, berhubungan dengan
insiden komplikasi seperti cedera duktus biliaris yang mungkin dapat terjadi lebih sering selama
kolesistektomi laparaskopi

21

Gambar 8. Gambaran Kolesistektomi

Komplikasi kolesistektomi
Saat ini hampir semua melakukan operasi laparoskopi atau menggunakan key-hole surgery.
Dengan menggunakan insisi kecil, batu empedu dan kantong empedu dibuang. Kantong empedu
adalah tempat penyimpanan empedu, dan organ ini dapat dibuang tanpa berpengaruh terhadap
kesehatan. Setelah pengangkatan kantong empedu, empedu dapat mengalir langsung dari hati ke
usus.

22

Proses pemulihan biasanya berlangsung selama 1 sampai 3 hari dir u m a h s a k i t d a n


p a s i e n d a p a t b e r a k t i v i t a s n o r m a l k e m b a l i s e t e l a h 1 minggu. Apabila ada
peradangan yang parah, luka atau infeksi kandung empedu, key-hole surgery mungkin tidak
dapat dilakukan sehingga perlu dilakukan operasi terbuka. Prosedur ini dilakukan dengan
membuat insisi 5-6 inchi pada sisi kanan abdomen dan kantong empedu dapat dibuang. Proses
pemulihannya lebih panjang dibandingkan metode key-hole karena r a s a

sakit

akibat

i n s i s i . O p e r a s i t e r b u k a d i l a k u k a n p a d a 5 - 8 % o p e r a s i kolesistektomi. Beberapa
komplikasi yang mungkin terjadi adalah cedera duktus empedu, empedu bocor, pembentukan
abses, infeksi pada luka dan pendarahan.
2)

Kolesistostomi

Beberapa ahli bedah menganjurkan kolesistostomi dan dekompresi cabang-cabang saluran


empedu sebagai tindakan awal pilihan pada p e n d e r i t a k o l e s i s t i t i s d e n g a n r e s i k o
tinggi

yang

mungkin tidak dapat

diatasi

kolesistektomi

dini.

Indikasi

dari

kolesistostomi adalah:
- Kolesistitis akut berat dengan kandung empedu membesar yang terancam ruptur
- Keadaan umum sangat buruk misalnya karena sepsis
- Penderita yang berumur lanjut, karena ada penyakit lain yang berat yang menyertai, kesulitan
teknik operasi
- Tersangka adanya pancreatitis
Kerugian dari kolesistostomi mungkin terselipnya batu sehingga sukar dikeluarkan dan
kemungkinan besar terjadinya batu lagi kalau tidak diikuti dengan kolesistektomi.

Gambar 9. Gambaran Kolesistostomi

23

b. Tindakan Non-Operatif
Terapi Disolusi
Penggunaan

garam

empedu

yaitu

asam

Chenodeoxycholat (CDCA) yang mampu

melarutkan batu kolesterol invitro, secara invivo t e l a h d i m u l a i s e j a k 1 9 7 3


diklinik

M a yo ,

Amerika

S e r i k a t j u g a d a p a t berhasil, hanya tidak dijelaskan

terjadinya kekambuhan.
Pengobatan dengan asam empedu ini dengan sukses melarutkansempurna batu pada
sekitar 60 % penderita yang diobati dengan CDCA oral dalam dosis 10 15 mg/kg
berat badan per hari selama 6 sampai 24bulan. Penghentian pengobatan CDCA
setelah batu larut sering timbul rekurensi kolelitiasis.
Indikasi pemberian CDCA yaitu :
-Wanita hamil
- Penyakit hati yang kronis
- Kolik empedu berat atau berulang-ulang
- Kandung empedu yang tidak berfungsi.
Efek samping pengobatan CDCA yang terlalu lama menimbulkan kerusakan jaringan
hati, terjadi peningkatan transaminase serum, nausea dan diare. Asam Ursodioxycholat
(UDCA) merupakan alternatif lain yang dapat diterima dan tidak mengakibatkan diare
atau gangguan fungsi hati namun harganya lebih mahal. Pada saat ini pemakaiannya
adalah kombinasi antara CDCA dan UDCA, masing-masing dengan dosis 7,5mg/kg
berat badan/hari. Dianjurkan dosis terbesar pada sore hari karena kejenuhan cairan empedu
akan kolesterol mencapai puncaknya pada malam hari.
Mekanisme kerja dari CDCA adalah menghambat kerja dari enzim HMG Ko-a reduktase
sehingga mengurangi sintesis dan ekskresi kolesterol ke dalam empedu. Kekurangan lain dari
terapi disolusi ini selain harganya mahal juga memerlukan waktu yang lama serta tidak selalu
berhasil.
24

Extracorporeal Shock Wave Lithotripsi (ESWL)


ESWL merupakan litotripsi untuk batu empedu dimana dasar terapinya adalah disintegrasi batu
dengan gelombang kejut sehingga menjadi partikel yang lebih kecil. Pemecahan batu
menjadi partikel kecil bertujuan agar kelarutannya dalam asam empedu menjadi meningkat
serta pengeluarannya melalui duktus sistikus dengan kontraksi kandung empedu juga menjadi
lebih mudah. Setelah terapi ESWL kemudian dilanjutkan dengan terapi disolusi untuk
membantu melarutkan batu kolesterol. Kombinasi dari terapi ini agar berhasil baik
harus memenuhi beberapa kriteria mengingat faktor efektifitas dan keamanannya.
a) Kriteria Munich :
- Terdapat riwayat akibat batu tersebut (simptomatik).
- Penderita tidak sedang hamil.
- Batu radiolusen
- Tidak ada obstruksi dari saluran empedu
- Tidak terdapat jaringan paru pada jalur transmisi gelombang kejut ke arah batu.
b) Kriteria Dublin :
- Riwayat keluhan batu empedu
- Batu radiolusen
- Batu radioopak dengan diameter kurang dari 3 cm untuk batu tunggal atau bila multiple
diameter total kurang dari 3 cmdengan jumlah maksimal 3.
-Fungsi konsentrasi dan kontraksi kandung empedu baik.
Terapi ESWL sangatlah menguntungkan bila dipandang dari sudut penderita karena dapat
dilakukan secara rawat jalan, sehingga tidak mengganggu aktifitas penderita. Demikian juga
halnya dengan pembiusan dan tindakan pembedahan yang umumnya ditakutkan penderita
dapat dihindarkan.

Namun tidak semua penderita dapat dilakukan terapi ini karena

hanya

dilakukan pada kasus selektif. Di samping itu penderita harus menjalankan diet ketat, waktu
25

pengobatan lama dan memerlukan biaya yang tidak sedikit, serta dapat timbul rekurensi setelah
pengobatan dihentikan. Faal hati yang baik juga merupakan salah satu syarat bentuk terapi
gabungan ini , karena gangguan faal hati akan diperberat denganpemberian asam empedu dalam
jangka panjang. ESWL dapat dikatakan sangat aman serta selektif dan tidak infasif namun
dalam kenyataannya masih terdapat beberapa komplikasi yang dapat terjadi misalnya rasa
sakit di hipokondrium kanan, kolik bilier,pankreatitis, ikterus, pendarahan subkapsuler hati,
penebalan dinding dan atropi kandung empedu.
c. Dietik
Prinsip perawatan dietetik pada penderita batu kandung empedu adalah m e m b e r i i s t i r a h a t
p a d a k a n d u n g e m p e d u d a n m e n g u r a n g i r a s a s a k i t , j u g a untuk

memperkecil

kemungkinan batu memasuki duktus sistikus. Di samping itu untuk memberi makanan
secukupnya untuk memelihara berat badan dan keseimbangan cairan tubuh.
Pembatasan kalori juga perlu dilakukan karena pada umumnya batu kandung empedu
tergolong juga ke dalam penderita obesitas. Bahan makanan yang dapat menyebabkan
gangguan pencernaan makanan juga harus dihindarkan.
Kadang-kadang penderita batu kandung empedu sering menderita
konstipasi, maka diet dengan menggunakan buah-buahan dan sayuran yang tidak
mengeluarkan gas akan sangat membantu. Syarat-syarat diet pada penyakit kandung empedu
yaitu :
- Rendah lemak dan lemak diberikan dalam bentuk yang mudah dicerna.
- Cukup kalori, protein dan hidrat arang. Bila terlalu gemuk jumlah kalori dikurangi.
- Cukup mineral dan vitamin, terutama vitamin yang larut dalam lemak.
- Tinggi cairan untuk mencegah dehidrasi

26

I. KOMPLIKASI
Kolesistitis kalkulosa akut,peradangan akut pada kandung empedu yang mengandung batu
yang dipicu oleh obstruksi oleh leher kandung empedu atau duktus sistikus. Penyakit ini
adalah penyulit utama tersering pada batu empedu dan penyebab tersering dilakukannya
kolesistektomi darurat. Gejala mungkin timbul sangat mendadak dan merupakan suatu
kedaruratan bedah akut. Di pihak lain, gejala mungkin ringan dan mereda tanpa intervensi medis.
Kolesistitis kalkulosa akut pada awalnya adalah akibat iritasi kimiawi dan peradangan pada
dinding kandung empedu dalam kaitannya dengan hambatan aliran keluar empedu.
Fosfolipase yang berasal dari mukosa menghidrolisis lesitin empedu menjadi lisolesitin, yang
bersifat toksik bagi mukosa. Lapisan mukosa glikoprotein yang secara normal bersifat
protektif rusak, sehingga epitel mukosa terpajan langsung keefek detergen garam empedu.
Prostalglandin yang dibebaskan didalam kandung empedu yang teregang ikut berperan dalam
peradangan mukosa. Peregangan dan peningkatan tekanan intralumen juga dapat
mengganggu aliran darah ke mukosa. Hal ini dapat menyebabkan iskemia dari dinding
kandung empedu yang dapat berkembang ke proses nekrosis dan perforasi. Proses ini terjadi
tanpa adanya infeksi bakteri baru setelah proses berlangsung cukup lama terjadi kontaminasi
oleh bakteri.
Kolesistitis akalkulosa akut, antara 5% hingga 12% kandung empedu yang diangkat atas
indikasi kolesisititis akut tidak berisi batu empedu. Sebagian besar kasus ini terjadi pada
pasien yang sakit berat : keadaan paska oprasi mayor nonbiliaris, trauma berat misalnya
kalantas, luka bakar luas, sepsis. Diperkirakan banyak factor yang berperan dalam kolesistitis
akalkulosa, termasuk dehidrasi, stasis dan pengendapan dalamkandung empedu, gangguan
pembuluh darah dan akhirnya kontaminasi bakteri.
Kolangitis, adalah istilah yang digunakan untuk peradangan akut dinding saluran empedu,
yang hampir selalu disebabkan oleh infeksi bakteri yang secara normal steril. Kelainan ini
dapat terjadi akibat setiap lesi yang menghambat aliran empedu terutama koledokolitiasis.
Bakteri kemungkinan besar masuk ke saluran empedu melalui sfingter oddi, dan bukan melalui

27

hematogen. Bakteri tersebut biasanya adalah aerob negative-gram usus seperti e.colli,
klebsiella, clostridium, bacterioides, atau enterobacter. Kolangitis biasanya menyebabkan
demam, menggigil, nyeri abdomen, dan ikterus. Bentuk terparah kolangitis adalah kolangitis
supurativa, yang empedu purulennya memenuhi dan meregangkan saluran empedu, disertai
resiko terbentuknya abses hati.
Pankreatitis akut, batu empedu yang terjepit pada ampulla vaterri/ sfingter oddi atau adanya
mikrolitiasis dapat mengakibatkan pancreatitis akut karena refluk cairan empedu ke dalam
saluran pancreas. Adanya mikrolitiasis ini diketahui dengan didapatkannya Kristal-kristal
kolesterol monohidrat, kalsium bilirubinat, kalsium karbonat via ERCP atau dengan
ditemukannya lumpur pada kandung empedu pada pemeriksaan ultrasonografi.
Pada pancreatitis akut juga terjadi auto digesti substansi pancreas oleh enzim pancreas yang
aktif dan respon cedera sel yang diperantarai sitokin-sitokin inflamasi.Tripsin di disintesis
didalam asinus sebagai proenzim tripsinogen. Karena kesalahan lalulintas tripsinogen maka
zat ini diaktifkan di dalam asinus dan bukan didalam duodenum. Setelah teraktifasi tripsin
akan mengaktifasi proenzim lain seperti profosfolipase dan proelastase. Enzim-enzim yang
teraktifasi ini menyebabkan disintegrasi selasinus dan jaringan lemak sekitar pancreas,
merusak seratelastic pembuluh darah sehingga terjadi kebocoran vascular. Tripsin aktif juga
mengubah prakalikrein menjadi bentuk aktifnya sehingga sistem kinin menjadi aktif dan,
melalui pengaktifan factor Hageman, memacu sistem pembekuan dan komplemen. Dengan
cara ini terjadi thrombosis pembuluh halus(yang dapat menyebabkan kongesti dan pecahnya
pembuluhyang sudah melemah). Akibat lain pengaktifan premature enzim adalah respon
cedera sel asinus. Sel asinus yang rusak akan mengeluarkan sitokin poten yang menarik
netrofil danmakrofag. Sel radang ini kemudian mengeluarkan lebih banyak sitokin seperti
TNF, IL1, NO dan PAF kedalam jaringan pancreas dan sirkulasi sehingga terjadi amplifikasi
respon peradangan local dan sistemik.

Ikterus obstruktif, disebabkan oleh obstruksi duktus biliaris kecepatan pembentukan


bilirubinnya normal tetapi bilirubin yang normal, tetapi bilirubin yang dibentuk tidak dapat
memasuki usus. Bilirubin bebas masih tetap memasuki hati dan dikonjugasi dengan cara
28

yang biasa. Bilirubin ini kemudian kembali ke dalam darah mungkin karena pecahnya
kanalikuli biliaris yang terbendung dan pengosongan langsung saluran limfe.Akibat tidak
adanya bilirubin yang mencapai duodenum maka tidak ada bilirubin yng diubah menjadi
urobilinogen didalam usus oleh kerja bakteri. Oleh karena itu tidak ada urobilinogen yang
diserap kedalam darah dan tidak ada yang dikeluarkan ginjal kedalam urin. Akibatnya, pada ikterus
obstruksi uji untuk urobilinogen dalam urin adalah negative. Selain itu, feses berwarna seperti
dempul karena kurangnya sterkobilin dan pigmen empedu lainnya. Perbedaan lain antara
bilirubin bebas dan terkonjugasi adalah bahwa ginjal mengeluarkan bilirubin terkonjugasi
kelarutan tinggi bukan bilirubin bebas terikat albumin. Oleh karena itu pada ikterus obstruksi
sejumlah bilirubin terkonjugasi bermakna terlihat didalam urin.
J. PENCEGAHAN
1. Hindari Makanan Tinggi Lemak
Untuk menghindari terjadinya batu empedu kurangi makanan tinggi lemak,misalnya gorenggorengan kerana lemak merangsang kandung empedu untuk membentuk batu. Perbanyak makan
buah dan sayur.
2. Hindari Kegemukan
Kegemukan mempunyai resiko menderita batu empedu lebih tinggi kerana itu hindari
kegemukan. Bila sudah terlanjur gemuk, turunkan hingga mencapai berat badan ideal
3.Hati2 bila miliki riwayat keluarga penderita
Mereka yg keluarganya ada yang menderita batu Empedu harus berhati-hati sebab berisiko
menderita serupa.
4.Tidak banyak anak
Sering hamil menyebabkan perubahan hormon yang membuat kontraksi empedu lambat. Hal itu
menyebabkan cairan empedu mudah mengendap dan membentuk batu.
5.Rutin olahraga
Perlu olah raga secara rutin. Dengan olah raga lemak ditubuh akan terbakar sehingga mengurangi
risiko terbentuknya batu empedu.

29

K. PROGNOSIS
Penyembuhan spontan pada 85% kasus, di mana kandung empedu menjadi tebal, fibrotic, penuh
batu dan tidak berfungsi lagi. Sebagian kecil menjadi gangrene, empiyema, perforasi, fistel,
abses hati, peritonitis umum. Tindakan bedah akut pada usia tua mempunyai prognosis jelek.

BAB III KESIMPULAN


Kolelitiasis (kalkuli/kalkulus,batu empedu) merupakan suatu keadaan dimana terdapatnya
batu empedu di dalam kandung empedu (vesika felea) yang memiliki ukuran, bentuk dan
komposisi yang bervariasi. Kolelitiasis lebih sering dijumpai pada individu berusia diatas 40
tahun terutama pada wanita dikarenakan memiliki faktor resiko,yaitu : obesitas, usia lanjut, diet
tinggi lemak dan genetik. Sebagian ahli membagi batu empedu menjadi :- Batu Kolesterol- Batu Campuran
(Mixed Stone)-Batu Pigmen. Penderita batu kandung empedu baru memberi keluhan bila batu
tersebut bermigrasi menyumbat duktus sistikus atau duktus koledokus, sehingga gambaran
klinisnya bervariasi dari yang tanpa gejala (asimptomatik), ringan sampai berat karena adanya
komplikasi.Diagnosis dan pengelolaan yang baik dan tepat dapat mencegah terjadinya
komplikasi yang berat.

30

BAB IV DAFTAR PUSTAKA


1. Lesmana LA. Buku ajar ilmu penyakit dalam, Jilid I, Hepatobilier penyakit batu
empedu. Edisi ke-5. Jakarta: Interna Publishing.h.721-26.
2. Parveen Kumar, Michael Clark, Clinical Medicine 7th edition, Spain;2009.h.367-77.
3. Cholelithiasis, diunduh dari,
http://dokteryudabedah.com/cholelitiasis-batu-empedu/, 29April 2014
4. Choledocholithiasis, diunduh dari,
http://emedicine.medscape.com/article/172216-overview, 29 April 2014
5. Choledocholithiasis, diunduh dari,
http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/000274.htm, 29 April 2014
6. Departemen Farmakologi dan Teraputik, Farmakologi dan terapi, edisi ke-5;2007.h.524
-25
7. Sjamsuhidajat R, Wim de Jong, Buku Ajar Ilmu Bedah, edisi ke-2;2005.h.568-83.

31

You might also like